BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus laten yang termasuk jenis retroviral yang dapat menyebabkan terjadinya Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS merupakan kegagalan sistem imun manusia sehingga memungkinkan infeksi oportunistik menjadi sangat berkembang dan membahayakan kesehatan manusia. HIV menginfeksi sel penting dalam sistem kekebalan tubuh manusia seperti sel T Helper (kususnya pada reseptor CD4+) melalui reseptor kemokin CCR5, CXCR4, pada makrofag serta sel dendritik. AIDS merupakan definisi klinis yang diberikan kepada orang yang terinfeksi HIV dan mengalami penurunan sistem imun tubuh. Selama infeksi awal, seseorang yang terserang HIV mengalami gejala atau periode sakit seperti terserang penyakit influenza. Selanjutnya biasanya diikuti dengan periode inkubasi virus yang cukup lama (2-10 tahun). Pada periode ini tidak menunjukkan adanya infeksi dalam tubuh, karena HIV tidak dikenali oleh sistem imun tubuh. Virus ini akan mengganggu sistem imun tubuh dengan menurunkan jumlah sel T helper. Hal ini memungkinkan tubuh untuk lebih mudah terinfeksi, termasuk infeksi oportunistik dan tumor yang biasanya tidak memberikan dampak yang berarti bagi tubuh ketika sistem imun tubuh bekerja dengan normal. Sel T sitotoksik memiliki peran penting dalam mengendalikan infeksi HIV ini. Sel T CD8 secara efektif mampu mengontrol replikasi HIV dan menjaga agar distribusi viral dalam sistem imun rendah. Setiap tahunnya jumlah penderita semakin meningkat sehingga menjadi persoalan besar bagi seluruh negara di dunia. WHO melaporkan pada tahun 2012 sebanyak 35,3 milyar orang di dunia terjangkit HIV. WHO memperkirakan sampai dengan januari 2006 AIDS telah menyebabkan 25 juta kematian. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. Pada tahun 2005, AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Di Indonesia sendiri, dari data yang dikeluarkan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Pengendalian Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa triwulan pertama tahun 2011 telah bertambah 351 kasus AIDS. HIV sulit disembuhkan karena virus ini berintegrasi dengan materi genetik di dalam sel dan 1 akan membentuk reservoir yang bersifat laten. Virus ini akan menyerang sel secara lisogenik sehingga akan terdeteksi setelah beberapa tahun. Besarnya angka kematian disebabkan karena sebagian besar penderita AIDS terlambat mendapatkan pengobatan karena berbagai alasan. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin ataupun obat bagi penderita HIV atau AIDS agar dapat sembuh total. Metode yang dirasa paling ampuh untuk penanganan penyakit ini adalah dengan terapi antiretrovirus (highly active antiretroviral therapy, disingkat HAART). HAART merupakan kombinasi dari tiga atau lebih jenis obat yang terdiri dari paling sedikit dua macam kelas obat antiretrovirus. Berbagai efek samping yang juga terjadi akibat penerapan HAART adalah lipodistrofi, dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan resiko sistem kardiovaskuler, dan kelainan bawaan pada bayi yang akan dilahirkan. Obat anti-retrovirus harganya cukup mahal, dan mayoritas individu terinfeksi HIV di dunia tidak memiliki akses ataupun biaya untuk mendapatkan pengobatan serta perawatan untuk HIV dan AIDS. Dengan demikian diperlukan penelitian secara kontinyu untuk mendapatkan kandidat potensial obat HIV baru yang efektif, murah, dan efek sampingnya kecil. Senyawa prostratin adalah metabolit sekunder dari tumbuhan endemik Kepulauan Samoa (Kepulauan Samudera Pasifik Selatan) bernama Homalanthus nutans. Prostratin dapat mengaktivasi ekspresi HIV-1 pada sel yang terinfeksi HIV dengan meningkatkan replikasi virus tetapi tidak diikuti dengan peningkatan pembelahan sel, sehingga sel tersebut memproduksi virus baru yang dapat dikenali oleh sel imunokompeten. Prostratin juga menghambat ekspresi reseptor kemokin pada sel T helper yang merupakan pintu masuk virus ke dalam limfosit (Biancotto et al., 2004). Di Indonesia terdapat tumbuhan yang masuk dalam kategori genus yang sama dengan tumbuhan Homalanthus nutans, yaitu tumbuhan Homalanthus populneus. Tumbuhan ini tersebar melimpah di Indonesia. Pada penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa tanaman ini mengandung prostratin (Fatimah dkk., 2012) dan mampu menurunkan ekspresi reseptor CD4 sampai 82,84% pada sel normal (Fatimah, 2013). Prostratin dari Homalanthus populneus berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat anti HIV di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui efektivitas prostratin lokal ini dalam menghambat infeksi HIV melalui penghambatan ekspresi reseptor kemokin pada sel T helper. Uji ekstrak tanaman Homalanthus populneus dilakukan terhadap sel PBMC dan sel dari lymphoblast 2 (CEM) untuk mengetahui pengaruhnya terhadap ekspresi reseptor kemokin pada sel T helper yang merupakan salah satu jalan masuk dalam proses infiltrasi virus HIV. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan penelitian ini ialah: 1. Apakah ekstrak etanolik Homalanthus populneus dapat menghambat reseptor kemokin pada reseptor sel T? 2. Apakah pengaruh pemberian ekstrak etanolik Homalanthus populneus mampu menurunkan jumlah HIV dalam kultur sel tertransfeksi HIV? C. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kemampuan ekstrak etanolik Homalanthus populneus dalam menghambat reseptor kemokin pada reseptor sel T. 2. Mempelajari pengaruh pemberian ekstrak etanolik Homalanthus populneus terhadap jumlah HIV pada kultur sel tertransfeksi HIV. D. Manfaat Manfaat penelitian ini yaitu dapat menjelaskan potensi sumberdaya hayati Indonesia dalam dunia medis terutama untuk pengobatan HIV. Memicu studi lanjut tentang senyawa prostratin dari Homalanthus populneus yang memiliki banyak manfaat terutama dibidang medis. 3