BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuli

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Tuli kongenital merupakan masalah yang cukup serius dalam dunia
kedokteran saat ini. Diperkirakan dalam 1000 bayi baru lahir terdapat 1 bayi
menderita tuli kongenital (Wrightson, 2007).
Amerika sekitar 1/1000 atau 0,1%.
Prevalensi tuli kongenital di
Prevalensi bayi sehat yang mengalami
ketulian dengan berbagai derajat mencapai 3:1000 kelahiran hidup dan prevalensi
bayi dengan faktor risiko yang mengalami ketulian mencapai 6:1000 kelahiran
hidup (Gregg et al., 2004). Hasil studi WHO dalam WHO multi centre study
tahun 1998, Indonesia termasuk urutan ke 4 (empat) negara di Asia Tenggara
dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi (4,6%), 3 (tiga) negara lainnya
adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%). Survei kesehatan
indera penglihatan dan pendengaran di 7 propinsi di Indonesia menunjukkan
prevalensi ketulian sebesar 0,4% , morbiditas telinga sebesar 18,5%. Hasil survei
juga menunjukkan angka ketulian pada kelompok umur balita (0-4 tahun) sebesar
0,4% lebih tinggi dibandingkan pada anak usia sekolah.
Ketulian pada anak adalah bila anak tidak memiliki kemampuan untuk
mendengar suara pada spektrum 250 Hz – 4 KHz. Ketulian ini menyebabkan
keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa (Gregg et al., 2004; Yoshinaga et
al., 1998 ; Moeller, 2000). Berdasarkan penyebab ketulian pada anak dibagi dua
yaitu sindromik (10%-15%) dan non sindromik (60%). Sedangkan berdasarkan
1
2
jenis ketulian ada 4 tipe yaitu conductive, sensorineural, mix dan central
(Yoshinaga et al., 1998).
Neural Hearing Loss (NHL) yaitu suatu gangguan yang melibatkan saraf
pendengaran (N. VIII cabang auditori) sehingga pengiriman impuls saraf ke pusat
pendengaran di otak menjadi terganggu (Wilson, 2009). Insidensi NHL yang
berat sampai sangat berat sekitar 1: 2000 pada bayi baru lahir dan 6 : 1000 pada
usia 1- 18 tahun (Billings et al., 1999). Walaupun jumlah ini mengindikasikan
kejadian tuli sensorineural
cukup banyak namun masih kurang mendapat
perhatian yang serius sehingga diagnosis ketulian pada anak sering terabaikan.
Sebagai contoh, ketulian berat dan sangat berat yang unilateral kadang tidak
terdeteksi sampai usia sekolah. Anak usia sekolah yang dilakukan skrining
pendengaran dengan audiometri ternyata menunjukkan ketulian unilateral sedang
sampai berat. Penyebab ketulian pada anak dipengaruhi oleh banyak faktor risiko.
Anak dengan faktor risiko tinggi sebaiknya dilakukan skrining pendengaran sejak
awal.
Saat ini
banyak negara yang
tidak mempunyai undang-undang
melakukan skrining pendengaran pada anak dan mengabaikan faktor risiko yang
ada sehingga banyak anak menderita tuli tetapi tidak terdeteksi sampai usia
sekolah (Billings et al., 1999).
Faktor risiko terjadinya NHL pada masa neonatal berdasarkan Joint
Committee on Infant Hearing (JCIH) adalah lahir prematur (umur kehamilan <34
minggu), berat badan lahir rendah (<1500 gram), riwayat keluarga dengan
ketulian, infeksi kongenital yaitu Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus dan
Herpes
Simplex
Virus
(TORCH),
adanya
kerusakan
pada
saraf,
3
hiperbilirubinemia, anomali kraniofasial, sindrom yang berhubungan dengan
kerusakan pendengaran dan asfiksia berat pada saat lahir (skor APGAR < 7 pada
5 menit) (JCIH, 2000). Faktor risiko yang lain adalah pemakaian obat-obatan
ototoksik selama kehamilan, riwayat penggunaan ventilator mekanik selama lebih
dari 5 hari (Meyer et al., 1999), pendarahan intra ventrikular (Kountakis et al.,
1997), C-reactive protein (CRP) yang tinggi (≥10 mg/dl) (Yoshikawa et al.,
2004).
Penelitian mengenai infeksi TORCH telah banyak dilakukan, salah
satunya adalah penelitian Christine et al. (2009) di Perancis melaporkan 4 dari
46 (8,7%) bayi dengan SNHL disebabkan infeksi TORCH. Penelitian lain oleh
Bielecki et al. (2011) di Polandia melaporkan 10,52 (8,22%) dari 128 bayi dengan
SNHL disebabkan infeksi TORCH. Penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa
infeksi TORCH dapat menyebabkan ketulian.
Skrining pendengaran pada bayi baru lahir dengan faktor risiko telah
banyak dilakukan, sehingga anak yang terdiagnosis dan telah mendapat habilitasi
sedini mungkin menunjukkan kemampuan bahasa dan ketrampilan lebih baik
dibandingkan dengan anak yang terlambat diagnosis. Otoacustic Emissions
(OAE) merupakan alat skrining awal dimana alat ini mudah digunakan pada bayi
baru lahir, tidak invasif, sensitifitas tinggi dan dapat digunakan berulangkali.
Kelemahan OAE adalah ketidakmampuannya dalam mendeteksi kelainan pada
retrokoklea dimana kerusakan saraf retrokoklea sangat rentan pada bayi baru lahir
meskipun prevalensinya relatif rendah sekitar 2,1% ketulian pada anak. Saat ini
banyak skrining disamping menggunakan OAE juga melibatkan pemeriksaan
4
Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA), dimana pemeriksaan ini dapat
mendeteksi kelainan retrokoklea (Christine et al., 2009).
Standard baku emas untuk mendiagnosis penurunan pendengaran diatas 6
bulan adalah tes perilaku atau visual reinforcement audiometry (VRA). VRA
dapat mendeteksi nilai ambang pendengaran setara dengan audiometri. Tetapi
VRA ini tidak bisa dilakukan pada bayi dan anak yang memiliki defisit
neurologis. Sebagai standard baku emas yang dapat mewakili VRA adalah tes
BERA, dimana pemeriksaan ini dapat dilakukan pada semua kondisi, tetapi hasil
pemeriksaannya bukan untuk menentukan nilai ambang batas pendengaran
melainkan sebagai perkiraan tingkat penurunan pendengaran (Sokol & Hyde,
2002).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan fakta-fakta tersebut diatas
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1) Ketulian pada anak masih sebagai masalah utama.
2) Insidensi ketulian jenis NHL masih tinggi di dunia maupun di Indonesia.
3) Infeksi TORCH banyak dijumpai pada pasien khususnya anak-anak.
4) Anak dengan NHL banyak terinfeksi TORCH.
C. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat diajukan pertanyaan
penelitian
sebagai
berikut:
Apakah
infeksi
Toxoplasmosis,
Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes Simplex Virus (TORCH) merupakan faktor risiko
NHL pada anak di RSUP Dr. Sardjito?
5
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui infeksi Toxoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus dan
Herpes Simplex Virus (TORCH) sebagai faktor risiko terjadinya NHL pada anak
di RSUP Dr. Sardjito.
E. Manfaat Penilitian
1) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data dan angka kejadian NHL
pada anak dengan faktor risiko infeksi TORCH di RSUP Dr. Sardjito. Data-data
tersebut dapat digunakan sebagai acuan para dokter dan tenaga kesehatan lainnya
untuk melakukan deteksi dini gangguan pendengaran pada anak.
2) Data dan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan
pengembangan penelitian selanjutnya baik faktor risiko lainnya, diagnosis, terapi
maupun prognosis dari NHL.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai faktor risiko terhadap kejadian NHL sudah banyak
dilakukan, tetapi di RSUP Dr. Sardjito terutama pada populasi anak belum pernah
dilakukan. Bertolak dari penelitian-penelitian tersebut maka penelitian ini
dilakukan untuk melihat NHL pada anak dengan infeksi TORCH sebagai faktor
risiko utamanya. Pada penelitian ini faktor risiko lainnya yang dikendalikan
adalah BBLR dan prematur .
6
Tabel 1. Penelitian-penelitian NHL
Peneliti (thn )
Rahman et al.,
(2002)
Boppana et al.,
(2005)
Pass et al.,
(2006)
Noorbakhsh et al.,
(2008)
Christine et al.,
(2009)
Rancangan
Tujuan
Penelitian
Case control study Untuk mencari hubungan
faktor risiko rubella
dengan NHL
Sampel
Hasil Penelitian
198 sampel
NHL(+) dan 200
control NHL(-)
Cohort prospektif
85 bayi tanpa
gejala, 18 bayi
dengan gejala
Dari 198 anak NHL 74%
Ig
G(+) anti rubella, 200 anak
NHL(-) 18 % Ig G (+) anti
rubella.
Dari 85 bayi tanpa gejala
4(4,7%) NHL, dari 18 bayi
dengan gejala 8 (44,44%) NHL
Membandingkan tingkat
NHL pada infeksi CMV
dengan gejala dan tanpa
gejala
Crossectional study Infeksi CMV pada
trimester pertama
berhubungan dengan
kejadian NHL pada bayi
Case control study Membandingkan IgM dan
IgG pada anak yang
terinfeksi TORCH dan
hubungannya dengan
kejadian NHL
Cohort prospektif
Skrining Hearing loss pada
bayi dengan faktor resiko
menggunakan AOAE dan
ABR
34 bayi dr ibu
CMV trimester I,
44 bayi CMV
trimester II, III
95 kasus NHL(+),
63 kontrolNHL(-)
Dari 34 bayi terdapat 8(24%)
NHL, dari 44 bayi terdapat
4(17%) NHL.
Semua bayi baru
lahir beresiko
gangguan
pendengaran
Dari 1461 bayi yang diskrining,
46 org (29,48%) NHL, 4 org
(8,7 %) infeksi TORCH
Terdapat 34,6% IgM CMV pada
NHL(+), sedangkan IgG CMV
72% pada NHL(+)
Download