BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI Optic nerve adalah hubungan neural antara neurosensori retina dan corpus genikulatum lateral, yang terdiri dari jaringan neural, jaringan glial, matrik ekstraselular, dan pembuluh darah. Optic nerve manusia mengandung 1,2-1,5 juta axon sel ganglion retina (RGCs). Optic nerve terbagi atas 2 komponen yaitu Optic nerve anterior dan Optic nerve posterior, dimana Optic nerve anterior terbentang dari permukaan retina sampai keregio retrolaminar tempat nervus keluar dari bagian posterior bola mata. Optic nerve anterior ini terbagi 4 lapisan yaitu nerve fiber, prelaminar, laminar, dan retrolaminar. Diameter Optic nerve anterior 1,5 mm dan panjangnya waktu keluar dari bola mata 3-4mm. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007). Optic nerve head atau optic dics biasanya dikelilingi oleh sentral cup, jaringan antara cup dan batas disc disebut neural rim atau neuroretinal rim. Rim Ukuran fisiologi cup menentukan dan berhubungan dengan dengan ukuran disc. Rasio cup/disc agak meningkat sejalan dengan usia, pada pasien kulit hitam nonglaukomatous, rata-rata mempunyai rasio cup/disc yang lebih besar dari kulit putih. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007) Perubahan awal pada neuropati optik glaukomatous adalah sebagai berikut, pembesaran cup secara umum, pembesaran cup secara Universitas Sumatera Utara fokal, perdarahan splinter superfisial, kehilangan RNFL (retinal nerve fiber layer), neuroretinal rim yang translusen, pembuluh darah yang bersilangan, cupping yang asimetri antara kedua mata pasien, atrofi peripapilari (beta zone) (American Academy of Ophthalmology, 20092010; Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007). 2.2. DEFINISI Glaukoma adalah suatu kumpulan penyakit yang mempunyai karakteristik neuropati optik yang berhubungan dengan hilangnya fungsi penglihatan. Walaupun kenaikan tekanan intra okuli (TIO) adalah salah satu dari faktor primer, ada atau tidaknya faktor ini tidak merubah definisi penyakit. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010). Suspek glaukoma dapat ditentukan pada pasien dewasa yang memiliki sedikitnya 1 dari tanda-tanda berikut ini pada mata : Defek optik nerve atau nerve fiber layer diduga sebagai glaukoma (pembesaran rasio cup/disc, rasio cup/disc asimetris, penggaungan atau penyempitan neuraretinal rim, perdarahan disc, atau abnormalitas pada RNFL. Kelainan lapang pandangan yang sesuai dengan glaukoma. Peningkatan tekanan intra okuli > 21mmHg. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) . Universitas Sumatera Utara 2.3. EPIDEMIOLOGI Kebutaan karena glaukoma merupakan kasus penting di US dan lebih sering menyebabkan kebutaan pada kulit hitam. Prevalensi kebutaan >8 juta orang, dengan 4 juta kasus disebabkan oleh POAG. Prevalensi Rotterdam Study menunjukkan 0,8 %, dan Barbados Eye Study menunjukkan prevalensi 7% dengan usia > 40 tahun, insidensi 2,2 % > 40 tahun pada dominan penduduk kulit hitam. Tapi pada kedua studi ini terdapat peningkatan yang berarti di dalam prevalensi glaukoma pada orang yang lebih tua, dengan perkiraan usia 70 tahun biasanya 3-8 kali lebih besar dibandingkan usia 40 tahun. Hipertensi oculi dijumpai sampai 18,4% pada orang kulit hitam Afrika yang berumur lebih dari 40 tahun, sedangkan pada ras campuran 13,6% dan hanya 4,6% pada kulit putih. Pada orang Australia dan Pakistan tekanan intra oculi lebih besar dari 21mmHg terdapat pada 3,5% populasi. (Robert, 2009) Ocular hipertensi treatment study (OHTS) pada 1600 pasien dengan tekanan intra oculi 24-32 mmHg dan tanpa gangguan lapang pandangan pada kelompok yang diobservasi dan yang mendapat terapi menurunkan tekanan intra oculi 20%, pada akhir observasi selama 5 tahun dijumpai 9,5% berkembang menjadi glaukoma pada kelompok yang diobservasi sedangkan kelompok yang mendapat terapi 4,4% berkembang menjadi glaukoma. (Robert, 2009). Pada orang Afrika Amerika menjadi dua kali lipat jumlahnya pada akhir observasi yaitu pada Universitas Sumatera Utara kelompok observasi 16% dan 8,4% pada kelompok yang diterapi berkembang menjadi glaukoma. Study OHTS menunjukkan 9,5% ocular hipertensi yang tidak diterapi berkembang menjadi glaukoma sudut terbuka yang bermanifestasi pada perubahan optic nerve dan lapang pandangan dalam 5 tahun.(Robert, 2009) 2.4. PATOGENESIS Penyebab pasti belum diketahui dimana peningkatan TIO (tekanan intra oculi) pada glaukoma sudut terbuka ini disebabkan oleh peningkatan tahanan aliran aquous pada trabekular meshwork dan dengan pertambahan usia terjadi proses degenerasi dan sklerosis/iskemik di trabekular meshwork. Peningkatan TIO secara langsung menyebabkan kerusakan serabut saraf retina. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007; Khurana, 2007). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kematian sel, yaitu teori iskemik, teori mekanik langsung, perubahan optic nerve head. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007). Penyebabnya secara umum adalah sebagai suatu ketidaknormalan pada matriks ekstraselular trabekular meshwork dan pada sel trabekular pada daerah jukstakanalikuler, meskipun juga ada di tempat lain. Sel trabekular dan matriks ekstraselular disekitarnya diketahui ada pada tempat agak sedikit spesifik.. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) . Universitas Sumatera Utara Dua hipotesa yang menjelaskan perkembangan glaukomatous optik neuropati, teori mekanik dan iskemik. Teori mekanik menekankan pentingnya kompresi langsung serat-serat akson dan struktur pendukung nervus optikus anterior, dengan distorsi lempeng lamina kribrosa, dan interupsi aliran aksoplasmik, yang berakibat pada kematian sel ganglion retina (RGCs). Teori iskemik fokus pada perkembangan potensial iskemik intraneural akibat penurunan perfusi nervus optikus. Perfusi ini bisa akibat dari penekanan TIO pada suplai darah untuk nervus atau proses instrinsik pada nervus optikus. Gangguan autoregulasi pembuluh darah mungkin menurunkan perfusi dan mengakibatkan gangguan saraf. Pembuluh darah darah optik secara normal meningkat atau menurunkan tekanannya memelihara aliran darah konstan, tidak tergantung TIO dan variasi tekanan darah. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Langston D.P, 2003). 2.5. GAMBARAN KLINIS Gejala serangan tersembunyi/asimptomatik, tidak menunjukkan gejala yang spesifik sampai terjadi hilangnya lapang pandangan, perjalanan penyakit lambat dan tidak sakit. Biasanya bilateral, tetapi dapat juga unilateral, Serangan mengenai orang dewasa (>40 tahun). American Academy of Ophthalmology, 2009-2010), (Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007). Pasien mengalami sakit kepala ringan dan sakit disekitar mata, adaptasi terhadap gelap lambat. (G.Lang, Ophthalmology, 2007). Tajam penglihatan sentral secara relatif tidak terpengaruh sampai Universitas Sumatera Utara terjadi hilangnya lapang pandangan. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Khurana, 2007). Tekanan intra ocoli turun naik setiap hari sampai 5 mmHg terjadi kira-kira 30% dari normal (pada POAG terjadi kira-kira 90 % dari kasus), asimetri TIO antara kedua mata dengan kenaikan 5 mmHg atau lebih, kerusakan optik disk (cupping, pembuluh darah nasalisasi/bayoneting, lapisan serabut saraf), hilangnya lapang pandangan dan gonioskopi (sudut terbuka). (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Khurana, 2007) 2.6. PEMERIKSAAN Pemeriksaan mata berupa tajam penglihatan, tonometri aplanasi/schiotz/non kontak, slit-lamp biomicroscope dengan lensa Hruby, posterior pole contact lens, atau lensa 60, 78, 90 D, gonioskopi, oftalmoskopi, perimetri, Optikal Coherence Tomography (OCT), Nerve fiber layer analyzer (NFLA), provocative test. (Khurana, 2007) . 1. Tonometri Dijumpai peningkatan TIO > 21 mmHg (kira-kira 2% dari seluruh populasi >40 tahun mempunyai TIO > 24 mmHg, dan 7 mempunyai TIO >21 mmHg. Meskipun demikian, hanya sekitar 1 dari mereka yang mengalami glaukoma hilangnya lapang pandangan. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010), (Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Benjamin F.B,et all, 200..) Universitas Sumatera Utara 2. Gonioskopi Sudut iridokornea terbuka Berdasarkan Von Herrick, penilaian sudut terbagi atas: - Grade 4: Perbandingan antara celah aquous dan cornea > 1/2. - Grade 3 : Perbandingan antara celah aquous & cornea 1/2 - 1/4 - Grade 2 : Perbandingan antara celah aquous dan cornea 1/4 – 1 - Grade 1 : Perbandingan antara celah aquous dan cornea < 1/4 - Grade 0 : Perbandingan antara celah aquous dan cornea 0 Berdasarkan sistem Shaffer, penilaian sudut terbagi atas: - Grade 4 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 45º - Grade 3: Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork > 20º tetapi < 45º - Grade 2: Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 20º - Grade 1: Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 10º kemungkinan sudut tertutup terjadi setiap waktu. - Slit : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork 10º kemungkinan sudut tertutup terjadi setiap waktu. - Grade 0 : Sudut antara iris dan permukaan trabekular meshwork, sudut tertutup. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010) 3. Oftalmoskopi Gambaran oftalmoskopi dijumpai perubahan optik disk seperti asimetri daerah tepi neuroretina / optik disk atau cupping (perbedaan > 0,2), focal thinning atau notching pada tepi neuroretina, perdarahan optik Universitas Sumatera Utara disk, perubahan lapisan serabut saraf retina sekitarnya / hilangnya lapisan serabut saraf retina peripapilari, (atrofi peripapilari), rasio cup disk membesar (lingkaran neuroretinal menipis), progressive optic disk cupping, nasalisasi arteri retina sentral dan vena retina sentral terlihat karena pembesaran cup. (American Academy of Ophthalmology, 20092010; Kanski, 2007); Khurana, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Benjamin F.B,et all, 200). Gambar 1. A. Glaucomatous optic nerve (anterior optic nerve head and transverse view right eye). Note thinnning and undermining and focal notching (FN) of inferior neuroretinal rim enlarged central cup with visible laminar fenestrations (LF), nasal shift of retinal vessels, and peripapillary atrophy. B. Clinical view of the glaucomatous optic nerve head demonstrating extensive loss of the neuroretinal rim. (Fig.3-12 AAO, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Gambar 2. Asymmetry of optic nerve cupping. Note the generalized enlargement of the cup inthe right eye (A) as compared with the left eye (B).Asymetry of the cup-disc ratio of more than 0,2 occurs in less than 1% of normal individuals. (Fig 3.13. AAO, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Universitas Sumatera Utara Gambar 3. Splinter hemorrhage (arrow) of the right optic nerve at the 7 o’clock position in a patient wiyh early open-angle glaucoma (Fig 3-15 AAO, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Gambar 4. Optic disc showing advanced glaucomatous changes (Fig. 9.10. AAO, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Gambar 5. Vertical elongation of the cup with localized thinning of the inferior neuro retinal rim inthe right eye of a patient with moderately advanced glaucoma ( AAO, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Universitas Sumatera Utara 4. Perimetri Proses kerusakan papil saraf optik (cupping) akibat tekanan intra okuli yang tinggi atau gangguan vaskular ini akan bertambah luas seiring dengan terus berlangsungnya kerusakan jaringan sehingga skotoma pada lapang pandangan makin bertambah luas. Pada akhirnya terjadi penyempitan lapang pandangan dari ringan sampai berat. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Khurana, 2007). Penyempitan lapang pandangan berupa skotoma parasentral, skotoma arkuata atau skotoma Bjerrum, nasal step, altitudinal defect, temporal wedge. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010), (Kanski, 2007; Khurana, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Benjamin F.B,et all, 200) Gambar 6. An arcuate scotoma in the area 10º-20º from fixation. Glaucomatous damage to a nerve fiber bundle that contains axons from bothinferonasal and inferotemporal retina resulted in the arcuate defect shown. The scotoma often begins as a single area of relative loss. Which then becomes larger,deeper, and multifocal. In its full form an arcuate scotoma arches from the blind spot and end at the nasal raphe, becoming wider and closer to fixation on the nasal side. ( Fig. 3-20 American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Universitas Sumatera Utara Gambar 7. A nasal steps is a relative depression of on horizontal hemifield compared with the other. Damage to superior nerve fibers serving the superotemporal retina beyond the paracentral area resulted in this nasal step. In kinetic perimetry the nasal step is defined as adiscontinuity depression in one or more nasal isopters near the horizontal raphe. Humphrey24-2program. ( Fig. 3-21 American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010). Gambar 8. Altitudinal defect with near complete loss of the superior visual field, characteristic of moderate to advanced glaucomatous optic neuropathy (left eye) ( Fig. 3-22 American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Gambar 9. Advanced glaucomatous visual field loss with retention of a small central island of vision (foveal threshold 33dB) and retention of the inferior temporal visual field, ( Fig. 3-23 American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) Universitas Sumatera Utara 5. Nerve Fiber Layer Analyzer (NFLA). Adanya defek pada Retinal Nerve fiber layer (RNFL) mendahului kerusakan lapang pandangan pada pasien suspek glaukoma. Menurut Quigley pada suspek glaukoma dengan peningkatan TIO dan lapang pandangan normal serta optic nerve head normal ditemukan perubahan RNFL pada 13% dari 94 mata sedangkan Airaksinen menemukan 52% perubahan RNFL pada 52 pasien. (Robert, 2009) Gambar 10. Nerve fiber layer photograph shows a nerve fiber bundle defect (arrowheads)( Fig. 3-16 American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science Course. Open Angle Glaucoma in Glaucoma, Section 10, Chapter 4,2009-2010) 6. Optical Coherence Tomography (OCT) OCT adalah pemeriksaan dengan modalitas gambar resolusi tinggi yang pada awalnya dirancang untuk menilai retina dan ketebalan RNFL tapi dengan software yang baru dapat meningkatkan analisis terhadap ONH. Secara umum telah dikenal mesin OCT yang dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu OCT tipe Stratus (2D atau disebut Time Domain OCT) dan OCT tipe Cirrus (3D atau Spectral/Fourier Domain OCT). (Dennis S.L.,Yasuo T., Robert R., Srinivas K., 2008; Agustiawan R. 2011 ) Universitas Sumatera Utara Gambar 11. Stratus OCT™ Scanning time = 1.97 Sec (Dennis Yasuo T., Robert R., Srinivas K., Glaucoma Diagnostic, 2008) Pengukuran ONH menggunakan protokol the Fast Optical Disc Scanning , ONH scanning alat yang secara otomatis menentukan disc margin sebagai ujung dari lapisan RPE/choriocapillaris. Parameter ONH secara otomatis dihitung oleh software stratus OCT. Gambar 12 . ONH-analysir report (Ver.3.0) (Dennis,Yasuo T.,Robert R., Srinivas K., Glaucoma Diagnostic, 2008). Universitas Sumatera Utara 7. Fundus Kamera Foto fundus telah menjadi metode utama mendokumentasikan saraf optik sampai munculnya teknik pencitraan dengan komputerisasi yang berkembang pada tahun 1920. Teknik fotografi standar menggunakan film 35 mm dan sekarang fotografi digital telah digunakan secara luas sejak tahun 1960. Fotografi memungkinkan praktisi untuk mengevaluasi anatomi optic nerve secara rinci yang tidak mudah terlihat pada pemeriksaan seperti perdarahan disc dan memungkinkan untuk analisis perubahan anatomi optic nerve dari waktu kewaktu.( Optic Nerve and RNFL Imaging,2012) Foto fundus diperiksa setelah dilatasi maksimal menggunakan TopCon camera. Setiap foto memberikan gambaran glaukoma atau normal berdasarkan pada dijumpai atau tidak penipisan neuroretinal rim, penipisan RNFL (fokal atau difus), atau excavatio dan/ atau tanda khas cup glaukoma juga rasio cup/disk asimetri > 0,2.. 2.7. PENATALAKSANAAN Terapi harus dimulai pada saat kerusakan awal terdeteksi atau pasien mempunyai resiko tinggi untuk berkembang menjadi POAG berdasarkan faktor resiko yang dijumpai, banyak juga kinisi memulai terapi jika TIO 30mmHg atau lebih. (Robert, 2009) Jika sudah diputuskan untuk memberi terapi obat yang sesuai termasuk Β-adrenergic antagonists, briminidine, latanoprost dan carbonic anhidrase topikal. Monoterapi yang diinginkan dengan maksimal 2 obat Universitas Sumatera Utara pada satu saat yang sama. Jika pemberian obat tidak efektif dalam menurunkan TIO atau tidak dapat ditoleransi dengan baik maka penggunaan argon atau Laser trabeculoplasty (LTP) dapat dipertimbangkan. (Robert, 2009) Prinsip pengobatan seperti juga pada glaukoma sudut terbuka lainnya adalah dengan terapi obat-obatan, pembedahan diindikasikan jika terapi obat-obatan gagal. Pengobatan biasanya dimulai dengan pemberian obat tunggal, kecuali jika peningkatan tekanan intra okuli sangat tinggi baru diberikan kombinasi obat dua atau lebih. (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Khurana, 2007; Peter A.N,2008; Brian D, et al,), Terapi obat tunggal . (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Khurana, 2007; Peter A.N,2008; Brian D, et al,Douglas, 2007). A. Β-adrenergic antagonists (beta-blockers) topikal, direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama untuk terapi POAG. 1. Timolol maleate (0,25 %, 0,5 % : 1-2 kali / hari), nonselective beta-blockers. Paling banyak digunakan untuk terapi awal. Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 20%-30% selama 24 jam dengan mengurangi produksi humor aquous dengan menghambat produksi cyclic adenosine monophosphate (cAMP) di epitel siliari. Universitas Sumatera Utara Onset : 30 menit, efek maksimum (waktu puncak) 2-3 jam, bertahan selama 12 jam. Washout : 1 bulan. Efek samping lokal : penglihatan kabur, iritasi, anestesi kornea, keratitis pungtata, mata kering, alergi. Sistemik : spasme bronkus, bradikardi, gangguan jantung, menurunkan tekanan darah, impoten, penekanan CNS, mood swings, toleransi latihan menurun. Kontra indikasi : asma bronkial, COPD berat, bradikardi, gangguan jantung (syok kardiogenik, blok atrioventrikular), CHF, miastenia gravis, pasien yang hipersensitif terhadap obat ini. 2. Levobunolol hydrochloride (Betagan) (0,25 %, 0,5 % : 1-2 kali/hari), nonselective beta-blockers. Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 20%-30% selama 24 jam dengan mengurangi produksi aquous pada beta reseptor di dalam proses siliaris. Onset : 1 jam, waktu puncak 2-6 jam, bertahan selama 24 jam. Aktivitas obat ini lebih panjang daripada timolol. Efek samping lokal dan sistemik sama dengan timolol maleate. Kontra indikasi : asma bronkial, COPD berat, sinus bradikardi, gangguan jantung (syok kardiogenik, blok atrioventrikular), CHF, miastenia gravis, pasien yang hipersensitif terhadap obat ini. 3. Carteolol hydrochloride (Ocupress) (1 % : 1-2 kali/hari), nonselective beta-lockers Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 20% - 30% selama 24 jam dengan mengurangi produksi aquous pada beta reseptor di dalam proses siliari. Onset : 1 jam, waktu puncak 4 jam, bertahan selama Universitas Sumatera Utara 12 jam. Washout 1 bulan. Obat ini menaikkan trigliseria dan menurunkan HDL. Efek samping lokal sama dengan timolol,sistemik intrinsic sympathomimetic. Indikasi : pilihan terbaik untuk pasien dengan POAG yang berhubungan dengan hiperlipidemia atau penyakit kardiovaskular aterosklerosis. Kontra indikasi : asma bronkial, COPD berat, sinus bradikardi, gangguan jantung (syok kardiogenik, blok atrioventrikular), CHF, miastenia gravis, pasien yang hipersensitif terhadap obat ini. 4. Betaxolol hydrochloride (Betoptic (Solution)) (0,25 % : 2 kali/hari), selektive beta-1 blockers. Lebih disukai sebagai terapi awal pada pasien dengan masalah cardiopulmonary. Cara kerja : menurunkan tio sebanyak 15% - 20% selama 24 jam dengan mengurangi produksi aquous pada beta reseptor di dalam proses siliari. Waktu puncak 2-3 jam. Washout 1 bulan. Efek samping lokal sama dengan timolol maleate. B. Pilocarpine (1%, 2%, 4% : 3-4 kali/hari), cholinergic agonists (direct acting). Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 15 % - 25 %, dengan menstimulasi secara langsung reseptor muskarinik, menyebabkan konstriksi otot siliaris sehingga trabekular meshwork terbuka penuh Universitas Sumatera Utara → meningkatkan aliran trabekular. Waktu puncak 1 ½ - 2 jam. Washout 48 jam. Efek samping lokal : miosis, penurunan penglihatan malam, sinekia posterior, keratitis, kening/alis mata terasa sakit, kemungkinan katarak subkapsular anterior, potensi sudut tertutup, miopia, retinal tear/ detachment, dermatitis, perubahan sensitivitas di retina, perubahan penglihatan warna, epifora. Sistemik (jarang) : hipersalivasi, berkeringat, bradikardi, gangguan gastrointestinal (sekresi gastrik meningkat, kram perut). Indikasi : pengobatan jangka panjang untuk menurunkan TIO pada pasien dengan sudut terbuka filtering dan propilaksis terhadap glaukoma sudut tertutup sebelum dilakukan iridektomi, menjadi pertimbangan sebagai terapi tambahan dimana kombinasi obat yang lainnya gagal, dan sebagai obat pilihan kedua pada pasien yang tidak mampu. Kontra indikasi : patologi retina perifer, media sentral keruh, pada pasien muda efek miopia meningkat, uveitis. C. Latanoprost (suspensi, 0,005 % : sekali sehari, biasanya malam hari), prostaglandin analog. Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 25 % - 32 % dengan meningkatkan aliran uveoskleral dari aquous. Waktu puncak 10-14 jam. Washout 4-6 minggu. Maksimum efek penurunan TIO sampai 6 minggu. Universitas Sumatera Utara Efek samping lokal : meningkatkan pigmentasi di iris dan kulit periokular, hiperemis konjungtiva, hipertrikosis, trikiasis, diktiasis, hiperpimentasi kulit kelopak mata, menebalkan dan memanjangkan bulu mata, penglihatan kabur, Cystoid macular edema/CME, jarang : uveitis anterior, reaktivasi keratitis herpes. Sistemik : gejala seperti flu, nyeri otot/ persendian, sakit punggung, nyeri dada, sakit kepala, jarang : hipotensi, bradikardi. Indikasi : pilihan pertama untuk POAG jika pasien sanggup membelinya, obat ini sangat bagus diberikan ketika diberi terapi tambahan. Kontra indikasi : wanita hamil dan menyusui, glaukoma uveitis. D. Dorzolamide / Trusopt (2,0 % : 2-3 kali / hari), topikal carbonic anhydrase inhibitors (CAI). Cara kerja : menurunkan TIO sebanyak 15 % - 20 % dengan menurunkan/ supresi produksi aquous di badan siliar dengan menghambat isoenzim carbonik anhidrase II → menyebabkan vitreus menjadi kering. Waktu puncak 2-3 jam, bertahan selama 12 jam. Washout 48 jam. Efek samping lokal : menyebabkan miopia, penglihatan kabur, perih, keratitis, konjungtivitis, dermatitis, rasa pahit. Sistemik : diuresis, lelah, gangguan rasa, mual, muntah, sakit kepala, pusing, sindrom Stevens Johnson. Kontra indikasi : hiponatremia/kalemia, kerusakan ginjal (batu ginjal), kerusakan hati berat, thiazide Universitas Sumatera Utara diuretics / penggunaan digitalis, sensitif terhadap sulfonamide (acetazolamide), menyusui. E. Obat adrenergik. 1. Epinephrine hydrochloride (0,25 %, 0,5 %, 1 %, 2 % :1-2 kali/hari) dan dipivefrine hydrochloride (0,1 %:1-2 kali/hari), nonselective adrenergic agonists. Cara kerja : Menurunkan TIO sebanyak 15 % - 20 % dengan memperbaiki aliran aquous. Di dalam badan siliar, terjadi perubahan reaksi (menstimulasi beta reseptor pada sistem aliran aquous → produksi aquous meningkat). Di trabekular meshwork, menstimulasi beta reseptor → aliran trabekular dan uveoskleral meningkat → menurunkan TIO. Waktu puncak 12-24 jam. Washout 7-14 hari. Efek samping lokal : iritasi, hiperemis konjungtiva yang berulang, kelopak mata tertarik, CME pada afakia, pseudophakia, midriasis, penglihatan kabur, deposit adrenokrom, conjungtivitis folikular/ blefarokonjungtivitis alergi. Sistemik : hipertensi, sakit kepala, ekstra sistol / takikardi. Kontra indikasi : sudut sempit, afakia, pseudofakia, lensa kontak, hipertensi, penyakit jantung. 2. Brimonidine / Alphagan (0,2 % : 2-3 kali/hari), selective alpha2-adrenergic agonist. Cara kerja : Aktivasi alfa 2 reseptor di dalam badan siliar → menghambat sekresi/menurunkan produksi aquous dan Universitas Sumatera Utara meningkatkan aliran uveoskleral → menurunkan TIO, sebanyak 20 % - 30 %. Onset : 1 jam. Waktu puncak 2 jam. Washout 7-14 hari. Efek samping lokal: penglihatan kabur, perasaan seperti ada benda asing, kelopak mata bengkak, sedikit alergi, midriasis, mata kering, Sistemik : mulut kering, sakit kepala, hipotensi sampai pingsan, insomnia, pusing, cemas. Indikasi : sebagai obat pilihan kedua, dapat dikombinasikan dengan obat-obat lainnya, menjadi pilihan yang baik untuk mengurangi tekanan setelah pembedahan intra okuli, aman digunakan pada pasien dengan penyakit paru. Kontra indikasi : penggunaan MAO inhibitor Terapi topikal kombinasi (American Academy of Ophthalmology, 20092010; Kanski, 2007;G.Lang, Ophthalmology, 2007; Khurana, 2007; Peter A.N,2008). Jika satu obat tidak efektif, maka diberikan kombinasi dua obat. Pengobatan yang dikombinasikan ditempatkan di dalam suatu botol yang mempunyai manfaat memperbaiki keefektifan, memberi kemudahan/kenyamanan, dan juga mengurangi biaya. Obat pertama untuk menurunkan produksi aquous dan obat lainnya untuk meningkatkan aliran aquous. Seperti : Timolol + Dorzolamide (Cosopt (Timoptic/Trusopt)) solusion 1,5 %, 2 % : 2 kali sehari, Timolol + Latanoprost (Xalcom) Solusion 0,5 % atau suspensi 0,005 % : sekali sehari), Timolol + Universitas Sumatera Utara Brimonidine tartrate (Combigan) solusion 0,5%, 0,2 % : 2 kali sehari, Timolol + Pilokarpin (TimPilo) 2 kali sehari. Carbonik anhidrase inhibitor oral (American Academy of Ophthalmology, 2009-2010; Kanski, 2007; G.Lang, Ophthalmology, 2007; Khurana, 2007; Peter A.N,2008) - Acetazolamide (Diamox), (125 mg, 250 mg, 2x1 kapsul/hari). Cara kerja : menurunkan TIO dengan menurunkan produksi aquous, sebanyak 15 % - 20 %. Efek samping lokal tidak ada. Sistemik : hipokalemia/asidosis, batu ginjal, kebas, paraestesia, kram, anoreksia, mual, lesu, diare, malaise, depresi, impotensi, selera berkurang, flatulen, anemia aplastik, meningkatkan serum urat, enuresis, sindrom stevens johnson. Efek acetazolamide lebih merugikan daripada methazolamide sehingga menjadi obat pilihan kedua. Acetazolamide dan methazolamide tidak direkomendasikan untuk terapi jangka lama karena efek sampingnya, hanya dapat dipakai untuk jangka pendek. Indikasi : sebelum atau selama pembedahan okuli (menurunkan TIO dengan cepat dan digunakan ketika obat oral tidak dapat diberikan), pada POAG (TIO tidak dapat dikontrol dengan methazolemide), glaukoma sudut tertutup akut (efek penurunan TIO yang lebih besar). Kontra indikasi : Alergi sulfa, hiponatremia / kalemia, terjadi batu ginjal, thiazide diuresis, penggunaan digitalis. Universitas Sumatera Utara 2.8. KERANGKA KONSEP Suspek Glaukoma Gambaran Optic Nerve Head OCT Fundus Kamera 2.9. HIPOTESIS Hipotesis dari penelitian ini adalah OCT mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam menilai kerusakan ONH dibandingkan dengan foto fundus. Universitas Sumatera Utara