Menyikapi Cemburu

advertisement
Menyikapi Cemburu
Pelangi » Keluarga | Sabtu, 5 Juni 2010 17:45
Penulis : Eko Prasetyo
Jam menunjukkan sekitar pukul 16.15. Tiba-tiba, suasana sore di gang sebuah kampung pecah oleh
teriakan seseorang. Suara tersebut milik seorang perempuan. Dia tak henti-henti berteriak meminta tolong
kepada warga sekitar.
Dia berlari sambil menangis. Dia seolah diburu sesuatu. Dugaan itu tak salah. Perempuan yang berusia
sekitar 30-an tahun tersebut memang sedang dikejar seorang lelaki. Kendati perempuan muda itu terus
diburu, tak ada warga yang berani menolongnya. Sebab, laki-laki tadi mengancamnya dengan
mengacung-ngacungkan sebilah parang.
Tak lama kemudian, laki-laki itu akhirnya bisa dibekuk polisi berkat laporan warga. Pagi yang semula
mencekam berangsur-angsur normal.
Rupanya, laki-laki tadi adalah suami perempuan yang meminta tolong tersebut. Kepada petugas, si suami
mengaku emosinya terbakar lantaran melihat sang istri menerima tamu seorang laki-laki di rumahnya.
Ketika marah melanda, akal sehat tak mampu berbicara. Rasa cemburu nyaris menumpahkan darah.
Pada kejadian lainnya, seorang istri ngotot meminta cerai kepada suaminya. Hal itu dipicu oleh
kecemburuan si istri lantaran suaminya diduga sering lirik sana lirik sini. Bahkan, si istri menuduh sang
suami main serong dengan wanita lain. Namun, tudingan tersebut dibantah oleh sang suami. Dia balik
menuduh kecemburuan istrinya berlebihan.
Si suami mengaku tak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan istrinya. Pria tersebut mengatakan,
tudingan istrinya tidak benar. Namun, kelitan itu tak bisa membendung pertengkaran-pertengkaran dalam
rumah tangga mereka. Biduk rumah tangga yang dibina selama sekian tahun berada di ujung tanduk. Rasa
cemburu nyaris menumbangkan kebersamaan yang lama diarungi.
***
Dua Cemburu
Salah satu sifat orang beriman adalah cemburu. Sebab, cemburu merupakan isyarat adanya cinta kasih.
Islam memuji lelaki yang punya rasa cemburu dan mencela orang yang tidak memilikinya.
Selain menganjurkan cemburu, Islam memberikan batas-batasnya. Bila batas tersebut dilanggar, rusaklah
kebahagian rumah tangga. Suami yang shaleh harus memahami hal itu agar dapat mewujudkan kehidupan
yang sakinah, mawadah, dan rahmah.
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Allah itu pencemburu dan seorang mukmin juga pencemburu.
Kecemburuan Allah itu terjadi bila ada seorang hamba datang kepada-Nya dengan perbuatan yang
diharamkan-Nya. (HR. Bukhari).
Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad, Nasa'i, dan Ibnu Hibban, Nabi SAW bersabda bahwa
sesungguhnya ada cemburu yang disukai dan dibenci oleh Allah SWT. Cemburu yang disukai Allah adalah
cemburu pada hal-hal yang pasti. Sedangkan cemburu yang dibenci oleh-Nya adalah cemburu pada hal
yang tidak pasti.
Dengan demikian, ada dua macam cemburu. Pertama, cemburu yang merupakan fitrah manusia. Yaitu,
cemburu netral yang bisa menjaga dan melindungi harga diri dan keluarga dari tindakan pencemaran citra
atau sikap melampaui batas. Cemburu seperti itu dianggap akhlak mulia yang patut dimiliki setiap orang
beriman.
Kedua, cemburu yang merugikan dan terlarang. Yaitu, cemburu tanpa alasan yang selalu menyiksa jiwa.
Ketika pikiran sedang dikuasai prasangka buruk, kita dapat saja menuduh orang yang tidak bersalah. Di
atas itu semua, rasa cemburu yang tidak beralasan dapat merusak dinamika dan ketenteraman kehidupan
rumah tangga.
***
Menyikapinya
Api cemburu yang tidak pada tempatnya bisa menghanguskan kebenaran dan melahirkan tindakan
gegabah ataupun aniaya. Tentang cemburu, istri Nabi SAW dan para sahabat pernah mengalaminya.
Rasulullah pernah bertanya pada istrinya, Aisyah Ra, "Apakah engkau pernah merasa cemburu?" Aisyah
menjawab, "Bagaimana mungkin orang seperti diriku tidak merasa cemburu jika memiliki seorang suami
seperti dirimu." (HR. Ahmad).
Aisyah pun pernah diliputi cemburu ketika Nabi SAW sampai di Madinah bersama Shafiya yang
sama-sama hijrah dan istri yang beliau nikahi di perjalanan menuju Madinah.
Aisyah berkata, "Aku menyamar dan keluar untuk melihatnya. Namun, Rasulullah mengetahui apa yang
kulakukan dan beliau berjalan ke arahku. Maka, aku bergegas meninggalkan beliau. Tapi, beliau
mempercepat langkahnya hingga menyusulku. Kemudian beliau bertanya, "Bagaimana pendapatmu
tentang dirinya?" Aisyah menjawab dengan nada sinis, "Dia adalah wanita Yahudi, putri seorang Yahudi."
(HR. Ibnu Majah).
Kecemburuan fitrah yang demikian juga dimiliki oleh kalangan sahabat Nabi yang laki-laki. Misalnya, Sa'ad
bin Ubadah. Dia pernah berkata, "Seandainya aku melihat seorang laki-laki bersama istriku, niscaya aku
pukul dia dengan pedang yang tajam (untuk membunuhnya)." Maka, Rasulullah berkata, "Apakah kalian
heran dengan kecemburuan Sa'ad? Sungguh aku lebih cemburu daripada dia dan Allah lebih cemburu
daripada aku." (HR. Bukhari dan Muslim).
Nah, fenomena tentang cemburu yang beragam itu harus dipahami dan disikapi sesuai dengan syariat
Islam. Menyikapi kecemburuan memang dipengaruhi oleh karakter atau temperamen individu. Namun, ada
titik terang dalam hal kecemburuan.
Apa saja?
1. Konsisten menegakkan rangka amar makruf dan nahi mungkar.
2. Melindungi harga diri dan keluarga.
3. Mencegah kemungkinan terjadinya fitnah yang mencemarkan dan menodai
kesucian keluarga.
4. Husnudzdzan (positive thinking) atau berbaik sangka.
5. Mendahulukan keutuhan keluarga sakinah agar senantiasa diridhai Allah SWT.
Berdasar paparan di atas, jelas bahwa cemburu merupakan hal yang wajar, bahkan perlu dimiliki seorang
muslim yang beriman kepada Allah SWT, asal tidak melebihi batas.
Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW. "Ada tiga golongan yang tidak bakal masuk
surga. Yakni, orang yang durhaka terhadap bapak ibunya, duyuts (orang yang tidak punya rasa cemburu),
dan perempuan yang menyerupai laki-laki." (HR. Nasai dan Hakim).
KotaSantri.com © 2002-2017
Download