1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan titik temu antara tiga lempeng besar dunia, yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Hindia-Australia yang lazim disebut Triple Junction. Pergerakan Lepeng Hidia-Australia setiap tahunnya sekitar 7 cm ke arah utara dan Lempeng Pasifik sekitar 12 cm tiap tahunnya ke arah barat daya. Dampak pergerakan lempeng triple junction menyebabkan kepulauan Indonesia mempunyai tingkat kegempabumian cukup tinggi sehingga rawan gempabumi tektonik. Salah satu gempabumi yang mengakibatkan kerusakan parah yaitu gempabumi Yogyakarta terjadi pada Sabtu, 27 Mei 2006, pukul 05.55 pagi dengan kekuatan 6,3 SR. Gempabumi terjadi akibat tumbukan dua lempeng tektonik yaitu lempeng Indo-Australia dengan Lempeng Eurasia yang terjadi lebih kurang 37 km di Selatan Kota Yogyakarta dengan kedalaman 33 km dibawah permukaan laut. Gempabumi menjadi begitu dahsyat dampaknya, karena adanya pergeseran Patahan Opak dari Bantul hingga ke Prambanan sepanjang 40 km dengan arah 30o Timur Laut dengan menghasilkan hiposenter berkedalaman 17 km (BAPPENAS, 2006). Sektor yang mengalami kerusakan dan kerugian terparah pada kejadian gempabumi adalah sektor perumahan dibandingkan dengan sektor lainnya (Media Center DIY, 2006). Penyebab utama kerusakan adalah banyaknya bangunan yang tidak memiliki konstruksi tahan gempabumi dan menggunakan bahan bangunan 1 2 yang kurang berkualitas untuk menahan guncangan gempabumi dahsyat. Selain itu, rumah yang terkena dampak gempabumi tektonik telah berusia antara 15 hingga 25 tahun. Gempabumi Yogyakarta mengakibatkan 5.716 orang meninggal, 126.326 tempat tinggal rusak berat, dan 1.275 infrastruktur rusak parah. Wilayah yang mengalami kerusakan terparah di Jawa Tengah adalah Kabupaten Klaten, dengan 1.041 orang meninggal, 30.300 rumah rata dengan tanah, dan 76 bangunan pemerintah rusak. Sebagian besar wilayah Klaten yang mengalami kerusakan parah yaitu Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno. Kondisi geologi dan jenis tanah sangat berpengaruh terhadap percepatan gerakan tanah akibat gempabumi. Lapisan tanah lunak dan tebal yang berada di atas batuan dasar bisa meningkatkan faktor amplifikasi gelombang gempabumi dan efek pantulan gelombang gempabumi dari batuan dasar. Cepat rambat gelombang juga akan sangat lambat pada lapisan lunak dibanding dengan lapisan keras. Wilayah yang termasuk dalam kategori rawan bencana gempabumi yaitu wilayah yang memiliki nilai amplifikasi tanah cukup besar. Nilai amplifikasi tanah di pengaruhi oleh nilai periode dominan tanah dan ketebalan sedimen, semakin tebal nilai ketebalan sedimen tanah maka nilai periode dominan dan amplifikasi tanah akan semakin besar pula. Dengan kata lain ketebalan sedimen sangat memepengaruhi besar kecilnya guncangan saat terjadi gempabumi. Gempabumi merupakan bencana yang tidak dapat diprediksi kapan, dimana dan berapa kekuatan kejadiannya. Hal efektif yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat yaitu melakukan usaha mitigasi dengan cara 3 mengetahui penyebab dan zona-zona yang sangat rawan hingga zona yang relatif aman terhadap bahaya gempabumi. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat kerawanan bencana gempabumi adalah dengan melakukan penelitian mengenai mikrotremor yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu daerah terhadap bahaya gempabumi. Kajian mengenai kerentanan bangunan terhadap bahaya gempabumi perlu dilakukan untuk mengurangi dampak kerugian akibat gempabumi. Hasil penilaian dapat diterapkan dalam stadararisasi bangunan yang sangat bermanfaat dalam menentukan pembangunan infrastruktur dan penataan ruang di kawasan yang rawan gempabumi. 1.2 Permasalahan Penelitian Kerusakan terparah di Kabupaten Klaten akibat gempabumi Bantul 27 Mei 2006 terjadi di wilayah Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno, namun kajian mikrotremor untuk mengetahui penyebabkan kerusakan masih belum dilakukan secara detil sehingga kerawanan fisik wilayah dan kerentanan fisik bangunan belum diketahui. 1.3 Keaslian Penelitian Kajian literatur terhadap sejumlah penelitian terdahulu menunjukkan bahwa beberapa aspek dalam penelitian ini telah dikaji sebelumnya. Meskipun demikian, penelitian ini menjadi baru karena memiliki perbedaan dalam hal karakteristik lokasi kajian. Penelitian dengan tema mikrotremor terdahulu dilakukan di wilayah yang diidentifikasi dilalui oleh jalur patahan yang menjadi faktor penyebab utama terjadinya gempabumi. Lokasi-lokasi tersebut 4 diidentifikasi sebagai pusat gempabumi dan menimbulkan kerusakan parah akibat dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini dilakukan di wilayah yang bukan merupakan pusat gempabumi dan tidak dilewati langsung oleh jalur sesar. Penelitian ini bukan hanya mengidentifikasi wilayah rawan gempabumi berdasarkan kajian mikrotremor namun juga memasukkan aspek manajemen bencana dengan mengkorelasikan antara hasil penilaian kerawanan fisik wilayah dan kerentanan fisik bangunan. Hasil akhir penelitian ini membuat rekomendasi umum tentang skenario lokasi kerusakan yang parah akibat gempabumi dalam pembangunan infrastruktur dan penataan ruang di kawasan yang rawan gempabumi. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan di Klaten serta penelitian tentang mikrotremor dan daerah rawan gempabumi adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Penelitian-penelitian sebelumnya No 1 2 Nama peneliti Daryono (2011) Judul Tujuan Indeks Kerentanan 1. Mengetahui karakteristik indeks Seismik Berdasarkan kerentanan seismik pada setiap Mikrotremor pada Setiap satuan bentuklahan. Satuan Bentuklahan di 2. Mengetahui persebaran spasial Zona Graben Bantul indeks kerentanan seismik Daerah Istimewa berdasarkan pendekatan satuan Yogyakarta. bentuklahan di zona Graben Bantul. Budi (2013) Pemetaan Percepatan Gerakan Tanah Maksimum, Indeks Kerentanan Seismik Tanah, Ground Shear Strain, dan Ketebalan Lapisan Sedimen Untuk Mitigasi Bencana Gempabumi di Kabupaten Bengkulu Utara Harlianto Memetakan sebaran nilai nilai percepatan getaran tanah maksimum (PGA) di lapisan permukaan, indeks kerentanan seismic (Kg), ground shear strain (γ), dan ketebalan lapisan sedimen di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara yang menunjukkan tingkat kerawanan suatu daerah terhadap bahaya gempabumi. 5 3 Yurdinus Panji Penerapan Metode Cepat Lelean (2011) Penaksiran Risiko Bangunan Terhadap Bahaya Gempabumi. Mengkaji risiko bangunan-bangunan akibat bahaya gempabumi di Kota Palu. 4 Aditya Saputra (2012) 4 Saptono Budi Samudro (2012) Mengkaji pengurangan tingkat risiko gempabumi di Kecamatan Pleret dengan mengetahui karakteristik Bahaya (Hazard), Kerentanan (vulnerability) bangunan dan lingkungannya, dan kapasitas (capacity) masyarakat. 1. Menyusun dan menganalisis zonasi tingkat bahaya gempabumi di wilayah Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. 2. Menyusun dan menganalisis zonasi tingkat kerentanan terhadap bencana gempabumi di wilayah Kecamatan Bayat kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. 3. Menyusun dan menganalisis zonasi tingkat ketahanan terhadap bencana gempabumi di wilayah Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. 4. Menyusun dan menganalisis zonasi tingkat risiko bencana gempabumi di wilayah Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. 1.4 Pengurangan Risiko Gempabumi Melalui Evaluasi Bangunan Tempat Tinggal dan Lingkungannya di Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul. Zonasi Tingkat Risiko Bencana Gempabumi di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah. Tujuan Penelitian 1. Memetakan tingkat kerawanan fisik wilayah di Kecamatan Gantiwarno dan Kecamatan Wedi. 2. Memetakan tingkat kerentanan fisik bangunan tempat tinggal di Kecamatan Gantiwarno dan Kecamatan Wedi. 3. Menganalisis hubungan tingkat kerawanan fisik wilayah dengan kerentanan fisik bangunan terhadap bahaya gempabumi. 6 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat kerawanan gempabumi di wilayah Klaten khususnya Kecamatan Wedi dan Kecamatan Gantiwarno yang dapat disajikan sebagai acuan pembangunan ifrastruktur tahan gempabumi dan untuk menggambarkan daerah rawan gempabumi sebagai media mitigasi dan penanggulangan bencana. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan atau literatur pada penelitian selanjutnya. Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian