I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan pada tahun 1998 setelah mengalami pertumbuhan yang pesat pada tahun-tahun sebelumnya. Prestasi pertumbuhan ekonomi sebesar 7,82 persen yang dicapai pada tahun 1996 mengalami kontraksi sebesar 0,79 persen pada tahun 1998 karena adanya krisis ekonomi yang berlanjut ke krisis sosial dan politik. Hal ini merupakan perkembangan dari krisis nilai tukar mata uang Thailand (Baht) pada tahun 1997 sehingga mata uang Indonesia (Rupiah) pun turut terpuruk secara signifikan dari Rp 4.850 per dolar AS menjadi Rp 17.000 per dolar AS. Rincian tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1996-2008 Tahun 1996 1998 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Pertumbuhan (%) 7,82 0,79 4,92 3,44 3,66 3,99 4,49 5,70 5,51 6,32 6,10 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2009)1 Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan secara bertahap setelah tahun 1998. Hal ini mengindikasikan keadaan perekonomian Indonesia sudah mulai membaik dari tahun ke tahun. Bahkan, secara keseluruhan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dapat terjaga di atas enam persen walaupun terjadi krisis global di akhir tahun tersebut. 1 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha. http://www.bps.go.id/sector/nra/gdp. [23 Februari 2009] Perekonomian Indonesia pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan sebesar 6,1 persen dibanding 2007. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan pada tahun 2008 mencapai Rp 2.082,1 triliun, sedangkan pada tahun 2007 sebesar Rp 1.963,1 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2008 naik sebesar Rp 1.004,7 triliun, yaitu dari Rp 3.949,3 triliun pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp 4.954,0 triliun pada tahun 2008.2 Kinerja perekonomian Indonesia dapat digambarkan oleh PDB berdasarkan lapangan usaha atau ekonomi. PDB tersebut memiliki sembilan sektor lapangan usaha. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya alam cukup tinggi. Sumberdaya alam memiliki keterkaitan erat dengan sektor pertanian. Hal ini tercermin dari kontribusi sektor pertanian yang terus mengalami peningkatan dari tahun 2005 dan mencapai 14,4 persen terhadap keseluruhan PDB total tahun 2008 Peranan PDB berdasarkan lapangan usaha di Indonesia dapat dilihat secara rinci pada Tabel 2. Tabel 2. Peranan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 20042008 (Persen) No 1 Lapangan Usaha Pertanian 2 Pertambangan dan penggalian 3 Industri pengolahan 4 Listrik, gas, dan air bersih 5 Konstruksi 6 Pedagangan, hotel dan restoran 7 Pengangkutan dan komunikasi 8 Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9 Jasa-jasa Produk Domestik Bruto PDB tanpa migas Sumber Keterangan 2 2004 14,3 Tahun 2005 2006 2007* 13,1 13,0 13,8 2008** 14,4 8,9 11,1 11,0 11,2 11,0 28,1 27,4 27,5 27,0 27,9 1,0 1,0 0,9 0,9 0,8 6,6 7,0 7,5 7,7 8,4 16,1 15,6 15,0 14,9 14,0 6,2 6,5 6,9 6,7 6,3 8,5 8,3 8,1 7,7 7,4 10,3 100,0 90,7 10,0 100,0 88,6 10,1 100,0 88,9 10,1 100,0 89,5 9,8 100,0 89,3 : Badan Pusat Statistik, diolah (2009) : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi Statistik No. 11/02 Th. XII. http://www.bps.go.id/releases. [23 Februari 2009] 2 Distribusi PDB berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga sektor utama penyusun PDB pada tahun 2008, yaitu: sektor industri pengolahan, pertanian dan perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar kedua setelah industri pengolahan sebesar 27,9 persen. Sektor pertanian tersusun atas lima subsektor, antara lain: tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan dan produk turunannya, kehutanan dan perikanan. Lima subsektor tersebut saling mendukung ketahanan pangan di Indonesia. Subsektor tanaman pangan memiliki kontribusi terbesar dalam PDB sektor pertanian, yaitu 6,78 persen dari keseluruhan PDB sektor pertanian. Kontribusi setiap subsektor penyusun sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kontribusi PDB Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2004-2007 (Persen) No 1 2 3 4 5 Nama Subsektor Tanaman Pangan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Produk Turunannya Kehutanan Perikanan 2004 7,21 2,16 Tahun 2005 2006* 6,54 6,42 2,03 1,90 2007** 6,78 2,13 1,77 1,59 1,53 1,57 0,88 2,31 0,81 2,15 0,90 2,23 0,90 2,45 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah (2009) Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Persentase distribusi PDB subsektor tanaman pangan cenderung menurun dari tahun 2004 hingga 2007. Namun, PDB subsektor tanaman pangan tetap mengalami peningkatan berdasarkan harga berlaku, yaitu dari Rp 329.124,6 milyar pada tahun 2004 menjadi Rp 547.235,6 milyar pada tahun 2007. Penurunan persentase tersebut disebabkan oleh fenomena degradasi struktural, yaitu pertumbuhan subsektor non tanaman pangan lebih tinggi sehingga subsektor tanaman pangan seolah-olah mengalami penurunan. Komoditas tanaman pangan terdiri dari dua bagian besar, yaitu: padipadian (cereals) dan umbi-umbian (tubers). Padi, jagung, sorgum, kedelai, sagu, kacang hijau dan gandum termasuk ke dalam cereals. Sedangkan ubi kayu dan ubi jalar termasuk ke dalam tubers. Sebagian besar masyarakat Indonesia 3 mengkonsumsi padi-padian untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Padi, gandum dan jagung merupakan komoditas pangan yang memiliki kandungan karbohidrat cukup tinggi dibandingkan komoditas tanaman pangan lain. Gandum memiliki kandungan karbohidrat kedua tertinggi, yaitu sebesar 74,1 persen, setelah beras yang merupakan komoditas utama penghasil karbohidrat. Rincian nutrisi beberapa komoditas serealia dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Nutrisi Komoditas Serealia per 100 Gram Nutrisi Karbohidrat Protein Lemak Kalori Vitamin B1 Serat Air Satuan Gram Gram Gram Gram Miligram Gandum 74,1 11,8 1,2 0,4 12,0 Sorgum 73,0 11,0 73,0 332,0 0,4 - Jagung 72,4 10,0 10,0 361,0 2,3 2,3 13,5 Beras 78,9 6,8 6,8 360,0 - Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2007) Besarnya kontribusi PDB subsektor tanaman pangan terhadap sektor pertanian belum didukung oleh kontribusi komoditas gandum. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat impor komoditas gandum yang digunakan di dalam negeri sehingga dapat menyebabkan ketergantungan. Gandum merupakan biji-bijian yang cukup banyak memiliki kandungan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh. Gandum merupakan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia dan salah satu komoditas tanaman pangan alternatif dalam rangka mendukung ketahanan pangan serta diversifikasi pangan. Komoditas ini mempunyai peluang untuk dikembangkan karena sudah dikenal dan biasa dikonsumsi masyarakat dalam bentuk tepung terigu. Saat ini, diversifikasi pangan yang cukup berhasil adalah penggunaan tepung terigu. Hal ini disebabkan oleh penggunaan terigu cukup luas oleh masyarakat dengan variasi kemasan, siap saji, dan praktis. Permintaan pasar untuk komoditas gandum dalam negeri cukup besar dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 5). Peningkatan permintaan gandum rata-rata dalam negeri mencapai 80.000 kilogram dari tahun 2003 hingga tahun 2008. Persentase volume dan nilai impor gandum mengalami peningkatan, yaitu sebesar 4,26 persen dan 3,49 persen per tahun. Pada periode yang sama, 4 persentase tingkat konsumsi rata-rata gandum pun mengalami peningkatan, yaitu sebesar 6,54 persen per tahun (0,42 kilogram per kapita per tahun). Tabel 5. Perkembangan Impor Gandum di Indonesia Tahun 2003-2008 No Tahun 1 2 3 4 5 6 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Volume (Ton) Nilai (US$) 4.500.000 4.400.000 4.519.000 4.640.000 4.770.000 4.900.000 650.565.000 636.108.000 655.954.000 676.420.000 697.524.000 697.546.000 Konsumsi/ Kapita/ Tahun (Kg) 15,0 15,0 15,0 17,0 17,1 17,1 Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2008) Impor gandum yang dilakukan pemerintah dapat mengurangi cadangan devisa negara. Devisa negara yang harus dikeluarkan pada tahun 2008 mencapai US$ 697.546.000 atau setara dengan Rp 6,97 triliun (asumsi: satu US$ sama dengan Rp 10.000). Harga impor gandum yang terus meningkat disebabkan oleh permintaan komoditas gandum dunia terus meningkat, sedangkan produksi gandum dunia cenderung fluktuatif sehingga terjadi defisit penggunaan komoditas gandum dunia yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Produksi dan Pemakaian Gandum Dunia Tahun 2003-2008 No Tahun 1 2 3 4 5 2003/ 2004 2004/ 2005 2005/ 2006 2006/ 2007 2007/ 2008 Produksi (MMT)* 554 625 621 593 604 Pemakaian (MMT) 585 615 624 616 619 Defisit (MMT) (31) 10 (3) (23) (15) Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2008) Keterangan : *) Milion Matrick Tons Produksi gandum dunia selama lima tahun terakhir ini rata-rata sebesar 599,4 MMT per tahun. Nilai produksi tersebut lebih rendah dibandingkan pemakaian yang terus meningkat, yaitu rata-rata sebesar 611,8 MMT per tahun. Beberapa produsen utama gandum dunia akan memprioritaskan konsumsi dalam 5 negeri untuk memenuhi kebutuhan gandum domestik. Hal ini dapat mengurangi cadangan gandum dunia di pasar internasional. Harga terigu (harga domestik) cenderung meningkat, sedangkan harga terigu dunia (harga impor) cenderung menurun selama enam bulan pertama di tahun 2008 yang secara rinci ditunjukkan pada Gambar 1. Kondisi tersebut mengakibatkan industri tepung terigu dalam negeri lebih memilih untuk menggunakan terigu impor dibandingkan memproduksi tepung terigu lokal. Gambar 1. Harga Rata-Rata Tepung Terigu di Pasar International Tahun 2008 Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2008) Kebutuhan terigu akan terus meningkat dengan adanya perubahan pola makan masyarakat perkotaan yang cenderung kepada makanan praktis dan siap saji, seperti: roti (25%), mi basah (40%), mi instan (20%), dan biskuit (15%).3 Pola makan ini sudah meluas hingga ke pedesaan dengan variasi rasa dan selera berbagai macam makanan olahan berbahan baku tepung gandum (terigu). 1.2. Perumusan Masalah Kesenjangan (gap) antara permintaan dan penawaran gandum dapat berimplikasi pada peningkatan harga gandum di pasar internasional, serta pengurangan kuota ekspor yang dilakukan oleh negara-negara produsen gandum. Indonesia telah mengalami kelebihan permintaan (excess demand) di pasar domestik sehingga memperoleh gandum impor4 dengan harga impor yang cukup tinggi sehingga dapat menurunkan kesejahteraan konsumen. 3 Duryatmo S. 2008. Menanam Gandum di Kebun Kita. http://www.trubus-online.co.id/mod. Php?=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=1473. [18 Februari 2009] 4 Gandum yang diperoleh dari luar negeri (impor) dan Indonesia mengimpor komoditas gandum dalam bentuk olahan tepung terigu 6 Ketergantungan masyarakat Indonesia pada terigu impor sudah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat impor gandum yang dilakukan Indonesia. Indonesia terpaksa melakukan impor karena gandum bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Jumlah impor gandum tahun 2008 yang mencapai sekitar 5,6 juta ton memposisikan Indonesia sebagai negara importir gandum keempat terbesar di dunia setelah Mesir, Brasil, dan Algeria.5 Ketergantungan bahan pangan impor tersebut dapat mengancam ketahanan pangan negara kita dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, Indonesia harus mulai mengurangi, bahkan melepaskan ketergantungan terhadap gandum impor. Sikap ketergantungan Indonesia terhadap tepung gandum (terigu) impor akan menjadi masalah yang sulit untuk dipecahkan di masa yang akan datang. Ketergantungan suatu komoditas terhadap negara lain dapat menimbulkan instabilitas sosial dan ekonomi bagi suatu negara. Pilihan untuk mengimpor gandum dalam memenuhi kebutuhan domestik ini tidak dapat menyelesaikan masalah dalam jangka panjang, bahkan berpotensi menjadi sumber masalah baru lainnya. Gandum juga mendukung terwujudnya diversifikasi produk pertanian yang selama ini terpusat pada komoditas beras sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan masyarakat secara merata. Oleh karena itu, peluang pengembangan gandum lokal6 sangat prospektif di Indonesia. Gandum mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia karena kriteria pertumbuhan tanaman ini banyak tersebar di Indonesia. Indonesia sebagai negara tropis dapat mengembangkan tanaman gandum di daerah pegunungan (dataran tinggi) yang beriklim kering karena memiliki potensi lahan dan iklim yang sesuai dengan asal komoditas gandum (Tabel 7). Potensi lahan kering dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 800 meter di atas permukaan laut (dpl) dan suhu 15-25oC dapat mencapai 1.455.800 hektar sehingga peluang pengembangan gandum sangat luas. Sebagian daerah ini telah ditanami komoditas hortikultura atau pergiliran tanaman antara hortikultura dan gandum. Potensi lahan yang sesuai dengan syarat pertumbuhan gandum di Indonesia cukup banyak namun belum dapat dimanfaatkan dengan baik. 5 World Bank. 2008. Wheat. http://siteresources.worldbank.org/INTGLBPROSPECTS/642189441106584665677/21606816/wheat_EN.pdf. [16 Maret 2010] 6 Gandum yang diperoleh dari usahatani gandum di dalam negeri (domestik) 7 Tabel 7. Potensi Lahan yang Sesuai untuk Pengembangan Gandum di Indonesia Tahun 2008 Potensi Sumberdaya Lahan No Pulau/ Propinsi Lahan Kering Semusim (Ha) Lahan Kering Dataran Tinggi Iklim Kering Ditanami Gandum Tahun 20012008 (Ha) Keterangan 1 Jawa & Bali 1.964.000 38.157 1072 2 Sumatera 7.748.000 278.148 149 Jambi, Bengkulu 3 Nusa Tenggara 138.000 52.340 193 NTT, NTB 4 Kalimantan 8.953.000 19.527 15 Kalimantan Timur 5 Sulawesi 791.000 87.701 79 Gowa 6 Maluku 219.000 1.107 0 7 Papua 4.185.000 976.820 0 23.998.000 1.455.800 1.508 Jumlah Jawa Belum ada pengujian Belum ada pengujian Sumber : Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian dalam Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Budidaya Serealia (2008) Lahan yang baru dimanfaatkan untuk penanaman gandum pada tahun 2001-2008 sebesar 1.508 hektar. Jika dalam satu hektar lahan dapat menghasilkan tiga ton gandum, maka Indonesia dapat mengurangi impor sebesar 4.437 ton dalam setahun. Pengurangan impor gandum dapat berimplikasi terhadap penghematan devisa negara dan peningkatan ketahanan pangan domestik. Selain itu, komoditas gandum dapat menjadi salah satu alternatif pilihan pola tanam sehingga pergiliran tanaman dataran tinggi semakin bervariasi yang dapat bermanfaat bagi lingkungan dan kondisi lahan garapan. Purwanto (2008) mengemukakan bahwa pengembangan gandum lokal tidak untuk menggantikan impor, tetapi mengurangi impor. Indonesia memiliki 706.500 hektar lahan potensial untuk pengembangan gandum. Di Indonesia gandum cocok ditanam pada dataran tinggi beriklim kering. Bahkan, di beberapa daerah seperti Soe (Nusa Tenggara Timur) dan Merauke (Papua), gandum adaptif ditanam pada dataran rendah. Hal ini dikarenakan adanya dukungan iklim mikro yang kondusif, yaitu berupa angin muson dari Australia (Yulita 2008).7 7 Duryatmo S. 2008. Menanam Gandum di Kebun Kita. http://www.trubus-online.co.id/mod. Php?=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=1473. [18 Februari 2009] 8 Luas tanam komoditas gandum di Indonesia terbesar di Jawa dan Bali dari tahun 2001-2008, yaitu 1.072 hektar. Propinsi Jawa Timur menempati urutan pertama sebagai sentra pengembangan gandum di Jawa dan Bali, yaitu sekitar 57,1 persen (612 hektar). Pengembangan gandum di Propinsi Jawa Timur terdapat di tempat yang memiliki iklim dingin, seperti: Kabupaten Pasuruan, Malang, dan Probolinggo. Kabupaten Pasuruan merupakan sentra produksi gandum lokal terbesar di Jawa Timur, yaitu sekitar 66,1 persen (404,8 hektar) dari luas penanaman gandum di Jawa Timur (Gambar 2). Tahap I (Tahun 2000) 0,1-0,5 Ha Tahap II (Tahun 2001) 1 Ha Tahap III (Tahun 2002) 5 Ha Tahap III (Tahun 2003) 56 Ha Tahap IV (Tahun 2004-2007) 404,8 Ha Gambar 2. Tahapan Pengembangan Gandum di Kabupaten Pasuruan Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan Pengembangan gandum di Kabupaten Pasuruan dimulai pada tahun 2000 dengan demplot di Kecamatan Tosari. Kemudian pada tahun berikutnya dimulai tahap uji adaptasi di tempat yang sama seluas satu hektar. Pada tahun 2002 didirikan Dem Farm (lahan percobaan) seluas lima hektar. Penumbuhan sentra dilakukan di Kecamatan Tosari dan Puspo pada tahun 2003. Sedangkan pengembangan gandum tahun 2004-2007 meliputi tujuh kecamatan, antara lain: Tosari, Puspo, Lumbang, Tutur, Purwodadi, Purwosari, dan Prigen. Kecamatan Tosari merupakan penghasil utama komoditas gandum lokal di Indonesia melalui berbagai bantuan pengembangan yang dilaksanakan oleh 9 pemerintah sejak tahun 2000. Pemerintah yang terkait terdiri dari pemerintah pusat (Departemen Pertanian) dan pemerintah daerah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan) dengan anggaran pusat dan daerah. Namun, akselerasi pengembangan gandum di Kecamatan Tosari berjalan cukup lambat. Hal ini diindikasikan oleh tingkat pengelolaan usahatani yang merupakan tanaman terbaru dibandingkan tanaman hortikultura di Kecamatan Tosari. Pengelolaan usahatani yang kurang baik dapat berimplikasi pada penurunan pendapatan usahatani petani gandum lokal di Kecamatan Tosari. Lambatnya akselerasi pengembangan gandum lokal juga dapat dilihat dari keterkaitan antar subsistem agribisnis gandum lokal yang membentuk suatu sistem yang belum terintegrasi dengan baik. Sistem agribisnis gandum lokal yang baik dapat meningkatkan motivasi petani dalam mengembangkan komoditas tersebut. Peluang pengembangan gandum lokal di Indonesia harus didukung oleh informasi tentang teknologi budidaya dan usahatani yang baik. Pengembangan agribisnis gandum lokal dapat dilakukan dengan mengetahui kondisi secara lengkap tentang keterkaitan dari setiap subsistem komoditas agribisnis gandum lokal di Kecamatan Tosari. Peningkatan efisiensi usahatani dapat diwujudkan melalui mekanisasi pertanian sehingga diharapkan pendapatan dan kesejahteraan petani menjadi semakin baik. Berdasarkan uraian di atas, permasalahanpermasalahan penelitian yang menarik untuk dikaji, antara lain: 1. Bagaimana keragaan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari? 2. Bagaimana pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari? 3. Bagaimana keterkaitan usahatani gandum lokal dengan subsistem agribisnis gandum lokal lainnya di Kecamatan Tosari? 4. Bagaimana perubahan mekanisasi dapat mempengaruhi pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah berdasarkan perumusan masalah adalah: 1. Menganalisis keragaan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari. 2. Menganalisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari. 3. Menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal dengan subsistem agribisnis gandum lokal lainnya di Kecamatan Tosari. 10 4. Menganalisis perubahan pendapatan usahatani gandum lokal melalui mekanisasi pertanian di Kecamatan Tosari. 1.4. Manfaat Penelitian Penulis berharap hasil penelitian mengenai usahatani gandum lokal ini dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain: 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk mengevaluasi kebijakan terhadap komoditas gandum lokal. 2. Bagi petani, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas usahatani gandum lokal. 3. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk melaksanakan usahatani gandum lokal dan sumber literatur bagi siapapun yang akan melakukan penelitian selanjutnya. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan pada satu kecamatan sehingga memiliki batasan, yaitu menganalisis pendapatan gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Penelitian difokuskan pada tiga desa dari delapan desa yang terdapat di kecamatan Tosari, yaitu Desa Tosari, Ngadiwono, dan Ngawu berdasarkan identifikasi lokasi. Keragaan subsistem usahatani dan keterkaitannya dengan subsistem agribisnis gandum lokal lainnya dianalisis secara kualitatif berdasarkan fakta yang diperoleh di tempat penelitian. Pendapatan usahatani gandum lokal dianalisis secara kuantitatif melalui analisis usahatani. 11