1.hal i cover.rtf

advertisement
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan pada tahun 1998 setelah
mengalami pertumbuhan yang pesat pada tahun-tahun sebelumnya. Prestasi
pertumbuhan ekonomi sebesar 7,82 persen yang dicapai pada tahun 1996
mengalami kontraksi sebesar 0,79 persen pada tahun 1998 karena adanya krisis
ekonomi yang berlanjut ke krisis sosial dan politik. Hal ini merupakan
perkembangan dari krisis nilai tukar mata uang Thailand (Baht) pada tahun 1997
sehingga mata uang Indonesia (Rupiah) pun turut terpuruk secara signifikan dari
Rp 4.850 per dolar AS menjadi Rp 17.000 per dolar AS. Rincian tingkat
pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1996-2008
Tahun
1996
1998
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Pertumbuhan (%)
7,82
0,79
4,92
3,44
3,66
3,99
4,49
5,70
5,51
6,32
6,10
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah (2009)1
Pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan secara bertahap setelah
tahun 1998. Hal ini mengindikasikan keadaan perekonomian Indonesia sudah
mulai membaik dari tahun ke tahun. Bahkan, secara keseluruhan pertumbuhan
perekonomian Indonesia pada tahun 2008 dapat terjaga di atas enam persen
walaupun terjadi krisis global di akhir tahun tersebut.
1
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha.
http://www.bps.go.id/sector/nra/gdp. [23 Februari 2009]
Perekonomian Indonesia pada tahun 2008 mengalami pertumbuhan
sebesar 6,1 persen dibanding 2007. Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) atas
dasar harga konstan pada tahun 2008 mencapai Rp 2.082,1 triliun, sedangkan
pada tahun 2007 sebesar Rp 1.963,1 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga
berlaku, PDB tahun 2008 naik sebesar Rp 1.004,7 triliun, yaitu dari Rp 3.949,3
triliun pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp 4.954,0 triliun pada tahun 2008.2
Kinerja
perekonomian
Indonesia
dapat
digambarkan
oleh
PDB
berdasarkan lapangan usaha atau ekonomi. PDB tersebut memiliki sembilan
sektor lapangan usaha. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi
sumberdaya alam cukup tinggi. Sumberdaya alam memiliki keterkaitan erat
dengan sektor pertanian. Hal ini tercermin dari kontribusi sektor pertanian yang
terus mengalami peningkatan dari tahun 2005 dan mencapai 14,4 persen terhadap
keseluruhan PDB total tahun 2008 Peranan PDB berdasarkan lapangan usaha di
Indonesia dapat dilihat secara rinci pada Tabel 2.
Tabel 2. Peranan PDB Berdasarkan Lapangan Usaha di Indonesia Tahun 20042008 (Persen)
No
1
Lapangan Usaha
Pertanian
2 Pertambangan dan
penggalian
3 Industri pengolahan
4 Listrik, gas, dan air
bersih
5 Konstruksi
6 Pedagangan, hotel dan
restoran
7 Pengangkutan dan
komunikasi
8 Keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan
9 Jasa-jasa
Produk Domestik Bruto
PDB tanpa migas
Sumber
Keterangan
2
2004
14,3
Tahun
2005
2006
2007*
13,1
13,0
13,8
2008**
14,4
8,9
11,1
11,0
11,2
11,0
28,1
27,4
27,5
27,0
27,9
1,0
1,0
0,9
0,9
0,8
6,6
7,0
7,5
7,7
8,4
16,1
15,6
15,0
14,9
14,0
6,2
6,5
6,9
6,7
6,3
8,5
8,3
8,1
7,7
7,4
10,3
100,0
90,7
10,0
100,0
88,6
10,1
100,0
88,9
10,1
100,0
89,5
9,8
100,0
89,3
: Badan Pusat Statistik, diolah (2009)
: *) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Berita Resmi Statistik No. 11/02 Th. XII.
http://www.bps.go.id/releases. [23 Februari 2009]
2
Distribusi PDB berdasarkan lapangan usaha atas dasar harga berlaku
menunjukkan peranan dan perubahan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. Tiga
sektor utama penyusun PDB pada tahun 2008, yaitu: sektor industri pengolahan,
pertanian dan perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian memberikan
kontribusi terbesar kedua setelah industri pengolahan sebesar 27,9 persen.
Sektor pertanian tersusun atas lima subsektor, antara lain: tanaman pangan,
tanaman perkebunan, peternakan dan produk turunannya, kehutanan dan
perikanan. Lima subsektor tersebut saling mendukung ketahanan pangan di
Indonesia. Subsektor tanaman pangan memiliki kontribusi terbesar dalam PDB
sektor pertanian, yaitu 6,78 persen dari keseluruhan PDB sektor pertanian.
Kontribusi setiap subsektor penyusun sektor pertanian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kontribusi PDB Sektor Pertanian di Indonesia Tahun 2004-2007 (Persen)
No
1
2
3
4
5
Nama Subsektor
Tanaman Pangan
Tanaman Perkebunan
Peternakan dan Produk
Turunannya
Kehutanan
Perikanan
2004
7,21
2,16
Tahun
2005
2006*
6,54
6,42
2,03
1,90
2007**
6,78
2,13
1,77
1,59
1,53
1,57
0,88
2,31
0,81
2,15
0,90
2,23
0,90
2,45
Sumber
: Badan Pusat Statistik, diolah (2009)
Keterangan : *) Angka Sementara
**) Angka Sangat Sementara
Persentase distribusi PDB subsektor tanaman pangan cenderung menurun
dari tahun 2004 hingga 2007. Namun, PDB subsektor tanaman pangan tetap
mengalami peningkatan berdasarkan harga berlaku, yaitu dari
Rp 329.124,6
milyar pada tahun 2004 menjadi Rp 547.235,6 milyar pada tahun 2007.
Penurunan persentase tersebut disebabkan oleh fenomena degradasi struktural,
yaitu pertumbuhan subsektor non tanaman pangan lebih tinggi sehingga subsektor
tanaman pangan seolah-olah mengalami penurunan.
Komoditas tanaman pangan terdiri dari dua bagian besar, yaitu: padipadian (cereals) dan umbi-umbian (tubers). Padi, jagung, sorgum, kedelai, sagu,
kacang hijau dan gandum termasuk ke dalam cereals. Sedangkan ubi kayu dan ubi
jalar termasuk ke dalam tubers. Sebagian besar masyarakat Indonesia
3
mengkonsumsi padi-padian untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat. Padi,
gandum dan jagung merupakan komoditas pangan yang memiliki kandungan
karbohidrat cukup tinggi dibandingkan komoditas tanaman pangan lain. Gandum
memiliki kandungan karbohidrat kedua tertinggi, yaitu sebesar 74,1 persen,
setelah beras yang merupakan komoditas utama penghasil karbohidrat. Rincian
nutrisi beberapa komoditas serealia dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Nutrisi Komoditas Serealia per 100 Gram
Nutrisi
Karbohidrat
Protein
Lemak
Kalori
Vitamin B1
Serat
Air
Satuan
Gram
Gram
Gram
Gram
Miligram
Gandum
74,1
11,8
1,2
0,4
12,0
Sorgum
73,0
11,0
73,0
332,0
0,4
-
Jagung
72,4
10,0
10,0
361,0
2,3
2,3
13,5
Beras
78,9
6,8
6,8
360,0
-
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2007)
Besarnya kontribusi PDB subsektor tanaman pangan terhadap sektor
pertanian belum didukung oleh kontribusi komoditas gandum. Hal ini disebabkan
oleh tingginya tingkat impor komoditas gandum yang digunakan di dalam negeri
sehingga dapat menyebabkan ketergantungan. Gandum merupakan biji-bijian
yang cukup banyak memiliki kandungan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
Gandum merupakan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk dunia
dan salah satu komoditas tanaman pangan alternatif dalam rangka mendukung
ketahanan pangan serta diversifikasi pangan. Komoditas ini mempunyai peluang
untuk dikembangkan karena sudah dikenal dan biasa dikonsumsi masyarakat
dalam bentuk tepung terigu. Saat ini, diversifikasi pangan yang cukup berhasil
adalah penggunaan tepung terigu. Hal ini disebabkan oleh penggunaan terigu
cukup luas oleh masyarakat dengan variasi kemasan, siap saji, dan praktis.
Permintaan pasar untuk komoditas gandum dalam negeri cukup besar dan
cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 5). Peningkatan permintaan
gandum rata-rata dalam negeri mencapai 80.000 kilogram dari tahun 2003 hingga
tahun 2008. Persentase volume dan nilai impor gandum mengalami peningkatan,
yaitu sebesar 4,26 persen dan 3,49 persen per tahun. Pada periode yang sama,
4
persentase tingkat konsumsi rata-rata gandum pun mengalami peningkatan, yaitu
sebesar 6,54 persen per tahun (0,42 kilogram per kapita per tahun).
Tabel 5. Perkembangan Impor Gandum di Indonesia Tahun 2003-2008
No
Tahun
1
2
3
4
5
6
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Volume (Ton)
Nilai (US$)
4.500.000
4.400.000
4.519.000
4.640.000
4.770.000
4.900.000
650.565.000
636.108.000
655.954.000
676.420.000
697.524.000
697.546.000
Konsumsi/ Kapita/
Tahun (Kg)
15,0
15,0
15,0
17,0
17,1
17,1
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2008)
Impor gandum yang dilakukan pemerintah dapat mengurangi cadangan
devisa negara. Devisa negara yang harus dikeluarkan pada tahun 2008 mencapai
US$ 697.546.000 atau setara dengan Rp 6,97 triliun (asumsi: satu US$ sama
dengan Rp 10.000). Harga impor gandum yang terus meningkat disebabkan oleh
permintaan komoditas gandum dunia terus meningkat, sedangkan produksi
gandum dunia cenderung fluktuatif sehingga terjadi defisit penggunaan komoditas
gandum dunia yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Produksi dan Pemakaian Gandum Dunia Tahun 2003-2008
No
Tahun
1
2
3
4
5
2003/ 2004
2004/ 2005
2005/ 2006
2006/ 2007
2007/ 2008
Produksi
(MMT)*
554
625
621
593
604
Pemakaian
(MMT)
585
615
624
616
619
Defisit
(MMT)
(31)
10
(3)
(23)
(15)
Sumber
: Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2008)
Keterangan : *) Milion Matrick Tons
Produksi gandum dunia selama lima tahun terakhir ini rata-rata sebesar
599,4 MMT per tahun. Nilai produksi tersebut lebih rendah dibandingkan
pemakaian yang terus meningkat, yaitu rata-rata sebesar 611,8 MMT per tahun.
Beberapa produsen utama gandum dunia akan memprioritaskan konsumsi dalam
5
negeri untuk memenuhi kebutuhan gandum domestik. Hal ini dapat mengurangi
cadangan gandum dunia di pasar internasional.
Harga terigu (harga domestik) cenderung meningkat, sedangkan harga
terigu dunia (harga impor) cenderung menurun selama enam bulan pertama di
tahun 2008 yang secara rinci ditunjukkan pada Gambar 1. Kondisi tersebut
mengakibatkan industri tepung terigu dalam negeri lebih memilih untuk
menggunakan terigu impor dibandingkan memproduksi tepung terigu lokal.
Gambar 1. Harga Rata-Rata Tepung Terigu di Pasar International Tahun 2008
Sumber : Ditjen Tanaman Pangan, Direktorat Budidaya Serealia (2008)
Kebutuhan terigu akan terus meningkat dengan adanya perubahan pola
makan masyarakat perkotaan yang cenderung kepada makanan praktis dan siap
saji, seperti: roti (25%), mi basah (40%), mi instan (20%), dan biskuit (15%).3
Pola makan ini sudah meluas hingga ke pedesaan dengan variasi rasa dan selera
berbagai macam makanan olahan berbahan baku tepung gandum (terigu).
1.2. Perumusan Masalah
Kesenjangan (gap) antara permintaan dan penawaran gandum dapat
berimplikasi pada peningkatan harga gandum di pasar internasional, serta
pengurangan kuota ekspor yang dilakukan oleh negara-negara produsen gandum.
Indonesia telah mengalami kelebihan permintaan (excess demand) di pasar
domestik sehingga memperoleh gandum impor4 dengan harga impor yang cukup
tinggi sehingga dapat menurunkan kesejahteraan konsumen.
3
Duryatmo S. 2008. Menanam Gandum di Kebun Kita. http://www.trubus-online.co.id/mod.
Php?=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=1473. [18 Februari 2009]
4
Gandum yang diperoleh dari luar negeri (impor) dan Indonesia mengimpor komoditas gandum
dalam bentuk olahan tepung terigu
6
Ketergantungan masyarakat Indonesia pada terigu impor sudah mencapai
tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat impor
gandum yang dilakukan Indonesia. Indonesia terpaksa melakukan impor karena
gandum bukan merupakan tanaman asli Indonesia. Jumlah impor gandum tahun
2008 yang mencapai sekitar 5,6 juta ton memposisikan Indonesia sebagai negara
importir gandum keempat terbesar di dunia setelah Mesir, Brasil, dan Algeria.5
Ketergantungan bahan pangan impor tersebut dapat mengancam ketahanan
pangan negara kita dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, Indonesia harus mulai
mengurangi, bahkan melepaskan ketergantungan terhadap gandum impor.
Sikap ketergantungan Indonesia terhadap tepung gandum (terigu) impor
akan menjadi masalah yang sulit untuk dipecahkan di masa yang akan datang.
Ketergantungan suatu komoditas terhadap negara lain dapat menimbulkan
instabilitas sosial dan ekonomi bagi suatu negara. Pilihan untuk mengimpor
gandum dalam memenuhi kebutuhan domestik ini tidak dapat menyelesaikan
masalah dalam jangka panjang, bahkan berpotensi menjadi sumber masalah baru
lainnya. Gandum juga mendukung terwujudnya diversifikasi produk pertanian
yang selama ini terpusat pada komoditas beras sehingga dapat meningkatkan
ketahanan pangan masyarakat secara merata. Oleh karena itu, peluang
pengembangan gandum lokal6 sangat prospektif di Indonesia.
Gandum mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di
Indonesia karena kriteria pertumbuhan tanaman ini banyak tersebar di Indonesia.
Indonesia sebagai negara tropis dapat mengembangkan tanaman gandum di
daerah pegunungan (dataran tinggi) yang beriklim kering karena memiliki potensi
lahan dan iklim yang sesuai dengan asal komoditas gandum (Tabel 7). Potensi
lahan kering dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 800 meter di atas
permukaan laut (dpl) dan suhu 15-25oC dapat mencapai 1.455.800 hektar
sehingga peluang pengembangan gandum sangat luas. Sebagian daerah ini telah
ditanami komoditas hortikultura atau pergiliran tanaman antara hortikultura dan
gandum. Potensi lahan yang sesuai dengan syarat pertumbuhan gandum di
Indonesia cukup banyak namun belum dapat dimanfaatkan dengan baik.
5
World Bank. 2008. Wheat. http://siteresources.worldbank.org/INTGLBPROSPECTS/642189441106584665677/21606816/wheat_EN.pdf. [16 Maret 2010]
6
Gandum yang diperoleh dari usahatani gandum di dalam negeri (domestik)
7
Tabel 7. Potensi Lahan yang Sesuai untuk Pengembangan Gandum di Indonesia
Tahun 2008
Potensi Sumberdaya Lahan
No
Pulau/ Propinsi
Lahan
Kering
Semusim
(Ha)
Lahan Kering
Dataran
Tinggi Iklim
Kering
Ditanami
Gandum
Tahun 20012008 (Ha)
Keterangan
1
Jawa & Bali
1.964.000
38.157
1072
2
Sumatera
7.748.000
278.148
149
Jambi,
Bengkulu
3
Nusa Tenggara
138.000
52.340
193
NTT, NTB
4
Kalimantan
8.953.000
19.527
15
Kalimantan
Timur
5
Sulawesi
791.000
87.701
79
Gowa
6
Maluku
219.000
1.107
0
7
Papua
4.185.000
976.820
0
23.998.000
1.455.800
1.508
Jumlah
Jawa
Belum ada
pengujian
Belum ada
pengujian
Sumber : Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian dalam Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan Direktorat Budidaya Serealia (2008)
Lahan yang baru dimanfaatkan untuk penanaman gandum pada tahun
2001-2008 sebesar 1.508 hektar. Jika dalam satu hektar lahan dapat menghasilkan
tiga ton gandum, maka Indonesia dapat mengurangi impor sebesar 4.437 ton
dalam setahun. Pengurangan impor gandum dapat berimplikasi terhadap
penghematan devisa negara dan peningkatan ketahanan pangan domestik. Selain
itu, komoditas gandum dapat menjadi salah satu alternatif pilihan pola tanam
sehingga pergiliran tanaman dataran tinggi semakin bervariasi yang dapat
bermanfaat bagi lingkungan dan kondisi lahan garapan.
Purwanto (2008) mengemukakan bahwa pengembangan gandum lokal
tidak untuk menggantikan impor, tetapi mengurangi impor. Indonesia memiliki
706.500 hektar lahan potensial untuk pengembangan gandum. Di Indonesia
gandum cocok ditanam pada dataran tinggi beriklim kering. Bahkan, di beberapa
daerah seperti Soe (Nusa Tenggara Timur) dan Merauke (Papua), gandum adaptif
ditanam pada dataran rendah. Hal ini dikarenakan adanya dukungan iklim mikro
yang kondusif, yaitu berupa angin muson dari Australia (Yulita 2008).7
7
Duryatmo S. 2008. Menanam Gandum di Kebun Kita. http://www.trubus-online.co.id/mod.
Php?=publisher&op=viewarticle&cid=12&artid=1473. [18 Februari 2009]
8
Luas tanam komoditas gandum di Indonesia terbesar di Jawa dan Bali dari
tahun 2001-2008, yaitu 1.072 hektar. Propinsi Jawa Timur menempati urutan
pertama sebagai sentra pengembangan gandum di Jawa dan Bali, yaitu sekitar
57,1 persen (612 hektar). Pengembangan gandum di Propinsi Jawa Timur terdapat
di tempat yang memiliki iklim dingin, seperti: Kabupaten Pasuruan, Malang, dan
Probolinggo. Kabupaten Pasuruan merupakan sentra produksi gandum lokal
terbesar di Jawa Timur, yaitu sekitar 66,1 persen (404,8 hektar) dari luas
penanaman gandum di Jawa Timur (Gambar 2).
Tahap I (Tahun 2000)
0,1-0,5 Ha
Tahap II (Tahun 2001)
1 Ha
Tahap III (Tahun 2002)
5 Ha
Tahap III (Tahun 2003)
56 Ha
Tahap IV (Tahun 2004-2007)
404,8 Ha
Gambar 2. Tahapan Pengembangan Gandum di Kabupaten Pasuruan
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan
Pengembangan gandum di Kabupaten Pasuruan dimulai pada tahun 2000
dengan demplot di Kecamatan Tosari. Kemudian pada tahun berikutnya dimulai
tahap uji adaptasi di tempat yang sama seluas satu hektar. Pada tahun 2002
didirikan Dem Farm (lahan percobaan) seluas lima hektar. Penumbuhan sentra
dilakukan di Kecamatan Tosari dan Puspo pada tahun 2003. Sedangkan
pengembangan gandum tahun 2004-2007 meliputi tujuh kecamatan, antara lain:
Tosari, Puspo, Lumbang, Tutur, Purwodadi, Purwosari, dan Prigen.
Kecamatan Tosari merupakan penghasil utama komoditas gandum lokal di
Indonesia melalui berbagai bantuan pengembangan yang dilaksanakan oleh
9
pemerintah sejak tahun 2000. Pemerintah yang terkait terdiri dari pemerintah
pusat (Departemen Pertanian) dan pemerintah daerah (Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Kabupaten Pasuruan) dengan anggaran pusat dan daerah. Namun,
akselerasi pengembangan gandum di Kecamatan Tosari berjalan cukup lambat.
Hal ini diindikasikan oleh tingkat pengelolaan usahatani yang merupakan tanaman
terbaru dibandingkan tanaman hortikultura di Kecamatan Tosari. Pengelolaan
usahatani yang kurang baik dapat berimplikasi pada penurunan pendapatan
usahatani petani gandum lokal di Kecamatan Tosari. Lambatnya akselerasi
pengembangan gandum lokal juga dapat dilihat dari keterkaitan antar subsistem
agribisnis gandum lokal yang membentuk suatu sistem yang belum terintegrasi
dengan baik. Sistem agribisnis gandum lokal yang baik dapat meningkatkan
motivasi petani dalam mengembangkan komoditas tersebut.
Peluang pengembangan gandum lokal di Indonesia harus didukung oleh
informasi tentang teknologi budidaya dan usahatani yang baik. Pengembangan
agribisnis gandum lokal dapat dilakukan dengan mengetahui kondisi secara
lengkap tentang keterkaitan dari setiap subsistem komoditas agribisnis gandum
lokal di Kecamatan Tosari. Peningkatan efisiensi usahatani dapat diwujudkan
melalui mekanisasi pertanian sehingga diharapkan pendapatan dan kesejahteraan
petani menjadi semakin baik. Berdasarkan uraian di atas, permasalahanpermasalahan penelitian yang menarik untuk dikaji, antara lain:
1.
Bagaimana keragaan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari?
2.
Bagaimana pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari?
3.
Bagaimana keterkaitan usahatani gandum lokal dengan subsistem agribisnis
gandum lokal lainnya di Kecamatan Tosari?
4.
Bagaimana perubahan mekanisasi dapat mempengaruhi pendapatan usahatani
gandum lokal di Kecamatan Tosari.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah berdasarkan perumusan masalah adalah:
1.
Menganalisis keragaan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari.
2.
Menganalisis pendapatan usahatani gandum lokal di Kecamatan Tosari.
3.
Menganalisis keterkaitan usahatani gandum lokal dengan subsistem agribisnis
gandum lokal lainnya di Kecamatan Tosari.
10
4.
Menganalisis perubahan pendapatan usahatani gandum lokal melalui
mekanisasi pertanian di Kecamatan Tosari.
1.4. Manfaat Penelitian
Penulis berharap hasil penelitian mengenai usahatani gandum lokal ini
dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, antara lain:
1.
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk
mengevaluasi kebijakan terhadap komoditas gandum lokal.
2.
Bagi petani, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas usahatani gandum lokal.
3.
Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk
melaksanakan usahatani gandum lokal dan sumber literatur bagi siapapun
yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada satu kecamatan sehingga memiliki batasan,
yaitu menganalisis pendapatan gandum lokal di Kecamatan Tosari Kabupaten
Pasuruan Jawa Timur. Penelitian difokuskan pada tiga desa dari delapan desa
yang terdapat di kecamatan Tosari, yaitu Desa Tosari, Ngadiwono, dan Ngawu
berdasarkan identifikasi lokasi. Keragaan subsistem usahatani dan keterkaitannya
dengan subsistem agribisnis gandum lokal lainnya dianalisis secara kualitatif
berdasarkan fakta yang diperoleh di tempat penelitian. Pendapatan usahatani
gandum lokal dianalisis secara kuantitatif melalui analisis usahatani.
11
Download