BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Loyalitas Pelanggan 2.1.1 Definisi Loyalitas Pelanggan Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi merupakan akibat pelayanan yang dirasakan selama ini. Dengan kata lain loyalitas yang diberikan oleh produsen kepada konsumen selama konsumen mengonsumsi barang tersebut. Loyalitas konsumen terhadap suatu barang atau jasa yang ditawarkan oleh suatu perusahaan yang tercermin dari kebiasaan konsumen dalam melakukan pembelian barang atau jasa secara terus menerus harus selalu diperhatikan oleh perusahaan atau produsen. Bagi perusahaan, loyalitas konsumen dapat memberikan nilai yang tinggi bagi inisiatif kepedulian para pelanggan, yaitu lebih mudah dan lebih murah untuk mempertahankan pelanggan kunci, daripada menarik pelanggan baru yang loyalitasnya belum terbukti. Dengan demikian perusahaan perlu mengamati loyalitas konsumen untuk dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta tercapainya tujuan suatu perusahaan. Loyalitas pelanggan merupakan ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan keuangan. Berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap, loyalitas yang dapat didefinisikan berdasarkan perilaku membeli (Griffin, 2005:31). 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Selanjutnya Griffin (2005) berpendapat bahwa seorang pelanggan dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada sikap dari pelanggan. Dari pernyataan di atas memberikan dimensi yang lebih luas tentang ukuran perilaku pelanggan yang loyal, antara lain: 1. Loyalitas pelanggan diukur dari frekuensi konsumsi suatu produk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pelanggan yang frekuensi pemakaiannya lebih tinggi berarti dapat dikatakan lebih loyal dari pelanggan yang frekuensinya lebih rendah. 2. Ukuran loyalitas pelanggan berkembang pada perilaku pembelian pelanggan terhadap layanan baru yang dikeluarkan, artinya bila suatu perusahaan mengeluarkan produk atau varian baru maka pelanggan akan bersedia mencba produk baru tesebut. 3. Loyalitas pelanggan adalah sikap daripada pelanggan dalam memberikan rekomendasi bagi orang lain untuk memakai jasa yang sama. Fullerton dan Taylor ( dalam Jasfar, 2002) membagi tingkat loyalitas konsumen dalam tiga tahap, yakni: 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1. Loyalitas advokasi, merupakan sikap pelanggan untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa. Loyalitas advokasi pada umumnya disertai dengan pembelaan konsumen terhadap produk atau jasa yang dipakai. 2. Loyalitas repurchase, loyalitas pelanggan berkembang pada perilaku pembelian pelanggan terhadap layanan baru yang dikeluarkan oleh suatu perusahaan, yang ditunjukkan dengan keinginan untuk membeli kembali. 3. Loyalitas paymore, loyalitas pelanggan untuk kembali melakukan transaksi untuk menggunakan produk atau jasa yang telah dipakai oleh konsumen tersebut dengan pengorbanan yang lebih besar. 2.1.2 Dimensi Loyalitas Pelanggan Menurut Griffin (2005:31), pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Melakukan pembelian berulang yang teratur Hal ini menunjukkan bahwa konsumen setia untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa tertentu dalam suatu periode tertentu. b. Pembelian antarlini produk dan jasa Konsumen yang loyal tidak hanya membeli satu jenis produk atau jasa saja, tetapi membeli lini produk atau jasa lain pada badan usaha yang sama. c. Mereferensikan kepada orang lain Hal ini menunjukkan bahwa konsumen yang setia akan merekomendasikan halhal yang positif mengenai produk atau jasa dari perusahaan tertentu kepada 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ rekan dan keluarga dan meyakinkan bahwa produk atau jasa tersebut merupakan yang baik, sehingga orang lain ikut membeli dan menggunakan produk atau jasa dari badan usaha tersebut. d. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan pesaing Hal ini menunjukkan bahwa pelanggan yang loyal akan menolak untuk mempertimbangkan tawaran produk atau jasa dari pesaing karena produk atau jasa yang dikonsumsi saat ini telah memberikan kepuasan yang akhirnya berujung pada loyalitas terhadap produk atau jasa tersebut. 2.2 Persepsi Harga 2.2.1 Definisi Harga Harga (price) menurut Kotler dan Amstrong (2001) adalah jumlah uang yang harus dikeluarkan (dibayarkan) oleh konsumen, untuk memperoleh produk barang atau jasa. Menurut Kotler dan Keller (2005:43) mengatakan bahwa harga merupakan sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah nilai yang ditukar konsumen untuk manfaat-manfaat yang diterima karena menggunakan produk atau jasa tersebut. Sedangkan menurut Tjiptono (2000) menjelaskan pengertian harga sebagai satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Harga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk karena harga adalah satu dari empat bauran pemasaran. 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.2.1.1 Faktor dalam Menetapkan Harga Menurut Kotler dan Armstrong (2001) terdapat dua faktor dalam menetapkan harga yaitu: 1. Faktor Internal Perusahaan a. Tujuan Pemasaran Perusahaan Faktor utama yang menentukan dalam penetapan harga adalah tujuan pemasaran perusahaan. Tujuan tersebut bisa berupa maksimisasi laba, mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan, meraih pangsa pasar yang besar, menciptakan kepemimpinan dalam hal kualitas, mengatasi persaingan, melaksanakan tanggung jawab sosial, dan lain-lain. b. Strategi Bauran Pemasaran Harga hanyalah salah satu komponen dari bauran pemasaran. Oleh karena itu, harga perlu dikoordinasikan dan saling mendukung dengan bauran pemasaran lainnya, yaitu produk, distribusi, dan promosi. c. Biaya Biaya merupakan faktor yang menentukan harga minimal yang harus ditetapkan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Oleh karena itu, setiap perusahaan pasti menaruh perhatian besar pada aspek struktur biaya (tetap dan variabel), 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ serta jenis-jenis biaya lainnya, seperti out-of-pocket cost, incremental cost, opportunity cost, controllable cost, dan replacement cost. 2. Faktor Lingkungan Eksternal a. Sifat Pasar dan Permintaan Setiap perusahaan perlu memahami sifat pasar dan permintaan yang dihadapinya, apakah termasuk pasar persaingan sempurna, persaingan monopolistik, oligopoly, atau monopoli. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah elastisitas permintaan. b. Persaingan Terdapat lima kekuatan pokok yang berpengaruh dalam persaingan suatu industri, yaitu persaingan dalam industri yang bersangkutan, produk substitusi, pemasok, pelanggan, dan ancaman pendatang baru. Informasi- informasi yang dibutuhkan untuk menganalisis karakteristik persaingan yang dihadapi antara lain meliputi: 1) Jumlah perusahaan dalam industri Bila hanya ada satu perusahaan dalam industri, maka secara teoritis perusahaan yang bersangkutan bebas menetapkan harganya seberapa pun. Akan tetapi sebaliknya, bila industri terdiri atas banyak perusahaan, maka persaingan harga terjadi. Bila produk yang dihasilkan tidak terdiferensiasi, maka hanya pemimpin industri yang leluasa menentukan perubahan harga. 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2) Ukuran relatif setiap anggota dalam industri Bila perusahaan memiliki pangsa pasar yang besar, maka perusahaan yang bersangkutan dapat memegang inisiatif perubahan harga. Bila pangsa pasarnya kecil, maka hanya menjadi pengikut. 3) Diferensiasi produk Bila perusahaan berpeluang melakukan diferensiasi dalam industrinya, maka perusahaan tersebut dapat mengendalikan aspek penetapan harganya, bahkan sekalipun perusahaan itu kecil dan banyak pesaing dalam industri. 4) Kemudahan untuk memasuki industri yang bersangkutan Bila suatu perusahaan industri yang mudah ada untuk sulit dimasuki, maka mempengaruhi atau mengendalikan harga. Sedangkan bila ada hambatan masuk ke pasar, maka perusahaan yang sudah ada dalam industri tersebut dapat mengendalikan harga. Hambatan masuk ke pasar dapat berupa: a. Persyaratan teknologi b. Investasi modal yang besar c. Ketidaktersediaan bahan baku pokok/utama d. Skala ekonomis perusahaan yang sudah dicapai perusahaan- yang telah ada dan sulit diraih oleh para pendatang baru 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ e. Kendali atas sumber daya alam oleh perusahaanperusahaan yang sudah ada f. Keahlian dalam pemasaran c. Unsur-unsur Lingkungan Eksternal Lainnya Selain faktor-faktor diatas, perusahaan juga perlu mempertimbangkan faktor kondisi ekonomi (inflasi, resesi, tingkat bunga), kebijakan dan peraturan pemerintah, dan aspek sosial (kepedulian terhadap lingkungan. 2.2.2 Definisi Persepsi Menurut Walgito (dalam Nurtjahjanti,2012) mendefinisikan persepsi sebagai proses diterimanya stimulus oleh individu kemudian diorganisasikan dan diinterpretasikan sehingga individu mengerti yang diinderanya. Sekalipun stimulus yang akan di persepsi sama, tetapi pengalaman berbeda, kemampuan tidak sama, dan kerangka acuan tidak sama, maka ada kemungkinan bahwa hasil persepsi antar individu tidak sama. Persepsi merupakan proses penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Adapun aspek – aspek dari persepsi yaitu : a. Kognisi Aspek kognisi berhubungan dengan ingatan, bahasa, asosiasi, konsep, atensi, kesadaran, problem solving dan interpretasi stimulus dari objek sehingga membentuk proses berpikir. 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ b. Afeksi Aspek afeksi berhubungan dengan perasaan dan emosi individu. Pemahaman yang di dapat dari proses kognitif akan dapat memahami apa yang individu rasakan yang menyangkut perasaan senang atau tidak senang, sedih atau bahagia. 2.2.3 Persepsi Harga Persepsi harga didefinisikan sebagai sesuatu yang diberikan atau dikorbankan untuk mendapatkan jasa atau produk (Zeithaml,1988). Dalam memandang suatu harga berbeda. Harga konsumen mempunyai beberapa pandangan yang ditetapkan di atas harga pesaing dipandang mencerminkan kualitas yang lebih baik atau mungkin juga dipandang sebagai harga yang terlalu mahal. Sementara harga yang ditetapkan di bawah harga produk pesaing akan dipandang sebagai produk yang murah atau dipandang sebagai produk yang berkualitas rendah (Leliana dan Suryandari,2004). 2.2.4 Dimensi Persepsi Harga Lichtenstein, Ridgway & Netemeyer (1993) menjelaskan lima konstruk yang konsisten dengan persepsi harga dalam peranan negatif dan dua konstruk konsisten dengan persepsi harga dalam peran positif yang telah diidentifikasi, yaitu: a. Negative Role of Price 1. Value Consciousness Persepsi mengenai harga menjadi petunjuk untuk beberapa konsumen dapat dikarakteristikkan 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ sebagai kesadaran atas perbandingan kualitas yang diterima terhadap harga yang sudah dibayar dalam transaksi pembelian. Beberapa peneliti telah mendefinisikan konsep nilai ini, sejalan dengan persepsi yang telah disebutkan. Akibatnya, value consciousness disini mencerminkan kesadaran akan harga yang telah dibayar dengan kualitas yang diterima. 2. Price Consciousness Persepsi mengenai harga menjadi petunjuk untuk beberapa konsumen dapat dikarakteristikkan sebagai pencerminan dari price consciousness itu sendiri. Walaupun istilah price consciousness telah dipakai oleh peneliti yang berbeda untuk menjelaskan beberapa konsep mengenai harga, definisinya merujuk pada tingkatan dimana konsumen fokus terhadap pembelian di harga yang rendah. 3. Coupon Proneness Persepsi terhadap harga juga mempunyai peranan negatif yang dihubungkan dengan bagaimana petunjuk harga dipresentasikan. Sejalan dengan pandangan ini, beberapa peneliti mengatakan bahwa penurunan harga dalam bentuk kupon dapat meningkatkan respon konsumen dibandingkan respon terhadap harga nonkupon yang lebih rendah. Penemuan ini mengakibatkan peningkatan penjualan dari harga yang ditawarkan melalui kupon. Coupon proneness diartikan sebagai peningkatan kecenderungan untuk bereaksi terhadap tawaran 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ pembelian karena bentuk kupon mempengaruhi evaluasi pembelian secara positif. 4. Sale Proneness Alasan yang mirip dengan coupon proneness mengusulkan terhadap beberapa konsumen, peningkatan kepekaan kepada harga dalam peran negatif dihubungkan dengan harga dalam bentuk potongan harga. Karena lebih banyak evaluasi harga yang positif pada harga pembelian dalam bentuk potongan harga, persepsi konsumen terhadap harga mempunyai peranan negatif dalam mencerminkan sale proneness. Akibatnya, sale proneness diartikan sebagai peningkatan kecenderungan untuk merespon terhadap penawaran pembelian karena bentuk potongan harga, dimana harga yang diberikan mempengaruhi evaluasi pembelian secara positif. 5. Price Mavenism Persepsi terhadap harga dalam peranannya yang negatif dapat berhubungan dengan keinginan untuk diinformasikan mengenai harga pasaran dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Pernyataan ini didukung oleh Feick dan Price (1987, p.85), bahwa siapapun yang menunjukkan konsumen dijelaskan sebagai market mavens, karena keinginan mereka untuk diinformasikan tentang pasar sehingga mereka dapat meneruskan informasi kepada orang lain. Price mavenism diartikan sebagai tingkatan dimana seorang individu adalah sumber informasi mengenai harga dari banyak produk dan tempat 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ untuk berbelanja di tempat yang harganya paling rendah, memulai diskusi dengan konsumen dan bereaksi terhadap permintaan konsumen untuk informasi harga pasaran. b. Positive Role of Price 1. Price-Quality Schema Untuk beberapa konsumen, petunjuk harga dapat dipersepsikan dalam peranan positif karena disimpulkan bahwa tingkatan harga berhubungan dengan tingkatan kualitas produk secara positif. Untuk konsumen yang mempunyai pandangan seperti ini, mereka melihat harga yang lebih tinggi lebih disukai karena persepi dari peningkatan kualitas. Dalam kenyataanya, jenis konsumen seperti ini lebih cenderung membayar dalam harga yang lebih tinggi, perilaku mereka dikatakan sebagai price-seeking. Banyak bukti yang menyatakan harga sebagai indikator dari kualitas produk bervariasi dari situasi dan produk yang sedang dievaluasi, penemuan dari beberapa penelitian juaga mendukung bahwa konsumen cenderung menggunakan harga sebagai indikator umum tentang kualitas produk. Sehingga, price-quality schema adalah kepercayaan umum terhadap berbagai kategori produk bahwa tingkatan petunjuk harga berhubungan secara positif terhadap di tingkatan kualitas produk. 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2. Prestige Sensitivity Hampir sama dengan persepsi dari petunjuk harga berdasarkan sinyal terhadap pembeli mengenai kualitas produk adalah persepsi terhadap harga berdasarkan kesimpulan tentang bagaimana sinyal tersebut terhadap orang lain mengenai pembeli. Sehingga prestige sensitivity diartikan sebagai persepsi harga berdasarkan perasaan unggul dan status dimana harga yang tinggi merupakan sinyal kepada orang lain terhadap pembeli. 2.3 Citra Merek 2.3.1 Definisi Citra Menurut Paul Tomporal (2001) menyatakan bahwa citra merupakan apa yang dipikirkan atau bahkan dibayangkan orang-orang tentang sesuatu. Selain itu Harowitz (dalam Francoeur, 2004) menemukan bahwa citra adalah sekumpulan dari memory fragmens, rekonstruksi, reinterpretasi, dan simbol yang dikenakan objek, perasaan ide-ide. Jadi dapat kita lihat secara lebih mendalam bahwa citra merupakan serangkaian proses yang terangkum dalam persepsi individu. Selanjutnya Temporal (2001) menjelaskan bahwa citra yang kita inginkan dari orang-orang mengenai mereka merupakan identitas yang sedang kita proyeksikan. Jadi jelaslah bahwa persepsi konsumen mengenai sebuah merek berisi gambaran dari sekumpulan identitas ataupun ekspresi kepribadian yang dimasukkan ke dalam suatu produk atau merek. Untuk itu produsen perlu kreatifitas dan usaha yang keras dalam membangun citra, karena 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ belum tentu apa yang kita proyeksikan sama dengan apa yang dipersepsikan konsumen. Membangun citra merupakan suatu hal yang penting bagi produsen. Sebab citra adalah suatu kriteria yang membeli. 2.3.2 Definisi Merek Menurut Kotler (2003:418) pemberian merek atau branding merupakan seni dan landasan dalam pemasaran. American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain, ataupun kombinasi diantara keduanya yang memiliki maksud untuk mengidentifikasi barang dan jasa dari satu atau sekelompok penjual dan membedakan dari barang dan jasa pesaingnya (Kotler, 2003:418). Sejalan dengan pendapat tersebut, Aaker (1991:33) mendefinisikan merek merupakan suatu cara membedakan sebuah nama atau simbol, seperti logo atau desain kemasan, yang dimaksudkan untuk mengindentifikasikan produk atau jasa dari satu produsen atau satu kelompok produsen dan untuk membedakan produk atau jasa dari pesaing. Menurut Kotler (2003:112), merek memiliki banyak peranan bagi penjual, distributor, dan konsumen yaitu: 1. Bagi Penjual a. Nama merek memudahkan penjual untuk mengolah pesanan-pesanan dan menekankan permasalahan. b. Nama merek dan tanda dagang akan secara hukum melindungi penjual dari pemalsuan ciri-ciri produk, karena bila tidak tidak ada, setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran. c. Merek member penjual peluang kesetiaan konsumen pada produk. 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ d. Merek dapat membantu penjual dalam mengelompokkan pasar ke dalam segmen-segmen. 2. Bagi Distributor Distributor menginginkan adanya merek sebagai cara untuk memudahkan penanganan produk, mengidentifikasi, dan meminta produksi agar pada standar mutu tertentu dan juga meningkatkan pilihan para pembeli. 3. Bagi Konsumen Konsumen menginginkan dicantumkannya merek untuk mempermudah mengenali perbedaan mutu serta agar dapat berbelanja dengan lebih efisien. 2.3.3 Definisi Citra Merek Menurut David A. Aaker (1991:685) citra merek merupakan kumpulan asosiasi yang diorganisir menjadi suatu yang berarti. Citra merek harus dikelola dengan baik agar mampu menghasilkan citra merek yang positif di mata konsumen. Citra merek yang positif diciptakan oleh suatu asosiasi merek yang kuat, unik dan baik. Asosiasi merek menjadi salah satu komponen yang dapat membentuk nilai positif terhadap merek yang muncul, yang ada akhirnya akan menciptakan perilaku positif konsumen. Citra merek yang positif berkaitan dengan kesetiaan dan kepercayaan konsumen terhadap nilai merek yang positif dan kesediaan untuk mencari merek tersebut. 2.3.4 Dimensi Citra Merek Keller (2008:51) mengungkapkan bahwa di dalam benak konsumen terdapat semua hal yang berhubungan dengan merek: pemikiran, perasaan, pengalaman, kesan, persepsi, keyakinan dan sikap-sikap suatu produk atau jasa. Kevin Lane 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Keller mengemukakan terdapat tiga dimensi citra merek yaitu, strength of brand associations, favorability of brand associations, dan uniqueness of brand associations. Selanjutnya dimensi-dimensi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Strength of Brand Associations Strength of brand associations atau kekuatan asosiasi merek tergantung pada bagaimana informasi masuk ke dalam ingatan konsumen dan bagaimana proses bertahan sebagai bagian dari citra merek (Keller, 1993:5). Konsumen membentuk keyakinan tentang atribut merek dan manfaat dalam berbagai cara. Atribut merek adalah fitur-fitur deskriptif yang menjadi cirri suatu produk atau jasa (Keller, 2008:57). Sedangkan, manfaat merek adalah nilai personal yang melekat pada atribut produk atau jasa dan apa saja yang dapat diberikan produk atau jasa kepada konsumen (Keller, 1993:4). a. Attribute Menurut Keller (2008:57) attribute adalah fitur-fitur yang mendeskripsikan suatu produk atau jasa dari merek yang bersangkutan. Brand attribute terdiri dari product related attributes dan non product related attributes. 1) Product Related Attributes Product related attributes didefinisikan sebagai bahan yang diperlukan agar fungsi produk atau jasa yang dicari konsumen dapat bekerja (Keller, 1993:4). Oleh karena itu, product related attributes berhubungan dengan komposisi fisik produk atau kebutuhan layanan. 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Karena berkaitan dengan kompisis fisik dan tangible, maka atribut ini dapat dikenali secara langsung oleh panca indera, seperti bentuk, warna dan tampilan fisik dari suatu produk atau jasa. 2) Non Product Related Attributes Menurut Keller (1993:4) non product related attributes didefinisikan sebagai aspek eksternal dari produk atau jasa yang berhubungan dengan pembelian. Atribut ini tercipta berkat proses bauran pemasaran dan bagaimana produk tersebut dipasarkan. Non product related attributes terdiri dari empat aspek, yaitu informasi harga, kemasan, user imagery, dan usage imagery. a) Informasi Harga Menurut Kotler (2001:479) harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. b) Packaging/Product Appearance Information Keindahan pada kemasan merupakan daya tarik visual yang mencakup pertimbangan penggunaan warna, bentuk, merek, logo, ilustrasi, huruf, tata letak, dan mascot. Tujuannya untuk menarik perhatian konsumen secara visual dan dapat mengkomunikasikan suatu citra tertentu dari suatu merek. 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ c) User Imagery Atribut ini dapat dibentuk secara langsung melalui pengalaman konsumen dan kontak dengan pengguna merek, atau secara tidak langsung melalui pencitraan target market seperti yang dikomunikasikan dalam iklan atau informasi lainnya seperti word of mouth (Keller 1993:4). Atribut ini didasarkan pada aspek demografi yang meliputi, jenis kelamin, usia, ras, penghasilan, dan aspek psikografi yang meliputi, pekerjaan dan lingkungan. d) Usage Imagery Usage imagery dapat didasarkan pada waktu penggunaan, lokasi, dan jenis kegiatan. Sama halnya dengan user imagery, atribut ini juga dibentuk secara langsung melalui pengalaman konsumen dan kontak dengan pengguna merek, atau secara tidak langsung melalui pencitraan target market. b. Benefit Manfaat merupakan hasil positif yang diberikan atribut kepada konsumen. Dimensi manfaat terdiri dari tiga aspek manfaat yaitu, fungsional, pengalaman, dan simbolik. 1) Manfaat fungsional Manfaat fungsional adalah keuntungan intrinsik dari pemakaian produk dan jasa, biasanya berkaitan dengan atribut akan produk yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Keller, 1993:4). Motivasi ini sering dijadikan konsumen sebagai motivasi dasar untuk 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ menggunakan suatu produk atau jasa. Manfaat ini sering dianggap sebagai manfaat utama sebab secara langsung mampu memuaskan kebutuhan konsumen dan sifatnya nyata. 2) Manfaat pengalaman Manfaat pengalaman berhubungan dengan apa yang dirasakan konsumen saat menggunakan produk atau jasa. Manfaat ini didesain untuk memenuhi kebutuhan pengalaman seperti, sensory pleasure, variety, dan cognitive stimulation (Keller, 1993:4). Indikator yang digunakan berkaitan dengan pengalaman setelah produk atau jasa dari suatu merek digunakan. 3) Manfaat Simbolik Manfaat ini tidak berkaitan dengan produk melainkan berhubungan dengan kebutuhan mendasar untuk mengekspresikan diri dan bermasyarakat. Dengan manfaat ini, konsumen dapat merasakan prestise, eksklusivitas dari sebuah merek karena terkait dengan kepribadian konsumen (Keller, 1993:4). 2. Favorability of Brand Association Asosiasi merek yang menguntungkan dimana konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh merek dapat memenuhi kebutuhan dan konsumen sehingga konsumen membentuk sikap positif terhadap merek (Keller, 2008:58). Seberapa penting asosiasi merek terhadap sikap dan kepuasan konsumen tergantung pada desirabitility dan deliverability. 26 http://digilib.mercubuana.ac.id/ a. Desirability Desirability adalah sejauh mana produk atau jasa dibawakan oleh program komunikasi pemasaran dapat memenuhi keinginan harapan konsumen yang menjadi sasaran. Desirability memiliki tiga kriteria yaitu, relevance, distinctiveness, dan believability, yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Relevance Konsumen menargetkan dapat menemukan titik perbedaan yang relevan secara pribadi (Keller, 2008:114). 2) Distinctiveness Konsumen menargetkan dapat menemukan titik perbedaan yang khas dan unggul. Hal ini menunjukkan kekhasan merek di mata konsumen (Keller, 2008:114). 3) Believability Sebuah merek harus menawaran alasan yang kuat dan kredibel untuk dipilih oleh konsumen. Dengan menonjolkan atribut yang unik dari produk dan jasa tersebut mampu meyakinkan konsumen untuk memilih suatu merek diantara merek-merek lain (Keller, 2008:115). b. Deliverability Deliverability adalah sejauh mana merek produk yang dibawakan oleh program pemasaran dapat disampaikan dengan baik kepada konsumen. Deliverability tergantung kepada tiga faktor, communicability, dan sustainability (Keller, 2008:115). 27 http://digilib.mercubuana.ac.id/ yaitu feasibility, 1) Feasibility Kemampuan program komunikasi pemasaran dalam menunjukkan manfaat merek. 2) Communicability Hal ini menunjukkan kemampuan dalam mengkomunikasikan suatu merek sehingga membuat konsumen percaya. 3) Sustainability Sustainability tergantung pada komitmen internal dan penggunaan sumber daya serta kekuatan pasar eksternal. 3. Uniqueness of Brand Association Yaitu merek memiliki keuntungan bersaing yang terus-menerus atau unique selling proposition yang memberikan alasan yang menarik bagi konsumen mengapa harus membeli merek tersebut (Keller, 2008:58). Tujuan dari strategi ini adalah menciptakan asosiasi yang kuat dan unik yang melekat dalam bentuk konsumen secara mendalam. Uniqueness of brand association bergantung pada dua faktor, yaitu point of parity dan point of difference yang akan dijelaskan sebagai berikut: a. Point of Parity Point of parity adalah sejauh mana asosiasi-asosiasi merek memiliki unsur kesamaan, tidak perlu memiliki keunikan jika dibandingkan dengan asosiasi-asosiasi merek lainnya. Point of parity digolongkan menjadi dua (Keller, 2008:109), yaitu: 28 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 1) Category point of parity Yaitu target konsumen memandang suatu merek memiliki kredibilitas sehingga diakui sebagai merek yang memiliki kualitas sejajar dengan produk sejenis lainnya dalam kategori produk yang pasti. 2) Competitive point of parity Merupakan asosiasi yang dirancang untuk meniadakan point of difference competitor. Perusahaan membuat mereknya menjadi hal yang luar biasa agar mampu bersaing dengan competitor. b. Point of Difference Point of difference adalah atribut atau manfaat yang dikaitkan dengan merek, yang dinilai secara positif, dan dipecarya bahwa konsumen tidak akan menemukan hal tersebut pada merek pesaing (Keller, 2008:107). Point of difference dapat didasarkan pada performance attribute atau performance benefit. Point of difference terkait dengan dua pendekatan dalam pemasaran, yaitu: 1) Unique Selling Proposition Dalam pendekatan ini, komunikasi pemasaran yang dirancang harus lebih mengutamakan isi pesan, bukan bagaimana menyampaikan pesan tersebut, yaitu manfaat dari produk atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan. 29 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2) Sustainable Competitive Advantage Pendekatan ini berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam nilai produk atau jasa yang unggul ke dalam pasar untuk jangka waktu yang lama. 2.4 Penelitian Terdahulu Di bawah ini merupakan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu menganai topik yang sama, yang akan dipaparkan pada tabel berikut ini : No 1. Peneliti Judul Variabel Hasil Nanda Pengaruh Citra Merek dan - Citra Merek Terdapat pengaruh Octaviona Persepsi - Persepsi signifikan Harga citra merek dengan Purchasing keputusan Decisions pembelian. Namun, Harga terhadap Keputusan Pembelian gadget di Toko Suryaphone Samarinda - (2016) antara tidak terdapat pengaruh antara persepsi harga dengan keputusan pembelian 2. Arpita Khare, Influence of Price Perception - Dhiren Achtani & Shopping Motives on Indian and Khattar Manish consumer’s attitude towards retailer promotion in malls 30 http://digilib.mercubuana.ac.id/ - Shopping Hasil penelitian motives menunjukkan Price bahwa sikap Perception konsumen pada (2014) mall dipengaruhi oleh nilai-nilai belanja dan kesadaran harga, akan kemalasan kesepakatan dan kupon. Disamping itu, faktor usia, pendidikan, dan pendapatan mempengaruhi juga pada sikap konsumen 3. Stephen L, The Effect of Brand Image on - Brand Image Hasil Sondoh Jr, Overall and - Satisfaction menunjukkan Maznah Wan Loyalty The - Loyalty bahwa citra merek Satisfaction Intention in penelitian Omar, Nabsiah Context of Color Cosmetic berpengaruh secara Abdul Wahid, (2007) signifikan terhadap Ishak Ismail, loyalitas and Amran kepuasan Harun serta secara keseluruhan tidak mempengaruhi loyalitas pelanggan, 31 http://digilib.mercubuana.ac.id/ maka pemasar harus fokus pada manfaat citra merek di pelanggan untuk mencapai loyalitas pelanggan 4. Calin Gurau A Life Stage consumer Analysis loyalty profile of - : comparing generation X and - Millenial Consumers (2012) Brand Hasil penelitian Loyalty menunjukkan Generation terdapat X consumers signifikan antara model tahap efek kehidupan (consumer generasi X) dengan perilaku loyalitas merek 5. Fatih Gecti Examining Price Perception - and The relationships among its dimensions via structural - Price Hasil Perception menunjukkan Sport Shoe terdapat hubungan equation modeling : A research consumers antara on Turkish consumers (2014) (Turkish persepsi consumers) signifikan 32 http://digilib.mercubuana.ac.id/ penelitian dimensi yang dan positif antara kualitas harga dengan tingkat sensitivitas kegengsian 6. Sharareh Factor Influencing Brand Monemi, Image in Banking Industry of pentingnya Shabnam Iran (2013) merek Mousavi Khesal, - Brand Image Menekankan citra dalam industry perbankan. Nasim Serta menggaris Roustapisheh, bawahi dua faktor Mahmood penting yang dapat Zohoori mempengaruhi citra merek, pertama iklan sebagai alat yang ampuh yang dapat diterapkan di TV, media cetak, atau online. Kedua, mengenai kualitas layanan seperti: tangibles, reliability, assurance, responsiveness, dan 33 http://digilib.mercubuana.ac.id/ empathy 7. Prof. Dr. Impact Muhammad Ehsan of Image, - Brand Image Hasil penelitian ini Service Quality and Price on - Service menunjukkan Quality bahwa brand image Customer secara Satisfaction mempengaruhi Malik, Customer Brand Satisfaction Muhammad Pakistan Mudasar sector (2012) in Telecommunication - signifikan Ghafoor, Hafiz kepuasan Kashif Iqbal pelanggan, serta membantu penyedia layanan telekomunikasi untuk membentuk produk mereka dan kebijakan harga sedemikian sehingga rupa mereka dapat memaksimalkan kepuasan pelanggan dan mempertahankan pelanggan 8. Mbaye fall How do price perceptions of 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/ - Price Hasil penelitian Diallo, Patricia Different Brand Types Affect Coutelle-Brillet, Shopping Value and Store - Arnaud Riviere Loyalty? (2015) & Stephan - Zilelke Perception menunjukkan Shopping bahwa Value hasil Store signifikan Loyalty nilai belanja dengan terdapat yang retensi pada antara kesetiaan toko yang didalamnya ada tiga hubungan yaitu: kualitas nilai, nilai harga, retensi nilai kesetiaan yang emosional pada toko Perbedaan penelitian ini dengan penelitian – penelitian terdahulu, yaitu dari objek penelitian serta variabel-variabel yang digunakan. Pada penelitian ini objek penelitian yaitu “pengguna kartu seluler Telkomsel prabayar”. Kemudian, pada penelitian terdahulu, peneliti belum menemukan ketiga variabel (yaitu: persepsi harga, citra merek dan loyalitas pelanggan) diteliti secara bersamaan. 35 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2.5 Kerangka Pemikiran Menurut Uma Sekaran (2006) kerangka pemikiran merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran yang terbaik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Sehingga, secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent). Persaingan yang ketat dalam bisnis provider menjadikan konsumen mempunyai banyak alternatif pilihan untuk memilih produk yang sesuai dengan seleranya. Setiap produk yang dikeluarkan mempunyai kelebihan dan kekurangan, tinggal bagaimana konsumen menentukan pilhan tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas seseorang, namun dalam penelitian ini, diukur melalui faktor price perception dan citra merek. Pada masa sekarang, dengan daya beli mayoritas konsumen yang semakin rendah, persepsi harga merupakan suatu hal yang sangat penting. Persepsi harga perlu ditanamkan kepada konsumen karena konsumen semakin kritis dan selektif untuk membelanjakan uang. Keputusan penetapan harga mempengaruhi jumlah penjualan yang dilakukan oleh perusahaan dan berapa banyak pendapatan yang diperoleh. Harga yang diinginkan konsumen adalah harga yang mampu bersaing dan terjangkau. Oleh sebab itu, perusahaan perlu mengembangkan program pemasarannya dengan menentukan merek yang baik dan menggunakan media yang tepat agar pesan yang 36 http://digilib.mercubuana.ac.id/ disampaikan dapat diterima dengan baik oleh konsumen mengenai produk yang ditawarkan. Citra merek erat kaitannya dengan asosiasi merek. Kesan merek yang muncul dalam ingatan konsumen meningkat seiring dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi merek tersebut. Apabila, asosiasi dari merek semakin kuat maka citra merek yang muncul akan semakinn kuat pula. Faktor inilah yang mendasari konsumen untuk melakukan pembelian kembali dan menjadi loyal pada merek tersebut. Produk yang telah memiliki citra merek yang baik dapat mendorong perusahan mendapatkan konsumen baru serta dapat mempertahankan konsumen yang telah ada. Suatu citra merek yang kuat dapat memberikan beberapa keunggulan utama bagi suatu perusahaan salah satunya akan menciptakan suatu keunggulan yang bersaing. Citra yang kuat dapat dilihat dari keyakinan terhadap suatu produk, gambaran/simbol yang ditampilkan dan kesan yang dirasakan terhadap suatu produk. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yu-te tu, Mei-lienli, Heng-Chi Chih (2011), hasil penelitian menunjukkan bahwa citra merek mempengaruhi nilai yang dirasakan pelanggan, kepuasan pelanggan, loyalitas. Nilai yang dirasakan pelanggan memiliki dampak yang kuat pada loyalitas. Oleh sebab itu, perusahaan harus memiliki citra merek yang positif kepada pelanggan. Jadi dapat dikatakan citra yang baik dari suatu merek dapat mengarahkan pada loyalitas konsumen terhadap suatu merek. Akibatnya, akan membawa konsumen untuk kembali membeli produk yang ditawarkan karena konsumen merasa puas dengan harga dan citra merek dari produk tersebut. 37 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat digambarkan sebuah kerangka pemikiran sebagai berikut : Persepsi Harga (X1) Lichtenstein (1993) Loyalitas Pelanggan (Y) Griffin (2005) Citra Merek (X2) Keller (2008) 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian diatas hipotesis pada penelitian ini, yaitu : H1 : Terdapat pengaruh antara persepsi harga terhadap loyalitas pengguna kartu seluler telkomsel prabayar di Jabodetabek. H2 : Terdapat pengaruh antara citra merek terhadap loyalitas pengguna kartu seluler telkomsel prabayar di Jabodetabek. H3 : Terdapat pengaruh antara persepsi harga dan citra merek terhadap loyalitas pengguna kartu seluler telkomsel prabayar di Jabodetabek. 38 http://digilib.mercubuana.ac.id/