I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Gaya hidup masyarakat yang semakin dinamis dan mengutamakan efisiensi waktu membuka peluang lebar bagi pengembangan produk siap saji. Sebagai contoh, mie instan sampai saat ini masih sangat populer karena penyajiannya yang mudah dan cepat. Data statistik Biro Pusat Satistik (BPS) tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (Anonim 2002). Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi menu utama sehari-hari di rumah. Di sisi lain, hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008 menunjukkan selama periode 2006-2008 tren pola konsumsi pangan sumber karbohidrat penduduk masih didominasi oleh beras dan terigu sedangkan kontribusi umbi-umbian dalam konsumsi pangan penduduk masih rendah, di mana kontribusi energinya < 5% dari total konsumsi energi yang berasal dari pangan sumber karbohidrat (padi-padian dan umbi-umbian). Adapun kontribusi konsumsi karbohidrat yang berasal dari padi-padian (beras dan terigu) pada tahun 2008 sebesar 64,1% (di atas angka anjuran sebesar 50%); naik 2% dibanding tahun 2007. Ini berarti pola konsumsi pangan masyarakat perlu didorong agar mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat lainnya, seperti jagung, jali, umbi-umbian, sukun, serta pisang, dalam bentuk berasan, tepung, dan mie (Anonim 2008). Salah satu tanaman umbi-umbian yang cukup populer adalah talas. Tanaman talas (Colocasia esculenta) berasal dari daerah Asia Tenggara, kemudian menyebar ke Cina, Eropa, Afrika, dan Kepulauan Pasifik (Kocchar 1998). Ini berarti bahwa talas merupakan salah satu makanan pokok nenek moyang bangsa Indonesia jauh sebelum budidaya padi meluas di nusantara. Sayangnya, sumber karbohidrat lokal ini sampai sekarang potensinya belum banyak dikembangkan, khususnya dari segi pengolahan pasca panennya. Pemanfaatan umbi talas sejauh ini masih terbatas sebagai bahan campuran sayur, talas goreng, talas kukus, talas rebus, dan keripik talas. Riset pengembangan produk berbasis talas cenderung masih mengarah kepada pembuatan produk pangan alternatif atau produk camilan. Beberapa penelitian pasca panen terhadap komoditas ini menghasilkan variasi produk yang lebih luas antara lain tepung talas (Rustana 1982), pati talas, keripik simulasi talas (Rahmanto 1994), produk ekstrudat talas, tape talas (Diana 1997), dan flakes komposit dari talas (Fauzan 2005). Akan tetapi aplikasinya dalam industri pangan lokal masih sangat terbatas sehingga produknya masih sulit ditemui di pasaran. Belum terlihat upaya untuk mengolah talas sebagai sumber karbohidrat berbasis umbi menjadi produk olahan pangan dalam menu sehari-hari yang cocok dipadukan dengan berbagai jenis sayur dan lauk-pauk. Oleh karena itu, diperlukan serangkaian penelitian untuk meningkatkan potensi talas sebagai alternatif bahan pangan sumber karbohidrat umbi-umbian yang diminati oleh masyarakat. Bentuk olahan pangan kari dipilih karena produk ini sudah umum diterima oleh masyarakat sebagai salah satu masakan tradisional berbahan rempah-rempah nusantara. B. TUJUAN DAN SASARAN Penelitian ini bertujuan memopulerkan talas sebagai sumber karbohidrat alternatif dalam bentuk produk olahan siap saji (kari talas) yang diminati oleh masyarakat. Sasaran penelitian adalah mendapatkan jenis talas yang paling disukai konsumen sebagai bahan baku produk, mendapatkan formulasi produk kari talas yang disukai konsumen, dan mengetahui mutu dan kandungan gizi produk akhir. C. MANFAAT Manfaat penelitian ini adalah mendorong potensi daerah Bogor untuk memopulerkan talas sebagai salah satu sumber karbohidrat dalam bentuk inovasi produk pangan olahan tradisional yaitu kari talas dan mendukung program diversifikasi pangan nasional/daerah yaitu pengembangan sumber karbohidrat lain selain beras.