perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING MENGGUNAKAN LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUIL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA (Pembelajaran pada Materi Laju Reaksi Kelas XI Di SMA N 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Pendidikan Sains Minat Utama Kimia Oleh: SRI PUSPORINI NIM S831102047 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user ii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user iv perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id KATA PENGANTAR Dengan mengucap Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat, hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam menyusun dan menyelesaikan tesis ini penulis mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana yang telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan. 2. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sains yang telah memberikan ijin dalam penyusunan penelitian ini serta memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi. 3. Prof. Dr. Ashadi selaku pembimbing I yang dengan kesabarannya memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi. 4. Dr. Sarwanto, M.Si., selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pascasarjana yang dengan kesabaran hati dan senantiasa membagi ilmunya. 6. Drs. Margono, MM., selaku Pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten Grobogan, atas ijin, dan dorongannya untuk belajar. 7. Drs. Kusmono Hadi, selaku Kepala Sekola SMA N 1 Pulokulon atas kesempatan yang diberikan untuk menyelesaikan studi. 8. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Universitas Sebelas Maret angkatan Februari 2011 yang senantiasa saling memberi semangat. commit to user v perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 9. Rekan-rekan Guru SMA N 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan yang selalu memberi dukungan dan semangat. 10. Semua pihak yang belum penulis sebutkan yang turut membantu dalam penyusunan tesis ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia pendidikan. Surakarta, Juli 2012 Penulis commit to user vi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sri Pusporini, 2012. Pembelajaran Kimia Berbasis Problem Solving Menggunakan Laboratorium Riil dan Virtuil Ditinjau dari Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. TESIS: Pembimbing I: Prof. Dr. Ashadi, II: Dr. Sarwanto, M.Si. Program Studi Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. ABSTRAK Pembelajaran berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan virtuil adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran berbasis problem solving melatih siswa memecahkan masalah untuk membentuk konsep, kemudian mengaplikasikannya pada situasi baru. Penelitian ini melibatkan gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa dan interaksinya. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen, dilakukan di SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan tahun Pelajaran 2011/2012. Dalam penelitian ini sampel dipilih secara acak (cluster random sampling), Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA1 menggunakan laboratorium riil dan kelas XI IPA3 menggunakan laboratorium virtuil. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan non tes (angket). Untuk prestasi kognitif dan kemampuan berpikir kritis menggunakan teknik tes, sedangkan untuk prestasi afektif dan gaya belajar menggunakan angket. Uji hipotesis menggunakan uji nonparametric yaitu uji Kruskal-Wallis. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan virtuil dapat diterapkan pada materi laju reaksi; (2) kemampuan berpikir kritis memberikan konstribusi positif terhadap prestasi belajar siswa; (3) pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan laboratorium riil lebih tepat digunakan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Kata kunci: problem solving, laboratorium riil, laboratorium virtuil, gaya belajar, kemampuan berpikir kritis, dan laju reaksi. commit to user vii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sri Pusporini, 2012. Chemistry Learning Based on Problem Solving Through Real Laboratory and Virtual Laboratory Overviewed from the Student Learning Style and Critical Thinking Skill. THESIS: Advisor I: Prof. Dr. Ashadi, II: Dr Sarwanto, M.Si. Science Education, Post Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta. ABSTRACT Problem solving through real laboratory and virtual laboratory were student centered learning model. Problem solving required students to solve the problem to construct the concept and applied the concept in a new situation. The research involved students’ analytical skill and creativity. The aims of this study was to determine the effect of the using learning based on problem solving using real and virtual laboratory, learning style, and critical thinking skill towards student learning achievement and it’s interaction. This study used a quasi experimental method with 2x2x2 factorial design. The population was the students in 11th Science Grade SMA N 1 Pulokulon Grobogan Academic Year 2011/2012. The sample was taken using cluster random sampling, consisted of two classes. The first class was treated by real laboratory and the second ones by virtual laboratory. The data collection was done using test and non-test (questioner) techniques. The data was collected using test for cognitive achievement and critical thinking skill, questioner for affective achievement, learning style. The hypothesis were tested using nonparametric Kruskal-Wallis test. From the data analysis could be concluded that: (1) problem solving using real and virtual laboratory could be applied in reaction rate learning; (2) critical thinking skill gave positive relation toward students’ cognitive learning achievement; (3) problem solving using real laboratory could be implemented for students’ who had low critical thinking exactly. Keyword: problem solving, real laboratory, virtual laboratory, learning style, critical thinking skill, and rate reaction. commit to user viii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL.................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... iii PERNYATAAN.......................................................................................... iv KATA PENGANTAR.................................................................................. v ABSTRAK..................................................................................................... vii ABSTRACT................................................................................................... viii DAFTAR ISI................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiv DAFTAR TABEL......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah.......................................................................... 7 C. Pembatasan Masalah......................................................................... 7 D. Perumusan Masalah........................................................................... 8 E. Tujuan Penelitian............................................................................... 9 F. Manfaat Penelitian............................................................................. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 11 A. Kajian Teori...................................................................................... 11 1. 11 Pembelajaran Kimia.............................................................. commit to user ix perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2. Belajar................................................................................... 14 3. Strategi Pembelajaran Problem solving............................... 26 4. Media Pembelajaran............................................................... 31 5. Laboratorium 34 Riil................................................................................... 36 Laboratorium 38 Virtuil.............................................................................. 40 7. Gaya Belajar........................................................................... 42 8. Kemampuan Berpikir Kritis................................................... 53 9. Laju Reaksi............................................................................. 57 10. Prestasi Belajar....................................................................... 62 B. Penelitian yang Relevan..................................................................... 69 C. Kerangka Pikir.................................................................................... 71 D. Hipotesis ............................................................................................ 71 BAB III METODE PENELITIAN................................................................. 71 A. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 72 B. Jenis Penelitian................................................................................... 73 C. Populasi dan Sampel Penelitian......................................................... 75 D. Rancangan dan Variabel Penelitian................................................... 77 E. Definisi Operasional Variabel............................................................ 77 F. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 80 G. Instrumen Penelitian......................................................................... 84 H. Uji Coba Instrumen........................................................................... 6. commit to user x perpustakaan.uns.ac.id I. digilib.uns.ac.id Teknik Analisis Data......................................................................... 90 90 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................ 90 A. Deskripsi Data.................................................................................... 90 1. Data Gaya Belajar.............................................................................. 91 2. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa........................................... 97 3. Data Prestasi Belajar Siswa............................................................... 97 B. Uji Prasyarat Hipotesis....................................................................... 98 1. Uji Normalitas.................................................................................... 99 2. Uji Homogenitas................................................................................ 101 C. Pengujian Hipotesis........................................................................... 112 D. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis......................................................... 113 E. Keterbatasan Penelitian...................................................................... 113 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.............................. 113 A. Kesimpulan........................................................................................ 114 B. Implikasi............................................................................................ 116 C. Saran................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... commit to user xi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerucut Pengalaman Dale....................................................... 32 Gambar 2.2 Grafik Hubungan Jumlah Molekul dengan Waktu Reaksi...... 46 Gambar 2.3 Grafik Energi Aktivasi pada Reaksi Eksoterm dan Endoterm. 47 Gambar 2.4 Distribusi molekul menurut energinya pada dua suhu yang berbeda T1>T2........................................................................... 49 Gambar 2.5 Grafik Hubungan energi dengan Jalannya Reaksi dengan Katalis....................................................................................... 51 Gambar 2.6 Grafik Hubungan Laju reaksi dengan Konsentrasi untuk ReaksiOrde 1........................................................................... 52 Gambar 2.7 Grafik Hubungan Laju reaksi dengan Konsentrasi untuk Reaksi Orde 2........................................................................ 52 Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Laboratorium Riil........................ 95 Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Laboratorium Virtuil................... 95 commit to user xii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1 Nilai Prestasi Siswa Materi Laju Reaksi SMA Negeri 1 Pulokulon................................................................................ 3 Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian..................................................... 71 Tabel 3.2 Desain Faktorial...................................................................... 73 Tabel 3.3 Kriteria Skor Penilaian Ranah Afektif dan Gaya Belajar........ 80 Tabel 3.4 Ringkasan Hasil Uji Validitas Butir Soal................................. 81 Tabel 3.5 Kriteria Uji Reliabilitas........................................................... 82 Tabel 3.6 Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas............................................. 82 Tabel 3.7 Kriteria Indeks Kesukaran....................................................... 83 Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran.................................. 83 Tabel 3.9 Indeks Daya Pembeda Soal..................................................... 84 Tabel 3.10 Ringkasan Hasil Uji Daya Pembeda Soal................................ 84 Tabel 4.1 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa..... 90 Tabel 4.2 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa............................................................................. Tabel 4.3 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Metode, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa................................. Tabel 4.4 91 91 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Kognitif Kelas Ditinjau dari Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa............................................................................. commit to user xiii 92 perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.5 digilib.uns.ac.id Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media dan Gaya Belajar...................................................................... Tabel 4.6 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media dan Kemampuan Berpikir Kritis.............................................. Tabel 4.7 93 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media, Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa............. Tabel 4.9 93 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa....................... Tabel 4.8 92 94 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif Laboratorium Riil.................................................................... 94 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif Laboratorium Virtuil................................................................ 94 Tabel 4.11 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Afektif Ditinjau dari Penggunaan Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis siswa................................................................. 96 Tabel 4.12 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media Pembelajaran dan Gaya Belajar............................................... 96 Tabel 4.13 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Kritis....................... 96 Tabel 4.14 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa....................... commit to user xiv 97 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Tabel 4.15 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media, 97 Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa............. Tabel 4.16 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah 98 Kognitif.................................................................................... Tabel 4.17 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah 98 Afektif...................................................................................... 99 Tabel 4.18 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas........................................... Tabel 4.19 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa 99 Ranah Kognitif......................................................................... Tabel 4.20 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa Ranah Afektif........................................................................... commit to user xv 99 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Silaboratoriumus................................................................... 121 ............... Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Laboratorium 123 Lampiran 3 Riil........... Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Laboratorium 158 Lampiran 5 Virtuil...... Lampiran 6 Riil.............................................. Lampiran 7 Kunci Lampiran 8 Riil........................... Lembar Kerja Siswa Laboratorium 207 Lampiran 9 Virtuil ......................................... Lampiran 10 Kunci 140 Lembar Lembar Lembar Kerja Kerja Kerja Lampiran 11 Virtuil......................... Siswa Laboratorium 178 184 Siswa Laboratorium 200 209 Siswa Kisi-Kisi Laboratorium 220 Tes Prestasi 221 Lampiran 12 Kognitif............................................. 224 Lampiran 13 Soal Tes Prestasi Kognitif..................................................... 229 Lampiran 14 Kunci Tes Pestasi Kognitif.................................................. 231 Lampiran 15 Kisi-Kisi Angket Penilaian Afektif...................................... 235 Lampiran 16 Instrumen Angket Penilaian Afektif................................... 237 Lampiran 17 Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar............................................. 243 Lampiran 18 Angket Gaya Belajar............................................................ 244 Lampiran 19 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis....... 247 Lampiran 20 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis.......................... 251 commit to user xvi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Lampiran 21 Kunci Tes Kemampuan Berpikir Kritis................................ 254 Lampiran 22 Hasil Uji Coba Tes Prestasi Kognitif............................... 256 Lampiran 23 Hasil Uji Coba Angket Afektif........................................ 257 Lampiran 24 Uji Kesamaan Rata-rata........................................................ 258 Lampiran 25 Data Induk Siswa.................................................................. 261 Lampiran 26 Uji Normalitas Prestasi Kognitif........................................... 262 Lampiran 27 Uji Homogenitas Prestasi Kognitif....................................... 263 Lampiran 28 Uji Statistik Non Parametrik Prestasi Kognitif..................... 266 Lampiran 29 Uji Normalitas Prestasi Afektif............................................. 267 Lampiran 30 Uji Homogenitas Prestasi Afektif......................................... 269 Lampiran 31 Uji Statistik Non Parametrik Prestasi Afektif....................... 270 Deskripsi Media Pembelajaran Riil dan Virtuil................... Gambar Foto Penelitian........................................................ Surat Ijin Penelitian............................................................... Surat Keterangan Penelitian di SMA N 1 Pulokulon............ commit to user xvii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user xviii perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor utama untuk menunjang kemajuan sebuah negara, oleh karenanya dalam Pembukaan UUD 1945 salah satu tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional tersebut, pemerintah menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UndangUndang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan merupakan tangung jawab seluruh bangsa, dan negara berkewajiban menyelengarakan suatu sistem pendidikan yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional dikembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mengacu pada standar nasional pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan juga menghendaki suatu pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu dikembangkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered learning) dengan metode pembelajaran yang inovatif disesuaikan karakter materi commit to user dan karakter peserta didik. Dari hal ini diharapkan guru menerapkan pendekatan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan misalnya 1 perpustakaan.uns.ac.id 2 digilib.uns.ac.id pendekatan keterampilan proses. Pendekatan pembelajaran yang melibatkan keterampilan proses antara lain, contextual teaching learning, problem solving, inquiry, kooperatif, proyek, dan banyak lagi yang masih perlu dikembangkan oleh guru. Gagne cit. Made Wena (2009: 10) “bahwa dalam pembelajaran yang efektif harus dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai macam media pembelajaran”. Bahan ajar akan lebih mudah dipahami siswa jika dalam pembelajaran digunakan media pembelajaran yang tepat. Media pembelajaran yang tepat ini membuat pembelajaran lebih menarik dan meningkatkan minat siswa untuk belajar diharapkan prestasi belajarnya pun meningkat. Meskipun perkembangan teknologi dan informasi makin pesat namun pendekatan pembelajaran yang digunakan masih monoton. Sri Rahayu (2011: 1) “di level persekolahan misalnya, kimia masih diajarkan dengan cara tradisional dicirikan dengan adanya dominasi ceramah serta proses pembelajarannya kurang melibatkan siswa secara aktif”. Pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered learning) masih menjadi ciri utama pembelajaran di sekolah dan jarang sekali mengembangkan keterampilan proses dalam pembentukan konsep. Dalam proses pembelajaran siswa pasif, kurang termotivasi, kemampuan problem solving masih rendah, dan kurang interaksi satu sama lain. Belum maksimalnya penggunaan laboratorium oleh guru karena keterbatasan tenaga laboran dan sarana yang masih sederhana. Kemajuan teknologi membuat guru tidak asing lagi dengan media-media pembelajaran yang modern namun karena merasa menyita waktu maka jarang sekali guru menggunakan media pada saat pembelajaran. Guru cenderung menerapkan pembelajaran yang efisien dari sudut pandang waktu commit to user karena mengejar target pada penilaian tingkat nasional (UN). Hal ini berakibat masih rendahnya prestasi belajar kimia untuk materi laju reaksi dalam tiga tahun 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id terakhir ini. Rata-rata tiap tahun selama tiga tahun terakhir, siswa yang menjawab benar untuk soal-soal yang berkaitan dengan laju reaksi adalah 71,3 % masih di bawah daya serap klasikal minimal yang harus dicapai yaitu 85%. Berikut Tabel hasil belajar kimia untuk materi laju reaksi dalam Ujian Nasional (UN): Tabel 1.1 Nilai Prestasi Siswa Materi Laju Reaksi UN SMA Negeri 1 Pulokulon. Tahun Pelajaran 2007/2008 % Siswa menjawab benar 63,1 2008/2009 76,7 2009/2010 Persentasi siswa menjawab benar tiap tahun 74,1 71,3 Berdasarkan Tabel 1.1, rendahnya nilai UN menunjukkan bahwa perlu perbaikan dalam proses pembelajaran materi laju reaksi. Salah satu perbaikan antara lain dengan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan siswa. Merujuk pada hasil penelitian I Wayan Sadia (2011: 29) bahwa pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan metode paling efektif pada pembelajaran sains disusul model sains teknologi masyarakat (STM), model siklus belajar (LCM), dan model pembelajaran kontekstual (CTL). Problem solving merupakan inti dari pembelajaran berbasis masalah yang melatih siswa memecahkan masalah untuk diterapkan dalam kehidupan. Problem solving dapat digunakan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran yang inovatif karena mampu mengoptimalkan keterampilan proses dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Arends (2008: 42) “pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang mandiri”. Dengan pendekatan problem solving diharapkan commit to user siswa mampu menyelesaikan masalah sehingga dapat menyusun, membentuk pengetahuan yang lebih bermakna, mampu mengembangkan kemandirian, dan perpustakaan.uns.ac.id 4 digilib.uns.ac.id percaya diri. Staton dalam Syaiful Sagala (2010: 12) “seharusnya suatu keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan tingkat perbedaan cara berpikir, merasa, dan berbuat para pelajar sebelum dan sesudah memperoleh pengalaman-pengalaman belajar dalam menghadapi situasi yang serupa”. Siswa yang telah berhasil dalam belajarnya memiliki perubahan pola pikir dan perubahan tingkah laku yang lebih baik. Siswa menjadi lebih matang dan mandiri dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapinya dalam kehidupan. Sesuai dengan standar isi, salah satu tujuan mata pelajaran kimia adalah: peserta didik memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis (BNSP, 2006: 178) Agar tujuan ini tercapai penerapan metode eksperimen atau penggunaan laboratorium riil dirasa tepat karena akan membimbing siswa untuk menerapkan metode ilmiah, yang proses pengambilan kesimpulannya melalui langkah pengolahan dan penafsiran data. Belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang karena adanya pengalaman. Pengalaman siswa dapat terjadi karena interaksi secara langsung dengan lingkungan maupun representatif kondisi lingkungan dalam suatu media tertentu misalnya laboratorium virtuil atau animasi komputer, televisi, dan film. Winkel (2004: 320) menjelaskan bahwa “penggunaan berbagai macam media mengindahkan perbedaan interindividual antar siswa dalam hal gaya belajar, sehingga siswa yang lebih sukar belajar dengan medium yang satu dapat dibantu dengan menggunakan medium yang lain”. Penggunaan media pembelajaran yang beragam sangat penting untuk guru dalam penyampaian bahan ajar sehingga commit to user semua gaya belajar siswa dapat terakomodasi. perpustakaan.uns.ac.id 5 digilib.uns.ac.id Perubahan tingkah laku yang terjadi pada pebelajar kelihatan sederhana namun sebenarnya melibatkan proses pada kognitif seseorang yang sangat kompleks. Dalam melihat, menyerap, mengolah, dan mentransfer informasi menjadi sebuah pengetahuan baru, setiap orang memiliki gaya yang berbeda-beda. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, jika pengajar dapat memvariasikan gaya mengajarnya dengan memperhatikan gaya belajar siswa yang beragam, akan sangat mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Siswa dengan gaya belajar visual, jaringan syaraf otaknya lebih senang mengakses gambar, untuk dilihat maupun diciptakan. Jika gaya belajar auditorial dominan, siswa akan lebih senang mengakses informasi dalam bentuk suara. Untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik lebih mudah belajar dengan melibatkan gerak dan emosinya. Dengan mengetahui karakter tiap gaya belajar tersebut guru dapat memberikan variasi metode pembelajaran yang tepat. Dalam pembelajaran faktor internal dan eksternal siswa sangat berpengaruh, namun saat ini belum banyak diperhatikan oleh para pendidik. Faktor eksternal merupakan kondisi lingkungan siswa baik lingkungan sosial maupun sarana prasarana. Sedangkan faktor internal merupakan aspek pribadi siswa itu sendiri seperti intelegensi, motivasi, kreativitas, gaya belajar, kemampuan verbal, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir analisis yang setiap anak memiliki ciri khas sendiri. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan siswa dalam penalaran yang didasarkan pada logika terhadap suatu kenyataan. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis mampu mengolah informasi, kemudian menganalisisnya, mengevaluasi, menalar dengan logikanya selanjutnya mampu mengkomunikasikan penalarannya dengan baik. Siswa dengan commit to user kemampuan berpikir kritis tinggi bahkan mampu mengoreksi kebenaran penalaran yang telah dikomunikasikan bersebut sesuai dengan logika. Kemampuan berpikir 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kritis merupakan potensi internal siswa yang perlu diperhatikan untuk kesuksesan belajarnya. Kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari tentang gejala alam yang dapat diamati melalui eksperimen, seperti faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi, pergeseran kesetimbangan. Disamping itu materi kimia juga melibatkan perhitungan matematis seperti perhitungan pH, konstanta laju reaksi, konstanta kesetimbangan, kelarutan dan hasil kali kelarutan, namun dalam pembelajaran guru belum menjabarkan konsep-konsep tersebut secara matematis. Materi kimia juga terkait satu sama lain, misalnya dalam mempelajari persamaan laju reaksi siswa dituntut telah menguasai materi persamaan reaksi, Pemahaman materi yang mendukung materi yang sedang diajari merupakan hal yang sangat penting, dan ini belum mendapat perhatian dari guru. Keberhasilan suatu pembelajaran merupakan ketercapaian tujuan pembelajaran itu sendiri, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Sistem evaluasi yang tepat meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor disesuaikan dengan indikator yang ada. Dalam pembelajaran guru cenderung mengevaluasi aspek kognitif saja, sedangkan untuk ranah afektif dan psikomotor guru hanya memberikan nilai tanpa indikator yang jelas. Berdasarkan penjelasan di atas untuk meningkatkan prestasi belajar kimia perlu digunakan metode pembelajaran yang bervariasi sesuai karakteristik materi dan karakteristik siswa. Dalam hal ini peneliti mencoba menerapkan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium (lab) riil dan virtuil ditinjau dari gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. commit to user 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id B. Identifikasi Masalah Dari uraian di atas, berbagai masalah yang mungkin muncul di sini adalah: 1. Apakah problem solving dengan menggunakan lab riil dan virtuil dapat diterapkan untuk semua materi kimia? 2. Bagaimana penggabungan media lab riil pada pembelajaran problem solving? 3. Bagaimana penggunaan media lab virtuil pada pembelajaran problem solving? 4. Media lab virtuil memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lab riil, apakah kedua media tersebut dibandingkan secara ekuivalensi? 5. Apakah pembelajaran problem solving menggunakan lab riil dan virtuil yang digunakan berpengaruh terhadap prestasi belajar aspek kognitif, afektif maupun psikomotor? 6. Apakah pembelajaran problem solving dengan lab riil dan lab virtuil dapat diterapkan untuk semua gaya belajar? 7. Apakah pembelajaran problem solving dengan lab riil dan lab virtuil dapat diterapkan untuk semua kategori kemampuan berpikir kritis? 8. Apakah media lab virtuil mampu menggantikan media lab riil? Dan masih banyak kemungkinan masalah yang belum ditampilkan di sini. C. Pembatasan Masalah Karena berbagai keterbatasan yang ada maka penelitian hanya dibatasi pada: 1. Materi yang digunakan hanya pada materi laju reaksi. 2. Pembelajaran problem solving dengan lab riil adalah pembelajaran yang commit to user dirancang dengan menghadapkan siswa pada masalah untuk diselesaikan, 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dan pada tahap penyelidikan digunakan media laboratorium yang sebenarnya. 3. Pembelajaran problem solving dengan lab virtuil menggunakan praktikum dalam bentuk animasi komputer untuk menyelesaikan masalah pada tahap penyelidikan. 4. Media lab riil dan virtuil dibandingkan hanya pada pengaruhnya terhadap aspek pemahaman konsep. 5. Prestasi belajar yang diukur adalah prestasi belajar dalam aspek kognitif dan afektif. 6. Gaya belajar hanya pada gaya belajar visual dan kinestetik. 7. Kemampuan berpikir kritis dikategorikan menjadi dua, yaitu kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah. 8. Media lab virtuil hanya digunakan pada pembelajaran dengan keterbatasan sarana lab nyata. D. Perumusan Masalah Agar tujuan penelitian menjadi jelas dan terarah perlu ditetapkan terlebih dahulu perumusan masalahnya sebelum penelitian tersebut dilakukan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa? 2. Apakah ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa? 3. Apakah ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? 4. Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving commit to user menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa? 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5. Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? 6. Apakah ada interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? 7. Apakah ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa? E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah yang dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. 2. Pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 3. Pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 4. Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 5. Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 6. Interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. commit to user 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 7. Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. F. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu: 1. Manfaat praktis: a. Memberi masukan kepada guru kimia dalam rangka memilih kegiatan pembelajaran kimia untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. b. Memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses belajar mengajar mata pelajaran kimia khususnya dan mata pelajaran lain pada umumnya. 2. Manfaat Teoritis: a. Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil ditinjau dari gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. b. Sebagai bahan pertimbangan dan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Kajian Teori Pembelajaran Kimia Pembelajaran merupakan proses interaksi aktif antara guru, siswa, dan bahan ajar yang berlangsung secara dinamis. Guru tidak sekedar memberikan informasi tetapi juga berusaha untuk mengembangkan strategi dan metode untuk mengembangkan potensi siswa, meningkatkan motivasi untuk belajar. Yusufhadi (2009: 545) “pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada diri orang lain”. Guru sengaja merancang dan mengendalikan proses pembelajaran hingga tercapai tujuan pembelajaran yaitu terjadinya perubahan pada siswa. Trianto (2010: 17) pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam pembelajaran guru merancang proses interaksi siswa dengan bahan ajar sehingga tujuan yang diharapkan tercapai. Pembelajaran adalah proses yang interaktif antara guru dan siswa, guru memberikan stimulan yang menarik sehingga siswa sebagai pebelajar aktif berinteraksi dengan bahan ajar untuk mencapai tujuan. Gagne cit. Wina Sanjaya (2010: 102) “instruction is a set of event that effect learners in such a way that learning is facilitated.” Pembelajaran adalah serangkaian proses yang mempengaruhi siswa melalui suatu cara yang mempermudahkannya mempelajari sesuatu. Guru sebagai fasilitator sehingga commit to user siswa memperoleh kemudahan dalam belajar, guru dituntut kreatif dalam 11 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 12 pembelajaran hingga dapat mempengaruhi siswa menggunakan cara dan metodenya. Secara garis besar ilmu dibedakan dalam dua golongan yaitu ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Jujun S. Sumantri (2007: 281) “ilmu-ilmu alam mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol. Objek-objek penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahan baik dalam perspektif waktu maupun tempat”. Kajian ilmu alam meliputi dunia fisik yang relatif konstan dalam dimensi ruang dan waktu. Ilmu alam atau sains pada hakikatnya merupakan pengetahuan yang terakumulasi dan tersusun mengenai alam dan gejalanya. Gejala alam yang teramati berupa objek, peristiwa, hubungan, dan sebagainya. Ilmu-ilmu alam dipelajari sejak sekolah dasar, dikenal dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Trianto (2010: 136) “IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya”. Perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi melalui metode ilmiah yang didukung oleh sikap ilmiah. Fakta-fakta yang ada dapat dikatakan sebagai ilmu jika didukung dengan proses pengujian hipotesis, pengolahan, dan penafsiran data dengan cermat. Yusufhadi (2009: 647) “pendidikan sains harus memiliki ketiga unsur yaitu produk, sikap, dan metode”. Produk sains berupa konsep, generalisasi, prinsip, teori, dan hukum yang terakumulasi pada berbagai disiplin sains seperti fisika, kimia, biologi, dan commit to user geologi yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 13 manusia. Sikap dan metode ilmiah merupakan proses sains yang selalu dikembangkan untuk memperoleh produk sains. IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. IPA merupakan proses sekaligus produk yang berkesinambungan hingga dapat diterapkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Sebuah produk akan memicu terbentuknya proses untuk menghasilkan produk yang baru sehingga ilmu memunculkan terobosan baru, selalu mengalami perkembangan dan kemajuan. IPA secara umum meliputi ilmu biologi, fisika, dan kimia. Kimia merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mengkaji mengenai materi dan energi. Sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan mata pelajaran kimia di SMA memiliki tujuan sebagai berikut: (a) membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteratuan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (b) memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (d) memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; (e) meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat; (f) memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan commit to user teknologi. Pembelajaran kimia dapat diartikan sebagai kegiatan guru dalam perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 14 merancang, mengolah bahan ajar berupa materi kimia agar mudah dipahami oleh siswa, sehingga tujuan pembelajaran tercapai, baik tujuan dari aspek kognitif, psikomotor maupun afektifnya. 2. Belajar a. Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses yang berkaitan dengan proses berpikir seseorang yang tidak dapat diamati, namun hasil belajarlah yang dapat diamati. Gagne cit. Ratna Wilis (1989: 11) “belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Indikasi yang dapat diamati dari keberhasilan belajar adalah adanya perubahan perilaku dari pebelajar. Perubahan ini disebabkan oleh interaksi pebelajar dengan lingkungan sekitarnya. Slavin cit. Trianto (2010: 16) belajar secara umum diartikan sebagai : perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya. Sebagai hasil belajar perubahan tingkah laku diperoleh melalui pengalaman bukan bawaan dari lahir. Perkembangan berkaitan dengan pertumbuhan kognitif dan kedewasaan seseorang sedangkan pertumbuhan lebih dekat dengan perkembangan fisik seseorang. Pertumbuhan bukan merupakan hasil belajar namun perkembangan dapat diperoleh seseorang dengan belajar. Belajar merupakan proses yang terjadi dalam diri seseorang yang terlihat sederhana namun melibatkan berbagai aspek. Dimyati (2009: 18) “belajar commit to user merupakan proses internal yang kompleks yang melibatkan seluruh mental yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 15 meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotor”. Belajar tidak hanya melibatkan olah pikir (kemampuan kognitif) saja, namun juga afektif dan psikomotorik. Winkel (2009: 59) “belajar dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap”. Perubahan itu relatif konstan dan berbekas. Jadi belajar merupakan perubahan dalam diri individu yang terjadi karena interaksi dengan lingkungan, perubahan ini meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Kunci dari belajar adalah adanya perubahan karena pengalaman, perubahan menjadi lebih baik. Perubahan ini berupa pengetahuan baru, sikap maupun psikomotor. b. Teori-Teori Belajar Teori belajar selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Berawal dari teori behaviorisme yaitu menganggap siswa sebagai pebelajar yang pasif hingga teori kognitif yaitu siswa sebagai pebelajar aktif yang mengkonstruksikan pengetahuan dalam pemikirannya. Pembelajaran berbasis problem solving berfokus pada materi yang dipikirkan siswa bukan pada sesuatu yang dilakukan siswa. Jadi pembelajaran berbasis masalah didukung oleh teori belajar kognitif, yaitu pengetahuan dibentuk dalam struktur kognitif siswa. Arend (2008: 46) meskipun peran guru dalam pelajaran yang berbasis masalah kadang-kadang juga melibatkan mempresentasikan dan menjelaskan berbagai hal kepada siswa, tetapi lebih sering memfungsikan commit to usersehingga siswa dapat belajar untuk diri sebagai pembimbing dan fasilitator berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri. perpustakaan.uns.ac.id Dalam pembelajaran digilib.uns.ac.id 16 berbasis masalah siswa aktif mengkonstruksikan pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, guru berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran berbasis masalah didukung dengan teori belajar kognitif dan konstruktivis. 1) Teori Belajar Kognitif Menurut teori belajar kognitif belajar bukan sekedar aktivitas fisik tetapi merupakan olah pikir yang melibatkan aspek kognitif siswa. Gestalt-field cit. Ratna Wilis (1989:20) mendefinisikan “belajar sebagai reorganisasi preseptual atau “cognitive fields” untuk memperoleh pemahaman”. Proses penataan ulang konsep-konsep dalam pikiran anak akan menghasilkan suatu pengetahuan baru. Beberapa tokoh teori belajar kognitif antara lain: Jerome Bruner, David Ausubel, Robert M. Gagne. a) Belajar Penemuan oleh Bruner Teori belajar Bruner dikenal sebagai teori belajar penemuan, siswa dibimbing untuk membentuk konsep-konsep dalam belajarnya. Ratna Wilis (1989: 98) pendekatan belajar Bruner didasarkan pada dua asumsi yaitu: (1) perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif; (2) orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya. Proses penemuan konsep melalui interaksi siswa dengan bahan ajar berupa sumber belajar (buku, internet) maupun alat belajar (perangkat alat laboratorium, animasi komputer). Konstruksi pengetahuan dalam struktur kognitif seseorang kelihatannya commit to user berlangsung begitu saja namun dapat dipilah melalui beberapa proses. Bruner perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 17 dalam Ratna Wilis (1989: 101) mengemukakan bahwa “belajar melibatkan proses yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah: (1) memperoleh informasi baru; (2) transformasi informasi; (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan”. Pembentukan pengetahuan melalui pemrosesan informasi hingga siswa mampu menguji ketepatan informasi tersebut. Bruner cit. Ratna Wilis (1989: 102) menyatakan bahwa “hampir semua orang dewasa melalui tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuankemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah cara enaktif, ikonik, dan simbolik”. Enaktif merupakan cara penyajian melalui tindakan dan memberi contoh dalam wujud nyata, ikonik menyajikan dalam bentuk simbol atau gambar, sedangkan simbolik merupakan penyajian dengan kata-kata atau bahasa. Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Belajar penemuan menurut Bruner cit. Ratna Wilis (1989: 103) bahwa siswa “berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Pengetahuan baru akan lebih mudah diperoleh dan diingat siswa dengan usaha memperolehnya melalui keterampilan memecahkan masalah (problem solving). Kebaikan belajar penemuan: (1) pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat; (2) hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya; (3) secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 18 Pembelajaran kimia pada dasarnya berbasis pada penemuan, karena ilmu kimia berupa teori yang terbentuk didasarkan pada gejala-gejala alam yang terjadi. Siswa diajarkan membentuk konsep dalam rangka memecahkan masalah melalui serangkaian kegiatan pembelajaran, baik dengan instrumen laboratorium riil maupun virtuil. b) Belajar Bermakna oleh Ausubel Ausubel cit. Ratna Wilis (1989: 111) “belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”. Belajar dengan cara mengaitkan konsep baru dengan konsep yang sudah dipunyai, siswa akan lebih mudah memahami konsep baru tersebut. Ratna Wilis (1989: 116) “prasyarat dari belajar bermakna adalah: (1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; (2) anak yang akan belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful learning set)”. Materi yang dikembangkan dengan belajar bermakna adalah materi pengembangan yang siswa telah memiliki konsep dasarnya, dan siswa dikondisikan untuk berorientasi belajar bermakna. Kebaikan belajar bermakna yaitu: (1) informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat; (2) informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip; (3) informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obiteratif, meninggalkan efek residual pada commit to user subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 19 terjadi lupa. Dalam pembelajaran kimia dengan strategi problem solving, siswa dituntun untuk mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya, misalnya dalam pokok bahasan laju reaksi untuk menguasai konsep molaritas siswa mengkaitkan dengan konsep mol yang diperoleh sebelumnya. c) Teori Gagne Gagne menyusun sistematika belajar dalam delapan tipe kemudian disempurnakan menjadi lima tipe belajar. Dasar dari sistem pemikirannya adalah hasil belajar yang diperoleh dipandang sebagai kemampuan internal seseorang dan memungkinkan orang itu untuk melakukan sesuatu. Sistematika lima tipe belajar juga meninjau proses belajar yang dilalui orang untuk sampai pada hasil belajar. Delapan tipe belajar menurut Gagne adalah: 1) belajar sinyal; 2) belajar perangsang-reaksi dengan mendapat penguatan/peneguhan; 3) belajar membentuk rangkaian gerak-gerik; 4) belajar asosiasi; 5) belajar diskriminasi; 6) belajar konsep; 7) belajar kaidah; 8) belajar memecahkan masalah/problem solving. Tipe belajar ini disusun menurut hierarki, dari yang sederhana menuju yang kompleks. Dari delapan tipe tersebut tipe belajar yang paling kompleks adalah belajar memecahkan masalah (problem solving) hasil belajarnya berupa penggabungan beberapa kaidah menjadi prinsip pemecahan. Kaidah lebih tinggi diperoleh dari hasil berpikir seseorang ketika menghadapi suatu masalah untuk dipecahkan. Dalam lima tipe belajar belajar dibidang kognitif meliputi: informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, sensorik-motorik, dan sikap (attitude). Gagne cit. Winkel (2009: 111) “informasi verbal ialah commit to user pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 20 bahasa, lisan, dan tertulis”. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat diketahui dari informasi verbal. Jadi orang yang berpengetahuan adalah orang yang dapat mengkomunikasikan sesuatu yang diketahuinya kepada orang lain. Kunci dari berkembangnya pengetahuan adalah alat komunikasi dan kemampuan untuk berkomunikasi. Seorang guru dalam proses pembelajaran dituntut untuk dapat berkomunikasi baik dengan siswanya agar proses transformasi pengetahuan tidak terhenti. Komunikasi guru dengan siswa dapat dengan tatap muka secara langsung ataupun dengan media elektronik. Kemahiran intelektual adalah kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representatif, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, gambar). Pembelajaran kimia di sekolah biasanya melalui pendekatan konsep dan praktek di laboratorium. Ketika praktek siswa harus ke laboratorium untuk mengembangkan keterampilan proses sainsnya, namun dalam kondisi tertentu siswa tidak harus ke laboratorium secara langsung, guru dapat memberikan gambaran alat-alat dan bahan-bahan praktikum dalam bentuk animasi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat belajar melalui representatif visual dari situasi laboratorium. Pengaturan kegiatan kognitif mencakup penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki terutama bila sedang mengahadapi suatu masalah. Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan aktivitas mentalnya sendiri dibidang kognitif akan lebih mudah dalam mengahadapi masalah dari pada yang tidak memiliki kemampuan tersebut. Belajar dibidang sensorik-motorik berupa keterampilan motorik, orang yang memiliki suatu keterampilan motorik mampu melakukan suatu rangkaian commit to user gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 21 gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampilan motorik memiliki ciri khas yaitu otomatisme, rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur, berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang hal yang dilakukan dan urutan gerak-gerik tertentu. Misalnya seorang siswa yang sudah menguasai keterampilan menggunakan alat, saat praktikum titrasi asam basa dapat langsung berfokus pada proses titrasi tidak terkuras konsentrasinya pada cara pemasangan buret, cara pembacaan volume ataupun pemakaian indikator yang tepat. Sikap (attitude) merupakan hasil belajar dinamik-afektif, sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil tindakan, lebihlebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki sikap, mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa kemungkinan. Dalam pembelajaran kimia dikembangkan sikap ilmiah, jujur, disiplin, terbuka, dan tanggung jawab. Sikap tersebut dianggap penting untuk mengembangkan karakter bangsa. 2) Teori Belajar Konstruktivis Dasar teori belajar konstruktivis adalah bahwa pengetahuan merupakan hasil bentukan atau konstruksi manusia. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja namun harus dibentuk dalam pikiran manusia. Bettencourt cit. Paul Suparno (1997: 11) “orang yang belajar itu tidak hanya meniru atau mencerminkan apa yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian”. Konsep dibentuk siswa secara aktif melalui kegiatan pembelajaran tidak didapat secara pasif dari guru. Proses pembentukan konsep berlangsung secara terus-menerus. Piaget cit. commit to user Paul Suparno (1997: 18) menyatakan bahwa “proses pembentukan pengetahuan berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 22 suatu pemahaman baru”. Pemahaman baru diperoleh melalui perubahan konsep sehingga proses pembentukan berjalan berkesinambungan. Gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan menurut Von Glasersfeld dan Kitchener cit. Paul Suparno (1997: 21) meliputi: (1) pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek; (2) subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan; (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Pengetahuan dibentuk oleh seseorang melalui proses belajarnya dalam struktur konsepsinya. Pengetahuan baru ini, terbentuk jika seseorang dengan struktur konsepsi menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Konstruktivisme psikologis bercabang dua: (1) yang lebih personal, individual dan subjektif seperti Piaget; (2) yang lebih sosial seperti Vygotsky (socioculturalism). Piaget menekankan aktivitas individual dalam pembentukan pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya proses sosial dan kebersamaan dalam membentuk pengetahuan. a) Teori Piaget Jean Piaget merupakan psikolog konstruktivis yang menyoroti tentang proses terbentuknya pengetahuan pada anak. Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibangun pada intelektual anak. Perkembangan intelektual pada anak meliputi 3 aspek yaitu: (1) struktur: struktur disebut juga skemata yaitu sistemsistem yang teratur dan berhubungan. Struktur dibentuk dari operasi-operasi, dan operasi dibentuk dari tindakan fisik maupun tidakan mental; (2) isi : pola perilaku commit to user anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikan terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya; (3) fungsi: cara yang digunakan anak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 23 untuk membuat kemajuan intelektualnya meliputi fungsi organisasi dan adaptasi. Organisasi merupakan kemampuan mensistematik proses-proses fisik maupun proses psikologis menjadi struktur. Sedangkan fungsi adaptasi meliputi asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan suatu proses menggunakan struktur/kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang dihadapinya. Akomodasi merupakan proses modifikasi kemampuan yang sudah ada untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya. Urutan taraf perkembangan intelektual dilalui oleh setiap individu selalu sama, meskipun dengan kecepatan yang berbeda. Piaget membedakan empat taraf perkembangan kognitif seseorang: (1) taraf sensori-motor: anak mengatur alamnya dengan indera-indera (sensori) dan tindakan-tindakan (motor); (2) praoperasional: mulai berkembangnya penalaran pra-logika yaitu penalaran transduktif penalaran dari hal khusus ke hal khusus tanpa menyentuh pada hal umum; (3) taraf operasional konkret: permulaan berpikir rasional, anak memiliki operasi yang logis yang dapat diterapkan pada masalah konkret; (4) taraf operasional formal: berkembangnya pemikiran abstrak dan penalaran logis untuk menyelesaikan macam-macam persoalan. Faktor yang mempengaruhi perubahan dari satu tahap ke tahap perkembangan intelektual berikutnya dinamakan faktor transisi. Piaget mengemukakan ada 5 faktor yang mempengaruhi transisi ini, yaitu: kedewasaan (maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logikamatematik (logico mathematical experience), transmisi sosial (social transmission), dan proses keseimbangan (equilibration) atau pengaturan-sendiri commit to user (self-regulation). Kedewasaan merupakan kesiapan anak untuk maju dalam aspek perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 24 perkembangan intelektual, meskipun merupakan hal yang penting dalam belajar namun peranan guru juga menentukan. Pengalaman fisik dalam belajar termasuk eksperimen laboratorium membentuk abstraksi empiris atau abstraksi sederhana dalam struktur kognitif anak. Pengalaman-pengalaman fisik dan pengalaman lain akan mengkonstruksi hubungan antar objek-objek membentuk logika matematik. Selain interaksi anak terhadap benda interaksi anak terhadap lingkungan sosial juga menentukan perkembangan intelektualnya. Hal ini dikenal dengan transmisi sosial termasuk pengaruh bahasa, instruksi formal, membaca interaksi dengan teman, orang dewasa termasuk gurunya. Piaget cit. Paul Suparno (1997: 35) “belajar adalah proses perubahan konsep”. Konsep baru dibangun pembelajar melalui asimilasi dan akomodasi skema siswa. Dalam pembelajaran kimia, konsep pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi ditinjau dari teori tumbukan menunjukkan adanya proses asimilasi. Siswa telah memiliki konsep bahwa semakin tinggi konsentrasi berarti semakin besar jumlah partikel, sehingga semakin besar pula kemungkinan untuk terjadi tumbukan. Pembelajaran kimia berbasis problem solving dalam penelitian ini melibatkan pula proses akomodasi yaitu mengaitkan penerapan faktor luas permukaan terhadap laju reaksi dengan kehidupan sehari-hari kecepatan reaksi pada penggunaan obat dalam bentuk puyer dan tablet. b) Teori Belajar Vygotsky Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa lepas dari lingkungannya. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu memerlukan orang lain, karena itu manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya mulai lahir hingga mati. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 25 Proses interaksi ini menghasilkan proses pembelajaran baik dengan sengaja muaupun tidak disengaja. Belajar menurut Vygotsky tidak berbeda dengan Piaget bahwa siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam pikirannya, namun Vygotsky lebih menekankan pada pembentukan pengetahuan ini dalam lingkungan sosial kultural siswa. Vygotsky cit. Slavin (2005 : 37) “menggambarkan pengaruh kegiatan kolaboratif pada pembelajaran sebagai berikut: fungsi-fungsi pertama kali terbentuk secara kolektif di dalam bentuk hubungan diantara anak-anak dan kemudian menjadi fungsi-fungsi mental bagi masing-masing individu”. Pengetahuan dikonstruksi dalam kelompok kemudian memunculkan pengetahuan dalam diri masing-masing anggota kelompok. Penelitian membuktikan bahwa pemikiran muncul dari argumen. Pembentukan pengetahuan dalam kelompok siswa lebih mudah terbentuk, kemudian karena interaksi dalam kelompok tersebut menstimulus pendapat masing-masing individu terkonstruksi sebagai pengetahuan individual. Dalam proses belajar anak mempunyai kemampuan berbeda dalam menangkap pengertian ilmiah. Vygotsky menggunakan istilah “zo-ped” yaitu zone of proximal development adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umunya muncul dalam percakapan atau kerja. Dalam pembelajaran problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil siswa dikelompokkan dalam 4-5 orang. Dalam berkelompok interaksi antara siswa sudah tentu terjadi, hal ini akan mentimulus terkonstruksinya pengetahuan melalui commit to user diskusi, adu argumen sehingga pengetahuan baru secara individual terbentuk. perpustakaan.uns.ac.id 3. digilib.uns.ac.id 26 Strategi Pembelajaran Problem solving Agar pembelajaran diperoleh hasil yang optimal diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Kemp cit. Wina Sanjaya (2010: 126) menjelaskan bahwa “strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efesien”. Kegiatan pembelajaran dirancang oleh guru, disesuaikan dengan karakteristik materi maupun karakteristik siswa, dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Untuk merealisasikan strategi pembelajaran di kelas, digunakan metode pembelajaran. Wina Sanjaya (2010: 147) “metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”. Metode pembelajaran meliputi sintak-sintak pembelajaran yang dilakukan. Dewey cit. Arend (2008: 46) mendeskripsikan “pandangan tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah kehidupan nyata”. Sekolah sebagai miniatur kehidupan nyata sehingga pembelajaran yang dilakukan pun berorientasi pada masalah dan membantu siswa dalam penyelidikan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan intelektual. Strategi pembelajaran problem solving mengaktifkan siswa untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya, guru sebagai pembimbing dan fasilitator. Norwood (1995: 231) “Problem solving is difined as a process by which an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to commit to user satisfy the demands of an unfamiliar situation. The student must synthesize what perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 27 she or he has learned and apply it to new and different situations.” Problem solving didefinisikan sebagai sebuah proses individu dalam menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang diperoleh sebelumnya untuk memuaskan permintaan dari sebuah situasi yang aneh/tidak biasa. Siswa harus mensintesis yang telah dipelajarinya kemudian menerapkannya pada situasi yang baru dan berbeda. Strategi pembelajaran problem solving didasarkan pada penyajian masalah yang bermakna bagi siswa sebagai suatu tantangan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut. Arend (2008: 41) “peranan guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan dialog”. Guru memberikan umpan kepada siswa berupa masalah dan kerangka pemikiran untuk pemecahan masalah, namun siswa tetap dituntut aktif untuk mengeksplorasi pengetahuan yang mendukung pemecahan masalah-masalah tersebut. Guru juga memfasilitasi proses diskusi yang mungkin terjadi selama proses pemecahan masalah maupun presentasi hasil penyelidikan. Jadi strategi pembelajaran problem solving merupakan suatu pembelajaran yang dirancang dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah untuk diselesaikan melalui tahapan-tahapan tertentu. Dalam proses pembelajaran guru menempatkan diri sebagai fasilitator. Arend (2008: 42) “pembelajaran berbasis masalah meliputi berberapa hal yaitu: (a) pertanyaan atau masalah perangsang; (b) fokus interdisipliner; (c) investigasi autentik; (d) produksi artefak dan exibit; (e) kolaborasi”. Pembelajaran problem solving mengorganisasikan pembelajaran diseputar pertanyaan dan commit to user masalah yang penting secara sosial dan bermakna bagi siswa. Masalah tersebut perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 28 difokuskan pada hal tertentu yang menuntut siswa menggali lebih banyak untuk pemecahannya. Siswa diupayakan untuk menganalisis dan menetapkan masalah kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi pemecahan masalahnya. Dalam upaya membuktikan hipotesisnya siswa mengeksplorasi untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen. Dari hasil eksperimen tersebut siswa membuat inferensi dan menarik kesimpulan. Pembelajaran problem solving menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah siswa pelajari. Pembelajaran problem solving ditandai dengan siswa yang bekerja sama dalam kelompoknya untuk meningkatkan proses penyelidikan dan mengembangkan berbagai keterampilan sosial. Arend (2008: 43) pembelajaran berbasis masalah dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualya, mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, dan menjadi pelajar yang mandiri dan otonom. Pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keterampilan dan proses berpikir tingkat tinggi dapat terlihat dengan muncul banyak solusi dari satu masalah. Diharapkan pula siswa mampu bertahan dalam kehidupan nyata dengan mempelajari peran-peran orang dewasa dalam penyelesaian masalah sehingga siswa terlatih untuk menjadi pebelajar yang mandiri. Beringer (2007: 445) “In PBL, the problem solving process is central and involves the following steps: (1) observation or information gathering; (2) questions, ideas, and hypothesis formulation; (3) learning issues/inquiry strategy; (4) action plan; (5) reflection”. Dalam pembelajaran berbasis masalah, problem commitbeberapa to user langkah yaitu: (1) pengamatan solving sebagai proses utama meliputi atau pengumpulan informasi; (2) pertanyaan, ide, dan pembentukan hipotesis; (3) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 29 merancang pembelajaran inquiry; (4) melaksanakan rencana; (5) mengevaluasi proses tersebut. Tahapan-tahapan tersebut diawali dengan penyajian beberapa masalah oleh guru yang akan dipilih siswa. Tahap pertama adalah pengamatan dan pengumpulan informasi dari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah tersebut. Tahapan selanjutnya siswa berdiskusi dalam kelompoknya, saling bertanya, mengemukakan ide, gagasan untuk merumuskan hipotesis sebagai jawaban sementara dari masalah yang dipilihnya. Dalam tahapan berikutnya siswa berdiskusi untuk merancang proses eksperimen untuk membuktikan hipotesisnya. Pada tahap ke empat merupakan tahap penyelidikan, siswa melakukan proses eksperimen yang telah dirancang. Proses terakhir adalah evaluasi terhadap semua proses yang telah dilalui dan hasil yang diperoleh sehingga dapat mengambil kesimpulan dengan tepat. Tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran problem solving adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analisis, sistematis, dan logis untuk memenuhi alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah. Trianto (2010: 100) menjelaskan bahwa “puncak proyek-proyek pengajaran berdasarkan pemecahan masalah adalah penciptaan dan peragaan atrefak seperti laporan, poster, modelmodel fisik, dan video tape”. Pada tahap penyelidikan mandiri guru dapat membantu siswa dengan media yang tersedia. Dalam penelitian ini tahapan penyelidikan digunakan laboratorium riil dan laboratorium virtuil. Pembelajaran problem solving meliputi beberapa tahapan pembelajaran yakni: 1) memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa; 2) commit to user memandu siswa untuk membuat hipotesis; 3) membantu investigasi mandiri dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 30 kelompok; 4) siswa mempresentasikan hasil penyelidikan; 5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pembelajaran problem solving adalah upaya siswa untuk menyelesaikan masalah melalui metode ilmiah sehingga diperoleh pengetahuan yang baru. Kelebihan dari pembelajaran berbasis problem solving atara lain: (a) menyenangkan; (b) mengikutsertakan penalaran sebelumnya; (c) memajukan refleksi pada siswa tentang belajar mandiri; (c) siswa tidak harus menghafalkan; (d) lebih disuka siswa, karena melibatkan siswa dalam belajar aktif; (e) lebih memacu, menantang, dan memuaskan; (f) siswa tidak perlu belajar terlalu banyak/menjejalkan materi dalam ujian; (g) siswa memiliki otonomi lebih dan inovasi; (i) siswa menunjukkan pengabungan yang lebih baik pada konsep dasar; (j) mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran problem solving tidak sekedar memacu siswa menemukan pemecahan masalah tetapi juga mengembangkan pola pikir tingkat tinggi. Disamping itu pembelajaran problem solving juga memiliki kelemahan yaitu: (a) jika siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba; (b) keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan; (c) tanpa pemahaman keuntungan yang diperoleh jika siswa berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar sesuatu yang siswa ingin pelajari. Dengan mempertimbangkan kelebihan dan kelemahannya, strategi problem solving dapat diterapkan sesuai dengan karakter materi dan karakter siswa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 4. digilib.uns.ac.id 31 Media Pembelajaran Komunikasi antara guru dengan siswa merupakan inti dari proses pembelajaran, agar penyampaian komunikasi berlangsung efektif digunakan media pembelajaran. Martin dan Briggs cit. Made Wena (2009: 9) “media adalah semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa”. Media dapat diartikan sebagai alat yang dapat memudahkan guru dalam menyampaikan bahan ajar, sehingga mudah dipahami siswa. The Association for Educational Communication and Tecnologi (AECT, 1997) mendefinisikan media dalam lingkup pendidikan sebagai segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Media adalah benda yang dapat mempermudah komunikasi sehingga informasi dapat diterima dengan baik. Gagne cit. Rayandra (2011: 7) mendefinisikan bahwa “media adalah berbagai komponen pada lingkungan belajar yang membantu pembelajar untuk belajar”. Lingkungan belajar memiliki cakupan luas, sehingga media pembelajaran dapat diartikan sebagai semua sumber yang digunakan untuk melakukan komunikasi dalam pembelajaran meliputi perangkat keras seperti chart, poster, komputer, LCD proyektor, televisi, dan perangkat lunak yang digunakan untuk pengoperasian perangkat keras tersebut. Yusufhadi (2009: 458) “media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehigga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan terkendali”. Jadi media adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan bahan ajar dan dapat memunculkan motivasi siswa agar proses commit to user belajar berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 32 Media pendidikan diklasifikasikan ke dalam lima kelompok, yaitu: (1) media berbasis manusia (pengajar, instruktur, tutor, bermain peran, kegiatan kelompok, field trip); (2) media berbasis cetak (buku, buku latihan/workbook) dan modul; (3) media berbasis visual (buku, bagan, grafik, peta, gambar, transparansi, slide); (4) media berbasia audio visual (video, film, program, slide tape, dan televisi); (5) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer, interaktif video, hypertext). Klasifikasi media didasarkan pada penggunaan teknologi, dari non elektronik hingga media elektronik yang interaktif. Berdasarkan penggunaan media dalam proses pembelajaran Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman menurut tingkat yang paling konkret ke yang paling abstrak. Tingkat pengalaman ini berdasarkan seberapa banyak penggunaan indra yang terlibat dalam memperoleh informasi menggunakan media. Pengalaman abstrak (simbolik): Lambang verbal Sajian untuk siswa yang bentuknya bahasa dan simbol. Tahap ini siswa sudah mampu memanipulasi simbol-simbol dan hanya sedikit sekali mengandalkan gambaran objek-objek konkret Lambang Visual Radio, Rekaman, Gambar diam Film Pameran, Karyawisata Demonstrasi Pengalaman Buatan Pengalaman piktorial (Ikonik): Sajian untuk siswa yang bentuknya persepsi statik. Tahap ini siswa sudah melibatkan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek, siswa tidak memanipulasi objek secara langsung. Pengalaman Konkret (Enaktif): Sajian untuk siswa yang bentuknya gerak, pada tahap ini siswa dalam belajarnya, memanipulasi materi secara langsung Pengalaman langsung commit to user Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 33 Berdasarkan Kerucut Pengalaman Dale, penggunaan media lab riil merupakan pengalaman belajar konkret (enactive experience) yang secara langsung dialami siswa dan terletak di bagian bawah kerucut. Hal ini berarti siswa memperoleh manfaat dan pengalaman belajar yang paling banyak dengan cara mengalami dan terlibat secara nyata dalam proses pembentukan konsep. Belajar melalui media yang bersifat abstrak (symbolic experience) pada Kerucut Pengalaman Dale menempati posisi paling atas termasuk di dalamnya adalah penggunaan lab virtual. Siswa dikatakan berkualitas dalam belajarnya jika telah mampu memaknai simbol-simbol abstrak . Made Wena (2009: 9) “dalam proses pembelajaran, media yang digunakan guru harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga mampu merangsang dan menumbuhkan minat siswa dalam belajar”. Pemilihan media pembelajaran harus disesuaikan dengan materi maupun tujuan yang ingin dicapai dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa. Media pembelajaran sebagai bagian dari teknologi pembelajaran memiliki enam manfaat potensial dalam memecahkan masalah pembelajaran, (a) meningkatkan produktifitas pendidikan, yaitu mempercepat laju belajar peserta didik, membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik; (b) memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual; (c) memberikan dasar lebih ilmiah pada pembelajaran; (d) pembelajaran menjadi lebih mantap dengan jalan meningkatkan kapabilitas manusia menyerap informasi dengan melalui berbagai media komunikasi, sehingga informasi dan data yang diterima lebih banyak, lebih lengkap, dan lebih akurat; (e) proses pendidikan commit to user menjadi lebih langsung, media mengatasi jurang pemisah antara pebelajar dan sumber belajar; (f) akses pendidikan menjadi lebih sama, media tidak hanya untuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 34 kepentingan terbatas jumlahnya tetapi lebih diarahkan pada jumlah pebelajar yang lebih banyak. Dengan penggunaan media akan mengurangi miskonsepsi antara guru dan siswa, proses komunikasi pun berlangsung lebih cepat. Karena pada dasarnya siswa SMA cendrung mudah mengakses dan menguasai teknologi dengan adanya media pembelajaran akan meningkatkan motivasi siswa dalam mengeksplorasi sumber belajarnya. 5. Lab Riil Laboratorium riil merupakan laboratorium sebenarnya/nyata yang merupakan sebuah tempat yang dengan alat eksperimen. Pembelajaran pelatihan laboratorium memiliki dua prinsip utama yaitu: (a) kerja kelompok, kegiatan ekperimen laboratorium harus dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok; (b) menekankan pengembangan empat area kepribadian, yaitu: intra personal, interpersonal, dinamisasi kelompok, dan pengarahan diri (self direction). Joice dan Weil cit. Made Wena (2009: 132) “pembelajaran latihan laboratorium memiliki empat prosedur yaitu: pengelompokan, penyajian teori, latihan, dan latihan pada masalah nyata”. Siswa berkelompok kemudian menggali informasi untuk merumuskan hipotesis yang akan dibuktikan dengan eksperimen. Laboratorium adalah media yang penting dalam pembelajaran menurut Tuysuz (2010: 38): Laboratories are important components of education to make students to gain experience. Especially when thinking that chemistry is totally an applied branch of science, the importance of laboratory applications in instruction is clearly understood. In the chemistry laboratory students become active in their learning by seeing, observing, and doing. Laboratorium merupakan komponen yang penting dalam pendidikan untuk membuat siswa memperoleh pengetahuan. Terutama ketika berpikir bahwa kimia commit to user merupakan sebuah cabang terapan dari ilmu pengetahuan, jelas dipahami bahwa perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 35 penerapan laboratorium dalam pembelajaran adalah penting. Dalam laboratorium kimia siswa menjadi aktif dalam belajarnya dengan melihat, mengamati, dan melakukan. Pembelajaran kimia akan lebih baik dilakukan dengan eksperimen laboratorium sehingga pengetahuan diperoleh dapat diingat dalam memori jangka panjang. Bruner cit. Ratna Willis (1989: 103) menyatakan bahwa “belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik”. Pengetahuan yang paling baik dapat diperoleh manusia dengan pencarian dan menemukan konsep secara aktif. Meskipun laboratorium merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran namun memiliki beberapa keterbatasan antara lain: (1) untuk perencanaan dan aplikasi banyak menyita waktu; (2) alat dan bahan mahal; (3) resiko pecahnya alat; (4) bahayanya bahan kimia. Pembelajaran berbasis problem solving dengan lab riil meliputi sintaksintak sebagai berikut: (a) siswa dikelompokkan dan dihadapkan pada masalah; (b) siswa diharapkan menggali informasi dari literatur yang ada, siswa berdiskusi, dan merumuskan hipotesisnya; (c) siswa melakukan proses investigasi untuk membuktikan hipotesisnya, siswa dihadapkan pada serangkaian alat laboratorium sebenarnya/riil. Dengan melakukan eksperimen diharapkan siswa mampu membuktikan hipotesisnya; (d) siswa mempresentasikan hasil penemuan dan pemecahan masalahnya; (e) siswa menganalisis data yang diperoleh dari eksperimen tersebut untuk merumuskan sebuah kesimpulan. Dalam hal ini guru dan siswa juga mengevaluasi proses yang telah dilampaui selama merumuskan commit to user kesimpulan tersebut. perpustakaan.uns.ac.id 6. digilib.uns.ac.id 36 Lab Virtuil Laboratorium virtuil merupakan salah satu bentuk dari aplikasi komputer, sebagai media gambar bergerak representatif keadaan laboratorium riil. Hick dan Hyde cit. Made Wena (2009: 203) ”pembelajaran berbasis komputer, siswa akan berinteraksi dan berhadapan secara langsung dengan komputer secara individual sehingga apa yang dialami oleh seorang siswa akan berbeda dengan apa yang dialami oleh siswa lain”. Interaksi siswa secara langsung inilah yang membuat lebih menarik dan menumbuhkan minat belajar siswa. Model penyampaian materi pembelajaran berbasis komputer antara lain: (a) latihan dan praktik: siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah untuk dipecahkan kemudian komputer akan memberi respon atas jawaban yang diberikan siswa; (b) tutorial: rancangan pembelajaran yang kompleks yang berisi materi pembelajaran, latihan yang disertai umpan balik; (c) simulasi: pembelajaran dengan sistem simulasi dengan materi yang dibahas. Made Wena (2009: 204) “gambar-gambar multimedia melalui komputer akan berusaha secermat dan senyata mungkin melukiskan konsep/prinsip dalam suatu pembelajaran yang bersifat abstrak dan kompleks menjadi sesuatu yang nyata, sederhana sistematis, dan sejelas mungkin”. Dalam laju reaksi misalnya, proses reaksi menurut teori tumbukan tidak bisa diamati dengan mata pada waktu eksperimen karena terjadi secara molekuler, dengan adanya animasi teori tumbukan ini dapat digambarkan secara nyata. Laboratorium virtuil merupakan representatif keadaan laboratorium sebenarnya (riil) dalam bentuk animasi. Dalam media virtuil ini alat yang commit to user digunakan adalah seperangkat komputer lengkap dengan program aplikasi media perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 37 flash yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen. Aplikasi media flash berisi animasi alat dan bahan yang didesain secara interaktif untuk eksperimen. Siswa selanjutnya hanya menjalankan eksperimen sesuai dengan kegiatan pada lembar kerja siswa. Rayndra (2008: 23) menyatakan bahwa “kegiatan praktikum (misalnya kimia, fisika, biologi) sudah dapat digantikan melalui virtuil laboratory (laboratorium maya)”. Laboratorium virtuil menggambarkan keadaan senyata mungkin sehingga siswa seperti melakukan praktikum dalam laboratorium, kondisi peralatan, dan bahan dibuat semirip mungkin. Laboratorim virtuil memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah lebih praktis, dapat diulang-ulang dengan mudah, efisien, meningkatkan motivasi siswa dalam belajar, kendali berada pada siswa sehingga kecepatan belajar dapat disesuaikan dengan tingkat kemampuan, dan relatif tidak menimbulkan resiko bahan kimia yang berbahaya dibandingkan laboratorium konvensional. Namun dengan pembelajaran menggunakan media lab virtuil siswa tidak mendapatkan pengalaman dan keterampilan teknis seperti di lab riil, siswa hanya memperoleh keterampilan penggunaan komputer. Sintak pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil meliputi: (a) siswa dihadapkan pada permasalahan dalam bentuk animasi yang dilengkapi dengan lembar kerja siswa; (b) siswa dituntut untuk menggali informasi dari sumber belajarnya, dalam kelompok kecil tersebut siswa berdiskusi untuk merumuskan hipotesisnya; (c) siswa membuktikan hipotesisnya dengan lab virtuil/animasi; (d) siswa mempresentasikan hasil penemuan dan pemecahan masalahnya; (e) siswa menarik kesimpulan dan mengevaluasi proses yang telah commit to user dilakukannya. perpustakaan.uns.ac.id 7. digilib.uns.ac.id 38 Gaya Belajar Dalam menghadapi informasi siswa melihat, mengolah, menyerap, dan mentansfer informasi tersebut dengan cara yang berbeda-beda. De Porter (2007: 68) menjelaskan bahwa “gerakan mata selama belajar dan berpikir terikat pada modalitas visual, auditorial, dan kinestetik”. Gaya belajar adalah ciri khas seseorang dalam memperoleh informasi sehingga diperoleh pengetahuan yang baru. Gaya belajar seseorang dapat dilihat dari gerakan yang dilakukannya selama proses memperoleh informasi tersebut. Setiap pebelajar merupakan pribadi yang unik dengan kekhasan masingmasing. De Porter (2007: 68) menyatakan bahwa “meskipun kebanyakan orang memiliki askses ketiga modalitas visual, auditorial, dan kinestetik hampir semua orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi”. Siswa yang dapat mengenali gaya belajarnya dengan tepat akan mudah dalam memperoleh informasi. a. Visual Modalitas ini mengakses citra visual, yang diciptakan maupun diingat. Dalam modalitas ini yang menonjol adalah warna, hubungan ruang, potret mental, dan gambar. Seseorang yang memiliki gaya belajar visual dominan bercirikan: (1) teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan; (2) mengingat dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan; (3) membutuhkan gambaran, tujuan menyeluruh, menangkap detail, dan mengingat apa yang dilihat. Siswa dengan gaya belajar visual cenderung mudah mengolah bahan ajar dengan cara membuat peta konsep, mengubah informasi dalam bentuk gambar, diagram commit to user maupun grafik. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 39 Siswa dengan gaya belajar visual akan memperhatikan yang dilihatnya dengan cermat. Dalam menyajikan materi hendaklah guru berdiri dengan tenang dan geraknya dibatasi pada segmen-segmen tertentu. Metode yang tepat untuk keberhasilan siswa dengan gaya belajar visual dominan adalah dengan menggunakan media visual, seperti peta konsep, modul, gambar, film, diagram, televisi maupun animasi. b. Auditorial Modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata diciptakan maupun diingat. Yang menonjol dari gaya belajar ini adalah musik, nada, irama, dialog internal, dan suara. Seseorang yang sangat auditorial dapat dicirikan sebagai berikut: (1) perhatian mudah pecah; (2) berbicara dengan pola berirama; (3) belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/bersuara saat membaca; (4) berdialog secara internal dan eksternal. Dalam belajar siswa dengan gaya belajar auditorial lebih tertarik pada suara guru daripada penampilannya, sehingga diperlukan variasi suara dan penekanan pada poin-poin tertentu agar perhatian terfokus pada guru. Untuk memfasilitasi siswa dengan gaya belajar auditorial mencapai keberhasilan belajarnya, guru menyajikan bahan ajar dalam bentuk suara seperti tape, dan juga membuat jembatan keledai untuk konsep kunci. c. Kinestetik Modalitas ini mengakses segala jenis gerak dan emosi, diciptakan maupun diingat. Yang menonjol dari gaya belajar ini adalah gerakan, koordinasi, irama, tanggapan emosional, dan kenyamanan fisik. De Porter (2009: 85) seseorang yang commit to user sangat kinestetik sering: (1) menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 40 bergerak; (2) belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca, menganggapi secara fisik; (3) mengingat sambil berjalan dan melihat. Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan lebih mudah memperoleh informasi dengan olah tubuh siswa. Metode pembelajaran yang tepat untuk siswa dengan gaya belajar kinestetik adalah dengan metode simulasi, eksperimen yang membuat siswa mengalami proses pembentukan konsep-konsep. 8. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu faktor internal siswa yang perlu mendapat perhatian khusus, karena anak dengan kemampuan berpikir kritis tinggi cenderung aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Berpikir kritis merupakan bagian dari alur berpikir ilmiah yaitu kemampuan berpikir yang didasarkan pada logika, kejelasan, dan relevansi. John Dewey cit. Fisher (2009: 2) berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yaitu “pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulankesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya”. Berpikir kritis merupakan proses aktif siswa mengenai sebuah pengetahuan yang bisa diterima. Ennis (1995: 396) mendefinisikan berpikir kritis sebagai “reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do”. Berpikir kritis dapat diartikan sebagai pemikiran reflektif yang difokuskan pada cara seseorang untuk menentukan yang harus dipercaya atau dilakukannya. Dalam meyakini sebuah pengetahuan tidak commit to user serta-merta atau begitu saja tetapi melalui proses, melaui jeda dan berpikir untuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 41 mempertimbangkan kebenaran alasannya. Jadi berpikir kritis merupakan proses berpikir aktif, logis, reflektif, terus-menerus mempertimbangkan segala sesuatu yang harus dipercaya hingga yang harus dilakukan oleh seseorang. Kriteria dan penilaian berpikir kritis oleh pembelajaran Delphi meliputi enam kemampuan, yaitu: (a) interprestasi: yaitu kemampuan untuk memahami informasi; (b) analisis: yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi argumen utama yang disajikan; (c) evaluasi: yaitu kemampuan untuk memutuskan jika sebuah argumen itu dapat dipercaya dan valid berdasarkan logika dan bukti yang ada; (d) inference: kemampuan untuk menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukan berdasarkan logika yang kuat, dan untuk memahami konsekuensi dari keputusan yang diambilnya; (e) explanation: kemampuan untuk mengkomunikasikan proses penalaran pada yang lain; (f) self-regulation (pengaturan diri): kemampuan untuk mengkoreksi pemikiran sendiri dan membenarkan kesalahan dalam logika. Enam elemen dasar dari berpikir kritis dalam Ennis (1995: 4) “six basic elemens: focus, reason, inference, situation, clarity, and overview”. Focus: menemukan pikiran utama dalam argumen, pertanyaan maupun masalah. Reasons: mengetahuai kebenaran alasan yang digunakan untuk mendukung kesimpulan atau argumen sebelum menerima kesimpulan atau argumen tersebut. Inference: langkah berpikir dari sebuah alasan menuju kesimpulan. Situation: situasi luas yang mempengaruhi ketika seseorang berpikir pada sesuatu yang harus dipercaya dan diputuskan. Situasi ini meliputi keadaan orang yang terlibat (tujuan, latar belakang, loyalitas, pengetahuan, emosi, prasangka, keanggotaan commit to user dalam suatu kelompok, dan kepentingan) dan lingkungan fisik (keluarga, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 42 pemerintah, institusi, agama, kelompok, dan tetangga). Clarity: kejelasan dalam menyampaikan informasi secara tertulis maupun lesan. Overview: memeriksa sesuatu yang ditemukan, diputuskan, dipertimbangkan, dipelajari, dan disimpulkan. Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kritis diukur dengan tes dan indikator yang dipakai untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa adalah: 1) memberi penjelasan sederhana; 2) mengidentifikasi argumen utama; 3) menunjukkan persamaan dan perbedaan; 4) menarik kesimpulan; 5) mendeduksi secara logis; 6) mengevaluasi berdasarkan fakta; 7) memilih strategi/tindakan yang tepat. Manfaat Berpikir Kritis bagi siswa: (a) membantu memperoleh pengetahuan, memperbaiki teori, memperkuat argumen; (b) mengemukakan dan merumuskan pertanyaan dengan jelas; (c) mengumpulkan, menilai, dan menafsirkan informasi dengan efektif; (d) membuat kesimpulan dan menemukan solusi masalah berdasarkan alasan yang kuat; (e) membiasakan berpikiran terbuka; (f) mengkomunikasikan gagasan, pendapat, dan solusi dengan jelas kepada lainnya. 9. Laju Reaksi a. Karakteristik Materi Laju Reaksi Sesuai standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, materi laju reaksi yang diajarkan di SMA kelas XI meliputi beberapa indikator yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Karakteristik yang bervariasi hendaknya dikuti dengan bervariasinya metode pembelajaran yang diterapkan. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 43 Materi laju reaksi meliputi: 1) definisi konsep laju reaksi sebagai perubahan konsentrasi terhadap waktu, konsep bersifat empiris (berdasarkan data dan fakta) yang mudah dipahamkan pada siswa melalui percobaan; 2) faktorfaktor yang mempengaruhi laju reaksi yang juga bersifat empiris, sebaiknya digunakan metode eksperimen agar mudah dipahami siswa; 3) teori tumbukan yang digunakan untuk menjelaskan laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, materi ini bersifat abstrak, lebih tepat jika dalam penyampaiannya menggunakan animasi; 4) penentuan orde reaksi dan hukum laju reaksi, bersifat empiris, matematis, dan logis, sebaiknya disajikan dengan praktikum yang dilanjutkan diskusi pembahasan untuk menghubungkan hasil percobaan dengan tujuan pembelajaran; 5) penerapan katalis dalam kehidupan sehari-hari ataupun industri, materi ini bersifat konkret, yang lebih tepat diajarkan dengan contextual teaching learning, problem solving, maupun metode pembelajaran lain yang mengacu pada keterampilan proses. Agar tujuan pembelajaran tercapai diperlukan penerapan metode dan penggunaan media yang tepat, seperti halnya penerapan metode problem solving dengan menggunakan media lab riil dan lab virtuil. b. Materi Laju reaksi Reaksi kimia adalah suatu perubahan materi yang menghasilkan zat baru. Proses ini biasanya disertai dengan terbentuknya endapan, perubahan suhu, perubahan warna, dan menghasilkan bau. Ditinjau dari waktu berlangsungnya reaksi kimia ada yang berlangsung cepat ada pula yang berlangsung lambat. Reaksi yang berlangsung cepat misalnya petasan dibakar, bom meledak, natrium commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 44 dalam air. Reaksi yang berlangsung lambat misalnya perkaratan besi, fermentasi pada tempe dan tape, pembusukan organisme oleh bakteri. Untuk menyatakan cepat lambatnya suatu reaksi digunakan istilah laju reaksi, sedangkan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang laju reaksi disebut kinetika kimia. Dengan mempelajari kinetika kimia, suatu reaksi dapat diukur, dikendalikan dan diramalkan laju reaksinya, hal ini sangat bermanfaat bagi industri untuk menghasikan produk yang optimal. Hubungan kuantitatif antara konsentrasi pereaksi dan laju reaksi dinyatakan dengan persamaan laju reaksi. 1) Molaritas Kadar zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan konsentrasi, konsentrasi memiliki berbagai satuan diantaranya: persen masa, persen volume, bagian perjuta (bpj), molaritas (M), molalitas (m), fraksi mol (x). Dalam hal ini yang dipelajari adalah konsentrasi dalam molaritas (M). Larutan yang mempunyai konsentrasi besar disebut larutan pekat sedangkan larutan yang mempunyai konsentrasi kecil disebut larutan encer. a) Pengertian Molaritas Molaritas adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Molaritas sama dengan jumlah mol (n) zat terlarut dibagi dengan volume (V) larutan. M= n V Keterangan: atau M= gr 1000 x Mr V' M = molaritas; n = mol zat terlarut (mol atau mmol); V = volume larutan (L); g = massa zat terlarut (gram); V’= volume larutan (mL); satuan commit to user mol mmol molaritas adalah . atau liter mL perpustakaan.uns.ac.id b) digilib.uns.ac.id 45 Pengenceran Pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi larutan dengan menambahkan pelarut. Dalam hal ini, konsentrasi yang digunakan adalah molaritas (M). Pada proses pengenceran, volume dan molaritas berubah, sedangkan jumlah molnya tetap. Oleh karena itu berlaku persamaan: V1 M1 = V2 M2 Keterangan: V1 = volume larutan sebelum diencerkan; M1 = molaritas larutan sebelum diencerkan; V2 = volume larutan setelah diencerkan; M2 = molaritas larutan setelah diencerkan. c) Pencampuran Pencampuran melibatkan dua atau lebih zat yang jenisnya sama, tetapi konsentrasinya berbeda. Dalam hal ini, konsentrasi yang digunakan adalah molaritas (M). Pada proses pencampuran beberapa zat yang sejenis berlaku persamaan: Mc = V1M1 V2 M 2 V3 M 3 ... V1 V2 V3 Untuk pencampuran 2 jenis zat yang sejenis berlaku persamaan: Mc = Keterangan: V1M1 V2 M 2 V1 V2 Mc = molaritas larutan setelah dicampurkan; V1 = volume larutan pertama yang dicampurkan; M1 = molaritas larutan pertama; V2 = volume larutan kedua yang dicampurkan; M2= molaritas larutan kedua. 2) Pengertian laju reaksi user yang menyatakan berkurangnya Laju reaksi didefinisikancommit sebagaitoukuran jumlah zat-zat pereaksi tiap satuan waktu atau bertambahnya zat-zat hasil reaksi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 46 tiap satuan waktu. Karena jumlah zat-zat yang terlibat dalam suatu reaksi kimia biasanya dinyatakan dalam konsentrasinya, maka laju reaksi juga didefinisikan sebagai ukuran yang menyatakan perubahan konsentrasi zat-zat pereaksi atau zatzat hasil reaksi tiap satuan waktu. Jika suatu reaksi kimia dinyatakan: aA → bB, dengan A = zat-zat pereaksi dan B = zat-zat hasil reaksi, a= koefisien A, b = koefisien B, maka laju reaksi rata-ratanya dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: v= [A] [B] atau v = t t Keterangan: v = laju reaksi rata-rata; [A] = perubahan konsentrasi zat-zat pereaksi; [B] = perubahan konsentrasi zat-zat hasil reaksi. Nilai positif laju reaksi yang dinyatakan dalam konsentrasi zat-zat hasil reaksi menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut bertambah. Sementara itu, nilai negatif laju reaksi yang dinyatakan dengan konsentrasi zat-zat pereaksi menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut berkurang. Hal ini digambarkan Jumlah molekul dalam grafik jumlah molekul (N) terhadap waktu (detik) sebagai berikut: Hasil reaksi (B) Pereaksi (A) Waktu Grafik 2.2. Hubungan jumlah molekul dengan waktu reaksi Untuk reaksi kimia yang melibatkan beberapa zat yang perbandingan jumlah molnya dinyatakan dengan koefisien-koefisien reaksi, sehingga persamaan kimianya dapat dituliskan sebagai berikut: to user pA + qB → rC + sD dengan: A, commit B = zat-zat pereaksi; C, D = zat-zat hasil reaksi; p, q, r, s = koefisien reaksi. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 47 Laju reaksi untuk reaksi yang dinyatakan dengan persamaan kimia di atas dapat ditentukan sebagai berikut: v= 1 [ A] 1 [B] 1 [C] 1 [D] = = = p t q t r t s t Secara kimia laju reaksi dapat ditentukan dengan menentukan konsentrasi zat-zat pada waktu tertentu, kemudian data-data konsentrasi tersebut digunakan untuk menghitung laju reaksi dengan menggunakan persamaan tersebut. 3) Teori tumbukan Berdasarkan teori tumbukan reaksi kimia berlangsung karena molekul, ion atau atom bertumbukan. Tumbukan yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia adalah tumbukan efektif. Namun tidak semua tumbukan efektif, untuk menghasilkan tumbukan yang efektif, spesi-spesi yang bereaksi haruslah memiliki arah orientasi yang tepat satu sama lainnya dan memiliki energi yang cukup untuk bertumbukan. Energi kinetik minimum yang harus dimiliki partikel untuk menghasilkan tumbukan efektif yang dapat menghasilkan suatu reaksi kimia disebut energi aktivasi. Jika partikel-partikel suatu zat memiliki energi aktivasi (Ea) yang kecil maka zat tersebut mudah bereaksi, sebaliknya jika partikelpartikel suatu zat memiliki energi aktivasi yang besar, maka zat tersebut sukar bereaksi. E Energi Potensial Ea Pereaksi H Tahapan Reaksi Hasil reaksi Energi Potensial E Hasil reaksi Ea H Pereaksi Tahapan Reaksi commit to user b. Reaksi Endoterm a. Reaksi Eksoterm Gambar 2.3 Energi Aktivasi pada reaksi eksoterm dan endoterm perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 48 Jika hasil reaksi lebih stabil dibandingkan pereaksi, maka reaksi diikuti dengan pelepasan kalor atau reaksi eksoterm seperti Gambar a. Namun jika hasil reaksi kurang stabil dibandingkan pereaksi, maka kalor lingkungan diserap sistem yang bereaksi sehingga reaksinya endoterm seperti Gambar b. Energi aktivasi dapat dianalogkan sebagai penghalang yang mencegah molekul yang kurang berenergi untuk bereaksi. Karena jumlah molekul reaktan dalam reaksi biasanya sangat banyak, maka kecepatan dan energi kinetik molekul juga beragam. Umumnya hanya sebagian kecil molekul yang bertumbukan, yaitu molekul dengan gerakan yang paling cepat, yang memiliki energi kinetik sama atau lebih besar dari energi aktivasi. Molekul-molekul inilah yang terlibat dalam reaksi. 4) Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya luas permukaan, suhu, konsentrasi, tekanan, dan katalis. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dijelaskan sebagai berikut: a) Suhu Perubahan suhu akan mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Jika suhu naik maka partikel-partikel zat-zat yang terlibat dalam reaksi akan menyerap kalor (energi), sehingga energi kinetik partikel-partikel tersebut meningkat. Dengan meningkatnya suhu, maka semakin banyak partikel yang mempunyai energi kinetik lebih besar dari energi aktivasi. Keadaan ini memungkinkan terjadinya lebih banyak tumbukan efektif antara partikel-partikel, sehingga reaksi berlangsung dengan lebih cepat. Meningkatnya laju atau konstanta laju karena meningkatnya suhu ditunjukkan pada Gambar 2.3. Karena molekul yang berenergi lebih tinggi commit to user terdapat pada suhu yang lebih tinggi, maka laju pembentukan produk juga lebih besar pada suhu yang tinggi. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa pada suhu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 49 rendah T1 persentase molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari energi aktivasi lebih sedikit daripada suhu tinggi T2. Sehingga pada suhu tinggi (T2) reaksi berlangsung lebih cepat. T2 > T1 Persentase molekul T1 Energi minimum untuk tumbukan efektif T2 y2 y1 →E Ea Gambar 2.4. Distribusi molekul menurut energinya pada dua suhu yang berbeda, T2 > T1. b) Luas Permukaan Pada reaksi kimia terjadi tumbukan antar partikel atom unsur atau antar partikel molekul senyawa. Adanya tumbukan antar partikel yang bereaksi, berarti adanya bidang sentuh antarpartikel yang bereaksi. Makin luas bidang yang bersentuhan, zat produk yang dihasilkan makin banyak. Hal ini berarti jika luas permukaan sentuh makin besar, laju reaksi makin cepat. Zat padat yang berbentuk serbuk memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan zat padat dalam bentuk batangan atau kepingan untuk massa zat padat yang sama. Pada reaksi zat padat yang berbentuk serbuk, setiap bagian zat padat akan segera bereaksi dengan zat lain pada waktu yang bersamaan karena luas permukaan sentuh zat padat tersebut relatif besar. Namun pada reaksi zat padat yang berbentuk batangan atau lempengan, reaksinya akan terjadi pada commit to user zat lain, sehingga untuk terjadi permukaan zat padat yang bersentuhan dengan reaksi pada seluruh bagian zat padat diperlukan waktu yang cukup lama. perpustakaan.uns.ac.id c) digilib.uns.ac.id 50 Konsentrasi Berdasarkan teori tumbukan, tumbukan efektif dari partikel reaktan akan menghasilkan produk. Semakin banyak partikel yang bertumbukan secara efektif, makin banyak produk yang dihasilkan. Jadi semakin banyak partikel reaktan yang bertumbukan secara efektif laju reaksi semakin besar. Banyaknya partikel reaktan yang bertumbukan dalam suatu larutan dinyatakan dengan konsentrasi larutan. Jika konsentrasi reaktan yang bereaksi makin besar, maka semakin besar laju reaksinya. Pada reaksi: mA + n B → pAB, dengan, A dan B = zat-zat pereaksi, AB = zat hasil reaksi, m = koefisien A, n = koefisien B, m = orde reaksi terhadap A, n = orde reaksi terhadap B. Maka persamaan lajunya secara umum adalah: v = k [A]x[B]y, dari persamaan ini dapat dihitung pengaruh perubahan konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi. Hal ini bermanfaat untuk mengendalikan laju reaksi seperti yang diharapkan, yaitu dengan mengatur konsentrasi pereaksi. d) Katalis Katalisator dapat mempercepat laju reaksi karena dapat menurunkan energi pengaktifan. Katalisator berperan dalam mempengaruhi laju reaksi melalui dua cara, yaitu dengan pembentukan senyawa antara (katalis homogen) dan dengan adsorpsi (katalis heterogen). Dalam katalisis homogen, reaktan dan katalis terdispersi dalam satu fasa, biasanya fasa cair. Contohnya reaksi etil asetat dengan air yang menghasilkan asam asetat dan etanol biasanya berlangsung sangat lambat sehingga sukar diukur. Reaksi ini dapat dipercepat dengan katalis asam yaitu asam klorida. Dalam katalisis heterogen reaktan dan katalis berbeda fase. Biasanya katalis berupa padatan dan reaktan berwujud gas atau cairan. Contohnya pada commit to user dengan katalis platina-rhodium. pembuatan asam nitrat yaitu amonia dan oksigen perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 51 Energi E1 keterangan: E2 : kurva reaksi tanpa katalis pereaksi : kurva reaksi dengan katalis E3 Hasil reaksi Jalan reaksi Gambar 2.5. Grafik hubungan energi dengan jalannya reaksi dengan katalis 5) Persamaan laju reaksi dan orde (tingkat) reaksi Persamaan laju reaksi menggambarkan hubungan kuantitatif antara laju reaksi dengan konsentrasi reaktan. Misalnya untuk reaksi: mA + n B →pC + qD Laju reaksinya dapat dirumuskan sebagai: v = k [A]x[B]y Keterangan: k = tetapan laju reaksi, tergantung pada jenis reaktan dan suhu. Setiap reaksi memiliki harga k tertentu; x = orde reaksi terhadap zat A; y = orde reaksi terhadap zat B; x+ y = orde reaksi total Persamaan laju reaksi hanya dapat ditentukan melalui hasil percobaan, bukan dari persamaan reaksinya. a) Reaksi Orde Pertama Reaksi orde pertama (first order reaction) ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi dipangkatkan dengan satu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 52 v [Q] Grafik 2.6. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi untuk reaksi orde 1 b) Reaksi Orde Kedua Reaksi orde kedua (second order reaction) ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan satu. v [Q] Gambar 2.7. Hubungan laju dengan konsentrasi untuk reaksi orde 2 6) Penentuan hukum laju secara percobaan. Jika suatu reaksi hanya melibatkan satu reaktan, hukum laju dapat dengan mudah ditentukan dengan mengukur laju awal reaksi sebagai fungsi konsentrasi reaktan. Contohnya, laju menjadi dua kali lipat bila konsentrasi reaktan dilipatduakan, maka reaksinya adalah orde pertama dalam reaktan tersebut. Laju menjadi empat kali bila konsentrasinya dilipatduakan, maka reaksinya adalah orde commit to user ke dua dalam reaktan. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 53 Untuk reaksi yang melibatkan lebih dari satu reaktan, kita dapat menentukan hukum laju dengan mengukur ketergantungan laju reaksi terhadap konsentrasi masing-masing reaktan, satu per satu. Semua konsentrasi reaktan dibuat sama kecuali satu reaktan dan kita catat laju reaksi sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan tersebut. Setiap perubahan laju seharunya disebabkan hanya oleh perubahan pada zat tersebut, jadi dari ketergantungan yang teramati ini kita mengetahui orde dalam reaktan tersebut. Prosedur yang sama juga berlaku untuk reaktan berikutnya, dan seterusnya. Cara ini dikenal sebagai metode isolasi. 10. Prestasi Belajar Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran baik proses maupun produknya dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Tujuan dari pembelajaran adalah ketercapaian kompetensi dasar yang telah dijabarkan secara rinci dalam indikator pembelajaran. Ketercapaian indikator dalam pembelajaran disebut juga dengan hasil belajar atau prestasi belajar siswa. Dimyati (2009: 3) “hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Guru sebagai pengajar harus mampu menilai keberhasilan belajar peserta didiknya untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dirancangnya. Serangkaian evaluasi diperlukan untuk mengetahui hasil belajar, namun tidak semua hasil belajar dapat diukur dengan alat evaluasi. Dimyati (2009: 4) hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dampak pengajaran, dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka dalam ijazah atau kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar. Hasil utama dalam pembelajaran adalah nilai prestasi yang secara jelas dapat kita commit to user lihat dari kemampuan siswa dalam mencapai indikator pembelajaran, biasanya perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 54 dalam bentuk angka atau nilai. Sedangkan dampak pengiring atau hasil sampingan belajar ini lah yang tidak disadari namun terkadang merupakan sesuatu yang luar biasa. Misalnya kemampuan siswa dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupannya, secara refleks/spontan, sebenarnya merupakan hasil belajar yang telah ditempuhnya. Wina Sanjaya (2010: 87) “tingkah laku sebagai hasil belajar itu dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau yang dapat ditampilkan melalui performance siswa”. Sebagai produk dari pembelajaran prestasi belajar dapat dinilai setelah pembelajaran selesai maupun dalam proses pembelajaran dengan serangkaian alat evaluasi berupa tes dan observasi. Winkel (2009: 534) “pengukuran berupa deskripsi kuantitatif tentang keadaan suatu hal sebagaimana adanya, atau tentang perilaku yang nampak pada seseorang atau tentang prestasi yang diberikan oleh seseorang”. Prestasi dapat diukur dengan deskripsi kuantitatif atau dapat dinilai dengan angka. Prestasi merupakan hasil belajar siswa yang dapat diukur nilainya dengan standar baku berupa ketercapaian tujuan instruksional atau indikator pembelajaran. Menurut Bloom tujuan instruksional pembelajaran diklasifikasikan dalam 3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi, pembentukan pola hidup, dapat diukur dengan tes bentuk angket maupun observasi. Ranah psikomotor meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan, commit to user kreativitas, diukur/dinilai dari observasi saat pembelajaran berlangsung. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 55 Domain kognitif menurut Bloom dideskripsi dari enam tingkat proses berpikir yang dibuatnya dengan diadaptasi serta digunakan dalam berbagai macam konteks. Tingkatan proses berpikir ini dikenal dengan taksonomi Bloom, disusun dan diurutkan dari tingkat pemanfaat pengetahuan yang paling sederhana sampai kepada tingkat yang paling sulit dalam evaluasi. Taksonomi yang disusun secara berjenjang membuat setiap kecakapan yang lebih tinggi tersusun dari berbagai kecakapan pada tingkat jenjang sebelumnya. Tingkatan berpikir tersebut meliputi: (1) pengetahuan: mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari dan disimpan dalam ingatan; (2) pemahaman: mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari; (3) penerapan: mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus/problem yang kongkret dan baru; (3) analisis: mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik; (5) sintesis: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru, bagian-bagian dihubungakan satu sama lain sehingga terciptakan suatu bentuk baru; (6) evaluasi: mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang berdasarkan kriteria tertentu. Menurut Andersen cit. Diknas (2008: 3) pemikiran atau prilaku yang digolongkan dalam ranah afektif harus memiliki dua kriteria yaitu: (1) melibatkan perasaan dan emosi seseorang; (2) tipikal prilaku seseorang. Kriteria lain dari ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat commit to user atau kekuatan dari perasaan. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 56 yang lebih kuat dibandingkan yang lain. Arah perasaan berkaiatan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan perasaan itu baik atau buruk. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Ada lima tipe karakteristik afektif yang penting yaitu: (1) sikap: suatu kencenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek; (2) minat: suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian; (3) konsep diri: evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya; (4) nilai: suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk; (5) moral: berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Moral sering juga dikaitkan dengan keyakinan agama yaitu keyakinan akan perbuatan berdosa dan berpahala. Penilaian ranah afektif dapat dilakukan dengan metode observasi dan laporan diri (angket). Ranah psikomotor mengacu pada kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Ciri khas ketrampilan psikomotor adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 57 Penilaian ranah psikomotor meliputi: (1) persepsi: mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih, berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing rangsangan; (2) kesiapan: mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan; (3) gerakan terbimbing: mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik, sesuai dengan contoh yang diberikan; (4) gerakan yang terbiasa: mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan; (5) gerakan kompleks: mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar, tepat, dan efisien; (6) penyesuaian pola gerakan: mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran; (7) kreativitas: kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru, seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Pada penelitian ini untuk mengetahui keberhasilan proses dan produk pembelajaraan dilihat dari prestasi belajar dalam ranah kognitif dan afektif. B. Penelitian Yang Relevan 1. Jason Beringer (2007: 445-447) Application of Problem Based Learning Through Research Investigation. Penelitian ini menggunakan teknik mengajar problem based learning dengan problem solving sebagai dasar siswa untuk belajar. Pada awalnya pelaksanaan problem based learning beberapa siswa commit to user terlibat sepenuhnya, namun selanjutnya pendekatannya kurang terstruktur. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 58 Beberapa siswa tidak dapat beradaptasi dengan tantangan yang tidak biasa dari problem based learning, hal ini disebabkan merupakan pertama kali yang siswa dapatkan. Ketika siswa ditanya tentang pengalaman pembelajaran dengan problem based learning, siswa menekankan tentang teknik daripada keterampilan problem solving. Didasari dari kelemahan ini dikembangkan metode problem solving dengan bantuan media lab riil dan virtuil agar siswa lebih termotivasi untuk memecahkan tantangan yang diberikan. 2. The Effects of The Use of Problem Solving and Cooperative Learning on The Mathematics Achievement of Underprepared College Freshmen oleh Norwood, (1995: 229-250) di North Carolina State University. Pada penelitian ini siswa dikelompokkan dan bekerja secara kooperatif dalam pembelajaran problem solving. Siswa dikelompokkan secara heterogen kemampuannya berdasarkan hasil tes dan kuis. Setiap kelompok terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 1 siswa berkemampuan rendah dan 2 siswa berkemampuan rata-rata. Pembelajaran problem solving dan kooperatif ini memberikan kerangka tercapainya tujuan yaitu: agar siswa belajar matematika, menjadi percaya diri dalam kemampuannya mengerjakan matematika, mampu menyelesaikan masalah matematika, belajar berkomunikasi secara matematis, dan belajar cara berpikir secara matematis. Hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran kooperatif dan problem solving merupakan teknik efektif untuk memperbaiki prestasi belajar matematika. Didasari dari penelitian ini maka dikembangkan pembelajaran problem solving dengan mengelompokkan siswa yang beranggota 4-5 siswa. 3. CORE: An Interdiciplinary Course in Quantitative Problem Solving oleh commit to user Somers, Dilendik, dan Smolansky (1994: 55-69). Peneltian ini menggunakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 59 empat langkah dalam pemecahan masalah yaitu clarify, organize, resove, dan examine. Kelemahan penelitan ini adalah proses pemecahan masalah tidak linear melainkan berulang-ulang, sehingga kemungkinan solusi masalah melenceng dari sasaran. Penelitian ini memberikan manfaat kepada siswa yaitu keterampilan pemecahan masalah tersebut dapat diterapkan pada berbagai masalah. Selain itu juga menumbuhkan rasa kepercaaan diri pada siswa dalam mengerjakan matematika dan penilaian kuantitatif dapat ditingkatkan dengan berfokus pada proses pemecahan masalah dalam konteks masalah yang relevan dan mendorong kerjasama yang ekstensif dalam kelompok-kelompok kecil. Didasari dari penelitian ini dikembangkan pembelajaran problem solving dengan pengelompokan siswa dilengkapi media lab riil dan virtuil. 4. Teaching and Evaluating Critical Thinking in An Enviromental Context, oleh Hofreiter, Monroe, dan Stein (2007: 140-157). Penelitian ini memandu pendidik dalam mendefinisikan, mengajar, dan mengevaluasi berpikir kritis dengan meringkas sebuah studi panduan pada sarjana kehutan yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada siswa dan mengubah mereka menjadi warga lingkungan yang bertanggung jawab. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pengalaman berpikir kritis dimulai pada masa kanak-kanak dengan beberapa sudut pandang dan budaya yang ada. Pengalaman-pengalaman ini dipengaruhi oleh lingkungan, dapat ditingkatkan dan dikembangkan melalui pembelajaran di sekolah. Proses berpikir kritis dimulai dari sebuah masalah, siswa berpikiran terbuka dan menilai reaksi emosi mereka dalam masalah. Didasari dari hal tersebut kemampuan berpikir kritis digunakan sebagai variabel moderator dan commit to user diukur sebelum proses pembelajaran. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 60 Kemampuan berpikir kritis pada siswa diukur dengan penilaian esai berbasis keterampilan berpikir kritis, penilaian menggunakan skala Likert disposisi berpikir kritis dan wawancara kualitatif. Ennis (1995) menyarankan penggunaan penilaian esai untuk sampel kecil. Penilaian esai pada kelas besar akan mengalami kendala subjektivitas dan keterhandalan soal sehingga digunakan objektif tes. 5. The Effect of The Virtual Laboratory on Students’ Achievement and Attitude in Chemistry oleh Tüysüz (2010: 37-53). Pada penelitian ini 16 eksperimen virtuil disiapkan dengan menggunakan program flash dan digunakan pada kelompok eksperimen. Simulasi disiapkan dan digunakan selama penelitian memiliki karakteristik instruksional dengan kontribusi positif terhadap pendidikan dan meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran. Ini dialami selama periode penelitian bahwa bahan dikembangkan menjadi menyenangkan, menghibur, membuat topik dimengerti bagi siswa, dan diramalkan bahwa metode ini akan efektif bila digunakan dalam topik lain yang cocok. Keuntungan lain menggunakan laboratorium virtual adalah bahwa biaya untuk mempersiapkan laboratorium IPA yang hanya digunakan untuk pelajaran sains adalah lebih tinggi dibandingkan dibutuhkan untuk menyiapkan sebuah laboratorium komputer yang dapat digunakan untuk pelajaran yang berbeda. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa aplikasi laboratorium virtuil membuat efek positif pada prestasi siswa dan sikap bila dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional. Namun tidak diklaim bahwa laboratorium berbasis simulasi lebih efektif dibandingkan dengan kegiatan laboratorium nyata. Sebaliknya, ketika dipaksa untuk tidak melakukan commit to user kegiatan laboratorium nyata, karena alasan seperti bahaya reaksi kimia, waktu perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 61 perhatian, kurangnya peralatan laboratorium, kondisi laboratorium yang tidak memadai yang membatasi untuk melakukan suatu kegiatan laboratorium sederhana, praktikum kimia virtuil dapat menjadi alternatif. Penelitian ini dilanjutkan dan dikembangkan dengan mengendalikan faktor gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. 6. Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Solving Disertai Key Relation- Chart dan Modul Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Kreativitas Siswa oleh Arif Endit Prasetyo (2011). Penelitian ini menggunakan metode problem solving dengan langkah-langkah: memahami masalah, pemikiran rencana, pelaksanaan rencana, dan peninjauan kembali solusi masalah. Menggunakan media key relation-chart membantu siswa memahami hubungan antara berbagai konsep, dan hubungan antara fakta dan prinsip yang ada dalam pelajaran sebelumnya. Dengan modul siswa memahami materi pembelajaran dengan program paket yang terdapat dalam modul. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh antara pembelajaran problem solving berbantu media key relation-chart dengan modul. Dari hasil tersebut dikembangkan dan dikaji ulang penggunaan pembelajaran problem solving dengan menggunakan media yang berbeda. 7. Pembelajaran Kimia Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Menggunakan Virtuil Lab dan Riil Lab Ditinjau dari Gaya Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa oleh Riana (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik. Dari hal ini dicoba pengujian ulang pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 62 C. Kerangka Pikir Berdasarkan konseptual di atas, dapat dikemukakan kerangka pikir sebagai berikut: 1. Pengaruh pembelajaran kimia dengan metode problem solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. Laju reaksi merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran kimia, memiliki komponen yang bersifat kongkret, empiris, ada sebagian bersifat abstrak, ada juga bagian yang bersifat matematis. Dikatakan empiris karena faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat dibuktikan melalui percobaan. Bersifat abstrak karena reaksi tingkat molekuler tidak bisa diamati. Bagian yang bersifat matematis yaitu dalam penentuan orde reaksi dan persamaan laju reaksi dari data hasil percobaan diperlukan hitungan matematik. Siswa SMA memiliki karakter cenderung aktif dalam proses pembelajaran, siswa senang dengan mencoba-coba dalam bereksperimen untuk membentuk konsep. Seiring dengan perkembangan teknologi siswa pun senang dengan aplikasi/permainan komputer. Problem solving merupakan suatu metode pembelajaran yang menuntun siswa cara memecahkan masalah dalam pembelajaran. Metode ini memiliki sintak pembelajaran yang runtut dan diantaranya melibatkan proses penyelidikan untuk membentuk konsep. Sintak pembelajaran problem solving dapat dilaksanakan dengan media lab riil maupun virtuil. Dalam pembelajaran problem solving dengan media lab riil, siswa dihadapkan pada lingkungan laboratorium secara langsung. Siswa melaksanakan commit to user secara langsung praktikum faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan cara perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 63 penentuan orde reaksi. Dengan melakukan eksperimen siswa lebih termotivasi dan bersemangat dalam proses pembelajaran. Terlibat secara langsung saat pembentukan konsep membuat siswa akan lebih mudah mengingat konsep-konsep tersebut. Proses eksperimen di laboratorium memiliki resiko yaitu bahayanya bahan-bahan kimia, pecahnya alat-alat serta menyita waktu. Metode problem solving menggunakan lab virtuil membawa siswa pada eksperimen secara representatif di dalam komputer. Pembelajaran dengan lab virtuil ini menampilkan alat dan bahan eksperimen menarik melalui komputer yang dibuat senyata mungkin seperti saat di laboratorium, bahkan dapat menggambarkan reaksi secara molekuler yang tidak dapat dilihat saat praktikum. Kelebihan dari media lab virtuil adalah percobaan lebih detail, dapat diulang dengan mudah, sehingga siswa dapat mengulangi hal yang dirasa kurang dipahami dengan tidak menyita waktu. Selain itu juga terhindar dari bahan kimia berbahaya dan resiko pecahnya alat saat praktikum. Adapun kelemahan pembelajaran menggunakan media lab virtuil adalah siswa tidak mendapatkan pengalaman dan keterampilan teknis seperti di lab riil, siswa hanya memperoleh keterampilan penggunaan komputer. Dari penjelasan di atas diduga ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar. 2. Pengaruh gaya belajar kinestetik dan visual terhadap prestasi belajar siswa. Materi pembelajaran laju reaksi meliputi teori tumbukan bersifat abstrak, faktor yang mempengaruhi laju reaksi bersifat kongkret yang dapat diamati commit to user dengan eksperimen dan dibutuhkan juga kemampuan menganalisis hasil perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 64 percobaan dengan mengolah data percobaan kedalam bentuk grafik dan juga kemampuan untuk membaca grafik, penentuan orde reaksi yang bersifat matematis. Gaya belajar merupakan cara khas yang dimiliki seseorang untuk memperoleh informasi hingga diperoleh pengetahuan yang baru. Dalam penelitian ini gaya belajar dikategorikan dalam gaya belajar visual dan gaya belajar kinestetik. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki ciri mudah mengolah bahan ajar dengan cara membuat peta konsep, mengubah informasi dalam bentuk gambar, diagram maupun grafik. Siswa dengan gaya belajar kinestetik memiliki ciri belajar dengan cara mengerakkan tubuh dalam proses pembelajarannya. Karena materi laju reaksi melibatkan proses pengamatan, mengolah data berupa angka dan grafik, yang lebih dominan maka diduga ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 3. Pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu faktor internal siswa yang berpengaruh dalam proses belajar. Berpikir kritis dapat diartikan sebagai pemikiran reflektif yang difokuskan pada cara seseorang untuk menentukan apa yang harus dipercaya atau dilakukannya. Kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan untuk memberi penjelasan sederhana; mengidentifikasi argumen utama, membandingkan, menarik kesimpulan, mendeduksi secara logis, mengevaluasi berdasarkan fakta, memilih strategi/tindakan yang tepat. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 65 Laju reaksi meliputi teori tumbukan bersifat abstrak, faktor yang mempengaruhi laju reaksi bersifat kongkret yang dapat diamati dengan eksperimen, dan penentuan orde reaksi yang bersifat matematis. Sehingga untuk memahami konsep laju reaksi tersebut diperlukan kemampuan internal siswa berupa kemampuan logika, analisis, menarik kesimpulan dari data percobaan. Kemampuan-kemampuan internal tersebut merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis. Dari hal tersebut diduga ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 4. Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa Pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil melibatkan siswa secara langsung dengan lingkungan belajar di laboratorium. Siswa berupaya mencari pemecahan masalah yang diberikan oleh guru melalui kerja laboratorium hingga menganalisis data yang diperoleh untuk mencapai suatu kesimpulan. Pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil merupakan representatif lingkungan laboratorium dalam bentuk maya kepada siswa. Dalam metode ini materi disajikan dalam gambar-gambar bergerak dengan warna yang menarik, sesuai dengan sintak pembelajaran metode problem solving. Berusaha mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, untuk menghasilkan pengetahuan, sesuai dengan teori belajar Bruner. Dengan problem solving mengoptimalkan siswa dalam usahanya memecahkan masalah commit to user untuk menemukan pengetahuan yang baru. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 66 Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan lebih mudah memperoleh informasi dengan tindakan/gerak dibandingkan dengan siswa dengan gaya belajar visual. Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan merasa lebih senang, berminat, termotivasi sehingga mampu meningkatkan hasil belajarnya dengan bereksperimen secara nyata. Siswa dengan gaya belajar visual lebih tertarik dengan penyajian gambar, animasi dengan warna-warna yang menarik, sehingga siswa dengan gaya belajar visual lebih tertarik dengan pembelajaran menggunakan media lab virtuil. Dari pemaparan tersebut diduga siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik pada pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan menggunakan lab virtuil. Siswa yang memiliki gaya belajar visual pada pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil memiliki prestasi yang lebih baik daripada menggunakan lab riil. Dari hal tersebut diduga ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan virtuil dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia. 5. Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah lebih mudah memahami materi yang disajikan dengan perlahan dan perlu pengalaman nyata untuk memampu berpikir logis daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 67 cepat memahami materi, aktif, mampu berpikir logis dan mengambil kesimpulan lebih cepat daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan lab riil menuntun siswa untuk tidak sekedar melihat tetapi juga mengalami praktikum di laboratorium, sehingga akan lebih jelas dan mengarahkan siswa dengan perlahan. Pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan lab virtuil menyajikan eksperimen dalam dunia maya dalam bentuk animasi komputer, sehingga siswa yang kurang jelas bisa mengulang-ulang percobaan. Dari pemamparan tersebut diduga siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik pada pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil daripada lab riil, sedangkan siswa memiliki kemampuan berpikir kritis rendah akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik pada pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil daripada lab virtuil. Jadi diduga ada interaksi antara pembelajaran berbasis problem soving menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis siswa. 6. Interaksi antara gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. Gaya belajar merupakan faktor internal yang dimiliki siswa mengenai cara memperoleh informasi untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Gaya belajar visual mengandalkan indera penglihatan dan gaya belajar kinestetik mengandalkan kemampuan motorik dalam memperoleh pengetahuan. commit to user Kemampuan berpikir kritis memiliki karakter mengamati, menggunakan penalaran, mengevaluasi, dan memilih tindakan yang tepat, dalam mengolah perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 68 informasi untuk memperoleh pengetahuan, hal ini berkaitan dengan modalitas yang dimiliki siswa. Dari pemaparan tersebut diduga siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi yang memiliki gaya belajar visual akan memperoleh prestasi belajar lebih baik daripada yang memiliki gaya belajar kinestetik. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah yang gaya belajar kinestetik akan memperoleh prestasi yang lebih baik daripada yang memiliki gaya belajar visual. Jadi diduga ada interaksi antara gaya belajar dan kemampuan berpikir krtitis siswa. 7. Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. Problem solving merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif dan kreatif, siswa dituntut untuk mencari lebih banyak informasi dari sumber belajarnya dalam rangka memecahkan masalah. Pada pembelajaran berbasis problem solving dengan menggunakan lab riil, siswa dihadapkan pada proses eksperimen yang sebenarnya. Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan cepat melaksanakan penyelidikan dengan bereksperimen, melakukan pengamatan kemudian mengolah data dengan cepat. Siswa dengan gaya belajar visual lebih lama dalam eksperimen maupun dalam proses pengamatan, siswa dalam kategori ini akan secermat, dan sedetail mungkin mengamati setiap kejadian karena menginginkan hasil yang maksimal saat data tersebut diolah menjadi sebuah kesimpulan yang tepat. Metode problem solving dengan lab virtuil menghadirkan lingkungan laboratorium dalam dunia maya. Seperangkat alat laboratorium dibuat animasi commit to menarik. user komputer dengan warna dan gerak yang Siswa dengan gaya belajar visual akan sangat berminat dalam mengikuti pembelajaran ini daripada dengan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 69 metode problem solving menggunakan eksperimen. Informasi diakses dan diolah dengan cepat sehingga konsep-konsep pun mudah dipahami. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik pada awalnya akan tertarik karena pembelajaran berbeda dengan biasanya, namun hal itu tak berlangsung lama karena cenderung bosan karena gerak siswa terbatas. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi pada pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil merasa senang, terutama pada langkah pemecahan masalah dengan penyelidikan/eksperimen, siswa menggunakan kemampuannya mengidentifikasi masalah, menarik kesimpulan, mendeduksi secara logis, mengevaluasi berdasarkan fakta, memilih strategi/tindakan yang tepat. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi akan lebih cepat membentuk konsep-konsep dengan penalaran yang logis. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah membutuhkan pengalaman nyata untuk mampu membentuk konsep dengan penalarannya, sehingga akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik pada pembelajaran menggunakan media lab riil daripada lab virtuil. Dari penjelasan tersebut diduga ada interaksi antara metode problem solving menggunakan media lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. D. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat disusun hipotesis sebagai berikut: 1. Ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan menggunakan laboratorium riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. 2. Ada pengaruh gaya belajarcommit kinestetik dan visual terhadap prestasi belajar to user siswa. perpustakaan.uns.ac.id 3. digilib.uns.ac.id 70 Ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. 4. Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan menggunakan laboratorium riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. 5. Ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan menggunakan laboratorium riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 6. Ada interaksi antara gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. 7. Ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan menggunakan laboratorium riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. 1. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2011/2012 selama 12 bulan yaitu bulan Juli 2011 sampai bulan Juni 2012. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan penelitian secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel.3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian Kegiatan Pengajuan judul Penyusunan proposal Pembuatan instrumen Seminar proposal Penyempurnaan proposal Ujicoba instrumen Analisis hasil ujicoba instrumen Penelitian di lapangan Pengolahan data Penulisan laporan hasil penelitian Jul X X Agt Kegiatan Tahun 2011-2012 Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun X X X X X X X X X X X X B. X X X Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuasi eksperimen, yang variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator telah ditentukan sejak awal penelitian. Penelitian kuasi eksperimen bertujuan untuk memperoleh commit to user informasi seperti informasi yang diperoleh secara eksperimen, namun tidak semua 71 72 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id variabel yang relevan dimanipulasi dan dikendalikan. Manipulasi variabel bebas artinya perlakuan yang dilakukan peneliti atas dasar pertimbangan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka guna memperoleh perbedaan efek dalam variabel terikat. Dalam penelitian ini peneliti memanipulasi variabel bebas yang berupa metode pembelajaran dengan menerapkan metode berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedua metode tersebut terhadap prestasi belajar kimia siswa. Menurut Gay cit. Emzir (2012: 67) “pengendalian mengacu pada usaha-usaha pihak peneliti untuk menyingkirkan pengaruh suatu variabel (selain variabel bebas) yang dapat mempengaruhi performansi variabel terikat.” Mengendalikan variabel sengaja dilakukan peneliti agar dapat melakukan pengukuran secara cermat terhadap variabel terikat. Hal ini berarti peneliti ingin agar kelompok sedapat mungkin sama, perbedaan hanya disebabkan pengaruh variabel bebas yang disebabkan peneliti, namun kenyataannya sulit untuk membuat kelompok tersebut sama persis ini merupakan ciri khas dari penelitan kuasi eksperimen. C. 1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Penelitian Sukardi (2010: 53) populasi adalah semua anggota kelompok manusia, binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian. Populasi merupakan objek dari kesimpulan dalam penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan tahun pelajaran 2011/2012 terdiri dari 3 kelas yaitu XI IPA1, XI IPA2, commit to user dan XI IPA3. 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Sampel Sukardi (2010: 54) “sebagian populasi yang dipilih untuk sumber data disebut sampel atau cuplikan”. Dalam penelitian ini sampel dipilih secara acak (cluster random sampling). Dengan teknik ini semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA1 dan XI IPA3, SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan. Kedua sampel tersebut mempunyai keadaan awal yang sama, terlihat pada uji persamaan rata-rata, yang ditunjukkan pada Lampiran 20. D. 1. Rancangan dan Variabel Penelitian Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 2 x 2 sebagai berikut: satu kelas diberi perlakuan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan satu kelas yang lain diberi perlakukan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil. Kemudian kedua kelas tersebut digolongkan dalam gaya belajar visual dan kinestetik serta kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah. Tabel 3.2 Desain faktorial 2 x 2 x 2 Pembelajaran Berbasis Problem Solving Dengan Menggunakan Media(A) A1 (lab riil) A2 (lab virtuil) B1 (Gaya Belajar Visual) B2 (Gaya Belajar Kinestetik) C1 (Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi) A1B1C1 A2B1C1 C2 (Kemampuan Berpikir Kritis Rendah) A1B1C2 A2B1C2 A1B2C1 A2B2C1 A1B2C2 A2B2C2 C1(Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi) C2 (Kemampuan Berpikir Kritis Rendah) commit to user perpustakaan.uns.ac.id 74 digilib.uns.ac.id A1 B1 C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil, gaya belajar visual, dan kemampuan berpikir kritis tinggi. A1 B1 C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil, gaya belajar visual, dan kemampuan berpikir kritis rendah. A1 B2 C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan berpikir kritis tinggi. A1 B2 C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan berpikir kritis rendah. A2 B1 C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil, gaya belajar visual, dan kemampuan berpikir kritis tinggi. A2 B1C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil, gaya belajar visual, dan kemampuan berpikir kritis rendah. A2 B2C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan berpikir kritis tinggi. A2 B2C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan commit to user berpikir kritis rendah 75 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Variabel Penelitian Penelitian ini memiliki empat variabel yaitu satu variabel terikat, satu variabel bebas, dan dua variabel moderator. Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar kimia. 2. Variabel bebas pada penelitian ini adalah penggunaan media pembelajaran kimia berbasis problem solving. 3. Variabel moderator pada penelitian ini menggunakan dua variabel moderator yaitu gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. E. 1. Definisi Operasional Variabel Variabel bebas Media pembelajaran berbasis problem solving a. Definisi operasional Media pembelajaran: segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan bahan ajar dan dapat memunculkan motivasi siswa agar proses belajar berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran. b. Pengelompokan dengan dua kategori yaitu: 1) lab virtuil; 2) lab riil. c. Skala pengukuran: nominal. 2. Variabel moderator a. Gaya belajar 1) Definisi Operasional Gaya belajar adalah cara seseorang memperoleh suatu informasi sehingga diperoleh pengetahuan yang baru. commit to user 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2) Pengelompokan. Hasil pengukuran dikelompokkan dalam dua kategori: a) gaya belajar visual jika skor gaya belajar visual ≥ skor gaya belajar kinestetik; b) gaya belajar kinestetik jika skor gaya belajar visual < skor gaya belajar kinestetik. 3) Skala pengukuran: nominal b. Kemampuan berpikir kritis 1) Definisi operasional Berpikir kritis adalah proses berpikir aktif, logis, reflektif, terus-menerus mempertimbangkan segala sesuatu yang harus dipercaya hingga yang harus dilakukan oleh seseorang. 2) Pengelompokan. Hasil pengukuran dikelompokkan dalam dua kategori: a) kemampuan berpikir kritis tinggi jika memiliki skor kemampuan berpikir kritis lebih besar atau sama dengan rerata skor gabungan kedua kelas; b) kemampuan berpikir kritis rendah jika memiliki skor kemampuan berpikir kritis lebih rendah daripada rerata skor gabungan kedua kelas. 3) Skala pengukuran: ordinal. 3. Variabel terikat: Prestasi belajar. a). Definisi operasional Prestasi merupakan hasil belajar siswa yang dapat diukur nilainya dengan standar baku berupa ketercapaian tujuan pembelajaran. b). Skala pengukuran: interval. commit to user instruksional atau indikator 77 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id F. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini data diambil sebelum perlakuan, saat perlakuan dan sesudah perlakuan dengan teknik nontes dan tes. 1. Teknik nontes Dalam peneitian ini digunakan teknik pengambilan data nontes berupa angket atau quesioner. Angket berisi daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Angket digunakan untuk mengukur prestasi afektif dan gaya belajar siswa. Angket gaya belajar berisi 40 butir pertanyaan, dengan rincian nomor 1-20 mengacu pada pertanyaan yang mengacu gaya belajar visual, nomor 20-40 mengacu pada gaya belajar kinestetik. Angket prestasi afektif terdiri dari 46 butir pertanyaan yang mengacu pada aspek sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral. 2. Teknik tes Tes merupakan teknik pengambilan data dengan memberikan serangkaian pertanyaan yang harus dijawab peserta didik dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu. Dalam penelitian ini digunakan teknik tes tertulis yaitu tes prestasi belajar ranah kognitif dan kemampuan berpikir kritis siswa. G. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian terdiri dari instrumen pelaksanaan penelitian dan instrumen pengambilan data. 1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian Instrumen pelaksanaan penelitian yang digunakan berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran, lembar kerja siswa. Silabus disusun berdasarkan standar isi dan RPP merupakan rincian dari silabus commit to user yang berisi rencana pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Lembar perpustakaan.uns.ac.id 78 digilib.uns.ac.id kerja siswa (LKS) disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dan berfungsi untuk menuntun siswa dalam proses pemecahan masalah untuk membentuk konsep dalam pembelajaran. 2. Instrumen Pengambilan Data a. Tes Prestasi Belajar Ranah Kognitif Pengertiaan tes menurut Masidjo (2010: 38): “tes adalah suatu alat pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja dalam suatu situasi yang distandardisasikan, dan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok”. Tes merupakan serangkaian instrumen untuk mengukur kemampuan siswa. Tes prestasi belajar ranah kognitif adalah serangkaian tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam penguasaan konsep dalam pembelajaran kimia. Hasil tes berupa data yang berfungsi untuk menunjukkan kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini digunakan tes prestasi ranah kognitif dengan menggunakan soal-soal pilihan ganda dengan item pilihan jawaban berjumlah 5 buah yaitu bersimbol a, b, c, d, dan e. Tes dilaksanakan setelah proses pembelajaran, jika siswa menjawab benar mendapatkan skor 1 dan jika siswa menjawab salah mendapatkan skor 0. b. Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Tes kemampuan berpikir kritis untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa. Sebelum soal dibuat terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal, setiap indikator diwakili oleh satu atau lebih pertanyaan. commit to user 79 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Untuk soal kemampuan berpikir kritis setiap butir soal benar mendapat skor 1 dan salah 0, kemudian dijumlahkan. Kategori kemampuan berpikir kritis berdasarkan indikator sebagai berikut: Rendah : skor kurang dari rata-rata. Tinggi : skor sama dengan atau lebih besar dari rata-rata. c. Angket Prestasi Belajar Ranah Afektif dan Angket Gaya Belajar Untuk memperoleh nilai prestasi belajar ranah afektif digunakan angket yang diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran. Jenis angket yang digunakan adalah angket langsung yang sekaligus menyediakan alternatif jawaban. Angket gaya belajar digunakan untuk memperoleh informasi tentang gaya belajar siswa. Pengambilan data melalui angket dilakukan sebelum proses pembelajaran. Setiap butir angket disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah ditentukan sebelumnya. Gaya belajar dibedakan menjadi 2 yaitu visual dan kinestetik, bentuk angket berupa questioner. Data awal yang didapat berbentuk kualitatif kemudian dikonversikan menjadi data kuantitatif menggunakan skala Likert yang sudah ada penskorannya. Kedua model angket ini menggunakan empat butir pilihan dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Untuk angket gaya belajar, skor pada masing-masing pernyataan dijumlahkan untuk mengetahui gaya belajar siswa. Adapun skor yang dipakai untuk mengukur kedua instrumen tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.3. commit to user 80 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 3.3 Kriteria Skor Penilaian Ranah Afektif dan Gaya Belajar Skor untuk setiap aspek yang dinilai Jawaban yang paling setuju Jawaban setuju Jawaban yang tidak setuju Jawaban yang paling tidak setuju H. Nilai (+) 4 3 2 1 Nilai (-) 1 2 3 4 Uji Coba Instrumen Uji coba instrumen perlu dilakukan sebelum eksperimen yang sebenarnya dilaksanakan hal ini diperlukan untuk memperoleh data yang valid. Pelaksanaan uji coba instrumen dilakukan pada sekolah yang mempunyai kualitas sama atau mendekati dengan kulitas sekolah eksperimen. 1. Uji Validitas Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini analisis uji validitas tes prestasi belajar materi laju reaksi tiap butir soal diuji menggunakan rumus korelasi product moment dengan jumlah responden 39. Item dikatakan valid jika rhitung ≥ rtabel. Persamaan korelasi product momen dengan angka kasar sebagai berikut: rxy NXY - (X)(Y) NX (X) 2 NΣΣ 2 (ΣΣY2 2 (Suharsimi Arikunto, 2011: 72) Keterangan: rxy = koefisien validitas; N = jumlah responden; X = skor butir soal; Y = skor total; ∑XY = jumlah butir soal dikali skor total; ∑X = jumlah total butir soal; ∑Y = jumlah skor total. Keputusan uji: Jika rxy > rtabel maka butir soal valid Jika rxy ≤rtabel maka butir soal invalid/tidak commit to valid user 81 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Hasil uji validitas instrumen kognitif dan afektif dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19, ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Ringkasan Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Kognitif Instrumen Validitas Valid Kognitif Tidak Valid Valid Afektif Tidak Valid Jumlah Nomor Butir Soal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 23 19, 20, 21, 22, 23, 24 13, 25 2 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46 36, 37 44 2 Selanjutnya soal-soal yang valid digunakan dalam penelitian dan soal tidak valid diperbaiki. Jadi jumlah butir soal yang dipakai adalah 25 butir soal kognitif dan 46 butir angket afektif. 2. Uji Reliabilitas Kualitas suatu tes juga dapat dilihat dari koefisien reliabilitasnya. Masidjo (2005: 209) menyatakan bahwa “reliabilitas suatu tes adalah taraf sampai dimana suatu tes mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan ketelitian”. Reliabilitas menunjukkan tingkat keterandalan (keajekan) soal. Persamaan uji reliabilitas yang digunakan adalah Kuder-Richardson (KR 20). r11 = n S 2 Σpq n 1 S2 Keterangan: r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan; n = banyak butir soal; p = proporsi jumlah siswa yang menjawab benar; q = proporsi jumlah siswa yang menjawab salah (q = 1 – p); ∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q; S = standar deviasi dari tes. commit to user 82 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keputusan uji: Jika r hitung > r tabel, maka instrumen tersebut dikatakan reliabel. Interprestasi r11 dapat dilihat pada kriteria Tabel 3.5. Tabel 3.5 Tabel Kriteria Uji Reliabilitas Nilai r11 0,00 – 0,20 0,21 – 0,40 0,41 – 0,60 0,61 – 0,80 0,81 – 1,00 Keterangan Sangat rendah Rendah Cukup Tinggi Sangat tinggi Hasil uji coba reliabilitas instrumen soal penilaian kognitif dan afektif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19, sedangkan ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Ringkasan Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Soal Jenis Soal 3. Jumlah Soal Reliabilitas Kriteria Kognitif 25 0,8 Tinggi Afektif 46 0,9 Tinggi Uji Taraf Kesukaran Tingkat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks kesukaran yaitu bilangan yang menunjukkan mudah sukarnya suatu soal. Indeks kesukaran adalah bilangan yang merupakan hasil perbandingan antara jawaban benar yang diperoleh dengan jawaban benar yang seharusnya diperoleh dari suatu item soal, yang harganya dapat dicari dengan persamaan berikut: IK = B N x S mak Keterangan: IK = indeks kesukaran untuk setiap butir soal; B = jumlah siswa yang menjawab benar; N = jumlah siswa peserta tes; S mak = skor maksimal. commit to user Interpretasi indeks kesukaran soal dapat dilihat pada klasifikasi Tabel 3.7. 83 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 3.7 Tabel Indeks Kesukaran Nilai Indek Kesukaran 0,81 – 1,00 0,61 – 0,80 0,41 – 0,60 0,21 – 0,40 0,00 – 0,20 Keterangan Mudah sekali Mudah Sedang Sukar Sukar sekali Daftar lengkap hasil uji taraf kesukaran dapat dilihat pada Lampiran 18, ringkasannya disajikan dalam Tabel 3.8. Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Untuk Uji Taraf Kesukaran Soal Taraf Kesukaran Soal Jenis soal Jumlah soal Mudah sekali Kognitif 27 1 4. Mudah Sedang 10 Sukar Sukar sekali 7 2 7 Uji Daya Pembeda Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa dari kelas atas dengan siswa dari kelas bawah. Persamaan uji daya pembeda yang digunakan adalah: DP = BA BB JA JB Keterangan: D = daya pembeda; JA = banyaknya peserta kelompok atas; JB = banyaknya peserta kelompok bawah; BA = jumlah jawaban yang diperoleh siswa dari kelompok atas; BB = jumlah jawaban yang diperoleh siswa dari kelompok bawah; PA = benar; PA = BA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab JA BA = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar. JA Klasifikasi daya pembeda soal disajikan dalam Tabel 3.9. commit to user 84 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 3.9 Tabel Indeks Daya Pembeda Soal Nilai Daya Pembeda 0,00 – 0,19 0,20 – 0,39 0,40 – 0,59 0,60 – 0,79 0,80 – 1,00 Keterangan Sangat kurang membedakan Kurang membedakan Cukup membedakan Lebih membedakan Sangat membedakan Hasil uji daya pembeda soal tes kognitif dapat dilihat pada Lampiran 18, rangkumannya dapat dilihat pada Tabel 3.10. Tabel 3.10 Ringkasan Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal Kriteria Jenis Soal Jumlah Soal SKM KM CM LM SM Kognitif 25 3 8 13 2 1 I. 1. Uji Prasyarat a. Uji Normalitas Teknik Analisis Data Uji normalitas digunakan untuk mengetahui suatu sampel berasal dari populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas digunakan statistik uji Komolgorov Smirnov. Statistik uji Komolgorov Smirnov ditentukan berdasarkan nilai terbesar dari selisih antara nilai fungsi distribusi dengan nilai fungsi distribusi empiris. D= max|F(x)-i/n| F(x) = x μ 2 ) σ i = jumlah kategori (σ 2π ) 2 e 1 2 ( n = jumlah sampel kategori i. commit to user 85 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Data berdistribusi normal jika D>Dα. Uji normalitas dihitung dengan menggunakan software SPSS 18. Prosedur penentuan uji normalitas adalah sebagai berikut: 1) Penentuan Hipotesis H0 = tidak ada perbedaan mean, modus, dan median atau sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1 = ada perbedaan mean, modus, dan median atau sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2) Menentukan Taraf Signifikansi Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji normalitas ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05 atau 5%. 3) Penetapan Keputusan Uji Signifikansi ≥ 0,05 ; Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Signifikansi ≤ 0,05 ; Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui suatu sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi sama atau tidak. Untuk mengetahui homogenitas variansi digunakan uji Levene’s. 2 N - k i 1 Ni(Zi Z) W k - 1 ik1 Nij1 (Zij - Zi) 2 k commit to user 86 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan: W = hasil uji levene’s; N = jumlah sampel; k = jumlah kelompok; Ni = jumlah sampel group ke I; Zi = rerata kelompok ij; daerah kritis =W > Fα, k-1,N-k; Zij = | ̅| ̅ kelompok i; Z = rerata total. Uji homogenitas ini dihitung menggunakan software SPSS18. Prosedur penentuan uji Levene’s adalah sebagai berikut: 1) Penentuan Hipotesis H0 = tidak ada perbedaan variansi atau sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi homogen. H1 = ada perbedaan variansi atau sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi tidak homogen. 2) Menentukan Taraf Signifikansi Pada uji homogenitas ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05 atau 5%. 3) Penetapan Keputusan Uji H0 diterima ketika signifikansi ≥ 0,05, selain itu H0 ditolak. 2. Uji Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji statistik nonparametrik yaitu uji Kruskal-Wallis, dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Hipotesis 1) H0A: αi = 0: Tidak ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil terhadap prestasi belajar siswa. H1A: αi ≠ 0: Ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil terhadap prestasi belajar siswa. H0B: βj = 0: Tidak ada pengaruh gayatobelajar commit user visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. 87 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id H1B: βj ≠ 0: Ada pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi belajar siswa. H0C: γk = 0: Tidak ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. H1C: γk ≠ 0: Ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar siswa. 2) H0AB: αβij = 0: Tidak ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. H1AB: αβij ≠ 0: Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. H0AC: αγik = 0: Tidak ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. H1AC: α γik ≠ 0: Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. H0BC: βγjk = 0: Tidak ada interaksi gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. H1BC: β γjk ≠ 0: Ada interaksi gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. commit to user 88 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) H0ABC: αβγijk = 0: Tidak ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil, gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. H1AC: αβγijk ≠ 0: Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil, gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. b. Komputasi V= n ( R (R)) V= n ( R H= 12 N(N 1) 2 N 1 2 ) 2 R 12 H= 3(N 1) N(N 1) n 2 Kemudian nilai χ2 untuk 7 df dan α = 0,05 dibandingkan dengan nilai H. Apabila H < χ2 dan menurut SPSS nilai Signifikansi > 0,05 maka H0 diterima atau H1 ditolak. Apabila H > χ2 dan menurut SPSS nilai Signifikansi < 0,05) maka H0 diterima atau H1 ditolak. Keterangan: R = total nilai/total; n = total sel/besar sampel; N = jumlah cacah pengamatan semua sel; N = N1 + N2 + .... + Nk; H = nilai statistik Kruskal-Wallis; χ2 = Signifikansi; df = derajat kebebasan. Komputasi ini dilakukan untuk masing-masing hipotesis c. Daerah Kritik DKa = { | commit to user }; DKa = { | }; 89 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DKa = { | DKa = { | DKa = { | d. }; DKa = { | }; DKa = { | } Keputusan uji H0A ditolak jika Ha > ; H0B ditolak jika Ha > H0C ditolak jika Ha > ; H0A B ditolak jika Ha > H0AC ditolak jika Ha > ; H0BC ditolak jika Ha > H0A BC ditolak jika Ha > commit to user }; } perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Dalam penelitian ini data yang terkumpul terdiri atas data gaya belajar, kemampuan berpikir kritis, dan prestasi belajar siswa. Data yang diperoleh dari kelas XI IPA1 sebagai kelas eksperimen 1 yang diberi pembelajaran dengan strategi problem solving dengan lab riil dan kelas XI IPA3 sebagai kelas eksperimen 2 yang diberi pembelajaran dengan strategi problem solving dengan lab virtuil. 1. Data Gaya Belajar Data gaya belajar siswa dapat diperoleh dari data isian angket tertulis gaya belajar, yang dibagi dalam dua kategori yaitu visual dan kinestetik. Dalam penelitian ini jumlah siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih banyak dari pada jumlah siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik baik untuk lab riil maupun lab virtuil. Deskripsi data jumlah siswa berdasarkan gaya belajar ditunjukkan dalam Tabel 4.1. Tabel 4.1 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Kelas Lab Riil Lab Virtuil Jumlah 2. Gaya Belajar Visual Kinestetik 31 12 31 12 62 24 Jumlah 43 43 86 Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Data kemampuan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini diperoleh dari hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis siswa commit user dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu tokemampuan berpikir kritis tinggi dan 90 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 91 kemampuan berpikir kritis rendah. Rincian data jumlah siswa ditinjau dari kemampuan berpikir kritis siswa dalam Tabel 4.2. Tabel 4.2 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas Jumlah siswa Rata-rata Skor Perolehan 43 43 86 59 Lab Riil Lab Virtuil Jumlah Kategori Tinggi Rendah 16 27 26 17 42 44 Deskripsi data jumlah siswa ditinjau dari kelas dengan media lab riil dan lab virtuil, gaya belajar visual dan kinestetik serta kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah disajikan dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Metode, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pembelajaran Berbasis Problem Solving dengan Menggunakan Media Lab Riil Lab Virtuil Vsual Gaya Belajar Kinestetik Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi 11 18 Kemampuan Berpikir Kritis Rendah 20 13 5 8 7 4 Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Kemampuan Berpikir Kritis Rendah Dari Tabel 4.3 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang memiliki gaya belajar visual selalu lebih banyak baik untuk kelas lab riil, kelas lab virtuil, kelompok kemampuan berpikir kritis tinggi, maupun kemampuan berpikir kritis rendah. 3. Data Prestasi Belajar Siswa Data prestasi belajar yang diambil dalam penelitian ini meliputi ranah kognitif dan afektif. Penilaian ranah kognitif dan afektif dilakukan setelah proses pembelajaran berakhir. commit to user perpustakaan.uns.ac.id a. digilib.uns.ac.id 92 Ranah Kognitif Deskripsi data prestasi belajar siswa ranah kognitif ditinjau penggunaan media, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis dapat ditunjukkan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Kognitif Kelas Ditinjau dari Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Penggunaan Media Jumlah siswa Rata-rata Standar deviasi Nilai maksimal Nilai minimal Lab Riil Lab Virtuil 43 43 71,4 71,5 8,6 13,0 96 96 56 52 Gaya Belajar Visual 62 72,1 10,5 96 52 Kinestetik 24 70,0 12,1 96 52 Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Rendah 42 44 76,4 66,8 11,2 8,5 96 60 88 52 Dari Tabel 4.4 tersebut dilihat bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memiliki rata-rata nilai prestasi kognitif yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Data prestasi belajar siswa ditinjau dari pembelajaran problem solving menggunakan media lab riil, virtuil, dengan gaya belajar disajikan dalam Tabel 4.5. Tabel 4.5 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media dan Gaya Belajar Jumlah Siswa Rata-Rata Standar Deviasi Lab Riil Visual Kinestetik 31 12 71,1 72,3 7,8 10,6 Lab Virtuil Visual Kinestetik 31 12 73,0 67,7 12,7 13,5 Dari Tabel 4.5 untuk kelas dengan media lab riil, siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik memperoleh rerata nilai prestasi belajar ranah kognitif yang lebih baik daripada siswa yang memiliki gaya belajar visual. Sedangkan untuk kelas dengan media lab virtuil, siswa yang memiliki gaya belajar visual user kognitif yang lebih baik daripada memperoleh rata-rata nilai prestasicommit belajartoranah siswa yang memilki gaya belajar kinestetik. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 93 Untuk deskripsi data prestasi belajar ranah kognitif ditinjau dari pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir kritis siswa ditunjukkan dalam Tabel. 4.6. Tabel 4.6 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif ditinjau dari Media dan Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan Berpikir Kritis Jumlah Siswa Rata-Rata Standar Deviasi Lab Riil Tinggi Rendah 16 27 76,8 68,3 10,1 5,6 Lab Virtuil Tinggi Rendah 26 17 76,1 64,5 11,9 11,6 Dari Tabel 4.6 untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah memperoleh rata-rata nilai prestasi belajar yang lebih baik pada pembelajaran dengan media lab riil daripada lab virtuil. Untuk deskripsi data prestasi belajar siswa ranah kognitif ditinjau dari kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah ditunjukkan dalam Tabel. 4.7. Tabel 4.7 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Visual Kemampuan Berpikir Kritis Jumlah Siswa Rata-Rata Standar Deviasi Tinggi 29 76,7 10,6 Rendah 33 68,0 8,7 Kinestetik Tinggi Rendah 13 11 75,7 63,3 12,7 7,1 Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah yang memiliki gaya belajar visual memiliki rerata nilai prestasi lebih baik daripada gaya belajar kinestetik. Deskripsi data kelas prestasi belajar siswa ranah kognitif ditinjau dari penggunaan media, gaya belajar, serta kemampuan berpikir kritis disajikan dalam Tabel 4.8. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 94 Tabel 4.8 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Jumlah Siswa Rata-rata Standar Deviasi Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi 11 75,3 9,1 Kemampuan Berpikir Kritis Rendah 20 68,8 6,2 5 80,0 12,6 7 66,9 3,1 18 77,6 11,6 13 66,8 11,8 8 73,0 12,8 4 57,0 7,6 Variabel Visual Lab Riil Kinestetik Visual Lab Virtuil Kinestetik Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Kemampuan Berpikir Kritis Rendah Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Kemampuan Berpikir Kritis Rendah Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Kemampuan Berpikir Kritis Rendah Dari Tabel 4.8 untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah baik dengan gaya belajar visual maupun kinestetik pada pembelajaran dengan media lab riil memperoleh rata-rata nilai prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran dengan media lab virtuil. Distribusi frekuensi prestasi belajar kelas dengan media lab riil dapat dilihat pada Tabel 4.9 dan diperjelas dengan histogram pada Gambar 4.1. Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif Lab Riil Interval 56 63 70 77 84 91 Jumlah 62 69 76 83 90 97 Nilai Tengah Frekuensi0 Frekuensi (%) 59 66 73 80 87 94 3 20 12 2 4 2 43 6,9 46,5 27,9 4,7 9,3 4,7 100 commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 95 25 Frekuensi 20 15 10 5 0 59.0 66.0 73.0 80.0 87.0 94.0 Nilai Tengah Interval Kelas Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Lab Riil Distribusi frekuensi prestasi belajar kelas dengan media lab virtuil dapat dilihat pada Tabel 4.10, kecenderungan nilainya dapat dilihat pada histogram yaitu Gambar 4.2. Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif Lab Virtuil Interval Frekuensi 52 59 66 73 80 87 94 Jumlah 58 65 72 79 86 93 100 Nilai Tengah Frekuensi0 55 62 69 76 83 90 97 7 7 14 3 5 3 4 43 Frekuensi (%) 16,3 16,3 32,6 7 11,5 7 9,3 100 16 14 12 10 8 6 4 2 0 55.0 62.0 69.0 76.0 83.0 90.0 97.0 Nilai Tengah Interval Kelas commit to user Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Lab Virtuil perpustakaan.uns.ac.id b. digilib.uns.ac.id 96 Ranah Afektif Deskripsi data prestasi belajar siswa ranah afektif dapat ditunjukkan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Afektif Ditinjau dari Penggunaan Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis siswa Penggunaan Media Jumlah Siswa Rata-rata Standar Deviasi Nilai Maksimal Nilai Minimal Lab Riil Lab Virtuil 43 43 76,5 74,6 8,6 6,8 92 92 53 55 Gaya Belajar Visual 62 75,8 7,6 91 53 Kinestetik 24 74,8 8,4 92 56 Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi Rendah 42 44 76,7 74,5 6,5 8,8 92 92 61 53 Deskripsi data prestasi belajar afektif dari kelas pada pembelajaran problem solving menggunakan media lab riil dan virtuil ditinjau dari gaya belajar disajikan dalam Tabel 4.12. Tabel 4.12 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media Pembelajaran dan Gaya Belajar Jumlah Siswa Rata-Rata Standar Deviasi Lab Riil Visual Kinestetik 31 12 77,3 74,4 8,1 9,8 Lab Virtuil Visual Kinestetik 31 12 74,4 75,2 6,6 7,2 Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari strategi pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan virtuil ditinjau dari kemampuan berpikir kritis disajikan dalam Tabel 4.13. Tabel 4.13 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan Berpikir Kritis Jumlah Siswa Rata-Rata Standar Deviasi Lab Riil Tinggi Rendah 16 27 77,6 75,8 7,7 9,2 Lab Virtuil Tinggi Rendah 26 17 76,1 72,4 5,7 7,9 Untuk deskripsi data prestasi belajar siswa ranah afektif ditinjau dari commit to user kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik dengan kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah ditunjukkan dalam Tabel. 4.14. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 97 Tabel 4.14 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Visual Kemampuan Berpikir Kritis Jumlah Siswa Rata-Rata Standar Deviasi Tinggi 29 73,4 6,0 Rendah 33 74,5 8,6 Kinestetik Tinggi Rendah 13 11 75,1 74,4 7,5 9,8 Deskripsi data kelas prestasi belajar siswa ranah afektif ditinjau dari kelas dengan media lab riil dan lab virtuil, gaya belajar visual dan kinestetik serta kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah disajikan dalam Tabel 4.15. Tabel 4.15 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Jumlah Siswa Rata-rata Standar Deviasi Kemampuan Berpikir Kritis Tinggi 11 79,9 7,0 Kemampuan Berpikir Kritis Rendah 20 75,8 8,5 5 72,6 7,2 7 75,7 11,7 18 75,8 4,8 13 72,5 8,6 8 76,6 7,7 4 72,2 6,1 Variabel Visual Lab Riil Kinestetik Visual Lab Virtuil Kinestetik Kemampuan Kritis Tinggi Kemampuan Kritis Rendah Kemampuan Kritis Tinggi Kemampuan Kritis Rendah Kemampuan Kritis Tinggi Kemampuan Kritis Rendah Berpikir Berpikir Berpikir Berpikir Berpikir Berpikir B. Uji Prasyarat Hipotesis 1. Uji Normalitas Dalam penelitian ini untuk mengetahui bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal digunakan uji Komolgorov-Smirnov. Jika harga signifikansi hasil uji lebih besar daripada taraf signifikansi berarti sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan jika harga signifikansi commit to user lebih kecil daripada taraf signifikansi berarti sampel berasal dari populasi yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 98 tidak berdistribusi normal. Dalam hal ini digunakan taraf signifikansi 0,05. Uji normalitas digunakan tiap kolom dan baris pada tiap ranah prestasi belajar. Hasil uji normalitas pada prestasi belajar ranah kognitif disajikan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah Kognitif Media Lab Riil Lab Virtuil 0,00 0,04 Kognitif Taraf Signifikansi 0,05 0,05 Gaya Belajar Visual Kinestetik 0,00 0,02 0,05 0,05 tidak normal tidak normal Kemampuan Berpikir Kitis Tinggi Rendah 0,00 0,02 0,05 0,05 tidak normal tidak normal Kelompok Komolgorov Smirnov Keputusan Uji tidak normal tidak normal Hasil uji normalitas tiap kelompok untuk prestasi belajar ranah afektif dengan uji Komolgorov-Smirnov disajikan pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah Afektif Komolgorov Smirnov 0,07 Afektif Taraf Signifikansi 0,05 Lab Virtuil Visual 0,02 0,00 0,05 0,05 tidak normal tidak normal Kinestetik Tinggi 0,200* 0,04 0,05 0,05 normal tidak normal Rendah 0,200* 0,05 normal Kelompok Lab Riil Media Gaya Belajar Kemampuan Berpikir Kitis Keputusan Uji normal Dari Tabel 4.16 dan 4.17 menujukkan bahwa sampel dalam penelitian inti berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan secara lengkap disajikan pada lampiran 38. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan variansi atau homogenitas antar populasi. Ringkasan hasil uji homogenitas untuk prestasi commit to user kognitif dan afektif disajikan dalam Tabel 4.18. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 99 Tabel 4.18 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas Signifikansi Variabel Media Gaya belajar Kemampuan berpikir kritis 0,05 0,05 Kognitif Levene’s Keputusan test Uji 0,01 tidak homogen 0,44 homogen 0,05 0,01 tidak homogen Afektif Levene’s Keputusan Test Uji 0,28 homogen 0,47 homogen 0,07 homogen Dari Tabel 4.18 terlihat bahwa hasil uji homogenitas ditinjau dari media dan kemampuan berpikir kritis menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang tidak homogen. C. Pengujian Hipotesis Dari uji prasyarat normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal dan memiliki variansi yang tidak homogen, sehingga pada penelitian ini uji statistik yang digunakan adalah satistik uji non parametrik Kruskal Wallis. Hasil uji non parametrik Kruskal Wallis untuk prestasi belajar kognitif dan afektif disajikan dalam Tabel 4.19 dan Tabel 4.20. Tabel 4.19 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa Ranah Kognitif Hipotesis Signifikansi 1 2 3 4 5 6 7 1,00 0,25 0,00 0,45 0,00 0,00 0,01 Taraf Signifikansi 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Keputusan Uji H0 diterima H0 diterima H0 ditolak H0 diterima H0 ditolak H0 ditolak H0 ditolak Tabel 4.20 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa Ranah Afektif Hipotesis Signifikansi 1 2 3 4 5 6 7 0, 18 0, 43 0, 32 0, 45 0, 31 0, 47 0, 36 Taraf Signifikansi 0,05 0,05 0,05 commit to0,05 user 0,05 0,05 0,05 Keputusan Uji H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 100 Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan penolakan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. H0A: diterima karena untuk prestasi belajar ranah kognitif signifikansi 1,00 dan ranah afektif 0,185, keduanya lebih besar daripada taraf signifikansi yang digunakan yaitu 0,05. Jadi tidak ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. 2. H0B: diterima untuk prestasi belajar ranah kognitif maupun afektif atau tidak ada pengaruh yang signifikan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini karena signifikansi hasil uji statistik prestasi belajar ranah kognitif 0,25 dan ranah afektif 0,43 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05. 3. H0C: dari Tabel 4.23 dan Tabel 4.24, H0C ditolak untuk prestasi belajar ranah kognitif karena signifikansi 0,00 < 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar ranah afektif karena signifikansi 0,32 > 0,05. Jadi ada pengaruh yang signifikan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada pengaruh yang signifikan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. 4. H0AB: diterima untuk prestasi belajar ranah kognitif maupun afektif karena signifikansinya adalah 0,45 dan 0,45 lebih besar daripada 0,05. Jadi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 5. H0AC: ditolak untuk prestasi belajar ranah kognitif karena signifikansi 0,00 lebih kecil daripada 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar ranah afektif karena commit to user signifikansi 0,31 lebih besar dari 0,05. Jadi ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 101 dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir kritis siswa ranah afektif. 6. H0BC: ditolak untuk prestasi belajar ranah kognitif karena signifikansi 0,00 lebih kecil daripada 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar ranah afektif karena signifikansi 0,47 lebih besar dari 0,05. Jadi ada interaksi yang signifikan antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. 7. H0ABC: ditolak untuk prestasi belajar ranah kognitif karena signifikansi 0,01 lebih kecil daripada 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar ranah afektif karena signifikansi 0,36 lebih besar dari 0,05. Jadi ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. D. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dapat dijelaskan masing-masing hipotesis sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama: Pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. commit to user Berdasarkan hasil uji non parametrik Kruskal Wallis dapat diketahui bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kimia berbasis problem perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 102 solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. Banyak peneliti dalam pendidikan sains mengakui bahwa penelitian laboratorium meningkatkan minat dan kemampuan siswa untuk mata pelajaran sains (Bryant dan Edmunt, 1987; Bekar, 1996; Algan, 1999; Bagci dan Simsek, 1999) cit. Tuysuz, (2010). Pembelajaran problem solving menggunakan lab riil memberikan pengalaman pada siswa untuk melakukan percobaan di laboratorium nyata, hal ini membuat siswa belajar dengan aktif, gembira, dan termotivasi. Adanya petunjuk praktikum pada LKS membuat siswa mudah melakukan percobaan sesuai dengan prosedur kerja untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang mereka terima. Siswa belum terbiasa dengan praktikum, sehingga pembelajaran berbasis problem solving membuat siswa belajar lebih lama dan menyita waktu, membuat terbatasnya waktu untuk diskusi dan mengambil kesimpulan Pembelajaran problem solving dengan media lab virtuil untuk memahami materi laju reaksi secara teoritis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan lab riil karena kepraktisan media, media mampu menggambarkan secara detail percobaan yang dilakukan, siswa dapat mengulangi percobaan dengan mudah, dan adanya animasi membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar. Siswa terbawa suasana menyenangkan dalam mengulang-ulang percobaan membuat banyak waktu yang tersita sehingga hanya tersisa sedikit waktu pada tahap diskusi. Tidak adanya resiko pecahnya alat-alat praktikum pun membuat siswa leluasa dalam melakukan eksperimen dilengkapi dengan adanya petunjuk praktikum pada media dan LKS membuat siswa terpandu meski sesekali bertanya juga kepada guru. Lab virtuil yang digunakan berupa animasi bukan simulasi, sehingga keterampilan teknik penggunaan alat tidak didapatkan dan pengalaman commit to user belajar senyata yang diharapkan. Sehingga tidak terlihat pengaruh yang signifikan pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan virtuil terhadap prestasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 103 belajar siswa, baik kognitif maupun afektif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hadi Santoso (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pembelajaran fisika dengan menggunakan lab riil dan lab virtuil terhadap prestasi belajar siswa. Andersen (1981) cit. Diknas (2008) karakteristik siswa meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat dan perasaan. Ranah afektif mencakup perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan siswa dipengaruhi oleh faktor internal (dalam diri siswa) ataupun eksternal (lingkungan). Perubahan perilaku afektif tidak berlangsung dengan serta merta tetapi melalui proses yang membutuhkan waktu lebih lama dari pada aspek kognitif dan dukungan dari lingkungan. Dalam penelitian ini diterimanya hipotesis nol (H0) untuk semua hipotesis dikarenakan penelitian hanya dilakukan pada satu kompetensi dasar yang tidak didukung dengan pengembangan strategi pembelajaran yang mengacu pada keterampilan proses untuk mata pelajaran lain selain kimia. Waktu yang relatif singkat dan tidak adanya dukungan lingkungan mengakibatkan kurang terlihatnya dampak pebelajaran problem solving dengan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. 2. Hipotesis kedua: Pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil penelitian diperoleh tidak ada pengaruh yang signifikan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa baik ranah kognitif maupun afektif untuk materi laju reaksi. Siswa yang memiliki gaya belajar visual mudah memperoleh informasi dalam bentuk gambar, diagram, grafik, atau pun bentuk visualisasi yang commit to user menarik. Siswa yang memiliki gaya belajar visual dapat diketahui dengan ciri-ciri teratur dalam memperhatikan segala sesuatu, rapi dan tidak banyak bergerak perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 104 selama proses pembelajaran. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih mudah memperoleh informasi dengan gerak tubuh, dalam proses pembelajaran siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik dapat diketahui dari gerakan anggota tubuh selama belajar. Informasi tentang karakteristik siswa termasuk gaya belajar siswa penting dalam proses belajar-mengajar. Reiff (1992) cit. Lam et al (2011), menyatakan bahwa jika guru menyadari kebutuhan dan gaya belajar siswa, memberikan manfaat seperti mengurangi frustrasi bagi siswa dan guru, meningkatkan konsep diri, prestasi, meningkatkan variabilitas, fleksibilitas, dan memperbaiki komunikasi. Gaya belajar tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar, namun selama proses pembelajaran tetap harus menjadi perhatian guru. Pembelajaran materi laju reaksi melibatkan proses, eksperimen, pengamatan, mengolah data berupa angka dan grafik, diskusi, dan menarik kesimpulan. Hal ini tidak hanya gaya belajar visual saja yang berperan, namun dalam prosesnya gaya belajar kinestetik juga memiliki peran, misalnya ketepatan pengukuran waktu, ketepatan penggunaan termometer, dan keterampilan penggunaan alat lainnya, yang kemudian diproses untuk memperoleh pengetahuan baru. Jadi dalam pembelajaran materi laju reaksi peranan gaya belajar visual dan kinestetik siswa seimbang, sehingga gaya belajar tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Gaya belajar siswa berfluktuasi tergantung cara penyampaian bahan ajar meskipun setiap siswa memiliki kecenderungan pada salah satu gaya belajar, karena pada dasarnya setiap siswa memiliki ketiga gaya belajar baik visual, kinestetik, maupun auditorial. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Riana (2011) commit to user yang menyatakan tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. Siswa dengan mudah mengadaptasikan gaya belajarnya dengan bahan ajar dan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 105 media pembelajaran yang digunakan sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. 3. Hipotesis ketiga: Pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. Perhitungan untuk hipotesis ketiga menunjukkan ada pengaruh yang signifikan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. Berpikir kritis merupakan pemikiran reflektif yang difokuskan siswa untuk memutuskan sesuatu yang harus dilakukannya. Kemampuan berpikir kritis meliputi kemampuan memberi penjelasan, mengidentifikasi argumen utama, menunjukkan persamaan dan perbedaan, menarik kesimpulan, mendeduksi secara logis, mengevaluasi berdasarkan fakta dan memilih strategi yang tepat. Hasil penelitian Mohd Nazir (2010) menyatakan bahwa berpikir kritis memainkan peran penting dalam pendidikan, dan merupakan objek pembelajaran, penelitian harus fokus pada penemuan metode pembelajaran yang paling efektif untuk pengembangannya. Berpikir kritis memberikan sumbangan yang besar dalam proses pembelajaran, terlihat pada besarnya nilai signifikansinya yaitu 0,00. Karena memberikan sumbangan yang signifikan dalam pembelajaran, keterampilan berpikir kritis perlu diperhatikan dan ditingkatkan. Hofreiter, Monroe, dan Stein (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang melibatkan diskusi dan tugas yang saling dikaitkan. Problem solving merupakan pembelajaran yang melibatkan proses pemecahan masalah dan diskusi yang saling terkait sehingga dapat digunakan sebagai pembelajaran alternatif untuk meningkatkan kemampuan commit to user berpikir kritis siswa. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 106 Siswa yang dalam kategori kelompok kemampuan berpikir kritis tinggi memiliki rata-rata prestasi belajar ranah kognitif lebih besar dibandingkan dengan siswa yang dalam kategori kelompok berkemampuan berpikir kritis rendah. Hal ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk belajar dan berusaha untuk berpikir secara logis dalam rangka memecahkan masalah, dengan cara bertanya maupun mencari sendiri pemecahannya. Dengan kemampuan menarik kesimpulan yang baik selama proses pembelajaran maka siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memiliki prestasi belajar aspek kognitif lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Namun ditinjau dari aspek afektif siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah tidak memiliki perbedaan prestasi belajar yang signifikan hal ini sesuai dengan penelitian oleh Hadi Santoso (2009). 4. Hipotesis keempat: Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa. Tidak adanya interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil, berarti siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik diberi perlakukan pembelajaran problem solving dengan lab riil maupun lab virtuil memberikan prestasi belajar yang tidak berbeda secara signifikan. Dunn dan Dunn (1979) cit. Lam (2011) menyatakan bahwa gaya belajar memiliki implikasi untuk praktek mengajar meskipun praktek mengajar tidak boleh hanya ditentukan oleh gaya belajar siswa. Penggunaan media pembelajaran yang mampu mengakomodasi gaya belajar siswa sangat commit to user diperlukan dalam pembelajaran. Pembelajaran problem solving dengan lab riil dan virtuil melibatkan gaya belajar kinestetik dan visual meskipun masing-masing perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 107 persentasenya berbeda. Penggunaan media lab riil lebih cenderung mengaktifkan gaya belajar kinestetik, sedangkan lab virtuil lebih cenderung mengaktifkan gaya belajar visual. Interaksi penggunaan media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar tidak signifikan, tetapi tetap memerlukan perhatian. Hal ini terlihat pada penggunaan media lab virtuil beberapa siswa dengan gaya belajar kinestetik awalnya sangat tertarik dengan penggunaan animasi dalam percobaan, namun setelah berlangsung agak lama beberapa siswa tersebut merasa bosan, dan ada beberapa yang bergerak mondar-mandir melihat kegiatan kelompok lain. Kebosanan ini dengan sendirinya terusir dengan adanya proses diskusi antar kelompok dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang diberikan diawal pembelajaran. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik pada pembelajaran menggunakan lab riil terlihat senang, aktif dalam bereksperimen maupun diskusi kelas. Siswa yang memiliki gaya belajar visual pada pembelajaran menggunakan media lab virtuil terlihat antusias, tertarik, dan aktif selama pembelajaran, sedangkan pada pembelajaran menggunakan media lab riil terlihat kuarang antusias dan kurang aktif selama prembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Sudarmi (2010) yang menyatakan tidak ada interaksi antara media lab riil dan virtuil dengan gaya belajar siswa. 5. Hipotesis kelima: Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil uji statistik dapat dilihat ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil commit to user dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 108 problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. Hasil penelitian Tuysuz (2010) menunjukkan bahwa aplikasi laboratorium virtuil membuat efek positif pada prestasi siswa dan sikap bila dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional. Pembelajaran kimia dengan strategi problem solving melatih siswa untuk memecahkan masalah dengan berdiskusi kelompok, berinteraksi dengan bahan ajar, dalam rangka menemukan konsep. Hasil penelitian Guiller et al, (2008) cit. Mohd Nazir menyatakan bahwa bahwa berpikir kritis adalah keterampilan yang diperlukan untuk pemahaman penuh teori, bukti dan isu-isu inti, dan perdebatan dalam domain psikologi dan disiplin lain. Dalam pembelajaran problem solving dengan penggunaan media lab riil dan virtuil erat kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menunjukkan interaksi yang signifikan yakni 0.002. Ada keterkaitan yang signifikan antara problem solving dengan berpikir kritis terlihat dalam penelitian Awang dan Ramly (2008) cit. Mohd Nazir menunjukkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Siswa dengan kemampuan kritis tinggi memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan aktif dalam menyelesaikan masalah sehingga akan cepat menyesuaikan diri dengan media pembelajaran. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi pada pembelajaran problem solving dengan media lab riil maupun lab virtuil memperoleh prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah memerlukan commit to user pengalaman yang secara nyata untuk dapat berpikir logis, menentukan tindakan dan menarik kesimpulan dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa yang perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 109 memiliki kemampuan berpikir kritis rendah pada pembelajaran problem solving dengan media lab riil memiliki prestasi belajar ranah kognitif yang lebih tinggi dibandingkan pada pembelajaran problem solving dengan media lab virtuil. Adanya interaksi yang signifikan antara penggunaan media pada pembelajaran problem solving dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar aspek kognitif berarti apapun media yang digunakan, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memperoleh prestasi belajar aspek kognitif yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Tidak adanya interaksi yang signifikan antara penggunaan media pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa aspek afektif berarti, apapun kemampuan berpikir kritisnya tidak memberikan perbedaan prestasi yang signifikan pada pembelajaran problem solving mengggunakan media lab riil maupun lab virtuil sejalan dengan penelitian oleh Hadi Santoso (2009). 6. Hipotesis keenam: Interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis dan terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil uji statistik menyatakan bahwa ada interaksi yang signifikan antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. Hasil uji hipotesis ke-2 menunjukkan tidak signifikan pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar, namun gaya belajar merupakan faktor internal yang memberikan konstribusi dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Penelitian oleh Dunn (2003) cit. Frank Coffield (2004: 67) menyatakan bahwa siswa yang gaya belajarnya diakomodasi, mencapai 75% dari standar deviasi lebih baik daripada commit to user siswa yang gaya belajarnya tidak diakomodasi. Hal ini menunjukkan bahwa perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 110 mengetahui dan mengakomodasi gaya belajar siswa lebih memberi manfaat terhadap pencapaian prestasi belajar siswa. Berpikir kritis merupakan salah satu faktor internal yang memberikan sumbangan penting dalam pembelajaran terlihat dari hasil uji hipotesis yang ketiga bahwa berpikir kritis memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Adanya konstribusi positif dari gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa menimbulkan interaksi yang signifikan antara kedua faktor internal tersebut terhadap prestasi belajar siswa. Adanya interaksi yang signifikan antara gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis ditinjau dari prestasi belajar aspek kognitif berarti siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memiliki prestasi belajar aspek kognitif yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah apapun gaya belajarnya. Sedangkan untuk siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih baik prestasi kognitifnya daripada siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik apapun kemampuan berpikir kritisnya. Tidak adanya interaksi yang signifikan antara gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis ditinjau dari prestasi belajar aspek afektif berarti baik siswa yang memiliki gaya belajar visual maupun kinestetik tidak memiliki perbedaan prestasi belajar yang signifikan apapun kemampuan berpikir kritisnya. 7. Hipotesis ketujuh: Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa. Dari hasil perhitungan statistik menyatakan bahwa ada interaksi yang commit to user signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 111 belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif. Penggunaan media pembelajaran memberikan konstribusi positif hal ini sejalan dengan hasil penelitian Tuysuz (2010) menyatakan bahwa penggunaan laboratorium virtuil memberikan konstribusi positif terhadap pendidikan. Margetson (1991) cit. Mohd Nazir (2010) mengatakan bahwa karakter pembelajaran berbasis masalah antara lain mendorong berpikiran terbuka, reflektif, pembelajaran kritis dan aktif. Penggunaan media laboratorium baik riil maupun virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis siswa memiliki konstribusi positip terhadap prestasi belajar siswa, sehingga ketiganya memberikan interaksi yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Siswa dengan gaya belajar visual dan memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi pada pembelajaran problem solving menggunakan media lab virtuil memberikan prestasi belajar aspek kognitif yang lebih baik daripada menggunakan media lab riil. Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual dan memiliki kemampuan berpikir kritis rendah pada pembelajaran problem solving menggunakan media lab riil memberikan prestasi belajar aspek kognitif yang lebih baik daripada menggunakan media lab virtuil. Siswa dengan gaya belajar kinestetik dan memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi pada pembelajaran problem solving menggunakan media lab riil memberikan prestasi belajar aspek kognitif yang lebih baik daripada menggunakan media lab virtuil. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik dan memiliki kemampuan berpikir kritis rendah pada pembelajaran problem solving menggunakan media lab riil memberikan prestasi belajar aspek kognitif commitmedia to user yang lebih baik daripada menggunakan lab virtuil. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 112 Ada interaksi antara pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif berarti apapun gaya belajar yang dimiliki, apapun media yang diberikan, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif berarti apapun gaya belajar yang dimiliki, apapun media yang diberikan, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi tidak memiliki prebedaan prestasi belajar yang signifikan dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. E. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini telah direncanakan dan dilaksanakan semaksimal mungkin untuk memperoleh hasil yang optimal. Namun peneliti menyadari keterbatasan sehingga hasil penelitian masih belum sempurna. Keterbatasan yang dimaksud antara lain: 1. Media lab virtuil yang digunakan animasi bukan simulasi sehingga belum bisa memberikan pengalaman belajar yang senyata seperti lab real. 2. Variabel gaya belajar dalam penelitian ini diambil hanya dua kategori yaitu visual dan kinestetik, sedangkan auditorial tidak dilibatkan sehingga belum mendapatkan kesimpulan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. 3. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Pulokulon Grobogan tahun pelajaran 2010/2011. Apabila eksperimen ini dilakukan pada subjek lain memungkinkan menghasilkan keputusan yang berbeda. Hal ini karena commit to usersampel berbeda sehingga hasil karateristik yang dimiliki masing-masing penelitian ini belum dapat digeneralisasikan secara universal. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di SMA N 1 Pulokulon, dapat disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dapat diterapkan pada materi laju reaksi; (2) kemampuan berpikir kritis memberikan konstribusi positif terhadap prestasi belajar siswa; (3) pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan lab riil tepat digunakan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. B. IMPLIKASI Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan implikasi penelitian sebagai berikut: 1. Implikasi teoritis a. Pembelajaran yang optimal dapat dilakukan dengan pemilihan pendekatan, strategi, metode, dan media yang sesuai dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Pembelajaran berbasis problem solving dengan menggunakan media lab riil dan lab virtuil dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan. b. Dalam pembelajaran kimia sebaiknya guru memperhatikan kemampuan berpikir kritis siswa, karena sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. c. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari faktor kemampuan commit topembelajaran user berpikir kritis siswa, sebaiknya digunakan berbasis problem solving 113 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 114 dengan media lab riil untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. 2. Implikasi praktis a. Pemanfaatan laboratorium riil sebagai media pembelajaran dapat mempermudah pemahaman siswa untuk materi-materi kimia yang bersifat empiris, meningkatkan keterampilan proses, dan keterampilan penggunaan alat laboratorium. b. Penggunaan lab virtuil sebagai media pembelajaran dalam upaya untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dapat digunakan untuk materi laju reaksi, praktis, dapat digunakan setiap saat, dan mempermudah pemahaman konsep. c. Dalam pembelajaran kimia sebaiknya guru memperhatikan kemampuan berpikir kritis siswa. C. SARAN Berdasarkan hasil peneltitian dan implikasi dalam penelitian ini, maka saran-saran yang dapat dianjurkan adalah sebagai berikut: 1. Untuk guru a. Untuk pembelajaran laju reaksi sebaiknya disampaikan dengan strategi problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil. b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran problem solving dengan lab riil: 1) merancang praktikum dan persiapan lab dengan baik sehingga efisien waktu; 2) sebelum melaksanakan praktikum guru sebaiknya mencoba dulu; 3) membiasakan siswa disiplin saat praktikum sehingga tidak menimbulkan kegaduhan karena pergerakan siswa yang tidak terarah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id c. digilib.uns.ac.id 115 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran problem solving dengan lab virtuil: 1) pembuatan media sesuai dengan silabus; 2) menggunakan animasi, warna, dan suara yang menarik sehingga siswa tidak mudah bosan; 3) guru sebaiknya mencoba menggunakan dulu sebelum diterapkan di kelas. d. Kemampuan berpikir kritis berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa sehingga perlu ditingkatkan, yaitu dengan pembelajaran problem solving, inquiry, proyek, dan strategi-strategi lain yang mengacu pada pendekatan proses. 2. Untuk peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitan pada pada konsep kimia yang bersifat empiris seperti kesetimbangan kimia, termokimia dengan meninjaunya dari variabel lain seperti kemampuan awal, logika berpikir induktif, dan motivasi agar tujuan pembelajaran tercapai dan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik. commit to user