perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS PROBLEM SOLVING MENGGUNAKAN
LABORATORIUM RIIL DAN VIRTUIL DITINJAU DARI GAYA
BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
(Pembelajaran pada Materi Laju Reaksi Kelas XI Di SMA N 1 Pulokulon
Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012)
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama Kimia
Oleh:
SRI PUSPORINI
NIM S831102047
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat, hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam
menyusun dan menyelesaikan tesis ini penulis mendapatkan bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana yang
telah memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan.
2. Dr. Mohammad Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sains yang telah memberikan ijin dalam penyusunan penelitian ini serta
memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi.
3. Prof. Dr. Ashadi selaku pembimbing I yang dengan kesabarannya
memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi.
4. Dr. Sarwanto, M.Si., selaku pembimbing II yang dengan kesabarannya
memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi.
5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pascasarjana yang dengan kesabaran hati
dan senantiasa membagi ilmunya.
6. Drs. Margono, MM., selaku Pengawas Dinas Pendidikan Kabupaten
Grobogan, atas ijin, dan dorongannya untuk belajar.
7. Drs. Kusmono Hadi, selaku Kepala Sekola SMA N 1 Pulokulon atas
kesempatan yang diberikan untuk menyelesaikan studi.
8. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret angkatan Februari 2011 yang senantiasa saling memberi semangat.
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Rekan-rekan Guru SMA N 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan yang selalu
memberi dukungan dan semangat.
10. Semua pihak yang belum penulis sebutkan yang turut membantu dalam
penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak
kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi dunia
pendidikan.
Surakarta,
Juli 2012
Penulis
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sri Pusporini, 2012. Pembelajaran Kimia Berbasis Problem Solving
Menggunakan Laboratorium Riil dan Virtuil Ditinjau dari Gaya Belajar
dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. TESIS: Pembimbing I: Prof. Dr.
Ashadi, II: Dr. Sarwanto, M.Si. Program Studi Pendidikan Sains, Program
Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Pembelajaran berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil
dan virtuil adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa. Pembelajaran berbasis
problem solving melatih siswa memecahkan masalah untuk membentuk konsep,
kemudian mengaplikasikannya pada situasi baru. Penelitian ini melibatkan gaya
belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan
laboratorium riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap
prestasi belajar siswa dan interaksinya.
Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen, dilakukan di
SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten Grobogan tahun Pelajaran 2011/2012.
Dalam penelitian ini sampel dipilih secara acak (cluster random sampling),
Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA1 menggunakan laboratorium riil
dan kelas XI IPA3 menggunakan laboratorium virtuil. Pengumpulan data
menggunakan teknik tes dan non tes (angket). Untuk prestasi kognitif dan
kemampuan berpikir kritis menggunakan teknik tes, sedangkan untuk prestasi
afektif dan gaya belajar menggunakan angket. Uji hipotesis menggunakan uji
nonparametric yaitu uji Kruskal-Wallis.
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran kimia
berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan virtuil dapat
diterapkan pada materi laju reaksi; (2) kemampuan berpikir kritis memberikan
konstribusi positif terhadap prestasi belajar siswa; (3) pembelajaran kimia
berbasis problem solving dengan laboratorium riil lebih tepat digunakan pada
siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.
Kata kunci: problem solving, laboratorium riil, laboratorium virtuil, gaya belajar,
kemampuan berpikir kritis, dan laju reaksi.
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sri Pusporini, 2012. Chemistry Learning Based on Problem Solving Through
Real Laboratory and Virtual Laboratory Overviewed from the Student
Learning Style and Critical Thinking Skill. THESIS: Advisor I: Prof. Dr.
Ashadi, II: Dr Sarwanto, M.Si. Science Education, Post Graduate Program,
Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT
Problem solving through real laboratory and virtual laboratory were
student centered learning model. Problem solving required students to solve the
problem to construct the concept and applied the concept in a new situation. The
research involved students’ analytical skill and creativity. The aims of this study
was to determine the effect of the using learning based on problem solving using
real and virtual laboratory, learning style, and critical thinking skill towards
student learning achievement and it’s interaction.
This study used a quasi experimental method with 2x2x2 factorial
design. The population was the students in 11th Science Grade SMA N 1
Pulokulon Grobogan Academic Year 2011/2012. The sample was taken using
cluster random sampling, consisted of two classes. The first class was treated by
real laboratory and the second ones by virtual laboratory. The data collection was
done using test and non-test (questioner) techniques. The data was collected using
test for cognitive achievement and critical thinking skill, questioner for affective
achievement, learning style. The hypothesis were tested using nonparametric
Kruskal-Wallis test.
From the data analysis could be concluded that: (1) problem solving
using real and virtual laboratory could be applied in reaction rate learning; (2)
critical thinking skill gave positive relation toward students’ cognitive learning
achievement; (3) problem solving using real laboratory could be implemented for
students’ who had low critical thinking exactly.
Keyword: problem solving, real laboratory, virtual laboratory, learning style,
critical thinking skill, and rate reaction.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................
iii
PERNYATAAN..........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR..................................................................................
v
ABSTRAK.....................................................................................................
vii
ABSTRACT...................................................................................................
viii
DAFTAR ISI.................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL.........................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
1
A.
Latar Belakang Masalah....................................................................
1
B.
Identifikasi Masalah..........................................................................
7
C.
Pembatasan Masalah.........................................................................
7
D.
Perumusan Masalah...........................................................................
8
E.
Tujuan Penelitian...............................................................................
9
F.
Manfaat Penelitian.............................................................................
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
11
A.
Kajian Teori......................................................................................
11
1.
11
Pembelajaran Kimia..............................................................
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.
Belajar...................................................................................
14
3.
Strategi Pembelajaran Problem solving...............................
26
4.
Media Pembelajaran...............................................................
31
5.
Laboratorium
34
Riil...................................................................................
36
Laboratorium
38
Virtuil..............................................................................
40
7.
Gaya Belajar...........................................................................
42
8.
Kemampuan Berpikir Kritis...................................................
53
9.
Laju Reaksi.............................................................................
57
10.
Prestasi Belajar.......................................................................
62
B.
Penelitian yang Relevan.....................................................................
69
C.
Kerangka Pikir....................................................................................
71
D.
Hipotesis ............................................................................................
71
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................
71
A.
Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................
72
B.
Jenis Penelitian...................................................................................
73
C.
Populasi dan Sampel Penelitian.........................................................
75
D.
Rancangan dan Variabel Penelitian...................................................
77
E.
Definisi Operasional Variabel............................................................
77
F.
Teknik Pengumpulan Data................................................................
80
G.
Instrumen Penelitian.........................................................................
84
H.
Uji Coba Instrumen...........................................................................
6.
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
I.
digilib.uns.ac.id
Teknik Analisis Data.........................................................................
90
90
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................
90
A.
Deskripsi Data....................................................................................
90
1.
Data Gaya Belajar..............................................................................
91
2.
Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa...........................................
97
3.
Data Prestasi Belajar Siswa...............................................................
97
B.
Uji Prasyarat Hipotesis.......................................................................
98
1.
Uji Normalitas....................................................................................
99
2.
Uji Homogenitas................................................................................
101
C.
Pengujian Hipotesis...........................................................................
112
D.
Pembahasan Hasil Uji Hipotesis......................................................... 113
E.
Keterbatasan Penelitian......................................................................
113
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN..............................
113
A.
Kesimpulan........................................................................................
114
B.
Implikasi............................................................................................
116
C.
Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1
Kerucut Pengalaman Dale.......................................................
32
Gambar 2.2
Grafik Hubungan Jumlah Molekul dengan Waktu Reaksi......
46
Gambar 2.3
Grafik Energi Aktivasi pada Reaksi Eksoterm dan Endoterm.
47
Gambar 2.4
Distribusi molekul menurut energinya pada dua suhu yang
berbeda T1>T2........................................................................... 49
Gambar 2.5
Grafik Hubungan energi dengan Jalannya Reaksi dengan
Katalis....................................................................................... 51
Gambar 2.6 Grafik Hubungan Laju reaksi dengan Konsentrasi untuk
ReaksiOrde 1...........................................................................
52
Gambar 2.7 Grafik Hubungan Laju reaksi dengan Konsentrasi untuk
Reaksi Orde 2........................................................................
52
Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Laboratorium Riil........................
95
Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Laboratorium Virtuil...................
95
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
Nilai Prestasi Siswa Materi Laju Reaksi SMA Negeri 1
Pulokulon................................................................................
3
Tabel 3.1
Jadwal Kegiatan Penelitian.....................................................
71
Tabel 3.2
Desain Faktorial......................................................................
73
Tabel 3.3
Kriteria Skor Penilaian Ranah Afektif dan Gaya Belajar........
80
Tabel 3.4
Ringkasan Hasil Uji Validitas Butir Soal.................................
81
Tabel 3.5
Kriteria Uji Reliabilitas...........................................................
82
Tabel 3.6
Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas.............................................
82
Tabel 3.7
Kriteria Indeks Kesukaran.......................................................
83
Tabel 3.8
Rangkuman Hasil Uji Taraf Kesukaran..................................
83
Tabel 3.9
Indeks Daya Pembeda Soal.....................................................
84
Tabel 3.10 Ringkasan Hasil Uji Daya Pembeda Soal................................
84
Tabel 4.1
Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa.....
90
Tabel 4.2
Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa.............................................................................
Tabel 4.3
Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Metode, Gaya Belajar,
dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.................................
Tabel 4.4
91
91
Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Kognitif Kelas
Ditinjau dari Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir
Kritis Siswa.............................................................................
commit to user
xiii
92
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.5
digilib.uns.ac.id
Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media
dan Gaya Belajar......................................................................
Tabel 4.6
Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media
dan Kemampuan Berpikir Kritis..............................................
Tabel 4.7
93
Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media,
Gaya Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.............
Tabel 4.9
93
Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Gaya
Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.......................
Tabel 4.8
92
94
Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif
Laboratorium Riil....................................................................
94
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif
Laboratorium Virtuil................................................................
94
Tabel 4.11 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Afektif Ditinjau
dari Penggunaan Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan
Berpikir Kritis siswa.................................................................
96
Tabel 4.12 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media
Pembelajaran dan Gaya Belajar...............................................
96
Tabel 4.13 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media
Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Kritis.......................
96
Tabel 4.14 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Gaya
Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.......................
commit to user
xiv
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 4.15 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media,
97
Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.............
Tabel 4.16 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah
98
Kognitif....................................................................................
Tabel 4.17 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah
98
Afektif......................................................................................
99
Tabel 4.18 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas...........................................
Tabel 4.19 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa
99
Ranah Kognitif.........................................................................
Tabel 4.20 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa
Ranah Afektif...........................................................................
commit to user
xv
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1
Silaboratoriumus...................................................................
121
...............
Lampiran 2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Laboratorium 123
Lampiran 3
Riil...........
Lampiran 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Laboratorium 158
Lampiran 5
Virtuil......
Lampiran 6
Riil..............................................
Lampiran 7
Kunci
Lampiran 8
Riil........................... Lembar Kerja Siswa Laboratorium 207
Lampiran 9
Virtuil .........................................
Lampiran 10 Kunci
140
Lembar
Lembar
Lembar
Kerja
Kerja
Kerja
Lampiran 11 Virtuil.........................
Siswa
Laboratorium 178
184
Siswa
Laboratorium 200
209
Siswa
Kisi-Kisi
Laboratorium 220
Tes
Prestasi 221
Lampiran 12 Kognitif.............................................
224
Lampiran 13 Soal Tes Prestasi Kognitif..................................................... 229
Lampiran 14 Kunci Tes Pestasi Kognitif..................................................
231
Lampiran 15 Kisi-Kisi Angket Penilaian Afektif......................................
235
Lampiran 16 Instrumen Angket Penilaian Afektif...................................
237
Lampiran 17 Kisi-Kisi Angket Gaya Belajar.............................................
243
Lampiran 18 Angket Gaya Belajar............................................................
244
Lampiran 19 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis.......
247
Lampiran 20 Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Kritis.......................... 251
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 21 Kunci Tes Kemampuan Berpikir Kritis................................
254
Lampiran 22 Hasil Uji Coba Tes Prestasi Kognitif...............................
256
Lampiran 23 Hasil Uji Coba Angket Afektif........................................
257
Lampiran 24 Uji Kesamaan Rata-rata........................................................
258
Lampiran 25 Data Induk Siswa..................................................................
261
Lampiran 26 Uji Normalitas Prestasi Kognitif........................................... 262
Lampiran 27 Uji Homogenitas Prestasi Kognitif.......................................
263
Lampiran 28 Uji Statistik Non Parametrik Prestasi Kognitif.....................
266
Lampiran 29 Uji Normalitas Prestasi Afektif............................................. 267
Lampiran 30 Uji Homogenitas Prestasi Afektif.........................................
269
Lampiran 31 Uji Statistik Non Parametrik Prestasi Afektif.......................
270
Deskripsi Media Pembelajaran Riil dan Virtuil...................
Gambar Foto Penelitian........................................................
Surat Ijin Penelitian...............................................................
Surat Keterangan Penelitian di SMA N 1 Pulokulon............
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor utama untuk menunjang
kemajuan sebuah negara, oleh karenanya dalam Pembukaan UUD 1945 salah satu
tujuan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional tersebut, pemerintah menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UndangUndang No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional). Pendidikan
merupakan
tangung
jawab
seluruh
bangsa,
dan
negara
berkewajiban
menyelengarakan suatu sistem pendidikan yang dapat menjangkau seluruh lapisan
masyarakat.
Untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional dikembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang mengacu pada standar nasional
pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan juga menghendaki suatu
pembelajaran pada dasarnya tidak hanya mempelajari tentang konsep, teori, dan
fakta tetapi juga aplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu dikembangkan
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered
learning) dengan metode pembelajaran yang inovatif disesuaikan karakter materi
commit to user
dan karakter peserta didik. Dari hal ini diharapkan guru menerapkan pendekatan
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan misalnya
1
perpustakaan.uns.ac.id
2
digilib.uns.ac.id
pendekatan keterampilan proses. Pendekatan pembelajaran yang melibatkan
keterampilan proses antara lain, contextual teaching learning, problem solving,
inquiry, kooperatif, proyek, dan banyak lagi yang masih perlu dikembangkan oleh
guru.
Gagne cit. Made Wena (2009: 10) “bahwa dalam pembelajaran yang
efektif harus dilakukan dengan berbagai cara dan menggunakan berbagai macam
media pembelajaran”. Bahan ajar akan lebih mudah dipahami siswa jika dalam
pembelajaran digunakan media pembelajaran yang tepat. Media pembelajaran
yang tepat ini membuat pembelajaran lebih menarik dan meningkatkan minat
siswa untuk belajar diharapkan prestasi belajarnya pun meningkat.
Meskipun perkembangan teknologi dan informasi makin pesat namun
pendekatan pembelajaran yang digunakan masih monoton. Sri Rahayu (2011: 1)
“di level persekolahan misalnya, kimia masih diajarkan dengan cara tradisional
dicirikan dengan adanya dominasi ceramah serta proses pembelajarannya kurang
melibatkan siswa secara aktif”. Pembelajaran berpusat pada guru (teacher
centered learning) masih menjadi ciri utama pembelajaran di sekolah dan jarang
sekali mengembangkan keterampilan proses dalam pembentukan konsep. Dalam
proses pembelajaran siswa pasif, kurang termotivasi, kemampuan problem solving
masih rendah, dan kurang interaksi satu sama lain. Belum maksimalnya
penggunaan laboratorium oleh guru karena keterbatasan tenaga laboran dan
sarana yang masih sederhana. Kemajuan teknologi membuat guru tidak asing lagi
dengan media-media pembelajaran yang modern namun karena merasa menyita
waktu maka jarang sekali guru menggunakan media pada saat pembelajaran. Guru
cenderung menerapkan pembelajaran yang efisien dari sudut pandang waktu
commit to user
karena mengejar target pada penilaian tingkat nasional (UN). Hal ini berakibat
masih rendahnya prestasi belajar kimia untuk materi laju reaksi dalam tiga tahun
3
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terakhir ini. Rata-rata tiap tahun selama tiga tahun terakhir, siswa yang menjawab
benar untuk soal-soal yang berkaitan dengan laju reaksi adalah 71,3 % masih di
bawah daya serap klasikal minimal yang harus dicapai yaitu 85%. Berikut Tabel
hasil belajar kimia untuk materi laju reaksi dalam Ujian Nasional (UN):
Tabel 1.1 Nilai Prestasi Siswa Materi Laju Reaksi UN SMA Negeri 1 Pulokulon.
Tahun Pelajaran
2007/2008
% Siswa menjawab benar
63,1
2008/2009
76,7
2009/2010
Persentasi siswa
menjawab benar tiap tahun
74,1
71,3
Berdasarkan Tabel 1.1, rendahnya nilai UN menunjukkan bahwa perlu
perbaikan dalam proses pembelajaran materi laju reaksi. Salah satu perbaikan
antara lain dengan menerapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik materi dan siswa. Merujuk pada hasil penelitian I Wayan Sadia
(2011: 29) bahwa pembelajaran berbasis masalah (PBL) merupakan metode
paling efektif pada pembelajaran sains disusul model sains teknologi masyarakat
(STM), model siklus belajar (LCM), dan model pembelajaran kontekstual (CTL).
Problem solving merupakan inti dari pembelajaran berbasis masalah yang melatih
siswa memecahkan masalah untuk diterapkan dalam kehidupan. Problem solving
dapat digunakan sebagai alternatif pendekatan pembelajaran yang inovatif karena
mampu mengoptimalkan keterampilan proses dan meningkatkan prestasi belajar
siswa. Arends (2008: 42) “pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu
pendekatan pembelajaran dimana siswa mengembangkan keterampilan berpikir
dan keterampilan mengatasi masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan
menjadi pelajar yang mandiri”. Dengan pendekatan problem solving diharapkan
commit to user
siswa mampu menyelesaikan masalah sehingga dapat menyusun, membentuk
pengetahuan yang lebih bermakna, mampu mengembangkan kemandirian, dan
perpustakaan.uns.ac.id
4
digilib.uns.ac.id
percaya diri. Staton dalam Syaiful Sagala (2010: 12) “seharusnya suatu
keberhasilan suatu program pengajaran diukur berdasarkan tingkat perbedaan cara
berpikir, merasa, dan berbuat para pelajar sebelum dan sesudah memperoleh
pengalaman-pengalaman belajar dalam menghadapi situasi yang serupa”. Siswa
yang telah berhasil dalam belajarnya memiliki perubahan pola pikir dan
perubahan tingkah laku yang lebih baik. Siswa menjadi lebih matang dan mandiri
dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapinya dalam kehidupan.
Sesuai dengan standar isi, salah satu tujuan mata pelajaran kimia adalah:
peserta didik memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah
melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan
pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan
instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta
menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis (BNSP, 2006:
178)
Agar tujuan ini tercapai penerapan metode eksperimen atau penggunaan
laboratorium riil dirasa tepat karena akan membimbing siswa untuk menerapkan
metode ilmiah, yang proses pengambilan kesimpulannya melalui langkah
pengolahan dan penafsiran data.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang karena adanya
pengalaman. Pengalaman siswa dapat terjadi karena interaksi secara langsung
dengan lingkungan maupun representatif kondisi lingkungan dalam suatu media
tertentu misalnya laboratorium virtuil atau animasi komputer, televisi, dan film.
Winkel (2004: 320) menjelaskan bahwa “penggunaan berbagai macam media
mengindahkan perbedaan interindividual antar siswa dalam hal gaya belajar,
sehingga siswa yang lebih sukar belajar dengan medium yang satu dapat dibantu
dengan menggunakan medium yang lain”. Penggunaan media pembelajaran yang
beragam sangat penting untuk guru dalam penyampaian bahan ajar sehingga
commit to user
semua gaya belajar siswa dapat terakomodasi.
perpustakaan.uns.ac.id
5
digilib.uns.ac.id
Perubahan tingkah laku yang terjadi pada pebelajar kelihatan sederhana
namun sebenarnya melibatkan proses pada kognitif seseorang yang sangat
kompleks. Dalam melihat, menyerap, mengolah, dan mentransfer informasi
menjadi sebuah pengetahuan baru, setiap orang memiliki gaya yang berbeda-beda.
Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, jika pengajar dapat memvariasikan
gaya mengajarnya dengan memperhatikan gaya belajar siswa yang beragam, akan
sangat mempermudah siswa dalam mencapai tujuan belajarnya. Siswa dengan
gaya belajar visual, jaringan syaraf otaknya lebih senang mengakses gambar,
untuk dilihat maupun diciptakan. Jika gaya belajar auditorial dominan, siswa akan
lebih senang mengakses informasi dalam bentuk suara. Untuk siswa dengan gaya
belajar kinestetik lebih mudah belajar dengan melibatkan gerak dan emosinya.
Dengan mengetahui karakter tiap gaya belajar tersebut guru dapat memberikan
variasi metode pembelajaran yang tepat.
Dalam pembelajaran faktor internal dan eksternal siswa sangat
berpengaruh, namun saat ini belum banyak diperhatikan oleh para pendidik.
Faktor eksternal merupakan kondisi lingkungan siswa baik lingkungan sosial
maupun sarana prasarana. Sedangkan faktor internal merupakan aspek pribadi
siswa itu sendiri seperti intelegensi, motivasi, kreativitas, gaya belajar,
kemampuan verbal, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir analisis
yang setiap anak memiliki ciri khas sendiri. Kemampuan berpikir kritis adalah
kemampuan siswa dalam penalaran yang didasarkan pada logika terhadap suatu
kenyataan. Siswa dengan kemampuan berpikir kritis mampu mengolah informasi,
kemudian menganalisisnya, mengevaluasi, menalar dengan logikanya selanjutnya
mampu
mengkomunikasikan
penalarannya dengan baik. Siswa dengan
commit to user
kemampuan berpikir kritis tinggi bahkan mampu mengoreksi kebenaran penalaran
yang telah dikomunikasikan bersebut sesuai dengan logika. Kemampuan berpikir
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kritis merupakan potensi internal siswa yang perlu diperhatikan untuk kesuksesan
belajarnya.
Kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang mempelajari
tentang gejala alam yang dapat diamati melalui eksperimen, seperti faktor-faktor
yang mempengaruhi laju reaksi, pergeseran kesetimbangan. Disamping itu materi
kimia juga melibatkan perhitungan matematis seperti perhitungan pH, konstanta
laju reaksi, konstanta kesetimbangan, kelarutan dan hasil kali kelarutan, namun
dalam pembelajaran guru belum menjabarkan konsep-konsep tersebut secara
matematis. Materi kimia juga terkait satu sama lain, misalnya dalam mempelajari
persamaan laju reaksi siswa dituntut telah menguasai materi persamaan reaksi,
Pemahaman materi yang mendukung materi yang sedang diajari merupakan hal
yang sangat penting, dan ini belum mendapat perhatian dari guru.
Keberhasilan
suatu
pembelajaran
merupakan
ketercapaian
tujuan
pembelajaran itu sendiri, hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Sistem
evaluasi yang tepat meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor disesuaikan
dengan indikator yang ada. Dalam pembelajaran guru cenderung mengevaluasi
aspek kognitif saja, sedangkan untuk ranah afektif dan psikomotor guru hanya
memberikan nilai tanpa indikator yang jelas.
Berdasarkan penjelasan di atas untuk meningkatkan prestasi belajar kimia
perlu digunakan metode pembelajaran yang bervariasi sesuai karakteristik materi
dan karakteristik siswa. Dalam hal ini peneliti mencoba menerapkan pembelajaran
kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium (lab) riil dan virtuil
ditinjau dari gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa.
commit to user
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas, berbagai masalah yang mungkin muncul di sini adalah:
1.
Apakah problem solving dengan menggunakan lab riil dan virtuil dapat
diterapkan untuk semua materi kimia?
2.
Bagaimana penggabungan media lab riil pada pembelajaran problem
solving?
3.
Bagaimana penggunaan media lab virtuil pada pembelajaran problem
solving?
4.
Media lab virtuil memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lab
riil, apakah kedua media tersebut dibandingkan secara ekuivalensi?
5.
Apakah pembelajaran problem solving menggunakan lab riil dan virtuil
yang digunakan berpengaruh terhadap prestasi belajar aspek kognitif,
afektif maupun psikomotor?
6.
Apakah pembelajaran problem solving dengan lab riil dan lab virtuil dapat
diterapkan untuk semua gaya belajar?
7.
Apakah pembelajaran problem solving dengan lab riil dan lab virtuil dapat
diterapkan untuk semua kategori kemampuan berpikir kritis?
8.
Apakah media lab virtuil mampu menggantikan media lab riil?
Dan masih banyak kemungkinan masalah yang belum ditampilkan di sini.
C.
Pembatasan Masalah
Karena berbagai keterbatasan yang ada maka penelitian hanya dibatasi
pada:
1.
Materi yang digunakan hanya pada materi laju reaksi.
2.
Pembelajaran problem solving dengan lab riil adalah pembelajaran yang
commit to user
dirancang dengan menghadapkan siswa pada masalah untuk diselesaikan,
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan pada tahap penyelidikan digunakan media laboratorium yang
sebenarnya.
3.
Pembelajaran problem solving dengan lab virtuil menggunakan praktikum
dalam bentuk animasi komputer untuk menyelesaikan masalah pada tahap
penyelidikan.
4.
Media lab riil dan virtuil dibandingkan hanya pada pengaruhnya terhadap
aspek pemahaman konsep.
5.
Prestasi belajar yang diukur adalah prestasi belajar dalam aspek kognitif
dan afektif.
6.
Gaya belajar hanya pada gaya belajar visual dan kinestetik.
7.
Kemampuan berpikir kritis dikategorikan menjadi dua, yaitu kemampuan
berpikir kritis tinggi dan rendah.
8.
Media lab virtuil hanya digunakan pada pembelajaran dengan keterbatasan
sarana lab nyata.
D.
Perumusan Masalah
Agar tujuan penelitian menjadi jelas dan terarah perlu ditetapkan terlebih
dahulu perumusan masalahnya sebelum penelitian tersebut dilakukan. Adapun
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.
Apakah ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa?
2.
Apakah ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa?
3.
Apakah ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar
siswa?
4.
Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving
commit to user
menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar siswa terhadap
prestasi belajar siswa?
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa?
6.
Apakah ada interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir
kritis terhadap prestasi belajar siswa?
7.
Apakah ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir
kritis terhadap prestasi belajar siswa?
E.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah yang
dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1.
Pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab
riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa.
2.
Pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
3.
Pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
4.
Interaksi
antara
pembelajaran
kimia
berbasis
problem
solving
menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi
belajar siswa.
5.
Interaksi
antara
pembelajaran
kimia
berbasis
problem
solving
menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa.
6.
Interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap
prestasi belajar siswa.
commit to user
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7.
Interaksi
antara
pembelajaran
kimia
berbasis
problem
solving
menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir
kritis terhadap prestasi belajar siswa.
F.
Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:
1.
Manfaat praktis:
a.
Memberi masukan kepada guru kimia dalam rangka memilih kegiatan
pembelajaran kimia untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
b.
Memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi sekolah dalam rangka
perbaikan proses belajar mengajar mata pelajaran kimia khususnya dan
mata pelajaran lain pada umumnya.
2.
Manfaat Teoritis:
a.
Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pembelajaran kimia
berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil ditinjau dari
gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar
siswa.
b.
Sebagai bahan pertimbangan dan bahan acuan bagi penelitian selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1.
Kajian Teori
Pembelajaran Kimia
Pembelajaran merupakan proses interaksi aktif antara guru, siswa, dan
bahan ajar yang berlangsung secara dinamis. Guru tidak sekedar memberikan
informasi tetapi juga berusaha untuk mengembangkan strategi dan metode untuk
mengembangkan potensi siswa, meningkatkan motivasi untuk belajar. Yusufhadi
(2009: 545) “pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan, dan
terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang relatif menetap pada
diri orang lain”. Guru sengaja merancang dan mengendalikan proses pembelajaran
hingga tercapai tujuan pembelajaran yaitu terjadinya perubahan pada siswa.
Trianto (2010: 17) pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari
seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi
siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang
diharapkan. Dalam pembelajaran guru merancang proses interaksi siswa
dengan bahan ajar sehingga tujuan yang diharapkan tercapai.
Pembelajaran adalah proses yang interaktif antara guru dan siswa, guru
memberikan stimulan yang menarik sehingga siswa sebagai pebelajar aktif
berinteraksi dengan bahan ajar untuk mencapai tujuan.
Gagne cit. Wina Sanjaya (2010: 102) “instruction is a set of event that
effect learners in such a way that learning is facilitated.” Pembelajaran adalah
serangkaian proses yang mempengaruhi siswa melalui suatu cara yang
mempermudahkannya mempelajari sesuatu. Guru sebagai fasilitator sehingga
commit to user
siswa memperoleh kemudahan dalam belajar, guru dituntut kreatif dalam
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
pembelajaran hingga dapat mempengaruhi siswa menggunakan cara dan
metodenya.
Secara garis besar ilmu dibedakan dalam dua golongan yaitu ilmu-ilmu
alam dan ilmu-ilmu sosial. Jujun S. Sumantri (2007: 281) “ilmu-ilmu alam
mempelajari dunia fisik yang relatif tetap dan mudah dikontrol. Objek-objek
penelaahan ilmu-ilmu alam dapat dikatakan tidak pernah mengalami perubahan
baik dalam perspektif waktu maupun tempat”. Kajian ilmu alam meliputi dunia
fisik yang relatif konstan dalam dimensi ruang dan waktu. Ilmu alam atau sains
pada hakikatnya merupakan pengetahuan yang terakumulasi dan tersusun
mengenai alam dan gejalanya. Gejala alam yang teramati berupa objek, peristiwa,
hubungan, dan sebagainya.
Ilmu-ilmu alam dipelajari sejak sekolah dasar, dikenal dengan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA). Trianto (2010: 136) “IPA adalah suatu kumpulan teori
yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala alam, lahir dan
berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta
menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya”.
Perkembangan IPA tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi
melalui metode ilmiah yang didukung oleh sikap ilmiah. Fakta-fakta yang ada
dapat dikatakan sebagai ilmu jika didukung dengan proses pengujian hipotesis,
pengolahan, dan penafsiran data dengan cermat. Yusufhadi (2009: 647)
“pendidikan sains harus memiliki ketiga unsur yaitu produk, sikap, dan metode”.
Produk sains berupa konsep, generalisasi, prinsip, teori, dan hukum yang
terakumulasi pada berbagai disiplin sains seperti fisika, kimia, biologi, dan
commit to user
geologi yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
manusia. Sikap dan metode ilmiah merupakan proses sains yang selalu
dikembangkan untuk memperoleh produk sains.
IPA hakikatnya merupakan suatu produk, proses, dan aplikasi. IPA
merupakan proses sekaligus produk yang berkesinambungan hingga dapat
diterapkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya. Sebuah produk akan
memicu terbentuknya proses untuk menghasilkan produk yang baru sehingga ilmu
memunculkan terobosan baru, selalu mengalami perkembangan dan kemajuan.
IPA secara umum meliputi ilmu biologi, fisika, dan kimia. Kimia
merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mengkaji mengenai materi dan
energi. Sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan mata pelajaran kimia
di SMA memiliki tujuan sebagai berikut: (a) membentuk sikap positif terhadap
kimia dengan menyadari keteratuan dan keindahan alam serta mengagungkan
kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (b) memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif,
terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain; (d) memperoleh
pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau
eksperimen, peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang
percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan
penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis; (e)
meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga
merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya
mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat; (f)
memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya
dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
commit to user
teknologi. Pembelajaran kimia dapat diartikan sebagai kegiatan guru dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
merancang, mengolah bahan ajar berupa materi kimia agar mudah dipahami oleh
siswa, sehingga tujuan pembelajaran tercapai, baik tujuan dari aspek kognitif,
psikomotor maupun afektifnya.
2.
Belajar
a.
Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang berkaitan dengan proses berpikir
seseorang yang tidak dapat diamati, namun hasil belajarlah yang dapat diamati.
Gagne cit. Ratna Wilis (1989: 11) “belajar dapat didefinisikan sebagai suatu
proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.
Indikasi yang dapat diamati dari keberhasilan belajar adalah adanya perubahan
perilaku dari pebelajar. Perubahan ini disebabkan oleh interaksi pebelajar dengan
lingkungan sekitarnya.
Slavin cit. Trianto (2010: 16) belajar secara umum diartikan sebagai :
perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan
karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik
seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada
yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan
sangat erat kaitannya.
Sebagai hasil belajar perubahan tingkah laku diperoleh melalui pengalaman bukan
bawaan dari lahir. Perkembangan berkaitan dengan pertumbuhan kognitif dan
kedewasaan seseorang sedangkan pertumbuhan lebih dekat dengan perkembangan
fisik
seseorang.
Pertumbuhan
bukan
merupakan
hasil
belajar
namun
perkembangan dapat diperoleh seseorang dengan belajar.
Belajar merupakan proses yang terjadi dalam diri seseorang yang terlihat
sederhana namun melibatkan berbagai aspek. Dimyati (2009: 18) “belajar
commit to user
merupakan proses internal yang kompleks yang melibatkan seluruh mental yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
meliputi ranah-ranah kognitif, afektif, dan psikomotor”. Belajar tidak hanya
melibatkan olah pikir (kemampuan kognitif) saja, namun juga afektif dan
psikomotorik.
Winkel (2009: 59) “belajar dirumuskan sebagai suatu aktivitas
mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan
dan nilai-sikap”. Perubahan itu relatif konstan dan berbekas. Jadi
belajar
merupakan perubahan dalam diri individu yang terjadi karena interaksi dengan
lingkungan, perubahan ini meliputi aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Kunci dari belajar adalah adanya perubahan karena pengalaman, perubahan
menjadi lebih baik. Perubahan ini berupa pengetahuan baru, sikap maupun
psikomotor.
b.
Teori-Teori Belajar
Teori
belajar
selalu
mengalami
perkembangan
sesuai
dengan
perkembangan peradaban manusia. Berawal dari teori behaviorisme yaitu
menganggap siswa sebagai pebelajar yang pasif hingga teori kognitif yaitu siswa
sebagai
pebelajar
aktif
yang
mengkonstruksikan
pengetahuan
dalam
pemikirannya. Pembelajaran berbasis problem solving berfokus pada materi yang
dipikirkan siswa bukan pada sesuatu yang dilakukan siswa. Jadi pembelajaran
berbasis masalah didukung oleh teori belajar kognitif, yaitu pengetahuan dibentuk
dalam struktur kognitif siswa.
Arend (2008: 46) meskipun peran guru dalam pelajaran yang berbasis
masalah kadang-kadang juga melibatkan mempresentasikan dan
menjelaskan berbagai hal kepada siswa, tetapi lebih sering memfungsikan
commit
to usersehingga siswa dapat belajar untuk
diri sebagai pembimbing dan
fasilitator
berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam
pembelajaran
digilib.uns.ac.id
16
berbasis
masalah
siswa
aktif
mengkonstruksikan
pengetahuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi, guru
berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran berbasis masalah didukung dengan
teori belajar kognitif dan konstruktivis.
1)
Teori Belajar Kognitif
Menurut teori belajar kognitif belajar bukan sekedar aktivitas fisik tetapi
merupakan olah pikir yang melibatkan aspek kognitif siswa. Gestalt-field cit.
Ratna Wilis (1989:20) mendefinisikan “belajar sebagai reorganisasi preseptual
atau “cognitive fields” untuk memperoleh pemahaman”. Proses penataan ulang
konsep-konsep dalam pikiran anak akan menghasilkan suatu pengetahuan baru.
Beberapa tokoh teori belajar kognitif antara lain: Jerome Bruner, David Ausubel,
Robert M. Gagne.
a)
Belajar Penemuan oleh Bruner
Teori belajar Bruner dikenal sebagai teori belajar penemuan, siswa
dibimbing untuk membentuk konsep-konsep dalam belajarnya. Ratna Wilis
(1989: 98) pendekatan belajar Bruner didasarkan pada dua asumsi yaitu: (1)
perolehan
pengetahuan
merupakan
suatu
proses
interaktif;
(2)
orang
mengkonstruksikan pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang
masuk dengan informasi yang disimpan yang diperoleh sebelumnya. Proses
penemuan konsep melalui interaksi siswa dengan bahan ajar berupa sumber
belajar (buku, internet) maupun alat belajar (perangkat alat laboratorium, animasi
komputer).
Konstruksi pengetahuan dalam struktur kognitif seseorang kelihatannya
commit to user
berlangsung begitu saja namun dapat dipilah melalui beberapa proses. Bruner
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
dalam Ratna Wilis (1989: 101) mengemukakan bahwa “belajar melibatkan proses
yang berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu ialah: (1) memperoleh
informasi baru; (2) transformasi informasi; (3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan”. Pembentukan pengetahuan melalui pemrosesan informasi hingga
siswa mampu menguji ketepatan informasi tersebut.
Bruner cit. Ratna Wilis (1989: 102) menyatakan bahwa “hampir semua
orang dewasa melalui tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuankemampuannya secara sempurna. Ketiga sistem keterampilan itu adalah cara
enaktif, ikonik, dan simbolik”. Enaktif merupakan cara penyajian melalui
tindakan dan memberi contoh dalam wujud nyata, ikonik menyajikan dalam
bentuk simbol atau gambar, sedangkan simbolik merupakan penyajian dengan
kata-kata atau bahasa.
Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh
manusia dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Belajar penemuan
menurut Bruner cit. Ratna Wilis (1989: 103) bahwa siswa “berusaha sendiri untuk
mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna”. Pengetahuan baru akan lebih mudah
diperoleh dan diingat siswa dengan usaha memperolehnya melalui keterampilan
memecahkan masalah (problem solving).
Kebaikan belajar penemuan: (1) pengetahuan itu bertahan lama atau lama
dapat diingat; (2) hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik
daripada hasil belajar lainnya; (3) secara menyeluruh belajar penemuan
meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Pembelajaran kimia pada dasarnya berbasis pada penemuan, karena ilmu
kimia berupa teori yang terbentuk didasarkan pada gejala-gejala alam yang
terjadi. Siswa diajarkan membentuk konsep dalam rangka memecahkan masalah
melalui serangkaian kegiatan pembelajaran, baik dengan instrumen laboratorium
riil maupun virtuil.
b)
Belajar Bermakna oleh Ausubel
Ausubel cit. Ratna Wilis (1989: 111) “belajar bermakna merupakan suatu
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat
dalam struktur kognitif seseorang”. Belajar dengan cara mengaitkan konsep baru
dengan konsep yang sudah dipunyai, siswa akan lebih mudah memahami konsep
baru tersebut.
Ratna Wilis (1989: 116) “prasyarat dari belajar bermakna adalah: (1)
materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial; (2) anak yang akan
belajar atau siswa harus bertujuan untuk melaksanakan belajar bermakna, jadi
mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna (meaningful learning set)”.
Materi
yang
dikembangkan
dengan
belajar
bermakna
adalah
materi
pengembangan yang siswa telah memiliki konsep dasarnya, dan siswa
dikondisikan untuk berorientasi belajar bermakna.
Kebaikan belajar bermakna yaitu: (1) informasi yang dipelajari secara
bermakna lebih lama dapat diingat; (2) informasi yang tersubsumsi berakibatkan
peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses
belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip; (3) informasi yang
dilupakan sesudah subsumsi obiteratif, meninggalkan efek residual pada
commit to user
subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip, walaupun telah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
terjadi lupa. Dalam pembelajaran kimia dengan strategi problem solving, siswa
dituntun untuk mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya,
misalnya dalam pokok bahasan laju reaksi untuk menguasai konsep molaritas
siswa mengkaitkan dengan konsep mol yang diperoleh sebelumnya.
c)
Teori Gagne
Gagne menyusun sistematika belajar dalam delapan tipe kemudian
disempurnakan menjadi lima tipe belajar. Dasar dari sistem pemikirannya adalah
hasil belajar yang diperoleh dipandang sebagai kemampuan internal seseorang
dan memungkinkan orang itu untuk melakukan sesuatu. Sistematika lima tipe
belajar juga meninjau proses belajar yang dilalui orang untuk sampai pada hasil
belajar.
Delapan tipe belajar menurut Gagne adalah: 1) belajar sinyal; 2) belajar
perangsang-reaksi dengan mendapat penguatan/peneguhan; 3) belajar membentuk
rangkaian gerak-gerik; 4) belajar asosiasi; 5) belajar diskriminasi; 6) belajar
konsep; 7) belajar kaidah; 8) belajar memecahkan masalah/problem solving. Tipe
belajar ini disusun menurut hierarki, dari yang sederhana menuju yang kompleks.
Dari delapan tipe tersebut tipe belajar yang paling kompleks adalah belajar
memecahkan masalah (problem solving) hasil belajarnya berupa penggabungan
beberapa kaidah menjadi prinsip pemecahan. Kaidah lebih tinggi diperoleh dari
hasil berpikir seseorang ketika menghadapi suatu masalah untuk dipecahkan.
Dalam lima tipe belajar belajar dibidang kognitif meliputi: informasi
verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, sensorik-motorik, dan
sikap (attitude). Gagne cit. Winkel (2009: 111) “informasi verbal ialah
commit to user
pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
bahasa, lisan, dan tertulis”. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat diketahui
dari informasi verbal. Jadi orang yang berpengetahuan adalah orang yang dapat
mengkomunikasikan sesuatu yang diketahuinya kepada orang lain. Kunci dari
berkembangnya pengetahuan adalah alat komunikasi dan kemampuan untuk
berkomunikasi. Seorang guru dalam proses pembelajaran dituntut untuk dapat
berkomunikasi baik dengan siswanya agar proses transformasi pengetahuan tidak
terhenti. Komunikasi guru dengan siswa dapat dengan tatap muka secara langsung
ataupun dengan media elektronik. Kemahiran intelektual adalah kemampuan
untuk berhubungan dengan lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk
suatu representatif, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf,
angka, kata, gambar). Pembelajaran kimia di sekolah biasanya melalui pendekatan
konsep dan praktek di laboratorium. Ketika praktek siswa harus ke laboratorium
untuk mengembangkan keterampilan proses sainsnya, namun dalam kondisi
tertentu siswa tidak harus ke laboratorium secara langsung, guru dapat
memberikan gambaran alat-alat dan bahan-bahan praktikum dalam bentuk
animasi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dapat belajar melalui representatif
visual dari situasi laboratorium. Pengaturan kegiatan kognitif mencakup
penggunaan konsep dan kaidah yang telah dimiliki terutama bila sedang
mengahadapi suatu masalah. Orang yang mampu mengatur dan mengarahkan
aktivitas mentalnya sendiri dibidang kognitif akan lebih mudah dalam
mengahadapi masalah dari pada yang tidak memiliki kemampuan tersebut.
Belajar dibidang sensorik-motorik berupa keterampilan motorik, orang
yang memiliki suatu keterampilan motorik mampu melakukan suatu rangkaian
commit to user
gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampilan motorik
memiliki ciri khas yaitu otomatisme, rangkaian gerak-gerik berlangsung secara
teratur, berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi
tentang hal yang dilakukan dan urutan gerak-gerik tertentu. Misalnya seorang
siswa yang sudah menguasai keterampilan menggunakan alat, saat praktikum
titrasi asam basa dapat langsung berfokus pada proses titrasi tidak terkuras
konsentrasinya pada cara pemasangan buret, cara pembacaan volume ataupun
pemakaian indikator yang tepat.
Sikap (attitude) merupakan hasil belajar dinamik-afektif, sikap merupakan
kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil tindakan, lebihlebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak. Orang yang memiliki
sikap, mampu untuk memilih secara tegas diantara beberapa kemungkinan. Dalam
pembelajaran kimia dikembangkan sikap ilmiah, jujur, disiplin, terbuka, dan
tanggung jawab. Sikap tersebut dianggap penting untuk mengembangkan karakter
bangsa.
2)
Teori Belajar Konstruktivis
Dasar teori belajar konstruktivis adalah bahwa pengetahuan merupakan
hasil bentukan atau konstruksi manusia. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu
saja namun harus dibentuk dalam pikiran manusia. Bettencourt cit. Paul Suparno
(1997: 11) “orang yang belajar itu tidak hanya meniru atau mencerminkan apa
yang diajarkan atau yang ia baca, melainkan menciptakan pengertian”. Konsep
dibentuk siswa secara aktif melalui kegiatan pembelajaran tidak didapat secara
pasif dari guru.
Proses pembentukan konsep berlangsung secara terus-menerus. Piaget cit.
commit
to user
Paul Suparno (1997: 18) menyatakan
bahwa
“proses pembentukan pengetahuan
berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
suatu pemahaman baru”. Pemahaman baru diperoleh melalui perubahan konsep
sehingga proses pembentukan berjalan berkesinambungan.
Gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan menurut Von Glasersfeld
dan Kitchener cit. Paul Suparno (1997: 21) meliputi:
(1) pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka,
tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek; (2)
subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang
perlu untuk pengetahuan; (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur
konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila
konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang.
Pengetahuan dibentuk oleh seseorang melalui proses belajarnya dalam struktur
konsepsinya. Pengetahuan baru ini, terbentuk jika seseorang dengan struktur
konsepsi menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Konstruktivisme psikologis bercabang dua: (1) yang lebih personal,
individual dan subjektif seperti Piaget; (2) yang lebih sosial seperti Vygotsky
(socioculturalism). Piaget menekankan aktivitas individual dalam pembentukan
pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya proses sosial dan
kebersamaan dalam membentuk pengetahuan.
a)
Teori Piaget
Jean Piaget merupakan psikolog konstruktivis yang menyoroti tentang
proses terbentuknya pengetahuan pada anak. Piaget berpendapat bahwa
pengetahuan dibangun pada intelektual anak. Perkembangan intelektual pada anak
meliputi 3 aspek yaitu: (1) struktur: struktur disebut juga skemata yaitu sistemsistem yang teratur dan berhubungan. Struktur dibentuk dari operasi-operasi, dan
operasi dibentuk dari tindakan fisik maupun tidakan mental; (2) isi : pola perilaku
commit to user
anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikan terhadap berbagai
masalah atau situasi yang dihadapinya; (3) fungsi: cara yang digunakan anak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
untuk membuat kemajuan intelektualnya meliputi fungsi organisasi dan adaptasi.
Organisasi merupakan kemampuan mensistematik proses-proses fisik maupun
proses psikologis menjadi struktur. Sedangkan fungsi adaptasi meliputi asimilasi
dan
akomodasi.
Asimilasi
merupakan
suatu
proses
menggunakan
struktur/kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang
dihadapinya. Akomodasi merupakan proses modifikasi kemampuan yang sudah
ada untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam lingkungannya.
Urutan taraf perkembangan intelektual dilalui oleh setiap individu selalu
sama, meskipun dengan kecepatan yang berbeda. Piaget membedakan empat taraf
perkembangan kognitif seseorang: (1) taraf sensori-motor: anak mengatur
alamnya dengan indera-indera (sensori) dan tindakan-tindakan (motor); (2)
praoperasional: mulai berkembangnya penalaran pra-logika yaitu penalaran
transduktif penalaran dari hal khusus ke hal khusus tanpa menyentuh pada hal
umum; (3) taraf operasional konkret: permulaan berpikir rasional, anak memiliki
operasi yang logis yang dapat diterapkan pada masalah konkret; (4) taraf
operasional formal: berkembangnya pemikiran abstrak dan penalaran logis untuk
menyelesaikan macam-macam persoalan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan dari satu tahap ke tahap
perkembangan
intelektual
berikutnya
dinamakan
faktor
transisi.
Piaget
mengemukakan ada 5 faktor yang mempengaruhi transisi ini, yaitu: kedewasaan
(maturation), pengalaman fisik (physical experience), pengalaman logikamatematik
(logico
mathematical
experience),
transmisi
sosial
(social
transmission), dan proses keseimbangan (equilibration) atau pengaturan-sendiri
commit to user
(self-regulation). Kedewasaan merupakan kesiapan anak untuk maju dalam aspek
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
perkembangan intelektual, meskipun merupakan hal yang penting dalam belajar
namun peranan guru juga menentukan. Pengalaman fisik dalam belajar termasuk
eksperimen laboratorium membentuk abstraksi empiris atau abstraksi sederhana
dalam struktur kognitif anak. Pengalaman-pengalaman fisik dan pengalaman lain
akan mengkonstruksi hubungan antar objek-objek membentuk logika matematik.
Selain interaksi anak terhadap benda interaksi anak terhadap lingkungan sosial
juga menentukan perkembangan intelektualnya. Hal ini dikenal dengan transmisi
sosial termasuk pengaruh bahasa, instruksi formal, membaca interaksi dengan
teman, orang dewasa termasuk gurunya.
Piaget cit. Paul Suparno (1997: 35) “belajar adalah proses perubahan
konsep”. Konsep baru dibangun pembelajar melalui asimilasi dan akomodasi
skema siswa. Dalam pembelajaran kimia, konsep pengaruh konsentrasi terhadap
laju reaksi ditinjau dari teori tumbukan menunjukkan adanya proses asimilasi.
Siswa telah memiliki konsep bahwa semakin tinggi konsentrasi berarti semakin
besar jumlah partikel, sehingga semakin besar pula kemungkinan untuk terjadi
tumbukan. Pembelajaran kimia berbasis problem solving dalam penelitian ini
melibatkan pula proses akomodasi yaitu mengaitkan penerapan faktor luas
permukaan terhadap laju reaksi dengan kehidupan sehari-hari kecepatan reaksi
pada penggunaan obat dalam bentuk puyer dan tablet.
b)
Teori Belajar Vygotsky
Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa lepas dari lingkungannya.
Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu memerlukan orang lain,
karena itu manusia selalu berinteraksi dengan sesamanya mulai lahir hingga mati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
Proses interaksi ini menghasilkan proses pembelajaran baik dengan sengaja
muaupun tidak disengaja.
Belajar menurut Vygotsky tidak berbeda dengan Piaget bahwa siswa
secara aktif mengkonstruksi pengetahuan dalam pikirannya, namun Vygotsky
lebih menekankan pada pembentukan pengetahuan ini dalam lingkungan sosial
kultural siswa. Vygotsky cit. Slavin (2005 : 37) “menggambarkan pengaruh
kegiatan kolaboratif pada pembelajaran sebagai berikut: fungsi-fungsi pertama
kali terbentuk secara kolektif di dalam bentuk hubungan diantara anak-anak dan
kemudian menjadi
fungsi-fungsi
mental
bagi
masing-masing individu”.
Pengetahuan dikonstruksi dalam kelompok kemudian memunculkan pengetahuan
dalam diri masing-masing anggota kelompok. Penelitian membuktikan bahwa
pemikiran muncul dari argumen. Pembentukan pengetahuan dalam kelompok
siswa lebih mudah terbentuk, kemudian karena interaksi dalam kelompok tersebut
menstimulus pendapat masing-masing individu terkonstruksi sebagai pengetahuan
individual.
Dalam proses belajar anak mempunyai kemampuan berbeda dalam
menangkap pengertian ilmiah. Vygotsky menggunakan istilah “zo-ped” yaitu zone
of proximal development adalah perkembangan sedikit di atas perkembangan
seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada
umunya muncul dalam percakapan atau kerja.
Dalam pembelajaran problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil
siswa dikelompokkan dalam 4-5 orang. Dalam berkelompok interaksi antara siswa
sudah tentu terjadi, hal ini akan mentimulus terkonstruksinya pengetahuan melalui
commit to user
diskusi, adu argumen sehingga pengetahuan baru secara individual terbentuk.
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
26
Strategi Pembelajaran Problem solving
Agar pembelajaran diperoleh hasil yang optimal diperlukan strategi
pembelajaran yang tepat. Kemp cit. Wina Sanjaya (2010: 126) menjelaskan
bahwa “strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus
dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif
dan efesien”. Kegiatan pembelajaran dirancang oleh guru, disesuaikan dengan
karakteristik materi maupun karakteristik siswa, dan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai.
Untuk merealisasikan strategi pembelajaran di kelas, digunakan metode
pembelajaran. Wina Sanjaya (2010: 147) “metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata
agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal”. Metode pembelajaran
meliputi sintak-sintak pembelajaran yang dilakukan.
Dewey cit. Arend (2008: 46) mendeskripsikan “pandangan tentang
pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas
akan menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan masalah kehidupan
nyata”. Sekolah sebagai miniatur kehidupan nyata sehingga pembelajaran yang
dilakukan pun berorientasi pada masalah dan membantu siswa dalam
penyelidikan untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dan intelektual.
Strategi pembelajaran problem solving mengaktifkan siswa untuk berpikir dan
menyelesaikan masalahnya, guru sebagai pembimbing dan fasilitator.
Norwood (1995: 231) “Problem solving is difined as a process by which
an individual uses previously acquired knowledge, skills, and understanding to
commit to user
satisfy the demands of an unfamiliar situation. The student must synthesize what
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
she or he has learned and apply it to new and different situations.” Problem
solving didefinisikan sebagai sebuah proses individu dalam menggunakan
pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang diperoleh sebelumnya untuk
memuaskan permintaan dari sebuah situasi yang aneh/tidak biasa. Siswa harus
mensintesis yang telah dipelajarinya kemudian menerapkannya pada situasi yang
baru dan berbeda.
Strategi pembelajaran problem solving didasarkan pada penyajian masalah
yang bermakna bagi siswa sebagai suatu tantangan untuk melakukan penyelidikan
lebih lanjut. Arend (2008: 41) “peranan guru dalam pembelajaran berbasis
masalah adalah menyodorkan berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan
memfasilitasi investigasi dan dialog”. Guru memberikan umpan kepada siswa
berupa masalah dan kerangka pemikiran untuk pemecahan masalah, namun siswa
tetap dituntut aktif untuk mengeksplorasi pengetahuan yang mendukung
pemecahan masalah-masalah tersebut. Guru juga memfasilitasi proses diskusi
yang mungkin terjadi selama proses pemecahan masalah maupun presentasi hasil
penyelidikan. Jadi strategi pembelajaran problem solving merupakan suatu
pembelajaran yang dirancang dengan menghadapkan siswa pada suatu masalah
untuk diselesaikan melalui tahapan-tahapan tertentu. Dalam proses pembelajaran
guru menempatkan diri sebagai fasilitator.
Arend (2008: 42) “pembelajaran berbasis masalah meliputi berberapa hal
yaitu: (a) pertanyaan atau masalah perangsang; (b) fokus interdisipliner; (c)
investigasi autentik; (d) produksi artefak dan exibit; (e) kolaborasi”. Pembelajaran
problem solving mengorganisasikan pembelajaran diseputar pertanyaan dan
commit to user
masalah yang penting secara sosial dan bermakna bagi siswa. Masalah tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
difokuskan pada hal tertentu yang menuntut siswa menggali lebih banyak untuk
pemecahannya. Siswa diupayakan untuk menganalisis dan menetapkan masalah
kemudian mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi pemecahan
masalahnya. Dalam upaya membuktikan hipotesisnya siswa mengeksplorasi untuk
mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen. Dari hasil
eksperimen tersebut siswa membuat inferensi dan menarik kesimpulan.
Pembelajaran problem solving menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang
telah siswa pelajari. Pembelajaran problem solving ditandai dengan siswa yang
bekerja sama dalam kelompoknya untuk meningkatkan proses penyelidikan dan
mengembangkan berbagai keterampilan sosial.
Arend (2008: 43) pembelajaran berbasis masalah dirancang terutama
untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir,
keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualya,
mempelajari peran-peran orang dewasa dengan mengalaminya melalui
berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan, dan menjadi pelajar
yang mandiri dan otonom.
Pembelajaran problem solving dapat meningkatkan keterampilan dan proses
berpikir tingkat tinggi dapat terlihat dengan muncul banyak solusi dari satu
masalah. Diharapkan pula siswa mampu bertahan dalam kehidupan nyata dengan
mempelajari peran-peran orang dewasa dalam penyelesaian masalah sehingga
siswa terlatih untuk menjadi pebelajar yang mandiri.
Beringer (2007: 445) “In PBL, the problem solving process is central and
involves the following steps: (1) observation or information gathering; (2)
questions, ideas, and hypothesis formulation; (3) learning issues/inquiry strategy;
(4) action plan; (5) reflection”. Dalam pembelajaran berbasis masalah, problem
commitbeberapa
to user langkah yaitu: (1) pengamatan
solving sebagai proses utama meliputi
atau pengumpulan informasi; (2) pertanyaan, ide, dan pembentukan hipotesis; (3)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
merancang pembelajaran inquiry; (4) melaksanakan rencana; (5) mengevaluasi
proses tersebut. Tahapan-tahapan tersebut diawali dengan penyajian beberapa
masalah oleh guru yang akan dipilih siswa. Tahap pertama adalah pengamatan
dan pengumpulan informasi dari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah
tersebut. Tahapan selanjutnya siswa berdiskusi dalam kelompoknya, saling
bertanya, mengemukakan ide, gagasan untuk merumuskan hipotesis sebagai
jawaban sementara dari masalah yang dipilihnya. Dalam tahapan berikutnya siswa
berdiskusi untuk merancang proses eksperimen untuk membuktikan hipotesisnya.
Pada tahap ke empat merupakan tahap penyelidikan, siswa melakukan proses
eksperimen yang telah dirancang. Proses terakhir adalah evaluasi terhadap semua
proses yang telah dilalui dan hasil yang diperoleh sehingga dapat mengambil
kesimpulan dengan tepat.
Tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran problem solving
adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analisis, sistematis, dan logis
untuk memenuhi alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara
empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah. Trianto (2010: 100)
menjelaskan bahwa “puncak proyek-proyek pengajaran berdasarkan pemecahan
masalah adalah penciptaan dan peragaan atrefak seperti laporan, poster, modelmodel fisik, dan video tape”. Pada tahap penyelidikan mandiri guru dapat
membantu siswa dengan media yang tersedia. Dalam penelitian ini tahapan
penyelidikan digunakan laboratorium riil dan laboratorium virtuil.
Pembelajaran problem solving meliputi beberapa tahapan pembelajaran
yakni: 1) memberikan orientasi tentang permasalahannya kepada siswa; 2)
commit to user
memandu siswa untuk membuat hipotesis; 3) membantu investigasi mandiri dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
kelompok; 4) siswa mempresentasikan hasil penyelidikan; 5) menganalisis dan
mengevaluasi proses mengatasi masalah. Pembelajaran problem solving adalah
upaya siswa untuk menyelesaikan masalah melalui metode ilmiah sehingga
diperoleh pengetahuan yang baru.
Kelebihan dari pembelajaran berbasis problem solving atara lain: (a)
menyenangkan; (b) mengikutsertakan penalaran sebelumnya; (c) memajukan
refleksi pada siswa tentang belajar mandiri; (c) siswa tidak harus menghafalkan;
(d) lebih disuka siswa, karena melibatkan siswa dalam belajar aktif; (e) lebih
memacu, menantang, dan memuaskan; (f) siswa tidak perlu belajar terlalu
banyak/menjejalkan materi dalam ujian; (g) siswa memiliki otonomi lebih dan
inovasi; (i) siswa menunjukkan pengabungan yang lebih baik pada konsep dasar;
(j) mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran problem
solving tidak sekedar memacu siswa menemukan pemecahan masalah tetapi juga
mengembangkan pola pikir tingkat tinggi. Disamping itu pembelajaran problem
solving juga memiliki kelemahan yaitu: (a) jika siswa tidak memiliki minat atau
tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka siswa akan merasa enggan untuk mencoba; (b) keberhasilan
strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan; (c) tanpa pemahaman keuntungan yang diperoleh jika siswa berusaha
untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan
belajar sesuatu yang siswa ingin pelajari. Dengan mempertimbangkan kelebihan
dan kelemahannya, strategi problem solving dapat diterapkan sesuai dengan
karakter materi dan karakter siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.
digilib.uns.ac.id
31
Media Pembelajaran
Komunikasi antara guru dengan siswa merupakan inti dari proses
pembelajaran, agar penyampaian komunikasi berlangsung efektif digunakan
media pembelajaran. Martin dan Briggs cit. Made Wena (2009: 9) “media adalah
semua sumber yang diperlukan untuk melakukan komunikasi dengan siswa”.
Media dapat diartikan sebagai alat yang dapat memudahkan guru dalam
menyampaikan bahan ajar, sehingga mudah dipahami siswa. The Association for
Educational Communication and Tecnologi (AECT, 1997) mendefinisikan media
dalam lingkup pendidikan sebagai segala benda yang dapat dimanipulasikan,
dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan
untuk kegiatan tersebut. Media adalah benda yang dapat mempermudah
komunikasi sehingga informasi dapat diterima dengan baik.
Gagne cit. Rayandra (2011: 7) mendefinisikan bahwa “media adalah
berbagai komponen pada lingkungan belajar yang membantu pembelajar untuk
belajar”.
Lingkungan
belajar
memiliki
cakupan
luas,
sehingga
media
pembelajaran dapat diartikan sebagai semua sumber yang digunakan untuk
melakukan komunikasi dalam pembelajaran meliputi perangkat keras seperti
chart, poster, komputer, LCD proyektor, televisi, dan perangkat lunak yang
digunakan untuk pengoperasian perangkat keras tersebut. Yusufhadi (2009: 458)
“media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan
pesan serta dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar
sehigga dapat mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan, dan
terkendali”. Jadi media adalah segala sesuatu
yang digunakan untuk
menyampaikan bahan ajar dan dapat memunculkan motivasi siswa agar proses
commit to user
belajar berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
Media pendidikan diklasifikasikan ke dalam lima kelompok, yaitu: (1)
media berbasis manusia (pengajar, instruktur, tutor, bermain peran, kegiatan
kelompok, field trip); (2) media berbasis cetak (buku, buku latihan/workbook) dan
modul; (3) media berbasis visual (buku, bagan, grafik, peta, gambar, transparansi,
slide); (4) media berbasia audio visual (video, film, program, slide tape, dan
televisi); (5) media berbasis komputer (pengajaran dengan bantuan komputer,
interaktif video, hypertext). Klasifikasi media didasarkan pada penggunaan
teknologi, dari non elektronik hingga media elektronik yang interaktif.
Berdasarkan penggunaan media dalam proses pembelajaran Edgar Dale
mengklasifikasikan pengalaman menurut tingkat yang paling konkret ke yang
paling abstrak. Tingkat pengalaman ini berdasarkan seberapa banyak penggunaan
indra yang terlibat dalam memperoleh informasi menggunakan media.
Pengalaman abstrak (simbolik):
Lambang
verbal
Sajian untuk siswa yang bentuknya bahasa dan
simbol. Tahap ini siswa sudah mampu
memanipulasi simbol-simbol dan hanya sedikit
sekali mengandalkan gambaran objek-objek
konkret
Lambang Visual
Radio, Rekaman,
Gambar diam
Film
Pameran, Karyawisata
Demonstrasi
Pengalaman Buatan
Pengalaman piktorial (Ikonik):
Sajian untuk siswa yang bentuknya persepsi
statik. Tahap ini siswa sudah melibatkan
mental yang merupakan gambaran dari
objek-objek, siswa tidak memanipulasi objek
secara langsung.
Pengalaman Konkret (Enaktif):
Sajian untuk siswa yang bentuknya
gerak, pada tahap ini siswa dalam
belajarnya, memanipulasi materi
secara langsung
Pengalaman langsung
commit to user
Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgar Dale
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Berdasarkan Kerucut Pengalaman Dale, penggunaan media lab riil
merupakan pengalaman belajar konkret (enactive experience) yang secara
langsung dialami siswa dan terletak di bagian bawah kerucut. Hal ini berarti siswa
memperoleh manfaat dan pengalaman belajar yang paling banyak dengan cara
mengalami dan terlibat secara nyata dalam proses pembentukan konsep. Belajar
melalui media yang bersifat abstrak (symbolic experience) pada Kerucut
Pengalaman Dale menempati posisi paling atas termasuk di dalamnya adalah
penggunaan lab virtual. Siswa dikatakan berkualitas dalam belajarnya jika telah
mampu memaknai simbol-simbol abstrak .
Made Wena (2009: 9) “dalam proses pembelajaran, media yang digunakan
guru harus sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sehingga
mampu merangsang dan menumbuhkan minat siswa dalam belajar”. Pemilihan
media pembelajaran harus disesuaikan dengan materi maupun tujuan yang ingin
dicapai dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa.
Media pembelajaran sebagai bagian dari teknologi pembelajaran memiliki
enam manfaat potensial dalam memecahkan masalah pembelajaran, (a)
meningkatkan produktifitas pendidikan, yaitu mempercepat laju belajar peserta
didik, membantu guru untuk menggunakan waktunya secara lebih baik; (b)
memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual; (c)
memberikan dasar lebih ilmiah pada pembelajaran; (d) pembelajaran menjadi
lebih mantap dengan jalan meningkatkan kapabilitas manusia menyerap informasi
dengan melalui berbagai media komunikasi, sehingga informasi dan data yang
diterima lebih banyak, lebih lengkap, dan lebih akurat; (e) proses pendidikan
commit to user
menjadi lebih langsung, media mengatasi jurang pemisah antara pebelajar dan
sumber belajar; (f) akses pendidikan menjadi lebih sama, media tidak hanya untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
kepentingan terbatas jumlahnya tetapi lebih diarahkan pada jumlah pebelajar yang
lebih banyak. Dengan penggunaan media akan mengurangi miskonsepsi antara
guru dan siswa, proses komunikasi pun berlangsung lebih cepat. Karena pada
dasarnya siswa SMA cendrung mudah mengakses dan menguasai teknologi
dengan adanya media pembelajaran akan meningkatkan motivasi siswa dalam
mengeksplorasi sumber belajarnya.
5.
Lab Riil
Laboratorium riil merupakan laboratorium sebenarnya/nyata yang
merupakan sebuah tempat yang dengan alat eksperimen. Pembelajaran pelatihan
laboratorium memiliki dua prinsip utama yaitu: (a) kerja kelompok, kegiatan
ekperimen laboratorium harus dilakukan dalam bentuk kelompok-kelompok; (b)
menekankan pengembangan empat area kepribadian, yaitu: intra personal,
interpersonal, dinamisasi kelompok, dan pengarahan diri (self direction).
Joice dan Weil cit. Made Wena (2009: 132) “pembelajaran latihan
laboratorium memiliki empat prosedur yaitu: pengelompokan, penyajian teori,
latihan, dan latihan pada masalah nyata”. Siswa berkelompok kemudian menggali
informasi untuk merumuskan hipotesis yang akan dibuktikan dengan eksperimen.
Laboratorium adalah media yang penting dalam pembelajaran menurut
Tuysuz (2010: 38):
Laboratories are important components of education to make students to gain
experience. Especially when thinking that chemistry is totally an applied
branch of science, the importance of laboratory applications in instruction is
clearly understood. In the chemistry laboratory students become active in
their learning by seeing, observing, and doing.
Laboratorium merupakan komponen yang penting dalam pendidikan untuk
membuat siswa memperoleh pengetahuan. Terutama ketika berpikir bahwa kimia
commit to user
merupakan sebuah cabang terapan dari ilmu pengetahuan, jelas dipahami bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
penerapan laboratorium dalam pembelajaran adalah penting. Dalam laboratorium
kimia siswa menjadi aktif dalam belajarnya dengan melihat, mengamati, dan
melakukan. Pembelajaran kimia akan lebih baik dilakukan dengan eksperimen
laboratorium sehingga pengetahuan diperoleh dapat diingat dalam memori jangka
panjang.
Bruner cit. Ratna Willis (1989: 103) menyatakan bahwa “belajar
penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan
dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik”. Pengetahuan yang paling
baik dapat diperoleh manusia dengan pencarian dan menemukan konsep secara
aktif. Meskipun laboratorium merupakan hal yang sangat penting dalam
pembelajaran namun memiliki beberapa keterbatasan antara lain: (1) untuk
perencanaan dan aplikasi banyak menyita waktu; (2) alat dan bahan mahal; (3)
resiko pecahnya alat; (4) bahayanya bahan kimia.
Pembelajaran berbasis problem solving dengan lab riil meliputi sintaksintak sebagai berikut: (a) siswa dikelompokkan dan dihadapkan pada masalah;
(b) siswa diharapkan menggali informasi dari literatur yang ada, siswa berdiskusi,
dan merumuskan hipotesisnya; (c) siswa melakukan proses investigasi untuk
membuktikan hipotesisnya, siswa dihadapkan pada serangkaian alat laboratorium
sebenarnya/riil. Dengan melakukan eksperimen diharapkan siswa mampu
membuktikan hipotesisnya; (d) siswa mempresentasikan hasil penemuan dan
pemecahan masalahnya; (e) siswa menganalisis data yang diperoleh dari
eksperimen tersebut untuk merumuskan sebuah kesimpulan. Dalam hal ini guru
dan siswa juga mengevaluasi proses yang telah dilampaui selama merumuskan
commit to user
kesimpulan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id
6.
digilib.uns.ac.id
36
Lab Virtuil
Laboratorium virtuil merupakan salah satu bentuk dari aplikasi komputer,
sebagai media gambar bergerak representatif keadaan laboratorium riil. Hick dan
Hyde cit. Made Wena (2009: 203) ”pembelajaran berbasis komputer, siswa akan
berinteraksi dan berhadapan secara langsung dengan komputer secara individual
sehingga apa yang dialami oleh seorang siswa akan berbeda dengan apa yang
dialami oleh siswa lain”. Interaksi siswa secara langsung inilah yang membuat
lebih menarik dan menumbuhkan minat belajar siswa.
Model penyampaian materi pembelajaran berbasis komputer antara lain:
(a) latihan dan praktik: siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah untuk
dipecahkan kemudian komputer akan memberi respon atas jawaban yang
diberikan siswa; (b) tutorial: rancangan pembelajaran yang kompleks yang berisi
materi pembelajaran, latihan yang disertai umpan balik; (c) simulasi:
pembelajaran dengan sistem simulasi dengan materi yang dibahas.
Made Wena (2009: 204) “gambar-gambar multimedia melalui komputer
akan berusaha secermat dan senyata mungkin melukiskan konsep/prinsip dalam
suatu pembelajaran yang bersifat abstrak dan kompleks menjadi sesuatu yang
nyata, sederhana sistematis, dan sejelas mungkin”. Dalam laju reaksi misalnya,
proses reaksi menurut teori tumbukan tidak bisa diamati dengan mata pada waktu
eksperimen karena terjadi secara molekuler, dengan adanya animasi teori
tumbukan ini dapat digambarkan secara nyata.
Laboratorium virtuil merupakan representatif keadaan laboratorium
sebenarnya (riil) dalam bentuk animasi. Dalam media virtuil ini alat yang
commit to user
digunakan adalah seperangkat komputer lengkap dengan program aplikasi media
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
flash yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen. Aplikasi media flash
berisi animasi alat dan bahan yang didesain secara interaktif untuk eksperimen.
Siswa selanjutnya hanya menjalankan eksperimen sesuai dengan kegiatan pada
lembar kerja siswa. Rayndra (2008: 23) menyatakan bahwa “kegiatan praktikum
(misalnya kimia, fisika, biologi) sudah dapat digantikan melalui virtuil laboratory
(laboratorium maya)”. Laboratorium virtuil menggambarkan keadaan senyata
mungkin sehingga siswa seperti melakukan praktikum dalam laboratorium,
kondisi peralatan, dan bahan dibuat semirip mungkin.
Laboratorim virtuil memiliki beberapa keunggulan diantaranya adalah
lebih praktis, dapat diulang-ulang dengan mudah, efisien, meningkatkan motivasi
siswa dalam belajar, kendali berada pada siswa sehingga kecepatan belajar dapat
disesuaikan dengan tingkat kemampuan, dan relatif tidak menimbulkan resiko
bahan kimia yang berbahaya dibandingkan laboratorium konvensional. Namun
dengan pembelajaran menggunakan media lab virtuil siswa tidak mendapatkan
pengalaman dan keterampilan teknis seperti di lab riil, siswa hanya memperoleh
keterampilan penggunaan komputer.
Sintak pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab
virtuil meliputi: (a) siswa dihadapkan pada permasalahan dalam bentuk animasi
yang dilengkapi dengan lembar kerja siswa; (b) siswa dituntut untuk menggali
informasi dari sumber belajarnya, dalam kelompok kecil tersebut siswa berdiskusi
untuk merumuskan hipotesisnya; (c) siswa membuktikan hipotesisnya dengan lab
virtuil/animasi; (d) siswa mempresentasikan hasil penemuan dan pemecahan
masalahnya; (e) siswa menarik kesimpulan dan mengevaluasi proses yang telah
commit to user
dilakukannya.
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
38
Gaya Belajar
Dalam menghadapi informasi siswa melihat, mengolah, menyerap, dan
mentansfer informasi tersebut dengan cara yang berbeda-beda. De Porter (2007:
68) menjelaskan bahwa “gerakan mata selama belajar dan berpikir terikat pada
modalitas visual, auditorial, dan kinestetik”. Gaya belajar adalah ciri khas
seseorang dalam memperoleh informasi sehingga diperoleh pengetahuan yang
baru. Gaya belajar seseorang dapat dilihat dari gerakan yang dilakukannya selama
proses memperoleh informasi tersebut.
Setiap pebelajar merupakan pribadi yang unik dengan kekhasan masingmasing. De Porter (2007: 68) menyatakan bahwa “meskipun kebanyakan orang
memiliki askses ketiga modalitas visual, auditorial, dan kinestetik hampir semua
orang cenderung pada salah satu modalitas belajar yang berperan sebagai saringan
untuk pembelajaran, pemrosesan, dan komunikasi”. Siswa yang dapat mengenali
gaya belajarnya dengan tepat akan mudah dalam memperoleh informasi.
a.
Visual
Modalitas ini mengakses citra visual, yang diciptakan maupun diingat.
Dalam modalitas ini yang menonjol adalah warna, hubungan ruang, potret mental,
dan gambar. Seseorang yang memiliki gaya belajar visual dominan bercirikan: (1)
teratur, memperhatikan segala sesuatu, menjaga penampilan; (2) mengingat
dengan gambar, lebih suka membaca daripada dibacakan; (3) membutuhkan
gambaran, tujuan menyeluruh, menangkap detail, dan mengingat apa yang dilihat.
Siswa dengan gaya belajar visual cenderung mudah mengolah bahan ajar dengan
cara membuat peta konsep, mengubah informasi dalam bentuk gambar, diagram
commit to user
maupun grafik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
Siswa dengan gaya belajar visual akan memperhatikan yang dilihatnya
dengan cermat. Dalam menyajikan materi hendaklah guru berdiri dengan tenang
dan geraknya dibatasi pada segmen-segmen tertentu. Metode yang tepat untuk
keberhasilan siswa dengan gaya belajar visual dominan adalah dengan
menggunakan media visual, seperti peta konsep, modul, gambar, film, diagram,
televisi maupun animasi.
b.
Auditorial
Modalitas ini mengakses segala jenis bunyi dan kata diciptakan maupun
diingat. Yang menonjol dari gaya belajar ini adalah musik, nada, irama, dialog
internal, dan suara. Seseorang yang sangat auditorial dapat dicirikan sebagai
berikut: (1) perhatian mudah pecah; (2) berbicara dengan pola berirama; (3)
belajar dengan cara mendengarkan, menggerakkan bibir/bersuara saat membaca;
(4) berdialog secara internal dan eksternal. Dalam belajar siswa dengan gaya
belajar auditorial lebih tertarik pada suara guru daripada penampilannya, sehingga
diperlukan variasi suara dan penekanan pada poin-poin tertentu agar perhatian
terfokus pada guru.
Untuk memfasilitasi siswa dengan gaya belajar auditorial mencapai
keberhasilan belajarnya, guru menyajikan bahan ajar dalam bentuk suara seperti
tape, dan juga membuat jembatan keledai untuk konsep kunci.
c.
Kinestetik
Modalitas ini mengakses segala jenis gerak dan emosi, diciptakan maupun
diingat. Yang menonjol dari gaya belajar ini adalah gerakan, koordinasi, irama,
tanggapan emosional, dan kenyamanan fisik. De Porter (2009: 85) seseorang yang
commit to user
sangat kinestetik sering: (1) menyentuh orang dan berdiri berdekatan, banyak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
bergerak; (2) belajar dengan melakukan, menunjuk tulisan saat membaca,
menganggapi secara fisik; (3) mengingat sambil berjalan dan melihat. Siswa
dengan gaya belajar kinestetik akan lebih mudah memperoleh informasi dengan
olah tubuh siswa.
Metode pembelajaran yang tepat untuk siswa dengan gaya belajar
kinestetik adalah dengan metode simulasi, eksperimen yang membuat siswa
mengalami proses pembentukan konsep-konsep.
8.
Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu faktor internal siswa
yang perlu mendapat perhatian khusus, karena anak dengan kemampuan berpikir
kritis tinggi cenderung aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran. Berpikir kritis
merupakan bagian dari alur berpikir ilmiah yaitu kemampuan berpikir yang
didasarkan pada logika, kejelasan, dan relevansi.
John Dewey cit. Fisher (2009: 2) berpikir kritis merupakan berpikir
reflektif yaitu “pertimbangan yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti
mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja
dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulankesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya”. Berpikir kritis merupakan
proses aktif siswa mengenai sebuah pengetahuan yang bisa diterima. Ennis (1995:
396) mendefinisikan berpikir kritis sebagai “reasonable, reflective thinking that is
focused on deciding what to believe or do”. Berpikir kritis dapat diartikan sebagai
pemikiran reflektif yang difokuskan pada cara seseorang untuk menentukan yang
harus dipercaya atau dilakukannya. Dalam meyakini sebuah pengetahuan tidak
commit to user
serta-merta atau begitu saja tetapi melalui proses, melaui jeda dan berpikir untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
mempertimbangkan kebenaran alasannya. Jadi berpikir kritis merupakan proses
berpikir aktif, logis, reflektif, terus-menerus mempertimbangkan segala sesuatu
yang harus dipercaya hingga yang harus dilakukan oleh seseorang.
Kriteria dan penilaian berpikir kritis oleh pembelajaran Delphi meliputi
enam kemampuan, yaitu: (a) interprestasi: yaitu kemampuan untuk memahami
informasi; (b) analisis: yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi argumen utama
yang disajikan; (c) evaluasi: yaitu kemampuan untuk memutuskan jika sebuah
argumen itu dapat dipercaya dan valid berdasarkan logika dan bukti yang ada; (d)
inference: kemampuan untuk menentukan apa yang harus dipercaya atau
dilakukan berdasarkan logika yang kuat, dan untuk memahami konsekuensi dari
keputusan
yang
diambilnya;
(e)
explanation:
kemampuan
untuk
mengkomunikasikan proses penalaran pada yang lain; (f) self-regulation
(pengaturan diri): kemampuan untuk mengkoreksi pemikiran sendiri dan
membenarkan kesalahan dalam logika.
Enam elemen dasar dari berpikir kritis dalam Ennis (1995: 4) “six basic
elemens: focus, reason, inference, situation, clarity, and overview”. Focus:
menemukan pikiran utama dalam argumen, pertanyaan maupun masalah.
Reasons: mengetahuai kebenaran alasan yang digunakan untuk mendukung
kesimpulan atau argumen sebelum menerima kesimpulan atau argumen tersebut.
Inference: langkah berpikir dari sebuah alasan menuju kesimpulan. Situation:
situasi luas yang mempengaruhi ketika seseorang berpikir pada sesuatu yang
harus dipercaya dan diputuskan. Situasi ini meliputi keadaan orang yang terlibat
(tujuan, latar belakang, loyalitas, pengetahuan, emosi, prasangka, keanggotaan
commit to user
dalam suatu kelompok, dan kepentingan) dan lingkungan fisik (keluarga,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
pemerintah, institusi, agama, kelompok, dan tetangga). Clarity: kejelasan dalam
menyampaikan informasi secara tertulis maupun lesan. Overview: memeriksa
sesuatu
yang
ditemukan,
diputuskan,
dipertimbangkan,
dipelajari,
dan
disimpulkan.
Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kritis diukur dengan tes dan
indikator yang dipakai untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa adalah:
1) memberi penjelasan sederhana; 2) mengidentifikasi argumen utama; 3)
menunjukkan persamaan dan perbedaan; 4) menarik kesimpulan; 5) mendeduksi
secara logis; 6) mengevaluasi berdasarkan fakta; 7) memilih strategi/tindakan
yang tepat.
Manfaat Berpikir Kritis bagi siswa: (a) membantu memperoleh
pengetahuan, memperbaiki teori, memperkuat argumen; (b) mengemukakan dan
merumuskan pertanyaan dengan jelas; (c) mengumpulkan, menilai, dan
menafsirkan informasi dengan efektif; (d) membuat kesimpulan dan menemukan
solusi masalah berdasarkan alasan yang kuat; (e) membiasakan berpikiran
terbuka; (f) mengkomunikasikan gagasan, pendapat, dan solusi dengan jelas
kepada lainnya.
9.
Laju Reaksi
a.
Karakteristik Materi Laju Reaksi
Sesuai standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, materi
laju reaksi yang diajarkan di SMA kelas XI meliputi beberapa indikator yang
memiliki karakteristik berbeda-beda. Karakteristik yang bervariasi hendaknya
dikuti dengan bervariasinya metode pembelajaran yang diterapkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Materi laju reaksi meliputi: 1) definisi konsep laju reaksi sebagai
perubahan konsentrasi terhadap waktu, konsep bersifat empiris (berdasarkan data
dan fakta) yang mudah dipahamkan pada siswa melalui percobaan; 2) faktorfaktor yang mempengaruhi laju reaksi yang juga bersifat empiris, sebaiknya
digunakan metode eksperimen agar mudah dipahami siswa; 3) teori tumbukan
yang digunakan untuk menjelaskan laju reaksi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, materi ini bersifat abstrak, lebih tepat jika dalam
penyampaiannya menggunakan animasi; 4) penentuan orde reaksi dan hukum laju
reaksi, bersifat empiris, matematis, dan logis, sebaiknya disajikan dengan
praktikum yang dilanjutkan diskusi pembahasan untuk menghubungkan hasil
percobaan dengan tujuan pembelajaran; 5) penerapan katalis dalam kehidupan
sehari-hari ataupun industri, materi ini bersifat konkret, yang lebih tepat diajarkan
dengan contextual teaching learning, problem solving, maupun metode
pembelajaran lain yang mengacu pada keterampilan proses. Agar tujuan
pembelajaran tercapai diperlukan penerapan metode dan penggunaan media yang
tepat, seperti halnya penerapan metode problem solving dengan menggunakan
media lab riil dan lab virtuil.
b.
Materi Laju reaksi
Reaksi kimia adalah suatu perubahan materi yang menghasilkan zat baru.
Proses ini biasanya disertai dengan terbentuknya endapan, perubahan suhu,
perubahan warna, dan menghasilkan bau. Ditinjau dari waktu berlangsungnya
reaksi kimia ada yang berlangsung cepat ada pula yang berlangsung lambat.
Reaksi yang berlangsung cepat misalnya petasan dibakar, bom meledak, natrium
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
dalam air. Reaksi yang berlangsung lambat misalnya perkaratan besi, fermentasi
pada tempe dan tape, pembusukan organisme oleh bakteri.
Untuk menyatakan cepat lambatnya suatu reaksi digunakan istilah laju
reaksi, sedangkan cabang ilmu kimia yang mempelajari tentang laju reaksi disebut
kinetika kimia. Dengan mempelajari kinetika kimia, suatu reaksi dapat diukur,
dikendalikan dan diramalkan laju reaksinya, hal ini sangat bermanfaat bagi
industri untuk menghasikan produk yang optimal. Hubungan kuantitatif antara
konsentrasi pereaksi dan laju reaksi dinyatakan dengan persamaan laju reaksi.
1)
Molaritas
Kadar zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan konsentrasi,
konsentrasi memiliki berbagai satuan diantaranya: persen masa, persen volume,
bagian perjuta (bpj), molaritas (M), molalitas (m), fraksi mol (x). Dalam hal ini
yang dipelajari adalah konsentrasi dalam molaritas (M). Larutan yang mempunyai
konsentrasi besar disebut larutan pekat sedangkan larutan yang mempunyai
konsentrasi kecil disebut larutan encer.
a)
Pengertian Molaritas
Molaritas adalah satuan konsentrasi larutan yang menyatakan jumlah mol
zat terlarut dalam 1 liter larutan. Molaritas sama dengan jumlah mol (n) zat
terlarut dibagi dengan volume (V) larutan.
M=
n
V
Keterangan:
atau
M=
gr 1000
x
Mr
V'
M = molaritas; n = mol zat terlarut (mol atau mmol); V = volume
larutan (L); g = massa zat terlarut (gram); V’= volume larutan (mL); satuan
commit to user
mol
mmol
molaritas adalah
.
atau
liter
mL
perpustakaan.uns.ac.id
b)
digilib.uns.ac.id
45
Pengenceran
Pengenceran adalah menurunkan atau memperkecil konsentrasi larutan
dengan menambahkan pelarut. Dalam hal ini, konsentrasi yang digunakan adalah
molaritas (M). Pada proses pengenceran, volume dan molaritas berubah,
sedangkan jumlah molnya tetap. Oleh karena itu berlaku persamaan:
V1 M1 = V2 M2
Keterangan:
V1 = volume larutan sebelum diencerkan; M1 = molaritas larutan
sebelum diencerkan; V2 = volume larutan setelah diencerkan; M2 = molaritas
larutan setelah diencerkan.
c)
Pencampuran
Pencampuran melibatkan dua atau lebih zat yang jenisnya sama, tetapi
konsentrasinya berbeda. Dalam hal ini, konsentrasi yang digunakan adalah
molaritas (M). Pada proses pencampuran beberapa zat yang sejenis berlaku
persamaan:
Mc =
V1M1  V2 M 2  V3 M 3  ...
V1  V2  V3
Untuk pencampuran 2 jenis zat yang sejenis berlaku persamaan:
Mc =
Keterangan:
V1M1  V2 M 2
V1  V2
Mc = molaritas larutan setelah dicampurkan; V1 = volume larutan
pertama yang dicampurkan; M1 = molaritas larutan pertama; V2 = volume larutan
kedua yang dicampurkan; M2= molaritas larutan kedua.
2)
Pengertian laju reaksi
user yang menyatakan berkurangnya
Laju reaksi didefinisikancommit
sebagaitoukuran
jumlah zat-zat pereaksi tiap satuan waktu atau bertambahnya zat-zat hasil reaksi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46
tiap satuan waktu. Karena jumlah zat-zat yang terlibat dalam suatu reaksi kimia
biasanya dinyatakan dalam konsentrasinya, maka laju reaksi juga didefinisikan
sebagai ukuran yang menyatakan perubahan konsentrasi zat-zat pereaksi atau zatzat hasil reaksi tiap satuan waktu.
Jika suatu reaksi kimia dinyatakan: aA → bB, dengan A = zat-zat
pereaksi dan B = zat-zat hasil reaksi, a= koefisien A, b = koefisien B, maka laju
reaksi rata-ratanya dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
v= 
[A]
[B]
atau v = 
t
t
Keterangan:
v = laju reaksi rata-rata; [A] = perubahan konsentrasi zat-zat
pereaksi; [B] = perubahan konsentrasi zat-zat hasil reaksi.
Nilai positif laju reaksi yang dinyatakan dalam konsentrasi zat-zat hasil
reaksi menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut bertambah. Sementara itu,
nilai negatif laju reaksi yang dinyatakan dengan konsentrasi zat-zat pereaksi
menunjukkan bahwa konsentrasi zat tersebut berkurang. Hal ini digambarkan
Jumlah molekul
dalam grafik jumlah molekul (N) terhadap waktu (detik) sebagai berikut:
Hasil reaksi
(B)
Pereaksi
(A)
Waktu
Grafik 2.2. Hubungan jumlah molekul dengan waktu reaksi
Untuk reaksi kimia yang melibatkan beberapa zat yang perbandingan
jumlah molnya dinyatakan dengan koefisien-koefisien reaksi, sehingga persamaan
kimianya dapat dituliskan sebagai berikut:
to user
pA + qB → rC + sD dengan: A, commit
B = zat-zat
pereaksi; C, D = zat-zat hasil reaksi;
p, q, r, s = koefisien reaksi.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47
Laju reaksi untuk reaksi yang dinyatakan dengan persamaan kimia di atas
dapat ditentukan sebagai berikut:
v= 
1 [ A]
1 [B]
1 [C]
1 [D]
= 
=
= 
p t
q t
r t
s t
Secara kimia laju reaksi dapat ditentukan dengan menentukan konsentrasi zat-zat
pada waktu tertentu, kemudian data-data konsentrasi tersebut digunakan untuk
menghitung laju reaksi dengan menggunakan persamaan tersebut.
3)
Teori tumbukan
Berdasarkan teori tumbukan reaksi kimia berlangsung karena molekul,
ion atau atom bertumbukan. Tumbukan yang dapat menyebabkan terjadinya
reaksi kimia adalah tumbukan efektif. Namun tidak semua tumbukan efektif,
untuk menghasilkan tumbukan yang efektif, spesi-spesi yang bereaksi haruslah
memiliki arah orientasi yang tepat satu sama lainnya dan memiliki energi yang
cukup untuk bertumbukan.
Energi
kinetik
minimum
yang
harus
dimiliki
partikel
untuk
menghasilkan tumbukan efektif yang dapat menghasilkan suatu reaksi kimia
disebut energi aktivasi. Jika partikel-partikel suatu zat memiliki energi aktivasi
(Ea) yang kecil maka zat tersebut mudah bereaksi, sebaliknya jika partikelpartikel suatu zat memiliki energi aktivasi yang besar, maka zat tersebut sukar
bereaksi.
E
Energi Potensial
Ea
Pereaksi
H
Tahapan Reaksi
Hasil reaksi
Energi Potensial
E
Hasil reaksi
Ea
H
Pereaksi
Tahapan Reaksi
commit to user
b. Reaksi Endoterm
a. Reaksi Eksoterm
Gambar 2.3 Energi Aktivasi pada reaksi eksoterm dan endoterm
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Jika hasil reaksi lebih stabil dibandingkan pereaksi, maka reaksi diikuti
dengan pelepasan kalor atau reaksi eksoterm seperti Gambar a. Namun jika hasil
reaksi kurang stabil dibandingkan pereaksi, maka kalor lingkungan diserap sistem
yang bereaksi sehingga reaksinya endoterm seperti Gambar b.
Energi aktivasi dapat dianalogkan sebagai penghalang yang mencegah
molekul yang kurang berenergi untuk bereaksi. Karena jumlah molekul reaktan
dalam reaksi biasanya sangat banyak, maka kecepatan dan energi kinetik molekul
juga beragam. Umumnya hanya sebagian kecil molekul yang bertumbukan, yaitu
molekul dengan gerakan yang paling cepat, yang memiliki energi kinetik sama
atau lebih besar dari energi aktivasi. Molekul-molekul inilah yang terlibat dalam
reaksi.
4)
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi
Laju reaksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya luas
permukaan, suhu, konsentrasi, tekanan, dan katalis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju reaksi dijelaskan sebagai berikut:
a)
Suhu
Perubahan suhu akan mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Jika suhu
naik maka partikel-partikel zat-zat yang terlibat dalam reaksi akan menyerap kalor
(energi), sehingga energi kinetik partikel-partikel tersebut meningkat. Dengan
meningkatnya suhu, maka semakin banyak partikel yang mempunyai energi
kinetik lebih besar dari energi aktivasi. Keadaan ini memungkinkan terjadinya
lebih banyak tumbukan efektif antara partikel-partikel, sehingga reaksi
berlangsung dengan lebih cepat.
Meningkatnya laju atau konstanta laju karena meningkatnya suhu
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Karena molekul yang berenergi lebih tinggi
commit
to user
terdapat pada suhu yang lebih tinggi,
maka
laju pembentukan produk juga lebih
besar pada suhu yang tinggi. Dari gambar tersebut menunjukkan bahwa pada suhu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
49
rendah T1 persentase molekul yang memiliki energi sama atau lebih besar dari
energi aktivasi lebih sedikit daripada suhu tinggi T2. Sehingga pada suhu tinggi
(T2) reaksi berlangsung lebih cepat.
T2 > T1
Persentase molekul
T1
Energi minimum
untuk tumbukan
efektif
T2
y2
y1
→E
Ea
Gambar 2.4. Distribusi molekul menurut energinya pada
dua suhu yang berbeda, T2 > T1.
b)
Luas Permukaan
Pada reaksi kimia terjadi tumbukan antar partikel atom unsur atau antar
partikel molekul senyawa. Adanya tumbukan antar partikel yang bereaksi, berarti
adanya bidang sentuh antarpartikel yang bereaksi. Makin luas bidang yang
bersentuhan, zat produk yang dihasilkan makin banyak. Hal ini berarti jika luas
permukaan sentuh makin besar, laju reaksi makin cepat.
Zat padat yang berbentuk serbuk memiliki luas permukaan yang lebih
besar dibandingkan dengan zat padat dalam bentuk batangan atau kepingan untuk
massa zat padat yang sama. Pada reaksi zat padat yang berbentuk serbuk, setiap
bagian zat padat akan segera bereaksi dengan zat lain pada waktu yang bersamaan
karena luas permukaan sentuh zat padat tersebut relatif besar. Namun pada reaksi
zat padat yang berbentuk batangan atau lempengan, reaksinya akan terjadi pada
commit to
user zat lain, sehingga untuk terjadi
permukaan zat padat yang bersentuhan
dengan
reaksi pada seluruh bagian zat padat diperlukan waktu yang cukup lama.
perpustakaan.uns.ac.id
c)
digilib.uns.ac.id
50
Konsentrasi
Berdasarkan teori tumbukan, tumbukan efektif dari partikel reaktan akan
menghasilkan produk. Semakin banyak partikel yang bertumbukan secara efektif,
makin banyak produk yang dihasilkan. Jadi semakin banyak partikel reaktan yang
bertumbukan secara efektif laju reaksi semakin besar. Banyaknya partikel reaktan
yang bertumbukan dalam suatu larutan dinyatakan dengan konsentrasi larutan.
Jika konsentrasi reaktan yang bereaksi makin besar, maka semakin besar laju
reaksinya.
Pada reaksi: mA + n B → pAB, dengan, A dan B = zat-zat pereaksi, AB =
zat hasil reaksi, m = koefisien A, n = koefisien B, m = orde reaksi terhadap A, n =
orde reaksi terhadap B. Maka persamaan lajunya secara umum adalah:
v = k [A]x[B]y, dari persamaan ini dapat dihitung pengaruh perubahan konsentrasi
pereaksi terhadap laju reaksi. Hal ini bermanfaat untuk mengendalikan laju reaksi
seperti yang diharapkan, yaitu dengan mengatur konsentrasi pereaksi.
d)
Katalis
Katalisator dapat mempercepat laju reaksi karena dapat menurunkan
energi pengaktifan. Katalisator berperan dalam mempengaruhi laju reaksi melalui
dua cara, yaitu dengan pembentukan senyawa antara (katalis homogen) dan
dengan adsorpsi (katalis heterogen).
Dalam katalisis homogen, reaktan dan katalis terdispersi dalam satu fasa,
biasanya fasa cair. Contohnya reaksi etil asetat dengan air yang menghasilkan
asam asetat dan etanol biasanya berlangsung sangat lambat sehingga sukar diukur.
Reaksi ini dapat dipercepat dengan katalis asam yaitu asam klorida.
Dalam katalisis heterogen reaktan dan katalis berbeda fase. Biasanya
katalis berupa padatan dan reaktan berwujud gas atau cairan. Contohnya pada
commit
to user dengan katalis platina-rhodium.
pembuatan asam nitrat yaitu amonia
dan oksigen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
Energi
E1
keterangan:
E2
: kurva reaksi tanpa katalis
pereaksi
: kurva reaksi dengan katalis
E3
Hasil reaksi
Jalan reaksi
Gambar 2.5. Grafik hubungan energi dengan jalannya reaksi dengan katalis
5)
Persamaan laju reaksi dan orde (tingkat) reaksi
Persamaan laju reaksi menggambarkan hubungan kuantitatif antara laju
reaksi dengan konsentrasi reaktan. Misalnya untuk reaksi:
mA + n B →pC + qD
Laju reaksinya dapat dirumuskan sebagai:
v = k [A]x[B]y
Keterangan: k = tetapan laju reaksi, tergantung pada jenis reaktan dan suhu. Setiap
reaksi memiliki harga k tertentu; x = orde reaksi terhadap zat A; y = orde reaksi
terhadap zat B; x+ y = orde reaksi total
Persamaan laju reaksi hanya dapat ditentukan melalui hasil percobaan,
bukan dari persamaan reaksinya.
a)
Reaksi Orde Pertama
Reaksi orde pertama (first order reaction) ialah reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi dipangkatkan dengan satu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
v
[Q]
Grafik 2.6. Hubungan laju reaksi dengan konsentrasi untuk reaksi orde 1
b)
Reaksi Orde Kedua
Reaksi orde kedua (second order reaction) ialah reaksi yang lajunya
bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada
konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan satu.
v
[Q]
Gambar 2.7. Hubungan laju dengan konsentrasi untuk reaksi orde 2
6)
Penentuan hukum laju secara percobaan.
Jika suatu reaksi hanya melibatkan satu reaktan, hukum laju dapat dengan
mudah ditentukan dengan mengukur laju awal reaksi sebagai fungsi konsentrasi
reaktan. Contohnya, laju menjadi dua kali lipat bila konsentrasi reaktan
dilipatduakan, maka reaksinya adalah orde pertama dalam reaktan tersebut. Laju
menjadi empat kali bila konsentrasinya dilipatduakan, maka reaksinya adalah orde
commit to user
ke dua dalam reaktan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Untuk reaksi yang melibatkan lebih dari satu reaktan, kita dapat
menentukan hukum laju dengan mengukur ketergantungan laju reaksi terhadap
konsentrasi masing-masing reaktan, satu per satu. Semua konsentrasi reaktan
dibuat sama kecuali satu reaktan dan kita catat laju reaksi sebagai fungsi dari
konsentrasi reaktan tersebut. Setiap perubahan laju seharunya disebabkan hanya
oleh perubahan pada zat tersebut, jadi dari ketergantungan yang teramati ini kita
mengetahui orde dalam reaktan tersebut. Prosedur yang sama juga berlaku untuk
reaktan berikutnya, dan seterusnya. Cara ini dikenal sebagai metode isolasi.
10.
Prestasi Belajar
Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran baik proses maupun
produknya dapat dilihat dari prestasi belajar siswa. Tujuan dari pembelajaran
adalah ketercapaian kompetensi dasar yang telah dijabarkan secara rinci dalam
indikator pembelajaran. Ketercapaian indikator dalam pembelajaran disebut juga
dengan hasil belajar atau prestasi belajar siswa. Dimyati (2009: 3) “hasil belajar
merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar”. Guru
sebagai pengajar harus mampu menilai keberhasilan belajar peserta didiknya
untuk mengevaluasi proses pembelajaran yang telah dirancangnya.
Serangkaian evaluasi diperlukan untuk mengetahui hasil belajar, namun
tidak semua hasil belajar dapat diukur dengan alat evaluasi.
Dimyati (2009: 4) hasil belajar tersebut dapat dibedakan menjadi dampak
pengajaran, dan dampak pengiring. Dampak pengajaran adalah hasil yang
dapat diukur, seperti tertuang dalam angka rapor, angka dalam ijazah atau
kemampuan meloncat setelah latihan. Dampak pengiring adalah terapan
pengetahuan dan kemampuan di bidang lain, suatu transfer belajar.
Hasil utama dalam pembelajaran adalah nilai prestasi yang secara jelas dapat kita
commit to user
lihat dari kemampuan siswa dalam mencapai indikator pembelajaran, biasanya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
dalam bentuk angka atau nilai. Sedangkan dampak pengiring atau hasil sampingan
belajar ini lah yang tidak disadari namun terkadang merupakan sesuatu yang luar
biasa. Misalnya kemampuan siswa dalam menghadapi masalah-masalah dalam
kehidupannya, secara refleks/spontan, sebenarnya merupakan hasil belajar yang
telah ditempuhnya.
Wina Sanjaya (2010: 87) “tingkah laku sebagai hasil belajar itu
dirumuskan dalam bentuk kemampuan atau kompetensi yang dapat diukur atau
yang dapat ditampilkan melalui performance siswa”. Sebagai produk dari
pembelajaran prestasi belajar dapat dinilai setelah pembelajaran selesai maupun
dalam proses pembelajaran dengan serangkaian alat evaluasi berupa tes dan
observasi. Winkel (2009: 534) “pengukuran berupa deskripsi kuantitatif tentang
keadaan suatu hal sebagaimana adanya, atau tentang perilaku yang nampak pada
seseorang atau tentang prestasi yang diberikan oleh seseorang”. Prestasi dapat
diukur dengan deskripsi kuantitatif atau dapat dinilai dengan angka. Prestasi
merupakan hasil belajar siswa yang dapat diukur nilainya dengan standar baku
berupa ketercapaian tujuan instruksional atau indikator pembelajaran.
Menurut Bloom tujuan instruksional pembelajaran diklasifikasikan dalam
3 aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah
afektif meliputi penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi,
pembentukan pola hidup, dapat diukur dengan tes bentuk angket maupun
observasi. Ranah psikomotor meliputi persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing,
gerakan yang terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan,
commit to user
kreativitas, diukur/dinilai dari observasi saat pembelajaran berlangsung.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
Domain kognitif menurut Bloom dideskripsi dari enam tingkat proses
berpikir yang dibuatnya dengan diadaptasi serta digunakan dalam berbagai
macam konteks. Tingkatan proses berpikir ini dikenal dengan taksonomi Bloom,
disusun dan diurutkan dari tingkat pemanfaat pengetahuan yang paling sederhana
sampai kepada tingkat yang paling sulit dalam evaluasi. Taksonomi yang disusun
secara berjenjang membuat setiap kecakapan yang lebih tinggi tersusun dari
berbagai kecakapan pada tingkat jenjang sebelumnya. Tingkatan berpikir tersebut
meliputi: (1) pengetahuan: mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah dipelajari
dan disimpan dalam ingatan; (2) pemahaman: mencakup kemampuan untuk
menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari; (3) penerapan: mencakup
kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu
kasus/problem yang kongkret dan baru; (3) analisis: mencakup kemampuan untuk
merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan
atau organisasinya dapat dipahami dengan baik; (5) sintesis: mencakup
kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru, bagian-bagian
dihubungakan satu sama lain sehingga terciptakan suatu bentuk baru; (6) evaluasi:
mencakup kemampuan untuk membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau
beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu yang
berdasarkan kriteria tertentu.
Menurut Andersen cit. Diknas (2008: 3) pemikiran atau prilaku yang
digolongkan dalam ranah afektif harus memiliki dua kriteria yaitu: (1) melibatkan
perasaan dan emosi seseorang; (2) tipikal prilaku seseorang. Kriteria lain dari
ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat
commit to user
atau kekuatan dari perasaan. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
yang lebih kuat dibandingkan yang lain. Arah perasaan berkaiatan dengan
orientasi positif atau negatif dari perasaan yang menunjukkan perasaan itu baik
atau buruk. Bila intensitas dan arah perasaan ditinjau bersama-sama, maka
karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu
pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan. Ada lima tipe
karakteristik afektif yang penting yaitu: (1) sikap: suatu kencenderungan untuk
bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek; (2) minat: suatu
disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk
memperoleh objek khusus, aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan
perhatian atau pencapaian; (3) konsep diri: evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimilikinya; (4) nilai: suatu keyakinan
tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap
buruk; (5) moral: berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap
kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri
sendiri. Moral sering juga dikaitkan dengan keyakinan agama yaitu keyakinan
akan perbuatan berdosa dan berpahala. Penilaian ranah afektif dapat dilakukan
dengan metode observasi dan laporan diri (angket).
Ranah psikomotor mengacu pada kemampuan melakukan suatu rangkaian
gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara
gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Ciri khas ketrampilan
psikomotor adalah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara
teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi
tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Penilaian ranah psikomotor meliputi: (1) persepsi: mencakup kemampuan
untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua perangsang atau lebih,
berdasarkan pembedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-masing
rangsangan; (2) kesiapan: mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya
dalam keadaan akan memulai suatu gerakan atau rangkaian gerakan; (3) gerakan
terbimbing: mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik,
sesuai dengan contoh yang diberikan; (4) gerakan yang terbiasa: mencakup
kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik dengan lancar, karena
sudah dilatih secukupnya tanpa memperhatikan lagi contoh yang diberikan; (5)
gerakan
kompleks:
mencakup
kemampuan
untuk
melaksanakan
suatu
keterampilan, yang terdiri atas beberapa komponen dengan lancar, tepat, dan
efisien; (6) penyesuaian pola gerakan: mencakup kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau
dengan menunjukkan suatu taraf keterampilan yang telah mencapai kemahiran;
(7) kreativitas: kemampuan untuk melahirkan aneka pola gerak-gerik yang baru,
seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Pada penelitian ini untuk
mengetahui keberhasilan proses dan produk pembelajaraan dilihat dari prestasi
belajar dalam ranah kognitif dan afektif.
B. Penelitian Yang Relevan
1.
Jason Beringer (2007: 445-447) Application of Problem Based Learning
Through Research Investigation. Penelitian ini menggunakan teknik mengajar
problem based learning dengan problem solving sebagai dasar siswa untuk
belajar. Pada awalnya pelaksanaan problem based learning beberapa siswa
commit to user
terlibat sepenuhnya, namun selanjutnya pendekatannya kurang terstruktur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
Beberapa siswa tidak dapat beradaptasi dengan tantangan yang tidak biasa dari
problem based learning, hal ini disebabkan merupakan pertama kali yang siswa
dapatkan. Ketika siswa ditanya tentang pengalaman pembelajaran dengan
problem based learning, siswa menekankan tentang teknik daripada keterampilan
problem solving. Didasari dari kelemahan ini dikembangkan metode problem
solving dengan bantuan media lab riil dan virtuil agar siswa lebih termotivasi
untuk memecahkan tantangan yang diberikan.
2.
The Effects of The Use of Problem Solving and Cooperative Learning on
The Mathematics Achievement of Underprepared College Freshmen oleh
Norwood, (1995: 229-250) di North Carolina State University. Pada penelitian ini
siswa dikelompokkan dan bekerja secara kooperatif dalam pembelajaran problem
solving. Siswa dikelompokkan secara heterogen kemampuannya berdasarkan hasil
tes dan kuis. Setiap kelompok terdiri dari 1 siswa berkemampuan tinggi, 1 siswa
berkemampuan rendah dan 2 siswa berkemampuan rata-rata. Pembelajaran
problem solving dan kooperatif ini memberikan kerangka tercapainya tujuan
yaitu: agar siswa belajar matematika, menjadi percaya diri dalam kemampuannya
mengerjakan matematika, mampu menyelesaikan masalah matematika, belajar
berkomunikasi secara matematis, dan belajar cara berpikir secara matematis. Hasil
penelitian ini adalah bahwa pembelajaran kooperatif dan problem solving
merupakan teknik efektif untuk memperbaiki prestasi belajar matematika.
Didasari dari penelitian ini maka dikembangkan pembelajaran problem solving
dengan mengelompokkan siswa yang beranggota 4-5 siswa.
3.
CORE: An Interdiciplinary Course in Quantitative Problem Solving oleh
commit to user
Somers, Dilendik, dan Smolansky (1994: 55-69). Peneltian ini menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
empat langkah dalam pemecahan masalah yaitu clarify, organize, resove, dan
examine. Kelemahan penelitan ini adalah proses pemecahan masalah tidak linear
melainkan berulang-ulang, sehingga kemungkinan solusi masalah melenceng dari
sasaran. Penelitian ini memberikan manfaat kepada siswa yaitu keterampilan
pemecahan masalah tersebut dapat diterapkan pada berbagai masalah. Selain itu
juga menumbuhkan rasa kepercaaan diri pada siswa dalam mengerjakan
matematika dan penilaian kuantitatif dapat ditingkatkan dengan berfokus pada
proses pemecahan masalah dalam konteks masalah yang relevan dan mendorong
kerjasama yang ekstensif dalam kelompok-kelompok kecil. Didasari dari
penelitian
ini
dikembangkan
pembelajaran
problem
solving
dengan
pengelompokan siswa dilengkapi media lab riil dan virtuil.
4.
Teaching and Evaluating Critical Thinking in An Enviromental Context,
oleh Hofreiter, Monroe, dan Stein (2007: 140-157). Penelitian ini memandu
pendidik dalam mendefinisikan, mengajar, dan mengevaluasi berpikir kritis
dengan meringkas sebuah studi panduan pada sarjana kehutan yang dirancang
untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis pada siswa dan mengubah
mereka menjadi warga lingkungan yang bertanggung jawab. Penelitian ini juga
menunjukkan bahwa pengalaman berpikir kritis dimulai pada masa kanak-kanak
dengan beberapa sudut pandang dan budaya yang ada. Pengalaman-pengalaman
ini dipengaruhi oleh lingkungan, dapat ditingkatkan dan dikembangkan melalui
pembelajaran di sekolah. Proses berpikir kritis dimulai dari sebuah masalah, siswa
berpikiran terbuka dan menilai reaksi emosi mereka dalam masalah. Didasari dari
hal tersebut kemampuan berpikir kritis digunakan sebagai variabel moderator dan
commit to user
diukur sebelum proses pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
Kemampuan berpikir kritis pada siswa diukur dengan penilaian esai
berbasis keterampilan berpikir kritis, penilaian menggunakan skala Likert
disposisi berpikir kritis dan wawancara kualitatif. Ennis (1995) menyarankan
penggunaan penilaian esai untuk sampel kecil. Penilaian esai pada kelas besar
akan mengalami kendala subjektivitas dan keterhandalan soal sehingga digunakan
objektif tes.
5.
The Effect of The Virtual Laboratory on Students’ Achievement and
Attitude in Chemistry oleh Tüysüz (2010: 37-53). Pada penelitian ini 16 eksperimen
virtuil disiapkan dengan menggunakan program flash dan digunakan pada
kelompok eksperimen. Simulasi disiapkan dan digunakan selama penelitian
memiliki karakteristik instruksional dengan kontribusi positif terhadap pendidikan
dan meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran. Ini dialami selama periode
penelitian bahwa bahan dikembangkan menjadi menyenangkan, menghibur,
membuat topik dimengerti bagi siswa, dan diramalkan bahwa metode ini akan
efektif bila digunakan dalam topik lain yang cocok. Keuntungan lain
menggunakan laboratorium virtual adalah bahwa biaya untuk mempersiapkan
laboratorium IPA yang hanya digunakan untuk pelajaran sains adalah lebih tinggi
dibandingkan dibutuhkan untuk menyiapkan sebuah laboratorium komputer yang
dapat digunakan untuk pelajaran yang berbeda. Hasil penelitian ini menujukkan
bahwa aplikasi laboratorium virtuil membuat efek positif pada prestasi siswa dan
sikap bila dibandingkan dengan metode pengajaran tradisional. Namun tidak
diklaim bahwa laboratorium berbasis simulasi lebih efektif dibandingkan dengan
kegiatan laboratorium nyata. Sebaliknya, ketika dipaksa untuk tidak melakukan
commit to user
kegiatan laboratorium nyata, karena alasan seperti bahaya reaksi kimia, waktu
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
perhatian, kurangnya peralatan laboratorium, kondisi laboratorium yang tidak
memadai yang membatasi untuk melakukan suatu kegiatan laboratorium
sederhana, praktikum kimia virtuil dapat menjadi alternatif. Penelitian ini
dilanjutkan dan dikembangkan dengan mengendalikan faktor gaya belajar dan
kemampuan berpikir kritis siswa.
6.
Pengaruh Metode Pembelajaran Problem Solving Disertai Key Relation-
Chart dan Modul Ditinjau dari Motivasi Belajar dan Kreativitas Siswa oleh Arif
Endit Prasetyo (2011). Penelitian ini menggunakan metode problem solving
dengan langkah-langkah: memahami masalah, pemikiran rencana, pelaksanaan
rencana, dan peninjauan kembali solusi masalah. Menggunakan media key
relation-chart membantu siswa memahami hubungan antara berbagai konsep, dan
hubungan antara fakta dan prinsip yang ada dalam pelajaran sebelumnya. Dengan
modul siswa memahami materi pembelajaran dengan program paket yang terdapat
dalam modul. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada pengaruh antara
pembelajaran problem solving berbantu media key relation-chart dengan modul.
Dari hasil tersebut dikembangkan dan dikaji ulang penggunaan pembelajaran
problem solving dengan menggunakan media yang berbeda.
7.
Pembelajaran Kimia Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Menggunakan
Virtuil Lab dan Riil Lab Ditinjau dari Gaya Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa
oleh Riana (2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
prestasi belajar siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik. Dari hal
ini dicoba pengujian ulang pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
C. Kerangka Pikir
Berdasarkan konseptual di atas, dapat dikemukakan kerangka pikir
sebagai berikut:
1.
Pengaruh pembelajaran kimia dengan metode problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa.
Laju reaksi merupakan salah satu materi dalam mata pelajaran kimia,
memiliki komponen yang bersifat kongkret, empiris, ada sebagian bersifat
abstrak, ada juga bagian yang bersifat matematis.
Dikatakan empiris karena
faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dapat dibuktikan melalui percobaan.
Bersifat abstrak karena reaksi tingkat molekuler tidak bisa diamati. Bagian yang
bersifat matematis yaitu dalam penentuan orde reaksi dan persamaan laju reaksi
dari data hasil percobaan diperlukan hitungan matematik.
Siswa
SMA
memiliki
karakter
cenderung
aktif
dalam
proses
pembelajaran, siswa senang dengan mencoba-coba dalam bereksperimen untuk
membentuk konsep. Seiring dengan perkembangan teknologi siswa pun senang
dengan aplikasi/permainan komputer.
Problem solving merupakan suatu metode pembelajaran yang menuntun
siswa cara memecahkan masalah dalam pembelajaran. Metode ini memiliki sintak
pembelajaran yang runtut dan diantaranya melibatkan proses penyelidikan untuk
membentuk konsep. Sintak pembelajaran problem solving dapat dilaksanakan
dengan media lab riil maupun virtuil.
Dalam pembelajaran problem solving dengan media lab riil, siswa
dihadapkan pada lingkungan laboratorium secara langsung. Siswa melaksanakan
commit to user
secara langsung praktikum faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dan cara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
penentuan orde reaksi. Dengan melakukan eksperimen siswa lebih termotivasi dan
bersemangat dalam proses pembelajaran. Terlibat secara langsung saat
pembentukan konsep membuat siswa akan lebih mudah mengingat konsep-konsep
tersebut. Proses eksperimen di laboratorium memiliki resiko yaitu bahayanya
bahan-bahan kimia, pecahnya alat-alat serta menyita waktu.
Metode problem solving menggunakan lab virtuil membawa siswa pada
eksperimen secara representatif di dalam komputer. Pembelajaran dengan lab
virtuil ini menampilkan alat dan bahan eksperimen menarik melalui komputer
yang dibuat senyata mungkin seperti saat di laboratorium, bahkan dapat
menggambarkan reaksi secara molekuler yang tidak dapat dilihat saat praktikum.
Kelebihan dari media lab virtuil adalah percobaan lebih detail, dapat diulang
dengan mudah, sehingga siswa dapat mengulangi hal yang dirasa kurang
dipahami dengan tidak menyita waktu. Selain itu juga terhindar dari bahan kimia
berbahaya dan resiko pecahnya alat saat praktikum. Adapun kelemahan
pembelajaran menggunakan media lab virtuil adalah siswa tidak mendapatkan
pengalaman dan keterampilan teknis seperti di lab riil, siswa hanya memperoleh
keterampilan penggunaan komputer. Dari penjelasan di atas diduga ada pengaruh
pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil
terhadap prestasi belajar.
2.
Pengaruh gaya belajar kinestetik dan visual terhadap prestasi belajar
siswa.
Materi pembelajaran laju reaksi meliputi teori tumbukan bersifat abstrak,
faktor yang mempengaruhi laju reaksi bersifat kongkret yang dapat diamati
commit to user
dengan eksperimen dan dibutuhkan juga kemampuan menganalisis hasil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64
percobaan dengan mengolah data percobaan kedalam bentuk grafik dan juga
kemampuan untuk membaca grafik, penentuan orde reaksi yang bersifat
matematis.
Gaya belajar merupakan cara khas yang dimiliki seseorang untuk
memperoleh informasi hingga diperoleh pengetahuan yang baru. Dalam penelitian
ini gaya belajar dikategorikan dalam gaya belajar visual dan gaya belajar
kinestetik. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki ciri mudah mengolah bahan
ajar dengan cara membuat peta konsep, mengubah informasi dalam bentuk
gambar, diagram maupun grafik. Siswa dengan gaya belajar kinestetik memiliki
ciri belajar dengan cara mengerakkan tubuh dalam proses pembelajarannya.
Karena materi laju reaksi melibatkan proses pengamatan, mengolah data berupa
angka dan grafik, yang lebih dominan maka diduga ada pengaruh gaya belajar
terhadap prestasi belajar siswa.
3.
Pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar siswa
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu faktor internal siswa
yang berpengaruh dalam proses belajar. Berpikir kritis dapat diartikan sebagai
pemikiran reflektif yang difokuskan pada cara seseorang untuk menentukan apa
yang harus dipercaya atau dilakukannya. Kemampuan berpikir kritis meliputi
kemampuan untuk memberi penjelasan sederhana; mengidentifikasi argumen
utama, membandingkan, menarik kesimpulan, mendeduksi secara logis,
mengevaluasi berdasarkan fakta, memilih strategi/tindakan yang tepat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
Laju reaksi meliputi teori tumbukan bersifat abstrak, faktor yang
mempengaruhi laju reaksi bersifat kongkret yang dapat diamati dengan
eksperimen, dan penentuan orde reaksi yang bersifat matematis. Sehingga untuk
memahami konsep laju reaksi tersebut diperlukan kemampuan internal siswa
berupa kemampuan logika, analisis, menarik kesimpulan dari data percobaan.
Kemampuan-kemampuan internal tersebut merupakan bagian dari kemampuan
berpikir kritis. Dari hal tersebut diduga ada pengaruh kemampuan berpikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa.
4.
Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar
terhadap
prestasi belajar siswa
Pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil
melibatkan siswa secara langsung dengan lingkungan belajar di laboratorium.
Siswa berupaya mencari pemecahan masalah yang diberikan oleh guru melalui
kerja laboratorium hingga menganalisis data yang diperoleh untuk mencapai suatu
kesimpulan.
Pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil
merupakan representatif lingkungan laboratorium dalam bentuk maya kepada
siswa. Dalam metode ini materi disajikan dalam gambar-gambar bergerak dengan
warna yang menarik, sesuai dengan sintak pembelajaran metode problem solving.
Berusaha mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya,
untuk menghasilkan pengetahuan, sesuai dengan teori belajar Bruner. Dengan
problem solving mengoptimalkan siswa dalam usahanya memecahkan masalah
commit to user
untuk menemukan pengetahuan yang baru.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan lebih mudah memperoleh
informasi dengan tindakan/gerak dibandingkan dengan siswa dengan gaya belajar
visual. Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan merasa lebih senang, berminat,
termotivasi
sehingga
mampu
meningkatkan
hasil
belajarnya
dengan
bereksperimen secara nyata. Siswa dengan gaya belajar visual lebih tertarik
dengan penyajian gambar, animasi dengan warna-warna yang menarik, sehingga
siswa dengan gaya belajar visual lebih tertarik dengan pembelajaran
menggunakan media lab virtuil.
Dari pemaparan tersebut diduga siswa yang memiliki gaya belajar
kinestetik pada pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab
riil memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan menggunakan lab virtuil.
Siswa yang memiliki gaya belajar visual pada pembelajaran kimia berbasis
problem solving menggunakan lab virtuil memiliki prestasi yang lebih baik
daripada menggunakan lab riil. Dari hal tersebut diduga ada interaksi antara
pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan laboratorium riil dan
virtuil dengan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar kimia.
5.
Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan berpikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah lebih mudah
memahami materi yang disajikan dengan perlahan dan perlu pengalaman nyata
untuk memampu berpikir logis daripada siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis tinggi. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
67
cepat memahami materi, aktif, mampu berpikir logis dan mengambil kesimpulan
lebih cepat daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.
Pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan lab riil menuntun
siswa untuk tidak sekedar melihat tetapi juga mengalami praktikum di
laboratorium, sehingga akan lebih jelas dan mengarahkan siswa dengan perlahan.
Pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan lab virtuil menyajikan
eksperimen dalam dunia maya dalam bentuk animasi komputer, sehingga siswa
yang kurang jelas bisa mengulang-ulang percobaan.
Dari pemamparan tersebut diduga siswa yang memiliki kemampuan
berpikir kritis tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik pada
pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil daripada
lab riil, sedangkan siswa memiliki kemampuan berpikir kritis rendah akan
memperoleh prestasi belajar yang lebih baik pada pembelajaran kimia berbasis
problem solving menggunakan lab riil daripada lab virtuil. Jadi diduga ada
interaksi antara pembelajaran berbasis problem soving menggunakan lab riil dan
virtuil dengan kemampuan berpikir kritis siswa.
6.
Interaksi antara gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap
prestasi belajar siswa.
Gaya belajar merupakan faktor internal yang dimiliki siswa mengenai cara
memperoleh informasi untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Gaya belajar
visual
mengandalkan
indera
penglihatan
dan
gaya
belajar
kinestetik
mengandalkan kemampuan motorik dalam memperoleh pengetahuan.
commit
to user
Kemampuan berpikir kritis
memiliki
karakter mengamati, menggunakan
penalaran, mengevaluasi, dan memilih tindakan yang tepat, dalam mengolah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
informasi untuk memperoleh pengetahuan, hal ini berkaitan dengan modalitas
yang dimiliki siswa. Dari pemaparan tersebut diduga siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis tinggi yang memiliki gaya belajar visual akan
memperoleh prestasi belajar lebih baik daripada yang memiliki gaya belajar
kinestetik. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah yang gaya
belajar kinestetik akan memperoleh prestasi yang lebih baik daripada yang
memiliki gaya belajar visual. Jadi diduga ada interaksi antara gaya belajar dan
kemampuan berpikir krtitis siswa.
7.
Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar dan kemampuan
berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
Problem solving merupakan salah satu metode pembelajaran inovatif dan
kreatif, siswa dituntut untuk mencari lebih banyak informasi dari sumber
belajarnya dalam rangka memecahkan masalah. Pada pembelajaran berbasis
problem solving dengan menggunakan lab riil, siswa dihadapkan pada proses
eksperimen yang sebenarnya. Siswa dengan gaya belajar kinestetik akan cepat
melaksanakan penyelidikan dengan bereksperimen, melakukan pengamatan
kemudian mengolah data dengan cepat. Siswa dengan gaya belajar visual lebih
lama dalam eksperimen maupun dalam proses pengamatan, siswa dalam kategori
ini akan secermat, dan sedetail mungkin mengamati setiap kejadian karena
menginginkan hasil yang maksimal saat data tersebut diolah menjadi sebuah
kesimpulan yang tepat.
Metode problem solving dengan lab virtuil menghadirkan lingkungan
laboratorium dalam dunia maya. Seperangkat alat laboratorium dibuat animasi
commit
to menarik.
user
komputer dengan warna dan gerak
yang
Siswa dengan gaya belajar
visual akan sangat berminat dalam mengikuti pembelajaran ini daripada dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
metode problem solving menggunakan eksperimen. Informasi diakses dan diolah
dengan cepat sehingga konsep-konsep pun mudah dipahami. Sedangkan siswa
dengan gaya belajar kinestetik pada awalnya akan tertarik karena pembelajaran
berbeda dengan biasanya, namun hal itu tak berlangsung lama karena cenderung
bosan karena gerak siswa terbatas.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi pada pembelajaran
kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil merasa senang, terutama
pada langkah pemecahan masalah dengan penyelidikan/eksperimen, siswa
menggunakan kemampuannya mengidentifikasi masalah, menarik kesimpulan,
mendeduksi
secara
logis,
mengevaluasi
berdasarkan
fakta,
memilih
strategi/tindakan yang tepat. Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
tinggi akan lebih cepat membentuk konsep-konsep dengan penalaran yang logis.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah membutuhkan
pengalaman nyata untuk mampu membentuk konsep dengan penalarannya,
sehingga akan memperoleh prestasi belajar yang lebih baik pada pembelajaran
menggunakan media lab riil daripada lab virtuil. Dari penjelasan tersebut diduga
ada interaksi antara metode problem solving menggunakan media lab riil dan
virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar
siswa.
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat disusun hipotesis sebagai
berikut:
1.
Ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan
menggunakan laboratorium riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa.
2.
Ada pengaruh gaya belajarcommit
kinestetik
dan visual terhadap prestasi belajar
to user
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
3.
digilib.uns.ac.id
70
Ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar siswa.
4.
Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan
menggunakan laboratorium riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa.
5.
Ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan
menggunakan laboratorium riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap
prestasi belajar siswa.
6.
Ada interaksi antara gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap
prestasi belajar siswa.
7.
Ada interaksi antara pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan
menggunakan laboratorium riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan
berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
1.
Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten
Grobogan.
2.
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tahun pelajaran 2011/2012 selama 12 bulan
yaitu bulan Juli 2011 sampai bulan Juni 2012. Adapun tahapan pelaksanaan
kegiatan penelitian secara umum dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel.3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan
Pengajuan judul
Penyusunan proposal
Pembuatan instrumen
Seminar proposal
Penyempurnaan
proposal
Ujicoba instrumen
Analisis hasil ujicoba
instrumen
Penelitian di lapangan
Pengolahan data
Penulisan laporan hasil
penelitian
Jul
X
X
Agt
Kegiatan Tahun 2011-2012
Sep Okt Nov Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
B.
X
X
X
Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuasi eksperimen, yang
variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator telah ditentukan sejak
awal penelitian. Penelitian kuasi eksperimen bertujuan untuk memperoleh
commit to user
informasi seperti informasi yang diperoleh secara eksperimen, namun tidak semua
71
72
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variabel yang relevan dimanipulasi dan dikendalikan. Manipulasi variabel bebas
artinya perlakuan yang dilakukan peneliti atas dasar pertimbangan ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka guna memperoleh perbedaan efek
dalam variabel terikat.
Dalam penelitian ini peneliti memanipulasi variabel bebas yang berupa
metode pembelajaran dengan menerapkan metode berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil bertujuan untuk mengetahui pengaruh kedua
metode tersebut terhadap prestasi belajar kimia siswa. Menurut Gay cit. Emzir
(2012: 67) “pengendalian mengacu pada usaha-usaha pihak peneliti untuk
menyingkirkan pengaruh suatu variabel (selain variabel bebas) yang dapat
mempengaruhi performansi variabel terikat.” Mengendalikan variabel sengaja
dilakukan peneliti agar dapat melakukan pengukuran secara cermat terhadap
variabel terikat. Hal ini berarti peneliti ingin agar kelompok sedapat mungkin
sama, perbedaan hanya disebabkan pengaruh variabel bebas yang disebabkan
peneliti, namun kenyataannya sulit untuk membuat kelompok tersebut sama persis
ini merupakan ciri khas dari penelitan kuasi eksperimen.
C.
1.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi Penelitian
Sukardi (2010: 53) populasi adalah semua anggota kelompok manusia,
binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan
secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian.
Populasi merupakan objek dari kesimpulan dalam penelitian. Populasi pada
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten
Grobogan tahun pelajaran 2011/2012
terdiri
dari 3 kelas yaitu XI IPA1, XI IPA2,
commit
to user
dan XI IPA3.
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Sampel
Sukardi (2010: 54) “sebagian populasi yang dipilih untuk sumber data
disebut sampel atau cuplikan”. Dalam penelitian ini sampel dipilih secara acak
(cluster random sampling). Dengan teknik ini semua anggota populasi memiliki
kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Sampel pada penelitian ini
adalah kelas XI IPA1 dan XI IPA3, SMA Negeri 1 Pulokulon Kabupaten
Grobogan. Kedua sampel tersebut mempunyai keadaan awal yang sama, terlihat
pada uji persamaan rata-rata, yang ditunjukkan pada Lampiran 20.
D.
1.
Rancangan dan Variabel Penelitian
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x 2 x 2 sebagai berikut: satu
kelas
diberi
perlakuan
pembelajaran
kimia
berbasis
problem
solving
menggunakan lab riil dan satu kelas yang lain diberi perlakukan pembelajaran
kimia berbasis problem solving menggunakan lab virtuil. Kemudian kedua kelas
tersebut digolongkan dalam gaya belajar visual dan kinestetik serta kemampuan
berpikir kritis tinggi dan rendah.
Tabel 3.2 Desain faktorial 2 x 2 x 2
Pembelajaran Berbasis Problem Solving
Dengan Menggunakan Media(A)
A1 (lab riil)
A2 (lab virtuil)
B1 (Gaya
Belajar
Visual)
B2 (Gaya
Belajar
Kinestetik)
C1 (Kemampuan
Berpikir Kritis Tinggi)
A1B1C1
A2B1C1
C2 (Kemampuan
Berpikir Kritis Rendah)
A1B1C2
A2B1C2
A1B2C1
A2B2C1
A1B2C2
A2B2C2
C1(Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi)
C2 (Kemampuan
Berpikir Kritis Rendah)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74
digilib.uns.ac.id
A1 B1 C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil, gaya belajar visual, dan kemampuan berpikir
kritis tinggi.
A1 B1 C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil, gaya belajar visual, dan kemampuan berpikir
kritis rendah.
A1 B2 C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan
berpikir kritis tinggi.
A1 B2 C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan
berpikir kritis rendah.
A2 B1 C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab virtuil, gaya belajar visual, dan kemampuan
berpikir kritis tinggi.
A2 B1C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab virtuil, gaya belajar visual, dan kemampuan
berpikir kritis rendah.
A2 B2C1 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab virtuil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan
berpikir kritis tinggi.
A2 B2C2 = kelompok siswa dengan pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab virtuil, gaya belajar kinestetik, dan kemampuan
commit to user
berpikir kritis rendah
75
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki empat variabel yaitu satu variabel terikat, satu
variabel bebas, dan dua variabel moderator. Variabel-variabel tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar kimia.
2.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah penggunaan media pembelajaran
kimia berbasis problem solving.
3.
Variabel moderator pada penelitian ini menggunakan dua variabel
moderator yaitu gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa.
E.
1.
Definisi Operasional Variabel
Variabel bebas
Media pembelajaran berbasis problem solving
a.
Definisi operasional
Media pembelajaran: segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan
bahan ajar dan dapat memunculkan motivasi siswa agar proses belajar
berlangsung sesuai dengan tujuan pembelajaran.
b.
Pengelompokan dengan dua kategori yaitu: 1) lab virtuil; 2) lab riil.
c.
Skala pengukuran: nominal.
2.
Variabel moderator
a.
Gaya belajar
1)
Definisi Operasional
Gaya belajar adalah cara seseorang memperoleh suatu informasi sehingga
diperoleh pengetahuan yang baru.
commit to user
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2)
Pengelompokan.
Hasil pengukuran dikelompokkan dalam dua kategori: a) gaya belajar
visual jika skor gaya belajar visual ≥ skor gaya belajar kinestetik; b) gaya belajar
kinestetik jika skor gaya belajar visual < skor gaya belajar kinestetik.
3)
Skala pengukuran: nominal
b.
Kemampuan berpikir kritis
1)
Definisi operasional
Berpikir kritis adalah proses berpikir aktif, logis, reflektif, terus-menerus
mempertimbangkan segala sesuatu yang harus dipercaya hingga yang harus
dilakukan oleh seseorang.
2)
Pengelompokan.
Hasil pengukuran dikelompokkan dalam dua kategori: a) kemampuan
berpikir kritis tinggi jika memiliki skor kemampuan berpikir kritis lebih besar atau
sama dengan rerata skor gabungan kedua kelas; b) kemampuan berpikir kritis
rendah jika memiliki skor kemampuan berpikir kritis lebih rendah daripada rerata
skor gabungan kedua kelas.
3)
Skala pengukuran: ordinal.
3.
Variabel terikat: Prestasi belajar.
a).
Definisi operasional
Prestasi merupakan hasil belajar siswa yang dapat diukur nilainya dengan
standar
baku
berupa
ketercapaian
tujuan
pembelajaran.
b).
Skala pengukuran: interval.
commit to user
instruksional
atau
indikator
77
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
F.
Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data diambil sebelum perlakuan, saat perlakuan dan
sesudah perlakuan dengan teknik nontes dan tes.
1.
Teknik nontes
Dalam peneitian ini digunakan teknik pengambilan data nontes berupa
angket atau quesioner. Angket berisi daftar pertanyaan yang harus diisi oleh
responden. Angket digunakan untuk mengukur prestasi afektif dan gaya belajar
siswa. Angket gaya belajar berisi 40 butir pertanyaan, dengan rincian nomor 1-20
mengacu pada pertanyaan yang mengacu gaya belajar visual, nomor 20-40
mengacu pada gaya belajar kinestetik. Angket prestasi afektif terdiri dari 46 butir
pertanyaan yang mengacu pada aspek sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
2.
Teknik tes
Tes merupakan teknik pengambilan data dengan memberikan serangkaian
pertanyaan yang harus dijawab peserta didik dengan tujuan untuk mengukur suatu
aspek tertentu. Dalam penelitian ini digunakan teknik tes tertulis yaitu tes prestasi
belajar ranah kognitif dan kemampuan berpikir kritis siswa.
G.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terdiri dari instrumen pelaksanaan penelitian dan
instrumen pengambilan data.
1.
Instrumen Pelaksanaan Penelitian
Instrumen pelaksanaan penelitian yang digunakan berupa silabus, rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran, lembar kerja siswa.
Silabus disusun berdasarkan standar isi dan RPP merupakan rincian dari silabus
commit to user
yang berisi rencana pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar. Lembar
perpustakaan.uns.ac.id
78
digilib.uns.ac.id
kerja siswa (LKS) disusun berdasarkan tujuan pembelajaran dan berfungsi untuk
menuntun siswa dalam proses pemecahan masalah untuk membentuk konsep
dalam pembelajaran.
2.
Instrumen Pengambilan Data
a.
Tes Prestasi Belajar Ranah Kognitif
Pengertiaan tes menurut Masidjo (2010: 38): “tes adalah suatu alat
pengukur yang berupa serangkaian pertanyaan yang harus dijawab secara sengaja
dalam suatu situasi yang distandardisasikan, dan yang dimaksudkan untuk
mengukur kemampuan dan hasil belajar individu atau kelompok”. Tes merupakan
serangkaian instrumen untuk mengukur kemampuan siswa. Tes prestasi belajar
ranah kognitif adalah serangkaian tes yang digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa dalam penguasaan konsep dalam pembelajaran kimia. Hasil tes
berupa data yang berfungsi untuk menunjukkan kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam penelitian ini digunakan tes prestasi ranah kognitif dengan
menggunakan soal-soal pilihan ganda dengan item pilihan jawaban berjumlah 5
buah yaitu bersimbol a, b, c, d, dan e. Tes dilaksanakan setelah proses
pembelajaran, jika siswa menjawab benar mendapatkan skor 1 dan jika siswa
menjawab salah mendapatkan skor 0.
b.
Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Tes kemampuan berpikir kritis untuk mengetahui kemampuan berpikir
kritis siswa. Sebelum soal dibuat terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal, setiap
indikator diwakili oleh satu atau lebih pertanyaan.
commit to user
79
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk soal kemampuan berpikir kritis setiap butir soal benar mendapat
skor 1 dan salah 0, kemudian dijumlahkan. Kategori kemampuan berpikir kritis
berdasarkan indikator sebagai berikut:
Rendah : skor kurang dari rata-rata.
Tinggi : skor sama dengan atau lebih besar dari rata-rata.
c.
Angket Prestasi Belajar Ranah Afektif dan Angket Gaya Belajar
Untuk memperoleh nilai prestasi belajar ranah afektif digunakan angket
yang diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran. Jenis angket yang
digunakan adalah angket langsung yang sekaligus menyediakan alternatif
jawaban.
Angket gaya belajar digunakan untuk memperoleh informasi tentang gaya
belajar siswa. Pengambilan data melalui angket dilakukan sebelum proses
pembelajaran. Setiap butir angket disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah
ditentukan sebelumnya. Gaya belajar dibedakan menjadi 2 yaitu visual dan
kinestetik, bentuk angket berupa questioner. Data awal yang didapat berbentuk
kualitatif kemudian dikonversikan menjadi data kuantitatif menggunakan skala
Likert yang sudah ada penskorannya.
Kedua model angket ini menggunakan empat butir pilihan dari yang
paling rendah sampai yang paling tinggi. Untuk angket gaya belajar, skor pada
masing-masing pernyataan dijumlahkan untuk mengetahui gaya belajar siswa.
Adapun skor yang dipakai untuk mengukur kedua instrumen tersebut dapat dilihat
pada Tabel 3.3.
commit to user
80
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.3 Kriteria Skor Penilaian Ranah Afektif dan Gaya Belajar
Skor untuk setiap aspek yang dinilai
Jawaban yang paling setuju
Jawaban setuju
Jawaban yang tidak setuju
Jawaban yang paling tidak setuju
H.
Nilai (+)
4
3
2
1
Nilai (-)
1
2
3
4
Uji Coba Instrumen
Uji coba instrumen perlu dilakukan sebelum eksperimen yang sebenarnya
dilaksanakan hal ini diperlukan untuk memperoleh data yang valid. Pelaksanaan
uji coba instrumen dilakukan pada sekolah yang mempunyai kualitas sama atau
mendekati dengan kulitas sekolah eksperimen.
1.
Uji Validitas
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Dalam penelitian ini analisis uji validitas tes prestasi belajar
materi laju reaksi tiap butir soal diuji menggunakan rumus korelasi product
moment dengan jumlah responden 39. Item dikatakan valid jika rhitung ≥ rtabel.
Persamaan korelasi product momen dengan angka kasar sebagai berikut:
rxy 
NXY - (X)(Y)
NX  (X) 2 NΣΣ 2  (ΣΣY2

2


(Suharsimi Arikunto, 2011: 72)
Keterangan: rxy = koefisien validitas; N = jumlah responden; X = skor
butir soal; Y = skor total; ∑XY = jumlah butir soal dikali skor total; ∑X = jumlah
total butir soal; ∑Y = jumlah skor total.
Keputusan uji:
Jika rxy > rtabel maka butir soal valid
Jika rxy ≤rtabel maka butir soal invalid/tidak
commit to valid
user
81
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil uji validitas instrumen kognitif dan afektif dapat dilihat pada
Lampiran 18 dan Lampiran 19, ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Ringkasan Hasil Validitas Butir Soal Tes Prestasi Kognitif
Instrumen
Validitas
Valid
Kognitif
Tidak
Valid
Valid
Afektif
Tidak
Valid
Jumlah
Nomor Butir Soal
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18,
23
19, 20, 21, 22, 23, 24
13, 25
2
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,
32, 33, 34, 35, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46
36, 37
44
2
Selanjutnya soal-soal yang valid digunakan dalam penelitian dan soal tidak valid
diperbaiki. Jadi jumlah butir soal yang dipakai adalah 25 butir soal kognitif dan 46
butir angket afektif.
2.
Uji Reliabilitas
Kualitas suatu tes juga dapat dilihat dari koefisien reliabilitasnya. Masidjo
(2005: 209) menyatakan bahwa “reliabilitas suatu tes adalah taraf sampai dimana
suatu tes mampu menunjukkan konsistensi hasil pengukurannya
yang
diperlihatkan dalam taraf ketepatan dan ketelitian”. Reliabilitas menunjukkan
tingkat keterandalan (keajekan) soal. Persamaan uji reliabilitas yang digunakan
adalah Kuder-Richardson (KR 20).
r11 =
n  S 2  Σpq 


n  1  S2

Keterangan: r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan; n = banyak butir soal;
p = proporsi jumlah siswa yang menjawab benar; q = proporsi jumlah siswa yang
menjawab salah (q = 1 – p); ∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q;
S = standar deviasi dari tes.
commit to user
82
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keputusan uji:
Jika r hitung > r tabel, maka instrumen tersebut dikatakan reliabel.
Interprestasi r11 dapat dilihat pada kriteria Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Tabel Kriteria Uji Reliabilitas
Nilai r11
0,00 – 0,20
0,21 – 0,40
0,41 – 0,60
0,61 – 0,80
0,81 – 1,00
Keterangan
Sangat rendah
Rendah
Cukup
Tinggi
Sangat tinggi
Hasil uji coba reliabilitas instrumen soal penilaian kognitif dan afektif
yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19, sedangkan
ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 Ringkasan Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas
Soal
Jenis Soal
3.
Jumlah Soal
Reliabilitas
Kriteria
Kognitif
25
0,8
Tinggi
Afektif
46
0,9
Tinggi
Uji Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran soal dapat ditunjukkan dengan indeks kesukaran yaitu
bilangan yang menunjukkan mudah sukarnya suatu soal. Indeks kesukaran adalah
bilangan yang merupakan hasil perbandingan antara jawaban benar yang
diperoleh dengan jawaban benar yang seharusnya diperoleh dari suatu item soal,
yang harganya dapat dicari dengan persamaan berikut:
IK =
B
N x S mak
Keterangan: IK = indeks kesukaran untuk setiap butir soal; B = jumlah siswa yang
menjawab benar; N = jumlah siswa peserta tes; S mak = skor maksimal.
commit to user
Interpretasi indeks kesukaran soal dapat dilihat pada klasifikasi Tabel 3.7.
83
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.7 Tabel Indeks Kesukaran
Nilai Indek Kesukaran
0,81 – 1,00
0,61 – 0,80
0,41 – 0,60
0,21 – 0,40
0,00 – 0,20
Keterangan
Mudah sekali
Mudah
Sedang
Sukar
Sukar sekali
Daftar lengkap hasil uji taraf kesukaran dapat dilihat pada Lampiran 18,
ringkasannya disajikan dalam Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Untuk Uji Taraf
Kesukaran Soal
Taraf Kesukaran Soal
Jenis soal
Jumlah
soal
Mudah sekali
Kognitif
27
1
4.
Mudah Sedang
10
Sukar
Sukar sekali
7
2
7
Uji Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa dari kelas atas dengan siswa dari kelas bawah.
Persamaan uji daya pembeda yang digunakan adalah: DP =
BA BB

JA JB
Keterangan: D = daya pembeda; JA = banyaknya peserta kelompok atas;
JB = banyaknya peserta kelompok bawah; BA = jumlah jawaban yang diperoleh
siswa dari kelompok atas; BB = jumlah jawaban yang diperoleh siswa dari
kelompok bawah; PA =
benar; PA =
BA
= proporsi peserta kelompok atas yang menjawab
JA
BA
= proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar.
JA
Klasifikasi daya pembeda soal disajikan dalam Tabel 3.9.
commit to user
84
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.9 Tabel Indeks Daya Pembeda Soal
Nilai Daya Pembeda
0,00 – 0,19
0,20 – 0,39
0,40 – 0,59
0,60 – 0,79
0,80 – 1,00
Keterangan
Sangat kurang membedakan
Kurang membedakan
Cukup membedakan
Lebih membedakan
Sangat membedakan
Hasil uji daya pembeda soal tes kognitif dapat dilihat pada Lampiran 18,
rangkumannya dapat dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3.10
Ringkasan Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian untuk Uji Daya
Pembeda Soal
Kriteria
Jenis
Soal
Jumlah
Soal
SKM
KM
CM
LM
SM
Kognitif
25
3
8
13
2
1
I.
1.
Uji Prasyarat
a.
Uji Normalitas
Teknik Analisis Data
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui suatu sampel berasal dari
populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Untuk uji normalitas digunakan
statistik uji Komolgorov Smirnov. Statistik uji Komolgorov Smirnov ditentukan
berdasarkan nilai terbesar dari selisih antara nilai fungsi distribusi dengan nilai
fungsi distribusi empiris.
D= max|F(x)-i/n|

F(x) =
x μ 2
)
σ

i = jumlah kategori
 (σ
2π ) 2 e
1
2
(
n = jumlah sampel kategori i.
commit to user
85
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data berdistribusi normal jika D>Dα. Uji normalitas dihitung dengan
menggunakan software SPSS 18. Prosedur penentuan uji normalitas adalah
sebagai berikut:
1)
Penentuan Hipotesis
H0 = tidak ada perbedaan mean, modus, dan median atau sampel berasal
dari populasi berdistribusi normal
H1 = ada perbedaan mean, modus, dan median atau sampel berasal dari
populasi yang tidak berdistribusi normal
2)
Menentukan Taraf Signifikansi
Taraf signifikansi merupakan angka yang menunjukkan seberapa besar
peluang terjadinya kesalahan analisis. Pada uji normalitas ini taraf signifikansi (α)
ditetapkan = 0,05 atau 5%.
3)
Penetapan Keputusan Uji
Signifikansi ≥ 0,05 ; Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Signifikansi ≤ 0,05 ; Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui suatu sampel berasal dari
populasi yang memiliki variansi sama atau tidak. Untuk mengetahui homogenitas
variansi digunakan uji Levene’s.
2

N - k  i 1 Ni(Zi  Z)
W
k - 1 ik1 Nij1 (Zij - Zi) 2
k
commit to user
86
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: W = hasil uji levene’s; N = jumlah sampel; k = jumlah
kelompok; Ni = jumlah sampel group ke I; Zi = rerata kelompok ij; daerah kritis
=W > Fα, k-1,N-k; Zij = |
̅|
̅
kelompok i; Z = rerata total.
Uji homogenitas ini dihitung menggunakan software SPSS18. Prosedur
penentuan uji Levene’s adalah sebagai berikut:
1)
Penentuan Hipotesis
H0 = tidak ada perbedaan variansi atau sampel berasal dari populasi yang
memiliki variansi homogen.
H1 = ada perbedaan variansi atau sampel berasal dari populasi yang
memiliki variansi tidak homogen.
2)
Menentukan Taraf Signifikansi
Pada uji homogenitas ini taraf signifikansi (α) ditetapkan = 0,05 atau 5%.
3)
Penetapan Keputusan Uji
H0 diterima ketika signifikansi ≥ 0,05, selain itu H0 ditolak.
2.
Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji statistik
nonparametrik yaitu uji Kruskal-Wallis, dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a.
Hipotesis
1) H0A: αi = 0: Tidak ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan lab virtuil terhadap prestasi belajar siswa.
H1A: αi ≠ 0: Ada pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan lab virtuil terhadap prestasi belajar siswa.
H0B: βj = 0: Tidak ada pengaruh
gayatobelajar
commit
user visual dan kinestetik terhadap
prestasi belajar siswa.
87
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
H1B: βj ≠ 0: Ada pengaruh gaya belajar visual dan kinestetik terhadap prestasi
belajar siswa.
H0C: γk = 0: Tidak ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar siswa.
H1C: γk ≠ 0: Ada pengaruh kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar siswa.
2) H0AB: αβij = 0: Tidak ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem
solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan gaya belajar terhadap
prestasi belajar siswa.
H1AB: αβij ≠ 0: Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi
belajar siswa.
H0AC: αγik = 0: Tidak ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem
solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa.
H1AC: α γik ≠ 0: Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa.
H0BC: βγjk = 0: Tidak ada interaksi gaya belajar dengan kemampuan berpikir
kritis terhadap prestasi belajar siswa.
H1BC: β γjk ≠ 0: Ada interaksi gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa.
commit to user
88
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) H0ABC: αβγijk = 0: Tidak ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem
solving menggunakan lab riil dan lab virtuil, gaya belajar dengan kemampuan
berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
H1AC: αβγijk ≠ 0: Ada interaksi pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan lab virtuil, gaya belajar dengan kemampuan berpikir
kritis terhadap prestasi belajar siswa.
b.
Komputasi
V=
 n (  R   (R))
V=
 n (  R  
H=
12
N(N  1)
2
N 1 2
)
2
 R 
12
H=
 3(N  1)

N(N  1)
n
2
Kemudian nilai χ2 untuk 7 df dan α = 0,05 dibandingkan dengan nilai H.
Apabila H < χ2 dan menurut SPSS nilai Signifikansi > 0,05 maka H0 diterima atau
H1 ditolak. Apabila H > χ2 dan menurut SPSS nilai Signifikansi < 0,05) maka H0
diterima atau H1 ditolak.
Keterangan: R = total nilai/total; n = total sel/besar sampel; N = jumlah
cacah pengamatan semua sel; N = N1 + N2 + .... + Nk; H = nilai statistik
Kruskal-Wallis; χ2 = Signifikansi; df = derajat kebebasan.
Komputasi ini dilakukan untuk masing-masing hipotesis
c.
Daerah Kritik
DKa = { |
commit to user
}; DKa = { |
};
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DKa = { |
DKa = { |
DKa = { |
d.
}; DKa = { |
}; DKa = { |
}
Keputusan uji
H0A ditolak jika Ha >
; H0B ditolak jika Ha >
H0C ditolak jika Ha >
; H0A B ditolak jika Ha >
H0AC ditolak jika Ha >
; H0BC ditolak jika Ha >
H0A BC ditolak jika Ha >
commit to user
};
}
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Dalam penelitian ini data yang terkumpul terdiri atas data gaya belajar,
kemampuan berpikir kritis, dan prestasi belajar siswa. Data yang diperoleh dari
kelas XI IPA1 sebagai kelas eksperimen 1 yang diberi pembelajaran dengan
strategi problem solving dengan lab riil dan kelas XI IPA3 sebagai kelas
eksperimen 2 yang diberi pembelajaran dengan strategi problem solving dengan
lab virtuil.
1.
Data Gaya Belajar
Data gaya belajar siswa dapat diperoleh dari data isian angket tertulis gaya
belajar, yang dibagi dalam dua kategori yaitu visual dan kinestetik. Dalam
penelitian ini jumlah siswa yang memiliki gaya belajar visual lebih banyak dari
pada jumlah siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik baik untuk lab riil
maupun lab virtuil. Deskripsi data jumlah siswa berdasarkan gaya belajar
ditunjukkan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa
Kelas
Lab Riil
Lab Virtuil
Jumlah
2.
Gaya Belajar
Visual
Kinestetik
31
12
31
12
62
24
Jumlah
43
43
86
Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Data kemampuan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan berpikir kritis siswa
commit
user
dikategorikan dalam 2 kelompok
yaitu tokemampuan
berpikir kritis tinggi dan
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
91
kemampuan berpikir kritis rendah. Rincian data jumlah siswa ditinjau dari
kemampuan berpikir kritis siswa dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis
Siswa
Kelas
Jumlah siswa
Rata-rata Skor
Perolehan
43
43
86
59
Lab Riil
Lab Virtuil
Jumlah
Kategori
Tinggi
Rendah
16
27
26
17
42
44
Deskripsi data jumlah siswa ditinjau dari kelas dengan media lab riil dan
lab virtuil, gaya belajar visual dan kinestetik serta kemampuan berpikir kritis
tinggi dan rendah disajikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Deskripsi Jumlah Siswa Ditinjau dari Metode, Gaya Belajar, dan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Pembelajaran Berbasis Problem
Solving dengan Menggunakan Media
Lab Riil
Lab Virtuil
Vsual
Gaya
Belajar
Kinestetik
Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi
11
18
Kemampuan Berpikir
Kritis Rendah
20
13
5
8
7
4
Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi
Kemampuan Berpikir
Kritis Rendah
Dari Tabel 4.3 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang memiliki
gaya belajar visual selalu lebih banyak baik untuk kelas lab riil, kelas lab virtuil,
kelompok kemampuan berpikir kritis tinggi, maupun kemampuan berpikir kritis
rendah.
3.
Data Prestasi Belajar Siswa
Data prestasi belajar yang diambil dalam penelitian ini meliputi ranah
kognitif dan afektif. Penilaian ranah kognitif dan afektif dilakukan setelah proses
pembelajaran berakhir.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id
92
Ranah Kognitif
Deskripsi data prestasi belajar siswa ranah kognitif ditinjau penggunaan
media, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis dapat ditunjukkan pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Kognitif Kelas Ditinjau
dari Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Penggunaan Media
Jumlah siswa
Rata-rata
Standar deviasi
Nilai maksimal
Nilai minimal
Lab Riil Lab Virtuil
43
43
71,4
71,5
8,6
13,0
96
96
56
52
Gaya Belajar
Visual
62
72,1
10,5
96
52
Kinestetik
24
70,0
12,1
96
52
Kemampuan
Berpikir Kritis
Tinggi Rendah
42
44
76,4
66,8
11,2
8,5
96
60
88
52
Dari Tabel 4.4 tersebut dilihat bahwa siswa yang memiliki kemampuan berpikir
kritis tinggi memiliki rata-rata nilai prestasi kognitif yang lebih tinggi daripada
siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.
Data prestasi belajar siswa ditinjau dari pembelajaran problem solving
menggunakan media lab riil, virtuil, dengan gaya belajar disajikan dalam Tabel
4.5.
Tabel 4.5 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media dan Gaya
Belajar
Jumlah Siswa
Rata-Rata
Standar Deviasi
Lab Riil
Visual
Kinestetik
31
12
71,1
72,3
7,8
10,6
Lab Virtuil
Visual
Kinestetik
31
12
73,0
67,7
12,7
13,5
Dari Tabel 4.5 untuk kelas dengan media lab riil, siswa yang memiliki gaya
belajar kinestetik memperoleh rerata nilai prestasi belajar ranah kognitif yang
lebih baik daripada siswa yang memiliki gaya belajar visual. Sedangkan untuk
kelas dengan media lab virtuil, siswa yang memiliki gaya belajar visual
user kognitif yang lebih baik daripada
memperoleh rata-rata nilai prestasicommit
belajartoranah
siswa yang memilki gaya belajar kinestetik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
93
Untuk deskripsi data prestasi belajar ranah kognitif ditinjau dari
pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan lab virtuil dengan
kemampuan berpikir kritis siswa ditunjukkan dalam Tabel. 4.6.
Tabel 4.6 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif ditinjau dari Media dan
Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan Berpikir Kritis
Jumlah Siswa
Rata-Rata
Standar Deviasi
Lab Riil
Tinggi
Rendah
16
27
76,8
68,3
10,1
5,6
Lab Virtuil
Tinggi
Rendah
26
17
76,1
64,5
11,9
11,6
Dari Tabel 4.6 untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah
memperoleh rata-rata nilai prestasi belajar yang lebih baik pada pembelajaran
dengan media lab riil daripada lab virtuil.
Untuk deskripsi data prestasi belajar siswa ranah kognitif ditinjau dari
kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik dengan
kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah ditunjukkan dalam Tabel. 4.7.
Tabel 4.7 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Gaya Belajar dan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Visual
Kemampuan Berpikir Kritis
Jumlah Siswa
Rata-Rata
Standar Deviasi
Tinggi
29
76,7
10,6
Rendah
33
68,0
8,7
Kinestetik
Tinggi
Rendah
13
11
75,7
63,3
12,7
7,1
Dari Tabel 4.7 terlihat bahwa untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir
kritis rendah yang memiliki gaya belajar visual memiliki rerata nilai prestasi lebih
baik daripada gaya belajar kinestetik.
Deskripsi data kelas prestasi belajar siswa ranah kognitif ditinjau dari
penggunaan media, gaya belajar, serta kemampuan berpikir kritis disajikan dalam
Tabel 4.8.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
94
Tabel 4.8 Deskripsi Data Prestasi Belajar Kognitif Ditinjau dari Media, Gaya
Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Jumlah Siswa
Rata-rata
Standar
Deviasi
Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi
11
75,3
9,1
Kemampuan Berpikir
Kritis Rendah
20
68,8
6,2
5
80,0
12,6
7
66,9
3,1
18
77,6
11,6
13
66,8
11,8
8
73,0
12,8
4
57,0
7,6
Variabel
Visual
Lab Riil
Kinestetik
Visual
Lab
Virtuil
Kinestetik
Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi
Kemampuan Berpikir
Kritis Rendah
Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi
Kemampuan Berpikir
Kritis Rendah
Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi
Kemampuan Berpikir
Kritis Rendah
Dari Tabel 4.8 untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah baik
dengan gaya belajar visual maupun kinestetik pada pembelajaran dengan media
lab riil memperoleh rata-rata nilai prestasi belajar yang lebih baik daripada
pembelajaran dengan media lab virtuil.
Distribusi frekuensi prestasi belajar kelas dengan media lab riil dapat
dilihat pada Tabel 4.9 dan diperjelas dengan histogram pada Gambar 4.1.
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif Lab Riil
Interval
56 63 70 77 84 91 Jumlah
62
69
76
83
90
97
Nilai Tengah
Frekuensi0
Frekuensi (%)
59
66
73
80
87
94
3
20
12
2
4
2
43
6,9
46,5
27,9
4,7
9,3
4,7
100
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
95
25
Frekuensi
20
15
10
5
0
59.0
66.0
73.0
80.0
87.0
94.0
Nilai Tengah Interval Kelas
Gambar 4.1 Histogram Prestasi Belajar Lab Riil
Distribusi frekuensi prestasi belajar kelas dengan media lab virtuil dapat
dilihat pada Tabel 4.10, kecenderungan nilainya dapat dilihat pada histogram
yaitu Gambar 4.2.
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Ranah Kognitif Lab Virtuil
Interval
Frekuensi
52
59
66
73
80
87
94
Jumlah
58
65
72
79
86
93
100
Nilai Tengah
Frekuensi0
55
62
69
76
83
90
97
7
7
14
3
5
3
4
43
Frekuensi (%)
16,3
16,3
32,6
7
11,5
7
9,3
100
16
14
12
10
8
6
4
2
0
55.0
62.0
69.0
76.0
83.0
90.0
97.0
Nilai Tengah Interval Kelas
commit to user
Gambar 4.2 Histogram Prestasi Belajar Lab Virtuil
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
96
Ranah Afektif
Deskripsi data prestasi belajar siswa ranah afektif dapat ditunjukkan
pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Deskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Ranah Afektif Ditinjau dari
Penggunaan Media, Gaya Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis
siswa
Penggunaan Media
Jumlah Siswa
Rata-rata
Standar Deviasi
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
Lab Riil Lab Virtuil
43
43
76,5
74,6
8,6
6,8
92
92
53
55
Gaya Belajar
Visual
62
75,8
7,6
91
53
Kinestetik
24
74,8
8,4
92
56
Kemampuan
Berpikir Kritis
Tinggi Rendah
42
44
76,7
74,5
6,5
8,8
92
92
61
53
Deskripsi data prestasi belajar afektif dari kelas pada pembelajaran
problem solving menggunakan media lab riil dan virtuil ditinjau dari gaya belajar
disajikan dalam Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media
Pembelajaran dan Gaya Belajar
Jumlah Siswa
Rata-Rata
Standar Deviasi
Lab Riil
Visual
Kinestetik
31
12
77,3
74,4
8,1
9,8
Lab Virtuil
Visual
Kinestetik
31
12
74,4
75,2
6,6
7,2
Deskripsi data prestasi belajar afektif ditinjau dari strategi pembelajaran
problem solving dengan media lab riil dan virtuil ditinjau dari kemampuan
berpikir kritis disajikan dalam Tabel 4.13.
Tabel 4.13 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media
Pembelajaran dan Kemampuan Berpikir Kritis
Kemampuan Berpikir Kritis
Jumlah Siswa
Rata-Rata
Standar Deviasi
Lab Riil
Tinggi
Rendah
16
27
77,6
75,8
7,7
9,2
Lab Virtuil
Tinggi
Rendah
26
17
76,1
72,4
5,7
7,9
Untuk deskripsi data prestasi belajar siswa ranah afektif ditinjau dari
commit to user
kelompok siswa yang memiliki gaya belajar visual dan kinestetik dengan
kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah ditunjukkan dalam Tabel. 4.14.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
97
Tabel 4.14 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Gaya Belajar dan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Visual
Kemampuan Berpikir Kritis
Jumlah Siswa
Rata-Rata
Standar Deviasi
Tinggi
29
73,4
6,0
Rendah
33
74,5
8,6
Kinestetik
Tinggi
Rendah
13
11
75,1
74,4
7,5
9,8
Deskripsi data kelas prestasi belajar siswa ranah afektif ditinjau dari
kelas dengan media lab riil dan lab virtuil, gaya belajar visual dan kinestetik serta
kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah disajikan dalam Tabel 4.15.
Tabel 4.15 Deskripsi Data Prestasi Belajar Afektif Ditinjau dari Media, Gaya
Belajar, dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Jumlah
Siswa
Rata-rata
Standar
Deviasi
Kemampuan Berpikir
Kritis Tinggi
11
79,9
7,0
Kemampuan Berpikir
Kritis Rendah
20
75,8
8,5
5
72,6
7,2
7
75,7
11,7
18
75,8
4,8
13
72,5
8,6
8
76,6
7,7
4
72,2
6,1
Variabel
Visual
Lab Riil
Kinestetik
Visual
Lab
Virtuil
Kinestetik
Kemampuan
Kritis Tinggi
Kemampuan
Kritis Rendah
Kemampuan
Kritis Tinggi
Kemampuan
Kritis Rendah
Kemampuan
Kritis Tinggi
Kemampuan
Kritis Rendah
Berpikir
Berpikir
Berpikir
Berpikir
Berpikir
Berpikir
B. Uji Prasyarat Hipotesis
1.
Uji Normalitas
Dalam penelitian ini untuk mengetahui bahwa sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal digunakan uji Komolgorov-Smirnov. Jika
harga signifikansi hasil uji lebih besar daripada taraf signifikansi berarti sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan jika harga signifikansi
commit to user
lebih kecil daripada taraf signifikansi berarti sampel berasal dari populasi yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
98
tidak berdistribusi normal. Dalam hal ini digunakan taraf signifikansi 0,05. Uji
normalitas digunakan tiap kolom dan baris pada tiap ranah prestasi belajar. Hasil
uji normalitas pada prestasi belajar ranah kognitif disajikan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah Kognitif
Media
Lab Riil
Lab Virtuil
0,00
0,04
Kognitif
Taraf
Signifikansi
0,05
0,05
Gaya Belajar
Visual
Kinestetik
0,00
0,02
0,05
0,05
tidak normal
tidak normal
Kemampuan
Berpikir Kitis
Tinggi
Rendah
0,00
0,02
0,05
0,05
tidak normal
tidak normal
Kelompok
Komolgorov
Smirnov
Keputusan Uji
tidak normal
tidak normal
Hasil uji normalitas tiap kelompok untuk prestasi belajar ranah afektif
dengan uji Komolgorov-Smirnov disajikan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17 Ringkasan Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Ranah Afektif
Komolgorov
Smirnov
0,07
Afektif
Taraf
Signifikansi
0,05
Lab Virtuil
Visual
0,02
0,00
0,05
0,05
tidak normal
tidak normal
Kinestetik
Tinggi
0,200*
0,04
0,05
0,05
normal
tidak normal
Rendah
0,200*
0,05
normal
Kelompok
Lab Riil
Media
Gaya Belajar
Kemampuan
Berpikir Kitis
Keputusan Uji
normal
Dari Tabel 4.16 dan 4.17 menujukkan bahwa sampel dalam penelitian
inti berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan secara
lengkap disajikan pada lampiran 38.
2.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk menguji kesamaan variansi atau
homogenitas antar populasi. Ringkasan hasil uji homogenitas untuk prestasi
commit to user
kognitif dan afektif disajikan dalam Tabel 4.18.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
99
Tabel 4.18 Ringkasan Hasil Uji Homogenitas
Signifikansi
Variabel
Media
Gaya belajar
Kemampuan
berpikir kritis
0,05
0,05
Kognitif
Levene’s
Keputusan
test
Uji
0,01
tidak homogen
0,44
homogen
0,05
0,01
tidak homogen
Afektif
Levene’s
Keputusan
Test
Uji
0,28
homogen
0,47
homogen
0,07
homogen
Dari Tabel 4.18 terlihat bahwa hasil uji homogenitas ditinjau dari media
dan kemampuan berpikir kritis menunjukkan bahwa sampel berasal dari populasi
yang memiliki variansi yang tidak homogen.
C. Pengujian Hipotesis
Dari uji prasyarat normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa
sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal dan memiliki
variansi yang tidak homogen, sehingga pada penelitian ini uji statistik yang
digunakan adalah satistik uji non parametrik Kruskal Wallis. Hasil uji non
parametrik Kruskal Wallis untuk prestasi belajar kognitif dan afektif disajikan
dalam Tabel 4.19 dan Tabel 4.20.
Tabel 4.19 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa Ranah
Kognitif
Hipotesis
Signifikansi
1
2
3
4
5
6
7
1,00
0,25
0,00
0,45
0,00
0,00
0,01
Taraf
Signifikansi
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
0,05
Keputusan Uji
H0 diterima
H0 diterima
H0 ditolak
H0 diterima
H0 ditolak
H0 ditolak
H0 ditolak
Tabel 4.20 Ringkasan Hasil Uji Non Parametrik Prestasi Belajar Siswa Ranah
Afektif
Hipotesis
Signifikansi
1
2
3
4
5
6
7
0, 18
0, 43
0, 32
0, 45
0, 31
0, 47
0, 36
Taraf
Signifikansi
0,05
0,05
0,05
commit to0,05
user
0,05
0,05
0,05
Keputusan Uji
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
H0 diterima
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
100
Hasil tersebut digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
penolakan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1.
H0A: diterima karena untuk prestasi belajar ranah kognitif signifikansi 1,00
dan ranah afektif 0,185, keduanya lebih besar daripada taraf signifikansi yang
digunakan yaitu 0,05. Jadi tidak ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kimia
berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi
belajar siswa.
2.
H0B: diterima untuk prestasi belajar ranah kognitif maupun afektif atau
tidak ada pengaruh yang signifikan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
Hal ini karena signifikansi hasil uji statistik prestasi belajar ranah kognitif 0,25
dan ranah afektif 0,43 lebih besar dari taraf signifikansi 0,05.
3.
H0C: dari Tabel 4.23 dan Tabel 4.24, H0C ditolak untuk prestasi belajar
ranah kognitif karena signifikansi 0,00 < 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar
ranah afektif karena signifikansi 0,32 > 0,05. Jadi ada pengaruh yang signifikan
kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif, tetapi
tidak ada pengaruh yang signifikan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi
belajar siswa ranah afektif.
4.
H0AB: diterima untuk prestasi belajar ranah kognitif maupun afektif karena
signifikansinya adalah 0,45 dan 0,45 lebih besar daripada 0,05. Jadi tidak ada
interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar
siswa.
5.
H0AC: ditolak untuk prestasi belajar ranah kognitif karena signifikansi 0,00
lebih kecil daripada 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar ranah afektif karena
commit to user
signifikansi 0,31 lebih besar dari 0,05. Jadi ada interaksi yang signifikan antara
pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
101
dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif,
tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis
problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir
kritis siswa ranah afektif.
6.
H0BC: ditolak untuk prestasi belajar ranah kognitif karena signifikansi 0,00
lebih kecil daripada 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar ranah afektif karena
signifikansi 0,47 lebih besar dari 0,05. Jadi ada interaksi yang signifikan antara
gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa
ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan
berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif.
7.
H0ABC: ditolak untuk prestasi belajar ranah kognitif karena signifikansi
0,01 lebih kecil daripada 0,05 dan diterima untuk prestasi belajar ranah afektif
karena signifikansi 0,36 lebih besar dari 0,05. Jadi ada interaksi yang signifikan
antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan
virtuil, gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa
ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran
kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar dan
kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif.
D. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dapat dijelaskan
masing-masing hipotesis sebagai berikut:
1.
Hipotesis pertama: Pengaruh pembelajaran kimia berbasis problem
solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar
siswa.
commit to user
Berdasarkan hasil uji non parametrik Kruskal Wallis dapat diketahui
bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan pembelajaran kimia berbasis problem
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
102
solving menggunakan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar siswa. Banyak
peneliti dalam pendidikan sains mengakui bahwa penelitian laboratorium
meningkatkan minat dan kemampuan siswa untuk mata pelajaran sains (Bryant
dan Edmunt, 1987; Bekar, 1996; Algan, 1999; Bagci dan Simsek, 1999) cit.
Tuysuz, (2010). Pembelajaran problem solving menggunakan lab riil memberikan
pengalaman pada siswa untuk melakukan percobaan di laboratorium nyata, hal ini
membuat siswa belajar dengan aktif, gembira, dan termotivasi. Adanya petunjuk
praktikum pada LKS membuat siswa mudah melakukan percobaan sesuai dengan
prosedur kerja untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang mereka terima.
Siswa belum terbiasa dengan praktikum, sehingga pembelajaran berbasis problem
solving membuat siswa belajar lebih lama dan menyita waktu, membuat
terbatasnya waktu untuk diskusi dan mengambil kesimpulan
Pembelajaran problem solving dengan media lab virtuil untuk memahami
materi laju reaksi secara teoritis memiliki beberapa kelebihan dibandingkan
dengan lab riil karena kepraktisan media, media mampu menggambarkan secara
detail percobaan yang dilakukan, siswa dapat mengulangi percobaan dengan
mudah, dan adanya animasi membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar.
Siswa terbawa suasana menyenangkan dalam mengulang-ulang percobaan
membuat banyak waktu yang tersita sehingga hanya tersisa sedikit waktu pada
tahap diskusi. Tidak adanya resiko pecahnya alat-alat praktikum pun membuat
siswa leluasa dalam melakukan eksperimen dilengkapi dengan adanya petunjuk
praktikum pada media dan LKS membuat siswa terpandu meski sesekali bertanya
juga kepada guru. Lab virtuil yang digunakan berupa animasi bukan simulasi,
sehingga keterampilan teknik penggunaan alat tidak didapatkan dan pengalaman
commit to user
belajar senyata yang diharapkan. Sehingga tidak terlihat pengaruh yang signifikan
pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan virtuil terhadap prestasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
103
belajar siswa, baik kognitif maupun afektif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hadi Santoso (2009) yang menyatakan bahwa tidak ada pengaruh
yang signifikan pembelajaran fisika dengan menggunakan lab riil dan lab virtuil
terhadap prestasi belajar siswa.
Andersen (1981) cit. Diknas (2008) karakteristik siswa meliputi cara yang
tipikal dari berpikir, berbuat dan perasaan. Ranah afektif mencakup perilaku
seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Perilaku seseorang merupakan
fungsi dari watak dan karakteristik lingkungan saat perilaku atau perbuatan
ditampilkan. Jadi tindakan atau perbuatan siswa dipengaruhi oleh faktor internal
(dalam diri siswa) ataupun eksternal (lingkungan). Perubahan perilaku afektif
tidak berlangsung dengan serta merta tetapi melalui proses yang membutuhkan
waktu lebih lama dari pada aspek kognitif dan dukungan dari lingkungan. Dalam
penelitian ini diterimanya hipotesis nol (H0) untuk semua hipotesis dikarenakan
penelitian hanya dilakukan pada satu kompetensi dasar yang tidak didukung
dengan pengembangan strategi pembelajaran yang mengacu pada keterampilan
proses untuk mata pelajaran lain selain kimia. Waktu yang relatif singkat dan
tidak adanya dukungan lingkungan mengakibatkan kurang terlihatnya dampak
pebelajaran problem solving dengan lab riil dan virtuil terhadap prestasi belajar
siswa ranah afektif.
2.
Hipotesis kedua: Pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
Dari hasil penelitian diperoleh tidak ada pengaruh yang signifikan gaya
belajar terhadap prestasi belajar siswa baik ranah kognitif maupun afektif untuk
materi laju reaksi. Siswa yang memiliki gaya belajar visual mudah memperoleh
informasi dalam bentuk gambar, diagram, grafik, atau pun bentuk visualisasi yang
commit to user
menarik. Siswa yang memiliki gaya belajar visual dapat diketahui dengan ciri-ciri
teratur dalam memperhatikan segala sesuatu, rapi dan tidak banyak bergerak
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
104
selama proses pembelajaran. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik lebih
mudah memperoleh informasi dengan gerak tubuh, dalam proses pembelajaran
siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik dapat diketahui dari gerakan anggota
tubuh selama belajar. Informasi tentang karakteristik siswa termasuk gaya belajar
siswa penting dalam proses belajar-mengajar. Reiff (1992) cit. Lam et al (2011),
menyatakan bahwa jika guru menyadari kebutuhan dan gaya belajar siswa,
memberikan manfaat seperti mengurangi frustrasi bagi siswa dan guru,
meningkatkan konsep diri, prestasi, meningkatkan variabilitas, fleksibilitas, dan
memperbaiki komunikasi. Gaya belajar tidak memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap prestasi belajar, namun selama proses pembelajaran tetap
harus menjadi perhatian guru.
Pembelajaran
materi
laju
reaksi
melibatkan
proses,
eksperimen,
pengamatan, mengolah data berupa angka dan grafik, diskusi, dan menarik
kesimpulan. Hal ini tidak hanya gaya belajar visual saja yang berperan, namun
dalam prosesnya gaya belajar kinestetik juga memiliki peran, misalnya ketepatan
pengukuran waktu, ketepatan penggunaan termometer, dan keterampilan
penggunaan alat lainnya, yang kemudian diproses untuk memperoleh pengetahuan
baru. Jadi dalam pembelajaran materi laju reaksi peranan gaya belajar visual dan
kinestetik siswa seimbang, sehingga gaya belajar tidak memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
Gaya belajar siswa berfluktuasi tergantung cara penyampaian bahan ajar
meskipun setiap siswa memiliki kecenderungan pada salah satu gaya belajar,
karena pada dasarnya setiap siswa memiliki ketiga gaya belajar baik visual,
kinestetik, maupun auditorial. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Riana (2011)
commit to user
yang menyatakan tidak ada pengaruh gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
Siswa dengan mudah mengadaptasikan gaya belajarnya dengan bahan ajar dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
105
media pembelajaran yang digunakan sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan
gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
3.
Hipotesis ketiga: Pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap
prestasi belajar siswa.
Perhitungan untuk hipotesis ketiga menunjukkan ada pengaruh yang
signifikan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah
kognitif, tetapi tidak ada pengaruh kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi
belajar siswa ranah afektif. Berpikir kritis merupakan pemikiran reflektif yang
difokuskan siswa untuk memutuskan sesuatu yang harus dilakukannya.
Kemampuan
berpikir
kritis
meliputi
kemampuan
memberi
penjelasan,
mengidentifikasi argumen utama, menunjukkan persamaan dan perbedaan,
menarik kesimpulan, mendeduksi secara logis, mengevaluasi berdasarkan fakta
dan memilih strategi yang tepat. Hasil penelitian Mohd Nazir (2010) menyatakan
bahwa berpikir kritis memainkan peran penting dalam pendidikan, dan merupakan
objek pembelajaran, penelitian harus fokus pada penemuan metode pembelajaran
yang paling efektif untuk pengembangannya. Berpikir kritis memberikan
sumbangan yang besar dalam proses pembelajaran, terlihat pada besarnya nilai
signifikansinya yaitu 0,00. Karena memberikan sumbangan yang signifikan dalam
pembelajaran, keterampilan berpikir kritis perlu diperhatikan dan ditingkatkan.
Hofreiter, Monroe, dan Stein (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
berpikir kritis dapat ditingkatkan dengan pembelajaran yang melibatkan diskusi
dan tugas yang saling dikaitkan. Problem solving merupakan pembelajaran yang
melibatkan proses pemecahan masalah dan diskusi yang saling terkait sehingga
dapat digunakan sebagai pembelajaran alternatif untuk meningkatkan kemampuan
commit to user
berpikir kritis siswa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
106
Siswa yang dalam kategori kelompok kemampuan berpikir kritis tinggi
memiliki rata-rata prestasi belajar ranah kognitif lebih besar dibandingkan dengan
siswa yang dalam kategori kelompok berkemampuan berpikir kritis rendah. Hal
ini dikarenakan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memiliki
rasa ingin tahu yang besar untuk belajar dan berusaha untuk berpikir secara logis
dalam rangka memecahkan masalah, dengan cara bertanya maupun mencari
sendiri pemecahannya. Dengan kemampuan menarik kesimpulan yang baik
selama proses pembelajaran maka siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
tinggi memiliki prestasi belajar aspek kognitif lebih baik daripada siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Namun ditinjau dari aspek afektif
siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi dan rendah tidak memiliki
perbedaan prestasi belajar yang signifikan hal ini sesuai dengan penelitian oleh
Hadi Santoso (2009).
4.
Hipotesis keempat: Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis
problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan gaya belajar
terhadap prestasi belajar siswa.
Tidak adanya interaksi yang signifikan antara metode pembelajaran
problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil, berarti siswa dengan gaya
belajar visual dan kinestetik diberi perlakukan pembelajaran problem solving
dengan lab riil maupun lab virtuil memberikan prestasi belajar yang tidak berbeda
secara signifikan. Dunn dan Dunn (1979) cit. Lam (2011) menyatakan bahwa
gaya belajar memiliki implikasi untuk praktek mengajar meskipun praktek
mengajar tidak boleh hanya ditentukan oleh gaya belajar siswa. Penggunaan
media pembelajaran yang mampu mengakomodasi gaya belajar siswa sangat
commit to user
diperlukan dalam pembelajaran. Pembelajaran problem solving dengan lab riil dan
virtuil melibatkan gaya belajar kinestetik dan visual meskipun masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
107
persentasenya berbeda. Penggunaan media lab riil lebih cenderung mengaktifkan
gaya belajar kinestetik, sedangkan lab virtuil lebih cenderung mengaktifkan gaya
belajar visual.
Interaksi penggunaan media pembelajaran dengan gaya belajar terhadap
prestasi belajar tidak signifikan, tetapi tetap memerlukan perhatian. Hal ini terlihat
pada penggunaan media lab virtuil beberapa siswa dengan gaya belajar kinestetik
awalnya sangat tertarik dengan penggunaan animasi dalam percobaan, namun
setelah berlangsung agak lama beberapa siswa tersebut merasa bosan, dan ada
beberapa yang bergerak mondar-mandir melihat kegiatan kelompok lain.
Kebosanan ini dengan sendirinya terusir dengan adanya proses diskusi antar
kelompok dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang diberikan diawal
pembelajaran. Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik pada pembelajaran
menggunakan lab riil terlihat senang, aktif dalam bereksperimen maupun diskusi
kelas. Siswa yang memiliki gaya belajar visual pada pembelajaran menggunakan
media lab virtuil terlihat antusias, tertarik, dan aktif selama pembelajaran,
sedangkan pada pembelajaran menggunakan media lab riil terlihat kuarang
antusias dan kurang aktif selama prembelajaran. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Sudarmi (2010) yang menyatakan tidak ada interaksi antara media lab
riil dan virtuil dengan gaya belajar siswa.
5.
Hipotesis kelima: Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis
problem solving menggunakan lab riil dan virtuil dengan kemampuan
berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
Dari hasil uji statistik dapat dilihat ada interaksi yang signifikan antara
pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil
commit to user
dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah kognitif,
tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara pembelajaran kimia berbasis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
108
problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil dengan kemampuan berpikir
kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif.
Hasil penelitian Tuysuz (2010) menunjukkan bahwa aplikasi laboratorium
virtuil membuat efek positif pada prestasi siswa dan sikap bila dibandingkan
dengan metode pengajaran tradisional. Pembelajaran kimia dengan strategi
problem solving melatih siswa untuk memecahkan masalah dengan berdiskusi
kelompok, berinteraksi dengan bahan ajar, dalam rangka menemukan konsep.
Hasil penelitian Guiller et al, (2008) cit. Mohd Nazir menyatakan bahwa bahwa
berpikir kritis adalah keterampilan yang diperlukan untuk pemahaman penuh
teori, bukti dan isu-isu inti, dan perdebatan dalam domain psikologi dan disiplin
lain. Dalam pembelajaran problem solving dengan penggunaan media lab riil dan
virtuil erat kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis siswa. Hal ini terlihat dari
hasil penelitian yang menunjukkan interaksi yang signifikan yakni 0.002. Ada
keterkaitan yang signifikan antara problem solving dengan berpikir kritis terlihat
dalam penelitian Awang dan Ramly (2008) cit. Mohd Nazir menunjukkan bahwa
pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan
berpikir siswa.
Siswa dengan kemampuan kritis tinggi memiliki rasa ingin tahu yang kuat
dan aktif dalam menyelesaikan masalah sehingga akan cepat menyesuaikan diri
dengan media pembelajaran. Sehingga siswa yang memiliki kemampuan berpikir
kritis tinggi pada pembelajaran problem solving dengan media lab riil maupun lab
virtuil memperoleh prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.
Siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah memerlukan
commit to user
pengalaman yang secara nyata untuk dapat berpikir logis, menentukan tindakan
dan menarik kesimpulan dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
109
memiliki kemampuan berpikir kritis rendah pada pembelajaran problem solving
dengan media lab riil memiliki prestasi belajar ranah kognitif yang lebih tinggi
dibandingkan pada pembelajaran problem solving dengan media lab virtuil.
Adanya interaksi yang signifikan antara penggunaan media pada
pembelajaran problem solving dengan kemampuan berpikir kritis terhadap
prestasi belajar aspek kognitif berarti apapun media yang digunakan, siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memperoleh prestasi belajar aspek
kognitif yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir
kritis rendah. Tidak adanya interaksi yang signifikan antara penggunaan media
pembelajaran dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa aspek
afektif berarti, apapun kemampuan berpikir kritisnya tidak memberikan perbedaan
prestasi yang signifikan pada pembelajaran problem solving mengggunakan media
lab riil maupun lab virtuil sejalan dengan penelitian oleh Hadi Santoso (2009).
6.
Hipotesis keenam: Interaksi antara gaya belajar dengan kemampuan
berpikir kritis dan terhadap prestasi belajar siswa.
Dari hasil uji statistik menyatakan bahwa ada interaksi yang signifikan
antara gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar
siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara gaya belajar
dengan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif.
Hasil uji hipotesis ke-2 menunjukkan tidak signifikan pengaruh gaya belajar
terhadap prestasi belajar, namun gaya belajar merupakan faktor internal yang
memberikan konstribusi dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Penelitian oleh
Dunn (2003) cit. Frank Coffield (2004: 67) menyatakan bahwa siswa yang gaya
belajarnya diakomodasi, mencapai 75% dari standar deviasi lebih baik daripada
commit to user
siswa yang gaya belajarnya tidak diakomodasi. Hal ini menunjukkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
110
mengetahui dan mengakomodasi gaya belajar siswa lebih memberi manfaat
terhadap pencapaian prestasi belajar siswa.
Berpikir kritis merupakan salah satu faktor internal yang memberikan
sumbangan penting dalam pembelajaran terlihat dari hasil uji hipotesis yang
ketiga bahwa berpikir kritis memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
prestasi belajar siswa. Adanya konstribusi positif dari gaya belajar dan
kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa menimbulkan interaksi
yang signifikan antara kedua faktor internal tersebut terhadap prestasi belajar
siswa.
Adanya interaksi yang signifikan antara gaya belajar dan kemampuan
berpikir kritis ditinjau dari prestasi belajar aspek kognitif berarti siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi memiliki prestasi belajar aspek
kognitif yang lebih tinggi daripada siswa yang memiliki kemampuan berpikir
kritis rendah apapun gaya belajarnya. Sedangkan untuk siswa yang memiliki gaya
belajar visual lebih baik prestasi kognitifnya daripada siswa yang memiliki gaya
belajar kinestetik apapun kemampuan berpikir kritisnya. Tidak adanya interaksi
yang signifikan antara gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis ditinjau dari
prestasi belajar aspek afektif berarti baik siswa yang memiliki gaya belajar visual
maupun kinestetik tidak memiliki perbedaan prestasi belajar yang signifikan
apapun kemampuan berpikir kritisnya.
7.
Hipotesis ketujuh: Interaksi antara pembelajaran kimia berbasis
problem solving menggunakan lab riil dan virtuil, gaya belajar dan
kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa.
Dari hasil perhitungan statistik menyatakan bahwa ada interaksi yang
commit to user
signifikan antara pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab
riil dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
111
belajar siswa ranah kognitif, tetapi tidak ada interaksi yang signifikan antara
pembelajaran kimia berbasis problem solving menggunakan lab riil dan virtuil,
gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah
afektif. Penggunaan media pembelajaran memberikan konstribusi positif hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Tuysuz (2010) menyatakan bahwa penggunaan
laboratorium virtuil memberikan konstribusi positif terhadap pendidikan.
Margetson (1991) cit. Mohd Nazir (2010) mengatakan bahwa karakter
pembelajaran berbasis masalah antara lain mendorong berpikiran terbuka,
reflektif, pembelajaran kritis dan aktif. Penggunaan media laboratorium baik riil
maupun virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis siswa memiliki
konstribusi positip terhadap prestasi belajar siswa, sehingga ketiganya
memberikan interaksi yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
Siswa dengan gaya belajar visual dan memiliki kemampuan berpikir kritis
tinggi pada pembelajaran problem solving menggunakan media lab virtuil
memberikan prestasi belajar aspek kognitif yang lebih baik daripada
menggunakan media lab riil. Sedangkan siswa dengan gaya belajar visual dan
memiliki kemampuan berpikir kritis rendah pada pembelajaran problem solving
menggunakan media lab riil memberikan prestasi belajar aspek kognitif yang
lebih baik daripada menggunakan media lab virtuil.
Siswa dengan gaya belajar kinestetik dan memiliki kemampuan berpikir
kritis tinggi pada pembelajaran problem solving menggunakan media lab riil
memberikan prestasi belajar aspek kognitif yang lebih baik daripada
menggunakan media lab virtuil. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik
dan memiliki kemampuan berpikir kritis rendah pada pembelajaran problem
solving menggunakan media lab riil memberikan prestasi belajar aspek kognitif
commitmedia
to user
yang lebih baik daripada menggunakan
lab virtuil.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
112
Ada interaksi antara pembelajaran problem solving dengan media lab riil
dan virtuil, gaya belajar, dan kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar
siswa ranah kognitif berarti apapun gaya belajar yang dimiliki, apapun media
yang diberikan, siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi
memperoleh prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki
kemampuan berpikir kritis rendah. Tidak ada interaksi yang signifikan antara
pembelajaran problem solving dengan media lab riil dan virtuil, gaya belajar, dan
kemampuan berpikir kritis terhadap prestasi belajar siswa ranah afektif berarti
apapun gaya belajar yang dimiliki, apapun media yang diberikan, siswa yang
memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi tidak memiliki prebedaan prestasi
belajar yang signifikan dengan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
rendah.
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini telah direncanakan dan dilaksanakan semaksimal mungkin
untuk memperoleh hasil yang optimal. Namun peneliti menyadari keterbatasan
sehingga hasil penelitian masih belum sempurna. Keterbatasan yang dimaksud
antara lain:
1.
Media lab virtuil yang digunakan animasi bukan simulasi sehingga belum
bisa memberikan pengalaman belajar yang senyata seperti lab real.
2.
Variabel gaya belajar dalam penelitian ini diambil hanya dua kategori
yaitu visual dan kinestetik, sedangkan auditorial tidak dilibatkan sehingga belum
mendapatkan kesimpulan pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.
3.
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA N 1 Pulokulon
Grobogan tahun pelajaran 2010/2011. Apabila eksperimen ini dilakukan pada
subjek lain memungkinkan menghasilkan keputusan yang berbeda. Hal ini karena
commit to usersampel berbeda sehingga hasil
karateristik yang dimiliki masing-masing
penelitian ini belum dapat digeneralisasikan secara universal.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di SMA N 1 Pulokulon,
dapat disimpulkan bahwa: (1) pembelajaran kimia berbasis problem solving
menggunakan lab riil dan virtuil dapat diterapkan pada materi laju reaksi; (2)
kemampuan berpikir kritis memberikan konstribusi positif terhadap prestasi
belajar siswa; (3) pembelajaran kimia berbasis problem solving dengan lab riil
tepat digunakan pada siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat dikemukakan implikasi penelitian
sebagai berikut:
1.
Implikasi teoritis
a.
Pembelajaran yang optimal dapat dilakukan dengan pemilihan pendekatan,
strategi, metode, dan media yang sesuai dengan karakteristik materi dan
karakteristik siswa. Pembelajaran berbasis problem solving dengan menggunakan
media lab riil dan lab virtuil dapat digunakan sebagai strategi pembelajaran
alternatif untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
b.
Dalam pembelajaran kimia sebaiknya guru memperhatikan kemampuan
berpikir kritis siswa, karena sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa.
c.
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dilihat dari faktor kemampuan
commit topembelajaran
user
berpikir kritis siswa, sebaiknya digunakan
berbasis problem solving
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
114
dengan media lab riil untuk siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis
rendah.
2.
Implikasi praktis
a.
Pemanfaatan laboratorium riil sebagai media pembelajaran dapat
mempermudah pemahaman siswa untuk materi-materi kimia yang bersifat
empiris, meningkatkan keterampilan proses, dan keterampilan penggunaan alat
laboratorium.
b.
Penggunaan lab virtuil sebagai media pembelajaran dalam upaya untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa dapat digunakan untuk materi laju reaksi,
praktis, dapat digunakan setiap saat, dan mempermudah pemahaman konsep.
c.
Dalam pembelajaran kimia sebaiknya guru memperhatikan kemampuan
berpikir kritis siswa.
C. SARAN
Berdasarkan hasil peneltitian dan implikasi dalam penelitian ini, maka
saran-saran yang dapat dianjurkan adalah sebagai berikut:
1.
Untuk guru
a.
Untuk pembelajaran laju reaksi sebaiknya disampaikan dengan strategi
problem solving menggunakan lab riil dan lab virtuil.
b.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran problem solving
dengan lab riil: 1) merancang praktikum dan persiapan lab dengan baik sehingga
efisien waktu; 2) sebelum melaksanakan praktikum guru sebaiknya mencoba
dulu; 3) membiasakan siswa disiplin saat praktikum sehingga tidak menimbulkan
kegaduhan karena pergerakan siswa yang tidak terarah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id
115
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran problem solving
dengan lab virtuil: 1) pembuatan media sesuai dengan silabus; 2) menggunakan
animasi, warna, dan suara yang menarik sehingga siswa tidak mudah bosan; 3)
guru sebaiknya mencoba menggunakan dulu sebelum diterapkan di kelas.
d.
Kemampuan berpikir kritis berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa
sehingga perlu ditingkatkan, yaitu dengan pembelajaran problem solving, inquiry,
proyek, dan strategi-strategi lain yang mengacu pada pendekatan proses.
2.
Untuk peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitan pada
pada konsep kimia yang bersifat empiris seperti kesetimbangan kimia, termokimia
dengan meninjaunya dari variabel lain seperti kemampuan awal, logika berpikir
induktif, dan motivasi agar tujuan pembelajaran tercapai dan menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik.
commit to user
Download