abstract - IPB Repository

advertisement
4
ABSTRACT
HANGGONO TJAHJO NUGROHO. The Impact of Oil Fuel Price Subsidy
Policy on Economic Performance and Poverty in Indonesia (BONAR M.
SINAGA, as Chairman, HERMANTO SIREGAR and AKHMAD FAUZI, as
Members of the Advisory Committee).
The objectives of this study were to analyze the factors that influence the
supply and demand of oil fuel and to analyze the impact of oil fuel price subsidy
policy on economic performance, poverty, and welfare in Indonesia. A
simultaneous econometric model of Indonesia oil fuel price subsidy was estimated
using a two stage least squares (2SLS) method and SYSLIN procedure for the
data set period of 1986-2006. The forecast simulation was set for the period 20102014 with NEWTON method and SIMNLIN procedure.
The supply of oil fuel, which was represented by the amount imported,
was influenced negatively by its world price and positively by its consumption,
consumen price index, and its lag endogenous. The demand for oil fuel was
influenced negatively by its retail price and positively by its consumption, its
substitutes price, and its lag endogenous. The price subsidy of oil fuel was
influenced positively by its world price, domestic exchange rate, government
domestic revenue, and its lag endogenous. The price subsidy of oil fuel, except
LPG, was elastic against world price of crude oil and domestic exchange rate in
the short and long run.
The forecast simulation of increases of world crude oil price was resulted
in the increase of retail oil fuel price, decreasing economic growth, and increasing
the inflation and poverty rate. The government policy to decrease oil fuel subsidy
will result in deteriorating the economic performance, poverty alleviation
program, and also welfare will be in large deficit. The less severe result happen
when government applied kerosene conversion program to LPG. The deteriorating
impact of the last two simulation were likely caused by the drop of government
expenditure and the negative economic growth altogether. In such developing
country like Indonesia, the role of government expenditure was central and
important in boosting the economic. Such hypothesis was proven when oil fuel
subsidy decreases and the level of government expenditure was kept constant, the
result was surprisingly positive to economic performance and poverty alleviation
program, even though the sustainable fiscal policy will be rather violated.
To overcome the negative impact of the decreasing of oil fuel price
subsidy and kerosene conversion program to LPG, government should kept the
fiscal budget constant through budget reallocation strategy. By doing this, there
were budget available for establishing fiscal space or putting more fund to
strategic and most important development program including compensation
program for the poor as well as poverty alleviation programs.
Keywords :
price subsidy of oil fuel, retail price of oil fuel, economic
performance, poverty, welfare.
5
ABSTRAK
HANGGONO TJAHJO NUGROHO. Dampak Kebijakan Subsidi Harga
Bahan Bakar Minyak terhadap Kinerja Perekonomian dan Kemiskinan di
Indonesia (BONAR M. SINAGA, selaku Ketua, HERMANTO SIREGAR dan
AKHMAD FAUZI, selaku Anggota Komisi Pembimbing).
Tujuan dari studi ini adalah melakukan analisis factor-faktor yang
mempengaruhi penawaran dan permintaan bahan bakar minyak (BBM) and
analisis dampak dari kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja
perekonomian, kemiskinan, dan kesejahteraan di Indonesia. Model simultan
Subsidi Harga BBM Indonesia diestimasi menggunakan metode 2SLS dan
prosedur SYSLIN pada rentang data 1986-2006. Simulasi peramalan periode
2010-2014 menggunakan metode NEWTON dan prosedur SIMNLIN.
Penawaran BBM, yang diwakili oleh jumlah impornya, dipengaruhi secara
negatif oleh harga dunia minyak mentah dan secara positif oleh konsumsinya,
indek harga konsumen, dan bedakalanya. Permintaan BBM dipengaruhi secara
negatif oleh harga jual ecerannya dan secara positif oleh konsumsinya, harga
barang substitusinya, dan bedakalanya. Subsidi harga BBM dipengaruhi secara
positif oleh harga dunia minyak mentah, nilai tukar rupiah, penerimaan dalam
negeri pemerintah, dan bedakalanya. Subsidi harga BBM, kecuali elpiji, elastis
terhadap harga dunia minyak mentah dan nilai tukar rupiah baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Simulasi peramalan kenaikan harga dunia minyak mentah mengakibatkan
kenaikan harga jual eceran BBM, penurunan pertumbuhan ekonomi, dan
peningkatan inflasi serta kemiskinan. Kebijakan pemerintah mengurangi subsidi
BBM akan mengakibatkan buruknya kinerja perekonomian, upaya pengentasan
kemiskinan, dan kesejahteraan. Dampak yang tidak terlalu buruk terjadi apabila
pemerintah menerapkan program konversi minyak tanah ke elpiji. Dampak buruk
dari kedua simulasi terakhir tampaknya berasal dari turunnya belanja pemerintah
dan negatifnya pertumbuhan ekonomi bersama-sama. Di negara berkembang
seperti Indonesia, diakui bahwa betapa penting dan dominannya peranan belanja
pemerintah dalam merangsang kegiatan perekonomian. Hipotesa itu terbukti
ketika subsidi BBM diturunkan dan belanja pemerintah konstan, hasilnya ternyata
positif terhadap kinerja perekonomian dan upaya pengentasan kemiskinan,
meskipun kebijakan keberlanjutan fiskal tidak dapat dilakukan sepenuhnya.
Dalam rangka mengatasi dampak negatif penurunan subsidi BBM dan
konversi minyak tanah ke elpiji, pemerintah sebaiknya menjaga besaran
belanjanya tetap konstan, melalui realokasi anggaran. Dengan demikian, maka
akan tersedia tambahan dana guna memperbesar ruang fiskal atau mengalokasikan
anggaran pada program kegiatan yang sangat penting dan mendesak, termasuk
program kompensasi untuk rakyat miskin dan program-program pengentasan
kemiskinan.
Kata kunci: subsidi harga BBM, harga jual eceran BBM, kinerja
perekonomian, kemiskinan, kesejahteraan.
6
RINGKASAN
Sejak tahun 1985, subsidi BBM cenderung meningkat lebih tinggi
dibandingkan dengan peningkatan komponen Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang lain. Kontribusi subsidi BBM terhadap belanja negara pada
tahun 1985 sebesar 2.03 persen, yang meningkat tajam menjadi 26.47 persen dan
20.01 persen berturut-turut pada tahun 2005 dan 2008. Peningkatan tajam besaran
subsidi BBM disebabkan karena 2 hal. Pertama, relatif tetapnya harga jual eceran
BBM. Kedua, semakin mahalnya harga keekonomian BBM. Tingginya harga
keekonomian BBM disebabkan oleh naiknya harga dunia minyak mentah dan
depresiasi nilai tukar rupiah.
Beban subsidi yang semakin besar berdampak kurang baik bagi kebijakan
fiskal karena mengurangi kemampuan menciptakan ruang fiskal, kebutuhan
anggaran untuk menjalankan program yang penting dan mendesak, dan pelaksanaan
program-program pro-rakyat seperti bantuan langsung tunai, bantuan kesehatan,
bantuan operasional sekolah, dan raskin. Selain itu, subsidi harga BBM cenderung
menyebabkan terjadinya penyalahgunaan BBM, penyelundupan ke luar negeri,
kurangnya insentif bagi pengembangan energi alternatif, pemborosan devisa negara,
dan penggunaan energi yang kurang efisien. Meskipun demikian, subsidi BBM
telah mampu menstabilkan harga jual eceran BBM, meredam imported inflation
yang berasal dari kenaikan harga dunia minyak mentah, relatif terkendalinya laju
inflasi, dan penciptaan iklim yang lebih kondusif bagi dunia usaha.
Posisi pemerintah menjadi dilemmatis. Upaya pengurangan subsidi BBM
telah dimulai sejak lama, bahkan rencana penghapusan subsidi BBM tercantum
dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Perencanaan
Pembangunan Nasional 2000-2004. Tampaknya kondisi masyarakat pada saat itu
masih belum siap dan masih memerlukan stimulus fiskal cukup besar. Pada tahun
2010 kembali diupayakan pengurangan subsidi BBM secara bertahap. Upaya
pengurangan subsidi secara bertahap dimaksudkan agar masyarakat dapat menerima
kenaikan harga BBM, tidak menimbulkan gejolak sosial politik, sambil
mempersiapkan upaya kompensasi bagi masyarakat kurang mampu.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penting untuk mengkaji faktor-faktor
yang mempengaruhi pembentukan pasar BBM serta dampak dari kebijakan subsidi
harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan, dan kesejahteraan di
Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran dan permintaan BBM, khususnya yang terkait dengan
subsidi harga BBM di Indonesia, dan (2) meramalkan dampak kebijakan subsidi
harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan, dan kesejahteraan di
Indonesia periode tahun 2010-2014.
Metodologi penelitian meliputi pengumpulan data sekunder, konstruksi
model, prosedur analisis, dan penyusunan persamaan simultan yang terdiri dari
persamaan identitas dan struktural. Menggunakan data tahunan periode tahun 19862006, model diestimasi menggunakan metode 2SLS dan prosedur SYSLIN. Pada
tahap signifikansi 20 persen akhirnya diperoleh model Subsidi Harga Bahan Bakar
Minyak Indonesia dengan 76 persamaan yang terdiri dari 34 persamaan perilaku
dan 42 persamaan identitas, yang secara ekonomi logis dan mempunyai arti serta
7
dapat dibuktikan secara statistik. Tahap selanjutnya dilakukan uji validasi terhadap
model dengan menggunakan metode NEWTON dan prosedur SIMNLIN. Uji
validasi meliputi RMSPE, UM, US, UD, dan U-Theil. Berdasarkan kriteria tersebut
dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun mempunyai daya ramal yang cukup
valid untuk melakukan simulasi ramalan. Simulasi ramalan dilakukan pada periode
2010-2014 dengan metode NEWTON dan prosedur SIMNLIN. Seluruh
penghitungan menggunakan program piranti lunak Statistical Analysis System/
Estimation Time Series (SAS/ETS) versi 9.0.
Berdasarkan hasil estimasi parameter, dapat disimpulkan bahwa penawaran
BBM yang diwakili oleh jumlah BBM yang diimpor, dipengaruhi secara negatif
oleh harga dunia minyak mentah dan secara positif oleh konsumsinya, indek harga
konsumen, dan bedakalanya. Permintaan BBM dipengaruhi secara negatif oleh
harga jual ecerannya dan secara positif oleh konsumsinya, harga barang
substitusinya, dan bedakalanya masing-masing. Khusus permintaan minyak tanah
sektor rumahtangga dan komersial dipengaruhi secara positif oleh harga eceran
kayu bakar. Substitusi premium adalah bensin pertamax, minyak solar tidak
mempunyai substitusi, minyak tanah dapat disubstitusi elpiji di sektor rumahtangga
dan komersial. Subsidi harga BBM dipengaruhi secara positif oleh harga dunia
minyak mentah, nilai tukar rupiah, penerimaan dalam negeri pemerintah, dan
bedakalanya masing-masing. Subsidi harga BBM, kecuali elpiji, elastis terhadap
harga dunia minyak mentah dan nilai tukar rupiah, jangka pendek maupun jangka
panjang. Subsidi harga elpiji elastis terhadap nilai tukar untuk jangka panjang.
Simulasi kenaikan harga dunia minyak mentah akan menaikkan harga jual
eceran BBM sekitar 10 persen. Kenaikan harga jual eceran BBM ini berdampak
pada peningkatan inflasi, penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi, dan
peningkatan jumlah penduduk miskin. Simulasi peningkatan penerimaan dalam
negeri berdampak positif bagi kinerja perekonomian dan kemiskinan, yang
ditunjukkan antara lain oleh peningkatan pertumbuhan ekonomi, berkurangnya
tingkat inflasi, dan berkurangnya jumlah penduduk miskin. Kebijakan pemerintah
mengurangi subsidi BBM berdampak pada memburuknya kinerja perekonomian
dan kemiskinan, termasuk defisit kesejahteraan. Program konversi minyak tanah ke
elpiji, meskipun lebih baik, namun tetap berdampak buruk bagi perekonomian,
kemiskinan, dan kesejahteraan. Kurangbaiknya dampak 2 simulasi terakhir
kemungkinan besar disebabkan oleh penurunan belanja pemerintah dan negatifnya
tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Disadari bahwa di negara berkembang
seperti Indonesia, peranan belanja negara sangat dominan. Hipotesa tersebut
terbukti pada simulasi selanjutnya ketika subsidi BBM dikurangi dan besaran
anggaran belanja negara diupayakan konstan melalui realokasi anggaran. Hasilnya
positif terhadap peningkatan kinerja perekonomian dan pengurangan kemiskinan,
meskipun kebijakan keberlanjutan fiskal tidak bisa dipertahankan.
Dalam rangka mengatasi dampak negatif penurunan subsidi BBM dan
konversi minyak tanah ke elpiji, pemerintah sebaiknya mempertahankan besaran
belanja negara agar tetap konstan, melalui realokasi anggaran. Dengan melakukan
hal tersebut, maka akan tersedia tambahan dana untuk memperbesar ruang fiskal
atau mengalokasikan anggaran pada pos-pos yang sangat penting dan mendesak,
seperti program pembangunan prasarana dan sarana serta program-program
pengentasan kemiskinan.
Download