LAPORAN KASUS TERAPI TROMBOLISIS ENDOVASKULER PADA TROMBOSIS SINUS SEREBRAL Oleh : Esti Etikaningtyas NIM : 09/308807/PKU/11964 Pembimbing : Dr. Sudarmanta, Sp.Rad(K)RI BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAHMADA 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2 BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................ 12 BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 14 BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 16 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17 LAMPIRAN ................................................................................................... 19 ii BAB I PENDAHULUAN Trombosis sinus serebral atau cerebral venous sinus thrombosis (CVST) merupakan kelainan serebrovaskuler yang berhubungan dengan gejala dan tanda klinis yang sangat bervariasi, yang sering menyebabkan keterlambatan diagnosis. Kelumpuhan saraf kranial (III-VIII) bisa single atau multipel tanpa adanya gejala dan tanda lainnya, sehingga untuk selanjutnya dipertimbangkan berhubungan dengan sindrom trombosis vena serebral.1 Trombosis sinus serebral merupakan kondisi yang jarang, namun gambaran klinisnya bervariasi dan sering dramatis. Kasus ini sering mengenai pasien usia muda sampai pertengahan.2 CVST sering tidak terdiagnosis karena merupakan kelainan yang jarang, sering berhubungan dengan faktor etiologi yang berspektrum luas, gambaran klinis yang tidak khas dan gambaran pencitraan diagnostik bisa samar. Diagnosis yang tepat dari CSVT didasarkan pada pencitraan neurologi. Spesialis radiologi memainkan peranan penting pada perawatan pasien dengan memberikan diagnosis awal melalui interpretasi pemeriksaan radiologi. Diagnosis awal memudahkan pengobatan yang tepat yang akan efektif. Diagnosis yang lambat berhubungan dengan angka kesakitan dan kematian yang tinggi.3 Penggunaan agen trombolitik untuk melisisiskan klot dengan cepat muncul sebagai modalitas terapi, terutama menggunakan neuroradiologi intervensi untuk membawa agen ke tempat trombosis. Belum ada ada percobaan dengan plasebo, double blind dan bersifat random terkontrol yang mendukung trombolisis sebagai terapi utama pada pasien dengan trombosis vena serebral, dibanding terapi standar menggunakan antikoagulan dengan dosis sesuai.4 Kasus ini menarik karena jarang dan mempunyai gejala yang bervariasi. Terapi trombolisis endovaskuler pada kasus stroke masih sangat jarang dilakukan, hal ini yang merupakan salah satu alasan pengambilan kasus. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi. Trombosis sinus serebral yaitu adanya trombus pada sinus serebral, merupakan keadaan yang jarang, tetapi presentasi klinis sangat bervariasi. Gejalanya termasuk sakit kepala, penglihatan abnormal, beberapa gejala stroke seperti kelemahan pada wajah dan ekstremitas pada satu sisi tubuh, dan kejang.2,5 Trombolisis endovaskuler adalah penggunaan agen trombolitik untuk melisiskan klot secara cepat muncul sebagai modalitas terapi, menggunakan pendekatan neuroradiologi intervensional untuk mengantarkan agen secara lokal ke tempat trombosis.4 B. Anatomi. Sistem vena intrakranial mungkin memperlihatkan variasi normal yang luas. Penggunaan metode venografi noninvasif resolusi tinggi pada MRI dan CT menggunakan kontras memberikan gambaran struktur vena besar, dibandingkan dengan pencitraan cross-sectional (parenkim). Pengetahuan yang luas mengenai anatomi vena dan variasi anatominya sangat penting untuk interpretasi gambar venografi yang akurat.6 Sistem vena cerebral terdiri dari sistem vena profunda, sistem vena superfisial dan sinus vena dural (dengan komponen superior dan inferior). Sinus vena dural tertutup pada dura dan berfungsi sebagai jalur pengaliran utama vena cerebral. Vena superfisial serebri mengalir ke sinus dural dan berubah pada struktur morfologi dan lokasi. Aliran bagian superior (asending) dari vena superfisial diberi nama untuk daerah korteks yang dialiri. Aliran bagian inferior (desenden) vena superfisial meliputi vena labbe dan vena sylvii (vena cerebri media superfisial). Walaupun aliran vena serebral superfisial berubah-ubah, daerah aliran umum bisa dikenali. 2 Sistem dalam termasuk vena Galen, vena cerebri interna dan cabangcabangnya; vena Rosenthal dan cabang-cabangnya; vena meduller dan subependim dan cabang-cabangnya, yang memperdarahi substansia alba hemisfer. Sistem profunda memperdarahi lobus frontalis inferior; semua substansia alba pada lobus frontalis, temporalis dan parietalis, korpus kalosum; upper brainstem; ganglia basalis dan talamus. Perubahan parenkim yang timbul karena oklusi vena profunda khasnya meliputi talamus, kemungkinan karena aliran vena primer yang memperdarahi talamus meluas secara langsung ke vena cerebralis interna. Sinus dura basal adalah kompleks dan saling berhubungan dengan sinus kavernosus kompleks. Saluran penghubung multipel pada basis cranii berhubungan dengan sinus sigmoid dan bulbus jugularis.6 C. Patofisiologi Untuk mengetahui gejala dan tanda trombosis sinus, ada dua mekanisme yang bisa dibedakan: trombosis vena serebral dengan efek lokal yang disebabkan oleh obstruksi vena dan trombosis sinus mayor yang menyebabkan hipertensi intrakranial. Pada mayoritas pasien, kedua proses tersebut timbul bersama. Mekanisme pertama, oklusi pada vena serebral menyebabkan udem lokal pada otak dan infark vena. Pemeriksaan patologi memperlihatkan pembesaran dan pembengkakan vena, udem, kerusakan neuron iskemik dan perdarahan petekial. Akhirnya menyatu menjadi hematoma luas yang bisa terlihat secara khas pada CT scan. Ada dua macam udem serebral yang bisa timbul. Pertama, udem sitotoksik yang disebabkan iskemia yang merusak kekuatan pompa membran sel, yang menyebabkan pembengkakan intraseluler. Tipe kedua, udem vasogenik yang disebabkan oleh gangguan blood-brain barrier dan kebocoran plasma darah ke spatium interstitial. Udem vasogenik bersifat reversibel jika kondisi yang mendasarinya berhasil diterapi. MRI memperlihatkan kedua jenis udem baik sitotoksisk maupun vasogenik yang timbul pada trombosis vena serebral.7 3 Mekanisme kedua adalah hipertensi intrakranial sebagai akibat oklusi sinus vena besar. Normalnya cairan serebrospinal mengalir dari ventrikel otak melalui spatium subarakhnoid pada dasar dan permukaan otak ke villi arachnoidalis, yang diabsorbsi dan mengalir ke sinus sagitalis. Trombosis sinus menyebabkan tekanan vena, menurunkan absorbsi cairan cerebrospinal sehingga berakibat meningkatnya tekanan intrakranial. Obstruksi cairan serebrospinal terdapat pada akhir dari siklus transportasi dan tidak terjadi tekanan tinggi di antara spatium arakhnoid pada permukaan otak dan ventrikel. Ventrikel tidak berdilatasi dan hidrosefalus biasanya bukan merupakan komplikasi thrombosis sinus. Sekitar seperlima pasien dengan trombosis vena hanya terjadi hipertensi tanpa tanda trombosis vena kortikal.7 D. Penyebab dan Faktor Resiko Faktor resiko protrombotik atau penyebab langsung diketahui pada sekitar 85% pasien dengan trombosis sinus. Faktor pencetus yang sering seperti trauma kepala atau persalinan, menyebabkan trombosis sinus pada individu dengan resiko tinggi secara genetis. Selama trimester akhir kehamilan dan setelah persalinan, resiko trombosis sinus meningkat. Frekuensi trombosis sinus pada peripartum dan postpartum berkisar 12 kasus per 100.000 persalinan, hanya sedikit lebih rendah dibandingkan stroke arteri pada peripartum dan postpartum. Resiko juga meningkat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral, terutama kontrasepsi generasi ketiga yang mengandung gestoden atau desogestrel.2,7,8 Penyebab mekanis trombosis sinus adalah trauma kepala, trauma langsung pada sinus-sinus atau vena jugularis – sebagai contoh, dari kateterisasi jugularis – dan prosedur bedah saraf. Pungsi lumbal bisa menyebabkan trombosis. Penyebab yang mungkin adalah bahwa tekanan cairan serebrospinal setelah pungsi lumbal menyebabkan pergeseran otak ke bawah dengan penarikan vena kortikal dan sinus-sinus. Deformitas dinding vena bisa menyebabkan trombosis. Diagnosis trombosis sinus 4 setelah pungsi lumbal adalah sulit karena sakit kepala yang mengikuti, tidak berhubungan dengan trombosis sinus tetapi dengan pungsi lumbal itu sendiri. Sakit kepala akibat pungsi lumbal khasnya hilang bila pasien kepala berada di bawah dan sembuh dalam beberapa hari, sedangkan pada thrombosis sinus tidak akan berubah dengan perubahan sikap tubuh dan memburuk selama satdium pertama penyakit.7,8 Infeksi. Otitis dan mastoiditis bisa berkomplikasi menjadi trombosis pada sinus transversus dan sigmoid. Apabila sinus transversus hipoplastik – variasi anatomi yang sering – absorbsi cairan serebrospinal menjadi terganggu. Hipertensi intrakranial yang terjadi, yang bersamaan dengan papiledema dikenal sebagai “otitic hydrocephalus” karena ventrikel normal tidak membesar pada kasus trombosis sinus. Frekuensi thrombosis sinus karena infeksi berkisar dari 6-12% pada orang dewasa dengan trombosis sinus. Kasus khusus adalah trombosis sinus kavernosus yang hampir selalu disebabkan oleh infeksi sinus paranasalis (ethmoidalis dan sphenoidalis), orbita atau wajah.7 E. Epidemiologi. CVST diketahui lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dengan rasio 1,29:1. Angka kejadian per tahun diperkirakan 1,5 - 3 kasus per 1.000.000 pada orang dewasa dan 6,7 per 1.000.000 pada anakanak. CVST menyumbang 1-2% dari seluruh stroke pada orang dewasa. CVST bisa mengenai semua kelompok umur, lebih sering pada wanita terutama pada kelompok usia 20 sampai 35 tahun yang disebabkan kehamilan, paska melahirkan dan penggunaan kontrasepsi oral.8,9 F. Gejala klinis. Penemuan klinis CVST sering dibagi menjadi dua kategori besar, tergantung pada mekanisme disfungsi neurologi: yang berhubungan dengan peningkatan pengeluaran cairan dan yang berhubungan dengan perlukaan otak fokal dari iskemia/infark vena atau dari perdarahan. 5 Prakteknya beberapa pasien ditemukan gambaran klinis yang disebabkan oleh kedua mekanisme tersebut, atau merupakan perkembangan dari penyakit yang mendasari.10 Sakit kepala yang secara umum mengindikasikan peningkatan tekanan intrakranial, merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada CVST dan terjadi pada kisaran 90% pasien. Sakit kepala pada CVST secara khas ditandai dengan perkembangan yang berat dan menyeluruh dalam hari sampai minggu. Sebagian pasien mengalami sakit kepala hebat yang menunjukkan perdarahan subarakhnoid, dan digambarkan juga sakit kepala tipe migren. Sakit kepala tanpa gambaran neurologis fokal atau udem papil terjadi pada 25% pasien CVST dan menjadi tantangan diagnostik yang penting.10 Manifestasi klinis trombosis sinus serebral juga tergantung pada lokasi thrombosis. Sinus sagitalis superior merupakan daerah yang paling sering terkena, yang menyebabkan sakit kepala, peningkatan tekanan intrakranial dan edema papil. Bisa terjadi defisit motorik yang kadang disertai kejang. Edema pada kulit kepala dan dilatasi vena superfisial bisa terlihat pada pemeriksaan. Trombosis sinus lateralis, gejalanya berhubungan dengan kondisi yang mendasarinya (seperti infeksi telinga tengah), termasuk gejala dasar febris dan cairan dari telinga. Rasa sakit pada daerah telinga dan mastoid adalah khas.10 G. Komplikasi Meningkatnya kongesti vena berakibat meningkatnya tekanan CSF dan sinus vena dural apabila aliran kolateralisasi vena tidak mencukupi. Udem parenkim dengan infark dan perdarahan merupakan komplikasi lebih dari 50% trombosis vena.2 Emboli pulmo dari trombosis sinus vena merupakan kejadian jarang yang mempunyai prognosis buruk. Hypopituitarisme bisa disebabkan karena trombosis sinus kavernosus. Kejang fokal dengan atau 6 tanpa disertai kejang umum bisa terjadi mengikuti trombosis vena, membutuhkan terapi anti epilepsi yang berkelanjutan.2 H. Diagnosis. Walaupun presentasi klinis sangat bervariasi, diagnosis harus dipertimbangkan pada pasien usia pertengahan dengan sakit kepala yang sangat atau gejala seperti stroke pada orang tanpa faktor resiko vaskuler, pada pasien dengan hipertensi intrakranial dan pasien dengan tanda CT adanya infark perdarahan, khususnya infark multipel dan dibatasi oleh daerah arteri. Keterlambatan rata-rata dari onset sampai timbulnya gejala untuk diagnosis adalah tujuh hari. Teknik pemeriksaan yang paling sensitif adalah MRI yang digabung dengan MR venography. MRI T1 dan T2 memperlihatkan sinyal hiperintens dari trombosis sinus. Karakteristik sinyal tergantung umur trombus dan menjadi isointens pada T1 dalam lima hari pertama dan setelah satu bulan.7 Kombinasi sinyal abnormal pada sinus dan sesuai dengan ketiadaan aliran pada magnetic resonance venography memperkuat diagnosis trombosis, tetapi pertimbangan spesialis radiologi diperlukan untuk menghindari kesalahan teknik dan diagnostik. Apabila MRI tidak tersedia, CT scan merupakan teknik yang berguna pada pemeriksaan awal untuk menyingkirkan kelainan serebral akut lainnya dan melihat apakah infark vena atau perdarahan, atau normal. CT resolusi tinggi bisa memperlihatkan thrombus sebagai sinyal hiperintens pada sinus atau sering pada vena korteks (cord sign). CT venography merupakan teknik baru untuk membuat gambar sistem vena.7 Apabila diagnosis masih belum jelas setelah dilakukan MRI atau CT venografi, bisa dilakukan angiografi serebral. Angiografi memberikan gambaran vena serebral secara terperinci dan karenanya digunakan untuk diagnosis kasus jarang yaitu trombosis di vena korteks saja tanpa trombosis vena.7 7 I. Pemeriksaan Radiologi. 1. Computed tomography. Gambaran langsung yaitu adanya bekuan darah pada vena serebral dengan CT scan non kontras dikenal dengan dense clot sign. Hal ini terlihat pada satu dari tiga kasus. Keadaan normal vena terlihat lebih terang dibandingkan jaringan otak dan beberapa kasus sulit dikatakan bahwa vena normal atau lebih terang. Gambaran pada trombosis vena korteks terlihat sebagai garis linier atau cord-like density, yang dikenal sebagai cord sign. Istilah lain yang sering digunakan adalah dense vessel sign.11 Penemuan yang terlihat pada CT Scan dengan penyangatan kontras adalah empty delta sign dan pertama digambarkan pada trombosis sinus sagitalis superior. Tandanya adalah daerah segitiga penyangatan dengan atenuasi rendah di tengahnya, yang merupakan trombosis sinus. Penjelasan yang sangat mungkin adalah bahwa penyangatan vena dura pada sirkulasi kolateral di sekitar trombosis sinus menyebabkan daerah bagian tengah atenuasinya rendah. Pada trombosis awal empty delta sign bisa tidak ada dan akan hilang setelah dua bulan karena adanya rekanalisasi di dalam trombus.12 2. MRI. Pada spin echo vena serebral yang paten sering memperlihatkan intensitas sinyal rendah oleh karena aliran yang kosong. Aliran yang kosong paling baik terlihat pada T2 dan FLAIR, tetapi kadang-kadang bisa terlihat pada T1. Trombus akan menunjukkan aliran yang kosong. Meskipun hal ini bukan tanda yang bisa dipercaya sepenuhnya, namun hal itu merupakan satu dari yang pertama kita pikirkan kemungkinana adanya trombosis vena. Langkah selanjutnya adalah pemeriksaan dengan kontras.12 Trombosis vena menyebabkan tekanan vena yang tinggi yang merupakan akibat pertama udem vasogenik pada substansia alba 8 daerah yang terkena. Apabila proses berjalan terus, akan menyebabkan infark dan berkembang menjadi udem sitotoksik dan bukan udem vasogenik. Hal ini berbeda dengan infark arterial yaitu hanya udem sitotoksik dan bukan udem vasogenik. Akibat tekanan vena yang tinggi, perdarahan lebih sering terjadi pada infark vena dibandingkan infark arteri.12 Teknik MRI yang digunakan untuk diagnosis thrombosis vena cerebral adalah: time of flight (TOF), phase-of-flight angiography dan contrast-enhanced MR venography. MR-venography menggunakan gadolinium pada T1. Hal ini sama dengan contrast-enhanced CTvenography.12 3. DSA (Digital Substraction Angiography) Penemuan arteriografi termasuk diantaranya tidak terlihatnya sinus karena oklusi, kongesti vena dengan dilatasi vena korteks, skalp atau vena fasial; pembesaran vena kecil dari kolateralisasi; dan pembalikan aliran vena. Fase vena pada angiografi serebral akan terlihat filling defect pada trombosis. Oleh karena sangat bervariasinya struktur vena serebral dan resolusi yang inadekuat, CT atau MRI bisa tidak memberikan gambaran yang adekuat dari vena yang dimaksud terutama vena korteks dan pada beberapa keadaan struktur vena profunda. Hipoplasi atau atresia vena serebri sinus dural bisa memberikan hasil yang tidak meyakinkan pada MRV atau CTV dan diperjelas dengan angiografi serebral fase vena. Trombosis vena korteks dan sinus dural akut secara khas menyebabkan kelambatan sirkulasi vena serebral dan angiografi serebral akan memperlihatkan lambatnya visualisasi struktur vena serebral. Normalnya, awal vena menjadi opak adalah 4-5 detik setelah injeksi bahan kontras melalui arteri karotis dan opasitas komplet sistem vena serebral adalah 7-8 detik. Apabila vena serebral atau sinus dural tidak tervisualisasi pada 9 urutan normal angiografi serebral, dicurigai kemungkinan adanya trombosis akut.10,13 Angiografi juga memperlihatkan vena berdilatasi dan tortous (“corkscrew”), apabila kejadian trombosis menuju ke sinus. Interpretasi angiogram bisa sulit karena variasi anatomi seperti hipoplasi atau absennya sinus transversus unilateral.7 4. Direct Cerebral Venography. Direct cerebral venography dilakukan dengan injeksi langsung bahan kontras ke sinus dural atau vena serebral dari insersi mikrokateter via vena jugularis interna. Direct cerebral venography sering dilakukan bersamaan dengan prosedur terapi endovaskuler. Pada direct cerebral venography, trombus intraluminal terlihat baik sebagai filling defect di dalam lumen pada trombosis non oklusif atau sebagai nonfilling komplet pada trombosis oklusif. Trombosis komplet juga memperlihatkan “cupping appearance” di dalam sinus. Nilai tekanan vena bisa diperoleh selama direct cerebral venography untuk mengetahui hipertensi vena. Tekanan normal sinus vena adalah 10 mm H2O. Tingkat perubahan parenkim berhubungan dengan peningkatan tekanan vena dan dengan stadium trombosis, dengan perubahan menjadi maksimal pada trombosis akut.10 J. Penatalaksanaan. 1. Tindakan umum. Kombinasi antara peningkatan tekanan intrakranial akut dengan infark vena yang luas adalah berbahaya dan pasien mungkin bisa meninggal dalam beberapa jam akibat herniasi. Penurunan kesadaran dan perdarahan serebral berhubungan dengan akibat yang buruk, tetapi pasien dengan manifestasi tersebut bisa sembuh dengan baik. Prioritas terapi pada fase akut adalah untuk menstabilkan kondisi pasien dan 10 untuk mencegah herniasi serebri. Hal ini membutuhkan pemberian manitol intravena, pembedahan untuk menghilangkan infark perdarahan atau hemikraniotomi dekompresi.7 2. Antikoagulan. Pilihan terapi yang pasti adalah antikoagulan dengan heparin untuk menghambat proses trombosis dan mencegah emboli pulmo, yang merupakan komplikasi trombosis sinus. Namun terapi antikoagulan menimbulkan kontroversi karena kecenderungan infark vena menjadi perdarahan: sekitar 40% dari seluruh pasien dengan trombosis sinus terjadi infark perdarahan sebelum terapi antikoagulan dimulai.7 3. Trombolisis. Trombolisis endovaskuler bisa dicoba dengan pemberian enzim trombolitik, tersering urokinase ke dalam dikombinasikan dengan mekanisme trombo-aspirasi. sinus, kadang 7 K. Prognosis. Mortalitas berkisar antara 4,3 sampai 30% dan selanjutnya pada kasus hidup akan terjadi defisit neurologi dengan angka kejadian berkisar 12-25% dari semua pasien. Pada monitoring kasus CSVT post trauma, angka kesembuhan lebih baik terlihat pada trombosis sinus yang berlokasi di kanan dibandingkan yang di kiri karena secara umum hemisfer kiri lebih dominan pada penduduk. Akibat pada pasien lebih buruk jika sinus sagitalis superior atau sistem vena profunda otak terlibat.14 11 BAB III LAPORAN KASUS Pada laporan kasus ini dilaporkan seorang pasien laki-laki (Tn.S) usia 48 tahun dengan keluhan mata kanan tiba-tiba tidak bisa melihat, hanya bayangan hitam saja. Sejak empat bulan sebelum masuk rumah sakit (bulan Oktober 2012), pasien mengeluh mata kanan tiba-tiba tidak bisa melihat dan kepala sering terasa pusing. Pasien kemudian memeriksakan diri ke dokter mata di RS Dr Yap, pasien didiagnosis obstruksi a.ophtalmica dan ablasi retina. Pasien kemudian memeriksakan diri ke RSS, kemudian pasien menjalani rawat inap. Pada tanggal 12 November dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala, kemudian dilakukan pemeriksaan arteriografi pada tanggal 19 Desember 2012. Hasil pemeriksaan arteriografi: sinus transversus sampai vena jugularis sinistra tidak terisi, cabang a.carotis dextra et sinistra termasuk a.ophtalmica baik. Pemeriksaan dilanjutkan dengan MRA pada tanggal 29 Januari 2013, hasilnya adalah kolaps sinus transversus sinistra sampai v.jugularis interna sinistra. Pasien masuk ke RSS dan rawat inap untuk dilakukan trombolisis endovaskuler. Keadaan umum pasien baik, compos mentis. Pemeriksaan tanda vital: Tekanan darah 130/90, Nadi 88 x/menit, pernafasan 18 x/menit dan suhu 36 ºC. Thorax dan abdomen dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 26 Februari 2013 : Hb 13,3 mg/dL, AL 5730, AT 260.000/dL, SGOT 16 IU/dL, SGPT 16 IU/dL, kreatinin 1,05 mg/dL, BUN 15,7 mg/dL, albumin 4,18 g/dL, protein total 7,03 g/dL, PPT 12,1 detik, APTT 27,6 detik. Tanggal 27 Februari dilakukan tindakan DSA flushing. Dilakukan tindakan aseptik di daerah inguinal dextra dengan betadine dan alkohol 90%, OS ditutup dengan doek steril mulai dari dada atas sampai kaki kecuali daerah inguinal dextra. Dilakukan anestesi lokal dengan lidokain 10 cc, kemudian dilanjutkan puncture a.femoralis dextra dengan abbocath no 18 sampai darah 12 memancar. Mandrine dilepas digantikan guide wire pendek sampai di bifurcatio aorta, sheat abbocath dilepas sehingga tinggal sheat yang terpasang. Dilakukan flushing pada extended tube sampai jernih. Dimasukkan kateter vertebra yang di dalamnya sudah terisi guide wire ke arah a.carotis dextra. Guide wire dilepas, dilakukan kontras arteriografi. Cabang-cabang a.carotis interna baik namun pada fase vena, sinus transversus sinistra sampai v.jugularis sinistra tidak tampak terisi. Dilakukan flushing secukupnya kemudian kateter dipindah ke percabangan a.vertebralis dextra yang masih tampak baik, dilakukan flushing secukupnya. Kateter dipindah ke a.carotis communis sinistra, dilakukan flushing, kemudian kontras arteriografi, tampak cabang-cabang a.carotis sinistra baik, sinus transversus sinistra samar-samar terisi. Flushing diteruskan secukupnya kemudian kateter dipindahkan ke a.vertebralis sinistra. Dilakukan flushing dan kontras arteriografi, cabang-cabang a.vertebralis sinistra baik, pada fase vena tampak sinus transversus sinistra mulai terisi, demikian juga v.jugularis sinistra. Flushing diteruskan secukupnya kemudian dilakukan kontras arteriografi kontrol. Tampak sinus transversus dan vena jugularis sinistra terisi lebih baik. Hasil follow up pasien paska terapi trombolisis endovaskuler adalah pada penglihatan mata kanan sudah tampak ada samar-samar bayangan benda, namun masih belum bisa melihat dengan jelas. 13 BAB IV PEMBAHASAN Laporan kasus ini menampilkan pasien laki-laki usia 48 tahun yang datang ke RS Sardjito dengan keluhan penglihatan mata kanan berkurang. Pasien memeriksaakan ke RS mata di Jogjakarta, didiagnosis obstruksi a.ophtalmica dan ablasio retina. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan arteriografi dengan hasil sinus transversus sampai vena jugularis sinistra tidak terisi, cabang a.carotis dextra et sinistra termasuk a.ophtalmica baik. Pemeriksaan dilanjutkan dengan MRA, hasilnya adalah kolaps sinus transversus sinistra sampai v.jugularis interna sinistra. Pasien kemudian dilakukan trombolisis endovaskuler. Trombosis sinus serebral merupakan kelainan yang jarang dengan manifestasi yang beragam. CSVT berhubungan dengan angka kematian berkisar antara 20-50% pada penelitian sebelumnya. Adanya MR venography menjadikan manifestasinya luas, dari sindrom seperti pseudotumor jinak sampai koma. Angka kematian CSVT berkisar 11-30%, sehingga prognosisnya tidak semuanya buruk.4 Terapi yang diterima secara luas untuk CSVT adalah antikoagulan sistemik dengan heparin atau heparinoid. Antikoagulan dipercaya bermanfaat karena kemampuan untuk mencegah perkembangan bekuan darah selanjutnya. Tidak diketahui apakah pengobatan ini akan mencegah perkembangan penyakit pada semua pasien, mengingat variabilitas dan jalannya penyakit yang tidak terduga.4,15 Pemberian trombolitik menunjukkan cara alternatif yang bisa digunakan untuk pasien yang progresif meskipun sudah diberikan antikoagulan yang adekuat, perdarahan parenkim masif untuk mengurangi dosis antikoagulan sistemik, yang mempunyai faktor prognosis jelek pada keadaan pasien dan pada keadaan dengan perjalanan yang tidak bisa diprediksi yang berpotensi memburuk. Angiografi serebral dapat dipertimbangkan untuk trombolisis selektif atau intervensi endovascular seperti aspirasi trombus dan pengambilan pecahan trombus. Apakah trombolisis aman dan berkhasiat masih harus ditentukan, tapi bukti yang ada dari beberapa penelitian tampaknya menguntungkan. Terapi 14 trombolitik harus digunakan dalam evaluasi cepat untuk risiko pendarahan. Manajemen cepat tim respon multidisiplin, termasuk intervensi, ahli jantung, ahli saraf, ahli radiologi, dan mungkin neurointerventionalist, diwajibkan untuk memfasilitasi pencitraan pertama dan perawatannya.16 Sejumlah artikel terbaru telah merinci aspek teknis dari sistem kateter rheolytic dan cara pengoperasiannya.Secara ringkas, perangkat AngioJet LF140 terdiri dari kateter 5F panjang 140 cm double lumen melewati guide wire 0,018 atau 0,014 inci. Semakin kecil lumen adalah semakin tinggi tekanan yang dihasilkan, kecepatan aliran salin yang menuju ujung kateter melalui pompa eksternal tinggi. Sistem kateter memiliki bagian yang bergerak yang bisa mengenai dinding pembuluh darah. Satu kantong salin 1000 mL mengandung 5000 U heparin berfungsi sebagai reservoir untuk pancaran cairan. Salin yang keluar dari ujung kateter dengan kecepatan 50 mL/menit melalui pancaran kecil diarahkan retrograde. Sebuah gradien tekanan negatif dikembangkan, menciptakan efek Venturi yang berfungsi untuk memecah trombus dan partikel debris ke dalam kantong disposibel. Mekanisme sistem pemompaan dimodulasi untuk memastikan operasi isovolumik. Sistem ini digerakkan oleh pedal kaki. Titik akhir pengopaerasian sistem kateter rheolitik adalah hasil angiografi yang memuaskan atau kemungkinan yang lain ketika 1000 ml salin habis pada akhir dari 15 menit waktu aktivasi kumulatif.15 Trombolisis endovaskuler bisa dilakukan dengan pemberian enzim trombolitik, sering urokinase ke dalam sinus terkadang dikombinasi dengan trombo-aspirasi mekanis. Laporan kasus yang dipublikasikan masih sangat terbatas dan merupakan penelitian tanpa kontrol, sehingga hal itu tidak mungkin membuat kesimpulan bahwa hasil yang berhubungan dengan trombolisis endovaskuler lebih superior dibandingkan heparin sistemik. Sampai didapatkan fakta-fakta yang lebih baik, trombolisis endovaskuler bisa diterapkan pada center yang terdapat staf berpengalaman di bidang radiologi intervensi dan metode terapi ini dibatasi pada pasien dengan prognosis jelek. 15 BAB V KESIMPULAN Dilaporkan pasien laki-laki usia 48 tahun dengan diagnosis trombosis sinus transversus sinistra. Diagnosis dilakukan melalui beberapa pemeriksaan diantaranya MRA dan arteriografi dengan hasil adanya trombosis / kolaps sinus transversus sinistra, kemudian dilanjutkan dengan terapi trombolisis endovaskuler. Trombosis di sinus transversus merupakan bagian dari trombosis sinus serebralis. Kasus ini jarang, mempunyai gejala yang bervariasi dan sering berakibat fatal. Peran radiologi dalam diagnosis adalah penting karena semakin cepat diagnosis semakin cepat dalam penanganan. Terapi trombolisis endovaskuler atau flushing merupakan terapi yang masih jarang dilakukan, dengan memberikan agen trombolitik untuk melisiskan klot secara cepat muncul sebagai modalitas terapi, menggunakan pendekatan neuroradiologi intervensional untuk mengantarkan agen secara lokal ke tempat trombosis. 16 DAFTAR PUSTAKA 1. Kuehnen J, Schwartz A, Nef W, Hennerici M. Cranial Nerve Syndrome in thrombosis of the transverse/sigmoid sinuses. Brain 1998; 121: 381-8. 2. Kimber J. Cerebral sinus venous thrombosis. Q J Med 2002; 95: 137-42. 3. Poon CS, Chang JK, Swarnkar K, Johnson MK, Wasenko J. Radiologic Diagnosis of Cerebral Venous Thrombosis: Pictorial Review. AJR 2007; 189: 64-75. 4. Kamal AK. Thrombolytic therapy in Cerebral Venous Sinus Thrombosis. J Pac Med Assoc 2006; 56: 538-40. 5. Anonymous. Cerebral venous sinus thrombosis. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki. Diakses tanggal 27 Juni 2013. 6. Leach JL, Fortuna RB, Jones BV, Shipley MFG. Imaging of Cerebral Venous Thrombosis: Current Techniques, Spectrum of Findings, and Diagnostic Pitfalls. RSNA 2006; 26: 19-42. 7. Stam J. Current Concepts, Thrombosis of the Cerebral Veins and Sinuses. N Engl J Med 2005; 352: 1791-8. 8. Dalgic A, Secer M, Ergungor F, Okay O, Akdag R, Ciliz D. Dural sinus thrombosis following head injury: report of two case and review of litherature. Turkish Neurosurgery 2008; 18: 70-7. 9. McElveen WA, Lutsep HL. Cerebral Venous Thrombosis. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 26 Agustus 2013. 10. Saposnik G, Barinagarrementeria F, Brown RD, Bushnell CD, Cucchiara B, Cushman M, et al. Diagnosis and Management of Cerebral Venous Thrombosis A Statement for Healthcare Professionals From the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke 2011; 42: 115892. 11. Irimia P, Asenbaum S, Brainin M, Chabriat H, Vila EM, et al. Use of imaging in c erebrovascular disease. European Handbook of Neurological Management: Volume 1, 2nd Edition, 2011 Blackwell publishing Ltd. 17 12. Simons B, Nijeholt GL, Smithuis R. Cerebral venous thrombosis. Diunduh dari http://radiologyassistant.nl/en/p4befacb3e4691. Diakses tanggal 27 Juni 2013. 13. Gupta A, Nair S, Scheweitzer AD, Kishore S, Johnson CE, et al. Neuroimaging of Cerebrovascular Disease in the Aging Brain. Aging and Disease 2012; 3: 414-25. 14. Rahman M, Velat GJ, Hoh BL, Mocco J. Direct thrombolysis for cerebral venous sinus thrombosis. Neurosurg Focus 2009; 27: 1-8. 15. Opatowsky MJ, Morris PP, Regan JD, Mewborne JD, Wilson JA. Rapid Thrombectomy of Superior Sagittal Sinus and Transverse Sinus Thrombosis with a Rheolytic Catheter Device. Am J Neuroradiol 1999; 20: 414-17. 16. Lin CF, Chu KC, Wang YM. Acute ischemic stroke after percutaneus cardiac intervention in an elderly patient. International Journal of Gerontology 2010; 4: 43-7. 18 LAMPIRAN Gambar 1. Anatomi sinus vena serebral. (Diambil dari Simons B, Nijeholt GL, Smithuis R. Cerebral venous thrombosis. Diunduh dari http://radiologyassistant.nl/en/p4befacb3e4691) Gambar 2. 19 MIP image from contrast-enhanced MR venography, with a color overlay, demonstrates the superior dural sinuses. They include the superior sagittal sinus (green), inferior sagittal sinus (light blue), straight sinus (dark purple), confluence of the sinuses (orange), transverse sinuses (dark blue), and sigmoid sinuses (yellow). The internal jugular veins and bulbs (light purple) also are depicted. (2) Lateral MIP image from contrast-enhanced MR venography, with editing of the deep veins to improve the visibility of the ascending veins that drain into the superior sagittal sinus from the lateral hemispheric cortex (the frontopolar [1], anterior frontal [2], and posterior frontal [3] veins; Trolard vein [superior anastomotic vein] [4]; and anterior parietal veins [5]) and the larger named veins on the lateral surface of the cerebrum (the superficial sylvian vein [superficial middle cerebral vein] [6], which typically drains into the sphenoparietal sinus or the cavernous sinus, and the Labbe´ vein [7], which drains into the transverse sinus). The relative luminal diameters of the Trolard vein, Labbe´ vein, and superficial sylvian veins are reciprocal. (Diambil dari: RadioGraphic 2006; 26: 19-43) Gambar 3. Dense clot sign. (Diambil dari Simons B, Nijeholt GL, Smithuis R. Cerebral venous thrombosis. Diunduh dari http://radiologyassistant.nl/en/p4befacb3e4691) 20 Gambar 4. Empty delta sign (Diambil dari: Simons B, Nijeholt GL, Smithuis R. Cerebral venous thrombosis. Diunduh dari http://radiologyassistant.nl/en/p4befacb3e4691). Gambar 5. Trombosis vena serebral pada anak perempuan lima tahun dengan mastoiditis. (Diambil dari RadioGraphics 2006; 26: 19-43). 21 Gambar 6. Pemeriksaan MRI di RS Bethesda. 22 Gambar 7. Pemeriksaan MRI. 23 Gambar 8. Hasil pemeriksaan CT Scan kepala. 24 Gambar 9. Hasil pemeriksaan CT Angiografi kepala. 25