Kajian biologi reproduksi ikan selanget (Anodontostoma selangkat

advertisement
3
2.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Struktur Morfologis
2.1.1. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah
sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Clupeiformes
Famili
: Clupeidae
Genus
: Anodontostoma
Spesies
: Anodontostoma selangkat (Bleeker 1852)
Nama Internasional
: Indonesian gizzard shad
Nama Lokal
: Ikan selanget (Jakarta); Pendem, Slamat, Lakar (Jawa);
Bandring, Jangan (Madura); Pias (Bagan Siapi-api)
Gambar 1. Ikan Selanget (A. selangkat Bleeker 1852)
Dokumentasi pribadi (2010)
4
Menurut Bleeker (1852) in FAO (1974) nama ilmiah lain dari ikan
selanget adalah Anodontostoma chacunda. A. selangkat ini masih dalam satu
genus dengan A. chacunda dan memiliki kesamaan biologi.
2.1.2. Struktur morfologis
Ikan selanget memiliki ciri-ciri morfologi tubuh hampir pipih oval dan
terdapat bintik hitam besar pada belakang tutup insang. Duri dorsal (total): 0, duri
Anal: 0, jari lunak Anal: 22 - 28. Sisik bersifat sikloid, mulut inferior, maxilla
lurus, tipis dan meruncing. Badan kedalaman meningkat dengan ukuran ikan,
supra rahang kedua belat belaka. Tulang tapis insang 100 - 166, tulang tapis
insang terpanjang pada lengkung bawah lebih pendek dari filamen insang. Gigi
pada tepi belakang lebih renggang. Panjang tubuh maksimum baik pada jantan
maupun betina mencapai 18 cm (www.marinespecies.org).
2.2.
Habitat, Penyebaran dan Siklus hidup
Ikan selanget hidup di dasar perairan pantai dan estuari dengan
gerombolan yang tidak terlalu besar, makanannya organisme dasar dan detritus
dengan makanan utama Bacillariophyceae (Ravita 2004). Ikan selanget umumnya
hidup di pesisir lautan, kadang-kadang naik ke perairan sungai dan ke zona pasang
surut (Russel dan Hoiston 1989). Oleh karena tergolong ikan demersal maka
penangkapannya menggunakan purse seine, payang, jermal, jaring insang dan
pukat tepi serta jaring dogol.
Iklim lingkungan yang cocok untuk ikan selanget ialah iklim tropis.
Distribusi dari ikan ini menyebar di seluruh perairan laut Indonesia bahkan hingga
Laut Cina Selatan kecuali perairan pantai Indonesia bagian selatan yang terletak di
utara Australia. Menurut IUCN status selanget masih belum dievaluasi (not
evaluated/N.E.) (FAO 1974).
Ikan selanget ini termasuk dalam golongan anadromus (beruaya untuk
melakukan pemijahan) (Potts & Wooton 1984) sehingga larva ikan selanget ada di
sekitar hutan mangrove begitu pula dengan keberadaan juvenil ikan selanget
namun ikan dewasa dapat ditemukan di laut.
5
2.3.
Aspek Biologi Reproduksi
2.3.1. Nisbah kelamin
Nisbah kelamin menggambarkan keseimbangan jenis kelamin antara
jantan dan betina yang ada di suatu perairan. Rasio antara jantan dan betina yang
ideal ialah 1:1 yang berarti 50% jantan dan 50% betina (Ball & Rao 1984).
Penyimpangan dari rasio tersebut disebabkan karena perbandingan tingkah laku
antara jantan dan betina, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya.
Nisbah kelamin dapat dipakai untuk menduga keberhasilan pemijahan,
yaitu dengan melihat keseimbangan jumlah jantan dan betina di suatu perairan
(Effendie 1997). Menurut Anwar (2005) ikan selanget A. chacunda di perairan
Pantai Mayangan, Pamanukan, Subang Jawa Barat nisbah kelamin antara ikan
jantan dan betina tidak seimbang, yaitu 1,31 : 1 (55,66% berbanding 43.34%).
2.3.2. Ukuran pertama kali matang gonad
Ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad berbeda-beda setiap
spesies baik antara jantan ataupun betina. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Lagler et al. (1977) menyatakan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi waktu pertama kali ikan mencapai matang gonad yaitu faktor
dalam dan faktor luar. Faktor dalam antara lain perbedaan spesies, umur dan
ukuran serta sifat-sifat fisiologis ikan tersebut seperti kemampuan beradaptasi
terhadap lingkungannya. Faktor luar adalah makanan yang tesedia di dalam
perairan, suhu dan arus perairan, adanya individu yang berjenis kelamin berbeda
dan ada tempat berpijah yang sesuai.
2.3.3. Waktu pemijahan
Waktu pemijahan dapat dilihat dari nilai tingkat kematangan gonad, indeks
kematangan gonad dan indeks hepatosomatik. Puncak nilai tingkat kematangan
gonad, indeks kematangan gonad dan penurunan nilai indeks hepatosomatik pada
waktu tertentu maka itulah yang menjadi puncak waktu pemijahan.
Indeks kematangan gonad (IKG) ini digunakan untuk membedakan
kematangan gonad berdasarkan berat tubuh. Indeks gonadosomatik ini akan
6
meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi
pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG akan lebih besar daripada ikan jantan. Nilai
IKG ini dapat juga dihubungkan dengan nilai TKG yang pengamatannya
berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad. Perbandingan akan tampak
hubungan antara perkembangan di dalam dengan di luar gonad atau dengan kata
lain nilai-nilai morfologi dikuantitatifkan. Hal ini pun terjadi bergantung pada
macam dan pola pemijahan (Effendie 1997). Nilai IKG ikan selanget betina lebih
besar daripada jantan A. chacunda di perairan Pantai Mayangan, Pamanukan,
Subang Jawa Barat.
Nikolsky (1969) menyatakan bahwa gonad semakin berkembang seiring
dengan meningkatnya tingkat kematangan gonad. IKG akan terus meningkat dan
mencapai nilai tertinggi pada saat mencapai TKG IV kemudian menurun setelah
ikan melakukan pemijahan (TKG V). Hal ini dikarenakan ikan telah
mengeluarkan semua telurnya sewaktu terjadi pemijahan. Pernyataan ini didukung
oleh pernyataan Effendie (1997) bahwa berat gonad akan mencapai maksimum
saat ikan memijah. Kemudian menurun kembali secara cepat selama
berlangsungnya pemijahan hingga pemijahan selesai.
Indeks hepatosomatik merupakan suatu indeks yang menggambarkan
cadangan energi yang ada pada tubuh ikan sewaktu ikan mengalami
perkembangan kematangan gonad. Hubungan antara indeks hepatosomatik
dengan indeks gonadosomatik berbanding terbalik (Cek 2001).
Effendie (1997) dalam biologi perikanan menyatakan bahwa pencatatan
perubahan-perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlukan untuk
mengetahui ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi. Berdasarkan pengetahuan
tahap kematangan gonad ini juga akan diperoleh keterangan bilamana ikan itu
akan memijah, baru memijah dan atau sudah memijah. Ukuran ikan untuk pertama
kali matang gonad ada hubungannya dengan pertumbuhan ikan itu sendiri dan
faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Persentase komposisi kematangan gonad pada setiap saat dapat dipakai
untuk menduga terjadinya pemijahan. Ikan yang mempunyai satu musim
pemijahan yang pendek dalam satu tahun akan ditandai dengan peningkatan
persentase tingkat kematangan gonad yang tinggi pada setiap akan mendekati
7
musim pemijahan. Ikan yang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun akan
didapatkan komposisi tingkat kematangan gonad terdiri dari berbagai tingkat
dengan persentase yang tidak sama pada setiap pengambilan contoh. Persentase
yang tinggi dari kematangan gonad yang besar merupakan puncak pemijahan
walaupun pemijahannya sepanjang tahun (Effendie 1997).
2.3.4. Potensi reproduksi
Setiap ikan memiliki potensi reproduksi dalam daur hidupnya. Potensi
reproduksi ini dapat dilihat dari jumlah telur yang dikeluarkan ikan dalam proses
pemijahan (fekunditas). Fekunditas secara tidak langsung menggambarkan jumlah
anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan pada
umur-umur tertentu. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan satu mata rantai
penghubung antara satu generasi dengan generasi berikutnya.
Nikolsky (1969) menyatakan bahwa jumlah telur yang ada pada ovari ikan
dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total.
Fekunditas individu hanya bisa diterapkan pada ikan yang melakukan pemijahan
satu kali dalam satu tahun sedangkan untuk ikan yang mengadakan pemijahan
beberapa kali dalam satu tahun akan sulit diterapkan fekunditas individu ini.
Fekunditas total ialah jumlah telur yang dihasilkan selama hidup. Fekunditas
relatif ialah jumlah telur per satuan panjang atau berat (Effendie 1997).
Fekunditas ikan berhubungan erat dengan lingkungannya karena
lingkungan dapat mempengaruhi perumbuhan panjang dan berat ikan. Perubahan
fekunditas berhubungan dengan ketesediaan makanan. Pada umumnya individu
yang cepat pertumbuhannya fekunditasnya pun lebih tinggi dibandingkan dengan
ikan yang lambat pertumbuhannya pada ukuran yang sama (Anwar 2005).
Menurut Royce (1972) jumlah telur yang dihasilkan oleh ikan laut dikatakan
tinggi bila mencapai 1.000.000 butir telur dalam sekali memijah.
Ikan yang tua dan besar umumnya memiliki fekunditas relatif lebih kecil
dan fekunditas relatif lebih tinggi dibandingkan dengan fekunditas individu.
Fekunditas relatif akan menjadi maksimum pada ikan-ikan yang masih muda.
Potensi reproduksi ikan selanget A. chacunda di perairan Pantai Mayangan,
Pamanukan, Subang Jawa Barat berkisar 125.083 - 1.828.222 butir (Anwar 2005).
8
2.3.5. Pola pemijahan
Pola pemijahan dapat diketahui melalui nilai penyebaran diameter telur
yang dapat diamati pada gonad TKG IV betina. Brown (1957) menyatakan bahwa
frekuensi pemijahan dapat diduga berdasarkan penyebaran diameter telur ikan
pada gonad yang sudah matang yaitu dengan melihat modus penyebarannya
sedangkan lama pemijahan dapat diduga dari frekuensi ukuran diameter telur.
Ovarium yang berisi telur masak berukuran sama menunjukkan waktu pemijahan
yang pendek, sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus
ditandai oleh banyaknya diameter telur yang berbeda dalam setiap ovarium
(Gromann 1982). Semakin berkembang gonad itu, telur yang terkandung
didalamnya semakin membesar diameternya. Hal ini disebabkan hasil dari
pengendapan kuning telur dan pembentukan butir-butir minyak berjalan secara
bertahap dalam perkembangan tingkat kematangan gonad. Sebaran diameter telur
pada tiap kematangan gonad akan mencerminkan pola pemijahan ikan tersebut.
Beberapa jenis ikan komersial dari Laut Jawa telah dilakukan penelitian
pendahuluan pola pemijahan berdasarkan pola penyebaran diameter telurnya
(Effendie 1997).
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa perkembangan gonad ikan
betina selain dilihat hubungan antara IKG dan TKG dapat dihubungkan juga
perkembangan diameter telur yang dikandung dari hasil pengendapan kuning telur
selama proses vitellogenesis. Berdasarkan hubungan ini akan didapatkan ukuran
diameter terbesar pada waktu akan terjadi pemijahan sebagai ukuran telur yang
masak ikut dalam pemijahan. Dari hasil telur masak dalam komposisi ukuran telur
secara keseluruhan maka dapat menduga pola pemijahan ikan tersebut (Effendie
1997). Pola pemijahan ikan selanget A. chacunda di perairan Pantai Mayangan,
Pamanukan, Subang Jawa Barat bertipe total (total spawning).
Download