Attribution theory

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2. 1
Landasan Teori
2. 1.1 Teori Hubungan (Attribution theory)
Menurut Robbins dalam buku yang berjudul “perilaku organisasi” yang
diterjemahkan oleh Tim Index (2008:177) dikemukakan untuk mengembangkan
penjelasan tentang cara-cara kita menilai individu secara berbeda, bergantung pada arti
yang kita hubungkan dengan perilaku tertentu. Pada dasarnya, teori ini mengemukakan
bahwa ketika mengobservasi perilaku seorang individu, kita berupaya untuk menentukan
apakah perilaku tersebut disebabkan secara internal atau eksternal. Namun sebagian
besar penentuan tersebut bergantung pada tiga faktor:
1. Kekhususan
2. Konsensus
3. Konsistensi
Kekhususan merujuk pada apakah seorang individu memperlihatkan perilakuperilaku berbeda dalam situasi-situasi yang berbeda. Apakah karyawan yang datang
terlambat hari ini juga merupakan sumber komitmen secara tetap? Bila ya, si pengamat
cenderung memberi perilaku tersebut suatu hubungan eksternal. Apabila tindakan ini
sudah biasa, tindakan ini mungkin akan dinilai sebagai hubungan internal.
Apabila semua individu yang menghadapi situasi serupa merespons dalam cara
yang sama, kita bisa berkata bahwa perilaku tersebut menunjukan konsensus. Perilaku
karyawan yang didiskusikan tersebut akan sesuai dengan kriteria ini apabila semua
10
karyawan yang mengambil rute yang sama menuju tempat kerja juga terlambat. Dari
perspektif hubungan, apabila konsensus tinggi, diharapkan untuk memberikan hubungan
eksternal untuk keterlambatan karyawan tersebut. Sementara apabila karyawan lainnya
yang mengambil rute yang sama bisa tepat waktu ke tempat kerja, kesimpulannya
tentang sebab tersebut adalah hubungan internal. Dalam konsistensi menunjukkan
bahwa semakin konsistensi perilaku, semakin besar kecenderungan pengamat untuk
menghubungkannya dengan sebab-sebab internal.
2. 1.2 Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor dalam dalam buku Robbins yang berjudul “perilaku
organisasi” yang diterjemahkan oleh Tim Index (2008:225) mengemukakan dua
pandangan nyata mengenai manusia: pandangan pertama pada dasarnya negatif, disebut
teori X, dan yang kedua pada dasarnya positif, disebut teori Y. Setelah mengkaji cara
para manajer berhubungan dengan para karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa
pandangan manajer mengenai sifat manusia didasarkan atas beberapa kelompok asumsi
tertentu dan bahwa mereka cenderung membentuk perilaku mereka terhadap karyawan
berdasarkan asumsi-asumsi tersebut.
Menurut teori X, empat asumsi yang dimiliki oleh manajer adalah:
1. Karyawan pada dasarnya tidak menyukai pekerjaan dan sebisa mungkin berusaha
untuk menghindarinya.
2. Karena karyawan tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dipakai, dikendalikan
atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan-tujuan.
11
3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari perintah formal bila
mungkin.
4. Sebagian karyawan menempatkan keamanan diatas semnua faktor lain terkait
pekerjaan dan menunjukkan sedikit ambisi.
Bertentangan dengan pandangan-pandangan negatif mengenai sifat-sifat manusia dalam
teori X, McGregor menyebutkan empat asumsi positif yang disebutnya teori Y:
1. Karyawan menganggap kerja sebagai hal yang menyenangkan seperti halnya
istirahat atau bermain
2. Karyawan akan berlatih mengendalikan diri dan emosi untuk mencapai berbagai
tujuan
3. Karyawan bersedia belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab.
4. Karyawan mampu membuat berbagai keputusan inovatif yang diedarkan ke
seluruh populasi, dan bukan hanya bagi mereka yang menduduki posisi
manajemen.
2. 1.3 Auditing
2.1.3.1 Pengertian Audit
Definisi audit menurut Elder, Beasley, Arens dan Jusuf dalam buku yang
berjudul “Jasa Audit dan Assurance” yang diterjemahkan oleh Desti Fitriani (2011:4)
adalah sebagai berikut: “Audit adalah pengumpulan dan evaluasi bukti mengenai
informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen.”
12
Pengertian auditing menurut Mulyadi (2010:9) adalah sebagai berikut:
adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,
dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada
pemakai yang berkepentingan.
Berikut ini beberapa karakteristik dalam pengertian auditing menurut Agoes (2012:45)
sebagai berikut:
1. Informasi yang dapat diukur dan kriteria yang telah ditetapkan.
Dalam proses pemeriksaan, kriteria-kriteria informasi yang diperlukan harus
ditetapkan dan informasi tersebut dapat diverifikasi kebenarannya untuk
dijadikan bukti audit yang kompeten. Kriteria yang telah ditetapkan bisa berupa
PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan)
2. Entitas ekonomi (Economy Entity).
Proses pemeriksaaan harus jelas dalam hal penerapan kesatuan ekonomi dan
periode waktu yang diaudit. Kesatuan ekonomi ini sesuai dengan entity theory
dalam ilmu akuntansi yang menguraikan posisi keuangan suatu perusahaan
secara tegas dengan posisi keuangan pemilik perusahaan tersebut.
3. Aktivitas mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti
Proses pemeriksaan selalu mencakup aktivitas menyimpulkan dan mengevaluasi
bukti yang dianggap kompeten dan relevan dengan proses pemeriksaan yang
sedang dilakukan. Aktivitas tersebut diawali dari penentuan jumlah bukti yang
diperlukan sampai pada proses evaluasi atau penilaian kelayakan informasi
dalam pencapaian sasaran kegiatan audit.
13
4. Independensi dan kompetensi auditor pelaksana
Auditor pelaksana harus
mempunyai
pengetahuan
audit
yang
cukup.
Pengetahuan (knowledge) itu penting untuk dapat memahami relevansi dan
keandalan informasi yang diperoleh. Selanjutnya, informasi tersebut menjadi
bukti yang kompeten dalam penentuan opini audit. Agar opini publik tidak biasa,
pihak auditor dituntut untuk bersikap bebas (independen) dari kepentingan
manapun. Independensi adalah syarat utama agar laporan audit objektif.
5. Pelaporan Audit
Hasil aktivitas pemeriksaan adalah pelaporan pemeriksaan itu. Laporan audit
berupa komunikasi dan ekspresi auditor terhadap objek yang diaudit agar laporan
atau ekspresi auditor tadi dapat dimengerti.
2. 1.3.2 Jenis-jenis Audit
Berbagai Jenis audit menurut Agoes (2012:46)
1. Financial atau General Audit
Financial atau general audit dilaksanakan untuk menentukan apakah
seluruh laporan keuangan (informasi yang diuji) telah dinyatakan sesuai dengan
kriteria tertentu. Umumnya kriteria tersebut adalah pernyataan standar akuntansi
keuangan walaupun dimungkinkan untuk melaksanakan audit atas laporan
keuangan yang dibuat dengan metode kas tau metode akuntansi lain yang cocok
bagi organisasi tersebut. Laporan keuangan mencakup neraca, laba rugi, laporan
perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.
14
Dalam menentukan apakah kualitas laporan keuangan disajikan secara
wajar (fair) sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, auditor melakukan
pengujian secara tepat untuk menentukan apakah laporan keuangan ini
mengandung salah saji yang disebabkan oleh kesalahan dalam mencatat atau
kesalahan yang disebabkan oleh faktor lainnya. Pendekatan audit terpadu
dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kesalahan, baik kesalahan yang
disebabkan munculnya risiko maupun lemahnya pengendalian internal.
2. Special Audit (Audit Khusus)
Audit khusus adalah audit yang dilakukan atas lingkup audit yang bersifat
khusus. Dengan demikian audit khusus yang bertujuan menilai kasus tidak
lancarnya pelaksanaan pembangunan dapat digunakan istilah audit khusus atas
ketidaklancaran pelaksanaan pembangunan. Berkaitan dengan audit khusus yang
bertujuan mengungkapkan kecurangan, digunakan istilah Audit Khusus atas
kecurangan. Audit khusus juga dapat dikatakan sebagai suatu audit pemeriksaan
terbatas (sesuai dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik independen. Pada akhir pemeriksaannya, auditor tidak perlu memberikan
pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat
yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa karena
prosedur audit yang dilakukan juga terbatas. Misalnya Kantor Akuntan Publik
diminta untuk memeriksa apakah terdapat kecurangan terhadap penagihan
piutang usaha di perusahaan.
15
Dalam hal ini, prosedur audit terbatas untuk memeriksa piutang,
penjualan dan penerimaan kas. Pada akhir pemeriksaan, Kantor Akuntan Publik
hanya memberikan pendapat apakah terdapat kecurangan atau tidak terhadap
pengihan piutang usaha di perusahaan. Jika memang ada kecurangan, berapa
besar jumlah dan bagaimana modus operandinya.
3. Information Technology (IT) Audit
Audit teknologi informasi (information technology-IT) atau Information
Systems (IS) audit adalah bentuk pengawasan dan pengendalian dari infrastruktur
teknologi informasi secara menyeluruh. Audit teknologi informasi ini dapat
berjalan bersama-sama dengan audit financial dan audit internal atau dengan
kegiatan pengawasan dan evaluasi lain yang sejenis. Pada mulanya, istilah ini
dikenal dengan audit pemrosesan data elektronik. Sekarang, audit teknologi
informasi secara umum merupakan proses pengumpulan dan evaluasi dari semua
kegiatan sistem informasi dalam perusahaan itu. Istilah lain dari audit teknologi
informasi adalah komputer audit yang banyak dipakai untuk menentukan apakah
sistem informasi perusahaan itu telah bekerja secara efektif dan integratif dalam
mencapai target organisasinya.
4. Social Environment Audit
Definisi audit Lingkungan menurut Kep. Men. LH 42/1994 adalah suatu
alat manajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik, terdokumentasi,
periodik, dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi sistem
manajemen dan peralatan dengan tujuan memfasilitasi kontrol manajemen
16
terhadap pelaksanaan upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian
pemanfaatan kebijakan usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundangundangan tentang pengolahan lingkungan.
5. Government Audit (Audit Sektor Publik)
Munurut Boynton (2001:16) dalam Agoes (2012:52) auditor pemerintah
adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas
pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang disajikan
oleh unit-unit organisasi atau entitas pemerintahan atau pertanggungjawaban
keuangan yang ditujukan pada pemerintah.
Kekayaan negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang
jumlahnya cukup besar. Pertanggungjawaban atau penggunaan dana untuk
penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung oleh suatu pengawasan
yang cukup andal guna menjamin pendistribusian dana yang merata pada semua
sektor publik. Dengan demikian efektivitas dan efisiensi penggunaan dana bisa
dipertanggungjawabkan. Hal ini tertuang dalam ketetapan Standar Audit-Aparat
Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA-SAFP) tahun 1996 oleh Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)dengan keputusan kepala
BPKP No. Kep. 378/K/1996.Secara garis besar, SA-SAFP mengacu pada standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia.
6. Compliance Audit
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah sudah menaati
peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan
17
oleh pihak internal perusahaan (manajemen, dewan komisaris) maupun pihak
eksternal (pemerintah, Bapepan-LK, Bank Indonesia, Direktorat Jendral Pajak,
dan lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan, baik oleh Kantor Akuntan Publik
maupun bagian internal audit.
Agoes (2004) mendefinisikan compliance audit sebagai pemeriksaan
untuk mengetahui apakah prosedur dan aturan yang telah ditetapkan otoritas
berwenang untuk ditaati oleh personel di organisasi tersebut. Compliance audit
biasanya
ditugaskan
oleh
otoritas
berwenang
yang telah
menetapkan
prosedur/peraturan dalam perusahaan sebagai hasil jenis audit ini tidak
dipublikasikan, tetapi untuk intern manajemen.
2. 1.3.3
Jenis-jenis Auditor (Pemeriksa)
Menurut Mayangsari dan Wandanarum (2013:12-13) pihak-pihak yang
melaksanakan pekerjaan audit terhadap tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian
ekonomi biasanya dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Pemeriksa Intern (Internal Auditor)
Pemeriksa intern adalah auditor yang berstatus karyawan atau pegawai
dari perusahaan yang mereka periksa. Mereka terlibat dalam kegiatan penilaian
yang independen yang disebut pemeriksaan intern yang dirancang untuk
membantu manajemen organisasi dalam melaksanakan tugasnya secara efektif.
18
2. Pemeriksaan Ekstern atau Auditor Independen (External/Independent
Auditor)
Auditor independen adalah auditor yang memiliki kualifikasi untuk
melaksanakan audit laporan keuangan, audit kepatuhan dan audit operasional.
Dua karakteristik auditor independen adalah (a) posisi mereka independen
terhadap klien dalam melaksanakan pekerjaan audit dan melaporkan hasil
auditing dan (b) untuk berpraktik mereka harus memperoleh ijin sebagai akuntan
publik.
3. Pemeriksa Pemerintah (Govermental Auditor)
Pemeriksa pemerintah adalah auditor professional yang bekerja di
instansi
pemerintah
yang
tugas
pokoknya
melakukan
audit
atas
pertanggungjawaban keuangan yang disajikan oleh unit-unit organisasi atau
entitas pemerintah atau pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada
pemerintah.
2. 1.4 Keputusan Bukti Audit
Menurut Elder, Beasley, Arens dan Jusuf dalam buku yang berjudul “Jasa Audit
dan Assurance” yang diterjemahkan oleh Desti Fitriani (2011:151-153) terdapat empat
jenis keputusan mengenai bahan bukti apakah yang harus diperoleh dan berapa banyak
harus dikumpulkan:
1. Prosedur pengauditan yang mana yang akan digunakan
2. Berapa ukuran sampel yang dipilih untuk prosedur tertentu
3. Unsur-unsur mana yang akan dipilih dari populasi
4. Kapan menjalankan prosedur tersebut
19
1. Prosedur Audit
Sebuah prosedur audit merupakan instruksi-instruksi terperinci yang
menjelaskan bahan bukti audit yang harus diperoleh selama melaksanakan
pengauditan. Merupakan hal yang umum untuk menyebutkan prosedur tersebut
secara terperinci dan jelas sehingga auditor dapat mengikuti instruksi-instruksi
yang diharuskan selama melakukan pengauditan.
2. Ukuran sampel
Setelah prosedur audit ditentukan, auditor dapat membedakan ukuran
sampel dari satu keseluruh unsur dalam populasi yang sedang diuji. Keputusan
mengenai berapa banyak unsur yang harus diuji harus dibuat oleh auditor utnuk
setiap prosedur audit. Ukuran sampel untuk prosedur tertentu dapat berbeda-beda
dari pengauditan yang satu dengan yang lainnya.
3. Pos-Pos yang Dipilih
Setelah menentukan sampel untuk suatu prosedur audit, auditor harus
menentukan unsur yang mana dalam populasi yang akan diuji. Jika auditor
memutuskan, misalnya untuk memilih 50 salinan cek dari populasi yang
berjumlah 6.600 sebagai perbandingan dengan jurnal pengeluaran kas, beberapa
metode berbeda dapat digunakan untuk memilih cek-cek khusus yang akan
diujikan. Auditor dapat (1) memilih satu minggu dan menguji 50 cek pertama,
(2) memilih 50 cek yang memiliki jumlah yang besar, (3) memilih cek-cek secara
acak, dan (4) memilih cek-cek yang menurut auditor kemungkinan terdapat
kesalahan. Atau, dapat pula digunakan kombinasi dari metode-metode tersebut.
20
4. Penetapan Waktu
Audit atas laporan keuangan biasanya mencakup suatu periode, misalnya
setahun. Biasanya, sebuah pengauditan tidak akan selesai hingga beberapa
minggu atau beberapa bulan setelah akhir tahun. Waktu pelaksanaan prosedur
audit dapat berbeda-beda dari periode akuntansi awal sampai lama setalah
periode akuntansi ini selesai. Sebagian penentuan waktu dipengaruhi oleh kapan
klien membutuhkan audit untuk diselesaikan. Dalam pengauditan atas laporan
keuangan, klien biasanya menginginkan pengauditan diselesaikan dalam satu
sampai tiga bulan setelah penutupan periode pembukuan. Bapepam-LK barubaru ini mengharuskan perusahaan-perusahaan publik melaporkan laporan
keuangan yang telah diaudit kepada Bapepam-LK dalam 60 sampai 90 hari
setelah penutupan periode pembukuan. Namun demikian, waku juga ditentukan
oleh kapan auditor yakin bahwa bahan bukti audit akan menjadi sangat efektif
dan kapan para staf audit tersedia. Sebagai contoh, auditor seringkali cenderung
untuk melakukan perhitungan fisik persediaan saat sedekat mungkin dengan
tanggal neraca. Prosedur audit umumnya mencakup ukuran sampel, unsur-unsur
yang akan dipilih dan waktu yang diperlukan untuk menjalankan prosedur audit
tersebut.
5. Program Audit
Daftar prosedur audit untuk sebuah area audit atau keseluruhan audit
dinamakan program audit. Program audit selalu memuat daftar prosedur audit
dan biasanya mencakup ukuran sampel, unsur-unsur yang akan diipilih dan
waktu untuk melaksanakan pengujian tersebut. Biasanya, terdapat sebuah
21
program audit, mencakup beberapa prosedur audit, untuk setiap komponen yang
diaudit.
Sebagian besar auditor menggunakan komputer untuk memudahkan
persiapan program audit. Aplikasi komputer yang paling sederhana menyangkut
pengetikan program audit di program pengolahan kata (word processing) dan
menyimpannya dari tahun ke tahun untuk memudahkan jika terjadi perubahan
dan pemutakhiran. Aplikasi yang lebih canggih menggunakan program yang
didesain khusus untuk membantu para auditor memikirkan keseluruhan
perencanaan audit dan memilih prosedur yang tepat dengan menggunakan
program perangkat lunak audit atau database perencanaan audit lainnya.
2. 1.5 Lokus Kendali (Locus of control)
Menurut Robbins dalam buku yang berjudul “perilaku organisasi” yang
diterjemahkan oleh Tim Index (2008:138) lokus kendali (locus of control) merupakan
tingkat dimana individu yakin bahwa mereka adalah penentu nasib mereka sendiri.
Internal (internals) adalah individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang
kendali kendali atas apapun yang terjadi pada diri mereka. Eksternal (externals) adalah
individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan oleh
kekuatan luar seperti keberuntungan atau kesempatan. Lokus kendali merupakan suatu
indikator evaluasi inti diri karena individu yang berpikir bahwa mereka kurang memiliki
kendali atas hidup mereka cenderung kurang memiliki kepercayaan diri. Sebagai contoh,
jika berpikir bahwa keberhasilan di sekolah ditentukan oleh guru atau faktor
keberuntungan semata, Anda mungkin tidak akan percaya mampu memperoleh nilai A
22
untuk semua mata pelajaran. Anda mungkin memiliki lokus kendali eksternal, dan
kemungkinan besar hal inilah yang mencerminkan evaluasi inti diri yang negatif.
2. 1.6 Turnover Intention (Keinginan Berpindah Kerja)
Dalam penelitian Syafrizal (2011) turnover intention (intensi keluar) adalah
kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya (Zeffane,
1994). Menurut Bluedorn dalam Grant (2001) dalam Syafrizal turnover intention adalah
kecenderungan sikap atau tingkat dimana seorang karyawan memiliki kemungkinan
untuk meninggalkan organisasi atau mengundurkan diri secara sukarela dari
pekerjaanya. Lebih lanjut dijelaskan Mobley, Horner dan Hollingsworthm (1978) dalam
Grant (2001) keinginan untuk pindah dapat dijadikan gejala awal terjadinya turnover
dalam sebuah perusahaan. Intensi keluar (turnover intention) juga dapat diartikan
sebagai pergerakan tenaga kerja keluar dari organisasi. Turnover dapat berupa
pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi, pemberhentian atau kematian
anggota organisasi.
2. 1.7 Kinerja (Performance)
Dalam penelitian Baskara dan Ika. S (2009) Performance atau kinerja merupakan
hasil dari perilaku anggota organisasi, dimana tujuan aktual yang dicapai adalah dengan
adanya perilaku. Kinerja adalah kerupakan hasil usaha sendiri dengan banyak faktor yang
mempengaruhinya. Menurut Lee (2000) dalam Kartika dan Wijayanti (2007) dalam
penelitian Baskara dan Ika. S (2009) bahwa orang akan menyukai pekerjaan mereka jika
mereka termotivasi untuk pekerjaan itu, dan secara psikologis bahwa pekerjaan yang
dilakukan adalah berarti, ada rasa tanggungjawab terhadap pekerjaan yang dilakukan dan
23
pengetahuan mereka tentang hasil pekerjaan akan meningkatkan motivasi, kepuasan dan
kinerja.
Dalam penelitian Febrina (2012) Performance bisa melibatkan perilaku abstrak
(supervisi, planning, decision making). Performance dibedakan menjadi dua, yaitu
performance individu dan organisasi. Performance individu adalah hasil kerja karyawan
baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah
ditentukan, sedangkan performance organisasi adalah gabungan antara performance
individu dan kelompok sehingga performance organisasi sangat tergantung pada
karyawannya.
2. 1.8 Komitmen organisasional
Menurut Robbins dalam buku yang berjudul “perilaku organisasi” yang
diterjemahkan oleh Tim Index (2008:100-101), komitmen organisasi didefinisikan
sebagai suatu keadaan di mana sesorang karyawan memihak organisasi tertentu serta
tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi
tersebut. Jadi, keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan
tertentu seorang individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti
memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.
Tiga dimensi komitmen organisasional adalah:
1. Komitmen afektif (affective commitment) perasaan emosional untuk
organisasi dan keyakinan dalam nilai-nilainya. Sebagai contoh seorang
karyawan Petco mungkin memiliki komitmen aktif untuk perusahaannya
karena keterlibatnnya dengan hewan-hewan.
24
2.
Komitmen berkelanjutan (Continuance commitment) nilai ekonomi yang
dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi bila dibandingkan dengan
meninggalkan organisasi tersebut. Seorang karyawan mungkin kepada
seorang pemberi kerja karena ia dibayar tinggi dan merasa bahwa
pengunduran diri perusahaan akan menghancurkan keluarganya.
3. Komitmen normatif (normative commitment) kewajiban untuk bertahan
dalam organisasi untuk alasan-alasan moral atau etis. Sebagai contoh
karyawan yang memplopori sebuah inisiatif baru mungkin bertahan dengan
seorang pemberi kerja karena ia merasa “meninggalkan seseorang dalam
keadaaan yang sulit” bila ia pergi.
2. 1.9
Dysfunctional Audit Behavior (Penyimpangan Perilaku Dalam Audit)
Menurut Otley dan Pierce (1996) dalam Febrina (2012) dysfunctional audit
behavior adalah perilaku auditor dalam proses audit yang tidak sesuai dengan program
audit yang telah ditetapkan atau menyimpang dari standar yang telah ditetapkan.
Perilaku ini merupakan reaksi terhadap lingkungan, misalnya controlling system.
Dalam penelitian Harini (2010) beberapa penyimpangan perilaku dalam audit
yang menurunkan kualitas audit secara langsung yaitu altering/replacement of audit
procedure dan premature sign off, sedangkan underreporting of time mempengaruhi
hasil audit secara tidak langsung. Pemerolehan bukti yang kurang, pemrosesan kurang
akurat, dan kesalahan dari tahapan-tahapan audit juga merupakan dampak dari
penyimpangan perilaku dalam audit.
Menurut
Otley
&
Peirce
(1996)
dalam
penelitian
Febrina
(2012)
Altering/replacing of audit procedure adalah pergantian prosedur dan penggantian
dengan langkah lain berpengaruh langsung terhadap hasil audit dan melanggar standar
25
profesional auditor. Premature sign off merupakan suatu keadaaan yang menunjukkan
auditor menghentikan satu atau beberapa langkah audit yang diperlukan dalam prosedur
audit tanpa menggantinya dengan langkah lain. Suatu proses audit sering gagal karena
penghapusan prosedur audit daripada prosedur audit tidak dilakukan secara memadai
untuk beberapa item.
Menurut Donelly et al (2003) dalam Wahyudin, Anisykurlillah, dan Harini
(2010), Under Reporting of time (URT) juga berpengaruh tidak langsung pada mutu
audit. URT terjadi ketika auditor melakukan tugas audit tanpa melaporkan waktu yang
sebenarnya. Menurut Kartika dan Wijayanti (2007) dalam Febrina (2012), URT
menyebabkan keputusan personel kurang baik, menutupi kebutuhan revisi anggaran, dan
menghasilkan time pressure untuk audit dimasa datang yang tidak diketahui.
Tabel 2.1 Pustaka Acuan
NO
Nama
Judul Penelitian
Peneliti
Variabel
Hasil Penelitian
Penelitian
Lokus
Annisa
Karakteristik
.
Fatimah
personal auditor independen:
(2012)
sebagai
Lokus
anteseden
Keinginan untuk kinerja
perilaku
berhenti bekerja, karyawan
memiliki
disfungsional
Tingkat kinerja pengaruh
yang
audit
Variabel
kendali,
1
keinginan
untuk
kendali, berhenti bekerja, dan
dan pribadi
pribadi
signifikan
terhadap
pengaruhnya
karyawan
perilaku
terhadap
Variabel
disfungsional. Ketiga
kualitas audit
Dependen:
variabel
Perilaku
berpengaruh
disfungsional
tidak langsung
di
atas
secara
26
dan
kualitas
hasil audit
terhadap kualitas hasil
audit
2
Agus
Analisis
Variabel
Locus
of
.
Wahyudin,
dysfunctional
independen:
berpengaruh
Indah,
audit behavior: External
Anisykurlilla
Sebuah
locus signifikan
control
terhadap
control, turnover intention dan
of
h, Dwi Harini pendekatan
Kinerja,
dysfunctional
audit
(2010)
karakteristik
Turnover
behavior tetapi tidak
personal auditor
intention
berpengaruh
signifikan
terhadap
Variabel
kinerja.
Variabel
dependen :
kinerja
tidak
dysfunctional
berpengaruh
audit behavior, signifikan
turnover intention dan
turnover
intention
terhadap
dan dysfunctional
kinerja
audit
behavior.
Variabel
turnover
intention
berpengaruh
signifikan
dysfunctional
terhadap
audit
behavior
3
Halil
Paino, Dysfunctional
.
Zubaidah
Audit
Ismail,
Behaviour: The Self-rated
control dan turnover
Malcolm
Effects
intentions
Smith (2011)
Employee
Locus of control berpengaruh
Performance,
dan
Turnover
intentions
Intentions
Variabel
Self-rated
Independen:
performance, locus of
of performance,
and
turnover signifikan
dysfunctional
terhadap
audit
behaviour
27
Locus of Control
Variabel
Self-rated
Dependen:
performance
Dysfunctional
berpengaruh
Audit Behaviour signifikan
dan Locus Of locus
Control
terhadap
of
control
sedangkan
turnover
intentions
tidak
berpengaruh terhadap
locus of control.
4.
Halil
Paino, Organizational
Organizational
Variabel
Azlan Thani and professional Independen:
commitment
and
berpengaruh
Syed commitment on
Iskandar
Organizational
negatif
and professional terhadap
dysfunctional
Zulkarnain SI audit behaviour
commitment
dysfunctional
audit
behavior
(2011)
Variabel
tetapi
professional
Dependen:
commitment
dysfunctional
berpengaruh terhadap
tidak
audit behavior, dysfunctional
dan
behavior,
organizational
professional
commitment
commitment
audit
tidak
berpengaruh terhadap
organizational
commitment
5.
Halil
Paino, Auditor
Variabel
Locus of control, self-
malcolm
Acceptance
of independen:
rated
performance
smith,
Dysfunctional
External
Zubaidah
Behaviour: An
of control, self- signifikan
Ismail (2012)
Explanatory
rated
locus berpengaruh
dysfunctional
terhadap
audit
28
Model
using performance,
behavior, sedangkan
Individual
Turnover
turnover
Factors
intention,
tidak
intention
berpengaruh
signifikan
terhadap
Variabel
dysfunctional
dependen:
behavior
audit
dysfunctional
audit behavior,
Locus of control tidak
organizational
berpengaruh
commitment,
signifikan
self-rated
organizational
performance,
commitment
dan
terhadap
Turnover turnover
intention
tetapi
dan
intention
berpengaruh
soignifikan
terhadap
self-rated
performance.
Self-rated
performance
berpengaruh
signifikan
terhadap
turnover intention dan
organizational
commitment,
29
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Locus of Control
Turnover
Intention
Penerimaan
Penyimpangan
Perilaku Dalam Audit
Kinerja
(Performance)
Komitmen
Organisasi
Sumber : Data diolah
2. 4
Pengembangan Hipotesis
Menurut Sugiyono (2012:99) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam
bentuk kalimat pertanyaan. Gambar diatas merupakan kerangka pemikiran dimana
terdapat variabel independen yaitu locus of control (X1), turnover intention (X2), kinerja
(X3), dan komitmen organisasi (X4) dan variabel dependen dalam penelitian ini yaitu
penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit (Y). Dalam penelitian ini, peneliti
hanya ingin mengetahui tingkat penerimaan penyimpangan perilaku dalam audit, bukan
pelaksanaannya secara aktual karena sikap auditor dalam menerima suatu perilaku
cenderung akan mempengaruhi perilakunya. Berdasarkan penelitian sebelumnya, yaitu
30
Wahyudin, Anisykurlillah, dan Harini (2010) dan penelitian yang dilakukan Febrina
(2012), para peneliti berasumsi bahwa auditor yang menerima penyimpangan perilaku
dalam audit akan berpotensi tinggi untuk melakukan perilaku ini. Selain itu, para
responden cenderung ragu-ragu untuk mengakui karena takut orang lain mengetahui
bahwa mereka telah melakukan penyimpangan perilaku dalam audit sehingga dapat
menyebabkan tidak adanya respon atau respon menjadi tidak valid.
2. 4.1 Pengaruh Locus of Control terhadap penerimaan penyimpangan perilaku
dalam audit
Locus of control di bagi menjadi 2, yaitu eksternal dan internal. Dalam penelitian
Pujaningrum & Sabeni (2012) memberikan bukti empiris bahwa locus of control
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan dysfunctional audit behavior.
Hasil penelitian ini berarti mendukung hasil penelitian Donnelly et. al., (2003). Hasil
penelitian Wahyudin, Anisyakurillah & Harini (2010) menjelaskan dan mengindikasikan
bahwa auditor yang memiliki internal locus of control yang tinggi, maka auditor
menunjukan kecenderungan yang rendah untuk mendukung dan menerima perilaku
disfungsional dalam audit. Individu dengan external locus of control mempunyai
keyakinan dalam dirinya bahwa ia tidak dapat mengendalikan hasil atau outcome dengan
usahanya sendiri. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang diinginkan mereka
lebih menerima dysfunctional audit behavior dan dianggap sebagai salah satu jalan
untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
31
H01 : Locus of control tidak berpengaruh terhadap penerimaan penyimpangan
perilaku dalam audit
Ha1 : Locus of control berpengaruh terhadap penerimaan penyimpangan
perilaku dalam audit
2. 4.2 Pengaruh Turnover Intention terhadap penerimaan penyimpangan
perilaku dalam audit
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Baskara dan Ika S (2009) menyatakan
bahwa turnover intention menunjukan adanya pengaruh positif yang signifikan terhadap
pengimpangan perilaku dalam audit. Dijelaskan juga bahawa auditor dengan niat untuk
meninggalkan organisasi yang cukup tinggi cenderung lebih menerima penyimpangan
perilaku dalam audit. Malone dan Roberts (1996) dalam Donnelly et al. (2003) yang
terdapat dalam pnelitian Pujaningrum & Sabeni (2012) menjelaskan bahwa auditor yang
memiliki keinginan untuk berpindah kerja lebih mungkin terlibat dalam perilaku
disfungsional, karena penurunan rasa takut dari kondisi yang terjadi bila hal tersebut
terdeteksi. Oleh karena itu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H02 : Turnover intention tidak berpengaruh terhadap penerimaan penyimpangan
perilaku dalam audit
Ha2 :Turnover intention berpengaruh terhadap penerimaan penyimpangan
perilaku dalam audit
32
2. 4.3 Pengaruh kinerja terhadap penerimaan penyimpangan perilaku dalam
audit
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujaningrum & Sabeni (2012) menyatakan
bahwa kinerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyimpanan perilaku dalam
audit. Dijelaskan juga bahwa auditor yang memiliki kinerja yang tinggi cenderung
memiliki penerimaan peyimpangan perilaku yang rendah. Dalam Penelitian Wahyudin,
Anisyakurillah & Harini (2010) di jelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kinerja
auditor, maka semakin rendah tingkat penerimaan auditor atas disfungsional audit dan
juga sebaliknya. Hal ini juga diperkuat oleh hasil penelitian Donnelly (2003) dalam
Wahyudin, Anisyakurillah & Harini (2010) yang menyatakan bahwa individu yang
tingkat kinerjanya di bawah standar memiliki kemungkinan lebih besar terlibat
penyimoangan perilaku dalam audit karena menganggap dirinya tidak mempunyai
kemampuan untuk bertahan dalam organisasi melalui diri sendiri. Dalam hal ini, peneliti
mengukur kinerja pribadi auditor bukan kinerja organisasi. Oleh karena itu, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H03 : Kinerja tidak berpengaruh terhadap penerimaan penyimpangan perilaku
dalam audit
Ha3 : Kinerja berpengaruh terhadap penerimaan penyimpangan perilaku dalam
audit
2. 4.4 Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Penerimaan penyimpangan
perilaku dalam audit
Donelly et al. (2003) dan Otley dan Pierce (1996) dalam Febrina (2012) telah
melakukan penelitian tentang hubungan komitmen organisasi dengan perilaku audit
33
disfungsional di Amerika dan Irlandia yang menunjukkan hubungan yang signifikan.
Selain itu, penelitian Paino, Ismail & Smith (2011) menjelaskan bahwa organisational
commitment berpengaruh negatif terhadap dysfunctional Audit Behavior. Dijelaskan
bahwa tingkat tinggi komitmen organisasi akan dikaitkan dengan penyimpangan
perilaku dalam audit. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk tetap mempertahankan
organisasi tempet mereka bekerja. Donnelly (2003) dalam Febrina (2012) membuktikan
adanya hubungan antara komitmrn organisasi dengan penyimpangan perilaku dalam
audit. Oleh karena itu, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H04 : Komitmen organisasi tidak berpengaruh terhadap penerimaan
penyimpangan perilaku dalam audit
Ha4: Komitmen organisasi berpengaruh terhadap penerimaan
penyimpangan perilaku dalam audit
34
Download