I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Menoupase didefinisikan oleh WHO sebagai penghentian menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktivitas folikular ovarium. Setelah 12 bulan amenorea berturut-turut, periode menstruasi terakhir secara retrospektif ditetapkan sebagai saat menopause (Kuncara, 2008). Menurut Manuaba (2009), fase menopause pada wanita merupakan waktu terhentinya menstruasi dengan perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin menonjol yang berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 5660 tahun. Wanita mengalami perubahan-perubahan hormon utama yang berasosiasi dengan menopause, satu diantaranya adalah penurunan nyata dalam estrogen. Untuk fungsi seksual, dampak besar pengurangan estrogen adalah keringnya vagina yang membuat aktivitas seksual tidak nyaman. Banyak wanita juga melaporkan berkurangnya dorongan seksual yang mengiringi menopause (McKhann, 2010). Angka harapan hidup di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 68,55 tahun, lalu semakin meningkat pada tahun 2009 menjadi 69,93 tahun, hingga 2 mencapai angka 70,61 tahun pada tahun 2012. Peningkatan angka harapan hidup menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan bangsa Indonesia serta menunjukkan adanya peningkatan pasangan usia lanjut, sehingga kesejahteraan dan kesehatannya menjadi penting. Adanya peningkatan usia harapan hidup meningkatkan jumlah wanita menopause di Indonesia dengan berbagai masalah kesehatan yang dihadapinya. Pada tahun 2000 jumlah wanita dengan usia diatas 50 tahun yang diperkirakan telah menopause mencapai 7,6% dari total penduduk (Baziad, 2003). Disfungsi seksual merupakan penurunan libido atau hasrat seksual pada seseorang atau lawan jenisnya, baik pria maupun wanita. Gangguan ini dapat terjadi karena berbagai hal, baik secara medis maupun psikologis, serta memberikan efek yang kurang baik terhadap keharmonisan hubungan suami istri (Manan, 2013). Wanita dapat kesulitan dengan aktivitas seksual, penurunan hasrat, ketidakmampuan mencapai orgasme, atau rasa nyeri dalam bersenggama. Insiden disfungsi seksual wanita postmenopause mencapai 80%, dari 833 wanita menopause usia 45-60 tahun ditemukan 38% wanita mengalami disfungsi seksual (Ambler, 2012). Dari 370 wanita usia 40-65 tahun didapatkan 67% mengalami disfungsi seksual dan wanita pascamenopause memiliki risiko 2,1 kali lebih besar untuk mengalami disfungsi seksual daripada wanita premenopause (Cabral, 2014). Menurut Sari (2009), persentasi kejadian disfungsi seksual setelah menopause adalah 30,53%. 3 Fungsi seksual merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam kehidupan perkawinan. Berfungsi secara optimal atau tidaknya hubungan seksual dalam perkawinan dapat mempengaruhi fungsi-fungsi lain yang kemudian dapat mempengaruhi pula kualitas hidup pasangan suami-istri (Elvira, 2006). Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan manusia dalam hidupnya, begitu juga pada lanjut usia. Walaupun pada lanjut usia sudah memasuki masa menopause, namun kebutuhan seksual masih ada. Kehidupan seksual merupakan bagian dari kehidupan manusia, sehingga kualitas kehidupan seksual ikut menentukan kualitas hidup seseorang. Female Sexual Function Index (FSFI) merupakan alat ukur yang valid dan akurat terhadap disfungsi seksual wanita. FSFI telah dirangkai sebagai instrumen penilaian uji klinik terhadap disfungsi seksual wanita yang terdiri dari 19 pertanyaan dan terbagi dalam enam domain fungsi seksual yaitu minat, birahi, orgasme, lubrikasi, kepuasan, dan rasa nyeri (Rosen, 2000). Menurut Northrup (2006), wanita pada masa menopause akan mengalami penurunan gairah seksual. Faktor usia berhubungan dengan penurunan aktivitas dan fungsi seksual pada wanita usia lanjut, pada fase postmenopause terjadi penurunan hasrat dalam melakukan aktivitas seksual dan frekuensi aktivitas seksual (Hastuti, 2008). Sementara Jaafarpour (2013) menemukan bahwa prevalensi kejadian disfungsi seksual memiliki korelasi yang positif dengan usia seorang wanita, dengan 4 angka kejadian disfungsi seksual yang signifikan pada usia lebih dari 40 tahun dan frekuensi hubungan seksual kurang dari tiga kali seminggu. Setelah melewati masa menopause, wanita akan terus hidup tanpa estrogen dari ovarium. Meskipun estrogen dapat diperoleh dari konversi estron yang diperoleh dari konversi perifer androstenedion, kadar estrogen hasil konversi tidak dapat mencapai kadar estrogen sebelum menopause, ditambah lagi produksi androstenedion dan kontribusi adrenal akan menurun seiring dengan penuaan (Fritz, 2010). Menopause akan terus berlangsung seiring dengan waktu, sehingga lama menopause akan dipengaruhi oleh penurunan kadar estrogen yang terus berlangsung. Hastuti (2008) menemukan bahwa kejadian disfungsi seksual pada wanita usia lanjut sebesar 45,20% dan 61,48% wanita tidak lagi melakukan aktivitas seksual dengan hanya 11,35% wanita yang masih aktif melakukan aktivitas seksual satu kali atau lebih dalam seminggu. Menurut Jaafarpour (2013), 75,7% wanita usia 40-50 tahun mengalami disfungsi seksual dan terdapat perbandingan yang signifikan antara frekuensi seksual wanita dengan disfungsi seksual dan tanpa disfungsi seksual yaitu 30,2% wanita disfungsi seksual dan 69,7% wanita tanpa disfungsi seksual memiliki frekuensi hubungan seksual kurang dari 3 kali per minggu. Menurut Wahdi (2003), wanita yang mengalami menopause lebih lama mempunyai kadar estradiol serum lebih rendah. 5 Berdasarkan fenomena tersebut, terlihat bahwa prevalensi kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause meningkat sehingga menurunkan aktivitas seksual dalam hidupnya. Berbagai studi pada wanita menopause maupun usia lanjut telah dilakukan untuk mengidentifikasi kejadian disfungsi seksual wanita, namun belum ada penelitian yang menghubungkan lama waktu seorang wanita telah menopause dengan kejadian disfungsi seksual, padahal fungsi seksual merupakan hal penting dalam kehidupan seksual wanita yang telah melewati masa menopause. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian antara hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause. Puskesmas Panjang terletak di kecamatan Panjang kota Bandar Lampung. Wilayah kerja terdiri dari 8 kelurahan dengan 8 posyandu lansia (lanjut usia). Posyandu lansia ini terdiri dari pra-lansia (45-59 tahun) dan lansia (>60 tahun). Pelayanan posyandu lansia dilakukan setiap bulan dan diikuti secara aktif oleh peserta dengan berbagai kegiatan, termasuk pemeriksaan kesehatan dan penyuluhan kesehatan. Berdasarkan hasil survei prapenelitian yang dilakukan oleh peneliti, peserta posyandu lansia mencapai 165 orang dengan sebagian besar peserta posyandu lansia merupakan wanita usia lebih dari 45 tahun yang masih bersuami dengan berbagai keluhan kesehatan yang salah satunya adalah keluhan menopause. Wanita menopause di posyandu lansia ini juga belum menggunakan terapi hormon pengganti estrogen seperti yang dilakukan oleh wanita menopause pada wilayah kerja puskesmas lain. Oleh karena itulah, wilayah kerja 6 puskesmas Panjang dipilih sebagai objek penelitian hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause. 1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan sebuah masalah yaitu bagaimana hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopuase di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui karakteristik lama menopause pada wanita yang telah mengalami menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung. b. Mengetahui angka kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang kota Bandar Lampung. 7 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, untuk meningkatkan kemampuan peneliti tentang kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause. 2. Bagi institusi pendidikan, untuk menambah pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 3. Bagi masyarakat, untuk menambah pengetahuan khususnya wanita menopause dan pihak terkait untuk meningkatkan kesehatan dalam bidang seksual pada masa menopause. 4. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang penting bagi ilmu pengetahuan mengenai kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause dan berguna sebagai referensi penelitian selanjutnya. 1.5 Kerangka Teori Menopause adalah suatu fase dari kehidupan wanita yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi dan berhentinya fungsi reproduksi. Produksi testosteron turun sekitar 25% pascamenopause, produksi estrogen oleh ovarium tidak berlanjut setelah menopause. Namun, kadar estrogen tetap 8 bermakna terutama karena konversi ekstraglandular dari testosteron menjadi estrogen (Prawirohardjo, 2008). Gejala-gejala dari menopause disebabkan oleh perubahan kadar estrogen dan progesteron. Berkurangnya kadar estrogen secara bertahap menyebabkan perubahan fisik pada fungsi reproduksi seorang wanita. Gejala pada vagina muncul akibat dari perubahan yang terjadi pada lapisan dinding vagina. Vagina menjadi kering dan kurang elastis. Selain itu muncul rasa gatal pada vagina dan rasa sakit saat berhubungan seksual akibat dari penurunan lubrikasi pada vagina (Wijayanti, 2009). Gejalagejala ini merupakan gejala klinis disfungsi seksual yang terbagi menjadi gangguan gairah, gangguan perangsangan, gangguan lubrikasi, gangguan orgasme dan nyeri seksual (Elvira, 2006). Dari hasil penelitian pada wanita usia lanjut dengan usia >50 tahun didapatkan angka kejadian disfungsi seksual sebesar 45,20% (Hastuti, 2008), sedangkan pada penelitian oleh Jaafarpour (2013) ditemukan angka kejadian disfungsi seksual sebesar 75,7% pada wanita usia 40-50 tahun. Pada tahun 2014, ditemukan bahwa 45,5% wanita menopause pada usia 40-65 tahun memiliki angka kejadian disfungsi seksual sebesar 67% (Cabral, 2014). 9 Menurut Pangkahila (2006) disfungsi seksual yang dialami wanita dapat disebabkan oleh : 1. Faktor fisik Gangguan organik atau fisik dapat terjadi pada organ, bagian-bagian badan tertentu atau fisik secara umum. Bagian tubuh yang sedang terganggu dapat menyebabkan disfungsi seksual dalam berbagai tingkat (Tobing, 2006). Faktor fisik yang sering mengganggu seks pada usia tua sebagian karena penyakit-penyakit kronis yang tidak jelas gejalanya. Levitra (2003) mengungkapkan bahwa gangguan fisik yang dapat menimbulkan disfungsi seksual : i. Penyakit sistemik seperti diabetes melitus. ii. Gangguan neurologis seperti penyakit stroke. iii. Gangguan hormonal, menurunnya hormon estrogen seperti yang terjadi saat menopause. iv. Obat-obatan dan kontrasepsi hormonal, serta alkohol. 2. Faktor psikologi Faktor psikologi adalah semua faktor kejiwaan yang terganggu dalam diri penderita, termasuk gangguan jiwa seperti depresi dan kecemasan yang menyebabkan disfungsi seksual (Tobing, 2006). Masalah psikologis meliputi perasaan bersalah, trauma hubungan seksual, kurangnya pengetahuan tentang seks, dan keluarga tidak harmonis (Pangkahila, 2006). 10 FAKTOR FISIK FAKTOR PSIKOLOGIS PENYAKIT SISTEMIK GANGGUAN NEUROLOGIS OBAT-OBATAN DAN KONTRASEPSI GANGGUAN HORMONAL : MENOPAUSE ↓ PRODUKSI HORMON ESTROGEN VAGINA KERING ELASTISITAS ↓ LUBRIKASI ↓ NYERI SEKSUAL DISFUNGSI SEKSUAL Gambar 1. Kerangka teori kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause. 1.6 Kerangka Konsep LAMA MENOPAUSE DISFUNGSI SEKSUAL VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Gambar 2. Kerangka konsep hubungan lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual menurut skoring FSFI. 11 1.7 Hipotesis Terdapat hubungan antara lama menopause dengan kejadian disfungsi seksual pada wanita menopause di posyandu lansia wilayah kerja puskesmas Panjang Bandar Lampung dengan arah korelasi positif.