ii. tinjauan pustaka

advertisement
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gambaran Umum Usaha Kecil Menengah (UKM)
Usaha Kecil Menengah (UKM) sebagaimana dijelaskan dalam ketentuan UU No 9/1995 adalah
unit usaha yang tidak merupakan cabang usaha besar dan memiliki penjualan di bawah Rp. 1 milyar
setahun dan aset di luar tanah dan bangunan dibawah Rp. 200 juta. Sedangkan definisi usaha menengah
baru kemudian dikeluarkan melalui suatu Instruksi Presiden No 11/1999, yang menggolongkan usaha
menengah hanya atas dasar kriteria aset di luar tanah dan bangunan antara Rp. 200 juta,- hingga Rp. 10
milyar.
Usaha kecil dan menengah merupakan salah satu kekuatan pendorong terdepan dalam
pembangunan ekonomi. Gerak sektor UKM potensial dalam menciptakan pertumbuhan lapangan
pekerjaan. UKM cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah
permintaan pasar, dapat menciptakan lapangan pekerjaan relative lebih cepat jika dibandingkan dengan
sektor usaha lainnya. Selain itu UKM juga cukup terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting
dalam pembangunan ekonomi yang kompetitif terutama.
Keberadaan usaha kecil di Indonesia mewakili hampir seluruh unit usaha di berbagai sektor
ekonomi. Sampai saat ini usaha kecil mewakili sekitar 99,85 % dari jumlah keseluruhan unit usaha yang
ada, sedangkan usaha menengah sebesar 0,14% saja, sehingga usaha besar hanya merupakan 0,01%.
Dengan demikian, secara tidak langsung dapat dilihat bahwa penggerak perekonomian di Indonesia adalah
sektor ekonomi rakyat yang mayoritas merupakan usaha dalam sektor pertanian, perdagangan, dan jasa.
Masyarakat kelas bawah melalui usaha kecil dan menengah (UKM) dan lembaga keuangan mikro
lainnya amat jarang disentuh oleh ilmu ekonomi formal, padahal selain jumlahnya yang besar, mereka
juga menopang perekonomian Indonesia. Menurut Swasono (2001) kenyataan empiris di Indonesia telah
membuktikan krisis moneter tahun 1997 telah melumpuhkan sektor manufaktur (industri-industri besar)
yang banyak menggunakan bahan-bahan impor. Ketika mata uang dollar melonjak nilainya karena krisis
ekonomi, maka bahan dan komponen impor menjadi mahal nyaris tidak terbeli oleh sektor industri besar,
sementara itu produk-produk UKM pada umumnya menggunakan bahan baku dan sumberdaya lokal
masih dapat bertahan.
Menurut BPS (2006), Berdasarkan skala usaha, sebagian besar perusahaan/usaha merupakan Usaha
Mikro (UM) dan Usaha Kecil (UK), dengan persentase masing-masing 83,43 persen dan 15,84 persen.
Sedangkan jumlah perusahaan/usaha yang merupakan Usaha Menengah dan Besar (UMB) hanya 166,4
ribu atau tidak lebih dari satu persen terhadap seluruh perusahaan/ usaha.
Untuk jumlah penyerapan tenaga kerja, menurut BPS (2006),dari total jumlah tenaga kerja yang
terserap mencapai 50 juta orang. Sekitar 38,7 juta orang (77 persen) bekerja pada perusahaan/usaha
dengan lokasi permanen, sementara sisanya bekerja pada perusahaan/usaha di lokasi tidak permanen.
Menurut skala usaha, 62,68 persen bekerja pada usaha mikro, 21,91 persen pada usaha kecil, 5,39 persen
pada usaha menengah, dan 10,02 persen pada usaha besar.
3
Dalam pengembangan UKM, sering ditemui beberapa hambatan. Berdasarkan sensus ekonomi
yang dilakukan BPS pada tahun 2006, permasalahan yang sering dijumpai pada UKM dijelaskan pada
Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Jenis Kendala dalam UKM
Jenis Kendala
Jumlah
Persentase
Modal
3.899.264
35,7
Pemasaran
3.795.953
34,8
Bahan baku
1.173.911
10,8
BBM/Energi
444.340
4,1
Transportasi
303.327
2,8
Keterampilan
133.329
1,2
Upah Buruh
95.128
0,8
Lainnya
1.073.802
9,8
Sumber : BPS (2006)
Dari Tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwsa kendala yang menjadi permasalahan utama UKM adalah
masalah modal dan masalah pemasaran yaitu sebesar 35.7% dan 34,8%. Dalam sensus ekonomi yang
dilakukan BPS pada tahun 2006, terkait permasalahan modal ternyata sebagian UMK menggerakkan
usahanya dengan modal milik sendiri (84,4%), hanya 15,6 persen UMK yang melakukan pinjaman dari
pihak lain Adapun UMK yang meminjam modal dari pihak lain, kebanyakan meminjam pada teman,
rentenir, pemberi modal di luar kerabat, dan lainnya yang sifatnya perorangan.
2.2 Konsep Kredit Konvensional
Berdasarkan Supramono (2009), kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam (debitur) untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntunan. Kredit biasanya disediakan oleh perbankan
dengan sistem konvensional dengan skema perhitungan kredit tertentu. Skema kredit dibagi berdasarkan
penghitungan pengembalian atas suku bunga dan metode penghitungan yang diterapkan. Secara umum
penghitungan skema kredit dibagi kedalam dua jenis yaitu kema penghitungan dengan bunga flat dan
skema penghitungan dengan suku bunga efektif. Selain itu terdapat satu bentuk skema yang merupakan
hasil modifikasi skema efektif yaitu penghitungan skema dengan bunga anuitas.
Suyatno (2007) menjelaskan bahwa bentuk pemberian kredit berdasarkan penggunaannya dibagi
dalam dua jenis yaitu kredit eksploitasi dan kredit modal kerja. Pengertian kredit eksploitasi adalah kredit
berjangka waktu pendek yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk membiayai modal kerja
sehingga dapat beralan dengan lancar. Kredit eksploitasi lazim disebut dengan kredit modal kerja karena
bantuan modal kerja digunakan untuk menutupi biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas. Kredit ini
berupa pembelian bahan baku, bahan penolong, dan biaya lain seperti upah tenaga kerja, biaya
pengepakan/pengemasan, dan distribusi. Tujuan dari kredit ini adalah meningkatkan produksi baik
peningkatan kualitatif maupun kuantitatif, sedangkan kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau
panjang yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman
modal. Pengertian dari penanaman modal atau investasi adalah pembelian barang-barang modal serta jasa
4
yang diperlukan dalam rangka rehabilitasi atau modernisasi maupun ekspansi proyek yang sudah ada
maupun pendirian proyek baru, pembangunan pabrik, pembelian mesin-mesin yang semuanya ditujukan
untuk meningkatkan produktivitas usaha.
Usaha kredit mikro adalah suatu istilah lain dari micro credit. Kredit mikro digunakan sebagai
pengembangan pinjaman dalam jumlah kecil kepada pengusaha yang terlalu lemah kualifikasinya untuk
dapat mengakses pada pinjaman dari bank tradisional. Pinjaman diberikan untuk melayani modal kerja
sehari-hari, sebagai modal awal untuk memulai usaha, atau sebagai modal investasi untuk membeli asset
tidak bergerak. Pada umumnya, kredit mikro melayani area geografi tertentu atau masyarakat tertentu.
Dana awalnya diberikan sebagai jawaban terhadap kebutuhan dari kelompok tertentu seperti wanita,
pendatang baru, anakanak, dan orang cacat. Kebanyakan usaha kredit mikro menawarkan beberapa bentuk
dari bantuan teknis, seperti pelatihan usaha kecil, pertukaran pengalaman di antara anggota, dan peluang
networking.
Sementara itu definisi kredit mikro yang dicetuskan dalam pertemuan The World Summit on
Microcredit di Washington, pada tanggal 2-4 Februari 1997 adalah program atau kegiatan memberikan
pinjaman yang jumlahnya kecil kepada masyarakat miskin untuk kegiatan usaha meningkatkan
pendapatan, pemberian pinjaman untuk mengurus diri sendiri dan keluarganya (Srinivas, 1999). Secara
umum kredit mikro memilki beberapa kriteria utama seperti yang dijelaskan pada tabel berikut.
Tabel 2. Kriteria dasar program kredit mikro
Kriteria
Besaran
Ukuran
-Pinjaman Kecil tau sangat kecil
Kelompok Sasaran
-Pengusaha kecil (sektor
informal)
-Keluarga berpendapatan rendah
Penggunaan
-Meningkatkan pendapatan
-Pengembaian usaha
-Kegiatan sosial (kesehatan,
pendidikian)
Waktu dan Persyaratan
-Fleksibel
-Disesuaikan dengan kondisi
masyarakat
Sumber : Sirnivas (1999)
5
Untuk membangun sebuah kegiatan yang berkesinambungan (sustainable) diperlukan usaha dan
sumberdaya yang maksimal. Demikian halnya juga dalam membangun dan mengembangkan usaha kecil
dengan pembiayaan program kredit mikro. Berdasarkan Sirnivas (1999) terdapat langkah-langkah yang
perlu dilakukan untuk membangun program kredit-mikro yang berkesinambungan yaitu :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Memilih model atau program kredit-mikro
Membangun konsensus
Menunjuk staf untuk pengembangan ekonomi
Mengikuti dan menyelaraskan dengan kebijakan-kebijakan nasional
Memilih dan menilai institusi keuangan sebagai mitra
Membuat kesepakatan dengan mitra
Memelihara kesepakatan kemitraan
Beberapa model kredit mikro di Indonesia disediakan oleh lembaga baik pemerintah maupun non
pemerintah. Beberapa jenis kredit mikro yang diberikan pemerintah antara lain Kredit Usaha Kecil
(KUK), Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (KUKESRA), Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Badan Kredit
Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Tani (KUT), dan Program Jaring Pengaman Sosial Pemberdayaan
Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (JPS-PDMDKE). Adapun model kredit mikro non
pemerintah yang berkembang di masyarakat antara lain adalah arisan, bank plecit, rentenir, dan koperasi
simpan pinjam. Selain itu terdapat juga beberapa organisasi non pemerintah yang mulai menyelnggarakan
penyediaankredit mikro seperti YPWI, Bina Swadaya, Kesuma Multiguna, Asosiasi Pendamping
Perempuan Usaha Kecil (ASPPUK), International Relief Development (IRD), Mercy Corps International
(MCI), Baitul Maal Tanwil (BMT), dan sebagainya (Wardoyo & Prabowo, 2001).
Jumingan (2005) menyatakan bahwa pemberian kredit mengandung suatu tingkat resiko (degree of
risk) tertetu. Untuk menghindari dan memperkecil resiko kredit tersebut, maka permohonona kredit harus
dinilai oleh bank atas dasar syarat-syarat bank teknis yang biasa dikenal dengan 5C yaitu :
a.
Character
Bank mencari data tentang sifat-sifat pribadi, watak dan kejujuran pimpinan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban-kewajiban finansialnya. Untuk mengetahui karakter nasabah bank dapat
melakukan beberapa langkah yaitu mengenal nasabah dari dekat, mengumpulkan keterangan
mengenai aktivitas clon debitur dalam perbankan, mengumpulkan keterangan dan meminta
pendapat dari kerabat dekatnya.
b.
Capacity
Bank melakukan penilaian kemampuan nasabah dalam manajemen maupun keahlian di bidang
usaha yang dijalani. Hl-hal yang harus dipehatkan dalam melakukan penilaian yaitu anga
penjualana produksi, penjualan dan pembelian, perhitungan proyeksi laba rugi, serta data-data
financial di waktu-waktu yang lalu yang tercermin dalam laporan keuangan.
c.
Capital
Bank menganalisa posisi financial perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio
finansialnya. Analisa yang dilakukan bank berupa analisa rasio untuk mengetahui likuiditas,
solvabilitasi, dan rentabilitasu dari perusahaan calon peminjam kredit, sert analisa neraca keuangan
minimal dari dua tahun terakhir.
6
d.
e.
2.3
Collateral
Bank dalam menilai kepemilikan jaminan, mengukur stabilitas nilai jaminan dan mempehatikan
kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relative singkat tanpa terlalu mengurangi nilainya.
Conditions
Faktor-faktor bisnis yang ada di lingkungan sekitar lokasi proyek mempunyai pengaruh kuat
terhadap ciri atu corak yang dibangun, baik proyek baru maupun perluasan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan bank yaitu keadaan ekonomi, kondisi usaha calon pinjaman, serta kebijaksanaan
pemerintah.
Konsep Time Value of Money
Nurmalina (2010) menjelaskan bahwa dalam studi kelayakan bisnis, biaya dan manfaat biasanya
bukan hanya jumlahnya yang berbeda tetapi juga waktu dibayarkan dan diterima yang berbeda selama
umur bisnis. Membandingkan besar biaya dan manfaat sama pentingnya dengan menilai waktu terjadinya
biaya dikeluarkan dan manfaat yang diterima karena adanya pengaruh waktu terhadap nilai uang.
Sejumlah uang yang dikeluarkan dalam bentuk biaya bisnis, atau uang yang diperoleh sebagai manfaat
bisnis mempunyai nilai yang berbeda bila dikeluarkan atau diterima dalam waktu yang berbeda.
Beberapa alasan yang menyebabkan nilai uang berubah seiring waktu adalah inflasi, konsumsi, dan
produktifitas. Adanya faktor inflasi, time preference of money, risiko dan ketidakpastian, serta faktor
produktivitas uang akan mempengaruhi besarnya nilai uang sekarang dibandingkan dengan nilainya di
waktu yang akan dating. Dalam memperhitungkan nilai uang di masa dapat digunakan Discount Factor.
Discount Factor digunakan untuk menghitung sejumah uang disaat sekarang (P) bila diketahui sejumlah
uang dimasa yang akan dating (F) dengan memperhatikan suatu periode waktu tertentu (n).
2.4
Konsep Pembiayaan Syariah
Pembiayaan syariah adalah salah satu dari fungsi perbankan syariah dalam menyalurkan dana
kepada pihak-pihak yang membuthkan dana sesuai dengan prinsip syariah, yaitu bagi hasil, jual beli, dan
sewa beli yang terbebas dari penetapan bunga. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 UU No 10 tahun 1998,
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan tagihan atau yang dapat disamakan dengan itu
berdasarkan persetujuan dan kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan piak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi
hasil (Supramono, 2009).
Berdasarkan Yogaswara (2010), pembiayaan pada perbankan syariah secara umum terdiri atas tiga
prinsip. Pertama yaitu prinsip jual beli yang terdiri atas murabahah, istishna, dan salam. Prinsip jual beli
adalah akad jual beli antara nasabah dengan bank. Bank membeli barang tertentu dan menjual kepada
nasabah sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati. Kedua yaitu prinsip bagi
hasil yang teridiri dari murabahah dan musyarakah. Konsep bagi hasil merupakan jenis pembiayaan
dengan bagi hasil yang ditentukan sesuai kesepakatan antara bank dengan nasabah. Pihak bank
menyediakan dana 100% sedangkan pihak nasabah berlaku sebagai pengelola. Keuntungan yang didapat
akan dibagi berdasarkan porsi bagi hasil yang telah ditetapkan di awal. Ketiga yaitu prinsip sewa beli yaitu
ijarah yaitu pejanjian antara bank sebagai pihak yang menyewakan dengan nasabah sebagai pihak
penyewa. Perjanjian dilakukan atas suatu barang milik bank dan bank mendapatkan imbalan atas barang
yang disewakan. Pada akad ijarah biasanya diikuti dengan pembelian hak milik dari suatu barang diakhir
jangka waktu sewa oleh nasabah sehingga pada akhir janka waktu, barang yang disewakan berpindah
7
kepemilikan kepada nasabah dengan nilai pembayaran yang disepakati. Perbedaan antara perbankan
syariah dengan perbankan konvensional dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Perbedaan bank konvensional dan bank syariah
No
1
4
Permasalahan
Fungsi dan kegiatan
bank
Mekanisme dan objek
usaha
Hubungan dengan
nasabah
Landasan operasional
5
Fungsi dan peran
6
Resiko usaha
7
Sesitem pengawasan
2
3
Bank Syariah
Manajer investasi, investor,
sosial, jasa keuangan.
Anti maisir, gharar, riba, dan
bathil
Kemitraan
Bank Konvensional
Intermediary unit, jasa keuangan
Tidak bebas nilai (berdasarkan
prinsip syariah), uang sebagai
alat tukar bukan komoditi, bunga
ddalam berbagai bentuknya
dilarang, menggunakan prinsip
bagi hasil atas keuntungan
transaksi riil
Lembaga intermediary, agen
investasi, investor, penyedia jasa
lalu lintas pembayaran, pengelola
dana kebajikan, hubungan
dengan nasabah adalah kemitraan
Bebas nilai berdasarkan prinsip
materialism, uang sebagai
komoditi yang dipertahankan,
bunga seagai instrumen imbalan
terhadap pemilik uang yang
sudah ditetapkan jumlahnya
dimuka
Lembaga intermediary,
penghimpun dana masyarakat
dan meminjamkan kembali
kepada masyarakat dalam kredit
dengan imbalan bunga, penyedia
jasa/lalu lintas pembayaran,
hubungan antara bank dengan
nasabah adalah debitur dan
kreditur
Resiko bank tidak terkait
langsung dengan debitur,
kemungkinan terjadi selisih
negative antara pendapatan
bunga dengan beban bunga
Dihadapi bersama antara bank
dengan ansabah dengan prinsip
keadilan dan kejujuran, tidak
mengenal kemungkinan
terjadinya selisih negatif karena
sistem yang digunakan
Adanya pengawasan syariah
untuk memastikan operasional
bank tidak menyimpang dari
syariah disamping tuntunan
moralitas pengelola bank dan
nasabah sesuai akhalkul karimah
Pro maisir, gharar, riba, dan
bathil
Pinjam Meminjam
Aspek moralitas seringkali
terlanggar karena tidak adanya
nilai-nilai religius yang
mendasari operasionalnya
Sumber : Permana (2007)
8
2.5
Potensi Tepung Ubi Jalar
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sunarti (2010), tepung ubi jalar merupakan produk olahan
dari bahan baku ubi jalar yang relatif mudah dilakukan oleh masyarakat pedesaan. Ubi jalar mempunyai
prospek yang besar sebagai bahan industri pangan khususnya tepung. Pemberdayaan ubi jalar menjadi
tepung ubi jalar memiliki beberapa manfaat antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Bahan baku ubi jalar relatif mudah diperoleh karena tanaman ini banyak diusahakan oleh petani,
baik di lahan sawah maupun di tegal.
Proses pembuatan tepung ubi jalar relatif mudah dan sederhana, sehingga dapat dilakukan oleh
industri skala kecil sampai skala besar.
Tepung ubi jalar dapat digunakan sebgaai bahan substitusi terigu untuk produk makanan olahan
(daya substitusi terganung dari produk yang dihasilkan).
Kemampuan substitusi tersebut diperkirakan dapat menekan biaya produksi untuk industri makanan
olahan .
Untuk produk-produk makanan yang manis seperti cookies, dapat menghemat penggunaan gula
sampai 20% karena tepung ubi jalar mengandung kadar gula yang tinggi.
Mutu bahan baku produk yang dihasilkan dan penerimaan konsumen tidak turun scara nyata.
Selain itu, Heriyanto dan Winarto (1998) menambahkan bahwa upaya pemanfaatan tepung ubi jalar dapat
memberikan dampak positif sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Dinamika ekonomi pedesaan akan meningkat kaena adanya rangsangan aktivitas ekonomi ubi jalar.
Petani sebagai produsen ubi jalar akan terangsang untuk meningkatkan produktivitas karena adanya
jaminan pasar dan harga.
Munculnya industri pengolahan memungkinkan terserapnya surplus tenaga kerja yang pada
umumnya terdapat di pedesaan.
Industri pengolahan pangan olahan dapat menekan biaya produksi dan ketergantungan pada tepung
terigu.
Negara dapat menghemat devisa melalui pengurangan impor tepung terigu.
9
Download