BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Umum Suatu sistem tenaga - USU-IR

advertisement
BAB 2
DASAR TEORI
2.1
Umum (1,2,3,4)
Suatu sistem tenaga listrik (Electric Power System) terdiri dari tiga komponen
utama, yaitu : sistem pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi tenaga listrik, dan
sistem distribusi tenaga listrik .
Komponen dasar yang membentuk suatu sistem tenaga listrik adalah generator,
transformator, saluran transmisi dan beban. Untuk keperluan analisis sistem tenaga,
diperlukan suatu diagram yang dapat mewakili setiap komponen sistem tenaga listrik
tersebut. Diagram yang sering digunakan adalah diagram satu garis dan diagram
impedansi atau diagram reaktansi. Gambar 2.1 merupakan diagram satu garis sistem
tenaga listrik yang sederhana.
G
Pembangkit
Transformator
Step-up
Penghantar
Transformator
Step-down
Sistem
Distribusi
Gambar 2.1 Diagram Satu Garis Sistem Tenaga Listrik
2.2
Aliran Daya (1,2,3,4)
Aliran Daya merupakan salah satu analisa sistem tenaga listrik pada keadaan
steady state. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan studi aliran daya adalah daya
nyata (real power), daya reaktif (reactive power), besaran (magnitude), dan sudut beban
(phase angle) tegangan pada setiap rel.
Jenis rel pada sistem tenaga, yaitu :
1.
Rel Beban
Setiap rel yang tidak memiliki generator disebut dengan Rel beban. Pada rel ini daya
aktif (P) dan daya reaktif (Q) diketahui sehingga sering juga disebut rel PQ. Daya aktif
Universitas Sumatera Utara
dan reaktif yang dicatu ke dalam sistem tenaga adalah mempunyai nilai positif,
sementara daya aktif dan reaktif yang di konsumsi bernilai negatif. Besaran yang dapat
dihitung pada rel ini adalah V dan δ (sudut beban).
2.
Rel Generator
Rel Generator dapat disebut dengan voltage controlled bus karena tegangan pada rel ini
dibuat selalu konstan atau rel dimana terdapat generator. Pembangkitan daya aktif
dapat dikendalikan dengan mengatur penggerak mula (prime mover) dan nilai tegangan
dikendalikan dengan mengatur eksitasi generator. Sehingga rel ini sering juga disebut
dengan PV rel. Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah Q dan δ (sudut beban).
3.
Slack Bus
Slack Bus sering juga disebut dengan swing bus atau rel berayun. Adapun besaran yang
diketahui dari rel ini adalah tegangan (V) dan sudut beban (δ). Suatu sistem tenaga
biasanya didesign memiliki rel ini yang dijadikan sebagai referensi yaitu besaran δ = 00.
Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah daya aktif dan reaktif.
Secara singkat klasifikasi rel pada sistem tenaga terdapat pada Tabel 2.1 yaitu
besaran yang dapat diketahui dan tidak diketahui pada rel tersebut.
Tabel 2.1 Klasifikasi Rel Pada Sistem Tenaga
Jenis rel
Rel beban (atau rel PQ)
Rel generator atau rel
dikontrol tegangan (atau
rel PV)
Rel pedoman atau rel
slack atau rel swing
Besaran yang
diketahui
P, Q
Besaran yang
tidak diketahui
V ,δ
P, V
Q, δ
V ,δ = 0
P, Q
Universitas Sumatera Utara
2.2.1 Persamaan Aliran Daya (1)
Persamaan aliran daya secara sederhana, untuk sistem yang memiliki 2 rel. Pada
setiap rel memiliki sebuah generator dan beban, walaupun pada kenyatannya tidak
semua rel memiliki generator. Penghantar menghubungkan antara rel 1 dengan rel 2.
Pada setiap rel memiliki 6 besaran elektris yang terdiri dari : PD, PG, QD, QG, V, dan δ.
SG1 = PG1 + jQG1
SG 2 = PG 2 + jQG 2
G1
G2
Rel 2
Rel 1
V1∠δ1
V2∠δ 2
Penghantar
Beban 1
Beban 2
S D1 = PD1 + jQD1
S D 2 = PD 2 + jQD 2
Gambar 2.2 Diagram Satu Garis sistem 2 rel
Pada Gambar 2.2 dapat dihasilkan persamaan aliran daya dengan menggunakan
diagram impedansi. Pada Gambar 2.3 merupakan diagram impedansi dimana generator
sinkron direpresentasikan sebagai sumber yang memiliki reaktansi dan transmisi model
π (phi). Beban diasumsikan memiliki impedansi konstan dan daya konstan pada diagram
impedansi.
IˆD1
Ê1
IˆG 2
Iˆ2
V̂1
Beban 1
jXG1
ZS
Iˆ1
RS
jB 
 yp
2
jXS
V̂2
jB 
 yp
2
IˆD 2
jXG 2
Beba n 2
IˆG1
G1
G2
Ê2
Gambar 2.3 Diagram impedansi sistem 2 rel
Besar daya pada rel 1 dan rel 2 adalah
Universitas Sumatera Utara
S1 = S G1 − S D1 = (PG1 − PD1 ) + j (QG1 − QD1 )
(2.1)
S 2 = S G 2 − S D 2 = (PG 2 − PD 2 ) + j (QG 2 − QD 2 )
(2.2)
Pada Gambar 2.4 merupakan penyederhanaan dari Gambar 2.3 menjadi daya rel
(rel daya) untuk masing-masing rel.
ˆ
Gambar 2.4 rel daya dengan transmisi model π untuk sistem 2 rel
Besarnya arus yang diinjeksikan pada rel 1 dan rel 2 adalah :
Iˆ1 = IˆG1 − IˆD1
(2.3)
Iˆ2 = IˆG 2 − IˆD 2
(2.4)
Semua besaran adalah diasumsikan dalam sistem per-unit, sehingga :
*
S1 = Vˆ1 Iˆ1 = P1 + jQ1 ⇒ (P1 − jQ1 ) = Vˆ1* Iˆ1
(2.5)
*
S 2 = Vˆ2 Iˆ2 = P2 + jQ2 ⇒ (P2 − jQ2 ) = Vˆ2* Iˆ2
yS =
Iˆ1"
Iˆ1
Vˆ1
Iˆ1 '
Rel
Daya
yp
RS
(2.6)
1
ZS
jX S
Iˆ2
Iˆ2 "
Vˆ2
yp
Iˆ2 '
Rel
Daya
Gambar 2.5 Aliran arus pada rangkaian ekivalen
Aliran arus dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana arus pada rel 1 adalah :
Universitas Sumatera Utara
Iˆ1 = Iˆ1′ + Iˆ1′′
(
)
Iˆ1 = Vˆ1 y p + Vˆ1 − Vˆ2 y S
Iˆ1 = ( y p + y S )Vˆ1 + (− y S )Vˆ2
(2.7)
Iˆ1 = Y11Vˆ1 + Y12Vˆ2
(2.8)
Dimana :
Y11 adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 1 = y P + y S
(2.9)
Y12 adalah admitansi negatif antara rel 1 dengan rel 2 = − y S
(2.10)
Untuk aliran arus pada rel 2 adalah :
Iˆ2 = Iˆ2′ + Iˆ2′′
(
)
Iˆ2 = Vˆ2 y p + Vˆ2 − Vˆ1 y S
Iˆ2 = (− y S )Vˆ1 + ( y p + y S )Vˆ2
(2.11)
Iˆ1 = Y21Vˆ1 + Y22Vˆ2
(2.12)
Dimana :
Y22 adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 2 = y P + y S
(2.13)
Y21 adalah admitansi negatif antara rel 2 dengan rel 1 = − y S = Y12
(2.14)
Dari Persamaan (2.8) dan (2.12) dapat dihasilkan Persamaan dalam bentuk matrik,
yaitu :
 I 1   Y11 Y12  Vˆ1 
 I  = Y
 
 2   21 Y22  Vˆ2 
(2.15)
Notasi matrik dari Persamaan (2.15) adalah ::
I bus = YbusVbus
(2.16)
Universitas Sumatera Utara
Persamaan (2.5) hingga (2.16) yang diberikan untuk sistem 2 rel dapat dijadikan
sebagai dasar untuk penyelesaian Persamaan aliran daya sistem n-rel.
Gambar 2.6.a menunjukan sistem dengan jumlah n-rel dimana rel 1 terhubung
dengan rel lainya. Gambar 2.6.b menunjukan model transmisi untuk sistem n-rel.
Rel 2
Rel 3
Rel 1
Iˆ1
Rel n
Gambar 2.6.a sistem n-rel
V2
V1
y s12 atau ys 21
Rel 2
y p 21 V3
y p12
y s13 atau ys 31
Rel 3
Rel 1
y p 31
y p13
Iˆ1
V4
y s1n atau ysn1
Rel n
y pn1
y p1n
Gambar 2.6.b model transmisi π untuk sistem n-rel
Persamaan yang dihasilkan dari Gambar 2.6.b adalah :
(
)
(
)
(
)
Iˆ1 = Vˆ1 y P12 + Vˆ1 y P13 + ... + Vˆ1 y P1n + Vˆ1 − Vˆ2 y S12 + Vˆ1 − Vˆ3 y S13 + ... + Vˆ1 − Vˆn y S1n
Iˆ1 = ( y P12 + y P13 + ... + y P1n + y S12 + y S13 + ... + y S1n )Vˆn − y S12Vˆ2 − y S13Vˆ3 + ... − y S1nVˆn
(2.17)
Iˆ1 = Y11Vˆ1 + Y12Vˆ2 + Y13Vˆ3 + ... + Y1nVˆn
(2.18)
Dimana :
Y11 = y P12 + y P13 + ... + y P1n + y S12 + y S13 + ... + y S1n
(2.19)
Universitas Sumatera Utara
= jumlah semua admitansi yang dihubungkan dengan rel 1
Y12 = − y S12 ; Y13 = − y S13 ; Y1n = − y S1n
(2.20)
Persamaan (2.21) dapat disubtitusikan ke Persamaan (2.5) menjadi Persamaan
(2.22), yaitu :
n
Iˆ1 = ∑ YijVˆ j
(2.21)
j =1
n
P1 − jQ1 = Vˆ1* I 1 = Vˆ1* ∑ Y1 jVˆ j
(2.22)
j =1
n
Pi − jQi = Vˆi* ∑ YijVˆ j
i = 1,2,....., n
(2.23)
j =1
Persamaan (2.23) merupakan representasi persamaan aliran daya yang nonlinear.
Untuk sistem n-rel, seperti Persamaan (2.15) dapat dihasilkan Persamaan (2.24), yaitu :
 Iˆ1  Y 11 Y 12
ˆ  
 I 2  = Y 21 Y 22
:  :
:
  
ˆ
 I n  Y n1 Y n 2
... Y 1n  Vˆ1 
 
... Y 2 n  Vˆ2 
... :   : 
 
... Y nn  Vˆn 
(2.24)
Notasi matrik dari Persamaan (2.24) adalah :
I bus = YbusVbus
(2.25)
Dimana :
Ybus
Y 11 Y 12
Y
Y 22
=  21
 :
:

Y n1 Y n 2
... Y 1n 
... Y 2 n 
= matrik rel admitansi
... : 

... Y nn 
(2.26)
Universitas Sumatera Utara
2.3
Metode Aliran Daya (2,3)
Pada sistem multi-rel, penyelesaian aliran daya dengan metode Persamaan aliran
daya. Metode yang digunakan pada umumnya dalam penyelesaian aliran daya, yaitu
metode : Newton-Raphson, Gauss-Seidel, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang
dibahas pada Tugas Akhir ini adalah metode Newton-Raphson.
2.3.1 Metode Newton-Raphson
Dalam metode Newton-Raphson secara luas digunakan untuk permasalahan
Persamaan non-linear. Penyelesaian Persamaan ini menggunakan permasalahan yang
linear dengan solusi pendekatan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk satu Persamaan
atau beberapa Persamaan dengan beberapa variabel yang tidak diketahui.
Untuk Persamaan non-linear yang diasumsikan memiliki sebuah variabel seperti
Persamaan (2.27).
y = f (x)
(2.27)
Persamaan (2.27) dapat diselesaikan dengan membuat Persamaan menjadi
Persamaan (2.28).
f ( x) = 0
(2.28)
Menggunakan deret taylor Persamaan (2.28) dapat dijabarkan menjadi
Persamaan (2.29).
f ( x ) = f ( x0 ) +
2
1 df ( x0 )
(x − x0 )+ 1 df (2x0 ) (x − x0 )2 + ...........
1! dx
2! dx
1 df n (x0 )
(x − x0 )n = 0
+
n
n! dx
(2.29)
Turunan pertama dari Persamaan (2.29) diabaikan, pendekatan linear
menghasilkan Persamaan (2.30)
f ( x ) = f ( x0 ) +
df ( x0 )
( x − x0 ) = 0
dx
(2.30)
Universitas Sumatera Utara
Dari :
x1 = x0 −
f ( x0 )
df ( x0 ) dx
(2.31)
Bagaimana pun, untuk mengatasi kesalahan notasi, maka Persamaan (2.31)
dapat diulang seperti Persamaan (2.32).
x
(1)
=x
(0)
( )
( )
f x( 0 )
−
df x( 0 ) dx
(2.32)
Dimana : x(0) = Pendekatan perkiraan
X(1) = pendekatan pertama
Oleh karena itu, rumus dapat dikembangkan sampai iterasi terakhir (k+1),
menjadi Persamaan (2.33).
x ( k +1) = x ( k ) −
f x( k )
df x( k ) dx
( )
( )
(2.33)
x ( k +1) = x ( k ) −
f x( k )
f ' x( k )
( )
( )
(2.34)
Jadi,
∆x = −
( )
( )
f x( k )
f ' x( k )
∆x = x ( k +1) − x ( k )
(2.35)
(2.36)
Metode Newton-Raphson secara grafik dapat dilihat pada Gambar 2.8 ilustrasi
metode Newton-Raphson.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7 Ilustrasi metode Newton-Raphson
Pada Gambar 2.7 dapat dilihat kurva garis melengkung diasumsikan grafik
Persamaan y = F (x) . Nilai x0 pada garis x merupakan nilai perkiraan awal kemudian
dilakukan dengan nilai perkiraan kedua hingga perkiraan ketiga.
2.3.2 Metode Newton-Raphson dengan koordinat polar
Besaran-besaran listrik yang digunakan untuk koordinat polar, pada umumnya
seperti Persamaan (2.37)
Vi = Vi ∠δ i ; V j = V j ∠δ j ; dan Yij = Yij ∠θ ij
(2.37)
Persamaan arus (2.21) pada Persamaan sebelumnya dapat diubah kedalam
Persamaan polar (2.38).
Ii =
n
∑Y V
j =1
ij
j
n
I i = ∑ Yij V j ∠θ ij + δ j
(2.38)
j =1
Persamaan (2.38) dapat disubtitusikan kedalam Persamaan daya (2.22) pada
Persamaan sebelumnya menjadi Persamaan (2.39).
Pi − jQi = Vi * I i
Vi * = Vi ∠ − δ i
Vi * = conjugate dari Vi
Universitas Sumatera Utara
n
Pi − jQi = Vi ∠ − δ i ∑ Yij V j ∠θ ij + δ j
j =1
n
Pi − jQi = ∑ Vi Yij V j ∠θ ij − δ i + δ j
(2.39)
j =1
Dimana :
e
(
j θ ij −δ i +δ j
)
≅ Cos (θ ij − δ i + δ j ) + j sin (θ ij − δ i + δ j )
(2.40)
Persamaan (2.39) dan (2.40) dapat diketahui Persamaan daya aktif (2.41) dan
Persamaan daya reaktif (2.42).
(
n
Pi ( k ) = ∑ Vi ( k ) Yij V j( k ) cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
)
(2.41)
j =1
n
(
Qi( k ) = −∑ Vi ( k ) Yij V j( k ) sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
)
(2.42)
j =1
Persamaan (2.41) dan (2.42) merupakan langkah awal perhitungan aliran daya
menggunakan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya menggunakan proses
iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama (1) nilai k = 0, merupakan nilai perkiraan awal
(initial estimate) yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya.
Hasil perhitungan aliran daya menggunakan Persamaan (2.41) dan (2.42) dengan
nilai Pi (k ) dan Qi(k ) . Hasil nilai ini digunakan untuk menghitung nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) .
Menghitung nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) menggunakan Persamaan (2.43) dan (2.44).
k)
∆Pi (k ) = pi , spec − Pi ,(calc
(2.43)
)
∆Qi(k ) = Qi , spec − Qi(,kcalc
(2.44)
Hasil perhitungan ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) digunakan untuk matrik Jacobian pada
Persamaan (2.45).
Universitas Sumatera Utara
 ∂P2( k )

∂δ 2
 ∆P2( k )  
  :( k )

:
  ∂Pn

 ∆Pn( k )   ∂δ 2
=

(k )
(k ) 
∆Q2   ∂Q2

 : 
∂δ 2
  :

(k )
∆Qn   ∂Q ( k )
n
 ∂δ
2

...
:
...
...
:
...
∂P2( k )
∂δ n
:
∂Pn( k )
∂δ n
∂Q2( k )
∂δ n
:
∂Qn( k )
∂δ n
∂P2( k )
∂ V2
:
∂Pn( k )
∂ V2
∂Q2( k )
∂ V2
:
∂Qn( k )
∂ V2
∂P2( k )
∂ Vn
:
∂Pn( k )
∂ Vn
∂Q2( k )
∂ Vn
:
∂Qn( k )
∂ Vn
...
:
...
...
:
...


  ∆δ ( k )
2

 :
  ∆δ ( k )
2

 ∆ Vn( k )
 :

 ∆ Vn( k )












(2.45)
Persamaan (2.45) dapat dilihat bahwa perubahan daya berhubungan dengan
perubahan besar tegangan dan sudut phasa.
Secara umum Persamaan (2.45) dapat disederhanakan menjadi Persamaan
(2.46).
 ∆P ( k )   J 1
 (k )  = 
∆Q   J 3
J 2   ∆δ ( k ) 
(k ) 

J 4  ∆ V 
(2.46)
Besaran elemen matriks Jacobian Persamaan (2.46) adalah :
•
J1
∂Pi
∂δ i
(k )
∂Pi
∂δ j
(k )
•
(
= ∑ Vi ( k ) V j( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
)
(2.47)
j ≠i
(
)
j≠i
(2.48)
(
)
(2.49)
j≠i
(2.50)
= − Vi ( k ) V j( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
J2
∂Pi
∂ Vi
(k )
∂Pi
(k )
j ≠i
∂Vj
•
∂Qi
∂δ i
= 2 Vi ( k ) Yii cos θ ii + ∑ V j( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
(
= Vi ( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
)
J3
(k )
(
= ∑ Vi ( k ) V j( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
)
(2.51)
j ≠i
Universitas Sumatera Utara
∂Qi
∂δ j
•
(k )
(
= − Vi ( k ) V j( k ) Yij cos θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
)
j≠i
(2.52)
(
)
(2.53)
j≠i
(2.54)
J4
∂Qi
∂ Vi
(k )
∂Qi
(k )
∂Vj
= −2 Vi ( k ) Yii sin θ ii − ∑ V j( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
j ≠i
(
= − Vi ( k ) Yij sin θ ij − δ i( k ) + δ (j k )
)
Setelah nilai matrik Jacobian dimasukan kedalam Persamaan (2.46) maka nilai
∆δ i(k ) dan ∆ V
(k )
i
dapat dicari dengan menginverskan matrik Jacobian seperti
Persamaan (2.55).
 ∆δ ( k )   J 1
(k )  = 

∆ V   J 3
−1
J 2   ∆P ( k ) 


J 4  ∆Q ( k ) 
Setelah nilai ∆δ i(k ) dan ∆ V
∆V
( k +1)
i
(2.55)
(k )
i
diketahui nilainya maka nilai ∆δ i( k +1) dan
dapat dicari dengan menggunakan nilai ∆δ i(k ) dan ∆ V
(k )
i
ke dalam Persamaan
(2.56) dan (2.57).
δ i(k +1) = δ i(k ) + ∆δ i(k )
(2.56)
Vi (k +1) = Vi (k ) + ∆ Vi (k )
(2.57)
Nilai δ i( k +1) dan V
( k +1)
i
hasil perhitungan dari Persamaan (2.56) dan (2.57)
merupakan perhitungan pada iterasi pertama. Nilai ini digunakan kembali untuk
perhitungan iterasi ke-2 dengan cara memasukan nilai ini ke dalam Persamaan (2.41)
dan (2.42) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya.
Universitas Sumatera Utara
Perhitungan aliran daya pada iterasi ke-2 mempunyai nilai k = 1. Iterasi
perhitungan aliran daya dapat dilakukan sampai iterasi ke-n. Perhitungan selesai apabila
nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) mencapai nilai 2,5.10-4.
Perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson
1. Membentuk matrik admitansi Yrel sistem
2. Menentukan nilai awal V(0), δ(0), Pspec, Qspec
3. Menghitung daya aktif dan daya reaktif berdasarkan Persamaan (2.41) dan
(2.42)
4. Menghitung nilai ∆Pi (k ) dan ∆Qi(k ) beradasarkan Persamaan (2.43) dan (2.44)
5. Membuat matrik Jacobian berdasarkan Persamaan (2.46) sampai Persamaan
(2.54)
6. Menghitung nilai δ ( k +1) dan V ( k +1) berdasarkan Persamaan (2.56) dan (2.57)
7. Hasil nilai δ ( k +1) dan V ( k +1) dimasukan kedalam Persamaan (2.41) dan (2.42)
untuk mencari nilai ∆P dan ∆Q . Perhitungan akan konvergensi jika nilai ∆P
dan ∆Q ≤ 10-4.
8. Jika sudah konvergensi maka perhitungan selesai, jika belum konvergensi maka
perhitungan dilanjutkan untuk iterasi berikutnya.
2.4
Faktor Daya (5,6)
Dalam rangkaian listrik, biasanya terdapat tiga macam beban listrik yaitu beban
resistif, beban induktif, dan beban kapasitif. Beban resistif adalah beban yang hanya
terdiri dari tahanan ohm dan daya yang dikonsumsinya hanya daya aktif saja. Beban
induktif mempunyai ciri–ciri bahwasanya disamping mengkonsumsi daya aktif, juga
menyerap daya reaktif yang diperlukan untuk pembentukan medan magnet dalam beban
Universitas Sumatera Utara
tersebut, jadi jumlah vektor dari daya reaktif (Q) dan daya aktif (P) biasa disebut daya
buta (S).
S = P2 +Q2
……….……………..…………………...……… (2.58)
Daya aktif (P)
Da
ya
sem
u(
S)
Daya reaktif (Q)
φ
Gambar 2.8 Vektor Diagram Segitiga Daya
Dari gambar diatas didapat rumus untuk segi tiga daya :
P = V.I Cos φ (Watt) ;
Q = V.I Sin φ ( Var) ;
S = V.I (VA)
Perbandingan antara daya aktif dan daya semu disebut faktor daya.
faktor daya =
Cos ϕ =
P
S
daya aktif
daya semu
…………………………..………………………
(2.59)
Nilai faktor daya (Cos φ) yang besar, membawa pengaruh baik pada jaringan
primer maupun sekunder. Makin besar daya reaktif suatu beban, maka makin kecil pula
faktor dayanya.
Faktor daya (Cos φ) yang terbelakang terjadi pada kondisi dimana arus
terbelakang terhadap tegangan dan keadaan ini dijumpai pada jaringan yang banyak
terdapat beban induktif. Sebaliknya faktor daya yang terdahulu terjadi pada kondisi
dimana arus mendahului tegangan dan keadaan ini dijumpai pada beban kapasitif.
Universitas Sumatera Utara
2.5
Kapasitor Shunt (5,6)
Kapasitor ini terhubung paralel pada jaringan maupun langsung pada beban,
dengan tujuan untuk perbaikan faktor daya, sebagai pengatur tegangan maupun untuk
mengurangi kerugian daya dan tegangan pada jaringan (Deshpande, 1990).
Dengan anggapan tegangan sisi beban dipertahankan konstan, maka dari gambar
dibawah ini terlihat bahwa dengan menggunakan kapasitor shunt, maka arus reaktif
yang mengalir pada saluranakan berkurang. Hal ini menyebabkan berkurangnya
penurunan tegangan pada saluran, sehingga diperlukan tegangan sumber yang tidak
berbeda jauh dengan tegangan terima. Berkurangnya arus reaktif yang mengalir pada
saluran akan memberikan penurunan rugi-rugi daya dan rugi-rugi energi.
Pada Gambar 2.9. VR menunjukan tegangan pada sisi terima dan VS adalah
tegangan pada sisi pengirim. Dengan penambahan kapasitor shunt, kita juga dapat
meningkatkan kapasitas penyaluran daya kepada konsumen, seperti yang terlihat pada
Gambar 2.9 (b).
VS
VR1
θ1
I1.XS
I1
(a)
I1.R
VS
I2.XS
VR2
θ2
I2
IC
I1
(b)
I2.R
Gambar 2.9 Tegangan Sebelum dan Sesudah Pemasangan Kapasitor Paralel
VR1 = VS – (IR.R+jIL.XS) ..................................................................... (2.60)
VR2 = VS – (IR.R+jIL.XS – jIC.XS) ........................................................ (2.61)
∆VR = VR2 - VRI
= VS – (IR.R+jIL.XS – jIC.XS) – [ VS – (IR.R+jIL.XS – jIC.XS) ]
= jIC.XS ....................................................................................... (2.62)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
IR = Komponen real arus (Ampere).
IL = Komponen reaktif arus lagging terhadap tegangan (Ampere).
IC = Komponen reaktif arus leading terhadap tegangan (Ampere).
R = Resistansi saluran (Ohm).
XS = Reaktansi jaring (Ohm).
Ketika memasang kapasitor paralel, terjadi injeksi arus IC pada sistem sehingga
faktor daya meningkat dan IL berkurang. Hal itu mengakibatkan jatuhnya tegangan
berkurang IL x XS sehingga tegangan VR meningkat. Dari Persamaan (2.62), dijelaskan
bahwa tegangan kirim yang sama diperoleh tegangan terima yang lebih besar ketika
sistem ditambahkan kapasitor paralel. Hal itu terjadi ketika faktor daya bus diperbaiki
dengan menambah kapasitor paralel, tegangan terima bus juga meningkat. Untuk
memperoleh hasil yang optimal, kekurangan daya reaktif yang dibutuhkan oleh beban
sedapat mungkin dipenuhi oleh kapasitor paralel yang dipasang.
MW
Φ2
MVar – MVarC
Φ1
MVA2
MVarC
MVar
MVA1
Gambar 2.10 Perbandingan Besar Daya Semu
Sebelum dan Sesudah Pemasangan Kapasitor Paralel.
MVA1 = MW – jMVar ........................................................................ (2.63)
MVA2 = MW – jMVar - jMVarc ......................................................... (2.64)
∆MVA = MVA2 – MVA1
= j MVarc ................................................................................. (2.65)
Universitas Sumatera Utara
Keterangan :
MVA = Daya semu (Watt).
MW = Daya aktif (Watt).
MVar = Daya reaktif (Watt).
MVarc = Ijeksi daya reaktif dari kapasitor (Watt).
2.6
Bagaimana Kapasitor Memperbaiki Faktor Daya (5,6)
Sebagaiman diketahui membangkitkan daya reaktif pada pusat pembangkit
tenaga dan menyalurkannya kepusat beban yang jaraknya jauh, sangatlah tidak
ekonomis. Hal ini dapat diatasi dengan meletakan kapasitor pada pusat beban. Gambar
berikut menunjukkan cara perbaikan faktor daya untuk sistem tersebut.
Seperti ditunjukan pada gambar, kapasitor menarik daya reaktif leading dan
mensuplay daya reaktif lagging.
P
P
Sumber
P
Q1
Q2 = Q1 - Qc
φ1
φ2
S2
Beban
Q2
S1
Q1
Qc
QC
a
b
Gambar 2.11 Perbaikan faktor daya dengan kapasitor
Anggap bahwa beban di suplay dengan daya nyata (P), daya reaktif (Q1), dan
daya semu (S1) pada faktor daya lagging sebesar :
Cos ϕ =
P
S1
Cos ϕ1 =
(P
P
2
+ Q12
)
1
…………………..……………...………
(2.66)
2
Bila kapasitor shunt sebesar Qc kVA dihubung ke beban, faktor daya akan diperbaiki
dari cos φ1, cos φ2 dimana :
Universitas Sumatera Utara
Cos ϕ 2 =
P
S2
Cos ϕ 2 =
(P
Cos ϕ =
[P
P
2
+ Q22
…………………..……………....……… (2.67)
)
1
2
P
2
+ (Q1 − Q2 )
]
2 1
2
………………...……..………… (2.68)
Dari Gambar 2.11 dapat dilihat bahwa dengan daya reaktif sebesar Qc maka
daya semu dan daya reaktif berkurang masing–masing dari S1 (kVA) ke S2 (kVA) dan
dari Q1 (kVAR) ke Q2 (kVAR). Dengan berkurangnya arus reaktif maka akan
mengurangi arus total, dan akhirnya mengurangi rugi–rugi daya.
Untuk menanggulangi masalah–masalah yang ditimbulkan beban induktif
tersebut maka pada rangkaian listrik dengan beban induktif dipasang kapasitor daya
paralel. Berikut ini ilustrasi bagaimana kapasitor membantu generator memberikan daya
reaktif yang akan disuplay pada beban induktif.
2.7
Hubungan Kapasitor Dengan Daya Reaktif
(6)
Daya aktif
Beban
induktif
Generator
Daya reaktif
Keadaan tanpa kapasitor
Daya aktif
Beban
induktif
Generator
Daya aktif
C
Keadaan dengan kapasitor
Gambar 2.12 Keadaan Tanpa dan Sesudah Pemasangan Kapasitor
Sebelum pemasangan kapasitor :
PR = 3 VR ( L − L ) I R cos Θ R
( per tiga fasa )
…...…....……
(2.69)
QR = 3 VR ( L − L ) I R sin Θ R
( per tiga fasa )
…...…..…..…
(2.70)
Universitas Sumatera Utara
Setelah pemasangan kapasitor paralel sudut faktor daya pada jepitan beban
berubah menjadi Θ΄R, Gambar 2.13.
PR = VR (L – N) IR
QR = VR (L – N) IR
sin ΘR
ΘR
cos ΘR
VR (L – N)
C
Θ'R
IR
D
E
IR
QC
B
A
Gambar 2.13 Perbaikan Faktor Daya Dengan Kapasitor Paralel
Dari Gambar 2.13. dapat dituliskan :
CA = PR tan ΘR per fasa
CD = PR tan Θ΄R per fasa
AD = QC = PR (tan ΘR - tan Θ΄R ) per fasa
Bila IC arus pada kapasitor statis :
I C = wC VR ( L − N )
..………...…….……………...…
(2.71)
Jadi daya reaktif kapasitor adalah :
QC = V R
L−N
I C = wC VR ( L − N )
2
.…..…………...… (2.72)
Dan besar kapasitor per fasa :
C=
(
PR ( 1 fasa ) tan Θ R − tan Θ1 R
w VR
2
)
..……......………...… (2.73)
( L−N )
Untuk tiga fasa maka daya reaktif total dari kapasitor :
Q3
fasa
= 3 QC = wC VR ( L − L )
2
……………..…..…...…
(2.74)
atau besar kapasitor per fasa :
C=
Q3 fasa
w VR ( L − L )
2
…………………………………..… (2.75)
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar terlihat akibat dari pemasangan kapasitor, beban induktif yang
tenaga listrik disuplay oleh generator. Sebelum kapasitor terpasang daya aktif dan daya
reaktif sepenuhnya disuplay dari generator, akibatnya daya semu (kapasitas) dari
generator menjadi besar. Setelah kapasitor terpasang, seluruh atau sebagian besar dari
daya reaktif yang diperlukan beban induktif disuplai oleh generator, dengan demikian
tugas generator yang kini mensuplai daya aktif saja menjadi ringan, dengan demikian
daya semu (kapasitasnya) menjadi kecil.
Universitas Sumatera Utara
Download