5 BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
5
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pasar Organisasional
Menurut Philip Kotler (1986, hlm 310), terdapat tiga jenis pasar organisasional, yakni
pasar industrial, pasar reseller, dan pasar pemerintah. Untuk memahami masing-masing jenis
pasar tersebut, uraiannya adalah seperti berikut :
1. Pasar Industrial
Pasar industrial terdiri daeri semu individu dan organisasi yang membeli barang serta
jasa yang masuk ke dalam produksi barang-barang dan jasa-jasa lainnya yang dijual,
disewa, atau disuplai kepada pihak-pihak yang lain.
2. Pasar Reseller
Pasar reseller terdiri dari semua individu dan organisasi yang membeli barang serta
jasa dengan maksud untuk dijual kembali atau disewakan kepada pihak-pihak yang
lain dengan mendapatkan laba.
3. Pasar Pemerintah
Pasar pemerintah terdiri atas unit-unit pemerintah – federal, negara bagian, dan
setempat – yang membeli atau menyewa barang serta jasa demi terlaksananya
fungsi-fungsi utama pemerintah.
2.2 Karakteristik Pasar Organisasional
Menuru Philip Kotler (1986, hlm 312), dalam beberapa hal, pasar organisasional itu
serupa dengan pasar konsumen – baik menyangkut orang-orang yang memegang peran
pembelian maupun yang mengambil keputusan untuk memenuhi kebutuhan. Akan tetapi,
dalam banyak hal, pasar organisasional itu secara tajam berbeda dari pasar dan karakteristik
6
permintaan, sifat unit pembelian, serta jenis keputusan dan proses keputusan. Berikut adalah
cirri-cirinya :
1. Berhubungan dengan sedikit pembeli, pembelian dalam jumlah besar bila dibanding
dengan pemasar konsumen.
2. Pasar organisasional lebih terpusat secara geografis.
3. Permintaan organisasional adalah permintaan turunan – permintaan organisasional
itu pada akhirnya berasal dari permintaan akan barang-barang konsumsi.
4. Pembelian organisasional biasanya melibatkan pemeran-serta yang lebih banyak
disamping menyangkut pembelian yang lebih profesional.
5. Pembeli organisasional biasanya menghadapi keputusan pembelian yang lebih
kompleks ketimbang pembeli konsumen. Proses pembelian organisasional cenderung
lebih formal.
6. Ketimbang melalui perantara, pembeli organisasional seringkali lebih suka membeli
secara langsung dari produsen, terutama untuk barang-barang yang kompleks
secara teknis atau yang mahal.
7. Pembeli organisasional memilih pensuplai yang juga membeli dari mereka.
2.3 Model Perilaku Pembeli Organisasional
Webster dan Wing memberi batasan pembelian organisasional sebagai :
Proses pengambilan keputusan dengan mana organisasi formal menetapkan
kebutuhan akan barang-barang dan jasa-jasa yang dibeli, dan mengidentifikasi, serta
memilih di antara berbagai alternatif merek dan pensuplai.
7
Berikut adalah gambar sebuah model perilak pembeli organisasional :
Pada tingkat yang paling dasar, pemasar ingin mengetahui bagaimana pembeli
organisasional akan memberi tanggapan terhadap berbagai rangsangan pemasaran. Gambar
ini menunjukkan bahwa rangsangan pemasaran serta rangsangan lainnya mempengaruhi
organisasi dan menghasilkan tanggapan atau respon-respon tertentu dari pembeli.
Rangsangan pemasaran terdiri dari produk,harga, tempat, dan promosi (4P). Rangsangan
lainnya adalah kekuatan-kekuatan utama dalam lingkugan organisasi : ekonomi, teknologi,
politik, kultural, serta persaingan.
Kesemua rangsangan tersebut memasuki organisasi kemudian ditransformasikan ke
dalam respon pembeli : pilihan jasa atau produk, pilihan suplai, jumlah pesanan, syarat dan
waktu penyerahan, syarat pelayanan dan syarat pembayaran. Untuk merancang strategi
marketing mix yang efektif, pemasar betul-betul memahami apa yang terjadi di dalam
organisasi untuk mengubah rangsangan tersebut menjadi respon pembelian.
Di dalam organisasi, kegiatan pembelian terdiri atas dua komponen yang utama, yaitu
pusat pembelian dan proses keputusan pembelian yang karenanya, keputusan pembelian
dipengaruhi oleh faktor intern yakni organisasional, antar pribadi, dan individual di samping
dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lingkungan ekstern.
8
Lingkungan
Rangsangan
Pemasaran
1.
2.
3.
4.
Rangsangan
Lainnya
Produk
Harga
Tempat
Promosi
1.
2.
3.
4.
5.
Ekonomi
Teknologi
Politik
Kultural
Persaingan
Organisasi
(pengaruh organisasi)
Pusat Pembelian
(Pengaruh antar Pribadi dan individual)
Proses keputusan pembelian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Respon Pembeli
Pilihan produk dan jasa
Pilihan pensuplai
Jumlah pesanan
Syarat dan waktu penyerahan
Syarat layanan
Syarat pembayaran
Gambar 2.1 Model Perilaku Pembeli Organisasional
9
2.4 Merek
2.4.1 Pengertian Merek
Menurut Durianto, Sugiarto, dan Joko Budiman (2004; p.2) mendefinisikan merek
adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut untuk
mengidentifikasi barang atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk
membedakannya dari produk pesaing dan merek merupakan nilai tangible dan intangible
yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu menciptakan nilai dan
pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat.
Merek menurut pendapat Susanto dan Wijanarko (2004:p.5) mengatakan mereka
adalah nama atau simbol yang diasosiasikan dengan produk atau jasa dan menimbulkan arti
psikologis atau asosiasi. Merek bukan hanya apa yang tercetak di dalam produk atau
kemasannya, tetapi termasuk apa yang ada di benak konsumen dan bagaimana konsumen
mengasosiasikannya.
Beda dengan pendapat Hermawan Kartajaya (2004:p.11), Marketing Icon of
Indonesia, merek merupakan indikator value yang ditawarkan kepada pelanggan, dan atau
aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan memperkuat loyalitas. Amercian
Marketing Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau
desain, atau kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau
jasa seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari barang atau jasa
pesaing. (Kolter, 2005:p.82)
Sedangkan Nicolino (2004:p.4) mengatakan bahwa adalah merek adalah entitas
yang mudah dikenali dan menjanjikan nila-nilai tertentu. Menurutnya, sebuah nama, logo,
10
singkatan, desain, atau apa saja, dapat dikatakan sebagai sebuah merek, jika memenuhi
empat hal seperti berikut :
1. Dapat dikenali atau diidentifikasi (identifiable): dapat dengan mudah memisahkan
satu barang yang serupa dengan yang lainnya melalui beberapa cara, biasanya
berupa sepatah kata, warna, atau simbol (logo) yang dapat dilihat secara langsung.
2. Memiliki entitas : sesuatu yang mempunyai eksistensi yang khas atau berbeda.
3. Janji-janji tertentu (specific promises) : sebuah produk atau jasa membuat klaim
mengenai apa yang dapat diberikannya.
4. Nilai-nilai : apapun yang didapatkan konsumen pasti merupakan sesuatu yang
konsumen perduli hingga batas tertentu.
Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri, manfaat,
dan jasa tertentu kepada pembeli . Kotler (2003, p418) menyatakan bahwa merek lebih dari
sekedar jaminan kualitas karena di dalamnya tercakup enam pengertian berikut ini.
1. Atribut produk. seperti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain, dan lain
lain. Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal , produk yang dibuat dengan baik,
terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, dan sebagainya.
2. Manfaat. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya
memebeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperlukan
untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional. Sebagai
gambaran, atribut “mahal” cenderung diterjemahkan sebagaia manfaat emosional,
sehingga orang yang mengendarai Mercedes akan merasa dirinya dianggap penting
dah dihargai.
11
3. Nilai.
Merek
juga
menyatakan
sesuatu
tentang
nilai
produsen. Mercedes
menyatakan produk yang berkinerja tinggi, aman, bergengsi, dan sebagainya.
Dengan demikian produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi di mata masyarakat.
4. Budaya. Merek juga mencerminkan budaya tertentu. Mercedes mencerminkan
budaya Jerman yang terorginisir, konsisten, tinggi keseriusannya tinggi, efisien, dan
berkualitas tinggi.
5. Kepribadian. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk
tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal untuk mendongkrak atau
menopang merek produknya.
6. Pemakai. Merek menunjukkan jenis konsumen yang memebeli atau menggunakan
produk tersebut. Pemakai Mercedes pada umumnya diasosikan dengan orang kaya,
kalangan manajer puncak, dan sebagainya. Pemakai Dimension Kiddies tentunya
adalah anak-anak.
Menurut Rangkuti (2002:p.2), merek dapat dibagi dalam pengertian lainnya, seperti :
a. Brand Name (nama merek) yang merupakan bagian dari yang dapat diucapkan.
Misalnya Prudential, Honda, Wings dan sebagainya.
b. Brand mark (tanda merek) yang merupakan sebagian dari merek yang dapat dikenali
namun tidak dapat diucapkan, seperti lambang, desain, huruf atau warna khusus.
Misalnya, symbol RCTI dengan gambar Rajawali.
c.
Trademark (tanda merek dagang) yang merupakan merek atau sebagian dari merek
yang melindungi hokum karena kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu yang
istimewa. Tanda dagang ini melindungi penjual dengan hak istimewanya untuk
menggunakan nama merek (tanda merek dagang).
12
d. Copyright (hak cipta) yang merupakan hak istimewa yang dilindungi oleh undangundang untuk memproduksi, menerbitkan, dan menjual karya tulis, karya musik atau
karya seni.
2.4.2 Peranan dan Manfaat Merek
Globalisasi telah mengakibatkan kompetisi semakin ketat, dan ratusan produk yang
berada dalam satu kategori saling berebut memuaskan kebutuhan konsumen. Konsumen
berada dalam posisi yang sangat kuat karena tersedianya banyak alternatif untuk suatu
kebutuhan, sekaligus bingung karena banyaknya pilihan. Apalagi masing-masing membanjiri
konsumen dengan iklan dan bentuk komunikasi pemasaran lainnya, disertai klaim dan janji.
Semakin jelaslah betapa pentingnya peran sebuah merek. Dan yang terpenting, 70%
pelanggan menggunakan merek sebagai petunjuk dalam membuat keputusan pembelian.
Berbagai pilihan yang ada menyebabkan pelanggan harus berfikir dan tidak yakin terhadap
proses pembelian merek yang baru dikenalnya. Merek merupakan jalan pintas bagi
pelanggan untuk membimbing mengambil keputusan pembelian yang penting.
Merek memang telah mengalami metamorfosis. Dahulu merek merupakan suatu
bentuk perlindungan konsumen, yang memberikan garansi terhadap realibilitas dan kualitas.
Dalam perkembangannya peran merek telah meluas dan mengalami perubahan. Merek
bukan sekedar tanda, tetapi sudah mencerminkan suatu gaya hidup. Misalnya sebotol kecil
air minum dalam kemasan dengan merek yang kurang dikenal dijual dengan harga 600
rupiah, tetapi di hotel atau restoran harga sebotol Perrier dapat mencapai 50 kali lipatnya.
Perusahaan mengeksploitasi kebutuhan emosional untuk membeli mereknya dan membayar
lebih dari kompetitornya.
Pada perkembangan selanjutnya merek adalah sebuah nama yang dianggap
mewakili sebuah obyek. Misalnya Honda dianggap mewakili sepeda motor, Odorono sebagai
13
wakil dari deodorant, Dop untuk bola lampu dan Odol untuk pasta gigi. Berikutnya merek
dianggap sebagai sebuah simbol, dan kemudian berkembang menjadi image. Rokok Dji Sam
Soe mencerminkan kejantanan, Volvo mencerminkan keamanan, dan Mercedes mencitrakan
kemewahan.
Jadi makna merek dalam konteks masa kini bukanlah sekedar brand name tetapi
sudah berkembang lebih jauh.
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani
harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu kepada konsumen dengan
demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan
perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang
mirip, tetapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama.
Adapun beberapa faktor yang menjadikan merek sangat penting, yaitu seperti
berikut : (Durianto, Sugiarto, Sitinjak,2004,p2)
a. Emosi konsumen terkadang naik turun. Merek mampu membuat janji emosi menjadi
konsisten dan stabil.
b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat bahwa suatu
merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya.
c.
Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
d. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian. Dengan adanya
merek, konsumen dapat dengan mudah membedakan produk yang akan dibelinya
dengan produk lain sehubungan dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan ataupun
atribut lain yang melekat pada merek tersebut.
e. Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
14
Keberadaan merek bermanfaat bagi pembeli, perantara, produsen maupun publik
(Simamora,2002,p.3).
1. Bagi pembeli. Merek bermanfaat untuk menceritakan mutu dan membantu memberi
perhatian terhadap produk-produk baru yang mungkin bermanfaat bagi mereka.
2. Bagi masyarakat. Merek bermanfaat dalam dua hal. Pertama, pemberian merek
memungkinkan
mutu
produk
lebih
terjamin
dan
lebih
konsisten.
Kedua,
meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan informasi tentang
produk dan tempat.
3. Bagi Penjual. Merek bermanfaat dalam empat hal. Pertama, memudahkan penjual
mengolah dan menelusuri masalah-masalah yang timbul. Kedua, memberikan
perlindungan
hokum
atas
keistimewaan
atau
ciri
khas
produk.
Ketiga,
memungkinkan untuk menarik sekelompok pembeli yang setia dan menguntungkan.
Keempat, membantu penjual melakukan segmentasi pasar.
2.5 Ekuitas Merek
2.5.1 Pengertian Ekuitas Merek
Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan
suatu merek, nama, simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan
oleh sebuah produk atau jasa kepada perusahaan maupaun kepada pelanggan. Agar aset
dan liabilitas mendasari ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan
dengan nama atau simbol merek, beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi
dasar ekuitas merek akan berubah pula. (Durianto, Sugiarto, Sitinjak, 2001:p.4)
Menurut Hana dan Wozniak yang dikutip oleh Simamora (2002,p 46-47) mengatakan
bahwa ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan merek pada produk. Sepanjang
15
memberikan nilai tambah, apalagi justru mengurangi nilai produk, berarti tidak ada ekuitas
merek. Jadi, merek melihat ekuitas merek sebagai nilai yang positif.
Menurut Philip Kolter dalam (2005:p.86) mendefinisikan ekuitas merek sebagai efek
diferensial positif yang ditimbulkan oleh pengetahuan nama merek terhadap pelanggan atas
produk atau jasa tersebut. Ekuitas merek mengakibatkan pelanggan memperlihatkan
preferensi terhadap suatu produk dibandingkan dengan yang lain kalau keduanya pada
dasarnya identik.
Berbeda halnya dengan Srinivasan dan Park yang dikutip oleh Simamora (2002,p.47)
membuat konsepsi yang memungkinkan ekuitas merek bernilai negatife, nol, ataupun positif.
Menurut mereka, pada produk-produk bermerek terdapat dua jenis nilai. Pertama, nilai
objektif, yaitu nilai berdasarkan realitas. Ini merupakan nilai yang tidak terkontaminasi oleh
segala hal yang terkait dengan merek. Kedua, nilai total produk dengan merek. Ekuitas
merek adalah selisih antara nilai total produk (dengan merek) dikurangi nilai objektifnya.
Dengan hubungan sedemikian,dimungkinkan nilai ekuitas merek yang positif, nol dan
negatif. Menurut mereka juga, ekuitas merek dapat dilihat pada ruang lingkup individu,
segmen maupun pasar secara total. Pada ruang lingkup individu, dimungkinkan perbedaan
ekuitas merek pada individu yang berbeda.
2.5.2 Elemen-elemen ekuitas merek
Menurut David A. Aaker (Durianto,Sugiarto,Sitinjak,2004,p.4) ekuitas merek (brand
equity) dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori, yaitu :
1. Kesadaran Merek (brand awareness), menunjukkan kesanggupan seorang calon
pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan
bagian dari kategori produk tertentu.
16
2. Asosiasi Merek (brand association), mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap
suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat,
atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
3. Kualitas yang dirasakan (perceived quality), mencerminkan persepsi pelanggan
terhadap
keseluruhan
kualitas/keunggulan
suatu produk
atau
jasa
layanan
berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
4. Loyalitas Merek (brand loyalty), mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan
suatu merek produk.
5. Aset-aset Merek lainnya (other proprietary brand assets) seperti hak paten, rahasia
teknologi, rahasia bisnis, akses khusus terhadap pemasok ataupun pasar, dan lainlain.
Empat elemen ekuitas merek (brand equity) di luar aset-aset merek lainnya dikenal
dengan elemen-elemen utama dari ekuitas merek (brand equity). Elemen brand equity yang
kelima secara langsung akan dipengaruhi oleh kualitas dari empat elemen utama tersebut.
Namun pengukuran ekuitas merek dikembangkan lagi oleh David A.Aaker
(Durianto,Sugiarto,Budiman,2004,p.4-5)
menjadi
model
Brand
Equity
Ten
yang
dikelompokkan dalam lima kategori dengan sepuluh elemen sebagai indikator ekuitas merek.
Empat kategori yang pertama mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek melalui
empat dimensi ekuitas merek yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, kualitas yang
dirasakan, dan loyalitas merek. Kategori kelima meliputi pengukuran dua jenis perilaku pasar
(market behaviour) yang mewakili informasi yang diperoleh berdasarkan pasar, dan bukan
langsung dari konsumen.
17
Kategori Awareness Measures
1. Kesadaran merek (Brand Awareness)
Kategori Association Measures
2. Nilai yang dirasakan (Perceived Value)
3. Kepribadian Merek (Brand Personality)
4. Asosiasi Organisasi (Organizational Brand)
Kategori Perceived Quality / Leadership Measures
5. Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality)
6. Kepemimpinan / Popularitas (Leadership/Popularity)
Kategori Loyalty Measures
7. Harga Optimum ( Price Premium)
8. Kepuasan / Loyalitas ( Satisfaction / Loyalty)
Kategori Market Behavoiur Measures
9. Pangsa Pasar ( Market Share)
10. Harga pasar ( Market Price) dan Jangkauan Distribusi (Distribution Coverage)
2.5.3 Peranan dan Manfaat Ekuitas Merek
Bagi pelanggan, brand equity merupakan aset yang dapat memberikan nilai
tersendiri. Aset tersebut dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan
menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut. Brand Equity dapat
mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas
dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai
karakteristik merek. Pada kenyataannya, asosiasi merek dan kualitas yang dirasakan dapat
mempertinggi tingkat kepuasan konsumen.
18
Disamping memberi nilai bagi konsumen, ekuitas merek juga memberikan nilai bagi
perusahaan dalam bentuk :
1. Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam
memikat para konsumen baru, bahkan merangkul kembali konsumen lama.
2. Empat dimensi ekuitas merek : brand awareness, perceived quality, asosiasiasosiasi dan aset merek lainnya dapat mempengaruhi alasan pembelian
konsumen.
3. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal penting dalam merespon
inovasi yang dilakukan oleh pesaing.
4. Asosiasi-asosiasi merek juga sangat penting sebagai dasar strategi positioning
maupun strategi perluasan produk.
5. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan perusahaan memperoleh margin yang
lebih tinggi dengan menjual produk pada harga optimum (premium pricing) dan
mengurangi ketergantungan pada promosi.
6. Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan
perluasan merek pada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang
terkait yang biayanya akan jauh lebih mahal untuk dimasuki tanpa merek yang
memiliki ekutias merek tersebut.
7. Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu
menciptakan loyalitas saluran distribusi.
8. Aset-aset ekuitas merek lainnya dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi
perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak memiliki pesaing.
Sebagai contoh, pemasar tidak akan ragu lagi untuk memasarkan suatu produk
atau jasa yang memiliki ekuitas merek yang kuat.
19
2.6 Kesadaran Merek
Menurut Aaker (1996 :90), kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan
merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori
dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran
adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi
persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci
pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka
hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.
Piramida kesadaran merek dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah
sebagai berikut.
1. Unaware of Brand ( tidak menyadari merek) adalah tingkat paling rendah dalam
piramida kesadaran merek, di mana konsumen tidak me menyadari adanya suatu
merek.
2. Brand Recoginition (pengenalan merek) adalah tingkat minimal kesadaran merek, di
mana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali
lewat bantuan. (aided call).
3. Brand Recall (pengingatan kembali terhadap merek) adalah pengingatan kembali
terhadap merek tanpa bantuan (unaided call).
4. Top of mind (puncak pikiran) adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh
konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. Dengan kata lain,
merek tersebut merupakan merek utama dari berebagai merek yang ada dalam
benak konsumen.
20
Top Of
Mind
Brand Recall
Brand Recognition
Unware of Brand
Sumber : David A. Aaker (1997), Manajemen Ekuitas Merek : Memanfaatkan nilai dari suatu
merek,halaman 92
Gambar2.3 Piramida Kesadaran Merek
Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapat dipahami dengan mengkaji
bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai.
Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain
Kesadaran
Merek
Familier / rasa suka
Subtansi / komitmen
Mempertimbangkan merek
Gambar 2.4 Nilai-Nilai Kesadaran Merek
Penjelasan dari keempat nilai tersebut adalah sebagai berikut :
21
1. Jangkar yang menjadi cantolan asosiasi lain
Suatu merek yang kesadarannya tinggi akan membantu asosiasi-asosiasi melekat
pada merek tersebut karena daya jelajah merek tersebut menjadi sangat tinggi di
benak konsumen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika kesadaran suatu
merek rendah, suatu asosiasi yang diciptakan oleh pemasar akan sulit melekat pada
merek tersebut.
2. Familier/rasa suka
Jika kesadaran merek kita sangat tinggi, konsumen akan sangat akrab dengan
merek kita, dan lama-kelamaan akan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merekmerek yang kita pasarkan. “ Tak kenal maka tak sayang” merupakan ungkapan yang
tepat pada situasi ini.
3. Subtansi/komitmen
Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang sangat
penting bagi suatu perusahaan. Jadi jika kesadaran atas merek tinggi. Kehadiran
merek itu akan selalu dapat kita rasakan. Sebuah merek dengan kesadaran
konsumen tinggi biasanya disebebkan oleh beberapa faktor, antara lain :
•
Diiklankan secara luas
•
Eksistensi yang sudah teruji oleh waktu
•
Jangkauan distribusi yang luas
•
Merek tersebut dikelola dengan baik.
Karena itu, jika kualitas dua merek adalah sama, kesadaran merek akan
menjadi faktor yang menentukan dalam keputusan pembelian.
4. Mempertimbangkan merek
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-merek
yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan diputuskan merek
22
mana akan dibeli. Merek dengan top of mind yang tinggi mempunyai nilai
pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek yang tersimpan dalam ingatan, merek
tersebut tidak akan dipertimbangkan dalam benak konsumen. Biasanya merek-merek
yang disimpan dalam ingatan konsumen adalah yang disukai atau dibenci.
Asosiasi Merek(Brand Association)
2.7
Pada umumnya asosiasi merek (terutama yang membentuk brand image-nya)
menjadi pijakan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitasnya terhadap merek
tersebut. Dalam prakteknya, didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi dan variasi dari
brand association yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek, dipandang dari sisi
perusahaan maupun sisi pengguna. Berbagai fungsi association tersebut adalah :
(Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak,2001)
•
Help process/ Retrieve information (membantu proses penyusunan informasi)
•
Differentiate (Membedakan)
Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi upaya pembedaan suatu
merek dari merek lain.
a. Reason (alasan pembelian)
Brand Association membangkitkan berbagai atribut produk atau manfaat bagi
konsumen (consumer benefits) yang dapat memberikan alasan spesifik bagi
konsumen untuk membeli dan menggunakan merek tersebut.
b. Create positive attitude/ feeling (menciptakan sikap atau perasaan postif)
Berbagai asosiasi mampu merangsang suatu perasaan positif yang pada gilirannya
merembet
ke
merek
yang
bersangkutan.
Asosiasi-asosiasi
tersebut
dapat
menciptakan perasaan positif atas dasar pengalaman sebelumnya serta pengubahan
pengalaman tersebut menjadi suatu yang lai ndaripada yang lain.
23
c.
Basic for extensions (landasan untuk perluasan)
Suatu asosiasi dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan dengan
menciptakan suatu kesesuaian (sense of fit) antar merek dengan sebuah produk
baru, atau dengan menghadirkan alasan untuk membeli produk perluasan tersebut.
2.8
Kualitas yang Dirasakan (Perceived Quality)
Menurut David A. Aaker (1997 :124), “Kualitas yang dirasakan merupakan persepsi
konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan
yang sama dengan maksud yang diharapkan.”
Kualitas yang dirasakan adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Kualitas yang
dirasakan mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal, seperti :
1. Kualitas aktual atau obyektif (actual or objective quality)
Perluasan ke suatu bagian dari produk/jasa yang memberikan pelayanan lebih baik.
2. Kualitas isi produk (product-based quality)
Karakteristik dan kuantitas unsur, bagian, atau pelayanan yang disertakan.
3. Kualitas proses manufaktur (manufacturing quality)
Kesesuaian dengan spesifikasi; hasil akhir yang “tanpa cacat” (zero defect)
24
Alasan untuk membeli
Deferensiasi/posisi
Kualitas
yang
dirasakan
Harga optinum
Minat saluran distribusi
Perluasan merek
Gambar2.5 Nilai-nilai kualitas yang dirasakan
Sumber : Darmadi Durianto, Sugiarto, Lie Joko Budiman 2004, Brand Equity Ten
Gambar 2.5 mengambarkan nilai-nilai dari kualitas yang dirasakan dalam bentuk :
1. Alasan untuk membeli
Konsumen seringkali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi
yang mungkin mengarah pada objektivitasnya mengenai kualitas. Atau informasi itu
memang tidak tersedia. Atau konsumen tidak mempunyai kesanggupan atau sumber
daya untuk mendapatkan atau memproses informasi.
Karena terkait dengan keputusan-keputusan pembelian, persepsi kualitas
mampu mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas
tinggi, kemungkinan besar periklanan dan promosi yang dilancarkan akan efektif.
25
2. Diferensiasi/posisi
Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kualitas yang
dirasakan, yaitu apakah merek tersebut superoptimum, optimum, bernilai, atau
ekonomis. Juga, berkenaan dengan kualitas yang dirasakan, apakah merek tersebut
terbaik atau sekadar kompetitif tehadap merek-merek lain.
3. Harga optimum
Keuntungan kualitas yang dirasakan memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan
harga optimim (price premium). Harga optmum bisa meningkatkan laba dan/atau
memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut. Berbagai sumber
daya ini dapat digunakan untuk membangun merek, seperti menguatkan kesadaran
atau asosiasi atau mutu produk. Harga optimum juga dapat menguatkan kualitas
yang dirasakan, yaitu “Anda mendapatkan yang anda bayar.”
4. Minat saluran distribusi
Kualitas yang dirasakan juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan
berbagai pos saluran lainnya. Sebuah pengecer atau pos saluran lainnya dapat
menawarkan suatu produk yang memiliki kualitas yang dirasakan tinggi dengan
harga yang menarik dan menguasai lalu lintas distribusi tersebut. Pos saluran
distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.
5. Perluasan merek
Sebuah merek yang kuat dalam hal kualitas yang dirasakan dapat diekploitasi untuk
meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar
dibandingkan merek dengan kualitas yang dirasakan yang lemah. Caranya adalah
dengan menggunakan merek tersebut untuk masuk ke dalam kategori produk baru.
Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil. Pertama, merek
tersebut harus kuat. Merek yang tidak kuat akan membuat merek tersebut sulit
26
diperluas. Kedua, merek tersebut masih bisa diperluas, jadi belum overextension.
Merek yang sudah terlalu banyak diperluas ke kategori yang lain akan sulit diterima
oleh konsumen dan justru akan menimbulkan kebingungan di benak mereka. Ketiga,
keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dan yang lain. Suatu merek
biasanya sudah mempunyai citra dan jika ingin diperluas ke kategori lain, harus
dilihat apakah citra ini bisa ditransfer atau tidak.
Pertanyaan selanjutnya adalah “Bagaimana sebenarnya kita mengukur efektivitas
perluasan merek?” Cara yang paling mudah adalah kita mengukur efek dari perluasan merek
tersebut dalam hal kepercayaan, kesukaan dan kejelasan. Jadi jika setelah merek tersebut
diperluas konsumen semakin percaya, semakin suka, dan merek tersebut semakin jelas di
benak konsumen, makan perluasan tersebut berhasil.
2.9
Kepuasan/Loyalitas (brand loyalty)
Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal
kepada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran di bisnis jasa ( seperti
perusahaan penyewaan mobil, hotel atau bank). Sementara ini, loyalitas merupakan hasil
akumulasi pengalaman penggunaan produk.
Berdasarkan Gambar 2.6.,tingkatan loyalitas merek adalah sebagai berikut.
1. Switcher / price buyer (pembeli yang berpindah-pindah)
Adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen
berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak
loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang
kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka
membeli suatu merek karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena
harganya murah.
27
Committed
Buyer
Liking the Brand
Satisfied Buyer
Habitual Buyer
Switcher Buyer
Sumber : David A.Aker (1997), Manajemen Ekuitas Merek: Memanfaatkan nilai dari suatu merek, halaman 92
Gambar 2.6 Piramida Loyalitas Merek
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi suatu merek
produk. Tidak ada alas an yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau
berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau
pengorbanan lain. Jadi, ia membeli suatu merek karena alas an kebiasaan.
3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peraliahan)
Adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun
mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung switching cost (biaya
peralihan), seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek
tersebut. Untuk menarik peminat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengatasi biaya
peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat
sebagai kompensasi.
4. Likes the brand (menyukai merek)
28
Adalah kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka
didasari
oleh
asosiasi
yang
berkaitan
dengan
simbol,
rangkaian
pengalaman
menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi.
5. Committed buyer (pembeli yang berkomitmen)
Adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggan dalam menggunakan
suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi
maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada
kategori ini adalah tindakan pembeli untuk merekomendasikan/mempromosikan merek
yang ia gunakan kepada orang lain.
2.10
Harga Pasar dan Jangkauan Distibusi (Market Price & Distribution
Coverage)
Menurut Darmadi Durianto, Sugiarto,Lie Joko Budiman (2004), pengukuran ekuitas
merek dapat menjadi bisa bila kenaikan harga pangsa pasar disebabkan oleh penurunan
harga atau promosi harga. Bahkan harga yang diturunkan tanpa mengikuti mekanisme
struktur harga akan mengikis nilai ekuitas merek. Karena itu penting untuk mengukur relative
market price saat merek dijual, yang dapat dibitung sebagai harga rata-rata saat merek
dijual dalam bulan yang bersangkutan dibagi harga rata-rata semua merek yang dijual.
Pengukuran harga pasar menjadi sangat penting untuk mengetahui apakah harga kita terlalu
tinggi (over pricing) atau terlalu rendah (under pricing). Jadi penetapan harga harus
memperhatikan faktor internal maupun faktor eksternal.
Penetapan harga berdasarkan harga pasar biasanya dimulai dari kebutuhan
pelanggan (customer needs) kemudian baru dari faktor-faktor lainnya, seperti reaksi pesaing,
posisi produk di pasar, dan masalah biaya serta margin. Pangsa pasar atau sales data juga
sensitiF terhadap jangkauan distribusi. Perolehan atau kehilangan outlet utama, atau
29
perpindahan ke wilayah geografis lain dapat mempengaruhi pencapaian penjualan. Oleh
karena itu sangat penting untuk melihat dengan jelas ekuitas merek berdasarkan perubahan
jangkauan distribusi yang dibentuk dengan memperkuat persepsi kualitas atau identitas
merek. Pemilihan strategi distribusi menjadi sangat penting, dan secara umum ada 5 strategi
yang bias digunakan oleh produsen/ principal :
1. Strategi tunggal nasional. Strategi ini menggunakan satu perusahaan distribusi atau
distributor untuk mendistribusikan produknya secara nasional.
2. Strategi multi nasional. Strategi ini biasanya menggunakan beberapa perusahaan
distribusi untuk mendistribusikan produknya ke seluruh Indonesia.
3.
Strategi distribusi sendiri. Ini berarti perusahaan mendistribusikan sendiri produknya
yang dimilikinya. Perusahaan bisa memasarkan langsung ke konsumen maupun
pengecer atau mendirikan satu perusahan distribusi untuk mendistribusikan
produknya sendiri, yaitu PT Indomarco untuk mendistribusikan produknya, PT Kalbe
Farma menggunakan Enseval, Garuda Food memiliki PT SNS, dan sebagainya.
4. Strategi mikroskopik. Strategi menempatkan suatu wilayah menjadi subwilayah yang
lebih kecil, kemudian mengangkat satu distributor untuk setiap subwilayah tersebut.
Misalnya wilayah Jakarta dan sekitarnya dibagi menjadi 7 wilayah, yaitu Jakarta
Ousat, Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bekasi, Tangerang , dan Bogor,
kemudian satu distributor diangkat di setiap wilayah tersebut.
5. Strategi kombinasi (hybrid strategy). Strategi ini menggunakan berbagai kombinasi 4
strategi di atas. Misalnya, perusahaan mendistribusikan produknya sendiri di Pulau
Jawa dan Medan, di luar wilayah tersebut mereka memakai distributor independent.
Atau perusahaan juga bisa menggunakan jaringan distribusi sendiri dan sekaligus
distributor independent dalam wilayah yang sama ( Toyota menggunakan Auto 2000
dan dealer lain seperti Tunas, Astrido dan sebagainya.)
30
2.11kerangka Pemikiran
Brand
Building
Ekuitas Merek
Brand
Awarenesss
Brand
Association
1.Top of
mind
2.Brand
Recall
3.Brand
Recognition
4.Unaware of
Brand.
Atribut
Perceived
Quality
Brand
Loyalty
Market
Measures
Atribut
1.Switcher.
2.Habitual
Viewer
3.Satisfied
Viewer
4.Liking the
Brand
5.Commited
Viewer
1.Market
Price
2.Market
Share
3.Coverage
Distribution
Gambar 2.7 Kerangka Pemikiran
Download