aplikasi pelatihan scaffolding berbasis android augmented reality

advertisement
Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012
1
APLIKASI PELATIHAN SCAFFOLDING BERBASIS ANDROID
AUGMENTED REALITY
Antony Boska1, Ananda2 & Ibnu Surya3
Program Studi Teknik Informatika Jurusan Teknik Informatika Politeknik Caltex Riau
Jl. Umbansari 1 Rumbai, Pekanbaru 28265 – Riau, Telp. 0761-53939, Fax. 0761-554224
www.pcr.ac.id
E-mail: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak
Augmented Reality adalah sebuah teknologi yang menggabungkan benda virtual komputer dengan benda
nyata yang menghasilkan suara atau grafis ke dalam dunia nyata. Augmented Reality berkembang sangat
pesat sehingga memungkinkan pengembangan teknologi ini dibidang konstruksi khususnya scaffolding.
Scaffolding dibuat untuk memudahkan dan mengamankan pekerjaan di ketinggian. Scaffolder
membutuhkan visualisasi 3D agar dapat memahami betul proses pemasangan, pembongkaran scaffolding
serta penghitungan material scaffolding. Untuk itu, dibangunlah sebuah aplikasi pelatihan scaffolding
menggunakan teknologi Augmented Reality yang dapat digunakan kapanpun oleh pekerja melalui
smartphone yang menggunakan OS Android. Aplikasi ini bekerja dengan menyediakan marker sebagai
alat peraga yang diidentifikasi menggunakan kamera untuk memunculkan objek 3D pada smartphone
Android. Hasil proyek akhir ini berupa aplikasi mobile pemodelan scaffolding yang dijalankan pada
smartphone Android. Aplikasi ini berjalan lancar dan stabil dengan menggunakan smartphone Android
yang memiliki processor dual core serta memiliki fasilitas optical zoom pada kameranya untuk
menghasilkan jarak ideal pendeteksian marker yang lebih luas. Pengujian menunjukkan bahwa
scaffolder, supervisor scaffolding dan inspector konstruksi lebih mudah memahami proses pemasangan
dan pembongkaran scaffolding, pengawasan dan inspeksi scaffolding sesuai dengan bidang pekerjaan
masing-masing.
Kata kunci: Scaffolding, Augmented Reality, Smartphone, Android.
Abstract
Augmented Reality is a technology that combines computer virtual objects with real objects that
generates a sound or graphics into the real world. Augmented Reality evolves rapidly and thus allow the
development of this technology in construction, especially scaffolding. Scaffolding is made to ease and to
secure jobs in height. The scaffolder will require 3D visualization in order to understand the correct
process of erection, dismantling of scaffolding and calculating the amount of scaffolding material.
Therefor was built a scaffolding training application that uses Augmented Reality technology that can be
used at any time by the workers through a smartphone using the Android OS. This application works by
providing a marker as props that were identified using Android smartphone camera to display 3D objects
on the smartphone. The results of this final project is a mobile application of scaffolding modelling that
runs on Android smartphone. This application runs smoothly and stabilized using Android smartphone
with dual core processor and has a optical zoom facility on the camera to produce the ideal distance
detection marker wider. Tests showed that the scaffolder, scaffolding supervisor and inspector of
construction easier to understand the process of erection and dismantling of scaffolding, scaffolding
supervision and inspection in accordance with the scope of work (SOW) respectively.
Keywords: Scaffolding, Augmented Reality, Smartphone, Android.
1.
PENDAHULUAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen Tenaga Kerja Singapore
tahun 2005, menunjukkan bahwa penyumbang terbesar (75%) dari kecelakaan kerja adalah dari
sektor konstruksi khususnya yang menyangkut pekerjaan di ketinggian. Untuk melindungi
keselamatan tenaga kerja di sektor konstruksi ini, pemerintah mengeluarkan peraturan yang
2
Antony Boska, Ananda, Ibnu Surya
menyangkut penggunaan perancah atau yang lebih dikenal dengan scaffolding dan petugasnya
(Disnakertrans RI 2005).
Scaffolding adalah bangunan peralatan yang dibuat untuk sementara dan digunakan
sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi
bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran. Scaffolding yang sesuai dan
aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yang tidak dapat dilakukan dengan aman oleh
seseorang yang berdiri di atas konstruksi yang kuat dan permanen, kecuali apabila pekerjaan
tersebut dapat dilakukan dengan aman dengan mempergunakan tangga. Scaffolding harus diberi
lantai papan yang kuat dan rapat sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja, peralatan
dan bahan yang dipergunakan. Lantai scaffolding harus diberi pagar pengaman, apabila
tingginya lebih dari 1.8 meter.
Penggunaan scaffolding yang begitu penting pada setiap kegiatan konstruksi khususnya
di ketinggian, membuat setiap perusahaan yang bergerak dibidang konstruksi mewajibkan setiap
karyawannya untuk mengikuti pelatihan scaffolding yang berguna untuk mencegah atau
mengurangi kecelakaan kerja pada setiap kegiatan konstruksi yang dilakukan. Pada saat
pelaksanaan proses pelatihan scaffolding, para trainer scaffolding yang akan memberikan
pelatihan-pelatihan kepada para pekerja konstruksi, membutuhkan suatu visualisasi scaffolding
yang interaktif agar dapat dimengerti oleh para pekerja.
Oleh karena itu, agar pembuatan scaffolding lebih tergambar dengan jelas, pada proyek
akhir ini dibangun Aplikasi Pelatihan Scaffolding Berbasis Android Augmented Reality dengan
menggunakan Unity 3D.
Hasil proyek akhir ini berupa aplikasi mobile pemodelan scaffolding yang dijalankan
pada smartphone Android. Pengujian menunjukkan bahwa scaffolder, supervisor scaffolding
dan inspector konstruksi lebih mudah memahami proses pemasangan dan pembongkaran
scaffolding, penghitungan material yang akan digunakan serta pengawasan dan inspeksi
scaffolding sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing.
Tujuan dari proyek akhir ini adalah membangun aplikasi pelatihan scaffolding berbasis
AR yang mampu menampilkan objek 3D pada smartphone Android.
Perumusan masalah dari pembuatan proyek akhir ini adalah bagaimana membuat
aplikasi pelatihan scaffolding berbasis AR pada smartphone Android.
Ruang lingkup masalah dalam proyek akhir ini adalah aplikasi ini digunakan sebagai
simulasi pemasangan dan pembongkaran scaffolding yang digunakan pada saat pelatihan
scaffolding dibagian teori dengan ukuran scaffolding 1 bay 1 lift, kemudian perancangan alat
peraga scaffolding berbasis AR, membangun aplikasi AR menggunakan library Vuforia,
software menggunakan Blender dan Unity 3D, aplikasi ini dibuat untuk smartphone Android
versi 2.3 (Gingerbread) dan versi-versi setelahnya dan aplikasi ini berjalan pada smartphone
dengan arsitektur ARMv7.
Manfaat dari proyek akhir ini untuk mempermudah para scaffolder, supervisor
scaffolding dan inspector konstruksi memahami proses pemasangan dan pembongkaran
scaffolding serta pengawasan dan inspeksi scaffolding sesuai dengan scope of work (SOW)
masing-masing dan untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam melakukan proses
penghitungan material scaffolding.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Scaffolding
Scaffolding/perancah adalah bangunan peralatan yang dibuat untuk sementara dan
digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap pekerjaan
konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran (Chevron 2006).
2.1.1
SOP Pemasangan Scaffolding (Scaffolding Erection)
Berikut adalah prosedur pemasangan scaffolding yang telah ditetapkan berdasarkan
standar internasional:
Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012
a. Mengamati potensi bahaya di sekitar lokasi kerja dan melakukan tindakan
pencegahan (menghilangkan potensi bahaya atau sekurang-kurangnya mengurangi
potensi bahaya):
- Menentukan lokasi/letak scaffolding yang akan dipasang.
- Memastikan letak benda-benda dan peralatan umum di sekitar tempat kerja berada
dalam lingkup daerah yang aman untuk dilalui.
b. Permukaan tanah tidak rata/bergelombang. Meratakan tanah untuk dudukan base
plate. Memasang tiang scaffolding tegak lurus di atas base plate atau sole
plate/wood dan memastikan tiang tidak akan terbenam bila terbebani.
c. Memasang ledger pipe (pipa memanjang) mendatar level dengan menggunakan
clamp rigid pada tiang dan berada di dalam diantara tiang.
d. Memasang transom (pipa melintang) dengan menggunakan clamp rigid pada tiang
dan di dalam tiang serta mendatar level.
e. Memasang bracing (pipa diagonal) membentuk diagonal dengan clamp swivel pada
tiang dan di luar tiang.
f. Memasang ladder (tangga) di salah satu sisi tangga bisa terbuat dari aluminium atau
terbuat dari material pipa scaffolding sendiri yang dipotong sesuai ukuran standard.
g. Memasang plank (lantai kerja) di atas pipa ledger / pipa transom diikat dengan
kawat ke pipa ledger / pipa transom.
h. Memasang guard rail (hand rail) maksimum 120cm dan mid rail dipasang
maksimum 90cm di bawah hand rail.
j. Memasang toe board disemua sisi lantai kerja maksimum 20cm atau sama dengan
papan lantai atau minimum 10cm.
k. Memasang tag scaffolding hijau untuk scaffolding yang aman. Memasang tag
scaffolding merah untuk scaffolding yang tidak aman.
2.1.2
SOP Pembongkaran Scaffolding (Scaffolding Dismantle)
Berikut adalah prosedur pembongkaran scaffolding yang telah ditetapkan berdasarkan
standar internasional:
a. Memberi tanda scaffolding.
Mengganti dan memasang tanda merah (red tag) pada scaffolding (yang
menyatakan bahwa hanya petugas scaffolding yang diijinkan membongkar
scaffolding).
b. Melepaskan guard rail.
Melepaskan guard rail dan menurunkannya dengan tali secara estafet dan
tidak dijinkan dilempar atau dijatuhkan.
c. Membongkar toe board.
Melepaskan toe board dan menurunkannya dengan tali secara estafet dan
tidak dijinkan dilempar atau dijatuhkan.
d. Membongkar lantai kerja.
Menggunakan tang potong untuk melepaskan ikatan kawat pada papan
lantai kerja dan menurunkannya dengan tali secara estafet dan tidak dijinkan
dilempar atau dijatuhkan.
e. Membongkar tangga.
Melepaskan tangga secara bertahap.
f. Melepaskan bracing.
Melepaskan bracing secara bertahap.
g. Melepaskan transom dan ledger.
Melepaskan transom dan ledger bagian atas secara bertahap.
Melepaskan tiang dan alas satu persatu.
h. Mengumpulkan semua bagian dengan rapi dan teratur.
3
4
Antony Boska, Ananda, Ibnu Surya
2.2
Android
Android adalah sebuah sistem operasi untuk perangkat mobile berbasis linux yang
mencakup sistem operasi, middleware dan aplikasi. Pada awalnya sistem operasi ini
dikembangkan oleh Android Inc., sebuah perusahaan yang kemudian dibeli oleh Google dan
akhir-akhir ini bekerja sama dengan Open Handset Alliance (OHA). Android menyediakan
platform yang terbuka lebar bagi para pengembang yang ingin menciptakan aplikasi sendiri
pada mobile Android (open source). Terdapat juga Android Market yang menyediakan ribuan
aplikasi, baik gratis maupun berbayar, serta memiliki aplikasi native Google yang terintegrasi,
seperti push email GMail, Google Talk, Google Maps dan Google Calendar (Nazruddin Safaat,
2011).
2.3
Augmented Reality (AR)
AR merupakan upaya penggabungan dunia nyata dengan dunia virtual yang dibuat
melalui komputer sehingga batas antara keduanya sangat tipis. AR adalah variasi dari Virtual
Enviroment (VE) atau yang lebih dikenal dengan Virtual Reality (VR). Virtual Reality memiliki
arti sebuah situasi dimana pengguna secara keseluruhan berada di dalam lingkungan maya.
Ketika berada di lingkungan itu pengguna sendiri tidak dapat melihat dunia nyata disekitarnya.
Berbeda dengan AR yang masih dapat melihat dunia nyata dan objek maya yang hanya
ditampilkan ke lingkungan nyata. Oleh karena itu, AR hanya sebagai tambahan realitas dan
bukan menggantikannya (Azuma, 1997).
2.4
Vuforia (QCAR)
Vuforia Augmented Reality adalah sebuah library untuk membangun aplikasi AR yang
dikembangkan oleh vendor semi conductor Qualcomm yang berasal California, Amerika
Serikat. Library Vuforia memungkinkan para developer mengembangkan sebuah pengalaman
3D yang lebih interaktif. Vuforia library menawarkan keuntungan sebagai berikut:
1. Computer vision technology, untuk menyelaraskan marker dengan objek 3D.
2. Di dukung oleh berbagai development tools, seperti Unity 3D dan Xcode.
3. Bebas royalti, baik dalam pengembangan maupun penjualan.
2.5
Unity 3D
Unity 3D adalah sebuah software yang digunakan untuk membuat game 3D atau
content interaktif lainnya, seperti visualisasi arsitektur atau animasi 3D yang bersifat real time.
Unity 3D mendukung beberapa bahasa pemrograman seperti Java Script, C/C++ dan Boo
Script.
2.6
Blender
Blender adalah software 3D modelling yang dapat digunakan untuk membuat
visualisasi 3D serta siaran dan video berkualitas bioskop, sedangkan penggabungan mesin 3D
real-time memungkinkan penciptaan konten 3D interaktif untuk pemutaran yang berdiri sendiri.
Blender memiliki berbagai macam kegunaan termasuk pemodelan, rendering, animasi,
texturing, rigging, editing non-linear, scripting, composite dan banyak lagi.
2.7
Audacity
Audacity adalah software perekaman suara gratis yang terbaik. Aplikasi ini tidak hanya
merekam saja, tapi juga bisa melakukan teknik pengolahan audio digital. Aplikasi ini dapat
berjalan di berbagai versi sistem operasi seperti Windows, Mac Os dan Linux. Kelebihan yang
dimiliki oleh Audacity antara lain:
1. Mengkonversi berbagai audio menjadi bentuk digital.
2. Mendukung banyak jenis file audio seperti MP3, WAV, AIFF dan lain-lain.
3. Mengubah tempo dan nada.
Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012
III.
5
PERANCANGAN
Adapun perancangan dalam menyelesaikan proyek akhir ini antara lain:
3.1
Flowchart Pembuatan Aplikasi
Gambar 3.1 Flowchart pembuatan aplikasi
Pada proses pembuatan aplikasi, objek 3D scaffolding dibuat dan dianimasikan di
Blender, kemudian objek 3D scaffolding dieksport dengan ekstensi .fbx. Langkah berikutnya
membuat projek baru di Unity 3D, mengimport objek 3D scaffolding, marker dan library
QCAR SDK, kemudian coding di editor Unity 3D. Projek di build menggunakan Andoid SDK
sehingga terbentuk apilikasi dengan ekstensi .apk. Aplikasi dijalankan di smartphone Android,
kemudian mengarahkan kamera smartphone Android ke marker, kamera mengidentifikasi
marker dan objek 3D scaffolding tampil di atas marker.
3.2
Flowchart Pembuatan Marker
Gambar 3.2 Flowchart pembuatan marker
Pada proses pembuatan marker dapat digunakan aplikasi image editing seperti
Photoshop. Setelah pembuatan marker selesai, marker di upload ke website Qualcomm, dataset
dari hasil upload marker di download kemudian diimport ke dalam Unity 3D.
6
3.3
Antony Boska, Ananda, Ibnu Surya
Flowchart Penggunaan Aplikasi
Gambar 3.3 Flowchart penggunaan aplikasi
Proses penggunaan aplikasi AR scaffolding diawali dengan menjalankan aplikasi di
smartphone Android, kemudian mengarahkan kamera smartphone Android ke arah marker
dengan mengatur posisi marker. Setelah marker terdeteksi maka objek 3D scaffolding akan
tampil dilayar smartphone.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Tampilan AR Proses Pemasangan Scaffolding
Gambar 4.1.a dan 4.1.b merupakan tampilan 3D dari tahap awal dan tahap akhir proses
pemasangan scaffolding yang sesuai dengan standar internasional.
Gambar 4.1.a dan 4.1.b Proses pemasangan scaffolding
4.2
Tampilan AR Proses Pembongkaran Scaffolding
Gambar 4.2.a dan 4.2.b merupakan tampilan 3D dari tahap awal dan tahap akhir proses
pembongkaran scaffolding yang sesuai dengan standar internasional.
Gambar 4.2.a dan 4.2.b Proses pembongkaran scaffolding
Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012
7
4.3
Tampilan Scaffolding 3 Bay 3 Lift
Gambar 4.3 merupakan tampilan 3D dari scaffolding dengan ukuran 3 bay 3 lift. Bay
adalah istilah yang digunakan untuk ukuran jarak anatara pipa standar (tiang) atau digunakan
untuk setiap lebar dari scaffolding. Lift adalah istilah yang digunakan untuk setiap tingkatan dari
scaffolding.
Gambar 4.3 Tampilan 3D dari scaffolding 3 bay 3 lift.
4.4
Tampilan Scaffolding 1 Bay 3 Lift
Gambar 4.4 merupakan tampilan 3D dari scaffolding dengan ukuran 1 bay 3 lift. Bay
adalah istilah yang digunakan untuk ukuran jarak antara pipa standar (tiang) atau digunakan
untuk setiap lebar dari scaffolding. Lift adalah istilah yang digunakan untuk setiap tingkatan dari
scaffolding.
Gambar 4.4 Tampilan 3D dari scaffolding 1 bay 3 lift.
4.5
Analisa
Uji coba aplikasi dilakukan pada hardware dan OS Android yang berbeda-beda yaitu
Samsung Galaxy Tab 7 Plus, Samsung Galaxy Nexus S, Samsung Galaxy S2 dan Samsung
Galaxy W. Adapun spesifikasi hardware yang digunakan dalam pengujian serta hasil pengujian
pada aplikasi ini dapat dilihat pada tabel-tabel berikut.
8
Antony Boska, Ananda, Ibnu Surya
1.
Tabel 4.2 menunjukkan spesifikasi hardware yang digunakan dalam pengujian aplikasi
pelatihan scaffolding berbasis Android AR.
Tabel 4.2 Spesifikasi hardware sebagai bahan uji aplikasi
Device
OS
Galaxy Tab 7 Plus
Galaxy S2
Galaxy Nexus S
Galaxy W
Galaxy S2
2.
3.1
2.3
2.3
2.3
4.0
Processor
Dual-core 1.2 GHz
Dual-core 1.2 GHz
Dual-core 1 GHz
1.4 GHz
Dual-core 1.2 GHz
Kamera
3.15 MP
8 MP
5 MP
5 MP
8 MP
Fasilitas
Optical Zoom
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tabel 4.3 menunjukkan hasil rendering (frame per second) objek menggunakan
smartphone Android yang berbeda-beda.
Tabel 4.3 Hasil rendering objek pada smartphone Android
Device
Galaxy Tab 7 Plus
Galaxy S2 OS 2.3
Galaxy Nexus S
Galaxy W
Galaxy S2 OS 4.0
Scene
Description
Items
30 - 31
30 - 31
24 - 25
16 - 17
30 - 31
Scene
Scaffolding
Erection
30 – 31
30 – 31
24 – 25
16 – 17
30 – 31
Scene
Scaffolding
Dismantle
30 – 31
30 – 31
24 – 25
16 – 17
30 – 31
Scene
Scaffolding
3 Bay 3 Lift
14 – 15
14 – 15
12 – 13
10 – 11
14 – 15
Scene
Scaffolding
1 Bay 3 Lift
25 - 26
25 - 26
15 - 16
12 - 13
25 - 26
Rendering merupakan proses konversi dari objek 3D ke format gambar atau 2D
(http://www.arsindo.com). Pengujian yang dilakukan digunakan untuk mengetahui kemampuan
hardware dalam rendering jumlah frame tiap detiknya. Tabel 4.3 menunjukkan bahwa scene
description items, scene scaffolding erection dan scene scaffolding dismantle memiliki rata-rata
rendering mencapai 27 frame per second, scene scaffolding 3 bay 3 lift memiliki rata-rata
rendering mencapai 14 frame per second dan scene scaffolding 1 bay 3 lift memiliki rata-rata
rendering mencapai 22 frame per second. Berdasarkan hardware yang digunakan, Galaxy Tab
7 Plus dan Galaxy S2 memiliki rata-rata rendering mencapai 27 frame per second, Galaxy
Nexus S memiliki rata-rata rendering mencapai 21 frame per second sedangkan Galaxy W
memiliki rata-rata rendering mencapai 15 frame per second.
Hasil dari pengujian rendering frame per second dengan menggunakan smartphone
Android yang berbeda menunjukkan bahwa objek 3D pada scaffolding 3 bay 3 lift dan objek 3D
pada scaffolding 1 bay 3 lift menghasilkan rendering frame per second yang jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan menu lainnya. Hal ini dikarenakan jumlah vertex (titik pertemuan garis
pada objek) yang ada pada objek 3D scaffolding 3 bay 3 lift dan 3D scaffolding 1 bay 3 lift jauh
lebih banyak dibandingkan dengan jumlah vertex yang pada setiap objek 3D manual items,
scaffolding erection dan scaffolding dismantle. Kemudian smartphone Android yang memiliki
processor dual core (Samsung Tab 7 Plus, Galaxy S2 dan Nexus S) menghasilkan jumlah
rendering frame per second yang lebih besar dibandingkan dengan smartphone Android yang
hanya memiliki processor single core (Galaxy W).
Jurnal Teknik Informatika Vol. 1 September 2012
9
Gambar 4.6 Coding penghitungan rendering frame per second
Gambar 4.6 menunjukkan coding penghitungan rendering frame per second yang
dijadikan sebagai salah satu bahan pengujian pada aplikasi pelatihan scaffolding berbasis
Android AR untuk menentukan kemampuan hardware dalam menjaga kelancaran dan
kestabilan pada saat menampilkan objek 3D.
3.
Tabel 4.4 menunjukkan jarak ideal pendeteksian marker untuk menampilkan objek
yang stabil menggunakan smartphone Android yang berbeda.
Tabel 4.4 Jarak ideal pendeteksian marker menggunakan smartphone Android dengan satuan cm.
Device
Galaxy Tab 7 Plus
Galaxy S2 OS 2.3
Galaxy Nexus S
Galaxy W
Galaxy S2 OS 4.0
Jarak Ideal
14 – 160
5 – 270
9 – 170
7 – 150
13 – 230
Dari hasil pengujian jarak ideal pendeteksian marker yang telah dilakukan sebanyak
empat kali percobaan menunjukkan bahwa untuk menampilkan objek 3D yang stabil, Galaxy
Tab 7 Plus memiliki jarak ideal 14 hingga 160 cm dari marker, Galaxy S2 dengan OS Android
2.3 memiliki jarak ideal 5 hingga 270 cm, Galaxy Nexus S memiliki jarak ideal 9 hingga 70 cm,
Galaxy W memiliki jarak ideal 7 hingga 150 cm dan Galaxy S2 dengan OS Android 4.0
memiliki jarak ideal 13 hingga 230 cm. Hal ini menunjukkan bahwa faktor yang sangat
berpengaruh untuk menentukan jarak ideal pada pendeteksian marker adalah fasilitas optical
zoom pada kamera serta kompatibilitas antara kamera dengan OS yang digunakan. Pendeteksian
marker yang dilakukan dengan menggunakan Galaxy Tab 7 plus, Galaxy Nexus S dan Galaxy
W menghasilkan nilai jarak ideal yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai jarak ideal
pendeteksian marker menggunakan Galaxy S2. Hal dikarenakan smartphone Tab 7 Plus, Nexus
S dan Galaxy W tidak memiliki fasilitas optical zoom. Kemudian pendeteksian marker yang
dilakukan dengan menggunakan Galaxy S2 dengan OS 4.0 tidak menghasilkan nilai jarak ideal
yang optimal yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara kamera pada Galaxy S2 dengan OS
Ice Cream Sandwich. Coding penghitungan jarak ideal pendeteksian marker dapat dilihat pada
gambar 4.7.
Gambar 4.7 Coding penghitungan jarak ideal pendeteksian marker
10
Antony Boska, Ananda, Ibnu Surya
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
1.
2.
3.
5.2
1.
2.
Kesimpulan
Aplikasi ini terbukti mempermudah scaffolder, supervisor scaffolding dan inspector
konstruksi memahami proses pemasangan dan pembongkaran scaffolding serta
pengawasan dan inspeksi scaffolding sesuai dengan scope of work (SOW) masingmasing serta menghindari terjadinya kekeliruan dalam melakukan proses penghitungan
material scaffolding.
Fasilitas optical zoom pada kamera serta kompatibilitas kamera dengan OS smartphone
Android mempengaruhi jarak ideal pada pendeteksian marker.
Aplikasi dapat berjalan dengan lancar dan stabil menggunakan smartphone Android
yang memiliki processor dual core.
Saran
Adapun saran untuk perbaikan dan pengembangan selanjutnya dari aplikasi ini, yaitu:
Aplikasi dapat dikembangkan menggunakan platform lain seperti iOS.
Aplikasi dapat dijalankan tanpa menggunakan marker kertas (markerless).
VI. DAFTAR PUSTAKA
[1] Azuma, Ronald T. 1997. A Survey of Augmented Reality, Hughes Research Laboratories,
Malibu. Diambil 18 November 2011 dari:
http://www.cs.unc.edu/~azuma/ARpresence.pdf
[2] Chevron. 2006. Scaffolding Training. Indonesia: Author.
[3] Chevron. 2011. IBU FSWP Guidebook. Indonesia: Author.
[4] Disnakertrans RI. 2005. Himpunan Peraturan Perundangan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Jakarta, Indonesia.
[5] Eastman Impex. (2000). Scaffolding Formwork Shoring. Diambil 15 November 2011 dari:
http://www.scaffoldingeastman.com/downloads/scaffolding.pdf
[6] Henrysson, Anders & Ollila, Mark.(t.t). Augmented Reality on Smartphones. Norrk ping
Visualization and Interaction Studio, Link ping University, Swedia. Diambil 28
November 2011 dari:
http://nzdis.otago.ac.nz/projects/projects/berlin/repository/revisions/38/entry/trunk/Master's
%20Docs/Papers/Augmented%20Reality%20on%20Smartphones.pdf
[7] Milgram, Paul & Kishino, Fumio. 1994. A Taxonomy of Mixed Reality Visual Displays,
University of Toronto. Diambil 15 November 2011 dari:
http://web.cs.wpi.edu/~gogo/hive/papers/Milgram_IEICE_1994.pdf
[8] Safaat, Nazrudin. 2011. Pemrograman Aplikasi Mobile Smartphone dan Tablet PC
Berbasis Android. Bandung: Informatika.
Download