faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rasio

advertisement
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP RASIO PEMBAYARAN DIVIDEND
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di BEJ)
Oleh
Jaja Suteja*)
Abstract
This study examines the determinant of Dividend payout ratio in manufacturing company listed at Jakarta Stock Exchange (JSX). In this study, i determine
three grouped independent variables: Agency factors, Transaction Cost factors and
control variables.
The result of this study support the research hypotheses that insiders, institutional ownership and firm's growth rate have inverse correlation with dividend
payout ratio and significant at 5% and 1%. Beside, i find that shareholders dispersion has positive correlation but doesn't significant, the earning volatility variable
has consistent effect on DPO but doesn't significant.
The proposed model in this study can be accepted as a representative model,
and indicated by statistical analysis with MINI TAB by 1%, and 65,17% the
variance of DPO caused from variances of proposed model.
Keywords: Insider, Institutional ownership, Dividend payout ratio, Shareholder
dispersion, earning volatility, firm's growth rate.
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Dalam menjalankan operasi perusahaan, seringkali tindakan para
manajer bukannya memaksimumkan kemakmuran para pemilik perusahaan
(shareholders), melainkan justru tergoda untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Berbagai keputusan yang dibuat cenderung menguntungkan diri mereka sendiri, misalnya dengan melakukan ekspansi
untuk meningkatkan status dan gaji, serta membebankan berbagai biaya pada
perusahaan. Kondisi seperti digambarkan di atas akan mengakibatkan
munculnya tingkat perbedaan kepentingan yang lebar antara external
stockholders dengan insider ownership (para pemilik yang juga sebagai
pengelola perusahaan), untuk selanjutnya istilah kepemilikan insider akan
disingkat menjadi insider. Konflik yang disebabkan oleh pemisahan antara
kepemilikan dan fungsi pengendalian dalam teori keuangan disebut konflik
keagenan atau agency conflict. Meningkatnya proporsi insider akan meningkatkan risiko hutang nondiversifiable (Friend, et al. 1988; Bathala, et al.
1994).
22
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
Hasil penelitian Dempsey & Laber (1992), Moh'd Perry & Rimbey
(1995), Langlehr & Hexter (1998) menyebutkan bahwa jumlah kepemilikan
insider yang semakin kecil akan mendorong makin tingginya masalah
keagenan. Lebih jauh mereka juga mengatakan bahwa menurunnya
persentase insider, juga diikuti dengan makin tingginya rasio pembayaran
dividend (Dividend payout ratio). Menurut Rozeff (1982), seperti yang
dikutip oleh Moh'd Perry & Rimbey (1995) menyebutkan bahwa permasalahan keagenan (Agency Problems) akan menunjukan derajat penurunan ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan pembayaran dividen
(dividend payout). Namun demikian, kebijakan pembayaran dividend justru
telah menimbulkan biaya.
Moh'd, Perry dan Rimbey (1995) menyatakan bahwa pembayaran
dividend yang tinggi akan mampu mengurangi biaya keagenan yang terjadi
antara manajer dan pemegang saham. Lebih jauh mereka mengatakan bahwa
terdapat suatu hubungan antara pertumbuhan, profitabilitas dan devidend.
Investasi dan pertumbuhan yang dih.adapi oleh perusahaan dapat mempengaruhi kebijakan devidend. Tingkat pertumbuhn perusahaan yang tinggi,
mengindikasikan adanya kesempatan investasi yang tinggi yang membutuhkan pendanaan, sehingga jika perusahaan harus membayarkan devidend,
perusahaan harus mencari dana dari pihak eksternal. Usaha mendapatkan
dana dari pihak eksternal ini akan menimbulkan biaya transaksi. Semakin
meningkatnya resiko yang harus ditanggung oleh perusahaan ikan mendorong terciptanya kesulitan keuangan (financial distress). Resiko yang
semakin besar membuat suatu hubungan langsung antara profitabilitas saat
ini dengan profitabilitas masa depan yang diharapkan menjadi kurang pasti.
Investor akan membebankan suatu keuntungan yang tinggi untuk menginvestasikan dananya diperusahaan yang memiliki resiko yang besar dan
akan membebankan biaya transaksi yang lebih besar pula. Jika biaya transaksi yang harus ditanggung oleh perusahaan tinggi sebagai akibat dari
tingginya resiko perusahaan, maka perusahaan sebaiknya tidak membayarkan devidend yang besar. Kemudahan dalam mendapatkan dana dari pasar
modal ini berimplikasi pada pembayaran devidend. Pembayaran devidend
akan mengurangi pendananaan dari sumber internal. Studi empiris yang
dilakukan oleh Moh'd Perry & Rimbey (1995) menemukan bahwa ukuran
perusahaan memiliki hubungan yang positip dengan rasio pembayaran
devidend.
2. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang penelitian yang telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, peneliti mengidentifikasikan beberapa permasalahan penting
dalam penelitian ini, yaitu:
a. Apakah faktor-faktor keagenan (insider ownership, kepemilikan insti-
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
23
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
tusional, dan variance kepemilikan) berpengaruh negatip/tidaknya
terhadap rasio pembay aran devidend.
b. Apakah tingkat pertumbuhan pendapatan dan volatilitas earning
berpengaruh negatif/tidaknya terhadap rasio pembayaran devidend.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini, akan terkait pada sejumlah masalah yang telah
diidentifikasi sebelumnya, yaitu:
a. Untuk mengetahui faktor-faktor keagenan (insider ownership, investment
holding,. dan variance kepemilikan) berpengaruh negatif/tidaknya terhadap rasio pembayaran devidend.
b. Untuk mengetahui faktor-faktor biaya transaksi: tingkat pertumbuhan
perusahaan (growth rate) dan volatilitas earning berpengaruh negatif/tidaknya terhadap rasio pembayaran dividend.
B. Struktur Kepemilikan Perusahaan di Indonesia
Apabila dibandingkan dengan sejumlah pasar modal di negara-negara
maju, dimana pada umumnya penelitian empiris mengenai teori keagenan
sudah banyak dilakukan, maka struktur kepemilikan perusahaan di Indonesia
sangatlah unik, dimana struktur kepemilikan perusahaan relatip tidak
berubah dan anggota keluarga sering menjadi pemilik dominan saham
perusahaan. Oleh karena itu banyak perusahaan di Indonesia banyak bersifat
controlled firm. Di sejumlah pasar modal megara-negara maju, seperti di
Amerika dan sejumlah negara Eropa, pemisahan kepemilikan dan
pengawasan lajim dilakukan oleh suatu badan yang memiliki independensi
kekuasaan yang cukup kuat. Pada umumnya perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta, memiliki kendala atau pengawasan secara individu
terutama perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia
keturunan, hal ini tentunya akan mempengaruhi berbagai keputusan yang
diambil oleh manajemen yang tidak lagi mencerminkan secara murni
kepentingan pemegang saham yang lainnya, secara teoritik hal ini berarti
bahwa kepentingan manajemen dan para pemegang saham secara relatif
akan sejalan. Pengawasan terhadap kepemilikan perusahaan pada kebanyakan perusahaan yang telah diperdagangkan di pasar modal, tidak mengalami
banyak perubahan sejak saham tersebut ditawarkan pertama kalinya IPO
(initial public offerings), umumnya para anggota keluarga memiliki
kepemilikan saham yang dominan. Lebih lanjut, ada juga sejumlah saham
yang dimiliki oleh institusi sebagai bagian pengawasan terhadap pelaksanaan
jalannya perusahaan, umunya institusi tersebut berafiliasi dengan perusahaan, sehingga dengan demikian hanya tersisa sedikit saja saham-saham
yang benar-benar dimiliki oleh masyarakat atau publik.
24
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
C. Kerangka Pikir
Untuk menguji pengaruh faktor-faktor keagenan dan faktor yang
mempengaruhi biaya transaski terhadap rasio pembayaran devidend,
digunakan model regresi berganda (multiple regression). Dalam penelitian
ini, variabel devidend payout ratio (DPO) menjadi variabel terikat
(dependent variable) sementara variabel insider (INSIDERS), institutional
holding (INSTL), shareholder dispersion (SHLDR), risiko perusahaan
(Earnvolt) dan ukuran perusahaan (SIZE) merupakan predictor variabels
atau variabel bebas. Model tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut
DPOit =  0 + INSt-1 + INSTt-i +  3SHLDRt-1 + 4GROWTHt +
 5EARNVOLTt-1 + 6SIZEt-i + e
Jika digambarkan dalam bentuk suatu skema, maka dapat ditunjukkan
seperti peraga di bawah ini:
Gambar 1.
Skema Model Penelitian
D. Konsep Keagenan, Biaya Transaksi dan Kebijakan Devidend
Brigham, (1996) hubungan keagenan muncul ketika satu atau lebih
individu atau pemilik membayar atau menggaji individu lain atau agen untuk
bertindak atas namanya, selanjutnya mereka mendelegasikan hak dan
wewenangnya untuk membuat keputusan tersebut kepada agen yang telah
mereka tunjuk. Masalah keagenan antara pemegang saham dan manajer,
berpotensi muncul jika manajer menguasai saham perusahaan kurang dari
100%. Hal ini terjadi karena tidak semua keuntungan akan dinikmati oleh
manajer, sehingga mereka tidak berkonsentrasi pada maksimisasi kepentingan pemilik perusahaan. Lebih lanjut Jensen dan Meckling (1976)
mengatakan bahwa kondisi tersebut sebagai konsekuensi dari pemisahan
fungsi pengelolaan dan kepemilikan.
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
25
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
Rozeff (1982) seperti dikutip oleh Moh'd Perry & Rimbey (1995)
menyatakan bahwa pembayaran devidend dapat menurunkan permasalahan
keagenan, namun demikian pada sisi lain justru akan menciptakan biaya.
Biaya akan timbul karena seandainya perusahaan membayar dividend yang
besar aliran kas yang dihasilkan dari sumber internal tidak lagi layak untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan investasi perusahaan. Hal ini akan mendorong pihak manejemen untuk mencari sumber pembiayaan dari pihak
eksternal, usaha untuk mendapatkan pembiayaan eksternal ini akan
menciptakan biaya yang disebut dengan biaya transaksi, oleh karena itu
semakin besar dana eksternal yang dibutuhkan maka semakin besar biaya
transaksi yang harus ditanggung oleh perusahaan. Dalam menentukan
kebijakan devidend, manajemen harus memperhatikan kesejahteraan para
pemegang saham, disamping harus menjaga pertumbuhan perusahaan dan
mempertahankan kelangsungan hidupnya. Selanjutnya mereka menyebutkan
bahwa permasalahan keagenan (Agency Problems) akan menunjukkan
derajat penurunan ketika perusahaan memutuskan untuk melakukan
pembayaran devidend (dividend payout). Namun demikian, kebijakan
pembayaran dividend justru telah menimbulkan biaya. Biaya akan muncul,
karena seandainya perusahaan melakukan pembayaran devidend maka akan
sedikit tersedia dana internal (internally generated fund) untuk membiayai
setiap peluang investasi yang ada. Ketika sumber pendanaan internal tidak
lagi mencukupi untuk membiayai peluang tersebut, maka perusahaan harus
mencari dari sumber pendanaan eksternal misalnya melakukan pinjaman
hutang (debt financing).
Dalam penelitiannya, Demsey & Laber (1992) membentuk suatu
model dimana devidend merupakan mekanisme untuk menurunkan biaya
keagenan, sehingga dapat dikatakan dividend merupakan bentuk penawaran
distribusi pendapatan yang rasional untuk pemegang saham. Dalam konteks
ini, usaha memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, merupakan suatu usaha untuk mengurangi masalah keagenan, akan tetapi
memunculkan biaya baru yaitu biaya transaksi. Mereka telah mereplikasi
penelitian Rozeff (1982) hasilnya konsisten meskipun periode penelitiannya
berbeda. Mereka menggunakan kepemilikan saham oleh insider dan
shareholders dispersion sebagai proxi untuk biaya keagenan. Hasil penelitian menunjukkan insider ownership berhubungan negatif dengan rasio
pembayaran devidend sedang shareholders dispersion memiliki hubungan
yang positip. Tingkat pertumbuhan pendapatan dan koefisien beta digunakan
sebagai proxy untuk biaya transaksi menunjukkan hubungan yang negatif
terhadap rasio pembayaran dividend.
Penelitian yang dilakukan oleh Crutchley dan Hansen (1989) melakukan pengujian dalam konteks keagenan dengan mendasarkan pada tiga
keputusan keuangan, yaitu: insider ownership, devidend policy and debt
26
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
policy. Hasilnya menunjukkan bahwa rasio pembayaran dividend
dipengaruhi oleh lima karakteristik yang spesifik. Kelima karakteristik
tersebut yaitu: (i) diversification loss, (ii) revenue standard deviation, (iii)
firm's size, (iv) non-debt tax shield and advertising, (v) R & D. Hasilnya,
kelima karakteristik tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
insider ownership, Debt and Dividend policies untuk mengurangi masalah
keagenan. Penelitian ini memberikan gambaran bahwa perusahaan dapat
mengkombinasikan insider ownership, debt and dividend untuk meminimalkan biaya keagenan. Studi empiris yang telah dilakukan oleh Moh'd Perry &
Rimbey (1995) melakukan penelitian tentang hubungan dinamis antara teori
agenan dengan kebijakan devidend perusahaan. Dari hasil studinya menunjukkan bahwa kebijakan devidend merupakan fungsi dari hutang, risiko
bisnis dan struktur kepemilikan perusahaan. Hasil penelitian ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya Rozeff (1982). Penelitian telah dilakukan oleh
Norohna, et.al (1996), mereka mengembangkan penelitian keagenan yang
lebih menitikberatkan pada masalah rasionalitas pengawasan dividend dan
interaksi antara keputusan devidend dan struktur modal. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan bahwa pada kondisi low growth dim noblockholders, devidend merupakan mekanisme yang relevan untuk dapat
mengurangi permasalahan keagenan.
E. Pengembangan Hipotesis
1. Kepemilikan oleh insider (Insider Ownership)
Bathala, et al. (1994) mengatakan bahwa konflik keagenan dapat
dikurangi dengan menggunakan mekanisme insiders, meningkatnya insiders
akan dapat menggantikan peranan hutang dalam meminimalkan biaya
keagenan yang ditimbulkan oleh hutang. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Brailsford (2000), Kim dan Sorensen (1985) dalam Mehran
(1999) yang mengatakan bahwa adanya perbedaan hubungan antara rasio
hutang dengan tingkat managerial ownership (high and low level managerial share ownership), hal ini terkait dengan masalah voting power dan
entrechment effect of corporate manager. Hasil penelitian Dempsey, et.al
(1992) konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Norohna, et.al
(1996) yang menyatakan bahwa makin tinggi struktur kepemilikan insider
maka makin kecil rasio pembayaran dividend, oleh karena itu ketika tingkat
kepemilikan saham oleh insiders tinggi, maka pihak manajemen yang juga
pemegang saham tidak terlalu menuntut pembayaran dividend yang terlalu
tinggi. Dari uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa semakin meningkatnya struktur kepemilikan oleh insiders akan dapat menurunkan konflik
keagenan ekuitas. Salah satu mekanisme yang dipergunakan untuk menurunkan derajat konflik keagenen adalah dengan kebijakan dividend.
Sehingga hipotesis yang diajukan adalah:
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
27
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
H1: Kepemilikan saham oleh insiders berpengaruh negatip terhadap rasio
pembayaran dividend perusahaan.
2. Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership).
Shleifer & Vishney (1986) mengemukakan bahwa larger shareholders
mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku insiders. Bathala, et al.
(1994) mengatakan bahwa kepemilikan institusional dapat menciptakan
pengawasan yang lebih efektif dalam mengendalikan perilaku opportunistic
insiders. Dengan memegang pada Skala investment Opportunity Scale (IPO)
yang positip, ini berarti perusahaan akan secara hati-hati dalam memanfaatkan peluang yang ada, oleh karena sumber pendanaan yang ada hanya
akan dimanfaatkan kalau proposal usaha tersebut benar-benar memiliki
prospek bisnis yang jelas. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen akan
memiliki kebijakan yang ketat dalam menentukan ratio cash dividend. Sikap
kehati-hatian dalam menentukan kebijakan pendanaan perusahaan
(prudetcial policy) telah mendorong perusahaan untuk tidak terlalu menggantungkan sumber pendanaan dan debt financing, atau dengan perkataan
lain manajemen lebih menitikberatkan pada pendanaan melalui internal
financing. Pernyataan di atas sejalan dengan teori Pecking Order yang
dikemukakan Gordon Donaldson dalam Brigham & Gapenski (1997). Dari
pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kepemilikan institusional memiliki korelasi negatip dengan kebijakan devidend, alasannya pemenuhan
kebutuhan akan dana operasi perusahaan yang dimaksudkan untuk
memenuhi IOS positip bersumber dari laba ditahan. Sikap hati-hati ini, boleh
jadi merupakan peran dari kepemilikan institusional. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, maka hipotesis kedua dapat dirumuskan sebagai berikut:
H2: Kepemilikan Institusional berpengaruh negatip terhadap rasio
pembayaran dividend perusahaan.
3. Dispersi Kepemilikan Saham (Shareholders Dispersion)
Kekuatan (power) para pemegang saham akan semakin berkurang
untuk mengontrol tindakan para insiders. Rozeff (1982) seperti yang dikutip
oleh Moh'd, et all (1995) menyatakan bahwa semakin besar jumlah
pemegang saham maka semakin menyebar kepemilikannya dan semakin
sulit mereka melakukan pengawasan. Sebagai konsekuensinya pemegang
saham yang tersebar ini dapat memanfaatkan kekuatan pasar modal untuk
memonitor perusahaan dengan memaksanya membayar devidend yang lebih
tinggi. Dari uraian di atas, shareholder dispersion diwakili oleh nilai variance
kepemilikan saham oleh kelompok pemegang saham, menunjukkan bahwa
nilai shareholders dispersion yang kecil berarti kepemilikan saham diperusahaan semakin menyebar. Semakin menyebar tingkat kepemilikan
saham akan menirnbulkan masalah keagenan ekuitas (equity agency conflict)
yang disebabkan kesulitan para pemagang saham untuk melakukan
28
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
pengendalian terhadap perusahaan dan ini berimplikasi pada pembayaran
devidend yang lebih tinggi, maka hipotesis yang diajukan adalah:
H3: Shareholders dispersion berpengaruh negatif terhadap rasio pembayaran dividend.
4. Pertumbuhan Perusahaan (Firm's Growth Rate)
Rozeff (1982) seperti yang dikutip oleh Moh'd etall (1995), menyatakan bahwa pembayaran dividend yang tinggi akan mampu mengurangi
masalah keagenan antara manajer dan para pemegang saham. Hasil penelitiannya menemukan hubungan diantara pertumbuhan, profitabilitas dan
dividend, investasi dan pertumbuhan yang dihadapi oleh perusahaan dapat
mempengaruhi kebijakan dividend. Tingkat pertumbuhan perusahaan yang
tinggi mengindikasikan adanya kesempatan investasi yang tinggi yang
membutuhkan pendanaan, sehingga jika perusahaan harus membayarkan
dividend, perusahaan harus mencari dana dari pihak eksternal. Usaha untuk
mendapatkan dana dari pihak eksternal ini akan menimbulkan biaya
transaksi. Biaya transaksi yang tinggi menyebabkan perusahaan harus
berpikir kembali untuk membayarkan dividend. Hipotesis yang diajukan:
H4 Tingkat pertumbuhan pendapatan perusahaan berpengaruh negatip
terhadap rasio pembayaran dividend.
5. Volatilitas Earning (Earnings Volatility)
Batahala, et al. (1994) mengatakan bahwa terdapat hubungan negatif
antara volatilitas earning dengan rasio hutang, ini menunjukkan bahwa
volatilitas earning yang semakin tinggi akan menaikkan biaya kebangkrutan
yang tidak lain adalah biaya keagenan hutang, sehingga cenderung memiliki
rasio hutang yang rendah dan diharapkan memiliki koefisien negatif
terhadap rasio hutang. Hasil penelitian ini ternyata konsisten dengan studi
empiris yang dilakukan oleh Bradley, et al. (1984). Crutchley dan Hansen
(1989) meningkatnya volatilitas akan berpengaruh terhadap meningkatnya
risiko perusahaan, sehingga manajemen akan mengurangi pendanaan dengan
hutang, hal ini berimplikasi terhadap meningkatnya kebutuhan akan sumber
pendanaan internal. Meningkatnya proporsi pendanaan internal akan berakibat rasio pembayaran dividend menjadi semakin kecil, sehingga dapat
dikatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara volatilitas pendapatan
terhadap rasio devidend. Dari uraian di atas, maka hipotesis yang disusulkan
adalah sebagai berikut:
H5: Volatilitas Earning perusahaan berpengaruh negatif terhadap rasio
pembayaran dividend.
F. Metode Penelitian
1. Ukuran Perusahaan (Variabel Kontrol)
Dalam penelitian ini digunakan variabel kontrol yaitu ukuran
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
29
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
perusahaan (Firm's Size). Dimasukkannya variabel kontrol adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh atau perbedaan yang terjadi sebelum dan
setelah dimasukannya variabel ukuran perusahaan. Juga variabel kontrol
sering berfungsi sebagai alat untuk mengurangi incremental effect. Dalam
penelitian ini variabel ukuran perusahaan diproksi dengan menggunakan
logaritma natural dari penjualan (natural logarithm of total sales) seperti
yang dikemukakan oleh Moh'd Perry dan Rimbey (1995).
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi empiris hasil dari replikasi
penelitian sebelumnya, yaitu Holder, M.E, Langlehr, F.W and Hexter, J.L,
(1998) dan Moh'd, M.A Perry, L.G and Rimbey, J.N, "(1995). Penelitian ini
berbeda dengan penelitian sebelumnya terutama dalam hal: (i) setting atau
lokasi penelitian, struktur kepemilikan perusahaan, variabel penelitian dan
juga, (iv) data serta alat yang digunakan. Pengembangan terhadap penelitian
ini dilakukan dengan menambahkan variabel investment holding serta dalam
penelitian ini data yang digunakan bersifat cross section.
3. Populasi dan Penentuan Sampel
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
Populasi pada penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Pemilihan hanya pada jenis industri
manufaktur, karena berkaitan dengan jumlah dan relevansi penelitian.
Dengan demikian diharapkan adanya konsistensi hasil penelitian untuk
kepentingan generalisasi. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah
data perusahaan tahun 2001, yakni perusahaan yang melaporkan laporan
keuangan secara lengkap dan dipublikasikan dalam Indonesian Capital
Market Directory (ICMD). Pengambilan data pada tahun 2001 dimana data
dipublikasikan dalam ICMD edisi 2002 tersebut diharapkan mampu
menggambarkan keadaan mengenai berbagai kebijakan yang dilakukan oleh
manajemen selama tahun tersebut, sebagai hasilnya akan terlihat pada
kebijakan tahun berikutnya yaitu tahun 2002. Sementara itu mulai tahun
1997 sejak terjadi krisis di Indonesia dan untuk menghindari kemungkinan
hasil penelitian yang bias, maka penelitian ini menggunakan periode
penelitian tahun 2001, atau ICMD edisi 2002. Pemilihan sampel penelitian
ini menggunakan metode purposive sampling dengan tipe judgement
sampling, yaitu pemilihan anggota sampel dengan mendasarkan pada
beberapa Kriteria (Emory & Cooper, 1995: 228). Kriteria tersebut adalah
sebagai berikut (i) Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 2001, (ii) Perusahaan memiliki data tentang persentase saham yang
dimiliki oleh direktur dan komisaris (Insider Ownership), (iii) Perusahaan
yang memiliki kepemilikan institusional (Institutional holdings) (iv)
30
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
perusahaan yang pada tahun 2001 membayarkan dividend. (v) perusahaan
yang memiliki earning volatilitas positip.
4. Definisi Operasional dan Pengukuran Variable Devidend Pay-out
Ratio
Variabel ini menggambarkan kebijakan pembayaran dividend yang
dilakukan oleh manajemen pada periode tertentu. Dalam penelitian ini
variabel ini diberi simbol DPO (Dividend Pay-out Ratio). Variabel ini
menunjukkan persentase dan laba yang diperoleh pada tahun tertentu yang
dibayarkan sebagai cash dividend.
DPO 
DPS
EPS
Dimana :
DPO = Dividend payout roll
DPS = Dividend Per-Share
EPS
= Earning Per-Share
a. Kepemilikan Managerial (Insider Ownership)
Variabel kepemilikan managerial diberi simbol INSIDERS. Kepemilikan manajerial ini merupakan persentase saham yang dimiliki oleh direktur
dan komisaris (Crutchley & Hansen, 1989; Styawan, 1999' Suteja,j, 2001).
INSIDER = Jmlh Saham dimiliki komisaris dan Direktur
Total Saham
b. Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership)
Shleifer & Vishney (1986) mengemukakan bahwa larger shareholders
mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku insiders, mereka mengatakan bahwa kepemilikan institusional dapat menciptakan pengawasan
yang lebih efektif dalam mengendalikan perilaku opportunistik insiders. Ini
menunjukkan bahwa kepemilikan institutional memiliki peran kontrol, oleh
karena itu, manajemen akan bersikap hati-hati dalam menjalankan usahanya
dan akan memilih skala peluang investasi yang positip. Pernyataan tersebut
dapat diartikan bahwa kepemilikan institusional memiliki korelasi positip
dengan kebijakan devidend, alasannya kebutuhan akan dana operasi perusahaan yang dimaksudkan untuk menenuhi IOS positip. Sikap hati-hati ini,
boeh jadi merupakan peran dari kepemilikan institusional.
Dalam penelitian ini, variabel institusional diberi simbol Instl.
Merupakan proporsi saham yang dimiliki oleh institusi (yayasan, lembaga
keuangan Bank dan non Bank dalam dan luar negeri dan koperasi) atau
blockholders pada akhir tahun.
Dimana:
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
31
Volume V Nomor 1, Juni 2006
Instl it =
ISSN: 1411– 514X
Instl &Blockholders
Total Shrsit
lnstl & Blockholdersa
= Saham yang dimiliki oleh institusi atau blockholders untuk perusahaan i pada periode t
= Jumlah total saham yang beredar perusahaan i
pada periode t
Tot Shrtit
c. Tingkat Penyebaran Kepemilikan Saham (Shareholder Dispersion)
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa struktur
kepemilikan perusahaan di Indonesia lebih bersifat mengumpul atau
terkonsentrasi, sehingga tingkat dispersinya umumnya sangat kecil. Dalam
penelitian ini tingkat penyebaran diukur dengan menggunakan varians
(variance). Proxy ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, seperti yang
dilakukan oleh Setyawan (1999) atau penelitian Moh'd, Perry & Rimbey
(1995) mereka menggunakan proxy natural logaritma untuk pendekatan
terhadap variabel dari kelompok pemegang saham. Menurut penelitian
mereka, nilai Ln yang kecil dan kelompok pemegang saham menunujukkan
struktur kepemilikan saham menyebar, sebaliknya. Dalam penelitian ini,
semakin kecil nilai variance maka semakin homogen kepemilikan saham
atau lebih menyebar dan tidak terkonsentrasi pada sekelompok pemegang
saham, ini merniliki implikasi semakin kuat kekuatan tawar di antara para
pemilik. Sebaliknya semakin besar nilai varians, maka semakin heterogen
dan lebih terkonsentrasi pada sekelompok orang saja. Dalam penelitian ini,
variabel penyebaran saham diberi simbol SHLDR dengan proxy variance
yang dirumuskan sebagai berikut:
n
 (X
Variance =
i
- X) 2
i=1
n 1
dimana :X1= persentase kepemilikan tiap kelompok
:X = rata-rata persentase kepemilikan saham
: n = jumlah data
d. Tingkat Pertumbuhan Perusahaan (Firm's Growth Rate)
Variabel ini diberi simbol Growth, diukur dari rata-rata tingkat
pertumbuhan penjualan perusahaan selama 3 tahun (Jensen, Solberg and
Zorn; 1992). Sementara itu dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
proxy seperti yang dikemukakan oleh Moh.d, Perry dan Rimbey (1995),
yaitu selisih antara penjualan saat ini dengan tahun lalu dengan pembagi
penjualan tahun lalu, sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut:
32
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
Gt 
ISSN: 1411– 514X
St  St
St
St = penjualan pada peride t
St-1 = penjualan pada periode t-i
Gt = tingkat pertumbuhan pada periode t
e. Volatilitas Earning (Earning Volatility)
Seandainya perusahaan telah memilih suatu kebijakan terbaik dan
telah memperhitungkan tradeoff antara benefits dan costs-nya, maka dengan
meningkatnya volatilitas earning perusahaan seharusnya mengurangi penggunaan hutang (debt financing) dalam struktur modalnya. Crutchley dan
Hansen, (1989). Batahala, et al. (1994) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang negatip antara volatilitas earning dengan rasio hutang. Hasil
penelitian ini ternyata konsisten dengan studi empiris yang dilakukan oleh
Bradley, et al. (1984). Volatilitas Earning diberi simbol Earnvolt dihitung
dari standar deviasi laba sebelum bunga dan pajak (earning before interest
and tax-EBIT) dengan Skala total asset selama 3 tahun seperti yang
dilakukan oleh Bathala, et al. (1994). Secara matematis, dapat diformulasikan sebagai berikut:
Earnvolt  Std
EBITit
TAit
dimana:
EBITit = laba sebelum bunga dan pajak untuk perusahaan i pada periode t
TAit
= Total asset perusahaan i pada peride t
Std
= Standar deviasi
f. Ukuran Perusahaan (Firm's Size)
Dalam penelitian ini digunakan variabel Kontrol yaitu ukuran
perusahaan (Firm's Size). Dimasukkannya variabel kontrol adalah untuk
mengetahui bagaimana pengaruh atau perbedaan yang terjadi sebelum dan
setelah dimasukannya variabel ukuran perusahaan. Juga variabel kontrol
sering berfungsi sebagai alat untuk mengurangi incremental effect. Dalam
penelitian ini variabel ukuran perusahaan diproxy dengan menggunakan
logaritma natural dari penjualan (natural logarithm of total sales) seperti
yang dikemukakan oleh Moh'd Perry dan Rimbey (1995).
5. Model Analisis
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model analisis regresi
berganda (multivariate analysis) dimana variabel rasio pembayaran dividend
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
33
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
(DPO) menjadi variabel terikat dan variabel kepemilikan insiders, institusional, penyebaran kepemilikan, tingkat pertumbuhan serta earnvolt atau
risiko perusahaan dan terakhir ukuran perusahaan merupakan variabel bebas.
Oleh karena itu, model tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
G. Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini, teknis analisis regresi berganda (Multivariate
Regression Analysis) digunakan untuk memperoleh hubungan statistik.
Sementara program MINITAB versi terakhir digunakan sebagai alat Bantu
untuk memperoleh hasil statistiknya. Seperti yang telah dikemukakan pada
bagian sebelumnya, peneliti mencoba untuk mengetahui mengenai faktorfaktor yang berpengaruh terhadap penentuan kebijakan finansial dalam hal
ini kebijakan mengenai pembayaran dividend (Dividend Policy). Pada
dasarnya faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dikelompokkan menjadi
dua faktor, yaitu: (i) faktor-faktor keagenan dan (ii) faktor-faktor biaya
transaksi. Dalam penelitian ini, faktor keagenan terdiri dari tiga variabel
penelitian: (a) kepemilikan manajerial (insiders), (b) kepemilikan institusional (instl), dan (c) penyebaran kepemelikan (shldr). Sedangkan faktorfaktor biaya transaksi adalah: (a) tingkat pertumbuhan perusahaan serta (b)
risiko perusahaan, yang diproxy dengan earning volatilita. Selain variabel
tersebut juga digunakan variabel kontrol yaitu ukuran perusahaan.
1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif berguna untuk mengetahui mengenai karakteristik
sampel yang digunakan didalam penelitian. Untuk mengetahui gambaran
mengenai karakteristik sampel yang digunakan secara lebih terinci dapat
dilihat pada table 4.1. dari statistik deskriptif ini, dapat diketahui jumlah
sampel yang diteliti, nilai rata-rata sampel, tingkat penyimpangan penyebaran data dari masing-masing variabel penelitian.
DPO
INSIDER
INSTL
SHLDR
GROWTH
EARNVOLT
SIZE
MEAN
0.213
0.087
0.616
0.055
0.359
0.042
12.327
MEDIAN
0.214
0.020
0.638
0.035
0.252
0.034
12.379
MAXIMUM
0.584
0.639
0.932
0.268
2.436
0.195
14.873
MINIMUM
0.002
0.000
0.106
0.003
0.088
0.005
9.814
STAND. DEV
0.166
0.142
0.198
0.057
0.445
0.041
1.406
JARQUE-br
14.983
59.867
6.971
46.316
392.652
41.451
17.592
27
27
27
27
27
27
27
OBSERVATION
Dari deskripsi ketujuh data variabel penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini, tampak bahwa variabel DPO memiliki rerata sebesar 21.26%
dengan tingkat penyimpangan sebesar 16,56%, apabila dilihat dari distribusi
34
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
datanya, maka terlihat bahwa data banyak berada di atas rerata dengan
skewness positip. Sementara itu variabel Insiders memiliki rerata sebesar
36.40% nilai ini cukup berarti jika dibandingkan dengan tingkat kepemilikan
perusahaan di negara-negara dimana pasar modalnya sudah maju dengan
rerata dibawah 8%. Kondisi ini diperkuat oleh nilai tertinggi insider 63.88%
serta tingkat kemiringan data yang berada disebelah kanan atau data
kepemilikan pada perusahaan yang dijadikan sampel umumnya memiliki
kepemilikan di atas rerata. Sementara itu variabel kepemilikan institusional
juga memiliki porsi kepemilikan yang besar dengan rerata sebesar 61.56%
suatu porsi kepemilikan yang sangat besar. Persentase ini seringkali terjadi
pada perusahaan yang berada di dalam emerging capital market.
Tingkat penyebaran kepemilikan saham dimana dalam penelitian ini
digunakan proxy disperse saham memiliki rerata disperse sebesar 5,53%
dengan tingkat penyimpangan 5,74%. Persentase penyebaran saham juga
relatip mengumpul disebelah kanan atau berada di atas rata-rata. Variabel
tingkat pertumbuhan perusahaan rerata sebesar 35,93% dengan tingkat
penyimpangan sebesar 44,47%. sementara itu risiko perusahaan yang
diproxy dengan earnvolt memiliki rerata sebesar 4,23% dengan tingkat
penyimpangan sebesar 4,08% kondisi ini menunjukkan tingkat volatilitas
yang cukup tinggi. Variabel terakhir adalah ukuran perusahaan yang memiliki rerata 12,33 dalam satuan logaritma natural dengan tingkat penyimpangan sebesar 1,41
.
2. Pengujian Hipotesis
Dengan menggunakan bantuan perhitungan program komputer
MINITAB versi terakhir, diperoleh hasil regresi berganda, secara terinci
ditunjukkan pada tabel 2 .
Tabel 2
:
Hasil Regresi Dependent Variabel DPO Included observations: 27
variabel
INSIDER
INSTL
SHLDR
GROWTH
EARNVOLT
SIZE
C
R-square
Coefficient
Std. Error
t-statistic
-0.657237
0.243772 -2.696116
-0.744487
0.215656 -3.452197
0.482816 0.496784
0.971882
-0.236431 0.0666076 -0.357815
-0.021161
0.607272 -0.034846
0.074212 0.022531
3.293779
-0.127231
0.298603 -0.426088
0.651690 Mean dependent var
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Prob
0.0139
0.0025
0.3427
0.0019
0.9725
0.0036
0.6746
0.2126
35
Volume V Nomor 1, Juni 2006
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log Likelihood
Durbin-Watson stat
ISSN: 1411– 514X
0.5472
0.1114
0.2482
24.9924
2.5632
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schawrc criterion
F-Statistic
Prob(F-statitic)
0.165567
-1.33277
-0.99681
6.236681
0.000811
Dari tabel.2 di atas kemudian dapat disusun persamaan regresi sebagai
berikut: DPO =-0.127 -0,657Insider - 0,744Instl + 0,483Shldr - 0,236Growth
- 0,021Earnvol+0.0742Size Sig (0,675) (0,0139)** (0,0025)* (0,3427
(0,0019)* (0,9725) (0,0036)* t- (0,426) (-2,696) (-3.452) (0,972) (-3.578) (0.0348)
* Signifikan pada level a = 1%
** Signifikan pada level a = 5%
Dimana:
DPO
Insider
Shldr
Instl
Growth
Earnvolt
Size
= Rasio Pembayaran Dividend
= kepemilikan saham oleh manajemen
= disperse kepemilikan saham perusahaan
= Kepemilikan saham oleh institusi lain
= tingkat pertumbuhan perusahaan
= tingkat volatilitas earning perusahaan
= ukuran perusahaan
a. Kepemilikan Manajerial (InsiderOwnership)
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa teori yang menyatakan
bahwa kepemilikan manajerial (insider ownership) memberikan pengaruh
terhadap rasio pembayaran devidend dapat dibuktikan dalam penelitian ini.
Hal ini berarti hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah
insider ownership berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividend dapat
diterima. Sehingga hasil ini dapat digeneralisasikan untuk perusahaanperusahaan di Indonesia. Dari hasil analisis regresi seperti yang ditunjukkan
pada table 2. diperoleh nilai t-hitung sebesar - 2,696 lebih besar dan nilai t- tabel
sebesar -2.086 atau berada diluar daerah penerimaan Ho atau ada pada
daerah kritis atau penerimaan H1 pada tingkat alfa sebesar 5%. Hasil analisis
tersebut memiliki arti bahwa kehadiran insider ownership di dalam perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penentuan kebijakan
rasio pembayaran devidend, maka secara parsial hipotesis yang diajukan
diterima.
Berdasarkan persamaan regresi di atas, diperoleh nilai koefisien
regresi dan variabel Insider sebesar -0.6572 hal ini menunjukkan bahwa
insider ownership dan rasio pembayaran devidend memiliki arah hubungan
36
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
yang terbalik, arah hubungan yang terbalik antara insider ownership dengan
rasio pembayaran dividend ini sesuai dengan harapan peneliti. Arah
hubungan yang terbalik tersebut menunjukkan terdapat kecenderungan
bahwa untuk meminimalkan masalah keagenan, perusahaan dapat
menggunakan mekanisme pembayaran dividend. Hal ini sesuai dengan teori
yang dikemukakan oleh Moh'd, Perry & Rimbey (1995) yang menyatakan
bahwa semakin besar insider ownership, perbedaan kepentingan antara
pemegang saham (pemilik) dengan pengelola perusahaan atau sering disebut
sebagai masalah keagenan semakin kecil, sebaliknya apabila saham yang
dimiliki oleh pihak insider sedikit maka masalah keagenan semakin besar
dan menurut Rozeff (1982) seperti yang dikutip oleh Suteja J (2001)
memiliki hubungan terbalik antara variabel insider ownership dengan rasio
pembayaran dividend menjadi salah satu mekanisme untuk menurunkan
masalah keagenan di perusahaan-perusahaan di Indonesia.
b. Kepemilikan Institusional ( Institutional Ownership)
Shleifer & Vishney (1986) mengemukakan bahwa larger shareholders
mempunyai anti penting dalam memonitor perilaku insiders. Bathala, et al.
(1994) mengatakan bahwa kepemilikan institusional dapat menciptakan
pengawasan yang lebih efektif dalam mengendalikan perilaku opportunistik
insiders. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan institutional memiliki peran
kontrol, oleh karena itu, manajemen akan bersikap hati-hati dalam menjalankan usahanya dan akan memilih skala peluang investasi yang positip.
Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa kepemilikan institusional
memiliki korelasi positip dengan kebijakan devidend, alasannya kebutuhan
akan dana operasi perusahaan yang dimaksudkan untuk memenuhi IOS
positip. Sikap hati-hati ini, merupakan peran dari kepemilikan institusional.
Berdasarkan penjelasan dan argumentasi sebelumnya disebutkan bahwa
kepemilikan institusional ini memiliki hubungan terbalik dengan rasio
pembayaran dividend. Berdasarkan hasil perhiturtgan regresi pada table 2.
diperoleh nilai t-hitung sebesar - 3,250 sedangkan nilai t-tabelnya sebesar -2.845
dan tingkat signifikansinya sebesar 0.004 Hal ini menunjukkan bahwa
variabel kepemilikan institusional signifikan secara statistik, dengan
perkataan lain, hipotesis penelitian yang menyebutkan bahwa variabel
kepemilikan institusional berpengaruh terhadap rasio pembayaran dividend
dapat diterima Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang
dilakukan oleh Jaja Suteja (2000) dan Wilberforce (2000) yang menyatakan
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap rasio pembayaran
dividend perusahaan.
c. Variabel Tingkat Pertumbuhan Perusahaan (Growth Rate)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel Growth memiliki nilai
t-hitung sebesar-3,578. Sedangkan t-tabel adalah - 2,845 pada taraf alpa 1%.
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
37
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
Tingkat signifikansi dari variabel growth ini sebesar 0,0019, dengan
menggunakan taraf alpa 1% maka tingkat signifikansi hasil penelitian lebih
kecil dari α , juga apabila dilihat dari nilai t hitung (nilai mutlak) yang lebih
besar dari ttabel, ini berarti variabel Growth memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap rasio pembayaran devidend. Berdasarkan persamaan
regresi, variabel Growth mempunyai koefisien sebesar -0,2364431. koefisien
regresi ini menunjukkan bahwa growth dengan DPO memiliki hubungan
yang terbalik. Dengan demikian dilihat dari hasil menunjukkan bahwa
Growth memiliki hubungan yang terbalik dan signifikan pada taraf alpa 1%,
maka secara parsial hipotesis yang diajukan dapat diterima.
Arah hubungan yang terbalik antara variabel growth dengan kebijakan
pembayaran devidend dan signifikan, sejalan dengan hasil penelitian
Demsey dan Laber (1992) maupun Moh'd, Perry dan Rimbey (1995), dimana
mereka berargumentasi bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan
pendapatan mencerminkan perusahaan sedang mengalami pertumbuhan dan
memiliki banyak kesempatan investasi. Kesempatan investasi yang banyak,
membutuhkan pendanaan yang besar, sehingga perusahaan harus mencari
dana dari fihak eksternal. Untuk mendapatkan tambahan dana dari fihak
eksternal ini akan menimbulkan biaya transaksi. Biaya transaksi yang tinggi
menyebabkan perusahaan harus berfikir kembali untuk membayar devidend
apabila masih ada peluang investasi yang bisa diambil dan lebih baik
menggunakan dana dari aliran kas internal untuk membiayai investasi
tersebut (Hexter etal, 1998). Dalam hal ini berlaku residual devidend policy
(Brigham, 1996) dimana devidend akan dibayarkan setelah pendanaan untuk
investasi terpenuhi.
d. Volatilitas Earning (Earning Volatility)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel volatilitas earning
memiliki t hitung sebesar-0.0348. lebih kecil dari nilai t tabelnya yaitu
sebesar-1.7247 (dalam nilai absolut) atau berada dalam daerah penerimaan
Ho atau penolakan Ha,. tingkat signifikansi sebesar 0,9725 dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar 10% (a=0,10), maka taraf signifikansi
hasil penelitian lebih besar dari a (10%). Hal ini berarti bahwa variabel
volatilitas earning memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap rasio
pembayaran devidend. Berdasarkan persamaan regresi, variabel Earnvolt
mempunyai koefisien regresi sebesar -0.021161. koefisien regresi ini
menunjukkan bahwa Earnvolt dengan DPO memiliki hubungan terbalik
namun tidak signifikan secara statistik. Dengan demikian dilihat dari hasil
yang menunjukkan bahwa Earnvolt tidak dapat digeneralisasikan dalam
sampel penelitian ini„ maka secara parsial hipotesis yang diajukan ditolak.
e. Ukuran Perusahaan (Firm'size)
Ukuran perusahaan merupakan variabel kontrol yang digunakan dalam
38
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
penelitian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel Size memiliki t-hitung
sebesar 3.293779 sedangkan t tabel dengan α=1% sebesar 2,845. tingkat
signifikansi sebesar 0,0036 dengan menggunakan taraf signifikansi sebesar
0,01 maka taraf signifikansi hasil penelitian lebih kecil dari α dan dapat
dilihat dari nilai t hitung (nilai mutlak) yang lebih besar dari nilai t tabel, ini
berarti variabel SIZE memiliki pangaruh yang signifikan secara statistik
terhadap rasio pemabayaran devidend. Berdasarkan persamaan regresi,
varaibel SIZE mempunyai koefisien regresi sebesar 0.074212 koefisien
regresi ini menunjukkan bahwa SIZE dengan DPO memiliki hubungan yang
searah.
Pengaruh yang signifikan dan hubungan yang searah antara ukuran
perusahaan dengan rasio pembayaran devidend menujukkan bahwa semakin
besar ukuran perusahaan, semakin besar devidend yang dibagikan. Hal ini
konsisten dengan penelitian Moh'd etal (1995) yang menyatakan bahwa
semakin besar ukuran perusahaan akan nnempermudah perusahaan dalam
mengakses pasar modal. Perusahaan lebih fleksibel dan memiliki kemampuan untuk mendapatkan sumber dana. Kemudahan untuk mendapatkan
dana dari pasar modal ini berimplikasi pada pembayaran devidend. Pembayaran devidend yang akan mengurangi pendanaan dari sumber internal
tidak lagi mengkuatirkan perusahaan, karena perusahaan dapat dengan
mudah mendapatkan sumber dana eksternal di pasar modal. Hasil penelitian
ini menujukkkan bahwa di Indonesia terdapat kecenderngan ukuran
perusahaan menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam mengambil
kebijkana pembayaran dividend-nya.
f. Penyebaran Kepemilikan Saham (Shareholder Dispersion)
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa SHLDR memiliki nilai t hitung sebesar 0.971882, sedangkan nilai t-tabel pada taraf alpa 10% sebesar
1,724. dengan tingkat signifikansi sebesar 0,3427 lebih besar dari nilai alpa
sebesar 10%, maka dapat dikatakan bahwa variabel SHLDR tidak signifikan
secara statistik, atau variabel ini tidak berpengaruh terhadap rasio
pembayaran devidend, atau dengan perkataan lain hipotesis yang menyatakan bahwa shareholder dispersion memiliki hubungan negatif terhadap
rasio pembayaran devidend tidak dapat diterima. Hasil penelitian ini sejalan
dengan basil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Setyawan
(1999) dan Dermawan (1997), yang menyatakan bahwa penyebaran
pemegang saham tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap rasio
pembayaran devidend.
Koefisien regresi dari variabel SHLDR sebesar 0482816, bernilai
positip dan tidak signifikan, tidak sesuai dengan prediksi peneliti yang
mengemukakan bahwa variabel ini memiliki hubungan terbalik dengan
variabel DPO. Namun demikian berdasarkan basil regresi menunjukkan
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
39
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
variabel ini tidak signifikan secara statistik, sehingga dapat diabaikan dalam
penelitian ini, dari formulasi hipotesis disebutkan bahwa semakin kecil
variance dari kelompok pemegang saham berarti kepemilikan saham semakin menyebar. Koefisien regresi yang negatip menunjukkan bahwa
shareholder dispersion memiliki hubungan yang terbalik dengan rasio
pembayaran devidend, atau dengan kata lain semakin kecil nilai variance
maka semakin besar nilai rasio pembayaran devidend. Namun demikian
hasil regresi ini tidak sejalan dengan formulasi hipotesis sebelunmya.
Hubungan ini tidak sesuai dengan harapan peneliti dan hasil penelitian dari
Demsey dan Laber (1992), Moh'd et.al (1995) maupun Hexter, et.al (1998).
Hubungan ini mengindikasikan bahwa penyebaran pemegang saham yang
semakin besar akan meningkatkan rasio pembayaran devidend. Kepemilikan
saham yang semakin menyebar kurang efektif dalam monitoring dan sulit
untuk melakukan control terhadap perusahaan (Jensen & Meckling, 1976)
akibatnya akan menimbulkan masalah keagenan. Masalah keagenan menurut
Rozeff (1982) dapat diturunkan dengan suatu mekanisme pembayaran
devidend. Sehingga kepemilikan saham yang semakin menyebar akan
memperbesar masalah keagenan dan masalah keagenan ini bias diturunkan
dengan cara memperbesar pembayaran devidend, namun hasil ini tidak dapat
digeneralisasikan karena varaibel ini tidak signifikan secara statistik.
g. Pengaruh Secara Simultan
Pengujian secara simultan dilakukan dengan menggunakan statistic uji
F (F-Test). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabelvariabel independent yang digunakan dalam model penelitian secara
bersama-sama mampu menjelaskan volatilitas variabel dependen. Dalam
penelitian ini pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
INSIDER, INS It, GROWTH, EARVOLT, SIZE dan SHLDR secara
bersama-sama mampu menjelaskan volatilitas variabel DPO.
Dari tabel 4.2. diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 6.2366 lebih
besar dan nilai Ftabel pada taraf alpa 1% yaitu sebesar 3,87 dan tingkat
signifikansi sebesar 0,000811 lebih kecil dari nilai alpa 1%. Ini berarti secara
simultan atau serempak atau bersma-sama semua variabel independent
(INSIDER, INSTL, GROWTH,EARVOLT, SIZE dan SHLDR) mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel rasio pembayaran devidend.
(Variabel DPO).
Dari hasil regresi diperoleh nilai koefeisien determinansi (R2) sebesar
0,65169, nilai ini menunjukkan bahwa sekitar 65.17% perubahan variabel
dependen mampu dijelaskan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi biaya
keagenan (insider ownership, Institutional ownership dan shareholder
dispersion), faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi (tingkat
pertumbuhan perusahaan dan risiko bisnis) dan variabel kontrol (ukuran
perusahaan). Sedangkan sisanya sebesar 34.83% dijelaskan oleh faktor lain
40
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
yang tidak dimasukan di dalam model penelitian. Hal ini menunjukkan
bahwa rnasih banyak faktor-faktor lain diluar faktor-faktor keagenan dan
faktor-faktor yang mempengaruhi biaya transaksi juga berpengaruh terhadap
penentuan besarnya rasio pembayaran devidend.
H. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Beberapa penelitian yang membahas mengenai determinan kebijakan
devidend memberikan hasil yang beragam. Dalam penelitian ini, peneliti
mengelompokkan determinan kebijakan devidend dalam tiga kelompok,
yaitu: Faktor-faktor keagenan (kepemilikan insider, kepemilikan kelembagaan dan dispersi kepemilikan saham); Faktor-faktor yang dikelompokkan
dalam determinan biaya transaksi (tingkat pertumbuhan dan voltilit earnings)
dan kelompok variabel kontrol (ukuran perusahaan).
Faktor-faktor keagenan dan kelompok biaya transaksi dalam penelitian ini diduga memiliki pengaruh terbalik terhadap kebijakan deviden
perusahaan, sementara itu variabel ukuran perusahaan dijadikan variabel
kontrol, tujuannya sebagai alat untuk mengurangi terjadinya incremental
effect.
Dari hasil olah data, menunjukkan bahwa model yang diajukan
peneliti mengenai determinan kebijakan devidend dapat diterima dan
signifikan pada taraf alpa sebesar 1%, hal ini menunjukkan bahwa model
telah merepresentasikan karakteristik populasi dimana sampel atau unit
penelitian diperoleh.
Secara parsial, variabel insider signifikan secara statistik pada taraf
alpa sebesar 5%, hal ini menunjukkan hipotesis yang menyatakan variabel
insider berpengaruh negatip terhadap DPO dapat diterima. Variabel
kepemilikan institusional juga signifikan secara statistik pada taraf alpa 1%
dengan arah koefisien yang konsisten, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
yang menyebutkan variabel INSTL berpengaruh negatip terhadap DPO
dapat diterima. Sementara itu, variabel Dispersi tidak signifikan.
Variabel tingkat pertumbuhan perusahaan signifikan secara statistik
pada taraf alpa sebesar 1% dengan arah koefisien yang konsisten dengan
prediksi peneliti, hal ini berarti hipotesis yang menyatakan bahwa tingkat
pertumbuhan berpengaruh terbalik terhadap DPO dapat diterima. Sementara
itu variabel volatilita earnings menunjukkan hasil yang tidak signifikan.
Dalam penelitian ini model dapat menjelaskan berbagai perubahan
yang terjadi pada kebijakan DPO sebesar 65,17%, sementara sisanya sebesar
34,83% dijelaskan oleh variabel di luar model penelitian ini.
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
41
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
2. Saran
Berdasarkan hasil analisis data, proporsi kepemilikan institusional
dapat digunakan untuk mengurangi mekanisme keagenan, begitu juga
kepemilikan insider. Dispersi kepemilikan saham perusahaan yang cukup
tinggi dalam kasus perusahaan publik di Indonesia sangat rendah, sehingga
variabel ini kurang dapat digunakan sebagai determinan kebijkan keuangan
perusahaan, hal ini konsisten dengan kondisi praktikal perusahaan-perusahaan yang telah diperdagangkan di bursa atau pasar modal.
Untuk penelitian yang akan datang, perlu dikaji ulang mengenai
definisi insider ownership dan formulasi yang digunakan, sebab struktur
kepemilikan perusahaan berubah-ubah. Dalam prakteknya sering kali kontrol
yang dilakukan oleh kepemilikan institusional tidak dapat berjalan dengan
baik karena scseorang investor menjadi insider dan juga institusional
ownership. Dalam penelitian yang akan datang perlu dipisahkan apabila hal
tersebut terjadi.
Daftar Pustaka
Agrawal, A., & Knoeber C.R. 1996. ”Firm Performance and Mechanism to
Control Agency Problems between Managers and Shareholders”,
Journal of Financial and Quantitative Analysis,
Agrawal, A., & G. Mandelker. 1987. "Large Shareholders and Monitoring
of Managers: The Case of Antitakeover Charter Amandements",
Journal Of Finance, 42, 823 - 837.
Bathala, T.C., KR. Moon, and R.P., Rao. 1994, "Managerial Ownership,
Debt, Policy, and the Impact of Institutional Holdings: An Agency
Perspective," Financial Management, Autumn 94.
Brennan, M and Thakor, “A, Sharehoders Preference and dividend policy".
The Journal Of Finance, Vol XLV, No.4 September 1990.
Brigham, E.F., and L.C., Gapenski. 1996. "Intermediate Financial
Management." The Dryden Press, New York.
Cooper, D.R., and C.E. Emory. 1995. Business Research Methods. Fifth
Edition, Richard D. Irwin, Inc.. 1995.
Crutchley, C and Kenneth Lehn. 1989. "A Test of Agency Theory of
Managerial Ownership, Corporate Leverage and Corporate
Dividend", Financial Management, 18: 36-46.
Damodaran, A., 1997, Corporate Finance: Theory and Practice, John Wiley
& Sons.
42
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
Dermawan, E.S. 1996. "Faktor-faktor Penentu Kebijakan Pembayaran
Dividend pada Perusahaan Yang Go Publik di BET', Tesis,
Universitas Gadjah mada Yogyakarta.
Gudjarati, D.N. 1995. "Basic Econometrics", Third Edition,McGraw-Hill
International Editions.
Hansen, R.S and Kumar, R.1994. "Dividend Policy and Corporate
monitoring Evidence from the Regulated Electric Utility Industry",
Financial Management, Vol 23, Spring.
Hartono,J.& Ratnaningsih, D. 2001. Conflict of Interest Problem In The
Management-Controlled Firms. Journal Of Indonesian Economy &
Business, 64-73.
Hair, Jr., J.F., R.E. Anderson. 1992. R.L. Tatham, and W.C. Black,
"Multivariate Data Analysis With Reading" third edition, Macmillan
Publishing Company, New York.
Holder, M.E, Langlehr, F.W and Hexter, J.L. 1998 "Dividend Policy
Determinant An Investigation of Influences of Stakeholders Theory",
Financial Management Autumn.
Institute for Economic and Financial Research, 1992. Indonesian Capital
Market Directory, Third Edition.
______1993. Indonesian Capital Market
Directory, Fourth Edition.
.______1994. Indonesian Capital Market
Directory, Fifth Edition.
______1995. Indonesian Capital Market
Directory, Sixth Edition.
______1996 Indonesian Capital Market
Directory, Seventh Edition
______1997 Indonesian Capital Market
Directory, Eight Edition.
Jensen, M. 1986. "Agency Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance, and
Takeovers”, American Economic Review, 76, 323 - 329.
Jensen, M., & W. Meckling. 1976, "Theory of the firm:Managerial
Behavior, Agency, and Ownership Structure", Journal of Financial
Economics, 4, 305 - 360.
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
43
Volume V Nomor 1, Juni 2006
ISSN: 1411– 514X
Moh'd, M.A., L.G. Perry, and J.N. Rimbey. 1998, "The Impact of Ownership
Structure On Corporate Debt Policy: A Time-Series Cross-Sectional
Analysis", Financial Review, August, Vol.33.
Norohna, G.M., Shome, D.K and Morgan, G.E 1996., "The Monitoring
Rationale of Dividends and the Interaction of Capital Structure and
Dividend Decisions" Journal of Banking & Finance, 20,.
Nupikso, G. 2000. Analisis Simultan Dalam Mengkaji Hubungan Antara
Insider Ownership, Kebijakan Hutang dan Dividen Perusahaan.
Unpublished M.Si Thesis Gadjah Mada University.
Setyawan, .I.R 1998. Simultanitas Keputusan Dividen dalam Struktur
Modal. Unpubished M.Si Thesis Gadjah Mada University.
Simons, K. 1994. "The Relationship Between Dividend Changes and Cash
Flow: An Empirical Analysis" Journal of Business Finance &
Accounting, 214 (4), June.
Suteja, J. 2001. Insider Ownership, Institutional Ownership, Debt Policy: A
Test Of Agency Conflict, Theses, UGM, Yogyakakarta.
Wilberforce, T. 2000. Substitutability of Agency Conflict Mechanism: A
Simultaneous Equation Analysis of Insider Ownership Debt and
Dividend Policies. Unpublished M.Si Thesis Gadjah Mada
University.
-------------------------------------------*
) Dosen Tetap Fakultas Ekonomi UNPAS
44
Jurnal Trikonomika Fakultas Ekonomi Unpas
Download