intisari 2012 a

advertisement
PERBANDINGAN SKALA DAN PERSEN
A. Perbandingan
1. Perbandingan senilai
Faktor 1
a1
a2
Faktor 2
b1
b2
Pada perbandingan senilai, berlaku
π‘Ž1 𝑏1
=
π‘Ž2 𝑏2
2. Perbandingan berbalik nilai
Faktor 1
a1
a2
Faktor 2
b1
b2
Pada perbandingan senilai, berlaku
π‘Ž1 𝑏2
=
π‘Ž2 𝑏1
B. Skala
Skala yang baik, disajikan dalam perbandingan terkecil.
π‘†π‘˜π‘Žπ‘™π‘Ž =
π‘ˆπ‘˜π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘π‘Žπ‘‘π‘Ž π‘”π‘Žπ‘šπ‘π‘Žπ‘Ÿ
π‘ˆπ‘˜π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘ π‘’π‘π‘’π‘›π‘Žπ‘Ÿπ‘›π‘¦π‘Ž
C. Persen
Persen artinya per seratus, secara umum dapat ditulis:
1. Menentukan laba atau rugi
π‘ˆπ‘›π‘‘π‘’π‘›π‘” = π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘—π‘’π‘Žπ‘™ − π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž 𝑏𝑒𝑙𝑖
𝑅𝑒𝑔𝑖 = π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž 𝑏𝑒𝑙𝑖 − π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘—π‘’π‘Žπ‘™
π‘ˆπ‘›π‘‘π‘’π‘›π‘” % =
𝑅𝑒𝑔𝑖 % =
π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘—π‘’π‘Žπ‘™ − π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž 𝑏𝑒𝑙𝑖
π‘₯ 100%
π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž 𝑏𝑒𝑙𝑖
π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž 𝑏𝑒𝑙𝑖 − π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž π‘—π‘’π‘Žπ‘™
π‘₯ 100%
π»π‘Žπ‘Ÿπ‘”π‘Ž 𝑏𝑒𝑙𝑖
1
π‘Ž%=
π‘Ž
100
2. Diskon ( Rabat )
Misalkan harga semula π‘€π‘œ mendapat diskon π‘Ÿ %. Maka harga yang harus
dibayar (𝑀) adalah
𝑀 = 𝑀0 ( 1 − π‘Ÿ % )
2
BENTUK PANGKAT, AKAR, DAN LOGARITMA
A. Bentuk Pangkat
1. Jika n bilangan bulat positif dan a bilangan real maka a pangkat n didefinisikan
sebagai berikut.
an = a x a x a x…..x a
n faktor
Pengertian pangkat tersebut diperluas, yaitu untuk a ≠ 0 berlaku:
a. a0 =1
1
b. a−n = an
2. Sifat-sifat operasi hitung bilangan berpangkat
a. am x an = am+n
b.
am
an
d. (a x b)n = an x bn
a n
= am−n , a ≠ 0
an
e. (b) = bn , b ≠ 0
c. (am)n = amn
B. Bentuk Akar
1. Jika a dan b bilangan nyata serta n bilangan bulat positif maka:
n
a. bn = a ⇔ √a = b
n
1
b. √a = an
2. Sifat-sifat bentuk akar
n
m
a. √am = a n
b.
m n
√ √a =
mn
√a
3
3. Merasionalkan penyebut pecahan bentuk akar
a.
b.
a
√b
=
a
x
√b
a
√b+√c
=
√b
√b
a
= b √b
a
√b+√c
x
√b−√c
√b−√c
a
= b−c (√b − √c )
C. Logaritma
1. Jika a dan p bilangan positif dengan p ≠ 1 maka berlaku:
plog
a = n ⇔ pn = a
Dari hubungan tersebut diperoleh:
a. p0 = 1 ⇔ plog 1 = 0
b. p1 = p ⇔ plog p = 1
c.
pn
=
pn
⇔
plog
pn
Penting
pm
=n
2. Sifat-sifat logaritma
a.
plog
(ab) = plog a + plog b
b.
plog
( b ) = plog a – plog b
c.
plog
an = n x plog a
d.
plog
a = n log a
a
n
log p
e. pplog a = a
4
n
m
log pn =
APROKSIMASI KESALAHAN
A. Kesalahan
Kesalahan setiap pengukuran pasti akan diperoleh perbedaan atau selisih
antara pengukuran sebenarnya dengan hasil pengukuran disebut KESALAHAN.
Dalam pengukuran yang menggunakan alat ukur kesalahan tidak mungkin
dihindari sepenuhnya. Oleh sebab itu dikenal jenis-jenis kesalahan, yaitu:
1. Salah Mutlak
Nilai salah mutlak ( SM ) sama dengan:
𝑆𝑀 =
1
(π‘†π‘Žπ‘‘π‘’π‘Žπ‘› π‘ˆπ‘˜π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘› π‘‡π‘’π‘Ÿπ‘˜π‘’π‘π‘–π‘™)
2
Nilai batas atas ( BA ) = Hasil pengukuran ( HP ) + SM
Nilai batas bawah ( BB ) = Hasil pengukuran ( HP ) – SM
2. Salah Relatif ( nisbi )
Untuk lebih jelasnya pengertian salah relatif, perhatikan keterangan berikut.
Kesalahan 1 gram pada pengukuran berat gula relatif tidak penting jika
dibandingkan dengan pengukuran berat emas.
Nilai salah relatif ( SR ) dapat ditulis dengan:
𝑆𝑅 =
𝑆𝑀
𝐻𝑃
B. Prosentase Kesalahan ( PK ) dan Toleransi
𝑆𝑀
1. Nilai prosentase kesalahan ( PK ) sama dengan: 𝑃𝐾 = 𝐻𝑃 𝑋 100%
2. Toleransi
Pengertian Toleransi dalam pengukuran yaitu selisih antara hasil pengukuran
terbesar dengan hasil pengukuran terkecil yang masih dapat diterima.
π‘‡π‘œπ‘™π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘ π‘– = 𝐡𝐴 − 𝐡𝐡
5
C. Operasi Hasil Pengukuran
1. Jumlah hasil pengukuran
Jumlah Maksimum = 𝐡𝐴 𝐼 + 𝐡𝐴 𝐼𝐼
Jumlah Minimum = 𝐡𝐡 𝐼 − 𝐡𝐡 𝐼𝐼
2. Selisih hasil pengukuran
Selisih Maksimum = 𝐡𝐴 𝐼 − 𝐡𝐡 𝐼𝐼
Selisih Minimum = 𝐡𝐡 𝐼 − 𝐡𝐴 𝐼𝐼
Penting :
Ukuran 𝐼 harus lebih besar
dari Ukuran 𝐼𝐼
6
PERTIDAKSAMAAN LINEAR
Pertidaksamaan ialah kalimat terbuka yang di dalamnya memuat tanda tidak
sama, yaitu >, ≥, <, ≤ . Pangkat dari suatu pertidaksamaan ditentukan oleh
pangkat tertinggi dari peubahnya. Apabila pangkat tertinggi dari peubah pada
suatu pertidaksamaan adalah satu, maka pertidaksamaannya disebut
pertidaksamaan linear.
Bentuk umum dari pertidaksamaan linear adalah:
π‘Žπ‘₯ + 𝑏 > 0
π‘Žπ‘₯ + 𝑏 < 0
π‘Žπ‘₯ + 𝑏 ≥ 0
π‘Ž≠0
π‘Žπ‘₯ + 𝑏 ≤ 0 , dengan
π‘Ž, 𝑏 ∈ 𝑅
Konstanta yang membuat suatu pertidaksamaan menjadi benar disebut
penyelesaian atau akar dari pertidaksamaan. Himpunan semua penyelesaian dari
suatu pertidaksamaan disebut himpunan penyelesaian.
Untuk menyelesaikan suatu pertidaksamaan linear, harus diingat bahwa:
π½π‘–π‘˜π‘Ž π‘Ž < 𝑏 π‘šπ‘Žπ‘˜π‘Ž ∢ π‘Ž + 𝑐 < 𝑏 + 𝑐
:π‘Ž − 𝑐 < 𝑏 − 𝑐
π½π‘–π‘˜π‘Ž π‘Ž < 𝑏 , π‘‘π‘Žπ‘› 𝑐 > 0 π‘šπ‘Žπ‘˜π‘Ž ∢ π‘Ž. 𝑐 < 𝑏. 𝑐 dan
π½π‘–π‘˜π‘Ž π‘Ž < 𝑏 , π‘‘π‘Žπ‘› 𝑐 < 0 π‘šπ‘Žπ‘˜π‘Ž ∢ π‘Ž. 𝑐 > 𝑏. 𝑐 dan
7
π‘Ž
𝑐
π‘Ž
𝑐
<
>
𝑏
𝑐
𝑏
𝑐
MATRIKS
A. Pengertian Matriks
1. Matriks adalah susunan suatu kumpulan bilangan dalam bentuk persegi atau
persegi panjang yang diatur menurut baris dan kolom.
2. Baris suatu matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang mendatar dalam
matriks.
3. Kolom suatu matriks adalah susunan bilangan-bilangan yang tegak dalam
matriks.
B. Operasi Hitung pada Matriks
1. Penjumlahan atau pengurangan dua matriks dilakukan dengan menjumlahkan
atau mengurangkan elemen yang seletak.
2. Perkalian skalar dengan matriks dilakukan dengan mengalikan semua elemen
dengan bilangan real itu sendiri.
3. Perkalian dua matriks
C. Transpos Matriks
Matriks A transpos (At) adalah sebuah matriks yang disusun dengan cara
menuliskan
baris ke-i matriks A menjadi kolom ke-i matrik At .
Beberapa sifat matriks transpos:
1. (A + B)t = At + Bt
2. (At)t = A
Penting
3. (A B)t = Bt At
Apabila |A| = 0 maka matriks
4. (K A)t = K At , K merupakan konstanta
A tidak mempunyai invers
dan disebut matriks singular.
D. Determinan dan Invers Matriks
π‘Ž
1. Jika A = [
𝑐
𝑏
] maka determinan matriks A :
𝑑
8
Apabila |A| ≠ 0 maka
matriks A memiliki invers
dan disebut matris non
singular.
|A| = | π‘Ž
𝑐
𝑏
| = π‘Žπ‘‘ − 𝑏𝑐
𝑑
π‘Ž
2. Jika A = [
𝑐
1
A−1 = |A| |
𝑏
] maka invers matriks A :
𝑑
𝑑
−𝑐
−𝑏
|
π‘Ž
3. Sifat-sifat invers matriks.
a. A A-1 = A-1 A = I = [
1 0
]
0 1
b.
4. Persamaan Matriks
a. A . X = B
b. X . A = B
maka X = A-1 . B
maka X = B . A-1
9
(A B)-1 = B-1 A-1
PROGRAM LINEAR
A. Fungsi Objektif ( Fungsi Tujuan )
Fungsi objektif adalah fungsi yang nilainya akan dioptimalkan. Fungsi objektif
bias bernilai maksimum atau minimum. Hal ini tergantung pada kasusnya. Jika
fungsi objektif biaya produksi, maka nilainya dicari yang minimum. Tetapi kalau
fungsi objektif berupa keuntungan, maka nilainya dicari yang maksimum. Bentuk
umum fungsi tujuan adalah maksimum/minimum
f(x,y) = px + qy
dengan, p dan q konstanta.
B. Fungsi Batasan
Fungsi batasan adalah fungsi batasan-batasan yang harus dipenuhi oleh
peubah(variabel) yang terdapat dalam fungsi objektif. Bentuk umum dari fungsi
batasan adalah:
ax + by ≤ m
ax + by ≥ m
atau
cx + dy ≤ n
cx + dy ≥ n
x ≥ 0; y ≥ 0
x ≥ 0; y ≥ 0
C. Nilai Optimum Fungsi objektif
Nilai optimum fungsi objektif adalah nilai maksimum/minimum fungsi objektif
sebagai hasil dari subtitusi titik-titik ekstrim terhadap fungsi objektif, dengan (x,y)
memenuhi syarat-syarat
ax + by ≤ m
cx + dy ≤ n
x ≥ 0; y ≥ 0
ax + by ≥ m
atau
cx + dy ≥ n
x ≥ 0; y ≥ 0
Langkah-langkah menentukan nilai optimum adalah sebagai berikut:
10
a. Menggambarkan daerah himpunan penyelesaian dari fungsi batasan pada
bidang kartesius.
b. Menentukan titik-titik ekstrim (titik-titik sudut) dari daerah himpunan
penyelesaiannya. Dari titik-titik ekstrim tersebut, didapatkan nilai
optimum fungsi objektifnya.
Menyelidiki nilai optimum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode
titik ekstrim dan metode garis selidik.
11
LOGIKA MATEMATIKA
A. Pernyataan, Kalimat Terbuka, dan Ingkaran
1. Pernyataan adalah kalimat tertutup yang memiliki nilai benar saja atau salah
saja, tetapi tidak sekaligus benar dan salah.
2. Kalimat terbuka adalah kalimat yang belum pasti nilai kebenarannya karena
memuat variabel.
3. Ingkaran atau negasi suatu pernyataan p adalah pernyataan ~p, yang
bernilai salah (S) jika p bernilai benar (B) dan bernilai benar (B) jika p
bernilai salah (S). ~p dibaca “bukan p” atau “tidak benar p”.
p
B
S
~p
S
B
B. Penyataan Majemuk dan Ingkarannya
1. Konjungsi (∧)
Dua pernyataan p dan q dapat digabungkan menjadi suatu pernyataan
majemuk menggunakan konjungsi menjadi (p∧q) dibaca”p dan q”.
Tabel kebenarannya:
p
B
B
S
S
q
B
S
B
S
p∧q
B
S
S
S
Berdasarkan tabel kebenaran
p∧q bernilai benar apabila p
benar dan q benar Penting
“dan” dapat diganti
dengan kata yang
mempunyai
arti
sama, diantaranya
tetapi,
walupun,
sedangkan,
dan
lagi pula.
12
2. Disjungsi (∨)
Dua pernyataan p dan q dapat digabungkan menjadi suatu pernyataan
majemuk dengan menggunakan disjungsi menjadi (p∨q) dibaca”p atau q”.
Tabel kebenarannya:
p
B
B
S
S
q
B
S
B
S
Berdasarkan tabel kebenaran
p∨q
B
B
B
S
p∨q bernilai benar apabila
paling sedikit salah satu dari
kedua pernyataan tersebut
bernilai benar
3. Implikasi (⇒)
Dua pernyataan p dan q dapat digabungkan menjadi suatu pernyataan
majemuk menggunakan implikasi menjadi (p⟹q) dibaca”jika p maka q”.
Tabel kebenarannya:
p
B
B
S
S
q
B
S
B
S
p⟹q
B
S
B
B
Berdasarkan tabel kebenaran p⟹q bernilai salah jika dan
hanya jika p bernilai benar dan q bernilai salah, sedangkan
untuk nilai kebenaran p dan q lainnya p⟹q bernilai benar
Penting
Implikasi p⟹q dapat dibaca dengan beberapa cara, antara lain sebagai berikut:
a. Jika p maka q
b. p berimplikasi q
c. p berakibat q
d. q jika p
e. p syarat cukup bagi q
f. q syarat perlu bagi q
13
Suatu implikasi dapat diubah menjadi bentuk-bentuk pernyataan majemuk
yang lain yaitu:
a. q⟹p disebut konvers dari p⟹q
b. ~p⟹~q disebut invers dari p⟹q
c. ~q⟹~p disebut kontraposisi dari p⟹q
Tabel kebenarannya:
p
B
B
S
S
q
B
S
B
S
~p ~q
S
S
S
B
B
S
B
B
p⟹q
B
S
B
B
q⟹p ~p⟹~q ~q⟹~p
B
B
B
B
B
S
S
S
B
B
B
B
Dengan memperhatikan tabel kebenaran di atas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
p⟹q ≡ ~q⟹~p artinya implikasi ekuivalen dengan kontraposisinya.
q⟹p ≡ ~p⟹~q artinya konvers ekuivalen dengan inversnya.
4. Ingkaran atau negasi dari pernyataan majemuk
a. ~(p ∧ q) ≡ ∼ p ∨ ∼q artinya ingkaran dari p ∧ q adalah ∼ p ∨ ∼q
b. ~(p ∨ q) ≡ ∼ p ∧ ∼q artinya ingkaran dari p ∨ q adalah ∼ p ∧ ∼q
c. ~(p ⇒ q) ≡ p ∧ ∼q artinya ingkaran dari p ⇒ q adalah p ∧ ∼q
d. ~(p ⇔ q) ≡ (p ∧ ∼ q) ∨ (q ∧ ∼ p) artinya ingkaran dari p ⇔ q
adalah (p ∧ ∼ q) ∨ (q ∧ ∼ p)
C. Kuantor dan Ingkarannya
1. Suatu kalimat terbuka p(X) dapat diubah menjadi pernyataan menggunakan
kuantor. Ada dua macam kuantor.
a. Kuantor universal (∀)
Lambang ∀ dibaca”untuk semua”atau”untuk setiap”.
Pernyataan: ∀x, p(x) dibaca “semua x bersifat p(x)”.
b. Kuantor eksistensial (∃)
Lambang ∃ dibaca”beberapa”atau”ada”.
14
Pernyataan: ∃x, p(x) dibaca “beberapa x bersifat p(x)”.
2. Ingkaran pernyataan berkuantor
~(∀x,p(x)) ≡ ∃x, ~p(x)
~(∃x,p(x)) ≡ ∀x, ~p(x)
D. Penarikan Kesimpulan
Cara penarikan kesimpulan/konkluasi dari dua premis sebagai berikut.
1. Modus ponens
3. Silogisme
Premis 1 : p ⇒ q
Premis 2 : p
∴ Kesimpulan: q
Premis 1
:p⇒q
Premis 2
:q⇒r
∴ Kesimpulan: p ⇒ r
2. Modus tollens
Premis 1 : p ⇒ q
Premis 2 : ∼ q
∴ Kesimpulan: ∼ p
15
TRIGONOMETRI
A. Satuan Pengukuran Sudut
Satuan pengukuran sudut yaitu derajat dan radian.
π
1o = 180o radian, dan 1 rad =
180o
π
B. Perbandingan Trigonometri dalam Segitiga Siku-Siku
Sisi AC dan BC merupakan sisi siku-siku, sedangkan sisi AB adalah sisi miring
(hipotenusa).
B
𝛼
A
sin 𝛼 =
𝐡𝐢
𝐴𝐡
cosec 𝛼 =
cos 𝛼 =
𝐴𝐢
𝐴𝐡
sec 𝛼 =
𝐴𝐡
𝐴𝐢
tan 𝛼 =
𝐡𝐢
𝐴𝐢
cot 𝛼 =
𝐴𝐢
𝐡𝐢
C
C. Perbandingan Trigonometri Sudut-Sudut Istimewa
Sudut (𝛼)
Trigonometri
0o
30o
sin
0
1
2
cos
1
tan
0
45o
60o
1
1
√2
√3
2
2
1
1
1
√3
√2
2
2
2
1
1
√3
√3
3
16
90o
1
0
~
𝐴𝐡
𝐡𝐢
D. Perbandingan Trigonometri Sudut-Sudut Berelasi
Hubungan nilai perbandingan trigonometri sudut diberbagai kuadran.
1. Relasi di kuadran I (semua bernilai positif)
sin(90π‘œ − πœƒ) = cos πœƒ
cos(90π‘œ − πœƒ) = sin πœƒ
tan(90π‘œ − πœƒ) = cotan πœƒ
2. Relasi di kuadran II (sinus bernilai positif)
sin(180π‘œ − πœƒ) = sin πœƒ
sin(90π‘œ + πœƒ) = cos πœƒ
cos(180π‘œ − πœƒ) = −cos πœƒ
cos(90π‘œ + πœƒ) = −sin πœƒ
tan(180π‘œ − πœƒ) = −tan πœƒ
tan(90π‘œ + πœƒ) = −cotan πœƒ
3. Relasi di kuadran III (tangen bernilai positif)
sin(180π‘œ + πœƒ) = −sin πœƒ
sin(270π‘œ − πœƒ) = −cos πœƒ
cos(180π‘œ + πœƒ) = −cos πœƒ
cos(270π‘œ − πœƒ) = −sin πœƒ
tan(180π‘œ + πœƒ) = tan πœƒ
tan(270π‘œ − πœƒ) = cotan πœƒ
4. Relasi di kuadran IV (kosinus bernilai positif)
sin(360π‘œ − πœƒ) = −sin πœƒ
sin(270π‘œ + πœƒ) = −cos πœƒ
cos(360π‘œ − πœƒ) = cos πœƒ
cos(270π‘œ + πœƒ) = sin πœƒ
tan(360π‘œ − πœƒ) = −tan πœƒ
tan(270π‘œ + πœƒ) = −cotan πœƒ
17
Cara Menghafal :
Semua Sindikat Tanganya Kosong
(semua positif,sin yang positif,tan yang positif,cos yang positif)
I
II
III
IV
Jika menggunakan fungsi awal (90π‘œ ± πœƒ) dan (270π‘œ ± πœƒ)
maka fungsi akhir berubah, misal: sin(90π‘œ + πœƒ) = cos πœƒ
Jika menggunakan fungsi awal (180π‘œ ± πœƒ) dan (360π‘œ ± πœƒ)
maka fungsi akhir tetap, misal: tan(360π‘œ − πœƒ) = tan πœƒ
Tanda positif atau negatif tergantung kuadran fungsi awal,berada pada
kuadran berapa?
E. Koordinat Cartesius dan Koordinat Kutub
1. Jika koordinat cartesius titik P adalah (x,y), koordinat kutub titik P adalah
𝑦
(π‘Ÿ, 𝛼) dengan π‘Ÿ = √π‘₯ 2 + 𝑦 2 dan 𝛼 = π‘Žπ‘Ÿπ‘ tan
π‘₯
2. Jika koordinat kutub titik P adalah (π‘Ÿ, 𝛼), koordinat cartesius titik P adalah
(x,y)
dengan (π‘Ÿ cos 𝛼 , π‘Ÿπ‘ π‘–π‘› 𝛼)
18
F. Aturan Sinus dan Cosinus
Aturan sinus digunakan untuk menentukan:
1. Panjang sisi segitiga jika diketahui panjang salah satu sisinya dan besar dua
sudutnya,
2. Besar dua sudut segitiga jika diketahui panjang dua sisinya dan besar satu
sudut yang bersebelahan dengan satu sisi yang diketahui.
C
a
B
b
π‘Ž
𝑏
𝑐
=
=
sin 𝐴 sin 𝐡 sin 𝐢
c
A
Aturan Cosinus digunakan untuk menentukan:
1. Panjang sisi segitiga jika diketahui panjang kedua sisi yang lain dan besar satu
sudutnya.
π‘Ž2 = 𝑏 2 + 𝑐 2 − 2𝑏𝑐 . cos 𝐴
𝑏 2 = π‘Ž2 + 𝑐 2 − 2π‘Žπ‘ . cos 𝐡
𝑐 2 = π‘Ž2 + 𝑏 2 − 2π‘Žπ‘ . cos 𝐢
19
G. Luas Segitiga
Bila diketahui panjang dua sisi dan satu sudut yang diapit
𝐿 βˆ†π΄π΅πΆ =
1
𝑏. 𝑐 sin 𝐴
2
𝐿 βˆ†π΄π΅πΆ =
1
π‘Ž. 𝑐 sin 𝐡
2
𝐿 βˆ†π΄π΅πΆ =
1
π‘Ž. 𝑏 sin 𝐢
2
H. Rumus Trigonometri untuk Jumlah dan Selisih Dua Sudut
cos(𝛼 ± 𝛽) = cos 𝛼 . π‘π‘œπ‘ π›½ βˆ“ sin 𝛼 . sin 𝛽
sin(𝛼 ± 𝛽) = sin 𝛼 . π‘π‘œπ‘ π›½ ± cos 𝛼 . sin 𝛽
tan(𝛼 ± 𝛽) =
tan 𝛼 ± tan 𝛽
1 βˆ“ tan 𝛼 . tan 𝛽
I. Rumus Trigonometri Sudut Rangkap
sin 2𝛼 = 2 sin 𝛼 cos 𝛼
cos 2𝛼 = π‘π‘œπ‘  2 𝛼 − 𝑠𝑖𝑛 2 𝛼
= 1 − 2𝑠𝑖𝑛 2 𝛼
= 2 π‘π‘œπ‘  2 𝛼 − 1
20
tan 2𝛼 =
2 tan 𝛼
1 − π‘‘π‘Žπ‘›2 𝛼
J. Konversi Perbandingan Trigonometri Bentuk Perkalian ke Bentuk Jumlah
dan Selisih Dua Sudut
1
sin 𝛼 . cos 𝛽 = (sin(𝛼 + 𝛽) + sin(𝛼 − 𝛽))
2
1
cos 𝛼 . sin 𝛽 = (sin(𝛼 + 𝛽) − sin(𝛼 − 𝛽))
2
1
cos 𝛼 . cos 𝛽 = (cos(𝛼 + 𝛽) + cos(𝛼 − 𝛽))
2
1
sin 𝛼 . sin 𝛽 = − (cos(𝛼 + 𝛽) − cos(𝛼 − 𝛽))
2
K. Konversi Perbandingan Trigonometri Bentuk Penjumlahan dan Pengurangan
ke Bentuk Perkalian
1
1
sin 𝛼 + sin 𝛽 = 2 sin (𝛼 + 𝛽) cos (𝛼 − 𝛽)
2
2
1
1
sin 𝛼 − sin 𝛽 = 2 cos (𝛼 + 𝛽) sin (𝛼 − 𝛽)
2
2
1
1
cos 𝛼 + cos 𝛽 = 2 cos (𝛼 + 𝛽) cos (𝛼 − 𝛽)
2
2
1
1
cos 𝛼 − cos 𝛽 = −2 sin (𝛼 + 𝛽) sin (𝛼 − 𝛽)
2
2
L. Identitas Trigonometri
sin 𝛼
tan 𝛼 = cos 𝛼 , cos 𝛼 ≠ 0
𝑠𝑖𝑛 2 𝛼 + π‘π‘œπ‘  2 𝛼 = 1
cosec 𝛼 =
1 + π‘‘π‘Žπ‘› 2 𝛼 = 𝑠𝑒𝑐 2 𝛼
1 + π‘π‘œπ‘‘ 2 𝛼 = π‘π‘œπ‘ π‘’π‘ 2 𝛼
21
1
sin 𝛼
sec 𝛼 =
1
cos 𝛼
cot 𝛼 =
1
tan 𝛼
M. Menyelesaikan Persamaan Trigonometri
sin π‘₯ = sin 𝛼
π‘₯1 = 𝛼 + π‘˜. 360π‘œ
π‘₯2 = (180π‘œ − 𝛼) + π‘˜. 360π‘œ ,π‘˜ ∈ π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘‘
cos π‘₯ = cos 𝛼
π‘₯1,2 = ±π›Ό + π‘˜. 360π‘œ ,π‘˜ ∈ π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘‘
tan π‘₯ = tan 𝛼
π‘₯ = 𝛼 + π‘˜. 180π‘œ ,π‘˜ ∈ π‘π‘–π‘™π‘Žπ‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘π‘’π‘™π‘Žπ‘‘
22
FUNGSI KUADRAT
A. Fungsi Kuadrat
Bentuk umum f(x) = ax2 + bx + c dengan a, b, dan c bilangan nyata, serta a ≠ 0
B. Grafik Fungsi Kuadrat
1. Langkah-langkah menggambar grafik fungsi kuadrat (parabola).
a. Tentukan koordinat titik potong terhadap sumbu X (y = 0)
b. Tentukan koordinat titik potong terhadap sumbu Y (x = 0)
b
D
c. Tentukan koordinat titik puncak (− 2a , − 4a) dengan D = b2 – 4 ac.
2. Perhatikan koefisien x2 , yaitu a.
a. a > 0 berarti grafik terbuka ke atas.
b. a < 0 berarti grafik terbuka ke bawah.
C. Jenis-jenis Akar Fungsi Kuadrat
Dari Diskriminan (D) dapat ditentukan jenis-jenis akarnya jika:
a. D > 0 berarti akar-akarnya nyata dan berlainan ( x1 ≠ x2 )
b. D = 0 berarti akar-akarnya nyata dan kembar ( x1 = x2 )
c. D < 0 berarti akar-akarnya khayal (imajiner)
D. Rumus Jumlah, Hasil Kali dan Selisih Akar-akar Fungsi Kuadrat
b
a. x1 + x2 = − a
c
b. x1 . x2 = a
c. x1− x2 =
√D
a
23
Barisan dan Deret Bilangan
A. Barisan dan Deret
1. Barisan adalah bilangan-bilangan yang diurutkan menurut suatu aturan
tertentu. Bentuk umum barisan dituliskan sebagai berikut.
U1 , U2 , U3 , U4 , ...……………..Un
2. Deret adalah penjumlahan dari suku-suku suatu barisan.
Bentuk umum deret dituliskan sebagai berikut.
U1 + U2 + U3 + U4 + ……………….+Un =∑ni=1 Ui
B. Barisan dan Deret Aritmatika
1. Barisan aritmatika adalah barisan bilangan dengan selisih setiap suku sebelumnya
selalu sama. Selisih dua suku berurutan tersebut disebut beda (b). Bentuk
umum suku ke-n barisan aritmatika dituliskan sebagai berikut.
Un = a + (n – 1 )b
dengan :
Un = suku ke-n
a = suku pertama
b = beda
n = banyaknya suku
2. Deret aritmatika adalah penjumlahan dari suku-suku suatu barisan aritmatika. Bentuk
umum jumlah n suku pertama deret aritmatika dituliskan sebagai berikut.
n
n
Sn = 2 (2a + (n – 1 )b) atau Sn = 2 (a + Un )
dengan :
Sn = Jumlah n suku pertama
n = banyaknya suku
a = suku pertama
b = beda
Un = suku ke-n
24
1
Ut = 2 (a + Un )
Suku tengah (Ut) dirumuskan dengan
suku pertama dirumuskan dengan :
dan
jumlah
n
untuk n bilangan ganjil
Sn = n x Ut
C. Barisan dan Deret Geometri
1. Barisan geometri adalah barisan bilangan dengan perbandingan setiap suku
dan suku sebelumnya selalu sama. Perbandinagan setiap dua suku berurutan
tersebut disebut rasio (r). Bentuk umum suku ke-n barisan geometri dituliskan
sebagai berikut.
dengan :
Un = suku ke-n
a = suku pertama
r = rasio
n = banyaknya suku
Un = ar n−1
2. Deret geometri adalah penjumlahan dari suku-suku suatu barisan geometri.
Bentuk umum jumlah n suku pertama deret geometri dituliskan sebagai
berikut.
Sn =
a(1−rn )
1−r
dengan :
Sn = Jumlah n suku pertama
n = banyaknya suku
a = suku pertama
r = rasio
3. Deret geometri tak terhingga terdiri atas dua jenis.
1 ) Deret geometri konvergen (memusat)
Jika −1< r <1 maka
a
S∞ = 1−r
2 ) Deret geometri divergen (memencar)
Jika r < -1 atau r >1 maka S∞ = ±∞
25
Dalam deret aritmatika maupun deret geometri suku ke-n dapat
dirumuskan:
Un = Sn − Sn−1
Suku tengah (Ut) dirumuskan dengan
26
Ut 2 = a x Un = U1 x Un
RUANG DIMENSI DUA
A. Pengertian Sudut
Sudut terbentuk oleh dua sinar yang saling bertemu titik pangkalnya atau
dapat dikatakan bahwa sudut terbentuk oleh kemiringan suatu sinar terhadap
sinar lain yang bersekutu pangkalnya.
1. Derajat
Derajat adalah satuan ukuran sudut dan dilambangkan dengan “ o “.
1
1
1o = 360 putaran = 360 keliling lingkaran.
Setiap derajat dibagi dalam 60 menit dan setiap menit dibagi dalam 60 detik.
1o = 60′
Penting
1′ = 60′′
Jadi, 1o = 60′′ = 3.600′′
Menit dilambangkan dengan ‘
2. Radian
dan detik dilambangkan dengan ‘’
Jika πœƒ adalah besar sudut yang dibentuk oleh dua jari-jari pada sebuah
lingkaran yang menghadap busur lingkaran yang panjangnya sama dengan
jari-jari lingkaran, maka besar sudut πœƒ adalah satu radian dan ditulis 1 rad.
Jika panjang busur satu lingkaran = keliling lingkaran = 2πœ‹π‘Ÿ, maka besar sudut
satu putaran penuh = 2πœ‹ radian.
3. Grade
Grade adalah satuan sudut yang membagi lingkaran menjadi 400 bagian yang
sama. Sudut 1 putaran = 2πœ‹ radian = 400g .
27
B. Konversi Sudut
Dari uraian di atas terlihat adanya hubungan tiap jenis satuan sudut, sehingga
kita dapat mengkonversi satuan sudut yang satu menjadi satuan sudut yang lain
menggunakan aturan sebagai berikut.
360o = 2πœ‹ radian = 400g
2πœ‹ radian = 360o ⇒ 1 radian =
2πœ‹ radian = 400g ⇒ 1 radian =
360o
= 57,325o
2π
400g
2π
= 63,694g
2π
360o = 2πœ‹ radian ⇒ 1o radian = 360 radian = 0,0174 radian
360o = 400g ⇒ 1o radian =
400g = 360o ⇒ 1g =
360o
400
400g
360
= 1,11g
= 0,9o = 0,0157 radian
2π
400g = 2πœ‹ radian ⇒ 1g = 400 radian
Sehingga diperoleh,
1 radian = 57,325o = 63,694g
1o radian = 0,0174 radian = 1,11g
1g = 0,9o = 0,0157 radian
28
C. Keliling dan Luas Daerah Bangun Datar
1. Persegi Panjang
Keliling (K) = 2 ( P + L )
d
L
Luas ( L ) = P x L
P
Sedangkan untuk mencari panjang diagonalnya adalah dengan Rumus berikut:
Diagonal: d = √P2 + L2
2. Persegi
s
s
Keliling (K) = 4 s
d
s
Luas ( L ) = s2
Diagonal: d = s √2
s
3. Jajarangenjang
Penting
b
t
Jajarangenjang yang keempat sisinya sama
panjang disebut belah ketupat.
a
Keliling (K) = 2 ( a + b )
Luas ( L ) = a x t
29
4. Segitiga
Jenis-jenis segitiga antara lain :
a. Segitiga siku-siku, merupakan segitiga yang besar salah satu sudutnya 90o
b. Segitiga sama kaki, merupakan segitiga yang memiliki dua sisi sama
panjang.
c. Segitiga sama sisi merupakan segitiga yang ketiga sisinya sama panjang.
d. Segitiga lancip, merupakan segitiga yang salah satu besar sudutnya < 90o
e. Segitiga tumpul, merupakan segitiga yang salah satu besar sudutnya
> 90o
Jika segitiga memiliki sisi-sisi a, b, c dan tinggi segitiga yang tegak lurus alas a
adalah t, maka luas dan kelilingnya dirumuskan sebagai berikut.
Luas ( L ) =
dengan 𝑠 =
π‘Žπ‘₯𝑑
2
Luas ( L ) = √𝑠(𝑠 − π‘Ž)(𝑠 − 𝑏)(𝑠 − 𝑐)
atau
π‘Ž+𝑏+𝑐
Keliling segitiga adalah
2
A
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 (𝐾) = π‘Ž + 𝑏 + 𝑐
1
Luas ( L ) = 2 . diagonal AC. diagonal BD
c
b
Keliling (K) = jumlah keempat sisinya
B
C
D
a
5. Layang-Layang
D
Penting
Layang-layang yang keempat sisinya
sama panjang disebut belah ketupat.
C
A
B
30
6. Trapesium
Ada tiga macam trapesium, yaitu :
a. Trapesium sembarang
b. Trapesium sama kaki
c. Trapesium siku-siku
Jika panjang sisi-sisi sejajar sebuah trapezium adalah a dan b, panjang sisi-sisi
yang lain adalah c dan d, serta tingginya t, maka luas dan kelilingnya adalah
sebagai berikut.
b
c
1
Luas ( L ) = 2 . (a + b). t
d
t
a
31
Keliling (K) = a + d + b + c
7. Lingkaran
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 (𝐾) = 2πœ‹π‘Ÿ = πœ‹π‘‘
1
πΏπ‘’π‘Žπ‘  (𝐿) = πœ‹π‘Ÿ 2 = πœ‹π‘‘2
4
O
r
A
𝑑 = 2. π‘Ÿ
πœ‹=
22
π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘’ 3,14
7
B
πΏπ‘’π‘Žπ‘  π½π‘’π‘Ÿπ‘–π‘›π‘” =
𝛼
πœ‹π‘Ÿ2
3600
π‘ƒπ‘Žπ‘›π‘—π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘Žπ‘™π‘– π‘π‘’π‘ π‘’π‘Ÿ =
𝛼
2πœ‹π‘Ÿ
3600
8. Segi – n beraturan
𝐾𝑒𝑙𝑖𝑙𝑖𝑛𝑔 (𝐾) = 𝑛. 𝑆
R
πΏπ‘’π‘Žπ‘  (𝐿) =
S
32
1
360π‘œ
. 𝑛. 𝑅 2 . sin (
)
2
𝑛
RUANG DIMENSI TIGA
A. Luas Permukaan dan Volume Bangun Ruang
1. Kubus
𝐿𝑝 = 6𝑠 2
𝑉 = 𝑠3
s
s
s
2. Prisma
Jenis-jenis prisma umumnya dikelompokkan berdasarkan bangun datar yang
menjadi alas tersebut :
Prisma tegak segi empat
Prisma tegak segitiga
Prisma tegak segi enam
𝐿𝑝 = 2 π‘₯ πΏπ‘’π‘Žπ‘  π‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘Žπ‘™π‘Žπ‘  + ( π‘˜π‘’π‘™π‘–π‘™π‘–π‘›π‘” π‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘Žπ‘™π‘Žπ‘  π‘₯ 𝑑𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π‘π‘Ÿπ‘–π‘ π‘šπ‘Ž )
𝑉 = πΏπ‘’π‘Žπ‘  π‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘›π‘” π‘Žπ‘™π‘Žπ‘  π‘₯ 𝑑𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π‘π‘Ÿπ‘–π‘ π‘šπ‘Ž
33
3. Balok
t
𝐿𝑝 = 2𝑝𝑙 + 2𝑝𝑑 + 2𝑙𝑑
𝑉 =𝑝π‘₯𝑙π‘₯𝑑
l
p
4. Limas
Limas adalah suatu bangun ruang yang mempunyai satu sisi segi- n sebagai
alas dan sisi lain berupa segitiga berpotongan pada satu titik yang disebut
puncak limas.
T
𝐿𝑝 = πΏπ‘’π‘Žπ‘  π‘Žπ‘™π‘Žπ‘  + π½π‘’π‘šπ‘™π‘Žβ„Ž πΏπ‘’π‘Žπ‘  π‘ π‘’π‘™π‘’π‘Ÿπ‘’β„Ž 𝑠𝑖𝑠𝑖 π‘‘π‘’π‘”π‘Žπ‘˜
D
𝑉=
1
π‘₯ πΏπ‘’π‘Žπ‘  π‘Žπ‘™π‘Žπ‘  π‘₯ 𝑑𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 π‘™π‘–π‘šπ‘Žπ‘ 
3
A
C
B
5. Tabung
𝐿𝑝 = 2 πœ‹ π‘Ÿ (π‘Ÿ + 𝑑) untuk tabung pakai tutup
𝐿𝑝 = πœ‹ π‘Ÿ (π‘Ÿ + 2𝑑) untuk tabung tanpa tutup
r
𝑉 = πœ‹. π‘Ÿ 2 . 𝑑
t
r
34
6. Kerucut
𝐿𝑝 = πœ‹ π‘Ÿ (π‘Ž + π‘Ÿ)
T
a
A
𝐿𝑠 = πœ‹ π‘Ÿ π‘Ž
a
t
C
r
1
𝑉 = πœ‹. π‘Ÿ 2 . 𝑑
3
B
7. Bola
𝐿𝑠 = 4 πœ‹ π‘Ÿ 2
A
T
r
B
4
𝑉 = πœ‹. π‘Ÿ 3
3
B. Hubungan Garis dan Bidang
1. Garis terletak pada bidang, yaitu apabila setiap titik pada garis
tersebut terletak/berimpit dengan bidang.
2. Garis sejajar bidang, yaitu apabila antara garis dan bidang tidak
mempunyai titik persekutuan (tidak pernah berpotongan).
3. Garis menembus bidang, yaitu apabila garis dan bidang tersebut
mempunyai tepat satu titik persekutuan (titik potong).
35
C. Jarak pada Bangun Ruang
1. Jarak antara dua titik, yaitu panjang garis yang menghubungkan kedua
titik tersebut.
2. Jarak titik ke garis, yaitu panjang garis yang ditarik dari suatu titik dan
tegak lurus ke garis tersebut.
3. Jarak antara titik dengan bidang, yaitu panjang garis tegak lurus dari
titik ke bidang atau panjang garis lurus dari titik ke titik proyeksinya
pada bidang itu.
4. Jarak antara dua garis bersilangan, yaitu apabila kedua garis tersebut
tidak sejajar dan terletak pada dua bidang yang berbeda.
5. Jarak antara dua garis sejajar,yaitu panjang garis yang saling tegak
lurus dengan kedua garis yang sejajar.
6. Jarak antara garis dan bidang yang sejajar, yaitu panjang ruas garis
yang terbentuk dari suatu titik pada garis ke titik proyeksinya pada
bidang tersebut.
7. Jarak antara dua bidang yang sejajar, adalah panjang ruas garis yang
terbentuk dari suatu titik sembarang pada bidang ke titik proyeksinya
pada bidang yang lain.
36
VEKTOR
A. Pengertian dan Penulisan Vektor
1. Pengertian vektor
Vektor dapat didefinisikan sebagai besaran yang mempunyai arah dan nilai.
2. Penulisan vektor
Vektor dapat ditulis dengan aturan berikut.
a. Ditulis dengan huruf kecil dicetak tebal.
Misalkan: a, b, c, …...
b. Ditulis dengan huruf kecil yang di atasnya diberi tanda panah.
Misalkan: a,
βƒ—βƒ— βƒ—b, c,
βƒ— .....
c. Ditulis dengan huruf kecil digaris bawahi
Misalkan: a , b , c ......
3. Panjang vektor a⃗⃗ dirumuskan sebagai berikut.
a. Pada R2 :
a1
Panjang vektor aβƒ—βƒ— = [a ] = a1 βƒ—i + a2 βƒ—j yaitu: |aβƒ—βƒ— | = √a1 2 + a2 2
2
b. Pada R3 :
a1
βƒ—βƒ— yaitu: |aβƒ—βƒ— | = √a1 2 + a2 2 + a3 2
Panjang vektor a⃗⃗ = [a2 ] = a1 i⃗ + a2 j⃗ + a3 k
a3
4. Jika a⃗⃗ = a1 i⃗ + a2 j⃗ + a3 ⃗⃗k dan ⃗b⃗ = b1 i⃗ + b2 j⃗ + b3 ⃗⃗k maka vektor yang
βƒ—βƒ— adalah
menghubungkan vektor a⃗⃗ dan b
βƒ—βƒ— .
vektor cβƒ—βƒ— = (b1 − a1 ) iβƒ— + (b2 − a2 )jβƒ— + (b3 − a3 )k
Panjang vektor |cβƒ— | = √(b1 − a1 )2 + (b2 − a2 )2 + (b3 − a3 )2
37
B. Operasi Hitung pada Vektor
1. Sifat-sifat operasi hitung pada vektor sebagai berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
⃗⃗a + ⃗b⃗ = ⃗⃗⃗
b + a⃗⃗
βƒ—βƒ—βƒ—
⃗⃗⃗ + c⃗⃗ )
(a⃗⃗ + b ) + c⃗ = a⃗⃗ + (b
a⃗⃗ + ⃗⃗0⃗ = ⃗⃗0⃗ + a⃗⃗ = a⃗⃗
aβƒ—βƒ— + (−aβƒ—βƒ— ) = βƒ—βƒ—βƒ—0
k(Ia⃗⃗ ) = (kI) a⃗⃗
⃗⃗ ) = ka⃗⃗ + kb
βƒ—βƒ—βƒ—
k(a⃗⃗ + b
βƒ—βƒ—
(k + I) a⃗⃗ = Ia⃗⃗ + Ib
1a⃗⃗ = a⃗⃗
2. Penjumlahan antara vektor a⃗⃗ dan ⃗⃗⃗
b dapat dilakukan dengan cara berikut.
a. Cara segitiga
βƒ—βƒ—βƒ—βƒ—b
a⃗⃗
c⃗
b. Cara jajargenjang
Titik pangkal vektor a⃗⃗ berimpit dengan titik pangkal vektor ⃗⃗⃗
b
βƒ—βƒ—βƒ—βƒ—b
a⃗⃗
πœβƒ—βƒ—
⃗b⃗
a⃗⃗
38
C. Perkalian Skalar Dua Vektor dan Proyeksi Vektor
1. Perkalian skalar dua vektor
Jika a⃗⃗ = a1 ⃗i + a2 ⃗j + a3 ⃗⃗k dan ⃗b⃗ = b1 ⃗i + b2 ⃗j + b3 ⃗⃗k maka
a⃗⃗ . ⃗⃗⃗
b = a1 b1 + a2 b2 + a3 b3
2. Sifat-sifat perkalian skalar dua vektor
a.
b.
c.
d.
⃗⃗a . ⃗b⃗ = ⃗b⃗ . a⃗⃗
⃗⃗ + c) = a⃗⃗ b
⃗⃗ + a⃗⃗ c
a⃗⃗ (b
⃗⃗ = a⃗⃗ (kb
βƒ—)
k(a⃗⃗ . ⃗⃗⃗
b ) = (ka⃗⃗ )b
a⃗⃗ a⃗⃗ = |a⃗⃗ |2
3. Sudut antara dua vektor
βƒ—βƒ— maka
Apabila πœƒ merupakan sudut antara vektor aβƒ—βƒ— dan b
cos πœƒ =
βƒ—βƒ—
a⃗⃗ . b
βƒ—βƒ— |
|a⃗⃗ |. |b
4. Proyeksi
⃗⃗ (proyeksi skalar) adalah |c⃗ | =
Panjang proyeksi vektor a⃗⃗ pada vektor b
βƒ—βƒ— (proyeksi vektor) adalah c =
Panjang proyeksi vektor a⃗⃗ pada vektor b
39
βƒ—βƒ—βƒ—
βƒ—βƒ— .b
a
βƒ—βƒ—βƒ—βƒ—βƒ—βƒ—
|b|
βƒ—βƒ—βƒ—
βƒ—βƒ— .b
a
2
βƒ—|
|b
βƒ—βƒ—
b
PELUANG
A. Kaidah Pencacahan
1. Kaidah dasar membilang atau kaidah perkalian
Jika kejadian pertama dapat terjadi dengan n1 cara yang berbeda, kejadian kedua
terjadi dalam n2 cara yang berbeda, kejadian ketiga, keempat,…..dan seterusnya
dapat terjadi dalam n3 cara n4 cara,…….cara yang berbeda, maka seluruh kejadian
tersebut dapat terjadi dalam n1 . n2 . n3 ……..cara yang berbeda.
2. Faktorial
n! = n . (n – 1) . (n – 2) . ……….3 . 2 . 1
0! = 1
3. Permutasi
Permutasi dari sekumpulan unsur adalah banyaknya susunan terurut yang berbeda
dari unsur-unsur tersebut, Sehingga 𝐴𝐡 ≠ 𝐡𝐴.
𝑝𝑛𝑛 = 𝑛!
a. Permutasi n unsur
b. Permutasi r unsur dari n unsur yang berbeda
c. Permutasi yang memuat unsur yang sama
𝑛
𝑝(π‘˜
=
1 , π‘˜2 ,π‘˜3 ….π‘˜π‘› )
𝑛!
π‘˜1 ! π‘˜2 !, π‘˜3 ! … . π‘˜π‘› !
d. Permutasi siklis
𝑛
π‘π‘ π‘–π‘˜π‘™π‘–π‘ 
= (𝑛 − 1)!
e. Permutasi berulang
𝑝(π‘π‘’π‘Ÿπ‘’π‘™π‘Žπ‘›π‘”) = π‘›π‘Ÿ , π‘Ÿ ≤ 𝑛
40
π‘π‘Ÿπ‘› =
𝑛!
,π‘Ÿ ≤ 𝑛
(𝑛 − π‘Ÿ)!
4. Kombinasi
Suatu kombinasi dari anggota suatu himpunan adalah sembarang pemilihan
dari satu atau lebih anggota himpunan itu tanpa memperhatikan urutan ,
Sehingga 𝐴𝐡 = 𝐡𝐴.
a. Kombinasi k unsur dari n unsur yang berbeda
πΆπ‘˜π‘› =
𝑛!
(𝑛 − π‘˜)! π‘˜!
b. Kombinasi k unsur dari n unsur dengan beberapa unsur sama
𝑛1
𝑛2
𝑛3
𝑛𝑒
πΆπ‘˜π‘› = πΆπ‘˜1
. πΆπ‘˜2
. πΆπ‘˜3
… … … … … . πΆπ‘˜π‘’
B. Peluang Suatu Kejadian
ο‚·
ο‚·
ο‚·
ο‚·
ο‚·
ο‚·
ο‚·
Percobaan adalah suatu kegiatan yang dapat memberikan beberapa
kemungkinan hasil.
Ruang sampel adalah himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu
kejadian.
Titik sampel adalah anggota dari ruang sampel.
Kejadian adalah himpunan bagian dari ruang sampel.
Kejadian mustahil adalah kejadian yang tak mungkin terjadi.
Kejadian pasti adalah kejadian yang pasti terjadi.
Frekuensi relatif
πΉπ‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘Ÿπ‘’π‘™π‘Žπ‘‘π‘–π‘“ π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– π‘˜π‘’π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘Žπ‘Žπ‘› 𝐴 =
ο‚·
Peluang kejadian A
𝑃(𝐴) =
𝑛(𝐴)
𝑛(𝑆)
π΅π‘Žπ‘›π‘¦π‘Žπ‘˜π‘›π‘¦π‘Ž π‘˜π‘’π‘—π‘Žπ‘‘π‘–π‘Žπ‘› 𝐴
π΅π‘Žπ‘›π‘¦π‘Žπ‘˜ π‘π‘’π‘Ÿπ‘π‘œπ‘π‘Žπ‘Žπ‘›
dengan n(A) = banyaknya anggota
dalam kejadian A dan n (S)
ο‚·
Frekuensi harapan
Frekuensi harapan (Fh) adalah banyaknya kemunculan yang diharapkan
dalam satu percobaan.
Fh (A) = P (A) . n
dengan n = banyaknya percobaan.
41
ο‚·
Jika A’ komplemen kejadian A maka peluang kejadian A’ adalah:
P (A’) = 1 - P (A)
n
C. Peluang Kejadian Majemuk
ο‚·
Kejadian saling lepas
Dua kejadian dikatakan saling lepas bila dua kejadian itu tidak dapat
terjadi secara bersamaan atau keduanya tidak memiliki titik sampel
persekutuan.
𝑃(𝐴 ∪ 𝐡) = 𝑃(𝐴) + 𝑃(𝐡)
ο‚·
Kejadian saling bebas
Dua kejadian dikatakan saling bebas jika kejadian yang satu tidak
mempengaruhi kejadian yang lain.
𝑃(𝐴 ∩ 𝐡) = 𝑃(𝐴). 𝑃(𝐡)
42
STATISTIKA
Statistika adalah ilmu yang mempelajari cara atau metode pengumpulan data,
penyajian data, pengolahan data, sampai dengan penarikan kesimpulan.
A. Penyajian Data
ο‚·
ο‚·
ο‚·
ο‚·
ο‚·
Data disajikan dalam bentuk tabel atau daftar.
Data disajikan dalam bentuk diagram: batang, garis, lingkaran, batang
daun, kotak garis, histogram, dan poligon frekuensi.
Jangkauan ( J ) = datum maksimum – datum minimum.
Banyak kelas interval ( K ) = 1 + 3,3 log n
Panjang kelas interval ( P ) = J/K
Tabel di bawah ini menunjukkan data peserta seleksi siswa baru di suatu SMK.
Data di samping dapat disajikan dalam bentuk diagram batang, diagram garis, dan
diagram lingkaran sebagai berikut.
Nilai Ujian
3
4
5
6
7
8
Jumlah
Frekuensi
50
65
55
45
60
25
300
Diagram Batang
70
60
50
40
30
20
10
0
Diagram Batang
Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai
3
4
5
6
7
8
43
Diagram Garis
70
60
Frekuensi
50
40
30
20
10
0
Diagram Garis
Nilai 3
Nilai 4
Nilai 5
Nilai 6
Nilai 7
Nilai 8
50
65
55
45
60
25
Nilai 3 =50/300 X 100% = 17%
Diagram Lingkaran
Nilai 4 = 65/300 X 100% = 22%
8%
Nilai 3
17%
Nilai 4
20%
Nilai 5
22%
15%
18%
Nilai 5 = 55/300 X 100% = 18%
Nilai 6 = 45/300 X 100% = 15%
Nilai 6
Nilai 7 = 60/300 X 100% = 20%
Nilai 7
Nilai 8 = 25/300 X 100% = 8%
Nilai 8
44
Nilai 3 =50/300 X 3600 = 600
Diagram Lingkaran
Nilai 4 = 65/300 X 3600 = 780
320
Nilai 3
600
Nilai 4
720
Nilai 5
780
540
Nilai 6
Nilai 7
660
Nilai 5 = 55/300 X 3600 = 660
Nilai 6 = 45/300 X 3600 = 540
Nilai 7 = 60/300 X 3600 = 720
Nilai 8 = 25/300 X 3600 = 300
Nilai 8
Selain dalam bentuk diagram, data juga dapat disajikan dalam bentuk
histogram, poligon frekuensi, dan ogive. Tabel data kecepatan kendaraan
bermotor dalam km/jam di suatu kota sebagai berikut.
Kecepatan
f
Tepi Bawah
Kelas
π‘“π‘˜ ≥
Tepi Atas
Kelas
π‘“π‘˜ ≤
50 – 54
55 – 59
60 – 64
65 – 69
70 – 74
2
6
4
8
5
49,5
54,5
59,5
64,5
69,5
25
23
17
13
5
54,5
59,5
64,5
69,5
74,5
2
8
12
20
25
45
Histogram dan Poligon frekuensi
9
8
7
Frekuensi
6
5
4
3
2
1
0
49,5
54,5
59,5
64,5
69,5
75,5
Kecepatan
Ogive
30
Frekuensi
25
20
15
Ogive positif
10
Ogive negatif
5
0
49,5
54,5
59,5
64,5
69,5
74,5
Kecepatan
Ogive positif menggambarkan frekuensi kumulatif kurang dari tepi-tepi kelas
( fk < ) , sedangkan ogive negative menggambarkan frekuensi kumulatif lebih dari
tepi-tepi kelas ( fk > ).
46
B. Ukuran Pemusatan
1. Rataan hitung ( mean )
Untuk data tunggal:
𝑛
1
π‘₯Μ… = ∑ π‘₯𝑖
𝑛
𝑖=1
∑𝑛𝑖=1 𝑓𝑖 . π‘₯𝑖
π‘₯Μ… =
∑𝑛𝑖=1 𝑓𝑖
Untuk data kelompok:
Menggunakan rataan sementara:
π‘₯Μ… = π‘₯𝑠 +
∑𝑛𝑖=1 𝑓𝑖 . 𝑑𝑖
∑𝑛𝑖=1 𝑓𝑖
2. Median
Median adalah nilai tengah dari sekumpulan data yang telah diurutkan dari
data terkecil atau sebaliknya.
Untuk data tunggal:
Jika n ganjil maka median:
𝑀𝑒 = π‘₯𝑛+1
Jika n genap maka median:
𝑀𝑒 =
Untuk data kelompok:
2
1
(π‘₯𝑛 + π‘₯𝑛+1 )
2 2
2
𝑛
− π‘“π‘˜
𝑀𝑒 = 𝑑𝑏 + (2
).𝑝
𝑓2
Keterangan:
tb = Tepi bawah kelas median
fk = Jumlah frekuensi
sebelum kelas median
f2 = Frekuensi kelas median
n = Jumlah data
p = Interval kelas
47
3. Modus
Modus adalah data yang paling sering muncul.
Untuk data tunggal, modus = nilai yang paling sering muncul.
Untuk data kelompok:
𝑑1
π‘€π‘œ = 𝑑𝑏 + (
).𝑝
𝑑1 + 𝑑2
Keterangan:
𝑑1 = π‘ π‘’π‘™π‘–π‘ π‘–β„Ž π‘“π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘˜π‘’π‘™π‘Žπ‘  π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘  π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘“π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘˜π‘’π‘™π‘Žπ‘  π‘ π‘’π‘π‘’π‘™π‘’π‘š π‘›π‘¦π‘Ž
𝑑2 = π‘ π‘’π‘™π‘–π‘ π‘–β„Ž π‘“π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘˜π‘’π‘™π‘Žπ‘  π‘šπ‘œπ‘‘π‘’π‘  π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘“π‘Ÿπ‘’π‘˜π‘’π‘’π‘›π‘ π‘– π‘˜π‘’π‘™π‘Žπ‘  π‘ π‘’π‘ π‘’π‘‘π‘Žβ„Ž π‘›π‘¦π‘Ž
C. Ukuran Letak
1. Kuartil
Kuartil adalah ukuran yang membagi data terurut menjadi empat bagian sama
banyak.
Bagian 1
Data
minimum
Bagian 2
Q1
Bagian 3
Q2
Bagian 4
Q3
Data
maksimum
Dengan Q1 = kuartil bawah, Q2 = median, Q3 = kuartil atas.
Keterangan:
𝑖𝑛
− π‘“π‘˜
𝑄𝑖 = 𝑑𝑏 + ( 4
).𝑝
𝑓𝑄𝑖
i = 1, 2, 3
tb = Tepi bawah kelas kuartil ke-i
fk = Jumlah frekuensi sebelum kelas kuartil ke-i
𝑓𝑄𝑖 = Frekuensi kelas kuartil ke-i
n = Jumlah data
p = Interval kelas
48
2. Desil
Desil adalah ukuran yang membagi data terurut menjadi 10 bagian yang sama.
Keterangan:
i = 1, 2, 3,……………..10
tb = Tepi bawah kelas desil ke-i
fk = Jumlah frekuensi sebelum kelas desil ke-i
𝑓𝐷𝑖 = Frekuensi kelas desil ke-i
n = Jumlah data
p = Interval kelas
𝑖𝑛
− π‘“π‘˜
𝐷𝑖 = 𝑑𝑏 + (10
).𝑝
𝑓𝐷𝑖
3. Persentil
Persentil adalah ukuran yang membagi data terurut menjadi 100 bagian yang
sama.
Keterangan:
𝑖𝑛
− π‘“π‘˜
𝑃𝑖 = 𝑑𝑏 + (100
).𝑝
𝑓𝑃𝑖
i = 1, 2, 3……………….100
tb = Tepi bawah kelas persentil ke-i
fk = Jumlah frekuensi sebelum kelas persentil
ke-i
𝑓𝐷𝑖 = Frekuensi kelas persentil ke-i
n = Jumlah data
p = Interval kelas
D. Ukuran Penyebaran
1. Jangkauan antar kuartil (R) = Q3 – Q1
1
2. Simpangan kuartil (Qd) = 2(Q3 – Q1)
3
3. Langkah (L) = 2 𝑅
4. Pagar dalam: Q1 – L dan Pagar luar: Q1 + L
49
5. Simpangan rata-rata
𝑛
1
𝑆𝑅 = ∑|π‘₯𝑖 − π‘₯Μ… |
𝑛
Untuk data tunggal:
𝑖=1
𝑛
Untuk data kelompok:
1
𝑆𝑅 = ∑ 𝑓𝑖 |π‘₯𝑖 − π‘₯Μ… |
𝑛
𝑖=1
6. Ragam ( Variansi )
𝑛
1
𝑉 = 𝑆 = ∑(π‘₯𝑖 − π‘₯Μ… )2
𝑛
Untuk data tunggal:
2
𝑖=1
𝑛
Untuk data kelompok:
1
𝑆 2 = ∑ 𝑓𝑖 (π‘₯𝑖 − π‘₯Μ… )2
𝑛
𝑖=1
7. Simpangan baku:
𝑛
Untuk data tunggal:
1
𝑆 = √ ∑(π‘₯𝑖 − π‘₯Μ… )2
𝑛
𝑖=1
Untuk data kelompok:
𝑛
1
𝑆 = √ ∑ 𝑓𝑖 (π‘₯𝑖 − π‘₯Μ… )2
𝑛
𝑖=1
8. Angka baku (𝑍) =
π‘₯−π‘₯Μ…
𝑆
dengan π‘₯ = nilai data
𝑆
9. Koefisien variansi (𝐾𝑉) = π‘₯Μ… π‘₯ 100%
10. Ukuran kemiringan kurva (𝑆𝐾) =
11. Ukuran keruncingan (𝐾𝐾) = 𝑃
π‘₯Μ… −π‘€π‘œ
𝑆
𝑄𝑑
90 −𝑃10
50
Penting
Untuk mencari simpangan
baku, cukup dengan meng
akar kan hasil Ragam /
Variansi.
TURUNAN FUNGSI
A. Aturan Turunan
1. Turunan fungsi f(x) didefinisikan
𝑓(π‘₯ + β„Ž) − 𝑓(π‘₯)
, π‘‘π‘’π‘›π‘”π‘Žπ‘› π‘ π‘¦π‘Žπ‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘™π‘–π‘šπ‘–π‘‘ 𝑖𝑛𝑖 π‘Žπ‘‘π‘Ž.
β„Ž→0
β„Ž
𝑓 ′ (π‘₯) = lim
2. Turunan fungsi aljabar
Jika a dan c konstanta, n bilangan rasional serta f adalah fungsi, berlaku:
a. Jika f(x) = c maka f’(x) = 0
b. Jika f(x) = ax maka f’(x) = a
c. Jika f(x) = axn maka f’(x) = axn-1
d. Jika f(x) = u + v maka f’(x) = u’ + v’
e. Jika f(x) = u . v maka f’(x) = u’v + uv’
f. Jika f(x) =
u
v
maka f ′ (x) =
u′ v−uv′
v2
3. Turunan fungsi trigonometri
a. Jika f(x) = sin x maka f’(x) = cos x
b. Jika f(x) = cos x maka f’(x) = sin x
c. Jika f(x) = tan x maka f’(x) = sec2 x
B. Gradien Garis Singgung
1. Gradien garis singgung di titik (x,y) pada grafik y = f(x) dapat dinotasikan
sebagai m, yaitu:
m = y’ =f’(x)
2. Persamaan garis singgung pada kurva y = f(x) di titik (x1 , y1) ditentukan oleh:
y – y1 = m ( x – x1 )
51
C. Fungsi Naik, Turun, dan Nilai Stasioner
1. Jika 𝑓′(π‘₯) > 0 maka 𝑓(π‘₯) fungsi naik.
2. Jika 𝑓′(π‘₯) < 0 maka 𝑓(π‘₯) fungsi turun.
3. Jika 𝑓 ′ (π‘₯) = 0 maka 𝑓(π‘₯) stasioner.
4. Jika 𝑓(π‘₯) kontinu dan diferensiabel di π‘₯ = π‘Ž dan 𝑓 ′ (π‘Ž), maka 𝑓(π‘Ž)
merupakan nilai stasioner dari 𝑓(π‘₯) di π‘₯ = π‘Ž
D. Jenis-Jenis Nilai Stasioner
Misalkan fungsi 𝑓(π‘₯) kontinu dan diferensiabel dalam interval 𝐼 yang memuat
π‘₯=𝑐
1. Jika 𝑓′′(𝑐) < 0 maka 𝑓(𝑐) adalah nilai balik maksimum 𝑓.
2. Jika 𝑓′′(𝑐) > 0 maka 𝑓(𝑐) adalah nilai balik minimum 𝑓.
3. Jika 𝑓′′(𝑐) = 0 maka 𝑓(𝑐) adalah nilai ekstrim fungsi 𝑓 dan titik (𝑐, 𝑓(π‘₯))
adalah titik belok fungsi 𝑓.
52
INTEGRAL
A. Integral Tak Tentu
Suatu fungsi 𝐹 dikat dikatakan sebagai anti turunan dari 𝑓 apabila.
𝐹 ′ (π‘₯) = 𝑓(π‘₯) dalam setiap π‘₯ dalam domain dari 𝑓.
∫ π‘Žπ‘₯ 𝑛 𝑑π‘₯ =
π‘Ž
π‘₯ 𝑛+1 + 𝐢
(𝑛 + 1)
, dengan 𝑛 bilangan rasional dan 𝑛 ≠ −1
B. Integral Tentu
Misalkan 𝑓 kontinu pada [π‘Ž, 𝑏] dan 𝐹 adalah anti turunan dari 𝑓, maka
𝑏
∫ 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ = [𝐹(π‘₯)]π‘π‘Ž = 𝐹(𝑏) − 𝐹(π‘Ž)
π‘Ž
Terdapat sifat-sifat integral tertentu sebagai berikut:
1.
𝑏
π‘Ž
∫π‘Ž 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ = − ∫𝑏 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯
𝑏
π‘Ž
𝑐
2. ∫π‘Ž 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ = − ∫𝑏 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ + ∫𝑏 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ , π‘‘π‘–π‘šπ‘Žπ‘›π‘Ž π‘Ž < 𝑏 < 𝑐.
π‘Ž
3. ∫π‘Ž 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ = 0
𝑏
4. Jika 𝑓(π‘₯) ≥ 0 dalam interval π‘Ž ≤ π‘₯ ≤ 𝑏, maka ∫π‘Ž 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ ≥ 0
𝑏
Jika 𝑓(π‘₯) ≤ 0 dalam interval π‘Ž ≤ π‘₯ ≤ 𝑏, maka ∫π‘Ž 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯ ≤ 0
C. Integral Tak Tentu Fungsi Trigonometri
Integral fungsi trigonometri adalah sebagai berikut:
1. ∫ cos π‘₯ 𝑑π‘₯ = sin π‘₯ + 𝐢
2. ∫ sin π‘₯ 𝑑π‘₯ = −cos π‘₯ + 𝐢
3. ∫ tan π‘₯ 𝑑π‘₯ = sec 2 π‘₯ + 𝐢
53
D. Integral Subtitusi
Jika 𝑒 = 𝑔(π‘₯), maka 𝑒’ = 𝑔(π‘₯) 𝑑π‘₯ dengan 𝑔 adalah suatu fungsi yang dapat
diturunkan dan 𝐹 adalah anti turunan dari 𝑓, maka:
∫ 𝑓(𝑔(π‘₯))𝑔′ (π‘₯) 𝑑π‘₯ = ∫ 𝑓(𝑒)𝑑𝑒 = 𝐹(𝑒) + 𝐢 = 𝐹(𝑔(π‘₯)) + 𝐢
E. Integral Parsial
Misalkan 𝑓 dan 𝑔 adalah fungsi-fungsi yang terintegralkan 𝑒 = 𝑓(π‘₯) dan
𝑣 = 𝑔(π‘₯), maka berlaku:
∫ 𝑓(π‘₯)𝑔′ (π‘₯)𝑑π‘₯ = ∫ 𝑓(π‘₯)𝑑(𝑔(π‘₯)) = ∫ 𝑒 𝑑𝑣 = 𝑒𝑣 − ∫ 𝑣 𝑑𝑒
F. Menentukan Luas Daerah
1. Luas daerah di atas kurva 𝑦 = 𝑓(π‘₯), sumbu 𝑋, garis π‘₯ = π‘Ž, dan
garis π‘₯ = 𝑏, π‘Ž ≤ 𝑏, π‘ π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Ž 𝑦 = 𝑓(π‘₯) > 0, dirumuskan sebagai berikut.
𝑏
𝐿 = ∫ 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯
π‘Ž
2. Luas daerah di atas kurva 𝑦 = 𝑓(π‘₯), sumbu 𝑋, garis π‘₯ = π‘Ž, dan
garis π‘₯ = 𝑏, π‘Ž ≤ 𝑏, π‘ π‘’π‘Ÿπ‘‘π‘Ž 𝑦 = 𝑓(π‘₯) < 0, dirumuskan sebagai berikut.
𝑏
Y
𝐿 = − ∫ 𝑓(π‘₯)𝑑π‘₯
y = f(x)
π‘Ž
x=a
54
x=b
X
3. Jika 𝑦1 = 𝑓(π‘₯) dan 𝑦2 = 𝑔(π‘₯) kontinu pada π‘Ž ≤ π‘₯ ≤ 𝑏 maka luas
daerah yang dibatasi oleh 𝑦1 dan 𝑦2 untuk 𝑦2 > 𝑦1 ( 𝑦2 𝑑𝑖 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘  𝑦1 )
ditentukan oleh
𝑏
𝑏
𝐿 = ∫(𝑦2 − 𝑦1 )𝑑π‘₯ = ∫( 𝑔(π‘₯) − 𝑓(π‘₯))𝑑π‘₯
π‘Ž
π‘Ž
Y
y = f(x)
y = g(x)
x=a
x=b
X
4. Jika π‘₯1 = 𝑓(π‘₯) dan π‘₯2 = 𝑔(π‘₯) kontinu pada π‘Ž ≤ 𝑦 ≤ 𝑏 maka luas
daerah yang dibatasi oleh π‘₯1 dan π‘₯2 untuk π‘₯2 > π‘₯1 ditentukan oleh
𝑏
𝑏
𝐿 = ∫(π‘₯2 − π‘₯1 )𝑑π‘₯ = ∫( 𝑔(𝑦) − 𝑓(𝑦))𝑑𝑦
π‘Ž
π‘Ž
G. Volume Benda Putar
1. Volume benda putar yang dibatasi oleh kurva 𝑦 = 𝑓(π‘₯), sumbu 𝑋, garis
π‘₯ = π‘Ž, dan garis π‘₯ = 𝑏, π‘Ž ≤ 𝑏, diputar mengelilingi sumbu 𝑋 dirumuskan
sebagai berikut.
𝑏
𝑏
2
𝑉 = πœ‹ ∫ 𝑦 𝑑π‘₯ = πœ‹ ∫[𝑓(π‘₯)]2 𝑑π‘₯
π‘Ž
π‘Ž
55
Y
x=a
x=b
X
2. Volume benda putar yang dibatasi oleh kurva π‘₯ = 𝑓(𝑦), sumbu π‘Œ, garis
𝑦 = π‘Ž, dan garis 𝑦 = 𝑏, π‘Ž ≤ 𝑏, diputar mengelilingi sumbu π‘Œ dirumuskan
sebagai berikut.
𝑏
𝑏
𝑉 = πœ‹ ∫ π‘₯ 2 𝑑𝑦 = πœ‹ ∫[𝑓(𝑦)]2 𝑑𝑦
π‘Ž
π‘Ž
Y
x = f(y)
y=b
βˆ†π‘¦
y=a
X
56
3. Jika 𝑦1 = 𝑓(π‘₯) dan 𝑦2 = 𝑔(π‘₯) kontinu pada π‘Ž ≤ π‘₯ ≤ 𝑏 maka volume
benda yang dibatasi oleh 𝑦1 dan 𝑦2 apabila diputar mengelilingi sumbu 𝑋
untuk 𝑦2 > 𝑦1 ( 𝑦2 𝑑𝑖 π‘Žπ‘‘π‘Žπ‘  𝑦1 ) ditentukan oleh
𝑏
𝑏
𝑉 = πœ‹ ∫(𝑦2 2 − 𝑦1 2 )𝑑π‘₯ = πœ‹ ∫( 𝑔2 (π‘₯) − 𝑓 2 (π‘₯))𝑑π‘₯
π‘Ž
π‘Ž
Y
g(x)
f(x)
X
x=a
x=b
4. Jika π‘₯1 = 𝑓(𝑦) dan π‘₯2 = 𝑔(𝑦) kontinu pada π‘Ž ≤ 𝑦 ≤ 𝑏 maka volume
benda yang dibatasi oleh π‘₯1 dan π‘₯2 apabila diputar mengelilingi sumbu π‘Œ
untuk π‘₯2 > π‘₯1 ditentukan oleh
𝑏
𝑏
2
𝑉 = πœ‹ ∫(π‘₯2 − π‘₯1
2 )𝑑𝑦
π‘Ž
= πœ‹ ∫( 𝑔2 (𝑦) − 𝑓 2 (𝑦))𝑑𝑦
π‘Ž
Y
y=b
g (y)
f (y)
X
57
y=a
IRISAN KERUCUT
A.
Lingkaran
a. Persamaan di titik pusat O (0 , 0) dan jari – jari r adalah x2 + y2 = r
b. Persamaan di titik pusat P (a , b) dan jari – jari r adalah (x – a)2 + (y – b)2 = r2
c. Persamaan di titik pusat P (- A , - B) dan jari – jari r = √𝐴2 + 𝐡 2 − 𝐢 adalah
x2 + y2 + 2Ax + 2By + C = 0
B.
Elips
a. Persamaan di titik pusat O (0 , 0) adalah :
π‘₯2
π‘Ž2
𝑦2
+ 𝑏2 = 1
π‘‘π‘Žπ‘›
π‘₯2
𝑏2
𝑦2
+ π‘Ž2 = 1
b. Persamaan di titik pusat P (h , k) adalah :
(π‘₯ − β„Ž)2 (𝑦 − π‘˜)2
+
=1
π‘Ž2
𝑏2
(π‘₯ − β„Ž)2 (𝑦 − π‘˜)2
π‘‘π‘Žπ‘›
+
=1
𝑏2
π‘Ž2
catatan : a > b
B.
Hiperbola
a. Persamaan di titik O (0 , 0) dan focus F1 (- c , 0 ) dan F2 ( c , 0 ) adalah :
π‘₯2 𝑦2
−
=1
π‘Ž2 𝑏 2
b. Persamaan di titik pusat P (h , k) dan fokus F1 ( - c + h, k ) dan F2 ( c + h, k )
adalah :
(π‘₯−β„Ž)2
π‘Ž2
−
(𝑦−π‘˜)2
𝑏2
=1
58
Download