Peningkatan Mutu Flavor Daging yang dihasilkan

advertisement
61
PEMBAHASAN UMUM
Di Indonesia kemungkinan terjadinya penyimpangan kualitas daging dapat
lebih tinggi dibandingkan dengan negara yang industri dagingnya sudah maju.
Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki kondisi iklim tropis dan kurang baiknya
manajemen ternak.
Salah satu faktor yang mengakibatkan penyimpangan kualitas daging ini
adalah
stres
akibat
proses
transportasi.
Dalam
proses
ini
mencakup
prngumpulan ternak, pemuatan ternak ke dalam angkutan, pembauran dengan
ternak asing, kelelahan,
ketakutan, dan kepanasan dalam perjalanan. Dalam
rangka mempertahankan kondisi internal, ternak akan menyesuaikan metabolik
yang terkait dengan meningkatkan kontraksi otot. Selama kontraksi otot yang
intensif, sistem sirkulasi tidak dapat membawa oksigen dan glukosa ke dalam
otot dengan kecepatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan otot yang tinggi
untuk sintesis ATP (Aberle et. al. 2001).
Cadangan glikogen dalam otot dipergunakan sebagai bahan bakar dan
dengan cepat diuraikan melalui glikolisis untuk membentuk laktat dan
menghasilkan ATP. Apabila keadaan ini berlangsung lama, maka cadangan
glikogen dalam otot akan terkuras. Jika dalam keadaan ini ternak dipotong maka
akan terja di penyimpangan kualitas daging. Glikogen otot yang rendah akan
menghasilkan asam laktat yang sedikit sehingga menghasilkan pH ultimat yang
tetap tinggi. Selain itu akibat glikogen rendah maka ATP yang dihasilkan pun
akan sedikit.
Dalam penelitian ini penanganan ternak dilakukan dengan cara menambah
pasokan glukosa yaitu dengan pemberian gula. Mempercepat masuknya glukosa
darah ke dalam otot yaitu dengan pemberian insulin dan mempercepat masa
pemulihan.
Pemberian
gula
pada
domba
pascatransportasi
dilakukan
untuk
menyediakan energi siap pakai dan mudah dicerna. Larutan gula diminumkan
pada domba, di dalam rumen gula diuraikan oleh sukrosa menjadi fruktosa dan
glukosa, melalui jalur glikolisis diubah menjadi asam piruvat. Asam piruvat diubah
menjadi asam lema k volatil yaitu asam asetat, butirat dan terutama adalah asam
propionat. Asam propionat diabsorbsi dari rumen ke sirkulasi darah dan dibawa
ke hati, dan dikonversi menjadi glukosa. Glukosa disimpan menjadi glikogen hati
62
atau dibawa ke otot untuk metabolisme menjadi energi atau disimpan dalam
bentuk glikogen otot.
Pemberian insulin diharapkan dapat mempercepat masuknya glukosa
darah ke dalam otot. Pada kondisi stres, otot berkontraksi lebih cepat sehingga
laju aliran darah meningkat dalam otot. Dengan aktivitas insulin, glukosa akan
lebih mudah dan lebih cepat masuk ke dalam sel dan disimpan dalam bentuk
glikogen melalui proses glikolisis.
Dengan demikian pemberian gula dan insulin dapat mempercepat proses
pemulihan ternak karena glikogen yang terkuras dapat diganti dengan cepat,
sehingga pada saat postmortem daging domba mempunyai kandungan glikogen
dan ATP yang tinggi.
Kandungan glikogen daging yang tinggi mengakibatkan kandungan
karbohidrat yang tinggi pula termasuk glukosa, fruktosa dan ribosa. Demikian
pula dengan ATP, kandungan ATP awal yang tinggi akan menghasilkan
rombakan IMP, ADP, xantin, hipoksantin yang tinggi. Peningkatan senyawa senyawa nonvolatil tersebut diikuti oleh peningkatan rasa manis, asin, pahit dan
umami.
Selain
itu,
senyawa -senyawa
nonvolatil
tersebut
berfungsi
sebagai
prekursor yang akibat pemanasan akan menghasilkan reaksi-reaksi yang
memengaruhi senyawa volatil. Ketika daging dimasak terjadi berbagai reaksi
fisika dan kimia yang sangat kompleks dari prekursor nonvolatil pada jaringan
tanpa lemak maupun jaringan lemak. Senyawa yang dihasilkan berinteraksi lebih
lanjut dalam berbagai reaksi sekunder dan tertier menghasilkan komponenkomponen pembentuk flavor daging. (Mottram 1991). Pada penelitian ini
pemberian gula dan insulin menghasilkan lebih banyak jenis senyawa volatil.
Peningkatan ini mengakibatkan peningkatan aroma meaty dan muttony daging.
Waktu pemulihan pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh nyata
untuk semua peubah. Hal ini kemungkinan akibat dari tingkat stres pada domba
yang diberi perlakuan lebih tinggi daripada kontrol atau perjalanan 4 jam belum
menimbulkan stres yang berarti pada domba tersebut. Dengan demikian pngaruh
yang terjadi adalah meningkatkan glikogen bukan mengganti glikogen yang habis
akibat stres.
Uraian secara rinci kerataan hubungan antara senyawa nonvolatil dengan
intensitas rasa, senyawa volatil dengan intensitas aroma dan antara uji deskripsi,
skoring dan hedonik disajikan di bawah ini.
63
Hubungan senyawa nonvolatil dengan intensitas rasa
Hubunga n antara senyawa nonvolatil dengan intensitas rasa dicari dengan
melakukan analisis dengan PLS-2, dimana sampel yang digunakan adalah 18
variabel rasa digunakan sebagai matrik Y, sedangkan variabel- variabel senyawa
nonvolatil yang digunakan adalah semua komponen sebagai matrik X.
Hasil analisis dengan PLS yaitu plot
X-loading Weight
dan Y-loadings
(Gambar 12) dan plot score (Gambar 13) ternyata diperoleh hasil dari 2 PC yang
digunakan, keragaman total dari matriks X yang dapat diterangkan adalah
82.24%, sedangkan keragaman total dari matrik Y adalah 73.62%. Di sini dapat
diartikan bahwa 82.24% dari variabel-variabel senyawa nonvolatil yang
diperlukan untuk meprediksi 73.62% dari intensitas rasa.
0.5
Karbo_Ri bosa
0.4
Nukl eo_Xant i n
SWEET
0.3
Nukl eo_Hi poxanti
0.2
SALTY
0.1
Karbo_Fruktosa
UMAMI
0.0
Karbo_Gl ukosa
Nukl eo_ADP
-0.1
BI TTER
-0.2
-0.3
Nukl eo_IMP
-0.4
-0.5
-0.6
Nukl eo_ATP
-0.7
-0.7
-0.6
-0.5
-0.4
- 0.3
-0.2
-0.1
0. 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Di mensi on 1 (61.7%)
Gambar 13 Plot X-loading weight dan Y-loadings hasil analisis PLS-2
senyawa non volatil dengan intensitas rasa
64
4
G6_I0.3_W6
3
G6_I0_W6
2
Skor Komponen Pertama Y
G6_I0.6_W6
G6_I0.6_W2
G6_I0.6_W4
G6_I0.3_W2
G6_I0.3_W4
G6_I0_W2
G6_I0_W4
1
0
-1
G 0G
_ I00_. I60_. 6
W_2W 4
G0_I0.3_W6
G0_I0.6_W6
-2
0_
.3_W4
G 0 _GI 0
_ IW0 6
G0_I0.3_W2
-3
G0_I0_W4
G0_I0_W2
-4
-4
-2
0
2
4
Skor Komponen Pertama X
Gambar 14 Plot skor hasil analisis PLS-2 dengan intensitas rasa
Dari nilai koefisien regresi dapat diketahui kontribusi dari masing-masing
senyawa nonvolatil terhadap intensitas rasa. Semakin besar nilai koefiesien
regresinya, berarti semakin besar kontribusinya terhadap intensitas rasa tertentu,
demikian pula sebaliknya.
Dari grafik koefisien regresi dikatahui bahwa senyawa nonvolatil yaitu ATP
memiliki nilai koefisien
regresi yang rendah dan kontribusi negatif terhadap
intensitas rasa sweet, salty, dan umami. Xantin memiliki nilai koefisien yang
tinggi dan kontribusi negatif terhadap rasa bitter. IMP dan ADP memiliki koefisien
regresi yang tinggi dan kontribusi positif terhadap rasa bitter, umami, dan salty,
dan koefisien regresi rendah untuk rasa sweet. Ribosa dan fruktosa memiliki nilai
koefiesien regresi yang tinggi dan berkontribusi positif terhadap intensitas rasa
sweet, salty, umami, dan bitter. Glukosa memiliki nilai koefisien regresi yang
agak tinggi dan berkontribusi positif terhadap intensitas rasa sweet, salty, umam,
dan bitter.
Dari uraian di atas terlihat bahwa glukosa, ribosa, dan fruktosa tidak hanya
mempengaruhi rasa manis tapi juga rasa asin, umami bahkan pahit. Hal ini
karena fungsi gula adalah selain sebagai penyumbang rasa manis juga
penyeimbang rasa asin (Witarji 2005). IMP, ADP berpengaruh terhadap rasa
asin, umami, dan bitter. IMP sebagai flavor enhacers membantu menyelaraskan
rasa terutama rasa gurih (Suzuki et al. 1994; Witarji 2005).
65
Hubungan senyawa volatil dengan intensitas aroma
Hubungan antara komponen volatil dengan intensitas aroma dicari dengan
melakukan analisis dengan PLS-2, dimana sampel yang digunakan adalah 4
variabel aroma digunakan sebagai matriks Y, sedangkan variabel- variabel
komponen volatil yang digunakan adalah semua komponen sebagai matriks X.
.3
fatty
Komponen Utama Pertama PLS X-Y (X : 38.93% ; Y : 16.18%)
muttony
cardboard
meaty
muttony
.1
v29
.1
v44
v43
v60
v56
v53
v79
v34
v55
v78
v77
v76
v75
v48 v46
v33
v27
-.0
v35
v51
v37
v47
v49
v31
v25
v23
v10
v58
v74
v62
v18
v16
v13
v73
v72
v9
v7
v5
v4
v3
v2
v1v50
v12
v8
v6
v45
v40
v28
v15
v22
v36
v42
v21
v20
v41
v19
v71
v39
v26
v24
v70
v61
v59
v54
v17
v38
v69
v68
v67
v66
v65
v64
v63
v32 v52
v57
v14v11
v30
-.1
warmover
-.3
-.2
-.1
-.0
.1
.2
.3
Komponen Utama Pertama PLS X-Y (X : 48.96% ; Y : 43.72%)
Gambar 15
Plot X-loading weight dan Y-loadings hasil analisis PLS 2
senyawa volatil dengan intensitas aroma
Dari hasil PLS terlihat bahwa aroma muttony mempunyai kedekatan yang
erat dengan aroma meaty sedangkan aroma warmed over berlawanan dengan
aroma fatty.
Hubungan antara komponen volatil dan intensitas aroma bila dilihat dari
koefisien regresi adalah komponen volatil dengan nomor 1-25, 27-30, 35-42, 4547, 49-52, 54, 57-58, 60-70, 71-74 memiliki nilai koefisien regresi yang cukup
tinggi dan berkontribusi positif terhadap intensitas aroma meaty. Komponen
volatil dengan nomor 1-25, 36-30, 35-42, 44, 46, 48-52, 54, 57-59, 61-70, 71-74
memiliki nilai koefisien regresi yang cukup tinggi dan berkontribusi positif
terhadap intensitas aroma muttony. Komponen volatil dengan nomor 14, 17, 32,
36, 43-47, 50-54, 56, 57, 60, 75-79 memiliki nilai koefisien regresi yang cukup
tinggi dan berkontribusi positif terhadap intensitas aroma fatty. Komponen volatil
66
dengan nomor 1-12, 15, 16, 20-26, 40, 47, 57, 70 memiliki nilai koefisien regresi
yang cukup tinggi dan berkontribusi positif terhadap intensitas aroma muttony.
Hubungan uji deskripsi dengan uji hedonik dan uji skoring
Berdasarkan hasil uji deskripsi yang telah dibahas di atas terlihat bahwa
dari segi rasa, panelis menilai daging domba antarperlakuan berbeda. Daging
yang dihasilkan dari domba yang diberi gula 6 g/kg bb dan insulin 6 IU/kg bb
mempunyai intensitas rasa yang paling tinggi dibandingkan daging dari domba
yang diberi gula 6 g/kg bb dan insulin 0.6 IU/kg bb dan insulin 0.3 IU/kg bb, dan
yang paling rendah adalah daging yang dihasilkan dari domba yang diberi gula
0 g/kg bb dan insulin 0 IU/kg bb. Hasil uji skoring panelis menilai adanya
perbedaan rasa dari perlakuan, akan tetapi panelis hanya mampu membedakan
yang ekstrim seperti daging dari domba yang diberi gula 0 g/kg bb dan insulin
0 IU/kg bb dengan daging dari domba yang diberi gula 6 g/kg bb dan insulin
0 IU/kg bb, 0.3 IU/kg bb, 0.6 IU/kg bb, tetapi tidak bisa membedakan di antara
perlakuan tersebut.
Demikian pula hasil uji deskripsi aroma, panelis terlatih dapat menilai
perbedaan aroma meaty dan muttony dari daging domba yang diberi gula 0 g/kg
bb dan insulin 0 IU/kg bb dengan perlakuan lainnya. Akan tetapi panelis tidak
terlatih pada uji skoring gagal mendeteksi perbedaan dan tidak menunjukan
perbedaan antarsemua perlakuan terhadap aroma.
Dengan kata lain bahwa hanya panelis terlatih yang dapat membedakan
rasa dan aroma dari setiap perlakuan, sedangkan panelis konsumen tidak dapat
mendeteksi perbedaan tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil Park et al. (1975)
yang menyatakan bahwa panelis rasa terlatih dapat membedakan secara nyata
flavor daging dari domba kontrol yang mengkonsumsi rumput dengan domba
yang mengkonsumsi lucerne dan desmodium, tetapi perbedaan tersebut tidak
terdeteksi oleh panelis konsumen.
Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh gambaran bahwa pemberian gula
sebanyak 6 g/kg bb baik dengan insulin (0.3 atau 0.6 IU/kg bb) maupun tanpa
insulin dapat meningkatkan kandungan glukosa, fruktosa, dan ribosa serta ADP,
IMP, dan hipoksantin yang berkorelasi dengan hasil uji deskripsi rasa yaitu
meningkatkan rasa manis, asin, umami, dan pahit. Pemberian gula juga
berpengaruh terhadap banyaknya senyawa volatil yang terdeteksi yang
berkorelasi dengan meningkatnya aroma meaty dan muttony pada intensitas
aroma.
Download