Efektivitas Eksistensi dan Pengaruh Umat Written by Admin Jumat, 09 Januari 2009 - Last Updated Kamis, 15 Oktober 2009 Ruh kebangkitan Islam yang telah dihembuskan oleh para cendekiawan dan pembaharu muslim pada pertengahan abad ke dua puluh, tampaknya masih menjadi sebuah misteri yang sangat diidamkan perwujudannya oleh para aktivis dan orang-orang yang memiliki ghirah Islam yang tinggi. Yang sangat disayangkan, seiring dengan semakin lemahnya gaung dan sedikitnya perhatian orang terhadapnya, semangat kebangkitan tersebut seolah mati suri dan banyak hilang dari ingatan orang. Peringatan awal tahun Hijriyah yang mengobarkan semangat kebangkitan dan kejayaan muslim, menggugah kembali ruh setiap aktivis dan pemerhati muslim yang berghirah tinggi dari generasi muslim. Sangat ironis memang, ketika umat ini digambarkan oleh Allah swt. dalam Al Qur'an sebagai umat pilihan dan penengah serta penyaksi atas seluruh manusia, tetapi pada kenyataannya, paling tidak hingga saat ini, generasi terakhir belum mampu menunjukkan dan membuktikan hal tersebut dalam pergaulan regional dan internasional. Gambaran ini tidak salah bila ditujukan untuk generasi-generasi awal Islam yang telah terbuti berhasil menghentak seluruh penduduk bumi dengan kejayaan dan keperkasaan mereka. Tapi menjadi tidak bijaksana membanggakan dan menyebut-nyebut kejayaan mereka tanpa mengalirkan semangat-semangat dan api perjuangan mereka ke dalam nadi-nadi kita, sebagai generasi penerus mereka. Rentang waktu dan perbedaan jauh antara dua generasi yang hidup dalam dua zaman yang berbeda ini, memiliki karakteristik tersendiri yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalannya. Sebagai sebuah renungan ada baiknya menyebutkan beberapa syarat umum yang seyogyianya dimiliki oleh umat untuk menggapai kejayaan dan kesuksesannya; I. Penentuan identitas dan dasar loyalitas. Rancunya identitas dan ketidak-jelasan loyalitas dari umat menjadikannya terlantar dan tersesat, selanjutnya terlempar dari keaslian dan hakekat aqidah dan pegangan hidupnya. Kondisi ini menggiring kepada ambivalensi umat yang mandeg, jumud, statis, inferiority kompleks, produktivitas yang tidak optimal dan penyakit sosial lainnya. Apalagi bila identitas dan loyalitas telah mengarah kepada yang selain Islam. Kemudian lahirlah perilaku dan sikap yang setengah-setengah, tidak sempurna dan tidak utuh. Yang harus segera diperbaharui dan diyakini lebih mendalam lagi oleh umat adalah bahwa identitas dan loyalitas mereka harus kepada Islam dan tak bisa dibagi-bagi kepada selainnya. Umar bin Khattab pernah berkata; “sungguh sebelumnya kami adalah kaum yang paling hina, kemudian Allah swt. memuliakan kami dengan Islam. Bagaimanapun bila kami mencari kemuliaan dari selainnya, pasti Allah menghinakan kami…”. Dan simaklah firman Allah; “siapa yang menghendaki kemuliaan, maka milik Allah –lah semua kemuliaan itu”. Surah Fathir; 10. Jadi segala hal yang tak dapat dipegang sebagai identitas dan tak bisa memberikan loyalitas kepadanya, harus dibuang, seperti; ideologi selain Islam, suku, bahasa, warna kulit, daerah, negara, dan lain-lain. 1/3 Efektivitas Eksistensi dan Pengaruh Umat Written by Admin Jumat, 09 Januari 2009 - Last Updated Kamis, 15 Oktober 2009 II. Penentuan rujukan tertinggi Setelah identitas dan loyalitas kepada Islam tumbuh, maka Islam yang menjadi pegangan adalah Islam yang pertama yaitu Islam yang masih murni pada zaman rasul dan generasi pertama. Merekalah orang-orang yang tidak diragukan lagi keberhasilannya mengemban dan memperaktekkan Islam dalam kehidupan mereka. Tidak ada yang mampu mendebat bahwa mereka berhasil menggapai kejayaan dan masa keemasan karena mereka mengemban penuh risalah Islam. Pernyataan bahwa umat harus kembali kepada Al Qur'an dan sunah mungkin sudah basi, tetapi itulah yang belum atau masih kurang optimal kita lakukan. Maka segala segi kehidupan; aqidah, penetapan hukum, kebudayaan, sosial dan lain-lain harus merujuk kepadanya (lihat surah An Nisa; 59). III. Keharusan ijtihad dan pembaharuan. Kelengkapan dan keluasan tuntunan Al Qur'an dan Sunnah harus ditopang dengan kekuatan berijtihad dalam menemukan solusi dan menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang baru muncul, tapi rujukan masalah serupa dan sejenis, telah tercantum dalam syariah, atau ada isyarat-isyarat bagi pemecahannya dalam kaidah-kaidah umum syariah yang tersimpulkan dari penelitian terhadap dua sumber tersebut. Dengan demikian tuduhan bahwa Islam tidak akomodatif, relevan, dan bahkan tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman akan terjawab oleh ketinggian hikmah para mujtahid karena cakupan ilmunya dalam memahami Al Qur'an dan Sunnah serta implementasinya dan interpretasinya. Pembaharuan yang dimaksud di sini adalah pembaharuan pemahaman terhadap agama, keimanan dan amal shaleh, tetapi bukan mengganti asas-asas syariah yang telah disepakati. Islam adalah agama yang asas-asasnya tetap dan hukum-hukumnya telah pasti, tidak berubah-rubah. Perubahan zaman dan penemuan hal-hal baru tidak lantas mengharuskan ajaran-ajaran Islam menyesuaikan diri dan merubah asas-asasnya. Karena hukum asal dalam urusan agama adalah mengikuti dan mencontoh tuntunan nabi saw. Hal-hal baru dapat ditanggulangi solusi hukum dan tuntunannya oleh lapangan ijtihad yang terbuka lebar bagi ulama yang berkompeten di dalamnya. Pembaharuan yang dikehendaki oleh Islam adalah dalam urusan-urusan keduniaan, yang lebih dianjurkan dan sangat terbuka lebar bagi setiap muslim. Islam menentukan hukum asal dalam urusan-urusan keduniaan adalah innovasi dan penemuan baru. Bahkan Islam mengharuskan pemeluknya menguasai suatu bidang dengan hukum fardlu kifayah dalam setiap lapangan keduniaan, yang bila tidak ditunaikan, dosanya akan menimpa seluruh umat. IV. Realisasi Islam dalam akhlak dan amal Sebagai suatu keyakinan, Islam seharusnya menjadi kebanggaan setiap muslim untuk merealisasikannya dalam setiap perilaku dan aktivitasnya. Keutuhan dan kelengkapan tuntunan Islam, sangat bertolak belakang dengan pemilahan dan pemisahan ajarannya dalam kotak-kotak yang disenangi saja atau bahkan hanya menjadikannya sebagai simbol saja. Dua diantara tiga macam karakteristik iman dalam Islam yang praktis adalah perbuatan lisan dan seluruh anggota badan. Pengaruh dan implikasinya sangat menyentuh bila masing-masing pribadi umat, dapat menterjemahkan Islam secara utuh dalam perilakunya sehari-hari. Al 2/3 Efektivitas Eksistensi dan Pengaruh Umat Written by Admin Jumat, 09 Januari 2009 - Last Updated Kamis, 15 Oktober 2009 Qur'an teoritis pun akan tergambar jelas dalam kehidupan praktis pribadi-pribadi muslim. Maka pribadi rasulullah saw. yang merupakan gambaran praktis dari akhlak Al Qur'an (hadits Aisyah rasulullah saw.), dapat menjadi teladan bagi setiap muslim. V. Usaha mencapai sarana-sarana kekuatan ekonomi dan persenjataan Keharusan menggalang kekuatan khususnya ekonomi dan persenjataan adalah pesan sangat penting dari Al Qur'an. Pergaulan internasional dan benturan dengan bangsa lain, kadangkala menimbulkan konflik dan perang. Maka kekuatan disamping menjadi palang penghalang untuk mempertahankan diri dari kezaliman umat lain, juga menjadi sarana yang sangat efektif untuk menyiutkan nyali musuh dari keberanian menyerang.(lihat surah Al Anfal ; 60). VI. Perwujudan kebangkitan ilmu pengetahuan yang menyeluruh dan komprehensif. Revolusi ilmu pengetahuan menjadi aspek tidak terpisahkan dari kebangkitan umat. Tanpa kemampuan ilmiyah dan penguasaan tehnologi hasil ilmu terapan, umat akan terus terjajah dengan produksi teknologi bangsa lain yang bernilai perusak dan tidak islami. Keadaan ini akan terus bertahan bila kita belum mampu menjadi produsen dan tetap menjadi konsumen fasif dan statis. Perintah dan rangsangan menuntut ilmu sangat ditekankan dalam banyak ayat dan hadits. Dan cukuplah bahwa salah satu syarat diterimanya setiap amal seseorang, adalah harus berdasarkan ilmu. Karena itulah ilmu layak menjadi salah satu elemen bagi ketinggian derajat seseorang di sisi Allah swt. (surah Al Mujadalah; 11). Itulah beberapa hal yang menjadi renungan evaluasi kita di awal-awal tahun baru Hijriyah dengan harapan kondisi umat lebih baik di masa-masa akan datang. Dan taufiq Allah swt. jualah yang menjadi sandaran tertinggi untuk disertakan dalam setiap usaha umat menuju kebangkitan dan kejayaannya. Semoga Allah swt. berkenan menganugerahkan taufikNya. Wallahu a’lam. (H. Tajuddin, Lc - Tafakkur Edisi 138) 3/3