Mikroba Antagonis sebagai Agen Hayati Pengendali Penyakit

advertisement
Mikroba Antagonis sebagai Agen
Hayati Pengendali Penyakit Tanaman
Mikroba antagonis merupakan suatu jasad renik yang dapat menekan,
menghambat atau memusnahkan mikroba lainnya. Dengan demikian,
mikroba antagonis berpeluang untuk digunakan sebagai agen hayati
dalam pengendalian mikroba penyebab penyakit tanaman.
M
ikroba antagonis dapat berupa bakteri, jamur/cendawan, actinomycetes atau virus. Berbagai spesies mikroba antagonis
telah berhasil diisolasi dan dievaluasi keefektifannya sebagai agen
hayati pengendali penyakit tanaman. Bacillus subtilis, misalnya, terbukti efektif mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani pada
krisan, sedangkan Pseudomonas
fluorescens (Pf) efektif untuk penyakit akar bengkak yang disebabkan
oleh Plasmodiophora brassicae
pada caisin.
Penggunaan agen pengendali
hayati (APH) dalam mengendalikan
organisme pengganggu tanaman
(OPT) semakin berkembang karena
cara ini lebih unggul dibanding pengendalian berbasis pestisida. Beberapa keunggulan tersebut ada-
6
lah: (1) aman bagi manusia, musuh
alami dan lingkungan; (2) dapat
mencegah timbulnya ledakan OPT
sekunder; (3) produk tanaman yang
dihasilkan bebas dari residu pestisida; (4) terdapat di sekitar pertanaman sehingga dapat mengurangi
ketergantungan petani terhadap
pestisida sintetis; dan (5) menghemat biaya produksi karena aplikasi
cukup dilakukan satu atau dua kali
dalam satu musim panen.
Berbagai spesies mikroorganisme telah berhasil ditemukan dan
dievaluasi keefektifannya sebagai
APH tanaman. Beberapa APH yang
telah diteliti diuraikan berikut ini.
Bakteri
Kelompok bakteri yang telah banyak diteliti dan digunakan untuk
APH adalah genus Bacillus, di antaranya B. polimyxa, B. subtilis, dan
B. thuringiensis. Berdasarkan hasil
pengujian di laboratorium dan rumah kaca, B. subtilis nomor isolat
BHN 13 yang disolasi dari perakaran tanaman amarilis di Cibadak,
Sukabumi, dapat mengendalikan
penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh R. solani pada tanaman krisan. Diduga antibiotik
yang dikeluarkan bakteri tersebut
dapat menekan pertumbuhan dan
perkembangan R. solani. Seperti
dilaporkan oleh Baker pada tahun
1991 dan Sitepu tahun 1993, mekanisme penekanan suatu mikroba
antagonis terhadap bibit penyakit
dapat terjadi melalui kompetisi
ruang dan hara serta antibiosis.
Untuk genus Erwinia, ternyata
Erwinia carotovora yang tidak menimbulkan penyakit dapat menekan
spesies Erwinia lainnya. Di Jepang,
mikroba antagonis ini telah diformulasikan dalam bentuk tepung untuk mengendalikan penyakit busuk
lunak pada kubis dan petsai.
Pada genus Pseudomonas,
yang berpotensi sebagai APH penyakit tanaman antara lain adalah
Pf. APH ini kebanyakan berada
pada permukaan akar berbagai jenis
tanaman. Bakteri ini dapat me-
ngendalikan penyakit bercak daun
akibat infeksi P. phaseicola pada
buncis, penyakit layu Fusarium
oxysporum pada gladiol, serta
penyakit layu bakteri Ralstonia
solanacearum pada cabai, tomat,
dan jahe. Selain itu, Pf nomor isolat
9 yang ditumbuhkan pada media
King’B yang mengandung FeCl3 dan
disuspensikan ke dalam larutan 0,1
M MgSO4 dapat menekan serangan
penyakit akar bengkak yang disebabkan oleh Plasmodiophora
brassicae pada tanaman caisin
hingga 72,51% dan mempertahankan hasil panen sebanyak 84,15%.
Pf mengeluarkan antibiotik,
siderofor, dan metabolit sekunder
lainnya yang sifatnya dapat menghambat aktivitas mikroorganisme
lain. Siderofor, seperti pyoverdin
atau pseudobacin diproduksi pada
kondisi lingkungan tumbuh yang
miskin ion Fe. Senyawa ini menghelat ion Fe sehingga tidak tersedia
bagi mikroorganisme lain. Ion Fe
sangat diperlukan oleh spora F.
oxysporum untuk berkecambah.
Dengan tidak tersedianya ion Fe
maka infeksi F. oxysporum ke
tanaman berkurang.
Beberapa jenis antibiotik yang
diproduksi oleh Pf adalah pyuloteorin, oomycin, phenazine-1-carboxylic acid atau 2,4-diphloroglucinol.
Antibiotik ini efektif menghambat
perkembangan populasi dan penyakit yang ditimbulkan oleh cendawan Gaeumannomyces tritici,
Thielaiopsis basicola, dan R. solanacearum.
Di samping menekan perkembangan populasi dan aktivitas patogen tanaman, Pf dapat memacu
ketahanan tanaman terhadap penyakit. Pf strain G32r dapat memacu aktivitas enzim fenilalanin
amoliase, suatu enzim yang terlibat
dalam pembentukan gen ketahanan tanaman tembakau. Selain
itu, bakteri P. gladioli, P. putida, dan
P. aeruginosa serta Xanthomonas
malthophillia (Xm) dapat digunakan
sebagai APH penyakit tanaman.
Cendawan/Jamur
Kelompok cendawan yang telah digunakan sebagai APH penyakit
tanaman adalah Trichoderma harzianum dan Gliocladium sp. Pada
tahun 2002 telah berhasil diproduksi secara massal biofungisida
berbahan aktif T. harzianum dalam
bentuk butiran dan tepung yang
bernama Naturalindo. Biaya produksinya berkisar Rp12.000/kg.
Cendawan lain yang berpotensi
sebagai APH penyakit tanaman
adalah F. oxysporum nonpatogenik
(Fo NP). Beberapa peneliti melaporkan, Fo NP efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium
pada ubi jalar dan strawberi. Fo NP
strain 10-AM dapat memacu pembentukan gen ketahanan pada setek panili terhadap infeksi penyakit
busuk batang panili (BBP) dan lebih
efektif dibanding fungisida yang
biasa digunakan oleh petani. Dengan demikian, untuk memperoleh
setek panili bebas penyakit BBP, Fo
NP sangat berpotensi menggantikan fungisida sintetis atau teknologi lainnya yang biasa digunakan
untuk itu.
Actinomycetes
Salah satu kelompok actinomycetes yang telah diteliti dan digunakan
sebagai APH penyakit tanaman
adalah Streptomycetes. Mikroba
antagonis ini mengandung antibiotik, efektif mengendalikan cendawan R. solani dan F. oxysporum
pada kapas, dan sebagai perlakuan
benih pada tomat untuk mengendalikan penyakit layu bakteri R.
solanacearum. Biakan Streptomyces spp. nomor isolat A 20 efektif
menekan serangan Sclerotium
rolfsii pada tanaman paprika.
Virus
Penggunaan virus sebagai APH
penyakit tanaman biasanya dengan
strain virus yang dilemahkan, kemudian diinokulasikan pada tanaman. Metode ini sering disebut dengan inokulasi silang (cross protection) atau imunisasi sehingga
tanaman menjadi kebal. Di Indonesia, virus yang dilemahkan, yang
dikenal dengan nama Carna-5, terbukti efektif mengendalikan penyakit virus mozaik yang disebabkan
oleh cucumber mozaic virus (CMV)
pada tanaman tomat dan cabai
hingga 96,17%. Produk ini telah
dipasarkan dengan nama dagang
BiaRiv-3 (Hanudin, Endang Sutarya,
Soma Mihardja, dan Iskandar Sanusie).
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Bentuk dan warna koloni Bacillus subtilis
nomor isolat BHN 13 yang dapat menekan
penyakit rebah kecambah yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani pada krisan.
Bentuk dan warna koloni Pseudomonas fluorescens nomor isolat Pf 9
yang dapat menekan penyakit akar
bengkak pada tanaman caisin.
Balai Penelitian Tanaman Hias
Jln. Raya Ciherang Segunung,
Pacet-Cianjur 43253
Kotak Pos 8 Sdl
Telepon : (0263) 512607
516684
Faksimile : (0263) 512607
E-mail
: [email protected]
7
Download