I. PENDAHULUAN Desa Serang merupakan salah satu desa di Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Desa Serang terletak pada ketinggian 8001200 dpl dan memiliki curah hujan bulanan mencapai 235-274 mm. Desa Serang memiliki luasan 1.070,516 hayang digunakan untuk pertanian. Salah satu komoditas pertanian yang dikembangkan di Desa Seranga dalah pertanian tomat. Desa Serang dijadikan daerah yang potensial untuk pengembangan tomat, dikarenakan Desa Serang mempunyai temperatur rendah atau dingin dan lembab yang sesuai untuk persyaratan ekologis tanaman tomat. Luas lahan untuk produksi tomat sekitar 48,3053ha (4,33%) khusus tomat. Asosiasi antara tanaman angiospermae dengan serangga penyerbuk (insect pollinators) merupakan bentuk asosiasi mutualisme. Asosiasi ini diduga terjadi sejak awal Cretaceous (sekitar 130-190 jtl) melalui proses koevolusi yang menghasilkan keanekaragaman tumbuhan berbunga dan serangga penyerbuk seperti saat ini. Banyak spesies tumbuhan berbunga sangat bergantung pada hubungan mutualistik dengan serangga penyerbuk. Keuntungan dari asosiasi mutualistik bagi tumbuhan adalah serangga dapat membantu proses penyerbukan silang bagi bunga, sedangkan bagi serangga, tumbuhan menyediakan pakan yaitu serbuksari (pollen) dan nektar. Serbuksari oleh serangga digunakan sebagai sumber protein, sedangkan nektar sebagai sumber gula (Plowright et al., 1993). Serbuksari mengandung 15-30% protein dan nektar mengandung sekitar 50% gula dan senyawa lain, seperti lipid, asam amino, mineral dan senyawa aromatik yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan serangga penyerbuk (Schoonhoven et al., 1998). 2 Keeratan hubungan antara tumbuhan berbunga dengan serangga penyerbuk ditandai oleh tinggi rendahnya kelimpahan dan keanekaragaman spesies serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga tanaman. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman spesies serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga. Faktor-faktor tersebut adalah berkaitan dengan sumberdaya yang tersedia bagi serangga penyerbuk, seperti kelimpahan dan keanekaragaman bunga (Kandori, 2002), warna dan bentuk bunga, jumlah polen, jumlah nektar dan variasi faktor lingkungan (Dafni, 1992), jarak antar tanaman, jarak pencarian pakan (foraging distance), kandungan nektar, konsentrasi gula dan kandungan senyawa kimia (Martin & McGregor, 1973), serta terbuka tidaknya nektar dan mudah tidaknya bunga diakses oleh serangga penyerbuk (Sedgley & Griffin, 1989). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa serangga penyerbuk akan semakin melimpah dan beragam sejalan dengan semakin banyak dan melimpahnya jumlah bunga pada suatu habitat (Taki dan Kevan, 2007). Penyerbukan adalah proses yang sangat diperlukan oleh tumbuhan untuk membentuk buah dan biji (Fontaine et al., 2009). Penyerbukan oleh serangga pada bidang pertanian, menjadi salah satu kunci keberhasilan produksi pertanian. Kehadiran serangga pada bunga tanaman dapat membantu proses penyerbukan silang yang dapat meningkatkan hasil buah dan biji (Barth, 1991). Secara alami, serangga membantu penyerbukan sekitar 400 spesies tanaman pertanian (Schoonhoven et al., 1998). Namun demikian, sebagian besar tanaman pertanian, termasuk tomat memiliki pembungaan jangka pendek dan musiman, sehingga ketersediaan nektar dan serbuksari pada tanaman pertanian tidak terjadi di 3 sepanjang tahun dan cenderung berfluktuasi. Bahkan pada musim tertentu, pembungaan dapat melimpah atau sebaliknya sangat sedikit (Erniwati dan Kahono, 2009). Padahal, untuk kelangsungan hidup dan reproduksinya serangga penyerbuk memerlukan bunga sebagai sumber pakan setiap saat sepanjang tahun. Akibatnya kelimpahan dan keragaman serangga penyerbuk pada lahan budidaya pertanian sangat rendah. Hasil penelitian Widhiono et al., (2011) menunjukan bahwa keanekaragaman dan populasi serangga penyerbuk pada tamanam tomat, cabai, kacang panjang dan strawberry sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh rendahnya keanekaragaman tumbuhan berbunga di dalam dan sekitar lahan pertanian serta praktik pertanian yang dilakukan terutama intensitas penggunaan insektisida dan herbisida yang sangat tinggi sehingga dapat membunuh serangga penyerbuk. Oleh karena itu, apabila bunga pada tanaman budidaya tidak ada maka serangga penyerbuk akan beralih ke tumbuhan liar sebagai tumbuhan inang untuk mencari sumber pakan. Seperti yang dikatakan oleh Erniwati dan Kahono (2009) bahwa secara alami tumbuhan yang berperan penting sebagai inang serangga penyerbuk dalam menyediakan sumber pakan terutama pada musim kering adalah tumbuhan liar berbunga. Penelitian tumbuhan liar berbunga sebagai sumber pakan serangga penyerbuk telah dilakukan oleh Kahono et al. (2005) dan Widhiono et al. (2011). Hasil penelitian Kahono et al. (2005) menunjukkan bahwa tumbuhan liar berbunga berperan penting dalam menyuplai pakan bagi jenis-jenis serangga penyerbuk tanaman budidaya ketika tanaman budidaya tidak berbunga. Hasil penelitian Widhiono et al. (2011) menemukan 33 spesies tumbuhan liar berbunga 4 yang banyak dikunjungi oleh serangga penyerbuk. Dari 33 spesies tumbuhan tersebut, terdapat 4 spesies yang sering dikunjungi oleh 9 spesies serangga penyerbuk. Keempat spesies tumbuhan liar berbunga tersebut adalah Tridax procumbens, Cleome ritidosperma, Borreria laevicaulis dan Euphorbia heterophylla. Oleh karena itu, apabila tumbuhan liar berbunga tersebut dapat tumbuh dengan baik sebagai tanaman pengkayaan (enrichment planting) pada lahan pertanian, maka akan meningkatkan keragaman dan kelimpahan serangga penyerbuk yang sekaligus akan meningkatkan efektivitas penyerbukan bunga tanaman pertanian. Tridax procumbens L. merupakan salah satu tumbuhan liar berbunga yang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai inang serangga penyerbuk dalam pengkayaan lahan budidaya pertanian. Potensi tersebut ditunjukkan dengan mahkota bunga berwarna putih terang, benang sari dan putik berwarna kuning terang yang sangat menarik sebagai alat pemikat bagi serangga penyerbuk (Backer, 1965), dibanding warna-warna dari tumbuhan Cleome ritidosperma, Borreria laevicaulis dan Euphorbia heterophylla (Gambar 1.1.). Gambar 1.1. Tumbuhan Tridax procumbens L. Selain daya tarik visual tersebut di atas,bunga T. procumbens L. juga menghasilkan nektar atau madu bunga yang cukup banyak. Nektar tersebut 5 diproduksi oleh kelenjar madu yang berada di dasar bunga. Nektar merupakan bahan penting yang dimanfaatkan oleh serangga dewasa bertipe mulut mengisap, seperti lebah dan kupu kupu, maupun yang bertipe spon, misalnya lalat (Erniwati & Kahono, 2009). Karakteristik ekologi dari tumbuhan liar sangat potensial sebagai pendamping tanaman budidaya pertanian. Tumbuhan T. procumbens L. bersifat kosmopolit sehingga dapat tumbuh dengan baik di sekitar tanaman tahunan ataupun tanaman semusim, padang rumput, pinggian jalan dan banyak ditemukan di lereng gunung, sehingga tumbuhan liar T. procumbens L., sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai tumbuhan pengkayaan pada lahan tanaman budidaya pertanian termasuk tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Tanaman tomat merupakan tanaman budidaya yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Buah tomat banyak dikonsumsi orang karena buah tomat di samping mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh, juga mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk menjaga kestabilan metabolisme guna menjaga kesehatan tubuh (Pudjiatmoko, 2008). Tanaman tomat banyak di budidayakan di dataran tinggi. Hal tersebut disebabkan tanaman tomat membutuhkan iklim lingkungan tumbuh bersuhu dingin (sejuk) dan lembab. Suhu udara optimum antara 170C–200C dan suhu udara minimum berkisar 40C–50C dengan kelembaban udara berkisar 80%-90% (Rukmana, 1999). Habitus tanaman tomat merupakan herba semusim dengan tinggi berkisar 0,5-2,5m (Gambar 1.2.). Batang berbentuk silinder dan bercabang. Daunnya tunggal berbentuk oval, bagian daun bergerigi dan menyirip. Bunga bersifat 6 hermaphrodite, yaitu ditemukan putik dan stamen dalam satu bunga. Mahkota bunga berwarna kuning, petal berjumlah 6 dan kelopak berjumlah 5 (Tjitrosoepomo, 1989). Kelopak bunga berwarna hijau membentuk tabung pendek. Benangsari (stamen) berwarna kuning muda, berjumlah 6 dan bersatu di bagian kepalasari (anther) membentuk kerucut (conus) yang mengelilingi putik. Tangkai putik bisa lebih pendek atau lebih tinggi dari kerucut benangsari, tergantung varietas. Masa reseptif kepala putik (stigma) terjadi1-2 hari sebelum anthesis, sampai 4-8 hari setelah anthesis. Dengan struktur kepalasari yang membentuk kerucut, maka untuk melepaskan serbuksari dari kepalasari diperlukan getaran (vibrasi) sehingga penyerbukan sendiri dapat terjadi (Fajarwatiet al., 2009). Gambar 1.2. Bunga Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Secara alami tanaman tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri. Namun demikian proses penyerbukan sendiri tidak efektif karena bunga tomat menghadap ke bawah sehingga ketika serbuk sari matang tidak jatuh ke kepala putik melainkan akan jatuh ke tanah (Gambar 1.2). Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil buah yang baik dari segi kualitas, jumlah maupun bobot buah, penyerbukan silang oleh serangga penyerbuk lebih diutamakan (Barth, 1991). 7 Pernyataan tersebut didukung oleh hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Anonim (2007), bahwa pada bunga mekar ke-1 dengan penyerbukan silang persentase keberhasilan penyerbukan lebih besar (Tabel 1.1.). Tabel 1.1. Persentase Keberhasilan Penyerbukan Berdasarkan Waktu Mekar Bunga (Anonim, 2007). Perlakuan Rerata Persentase Keberhasilan Penyerbukan Bunga mekar ke – 1 (Penyerbukan sendiri) 75 % Bunga mekar ke – 1 (Penyerbukan silang) 85,71 % Atas dasar hal-hal tersebut di atas, maka upaya perbaikan produksi budidaya tomat melalui penyerbukan silang oleh serangga pollinator sangat diperlukan. Namun demikian keberadaan serangga pollinator memerlukan dukungan tumbuhan berbunga yang dapat menyediakan bunga sepanjang tahun. Oleh karena itu, agar ketersediaan serangga pollinator pada lahan budidaya tomat tersedia sepanjang tahun, maka diperlukan pengkayaan lahan budidaya tomat oleh spesies tumbuhan liar berbunga seperti T. procumbens L. guna mendukung tersedianya sumber pakan bagi serangga penyerbuk ketika sumber pakan dari tanaman budidaya tomat belum tersedia atau kurang mencukupi. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan pengujian pengkayaan tumbuhan T. procumbens L. pada lahan tanaman tomat. Adapun permasalahan yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah efektivitas penggunaan tumbuhan T. procumbens L. sebagai inang alternatif serangga polinator. 8 2. Bagaimanakah pengaruh pengkayaan tumbuhan T. procumbens L. dalam usaha meningkatkan produksi tanaman tomat. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui efektivitas penggunaan tumbuhan T. procumbens L. sebagai inang alternatif serangga polinator. 2. Mengetahui pengaruh pengkayaan tumbuhan T. procumbens L. dalam usaha meningkatkan produksi buah tomat. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi mengenai efektivitas penggunaan tumbuhan T. procumbens L. sebagai inang serangga polinator dan peningkatan keberhasilan produksi tanaman tomat dengan pengkayaan tumbuhan T. procumbens L.