7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Menurut Griffin (Griffin and Ebert, 2008:207), “pemasaran adalah
proses perencanaan dan pelaksanaan konsep, pemberian harga, promosi dan
penyaluran ide-ide, barang dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang
memuaskan individu dan tujuan organisasi.”
Menurut Umar yang disadur dari William J.Stanton (Umar, 2005:31),
“pemasaran adalah suatu system keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis
yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan
dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik
kepada pembei yang ada maupun pembeli yang potensial.”
Kotler berpendapat bahwa, “Pemasaran adalah proses social dan
managerial dengan mana seseorang atau sekelompok memperoleh apa yang
mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk dan
nilai.” (Kotler, 2010:29)
2.1.2
Pengertian Bauran Pemasaran
Menurut Kotler (Kotler and Keller, 2009:48), “Bauran pemasaran
merupakan seperangkat alat pemasaran taktis yang dapat dikendalikan –
produk, harga, tempat & promosi yang perusahaan kombinasikan untuk
menghasilkan respon yang diinginkan dalam pasar sasaran.”
Fandy Tjiptono berpendapat bahwa, “Marketing Mix (Bauran
Pemasaran) merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar
untuk membentuk karakteristik jasa yang dapat ditawarkan kepada
pelanggan.” (Tjiptono, 2008:30)
Menurut Alma (Alma, 2007:163), “Bauran Pemasaran merupakan
strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing agar tercapai kondisi
maksimal sehingga mendatangkan hasil yang paling memuaskan. Ada empat
7
8
komponen yang tercakup dalam kegiatan marketing mix yang terkenal
dengan sebutan 4P diantaranya Product, Price, Place dan Promotion.”
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
bauran pemasaran merupakan kombinasi dari komponen atau empat variable,
yaitu : Product (produk), Price (harga), Place (tempat distribusi), &
Promotion (promosi).
Perusahaan dapat mengendalikan setiap variable dari marketing mix
atau bauran pemasaran, seperti kombinasi antara produk dan promosi dimana
kedua komponen tersebut memiliki hubungan yang erat dalam memenuhi
peralihan hasil yang optimal oleh perusahaan.
Menurut Kotler (Kotler and Amstrong, 2009:493), mengemukakan
bahwa “Perusahaan manufaktur terdapat empat elemen bauran pemasarannya
(4P) yakni product, price, place dan promotion. Sedangkan untuk perusahaan
jasa bauran pemasarannya terdiri dari tujuh elemen (7P) yakni product, price,
place, promotion, people, process, dan physical evidence.”
2.2
Kualitas Jasa
2.2.1 Pengertian Jasa
Menurut Christian gronross sebagaimana dikutip oleh Tjiptono dan
Chandra (2005:11), jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas
intangible yang biasanya (namun tidak harus selalu) terjadi pada interaksi
antara pelanggan dan karyawan jasa atau sumber daya fisik atau barang dan
atau system penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah
pelanggan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan seringkali terjadi
dalam jasa, sekalipun pihak-pihak yang terlibat mungkin tidak menyadarinya.
Selain itu, dimungkinkan ada situasi di mana pelanggan sebagai individu
tidak berinteraksi langsung dengan perusahaan jasa. Sejumlah riset empiris
menurut Boulding, et al., sebagaimana dikutip oleh Tjiptono dan Chandra
(2005:109) menyimpulkan bahwa loyalitas pelanggan berkaitan positif
dengan kualitas jasa suatu organisasi.
Dalam bahasa inggris, jasa atau layanan diwakili oleh satu kata, yaitu
service. Dalam bahasa Indonesia, khususnya yang dipakai dalam pemasaran,
belum ada bahasa baku untuk terjemahan kata itu. Menurut Kotler
9
(2005:276) jasa adalah segala aktifitas atau manfaat yang dapat ditawarkan
oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (tidak
terdeteksi panca indera) dan tidak menghasilkan kepemilikan atas apa pun.
Produksinya mungkin terikat atau tidak pada produk fisik.
Sedangkan menurut Lovelock (2007:5) jasa adalah tindakan atau
kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya. Adapun
pengertian lain dari jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan
memberikan manfaat bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai
hasil dari tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau
atas nama penerima jasa tersebut.
Tjiptono (2004:18) mengutarakan ada lima karakteristik utama jasa
bagi pembeli pertamanya.
1. Intangibility (tidak berwujud) jasa berbeda dengan barang. Bila barang
merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu
perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja (performance), atau
usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar,
atau diraba, sebelum dibeli dan dikonsumsi. Bagi para pelanggan,
ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena terbatasnya
search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat dievaluasi pembeli
sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas apa dan bagaimana
yang akan diterima pelanggan, umumnya tidak diketahui sebelum jasa
bersangkutan dikonsumsi.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) barang biasa diproduksi,
kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual
terlebih dahulu, baru kemudian di produksi dan dikonsumsi pada waktu
dan tempat yang sama.
3. Variability / Heterogeneity (berubah-ubah) jasa bersifat variabel karena
merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk,
kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa
tersebut diproduksi. Hal ini dikarenakan jasa melibatkan unsur manusia
dalam proses produksi dan konsumsinya yang cenderung tidak bias
diprediksi dan cenderung tidak konsisten dalam hal sikap perilakunya.
4. Perishability (tidak tahan lama) jasa tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan. Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni,
10
atau kapasitas jalur telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau
hilang begitu saja karena tidak bisa disimpan.
5. Lack of Ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa dan baran.
Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan
dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi,
menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa,
pelanggan mungkin hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk
jangka waktu terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbangan
dan pendidikan.
2.2.2 Kualitas/Mutu (Quality)
Menurut Kotler (2005:279) mutu adalah salah satu alat penting bagi
pemasar untuk menetapkan posisi. Ketika mengembangkan suatu produk,
pemasar mula-mula harus memilih tingkat mutu yang akan mendukung posisi
produk dipasar sasaran.
Masih menurut Kotler (2009:180) mutu adalah keseluruhan fitur dan
sifat produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
memuaskna kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat.
Sedangkan menurut Lovelock (2007:19) kualitas adalah mana suatu
jasa memuaskan pelanggan dengan memenuhi kebutuhan, keinginan, dan
harapan mereka.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
kualitas adalah suatu ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja jasa
sehingga orang yang mengkonsumsinya terpuaskan.
2.2.3 Kualitas Jasa
Menurut Lovelock (2009:96) kualitas jasa adalah evaluasi kognitif
jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan.
Menurut Tjiptono (2009:243) kualitas produk, baik barang maupun
jasa, berkontribusi besar pada kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, WOM,
pembelian ulang, cross buying dan up buying, loyalitas pelanggan, pangsa
pasar dan profitabilitas.
11
Masih menurut Tjiptono (2009:246) terdapat perbedaan antara
kualitas barang dengan kualitas jasa, yaitu :
Tabel 2.1 Perbedaan antara Kualitas Barang dan Kualitas Jasa
Kualitas Jasa
Kualitas Barang
Kualitas Dialami
Bergantung
pada
Kualitas dimiliki dan dinikmati
komponen Produk
Peripherals
itu
sendiri
untuk memproyeksikan kualitas
merealisasikan
Pemulihan atas jasa yang jelek Dimungkinkan
sulit dilakukan karena tidak bisa melakukan
mengganti jasa yang cacat
untuk
perbaikan
pada
produk cacat guna menjamin
kualitas
Lebih sulit mengkomunikasikan Lebih
kualitas
mudah
mengkomunikasikan kualitas
Kualitas sulit distandarisasikan Standarisasi
dan
membutuhkan
kualitas
dapat
investasi diwujudkan melalui investasi
besar pada pelatihan sumber pada otomatisasi dan teknologi
daya manusia
Kriteria pengukuran lebih sulit Kriteria
pengukuran
lebih
disusun dan sering kali sukar mudah disusun dan sering kali
dikendalikan
sukar dikendalikan
Diukur secara subyektif dan Dapat secara objektif diukur dan
acapkali
ditentukan
oleh ditentukan oleh pemanufakturan
konsumen
Sumber : Tjiptono (2009:246)
Menurut Kotler (2005:283) salah satu utama perusahaan jasa dapat
membedakan dirinya sendiri dengan secara konsisten menyampaikan mutu
lebih tinggi ketimbang para pesaingnya.
Menurut Kotler (2005:283) banyak perusahaan menyadari bahwa
mutu pelayanan yang luar biasa dapat memberikan keunggulan bersaing
12
yang kuat kepada mereka yang menghasilkan penjualan dan laba tinggi.
Kuncinya adalah mutu pelayanan melebihi harapan pelanggan.
Penyedia jasa atau layanan perlu mengenali harapan pelanggan
sasaran menyangkut kualitas/mutu jasa.Sayangnya, kualitas layanan lebih
sulit didefinisikan dan dinilai sebanding kualitas produk.
2.2.4 Dimensi Kualitas Jasa
Menurut Parasuraman dalam Journal ABAC (2009:24-38) identified
five dimensions of service quality (viz. reliability, responsiveness, assurance,
empathy, and tangibles) that link specific service characteristics to
consumers’ expectations.
a. Tangibles – Physical facilities, equipment, and appearance of
personnel,
b. Empathy – Caring, individualized attention.
c. Assurance – Knowledge and courtesy of employees and their
ability to convery trust and confidence,
d. Reliability – Ability to perform the promised service dependably
and accurately, and
e. Responsiveness – Willingness to help customers and provide
prompt service.
2.2.5 Konsep Jasa Berkualitas
Pelayanan terbaik pada pelanggan dan tingkat kualitas dapat dicapai
secara konsisten dengan memperbaiki pelayanan dan memberikan perhatian
khusus pada standar kinerja pelayanan. Untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas, ada dua konsep yang dikemukakan oleh Albrcht sebagaimana
dikutip oleh Yamit (2004:23-24).
Dua konsep tersebut ialah :
1. Service Triangle
Service Triangle ialah suatu model interaktif manajemen pelayanan
yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelayanannya. Model
tersebut terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik fokus
yaitu :
13
a. Strategi Pelayanan
Strategi pelayanan ialah strategi untuk memberikan pelayanan
kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar
yang telah ditetapkan perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan
sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga tidak terjadi
kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan
pelanggan. Strategi pelayanan harus pula dirumuskan dan
diimplementasikan seefektif mungkin, sehingga mampu membuat
pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan
pesaingnya.
b. Sumber Daya Manusia yang memberikan pelayanan (Service
People)
Orang yang berinteraksi secara langsung maupun yan tidak
berinteraksi langsung dengan pelanggan harus memberikan
pelayanan kepada pelanggan secara tulus, responsif, ramah, fokus
dan menyadari bahwa
kepuasan pelanggan ialah segalanya.
Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan kebutuhan
pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara menciptakan
lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja,
penghasilan yang wajar, manusiawi, system penilaian kinerja
yang mampu menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya
perusahaan membuat strategi pelayanan dan menerapkannya
secara baik untuk memuaskan pelanggan eksternalnya, sementara
pada saat yang sama perusahaan gagal memberikan kepuasan
kepada pelanggan internalnya.
c. Sistem Pelayanan
Sistem pelayanan ialah prosedur pelayanan kepada pelanggan
yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya
manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat
secara sederhana, tidak berbelit-belit dan sesuai standar yang telah
ditetapkan
perusahaan,
pelayanan
yang
diberikan
tidak
memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem pelayanan tidak
berarti harus merubah total sistem pelayanan, tapi dapat dilakukan
hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas
14
pelayanan. Misalnya dengan memperpendek prosedur pelayanan
atau karyawan diminta melakukan pekerjaan secara general
sehingga
pelanggan
dapat
dilayani
secara
tepat
dengan
menciptakan one stop service.
2. Total Quality Service
Total Quality Service (Pelayanan Mutu Terpadu) ialah kemampuan
perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada oramg yang
berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders), yaitu pelanggan,
pegawai dan pemilik. Pelayanan mutu terpadu ini memiliki lima elemen
penting yang saling terkait, yaitu :
a. Market and Customer research ialah penelitian untuk mengetahui
struktur pasar, segmen pasar, demografis, analisis pasar potensial,
analisis kekuatan pasar, mengetahui harapan dan keinginan
pelanggan atas pelayanan yang diberikan.
b. Strategy Formulation ialah petunjuk arah dalam memberikan
pelayanan berkualitas kepada pelanggan sehingga perusahaan
dapat mempertahankan pelanggan bahkan dapat meraih pelanggan
baru.
c. Education, training, and communication ialah tindakan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu
memberikan pelayanan berkualitas, mampu memahami keinginan
dan harapan pelanggan.
d. Process Improvement ialah desain ulang berkelanjutan untuk
menyempurnkan proses pelayanan, konsep P-D-C-A (Plan-DoCheck-Action) dapat diterapkan dalam perbaikan proses pelayanan
berkelanjutan.
e. Assement, measurement and feedback ialah penilaian dan
pengukuran kinerja yang telah dicapai oelh karyawan atau
pelayanan yang telah diberikan kepada proses pelayanan apa yang
perlu diperbaiki, kapan harus diperbaiki dan dimana harus
diperbaiki.
15
2.2.6 Usaha Peningkatan Kualitas Jasa
Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jasa/pelayanan
tersebut (Yamit, 2005:32), yaitu :
1. Reliability
a. Pengaturan fasilitas
b. Sistem dan prosedur yang dilaksanakan taat azas
c. Meningkatkan efektifitas jadwal kerja
d. Meningkatkan koordinasi antar bagian
2. Responiveness
a. Mempercepat pelayanan
b. Pelatihan karyawan
c. Komputerisasi dokumen
d. Penyederhanaan system dan prosedur
e. Penyederhanaan birokrasi
f. Mengurangi pemutusan konsumen
3. Competence
a. meningkatkan profesionalisme karyawan
b. Meningkatkan mutu administrasi
4. Creditibility
a. meningkatkan sikap dan mental karyawan
b. meningkatkan kejujuran karyawan
c. menghilangkan kolusi
5. Tangibles
a. Perluasan kapasitas
b. Penataan fasilitas
c. Meningkatkan infrastruktur
d. Menambah peralatan
e. Menyempurnakan fasilitas komunikasi
f. Perbaikan saran dan prasarana
6. Understanding the customer
a. System dan prosedur pelayanan yang menghargai konsumen
b. Meningkatkan keberpihakan pada konsumen
7. Communication
16
a. Memperjelas pihak yang bertanggung jawab dalam setiap
kegiatan
b. Meningkatkan efektifitas komunikasi dengan klien
c. Membuat SIM yang terintegrasi
2.3
Brand
2.3.1
Pengertian Brand
Menurut Hermawan Kertajaya (2004:11), Marketing Icon of
Indonesia, merek merupakan indicator value yang ditawarkan kepada
pelanggan
dengan
memperkuat
loyalitasnya.
American
Marketing
Association mendefinisikan merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau
desain kombinasi semuanya, yang dimaksudkan untuk mendefinisikan barang
atau jasa seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari
barang atau jasa pesaing. Kotler (2005:82)
Sedangkan menurut Nicolino, dalam Brand Management : The
Complete Ideal’s Guide (2004:4) mengatakan bahwa merek adalah entitas
yang mudah dikenali dan menjanjikan nilai-nilai tertentu. Menurutnya sebuah
nama, logo, singkatan, desain, atau apa saja, dapat dikatakan sebagai sebuah
merek, jika memenuhi keempat hal berikut :
1. Dapat dikenali atau diidentifikasi (Identifiable)
Dapat dengan mudah memisahkan suatu barang yang serupa
dengan yang lainnya melalui beberapa cara, biasanya berupa
sepatah kata, warna, atau simbol (logo) yang dapat dilihat secara
langsung.
2. Memiliki entitas
Sesuatu yang mempunyai eksistensi yang khas atau berbeda.
3. Janji-jani tertentu (Specific Promises)
Sebuah produk atau jasa membuat klaim mengenai apa yang dapat
diberikannya.
4. Nilai-nilai
Apapun yang didapatkan konsumen pasti merupakan sesuatu yang
konsumen peduli hingga batas tertentu. Merek mengandung janji
17
perusahaan untuk secara konstan memberikan cirri, manfaat, dan
jasa tertentu kepada pembeli.
2.3.2 Cara membangun Merek
•
Memiliki Positioning yang tepat
Merek dapat di-positioning-kan dengan berbagai cara, misalnya
dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak
pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan semua
aspek dari brand value (termasuk manfaat fungsional).
•
Memiliki Brand Value yang tepat
Semakin tepat merek di-positiong-kan di benak pelanggan, merek
tersebut akan semakin kompetitif. Untuk mengelola hal tersebut
kita perlu mengetahui brand value. Brand Value membentuk
brand personality, brand personality lebih cepat berubah
dibandingkan brand positioning, karena brand personality
mencerminkan gejolak perubahan seleran konsumen.
2.3.3
Pengertian Brand Trust
Menurut Kumar (2008:69) brand trust digambarkan sebagai kerelaan
individu mempercayai kemampuan merek untuk memuaskan kebutuhannya.
Dalam situasi dimana individu tidak dapat secara objektif mengevaluasi
kualitas produk di muka, brand trust memainkan peranan penting dalam
mengurangi ketidakpastian dalam penelitan.
Sedangkan Kautonen dan Karjaluoto (2008:27) mendefinisikan Brand
Trust sebagai perasaan aman konsumen dalam interaksinya dengan merek
berdasarkan pada harpaan pasti dari keandalan (reliability) dan tujuan
(intention) merek.
Menurut Nick Black (2009), dalam risetnya mengenai Benefit &
Drivers of Brand Trust, menunjukkan bahwa :
a. 83% will recommend it to other people (mau merekomendasikan).
b. 82% will use its products & services, frequently (selalu
menggunakan).
18
c. 78% will look to it first for the things they want (prior
option/pilihan utama sebelum memilih brand lain).
d. 78% will give its new products & services a chance (kesempatan
mencoba).
e. 50% will pay more for its products & services (mau membayar
lebih).
f. 47% believe it’ll inform them about products & services they’ll
like (percaya brand ini akan selalu memberikan informasi
produk/jasa sesuai dengan preferensi mereka).
Kepercayaan merek adalah persepsi akan kehandalan dari sudut
pandang konsumen didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urutanurutan transaksi atau interaksi yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan
kinerja produk dan kepuasan (Riset Costabile dalam Ferinnadewi (2008).
Kepercayaan terbangun karena adanya harpaan bahwa pihak lain akan
bertindak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Selain itu,
menurut Delgado dalam Ferinnadewi (2008), kepercayaan merek adalah
kemampuan merek untuk dipercaya (Brand Reliability) yang bersumber pada
keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mamou memenuhi nilai yang
dijanjikan dan intense baik merek (Brand Intention) yang didasarkan pada
keyakinan konsumen bahwa merek tersebut mampu mengutamakan
kepentingan konsumen.
Menurut Delgado Ballester (2004) Brand Trust adalah harapan akan
kehandalan dan intense baik, merek karena itu kepercayaan merek
merefleksikan 2 hal yakni Brand Reliability dan Brand Intensions.
1. Brand Reliability atau kehandalan merek yang bersumber pada
keyakinan konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi
nilai yang dijanjikan atau dengan kata lain persepsi bahwa merek
tersebut mampu memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan.
Brand Reliability merupakan hal yang esensial bagi terciptanya
kepercayaan terhadap merek karena kemampuan merek menarh
rasa yakin mendapatkan apa yang dibutuhkan dalam hal ini
kebutuhan untuk keluar dari perasaan yang terancamnya.
19
2. Brand Intension didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa
merek tersebut mampu mengutamakan kepentingan konsumen
ketika masalah dalam konsumsi produk muncul secara tidak
terduga.
Kedua komponen kepercayaan merek bersandar pada penilaian
konsumen yang subjektif atau didasarkan pada persepsi masing-masing
konsumen terhadpa manfaat yang dapat diberikan produk atau merek.
Lau & Lee (Gede Riana, 2008) menyatakan bahwa terdapat tiga
faktor yang mempengaruhi kepercayaan merek. Ketiga faktor ini adalah
merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen. Ketiga faktor
tersebut dapat menimbulkan loyalitas merek (Lau & Lee).
1. Brand Characteristic
Berperan sangat penting dalam
menentukan
pengambilan
keputusan konsumen untuk mempercayai suatu merek. Hal ini
disebabkan oleh konsumen penilaian sebelum membeli.
2. Company Charateristic
Karakteristik perusahaan pembuat merek dapat mempengaruhi
kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Pengetahuan
konsumen tentang perusahaan yang ada di balik merek suatu
produk merupakan dasar awal pemahaman oleh konsumen.
3. Consumer-Brand Characteristic
Merupakan dua faktor yang saling mempengaruhi. Oleh sebab itu,
karakteristik konsumen-merek dapat mempengaruhi kepercayaan
terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan antara
konsep emosional konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan
terhadap merek dan pengalaman terhadap merek.
2.4
Loyalitas Konsumen
2.4.1
Pengertian Loyalitas Konsumen
Definisi customer (pelanggan) berasal dari kota custom, yang
didefinisikan sebagai membuat sesuatu menjadi kebiasaan. Pelanggan adalah
seseorang yang menjadi terbiasa untuk membeli. Kebiasaan itu terbentuk
melalui pembelian dan interaksi yang seiring selama periode waktu tertentu.
20
Tanpa adanya hubungan yang kuat dan pembelian berulang, orang tersebut
bukanlah pelanggan, ia adalah pembeli. Pelanggan yang sejati tumbuh seiring
waktu (Griffin 2005:31).
Menurut oliver (1996) yang dikutip oleh Hurriyati (2005:129),
mengungkapkan definisi loyalitas pelanggan sebagai berikut: “ customer
loyality is deefly held commitment to rebuy or repatronize a preferred
product or service consistently in the future despite situational influences and
marketing efforts having the potensial to cause switching behavior “. Dari
definisi diatas terlihat bahwa loyalitas adalah konsumen pelanggan bertahan
secara mendalam untuk berlangganan kembali atau melakukan pembelian
ulang produk atau jasa terpilih secara konsisten dimasa yang akan dating,
meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi
untuk menyebabkan perubahan perilaku.
Loyalitas pelanggan menurut Utami (2006:140), bahwa pelanggan
mempunyai komitmen akan berbelanja barang-barang kebutuhan serta
memakai layanan ritel akan mengabaikan aktivitas pesaing yang mencoba
untuk menarik pelanggan.
Dari keseluruhan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas
pelanggan terbentuk melalui berbagi tanggapan sesaui dengan proses
pembelajaran dan pengalaman yang dilalui pelanggan dalam pertukaran yang
terjadi antara pelanggan dan penyedia produk. Loyalitas pelanggan
dipengaruhi secara positif oleh kepuasan konsumen setelah mengkonsumsi
sebuah produk (barang atau jasa) serta akan membentuk komitmen serta
kepercayaan
pelanggan
terhadap
produk
(barang
atau
jasa)
yang
dikonsumsinya.
Indikator dari loyalitas pelanggan menurut Kotler&Keller (2006:57),
adalah :
a. Repeat Purchase (kesetiaan terhadap pembelian produk);
b. Retention (ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai
perusahaan);
c. Referalls (mereferensikan secara total esistensi perusahaan).
21
2.4.2 Loyalitas dan siklus pembelian
Setiap kali pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian.
Menurut Griffin (2005:18-20), pembeli pertama kali akan bergerak melalui
lima langkah, yaitu :
1. Kesadaran, langkah pertama menuju loyalitas dimulai dengan
kesadaran pelanggan akan produk. Pada tahap ini perusahaan
mulai membentuk “pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk
memposisikan kedalam pikiran. Kesadaran dapat timbul dengan
berbagai cara seperti lewat iklan, komunikasi dari mulut ke mulut
serta kegiatan pemasaran lainnya. Pada tahap ini iklan atau tipu
daya pemasaran perusahaan lain dapat merebut pelanggan.
2. Pembelian awal, pembelian pertama kali merupakan langkah
penting dalam memelihara loyalitas. Baik secara online maupun
offline, pembelian pertama kali merupakan percobaan, perusahaan
dapat menanamkan kesan positif atau negative pada pelanggan
dengan produk atau jasa yang diberikan. Setelah pembelian
pertama ini dilakukan, perusahaan berkesempatan untuk memulai
menumbuhkan pelanggan yang loyal.
3. Evaluasi
pasca
pembelian,
setelah
pembelian
dilakukan,
pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi
transaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasnya tidak
terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan
beralih ke pesaing, langkah empat (keputusan membeli kembali)
merupakan kemungkinan.
4. Keputusan membeli kembali, komitmen untuk membeli kembali
merupakan sikap yang penting bagi loyalitas, bahkan lebih
penting dari kepuasan. Singkatnya tidak ada pembelian ulang,
tidak ada loyalitas.
5. Pembelian kembali, langkah terakhir dalam siklus pembelian
adalah pembelian kembali yang actual. Untuk dapat dianggap
benar-benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari
perusahaan yang dianggap sama, mengulangi langkah ketiga
sampai kelima berkali-kali. Pelanggan yang benar-benar loyal
22
menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan yang
sama kapan saja dibutuhkan.
Kotler (2005) menyebutkan ada tiga alas an mengapa suatu
perusahaan perlu mendapatkan loyalitas pelanggan, antara lain: pelanggan
yang ada lebih perspektif yang artinya pelanggan yang loyal akan memberi
keuntungan besar bagi perusahaan, biaya mendapatkan pelanggan baru jauh
lebih besar disbanding mencari dan mempertahankan pelanggan yang ada,
dan pelanggan yang sudah percaya pada perusahaan dalam suatu urusan
maka akan percaya juga untuk urusan lain.
2.4.3 Karakteristik Loyalitas Konsumen
Banyak perusahaan mengandalkan kepuasan konsumen sebagai
jaminan keberhasilan dikemudian hari tetapi kemudian kecewa mendapati
bahwa pelanggannya yang merasa puas dapat berbelanja produk pesaing
tanpa ragu-ragu.Sebaliknya, loyalitas konsumen tampaknya merupakan
ukuran yang lebih dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan
penjualan dan keuangan, berbeda dari kepuasan, yang merupakan sikap,
loyalitas dapat didefinisikan berdasarkan perilaku pembeli. Konsumen yang
loyal menurut Griffin (2005:31):
a.
Melakukan pembelian ulang secara teratur.
Maksudnya pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu
produk sebanyak dua kali atau lebih. Mereka inilah yang
melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali
atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua
kesempatan. Maksudnya membeli semua barang atau jasa yang
ditawarkan dan mereka butuhkan. Mereka membeli secara
teratur, hubungan dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan
berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh
produk pesaing.
b.
Membeli antarlini jasa atau produk
Maksudnya membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan
mereka butuhkan.Mereka membeli secara teratur, hubungan
dengan jenis pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama,
yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh produk pesaing.
23
c.
Mereferensikan kepada orang lain
Maksudnya membeli barang atau jasa yang ditawarkan dan yang
mereka
butuhkan,
serta
melakukan
pembelian
secara
teratur.Selain itu, mereka terdorong teman-teman mereka agar
membeli barang atau jasa perusahaan tersebut pada orang lain,
dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan
pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen ke
perusahaan.
d.
Menunjukan kekebalan terhadap tarikan pesaing
Maksudnya tidak mudah terpengaruh oleh tarikan pesaing
produk atau jasa sejenis lainnya.
2.5
Kerangka Pemikiran
Kerangka Pemikiran antara Kualitas jasa dan kepuasan pelanggan terhadap
loyalitas pelanggan.
Gambar 2.1 Kerangka Teoritis
24
2.6
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2007:51), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian
biasanya disusun dalam bentuk kalimat penyataan. Hipotesis berupa penyataan
mengenai konsep yang dapat dinilai benar atau salah jika menunjuk pada suatu
fenomena yang diamati dan diuji secara empiris. Hipotesis berdasarkan tujuan dari
penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Hipotesis untuk T1
Ho = Ada pengaruh yang signifikan antara varibel Service Quality (X)
terhadap Brand Trust (Y)
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Service Quality (X)
terhadap Brand Trust (Y)
2.
Hipotesis untuk T2
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Service Quality
(X) terhadap Customer Loyalty (Z)
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Service Quality (X)
terhadap Customer Loyalty (Z)
3.
Hipotesis untuk T3
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Brand Trust (Y)
terhadap Customer Loyalty (Z)
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Brand Trust (Y)
terhadap Customer Loyalty (Z)
4.
Hipotesis untuk T4
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel Service Quality
(X) terhadap Customer Loyalty (Z) dengan Brand Trust (Y)
H1 = Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Service Quality (X)
terhadap Customer Loyalty (Z) dengan Brand Trust (Y)
Download