BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Disertasi ini bertujuan

advertisement
130
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Disertasi ini bertujuan menguji pengaruh perbedaan latar belakang pendidikan auditor,
tekanan waktu dan sanksi terhadap kualitas audit melalui skeptisisme profesional
auditor, serta peran langsung maupun mediasi skala skeptisisme dalam memprediksi
perilaku skeptis auditor. Secara teoritis, relevansi latar belakang pendidikan auditor
dan penerapan reviu berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Tekanan waktu pada
tingkatan tertentu berpengaruh negatif terhadap skeptisisme profesional state dan
keberadaan sanksi melalui mekanisme reviu berpengaruh positif. Untuk mendapatkan
dukungan empiris atas teori tersebut dilakukan eksperimen.
Eksperimen menggunakan 172 partisipan dari berbagai latar belakang
pendidikan formal diploma (D-IV), sarjana, daerah dan instansi. Hasil eksperimen
secara umum mendukung temuan-temuan riset sebelumnya dan teori. Auditor dengan
latar belakang pendidikan D-IV/S-1 akuntansi, dalam konteks audit laporan keuangan
memiliki skeptisisme profesional state lebih tinggi dibandingkan partisipan dari
kelompok yang lain. Temuan ini mengkonfirmasi temuan penelitian yang dilakukan
oleh Curtis (2014). Disamping itu, temuan dalam penelitian ini mendukung hasil
penelitian Ferguson dkk., (2000) yang menyatakan bahwa perolehan pengetahuan
melalui pendidikan formal dengan perolehan pengetahuan dari pengalaman kerja
tidak sepenuhnya dapat saling menggantikan.
131
Analisis tambahan yang dilakukan dengan membandingkan skala skeptisisme
partisipan mahasiswa PPAk dengan auditor yang berlatar belakang pendidikan nonakuntansi mengkonfirmasi dengan kehati-hatian kebijakan yang membolehkan calon
auditor dengan latar belakang pendidikan D-IV/S-1 non-akuntansi menjadi auditor.
Dalam eksperimen ini juga diperoleh temuan bahwa auditor dengan latar belakang
pendidikan non-akuntansi memiliki skala skeptisisme “state” yang setara dengan
auditor dengan latar belakang pendidikan akuntansi (0 s.d 4 tahun) jika telah memiliki
pengalaman kerja bidang akuntansi, keuangan atau pengauditan minimal 4 tahun.
Temuan ini sejalan (meskipun lebih ringan) dengan temuan Ferguson dkk. (2000),
tentang ketentuan tambahan mengenai persyaratan pengalaman bagi calon auditor
melalui jalur profesional di beberapa negara eropa.
Bukti empiris dari eksperimen ini mengkonfirmasi masih diperlukannya
pendidikan profesi akuntansi (PPAk) dalam upaya meningkatkan kualitas audit selain
pendidikan profesi lanjutan (PPL). Hasil komparasi pengalaman dengan latar
belakang pendidikan mengindikasikan bahwa menempuh pendidikan PPAk dapat
menghemat waktu dan biaya dalam menciptakan auditor yang baik. Bagi calon
akuntan yang berlatar belakang non-akuntansi, mengikuti kuliah di PPAk merupakan
alternatif pencapaian yang cost effective.
Temuan eksperimen ini mengkonfirmasi pengaruh negatif tekanan waktu
berlebihan terhadap kualitas audit. Tekanan waktu yang tidak lagi rasional
mengakibatkan stres pada auditor sehingga memberikan peluang terjadinya RAQ
seperti premature sign-off dan underreporting of time (Outley dan Pierce, 1996).
132
Menurut teori ekonomi the credence goods (Dulleck dan Kerschbamer, 2006), proses
audit dipandang sebagai suatu kotak hitam yang proses didalamnya tidak dapat
diobservasi oleh pengguna jasa sehingga berpotensi terjadinya moral hazard relatif
tinggi. Proses reviu oleh pihak lain dapat membatasi penggunaan peluang moral
hazard oleh auditor.
Hasil penelitian ini juga mengkonfirmasi efektifitas penggunaan reviu pada
tingkatan tertentu yang berimplikasi pada penerapan sanksi sebagai upaya untuk
memitigasi perilaku menyimpang (dysfunctional) auditor yang berdampak pada
penurunan kualitas audit. Penggunaan prosedur reviu secara statistis mampu
mengurangi terjadinya moral hazard auditor karena adanya asimetri informasi.
Temuan ini mengkonfirmasi peran audit dalam teori keagenan. Menurut teori
keagenan dari Jensen dan Meckling (1976), moral hazard dalam hubungan keagenan
dapat dimitigasi melalui audit.
Temuan eksperimen ini memperkuat temuan riset-riset sebelumnya bahwa
skala skeptisisme berpengaruh positif terhadap perilaku skeptis. Auditor dengan skala
skeptisisme tinggi lebih berperilaku lebih skeptis dibanding auditor dengan skala
skeptisisme lebih rendah. Dengan kata lain, auditor mencari lebih banyak bukti audit
dan mampu mengidentifikasi lebih banyak salah saji atau informasi kontradiktif yang
biasanya mengarahkan pada terjadinya salah saji informasi sehingga kualitas audit
lebih baik.
133
Jika analisis latar belakang pendidikan hanya menggunakan dikotomi
akuntansi vs. non-akuntansi, tidak ditemukan adanya interaksi signifikan antara latar
belakang pendidikan auditor dengan tekanan waktu dan probabilitas reviu. Akan
tetapi, ketika latar belakang pendidikan non-akuntansi dibedakan lagi menjadi sosial
dan eksakta terdapat interaksi antara latar belakang pendidikan dengan perlakuan
(treatment).
6.2 Kontribusi
Temuan dalam eksperimen ini memiliki 4 kontribusi, yaitu: 1) kontribusi teori bagi
akademisi, 2) kontribusi bagi praktisi, 3) kontribusi bagi asosiasi profesi, dan 4)
kontribusi bagi pemerintah maupun instansi terkait. Mengingat karakteristik
penugasan audit laporan keuangan historis selalu dalam batasan waktu, maka
kemungkinan terjadinya penurunan kualitas harus diantisipasi. Diperlukan upaya dan
enforcement (penegakan) yang konsisten dari semua pihak mengenai penggunaan
skeptisisme profesional pada tingkat semestinya seperti yang diatur dalam standar
audit.
Kontribusi teoritis penelitian ini antara lain penggunaan pendekatan
eksperimen dan teori akuntansi keperilakuan. Penggunaan sudut pandang bahwa audit
adalah proses yang dinamis, maka proses pengawasan dan penegakan perlu
dilakukan secara konsisten. Ketidakkonsistenan dalam proses pengawasan dan
penegakan menurut the law of effect diprediksi akan menurunkan kualitas jasa audit
karena perilaku disfungsional. Penggunaan teori the economics of credence goods
134
(Dulleck dan Kerschbamer, 2006) dalam menjelaskan proses audit serta pemisahan
hipotesis asuransi dan penjaminan menambah kejelasan posisi audit menurut teori
pengauditan.
Temuan bahwa latar belakang pendidikan formal auditor berpengaruh
terhadap skeptisisme profesional dan perilaku skeptis auditor merupakan salah satu
bukti hubungan keberagaman latar belakang pendidikan dengan kinerja. Bahasan dan
eksplorasi menggunakan kacamata teori psikologi keperilakuan bias kognitif, teori
disonansi kognitif (Festinger, 1957) dan transtheoretical (Prochaska dan Norcross,
2010) yang merupakan bagian behavior modification (Martin, 1988) untuk mengubah
dan mengarahkan perilaku yang sesuai norma melengkapi kontribusi teoritis.
Disamping itu, temuan penelitian ini diharapkan menjadi bahan kajian relevan
sebagai upaya untuk mengurangi perbedaan persepsi mengenai skeptisisme
profesional antara auditor dengan regulator dan publik.
Pembahasan peran lingkungan hukum terhadap kualitas audit menambah kaya
tinjauan teoritis terhadap kualitas audit. Bahasan mengenai perbedaan insurance role
dengan assurance role mengkonfirmasi makna audit sesuai teori pengauditan.
Konteks insurance role dalam bahasan kualitas audit harus dimaknai lebih hati-hati.
Insurance role hanya relevan jika jasa audit digunakan dalam lingkungan hukum
yang menganut faham common law. Dalam lingkungan yang menggunakan faham
code law peran asuran lebih tepat digunakan seperti yang semestinya dimaksudkan
dalam teori pengauditan dan standar audit.
135
Asosiasi profesi, akademisi, dan instansi terkait perlu secara aktif memberikan
materi dan informasi untuk mengedukasi masyarakat mengenai jasa audit seperti
yang dimaksud dalam teori pengauditan. Kontribusi praktis diperoleh dari temuan
empiris dalam penelitian ini bahwa aktivitas reviu dengan probabilitas tinggi mampu
memitigasi secara efektif penurunan skeptisisme profesional akibat tekanan waktu
berlebihan yang dirasakan auditor. Regulasi peer review perlu dijalankan dan
dimonitor pelaksanaannya oleh pihak independen secara konsisten untuk memitigasi
terjadinya the law of effect yang negatif.
Download