BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya mineral. Keberadaannya yang melimpah perlu diimbangi dengan peningkatan nilai tambah mineral itu sendiri. Salah satu produk yang memiliki nilai jual tinggi yaitu teknologi superkonduktor. Kebutuhan superkonduktor dunia dari tahun ke tahun terus meningkat. Penggunaan material superkonduktor semakin luas dalam berbagai bidang yaitu sebagai alat kedokteran (MRI), alat transportasi (kereta maglev), dan energi (motor, generator, transformer, kabel listrik, penyimpan energi listrik). Permintaan material superkonduktor dunia dalam 15 tahun ke depan diperkirakan akan meningkat secara signifikan. Untuk menjawab tantangan tersebut, Indonesia perlu menguasai teknologi dalam bidang superkonduktor. Sifat superkonduktor pertama kali ditemukan pada logam Merkuri (Hg) pada suhu 4,2 K oleh fisikawan Belanda dari Universitas Leiden yaitu Heike Kamerlingh Onnes pada tahun 1991. Onnes kemudian mempelajari sifat-sifat listrik pada berbagai logam dengan suhu yang sangat dingin. Sifat superkonduktor ditemukan pada berbagai logam dalam sistem periodik unsur, campuran (alloy) dan senyawa semilogam (keramik). Fakta menunjukkan bahwa logam feromagnetik dan logam konduktor yang baik (Cu, Ag, Pt dan Au) bukan merupakan superkonduktor. Unsur non-logam seperti silikon bisa menjadi superkonduktor ketika diberi tekanan. Pada tekanan 120-130 kbar, silikon menunjukkan Tc dari 6,7 K sampai 7,1 K. Sifat superkonduktor juga ditunjukkan oleh sulfur pada tekanan 200 kbar dengan Tc 5,7 K (Vanderah, 1991). Untuk menjelaskan sifat superkonduktor suatu material, pada tahun 1957 teori superkonduktor dikemukakan oleh Barden, Cooper, dan Schrieffer, yang dikenal dengan teori BCS. Pada tahun 1986, Tc sebesar 23,4 K teramati pada superkonduktor Nb3Ge dan merupakan suhu superkonduktor terbesar pada masanya. Pada tahun 1986 terjadi sebuah terobosan baru dibidang superkonduktor. Alex Müller and Georg Bednorz, peneliti di Laboratorium Riset 1 2 IBM di Rüschlikon, Switzerland berhasil membuat suatu keramik yang terdiri dari unsur Lantanum, Barium, Tembaga, dan Oksigen yang bersifat superkonduktor. Suhu tertinggi pada waktu itu, 30 K. Penemuan ini menjadi spektakuler karena keramik selama ini dikenal sebagai isolator. Keramik tidak menghantarkan listrik sama sekali pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan para peneliti pada waktu itu tidak memperhitungkan bahwa keramik dapat menjadi superkonduktor. Penemuan ini membuat keduanya diberi penghargaan hadiah Nobel setahun kemudian. Seiring dengan penelitian dan pembuatan bahan superkonduktor, maka diperoleh superkonduktor bersuhu tinggi (HTSC). Superkonduktor bersuhu tinggi merupakan sifat superkonduktor yang diperlihatkan oleh suatu material superkonduktor pada suhu diatas 80 K atau diatas suhu nitrogen cair (Kamimura dkk., 2006). Pada tahun 1988, Maeda, Tanaka, Fukutomi dan Asano berhasil menemukan superkonduktor suhu tinggi berbasis bismuth oksida, dimana ditulis dengan nama superkonduktor sistem BSCCO. BSCCO memiliki beberapa fasa yang stabil yaitu Bi2Sr2Cu1Ox (Bi-2201), Bi2Sr2Ca1Cu2Ox (Bi-2212), Bi2Sr2Ca2Cu3Ox (Bi-2223). Suhu kritis dari ketiga fasa tersebut berturut-turut adalah 10 K, 80 K dan 110 K. Superkonduktor sistem BSCCO memiliki sifat mekanik yang bagus, sehingga mudah dibentuk dan tidak beracun. Material BSCCO dengan fasa Bi-2223 memiliki Tc yang paling besar sehingga paling potensial untuk dikembangkan dan diaplikasikan sebagai kabel listrik, generator, magnet medan tinggi (high-field magnet) dan lain-lain (Sato, 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maeda terjadi peningkatan suhu kritis (Tc) pada superkonduktor sistem BSCCO dari fasa Bi-2201, Bi-2212, Bi-2223. Hal ini mengindikasikan ada pengaruh struktur kristal terhadap suhu kritis (Tc). Superkonduktor sistem BSCCO memiliki struktur kristal berlapis (layer) yang memanjang pada arah sumbu c (c-axis) dan secara berurutan terjadi penambahan satu lapisan CuO2 dan Ca dari fasa Bi-2201, Bi-2212, Bi-2223. Dalam Yanmaz dkk (1996), Maeda menyatakan bahwa semua material superkonduktor suhu tinggi (high-Tc) memiliki bidang CuO dua dimensi (2D) pada struktur kristalnya. Hantaran listrik kebanyakan terjadi pada bidang CuO. 3 Seperti yang diketahui bahwa suhu kritis (Tc) superkonduktor BSCCO meningkat dari 10 K untuk fasa n=1 ke 110 K untuk fasa n=3, diatas fasa n=4, Tc akan menurun sesuai dengan penambahan jumlah n. Bagaimanapun juga sulit untuk mendapatkan kualitas BSCCO yang tinggi untuk fasa n=4 jika dibandingkan dengan fasa n=2 atau n=3 karena struktur kristal yang rumit. Sifat superkonduktor fasa n≥ 4 masih belum jelas, sehingga pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui sifat superkonduktor BSCCO dengan n= 2-5. Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan superkonduktor sistem BSCCO dengan rumus Bi2Sr2Can-1CunOx (n= 2-5) dengan menggunakan metode metalurgi serbuk. Penggunaan metode metalurgi serbuk memberikan keuntungan dari sisi pengontrolan komposisi bahan yang dibuthkan. Langkah-langkah yang dilakukan pada metode metalurgi serbuk yaitu pencampuran, kompaksi, dan sintering. Pembuatan superkonduktor dengan metode metalurgi serbuk terjadi akibat transfer massa ketika atom-atomnya mengalami difusi pada saat disinterring dibawah titik lelehnya. Dalam pembuatan superkonduktor, komposisi awal bahan-bahan campuran superkonduktor, jenis bahan-bahan yang digunakan, teknik pembuatan, suhu sintering, lama waktu sintering dan doping dengan unsur lain sangat berpengaruh terhadap fasa superkonduktor sistem BSCCO yang terbentuk. Sejauh ini, belum didapatkan kondisi yang paling optimal dalam pembuatan bahan superkonduktor baik dari sisi spesifikasi rasio massa campuran serbuk-serbuk untuk membuat superkonduktor, suhu sintering dan lama waktu sintering. Suhu sintering yang sering digunakan dalam pembuatan superkonduktor yaitu di atas suhu 800°C. Yanmaz (1996) misalnya menggunakan suhu sintering 845°C selama 100 jam dalam membuat superkonduktor sistem BSCCO dengan komposisi awal 2234, sampel terlebih dahulu dikalsinasi pada suhu 840°C selama 10 jam. 4 1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan diatas maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk mempelajari pengaruh komposisi bahan baku superkonduktor secara stoikiometri terhadap pembentukan fasa superkonduktor sistem Bi2Sr2Can-1CunOx. 2. Untuk mempelajari pengaruh suhu sintering pada 750°C terhadap pembentukan fasa dan sifat superkonduktornya. 3. Untuk mempelajari pengaruh lama waktu sintering terhadap sifat superkonduktor sistem Bi2Sr2Can-1CunOx. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi ilmiah dalam pengembangan superkonduktor sistem BSCCO dan meningkatkan khazanah pengetahuan terkait dengan struktur fasa sistem Bi2Sr2Can-1CunOx dengan nilai n= 2, 3, 4, 5 ketika disintering dengan suhu 750°C.