ah am r ce BEBERAPA HAL SEPUTAR FIQH SHALAT MALAM PADA BULAN RAMADHAN Edisi 3 19 Juli 2013 Ceramah oleh Ustadz Syakir Jamaluddin | Ditranskrip oleh Aruman, S.Sn, MA Dalam ceramah tarawih putaran kedua ini Ustadz Syakir Jamaluddin membahas tinjauan kritis di seputar pelaksanaan shalat tarawih, sebagai amalan yang sangat dianjurkan dilakukan pada bulan Ramadhan. Beberapa permasalahan yang diangkat ialah: 1) Apakah setelah tarwih masih bisa tahajud? 2) Jika melaksanaan tahajud apakah masih harus ber-Witir terkait dengan hadis yang mengatakan bahwa dalam satu malam hanya boleh ada satu Witir? Dan 3) Waktu pelaksanaan shalat tarawih. rakaat. Cara kedua ialah sebelas rakaat dengan distribusi delapan rakaat tanpa interupsi salam empat rakaat, kemudian diakhiri dengan dua rakaat plus salam dan satu rakaat penutup. Cara ketiga ialah sebelas rakaat dengan salam pada setiap dua rakaat dan diakhiri dengan salat witir satu rakaat. Di samping itu ada juga hadits-hadits yang membuktikan beberapa kombinasi lain seperti format Witir tujuh rakaat dengan kombinasi rakaat: 4-3; dan Sembilan rakaat dengan kombinasi rakaat 6-3, juga ada. Hadits-hadits tersebut menyebutkan bahwa witir dilakukan oleh Rasulullah dengan jumlah minimum tujuh rakaat dan maksimum tiga belas rakaat. Jawaban singkat dari permasalahan pertama ialah salat witir dan salat tahajud, memungkinkan untuk dilaksanakan keduanya. Tentang witir dalam tarawih dan tahajud memang ada beberapa pendapat. Bagi yang menganggap tarawih dan tahajud adalah dua salat yang berbeda maka witir dapat dilaksanakan lagi. Namun bagi yang menganggap keduannya adalah salat yang sama maka hanya ada satu witir atau tidak boleh ada witir sendiri bagi masing-masing shalat. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Isra’ 79: Berkenaan dengan pendapat yang bervariasi tersebut Ustadz Syakir lebih banyak mengakomodasi perbedaan. Namun demikian pada dasarnya pelaksanaan shalat harus sesuai dengan tuntunan, dan tarawih adalah bagian dari shalat, sehubungan dengan itu harus ada dasar hukumnya dari Al-Qur'an dan Hadits. Selama dasar haditsnya kuat maka perbedaan tersebut tidak ada masalah dan antara satu dengan yang lain perlu saling menghormati. Pada surat tersebut dijelaskan bahwa status salat tahajud adalah sunah, atau anjuran yang sangat utama. Sebelum peristiwa Isra' Mi'raj yang merupakan awal dari perintah salat wajib lima waktu dan menempatkan shalat tahajud sebagai amalan sunah, shalat tahajud pernah berstatus wajib. Guna mencapai tujuannya, yaitu agar kita bertaqwa,maka puasa harus disertai dengan niat yang lurus. Namun hanya orang yang kenal Allah saja yang mampu meluruskan niatkarena Allah. Agar kita kenal Allah maka perlu bangun malamuntuk melakukan shalat tahajud. Orang yang bangun shalat malam sebagai tambahan, sebagaimana disebutkan dalam ayat tersebut, akan memperoleh keutamaan. Dalam suatu tafsir disebutkan bahwa kata nafilah dapat diartikan energi tambahan. Dengan energi tersebut, yang akan diperoleh jika salat dilaksanakan semata-mata karena Allah, maka pelaksananya akan menduduki suatu derajat yang mulia, atau maqoman mahmuda. Shalat Tarawih dan Shalat Tahajud pada dasarnya ialah shalat malam. Disebut tahajud (yang berarti bangun/ berdiri) karena dilaksanakan malam hari setelah sebelumnya tidur terlebih dahulu. Namun demikian terkadang disebut juga shalat witir karena paket ibadah shalat tersebut diakhiri oleh salat witir (jumlah rakaat ganjil). Berdasarkan berbagai hadits shahih salat malam dapat dilaksanakan berdasarkan beberapa cara. Pertama ialah sebelas rakaat dengan distirbusi dua kali empat rakaat yang dibatasi salam kemudian tiga fo in as l ki No. se HARI/TANGGAL [Waminal-layli fatahajjad bihi naafilatan laka 'asa an yab 'atsaka robbuka maqooman mahmuudaa] “Dan pada sebagian malam maka shalat tahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ketempat yang terpuji.” g n rli a t itia Pelindung Rektor ISI Yogyakarta n Penasehat Dr. H. Hersapandi, SST., MS. pa Penanggung jawab Drs. H. Andono, M.Sn. Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Koordinator Rektorat Anggota Koord. Peng. Jamaah FSR Anggota Koord. Peng. Jamaah FSP Anggota Koord. Peng. Jamaah FSMR Anggota Koord. UPT Perpus Anggota Koordi. Pascasarjana Anggota Sie Acara Anggota Sie Imam Anggota Sie Penceramah Anggota Sie Door prize Anggota JADWAL TARAWIH KELILING BULAN RAMADHAN 1434H/2013M PENCERAMAH TUAN RUMAH TEMPAT Sie Buletin Tarling Anggota Sie Perlengkapan Anggota 4 Selasa, 23-07-2013 KH Harun Al-Rosyid Dr.Timbul Rahardjo,M.Hum Timboel Ceramic Kasongan Bantul, Yogyakarta telp.370542 (Gapura Kasongan ke Barat +-500m ke kanan (utara) mentok, belok kiri (barat) +-50m Sie Transportasi Anggota Sie Dokumentasi Sie Keamanan Anggota Dr. Sunarto, M.Hum. Dedy Setiawan, S.Sn., M.Sn. Tri Mulyono Mujiati, SE. Drs. H. Pradopo Dra. RA. Esti Hapsari S. Suparjilan, SIP Mujiyono, A.Md. Musdi Sudiyanto Walyudi Jumari Maryoto Dr. Bambang Pudjasworo Drs. Agus Suseno, M.Hum. Drs. Sri Hendarto, M.Hum. Dra. Hj. Ella Yulaeliah, M.Hum. Drs. Siswanto, M.Hum. Marsudi, S.Kar., M.Hum. Asep Saepudin, S.Sn., M.Sn. Purwanto, S.Sn., M.Sn. Sudarsono, S.Sos. Marsudi, S.H. Semi Lestari, S.Sn. Mulatno, SIP. Edi Prayitno Pranoto Sugeng Risbani Suyono Sarjiya Drs. Cepy Irawan, M.Hum. Arif Suharson, S.Sn., M.Sn. Drs. Sarjiwo, M.Pd. Drs. Sukotjo, M.Hum. Drs. HM. Umar Hadi, MS. Aan Sutiaman Fathoni Drs. Otok Herum Marwoto, M.Sn. Drs. H. Rispul, M.Sn. Toyibah Kusumawati, S.Sn., M.Sn. Endah Suryani Dra. Titiana Irawani, M.Sn. Tri Septiana Kurniati, SPd., M.Hum. Yulita Kodrat P., ST., MT. Hesti Rahayu, S.Sn., MA. Dra. RAMM. Pandansari Kusumo, M.Sn. Zulisih Maryani, SS., MA. Elli Irawati, S.Sn. Rano Sumarno, S.Sn., M.Sn. Dr. Junaidi, S.Kar., M.Hum. Umilia Rokhani, SS., MA. Dr. H. Andre Indrawan, M.Hum., M.Mus.St. Aruman, S.Sn., MA. Deni Junaidi, S.Sn., MA. Waljiman, SIP Subagyo Agus Hardiyanto, SIP. Sutarlan, AMd. Marjuki Mardiyono Sarjiman Wadiya Sunardi Khoiri Sukardiyono LIPUTAN TARLING PUTARAN II 16 Juli 2013 keliling putaran kedua yang dilaksanakan di kediaman Dr. Sunarto, M.Hum., di kawasan Gendeng Bangunjiwo, Kasihan Bantul, dihadiri oleh dosen dan karyawan berikut keluarga masing-masing. Shalat Isya' dan Tarawih malam itu dipimpin oleh bapak Aan Sutiaman dengan bacaan ayat-ayat Al Qur'an dari Juz 30. Sementara itu Ustadz Syakir Jamaluddin, penceramah yang bertugas dalam putaran ini turut berjamaah. Seusai Shalat Tarawih Ustadz Syakir Jamaluddin menyampaikan tausiyah yang berkaitan dengan fiqh Shalat Tarawih selama tiga puluh menit. Materi ceramah yang bernuansa teknis tersebut dibawakan dalam suasana yang santai dan penuh keakraban. Permasalahan dan kontroversi cara pelaksanaan Shalat Tarawih, yang dalam kehidupan beragama di Indonesia memiliki berbagai variasi, merupakan topik yang selalu menarik untuk diangkat. Kenyataan tersebut terbukti dari perhatian jamaah tarling mendengarkan dengan seksama dan keinginan jamaah untuk mengupas lebih lanjut melalui kesempatan tanya jawab di akhir penyampaian ceramah. TARAWIH Beberapa jama’ah tarling menyimak ceramah Ustadz Syakir menyampaikan ceramah seputar fiqih Shalat Tarawih Suasana jama’ah putri dalam Tarling II hlm 1 m sla I an i j ka LANDASAN PEMAHAMAN FITRAH Editor: Dr. H. Andre Indrawan TOPIK yang berkaitan dengan fitrah biasanya disampaikan dalam khutbah-khutbah Idul Fitri, sebagai hikmah dari puasa, yang disampaikan kepada khalayak, agar upaya yang telah diperoleh setelah melalui penggemblengan keimanan di bulan Ramadhan, dan “diwisuda” sebagai orang yang bertaqwa di hari Idul Fitri, dapat diamalkan di bulan-bulan berikutnya. Namun seringkali kita lihat bahwa begitu Ramadhan usai, maka sedikit-demi sedikit praktek keimanan kita berkurang. Oleh karena itu dalam kesempatan ini saya ingin mengajak untuk meninjau pemahaman fitrah itu, sebelum kita akan memperolehnya nanti dan sebagai bahan perenungan dalam I'tikaf yang akan kita lakukan nanti. Dalam bulan ini kita sedang menjalankan salah satu konsekwensi wajib dari pengakuan diri kita sebagai umat Islam, yaitu ibadah pusa di bulan Ramadhan. Sebagaimna telah kita ketahui pula bahwa tujuan utama puasa adalah agar kita, umat Islam, bertaqwa (2:183); “(learn) self-restraint [self-control, disiplin]” (Yusuf Ali), “…that ye may ward off [defend against, protect against, discourage (evil)]” (Pitchkal). Muh. Muhsin Khan (diambil dari tafsir At-Tabari, AlQurtubi, dan Ibn Kathir) menterjemahkan almuttaqun (2:2) sebagai “the pious and righteous persons who fear Allah much (abstain from all kinds of sins and evil deeds which He, Allah, has forbidden) and love Allah much (perform all kinds of good deeds which He has ordained.” Atau, dengan istilah lain yang sering kita dengar dalam khutbah-khutbah berbahasa Indonesia sebagai: “Meninggalkan segala larangan Allah dan menjalankan segala perintahNya.” Pengertian taqwa tersebut merupakan kependekan dari bentuk tuntutan utama Islam dan Iman, yaitu tuntutan dari persaksian kita akan ke-Esaan Allah Swt. Karena sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa kaimat tauhid: La Ilaaha Illallah, merupakan inti dari syahadat Islamiyah, yang sekaligus merupakan inti dari konsep keimanan di dalam Islam. Di akhir Ramadhan, diharapkan agar orang-orang yang beriman dapat mencapai fitrah pada suatu hari yang disebut yaumul fitri, atau kita kenal dengan Idul Fitri. Pada hari itu pula, guna melengkapi persyaratan ke-Islaman para pemeluknya, umat Islam diwajibkan membayar Zakat fitrah, sebagai kewajiban berikutnya setelah: Membaca syahadat, shalat dan puasa di bulan Ramadhan. Zakat Fitrah, memiliki dimensi sosial, yang menunjukkan bahwa adanya suatu keterkaitan diantara keyakinan dan konsekwensi pelaksanaan ibadah secara pribadi atau kelompok kepada Allah, dan kepedulian sosial dan terhadap sesama manusia dan kesejahteraan bersama. Dengan demikian, dapat kita katakana bahwa inti dari taqwa, yang merupakan tujuan pencapaian puasa, ialah fitrah yaitu landasan atau background dari segala keyakinan dan prilaku manusia. Sering kita dengar di lingkungan masyarakat Islam Indonesia, bahwa seusai puasa Ramadhan, jiwa umat Islam menjadi fitrah atau suci bersih, ibarat kain putih, atau bayi yang baru dilahirkan, yang belum terkotori oleh dosa-dosa. Apa sebenarnya pengertian dari fitrah? Dalam AlQur'an sering kita jumpai peringatan agar kita senantiasa membersihakan jiwa. Apa makna dari kebersihan jiwa yang sebenarnya? Apakah itu berarti bermeditasi, mengosongkan segala pikiran, melakukan tapa, Yoga, dsb, seperti yang dilakukan umat non- Muslim? Salah satu perbedaan mencolok di anatara Islam dan Kristen ialah berkenaan dengan konsep tentang sifat dasar manusia. Doktrin Kristen mengatakan bahwa manusia lahir ke dunia dengan membawa dosa Adam sehingga harus ditebus. Sementara itu dalam konsep Dinnul Islam sifat dasar manusia yang dibawa sejak lahir adalah suatu kecenderungan kepada kebaikan yang dikenal dengan istilah FITRAH. Kata fitrah berasal dari kata fa ta ra yang kata benda aktifnya menjadi fatrun. Bentuk pertama dari asal kata fitrah, sebagai contohnya ialah Fatarahu yang berarti Dia yang menciptakannya, atau dia yang menyebabkan sesuatu menjadi ada pada saat yang pertama kali. Kata tersebut terdapat dalam Qur'an, pada kalimat fatiru's-samaawaat yang berarti Pencipta langit dan bumi. Bentuk kedua ialah bahwa kata fattara (Hu), berasal dari taftir, yang mengisyaratkan pengulangan, kwantitas dan frekuensi dari suatu perbuatan. Futira dalam kalimat futira 'ala syai',sejajar dengan kata tubi'a yang merupakan bentuk pasif dari kata kerja tab'un yang berati menutup. Sinonimnya ialah khatama, yang berarti Dia menutup (hati orang-orang yang tidak beriman). Tab'un dan beberapa sinonim yang lain mengsignifikasikan sifat bawaan alami manusia sejak lahir, yang tidak bisa diubah. Dengan demikian secara arti kata fitrah berarti suatu disposisi bawaan yang alami. Secara istilah fitrah berarti ciptaan; sesuatu yang menyebabkan sesuatu menjadi ada pada saat pertama kali; suatu konstitusi alami yang dengannya seorang manusia diciptakan dalam perut ibu. Islam mengajarkan bahwa fitrah adalah landasan kemurnian atau kebenaran, yaitu keyakinan akan keesaan Tuhan: [Fa aqim waj haka liddiini haniifan, fithrotallohil latii fathoron-naasa 'alaihaa. Laa tabdiila li kholqillaah. Dzaalikad diinul qoy-yimu, wa laakinna ak tsaron-naasi laa ya' lamuun.] Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. 30:30) Nabi menjelaskan bahwa fitrah itu pada dasarnya dimiliki oleh semua orang sejak ia masih kecil namun pengaruh eksternallah yang membuat dia memiliki keyakinan lain: [Kullu mawluudin yuuladu 'alal fithroti fainnamaa abawaahu yuhawwidaanihi aw yunashshiroonihi aw yumaj-jisaanihi.] Setiap anak yang baru lahir berada dalam keadaan fitrah. Kemudian orangtuanya-lah yang membuat dia menjadi Yahudi, Nasrani, dan Majusi. Abu Hurairah, r.a. berpendapat bahwa pengertian fitrah dalam hadist adalah sama dengan pengertian fitrah dalam ayat tersebut. Ayat tersebut mengisyaratkan fitrah sebagai kebaikan karena agama yang benar diterangkan sebagai fitrah Allah, dengan demikian ia berpendapat bahwa fitrah diasosiasikan dengan dinnul Islam. Karena Allah telah menanamkan fitrah ke dalam jiwa manusia maka manusia dilahirkan dalam suatu keadaan dimana tauhid merupakan bagian integral. Ayat di atas mengisyaratkan bahwa fitrah adalah inti keimanan yang telah ditanamkan oleh Allah sendiri. Fitrah dalam ayat ini berarti “Keesaan Allah.” Menurut tafsir Qur'an oleh team Departemen Agama Republik Indonesia, Fitrah ialah: ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran lingkungan. Karena fitrah itu berasal dari Allah maka secara alami ia akan cenderung mengikuti hukum Allah, atau cocok dengan hukum ALLAH. Itulah sebabnya Islam juga disebut sebagai diinul-Fitrah, atau agama yang sesuai untuk manusia (the religion of human nature) Imam Nawawi meyakini bahwa fitrah adalah suatu sifat dasar manusia yang tidak terkonfirmasikan N a b i m e n j e l a s ka n bahwa fitrah itu pada dasarnya dimiliki oleh semua orang sejak ia masih kecil namun pengaruh eksternallah yang membuat dia memiliki keyakinan lain hingga seseorang menentukan agamanya. Dengan demikian seorang anak yang meninggal sebelum baligh maka dijamin masuk surga, demikian pula anak-anaknya orang non Muslim, sebelum ia mengetahui Islam. Islam disebut dinul fitrah atau agama yang alami atau manusiawi (wajar/ dapat diterima siapapun), dikarenakan ajarannya yang penuh dengan kewajaran, yaitu sesuai dengan fitrah manusia dalam meyakini dan menyerahkan diri kepada Yang Maha Pencipta. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat dari fitrah ialah ruh tauhid yang telah ditanamkan oleh Allah dalam diri manusia. Oleh karena itu dalam menjalankan puasa ini diharapkan jiwa kita dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menutupinya sehingga inti dari hati manusia yang disebut fitrah menjadi terang dan menerangi kehidupan kita. hlm 2 hlm Edisi 3. 19 Juli 2013 Edisi 3. 19 Juli 2013 3