PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merupakan produk hortikultura unggulan Indonesia dan menempati urutan pertama dalam produksi dalam negeri. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan spesies yang dibudidayakan paling luas (Zhang, 2005) karena merupakan spesies cabai pertama yang ditemukan oleh Columbus dan diintroduksikan ke seluruh dunia. Cabai merah beradaptasi dengan cepat dan diterima oleh bangsa asli Indonesia sehingga menjadi komoditi sayuran penting dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Di Indonesia ternyata luasnya pertanaman cabai merah tidak diikuti oleh produktifitas tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2009), luas panen penanaman cabai nasional mencapai 109.178 ha dengan produksi nasional mencapai 6,37 ton/ha. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku cabai. Peningkatan kebutuhan tersebut belum diikuti oleh peningkatan hasil yang nyata. Rata-rata hasil cabai di Indonesia baru mencapai 4,86 ton/ha (Direktur Bina Program Tanaman Pangan, 2009), jauh lebih rendah dari potensi hasil yang dapat dicapai yaitu 12 ton/ha apabila tanaman cabai dipelihara secara intensif. Salah satu kendala pengembangan penanaman cabai adalah terbatasnya lahan yang sesuai sehingga harus menggunakan lahan-lahan marginal. Lahan marginal memiliki keterbatasan, khususnya dalam ketersediaan air yang menyebabkan tanaman mengalami kekeringan. Disamping itu, perubahan suhu Universitas Sumatera Utara global dengan siklus musim kemarau panjang yang semakin pendek (setiap 2-3 tahun) juga menyebabkan cekaman kekeringan pada tanaman (Winarso, 1992). Cekaman kekeringan menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam budidaya cabai karena penanaman cabai biasanya di lahan sawah dilakukan pada akhir musim hujan. Kondisi musim kemarau atau penanaman di lahan tegal menyebabkan ketersediaan air tidak selalu terjamin sepanjang musim tanam. Lahan pertanaman yang mengalami kekurangan air akan mengakibatkan fungsi dan pertumbuhan akar sebagai bagian tanaman yang penting akan terganggu. Akibatnya pertumbuhan seluruh tanaman akan ikut terganggu sehingga akan berefek juga pada perkembangan tanaman cabai, akhirnya mutu dan produksi cabai akan merosot (Setiadi, 2004). Penanaman kultivar cabai yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan yang berdaya hasil tinggi menawarkan harapan dapat mengembangkan budidaya cabai di lahan kering. Toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat terjadi jika tanaman dapat bertahan terhadap kondisi yang terjadi dan adanya toleransi atau mekanisme yang memungkinkan menghindari dari situasi cekaman tersebut. Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap cekaman kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler (Perez dkk, 1996). Agen penyeleksi yang digunakan untuk mencari varietas yang toleran terhadap kekeringan adalah berupa senyawa osmotikum. Senyawa osmotikum yang banyak digunakan untuk mensimulasi cekaman kekeringan akhir-akhir ini Universitas Sumatera Utara adalah senyawa Polietilena glikol (PEG) (Sutjahjo, 2007). Senyawa PEG dengan berat molekul 6000 dipilih karena mampu bekerja lebih baik pada tanaman daripada PEG dengan berat molekul yang lebih rendah (Michel dan Kaufman, 1973). Konsentrasi agen penyeleksi mempengaruhi identifikasi sel/jaringan varian. Konsentrasi yang terlalu rendah akan sulit mengidentifikasi sel/jaringan varian. Sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menghilangkan sel/jaringan karena tidak mampu untuk bertahan hidup (Widoretno dkk, 2003). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menghasilkan varietas cabai yang toleran terhadap cekaman kekeringan melalui seleksi in vitro sebagai alternatif dalam budidaya tanaman cabai di daerah lahan kering karena lebih efisien dan praktis penerapannya. Tujuan Penelitian Untuk mendapatkan varietas tanaman cabai merah yang toleran terhadap kondisi cekaman kekeringan. Hipotesis Penelitian Kegunaan Penelitian Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan. Universitas Sumatera Utara