BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal Indonesia menjadi salah satu tempat investasi bagi para investor untuk menanamkan modalnya. Perusahaan-perusahaan mulai menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia sejak makin bergairahnya iklim investasi di Indonesia. Hal ini semakin menarik bagi investor sejak diumumkannya peningkatan rating Indonesia menjadi Investment Grade. Fitch Rating pada tanggal 15 Desember 2011 telah meningkatkan sovereign credit rating Indonesia (Long-Term Foreign Currency Issuer Default Rating dan LocalCurrency Issuer Default Rating dari BB+ menjadi BBB- dengan outlook stabil. Peningkatan rating ini mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia yang kuat. Perusahaan di pasar modal wajib melaporkan secara transparan kepada masyarakat perihal kondisi keuangan melalui laporan keuangannya. Banyak penelitian telah membuktikan bahwa perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan akan memperoleh respon positif dari pasar dengan tingkat pengembalian (return) yang positif (Tjahyadi & Gandakusuma, 2009). Suatu pengumuman di pasar modal yang memiliki kandungan informasi, akan memperoleh reaksi dari para investor bila informasi tersebut membawa sinyal yang berkualitas dan dapat dipercaya. Kualitas informasi tersebut dapat tercermin melalui kondisi fundamental perusahaan. Perusahaan yang memiliki kondisi 1 fundamental yang dipercaya oleh investor akan dapat dibedakan dari perusahaan yang memiliki kondisi fundamental yang kurang terpercaya, karena sinyal yang diberikan bersifat ”costly” atau mahal mengakibatkan informasi tersebut sulit untuk ditiru, sehingga reaksi dari para investor terhadap informasi tersebut menunjukkan bahwa investor percaya akan kondisi perusahaan di masa mendatang. Tingkat informasi merupakan salah satu faktor yang paling penting yang menentukan efisiensi pasar keuangan. Investor dapat meningkatkan keuntungan mereka sesuai dengan dampak dari informasi ini di harga saham. Pasar yang efisien adalah satu di mana investor tidak dapat keuntungan dengan menggunakan informasi yang ada di pasar. Mengumpulkan informasi dari tabel keuangan adalah informasi dasar yang digunakan investor dalam berinvestasi, melalui rasio keuangan dari tabel keuangan ini, investor mencari cara untuk mendapatkan abnormal return. Pasar di mana investor bisa mendapatkan abnormal return dengan menggunakan harga masa lalu atau rasio keuangan tidak efisien bentuk lemah (Zeytinoglu, Akarim, Çelik, 2012). Investor dapat melakukan diversifikasi investasi mereka dengan memeriksa nilai sekarang dan memperkirakan nilai masa depan perusahaan mereka. Selain itu, saham adalah instrumen investasi yang paling disukai karena mereka memberikan tingkat pengembalian lebih tinggi daripada instrumen lainnya. Dengan demikian, faktor penentu tingkat pengembalian saham adalah salah satu pelajaran yang paling penting dalam literatur keuangan. Seorang investor memerlukan keputusan yang teliti untuk melakukan transaksi saham. 2 Keputusan dalam hal investasi meliputi keputusan untuk membeli (to buy), menjual (to sell), dan menahan saham (to hold). Keputusan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor fundamental, faktor teknis, dan sentimen pasar. Apa yang menjadi pertimbangan investor dalam memilih saham-saham untuk portofolio mereka. Nilai saham (value stock) ataukah pertumbuhan saham (growth stock). Hal ini masih menjadi perdebatan yang sejak lama dalam dunia investasi. Gaya investasi saham menggunakan value stock umumnya mengacu pada saham yang relatif undervalued terhadap fundamental perusahaan (yaitu dividen, pendapatan, penjualan) dan sering memiliki rasio pasar terhadap nilai buku (market to book ratio) yang rendah, dividend yield yang tinggi atau rasio Price / Eearning (PER) yang rendah. Gaya investasi saham menggunakan growth stock sering berasal dari saham-saham pada perusahaan yang diperkirakan akan tumbuh pada pasar yang lebih tinggi dari tingkat rata-rata dan saham tersebut seringkali memiliki rasio pasar terhadap nilai buku yang tinggi, hasil dividen yang rendah atau rasio P / E yang tinggi (Liu & Wang, 2010). Strategi mana yang lebih menguntungkan, beberapa penelitian telah mencoba untuk menganalisis pada kedua strategi tersebut. Basu (1977) melaporkan bahwa portofolio value stock menghasilkan keuntungan rata-rata lebih tinggi dari portofolio growth stock. Fama dan French (1992) menemukan bahwa value stock mengungguli growth stock setelah mengendalikan risiko pasar dan ukuran perusahaan. Chen dan Zhang (1998) berpendapat bahwa value stock lebih berisiko karena sering berhubungan dengan perusahaan-perusahaan dengan 3 finansial tertekan. Petkova dan Zhang (2005) menemukan bahwa value stock lebih berisiko daripada growth stock di pasar modal. Berdasarkan beberapa penelitian tersebut masih belum dapat disimpulkan apakah itu terjadi anomali pasar atau value stock lebih berisiko daripada growth stock. Untuk itu, Liu & Wang (2010) mempelajari risiko jangka panjang dan karakteristik return saham pada value stock dibandingkan growth stock untuk tiga pasar internasional: Asia, Skandinavia, dan Eropa. Penelitian tersebut menemukan bahwa value stock mengungguli growth stock baik dari segi risiko dan return untuk ketiga pasar. Analisis lebih lanjut pada lintas negara, ditemukan bahwa pasar Skandinavia memiliki kinerja terbaik di kedua risiko dan return untuk kedua indeks nilai dan pertumbuhan. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Lye (2012) menganalisis kinerja dan efisiensi antara value stock dan growth stock di pasar Asia. Temuan penelitian tersebut secara keseluruhan value stock mengungguli growth stock untuk kinerja, return, dan risiko. Hasil dari delay harga mengungkapkan bahwa value stock relatif lebih efisien dibandingkan dengan growth stock. Maka, temuan tersebut memberikan bukti tambahan dalam mendukung keberadaan nilai premium yang diatribusikan pada inefisiensi pasar. Oleh karena masih banyak terdapat perbedaan hasil pada beberapa penelitian sebelumnya, maka penting untuk dilakukan gaya strategi mana yang lebih tepat untuk pasar di Indonesia. Dengan demikian, penelitian ini penting dilakukan untuk menguji kinerja dan efisiensi antara portopolio value stock dan growth stock di pasar modal Indonesia. Sampel yang diteliti adalah perusahaan 4 yang termasuk dalam indeks LQ45. Saham LQ 45 merupakan saham likuid kapitalisasi pasar yang tinggi, memiliki prospek pertumbuhan serta kondisi keuangan yang cukup baik, memiliki frekuensi perdagangan tinggi, tidak fluktuatif, telah diseleksi oleh BEI secara obyektif dan merupakan saham yang aman dimiliki karena fundamental kinerja saham tersebut bagus, sehingga dari sisi risiko kelompok saham LQ 45 memiliki risiko terendah dibandingkan sahamsaham lain. Dengan cara ini, dapat ditentukan apakah investor dapat memperoleh return dengan menggunakan gaya investasi value stock atau growth stock. Temuan hasil penelitian ini adalah penting dalam hal pembentukan strategi investasi dan efisiensi pasar. Penelitian ini difokuskan pada risiko downside (VaR) daripada standar deviasi, karena secara intuitif investor lebih peduli dengan risiko downside atau potensi kerugian daripada volatilitas keseluruhan. Umumnya VaR digunakan untuk penilaian risiko downside dalam praktek keuangan dan juga buku teks keuangan. Alasan lainnya karena standar deviasi kadang-kadang dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Bodie, Kane, dan Marcus (2006), menunjukkan contoh sederhana di mana berbagai investasi yang lebih aman memiliki deviasi standar pengembalian yang lebih tinggi sedangkan risiko downside ukuran seperti VaR dapat memberikan hasil yang benar dan konsisten. Oleh karena itu, penelitian ini memilih VaR sebagai ukuran risiko. Penelitian ini juga akan melakukan investigasi terhadap efisiensi pasar pada value stock dan growth stock di pasar modal Indonesia menggunakan ukuran delay harga dengan pendekatan rolling windows. 5 1.2 Rumusan Masalah Dengan demikian maka permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah terdapat perbedaan return portofolio value stock dan growth stock pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah terdapat perbedaan risiko portofolio value stock dan growth stock pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia? 3. Apakah terdapat perbedaan kinerja portofolio value stock dan growth stock pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis perbedaan return portofolio value stock dan growth stock pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia? 2. Menganalisis perbedaan risiko portofolio value stock dan growth stock pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia? 3. Menganalisis perbedaan kinerja portofolio value stock dan growth stock pada perusahaan di Bursa Efek Indonesia? 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari dilaksanakannya penelitian mengenai masalah tersebut diatas adalah sebagai berikut: 6 1. Manfaat Empiris a. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh value stock dan growth stock terhadap return saham dan efisiensi pasar. b. Memberikan kontribusi bagi para akademisi sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya di masa yang akan datang mengenai pengaruh value stock dan growth stock terhadap keputusan bertransaksi saham. 2. Manfaat Praktis a. Bagi pihak investor, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk melakukan investasi di pasar modal secara tepat. b. Penelitian ini didasarkan pada data historikal pasar modal, sehingga dapat digunakan untuk membantu investor memilih gaya investasi yang tepat pada horizon waktu yang unik. 7 1.5 Keaslian Penelitian Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya secara ringkas disajikan pada tabel berikut: Tabel 1.1 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya Perbedaan Penelitian Lye (2012) Objek Penelitian Perusahaan yang terdaftar di pasar Asia Periode Penelitian 1997-2011 Alat Analisis - Sartino ratio - Return - Downside risk Penelitian Xu Tan (2010) 845 perusahaan publik dari laporan GAO’s (2002) 1997-2002 - Regresi multivariat Penelitian Larson (2005) 500 perusahaan. 1994-2005 - Return - Standar deviasi - Skewness dan Kurtosis - Beta Banyak penelitian sebelumnya trend tahun 1990 telah menunjukkan bahwa value stock cenderung mengungguli growth stock. Awal abad 21 growth stock terus mengungguli value. Saham value value stock stock secara memiliki laba konsisten lebih rendah dan baik berisiko lebih dibandingkan tinggi, sedangkan dengan growth berlaku stock dalam hal sebaliknya untuk risk-adjusted glamour stock. performance, value stock return dan memiliki downside risk keuntungan lebih pada sahamtinggi karena saham di pasar lebih berisiko Asia. Tetapi daripada glamour value stock stock. tidak lebih efisien jika dibandingkan dengan growth stock. Sumber: Lye (2012), Xu Tan (2010), dan Larson (2005). Hasil Penelitian 8 Penelitian ini (2010) Perusahaa n yang terdaftar di BEI 5 tahun (20072011) - Sharpe - Treynor Berdasarkan hasil penelitian yang sudah pernah dilakukan dapat diketahui bahwa saham value stock secara konsisten lebih baik dibandingkan dengan growth stock namun tidak lebih efisien jika dibandingkan growth stock. Value stock diharapkan memiliki laba lebih tinggi dari glamour stock akan tetapi memiliki risiko lebih tinggi jika dibandingkan dengan glamour stock. Trend tahun 1990 menunjukkan value stock cenderung mengungguli growth stock, namun awal abad 21 growth stock terus mengungguli value stock. Maka secara umum dapat disimpulkan penelitian yang telah dilakukan tersebut sama-sama mendukung bahwa growth stock memiliki kinerja lebih baik dibandingkan value stock. 9