99 IV. KONSTRUKSI DATA DASAR Data utama yang digunakan dalam membangun data dasar dari model CGE Recursive Dynamic dalam penelitian ini adalah Tabel Input Ouput Nasional tahun 2008. Disamping itu, dalam konstruksi data dasar juga digunakan data yang bersumber dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2005, serta nilainilai koefisien elastisitas dan beberapa parameter lainnya. Melalui serangkaian tahapan, sejumlah data tersebut diolah sedemikian rupa sehingga tersedia data dasar yang dibutuhkan untuk mengaplikasikan model CGE Recursive Dynamic dalam penelitian ini. Secara umum tahapan yang dilakukan dalam mengkonstruksi data dasar meliputi: klasifikasi komoditi dan industri, klasifikasi rumahtangga, klasifikasi jenis tenaga kerja dan input-input lain, serta sumber komoditi (domestik atau impor). Pengklasifikasian yang dilakukan didasarkan kepada tujuan penelitian dengan menggunakan dua sumber data utama yaitu Tabel Input Output Nasional 2008 dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2005. Untuk mensinkronkan agregasi sektor dari Tabel Input Output yang terdiri dari 66 sektor dan Tabel SNSE yang terdiri dari 24 sektor maka dilakukan pemetaan sektor dari kedua sumber data tersebut (mapping). Hal terpenting dari proses konstruksi data ini bahwa data dasar yang dipersiapkan harus berada dalam kondisi keseimbangan (balance). Keseimbangan ini merupakan prasyarat dari data dasar yang layak digunakan dalam model CGE. Oleh karena itu, sebelum data dasar digunakan maka perlu dilakukan pengecekan terhadap kondisi keseimbangan tersebut. Kondisi keseimbangan diketahui dengan membandingkan Produk Domestik Bruto dari Pengeluaran dan Penerimaan. 100 4.1. Tabel Input Output dan Agregasi Sektor Tabel Input-Output merupakan suatu tabel yang menyajikan informasi terkait dengan transaksi perekonomian secara keseluruhan dalam batasan wilayah dan periode waktu tertentu. Semenjak ditemukan oleh W. Leontief pada tahun 1930-an, tabel Input-Outtput (I-O) telah berkembang menjadi salah satu metode yang luas diterima. Tabel Input-Output ini tidak hanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu industri dalam suatu perekonomian tetapi juga mencakup bagaimana cara mendeskripsikan perubahan-perubahan struktur tersebut (Glasson, 1977). Format Tabel I-O terdiri dari suatu kerangka matriks berukuran “n x n” dimensi yang dibagi menjadi empat kuadran dan tiap kuadran mendeskripsikan suatu hubungan tertentu (Glasson, 1977). Tabel I-O menyajikan informasi dalam bentuk matriks baris dan kolom yang menggambarkan transaksi barang dan jasa serta keterkaitan antara suatu sektor dengan sektor lainnya. Isian sepanjang baris Tabel I-O menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Adapun isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam proses produksi, baik yang berupa input antara maupun input primer. Untuk memberikan gambaran yang lebih lengkap dari format Tabel I-O disajikan pada Tabel 5. Pada tabel diperlihatkan bahwa isian angka-angka sepanjang baris (bagian horizontal) menunjukan nilai output yang diproduksi suatu sektor untuk dialokasikan kepada sektor itu sendiri dan sektor-sektor lainnya sebagai permintaan antara (intermediate demand) dan untuk memenuhi permintaan akhir 101 (final demand). Permintaan antara adalah permintaan atas sejumlah produksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu sektor untuk digunakan sebagai input dalam proses produksi yang dijalankan oleh sektor itu sendiri ataupun sektor-sektor lainnya. Sementara itu, permintaan akhir adalah permintaan terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu sektor untuk konsumsi. Sementara itu, isian angka-angka dalam kolom menunjukkan input antara maupun input primer yang digunakan oleh suatu sektor untuk melaksanakan produksi. Tabel 5. Kerangka Dasar Tabel Input-Output Permintaan Antara Sektor Produksi Alokasi Input Susunan Input Input Antara Sektor Produksi Jumlah Input Primer Total Input 1 2 . . N 1 2 … N x11 x21 . . xn1 V1 X1 x12 x22 . . xn2 V2 X2 … … … … … … … x1n x2n . . xnn Vn Xn Permintaan Akhir Total Output F1 F2 . . Fn X1 X2 . . Xn ekonomi dapat Sumber: Miller dan Blair, 1985. Dalam model Input Output pengaruh interaksi diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu: (1) pengaruh langsung, (2) pengaruh tidak langsung, dan (3) pengaruh total. Pengaruh langsung merupakan pengaruh yang secara langsung dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan. Sementara pengaruh tidak langsung menunjukan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dari sektor yang bersangkutan. Pengaruh total adalah pengaruh secara keseluruhan dalam perekonomian dimana sektor bersangkutan berada (Daryanto dan Yundy, 2010). 102 Di Indonesia, penyusunan dan publikasi Tabel Input Output dilakukan oleh BPS secara periodik setiap lima tahun. Dalam penelitian ini, Tabel I-O yang digunakan adalah Tabel I-O Indonesia tahun 2008. Tabel I-O Indonesia tahun 2008 merupakan Tabel I-O versi update dari Tabel I-O tahun 2005. Tabel I-O tahun 2008 yang dipublikasikan meliputi tabel transaksi total atas dasar harga produsen dan transaksi domestik atas dasar harga produsen. Dengan demikian, untuk memperoleh tabel transaksi impor atas dasar harga produsen maka dapat dilakukan dengan mengurangi tabel transaksi total atas dasar harga produsen dengan tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Ketiga tabel transaksi tersebut menjadi salah satu komponen utama dalam konstruksi data dasar model CGE Recursive Dynamic. Aliran database Input-Output dalam model CGE Recursive Dynamic secara ringkas ditunjukan pada Gambar 15. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa aliran data disusun dalam bentuk matriks yang terdiri dari matriks penyerapan input di tiap industri, matriks produk bersama dan matriks pajak bersama. Pada matriks penyerapan terdapat 6 pelaku ekonomi yaitu produsen domestik, investor, rumahtangga, ekspor, pemerintah dan inventori. Untuk menyusun aliran data seperti Gambar 15 maka pada tahap awal dilakukan penentuan sektor perekonomian sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam tahap ini dilakukan proses agregasi dan disagregasi sektor. Pada Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 sektor perekonomian digolongkan kedalam 66 sektor. Sesuai dengan kepentingan penelitian maka dari 66 sektor tersebut dilakukan agregasi dan disagregasi menjadi 44 sektor. Hasil agregasi dan disagregasi sektor yang dilakukan ditunjukan pada Lampiran 1. 103 Ukuran CxS CxSxM CxS O 1 1 Aliran Bahan Baku Margin Pajak Tenaga Kerja Modal Tanah 1 Biaya Lain Ukuran C Matrik Penyerapan 3 4 Rumah Ekspor tangga 1 2 Produsen Investor I I 1 1 1 1 V1BAS V2BAS V3BAS V4BAS V5BAS V6BAS V1MAR V2MAR V3MAR V4MAR V5MAR n/a V1TAX V2TAX V3TAX V4TAX V5TAX n/a V1LAB V1CAP 5 Others 6 Perubahan Inventori Dimana : C = Jumlah komoditas I = Jumlah industri S = Asal komoditas O = Jumlah tipe tenaga kerja M = Jumlah komoditas sebagai margin V1LND V1OCT Matrik Produksi Bersama I MAKE Ukuran Pajak Impor I C V0TAR Sumber: Horridge, et al. (1998) dan Oktaviani (2000). Gambar 15. Database Input Output dalam Model CGE Recursive Dynamic 4.2. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 4.2.1. Anatomi Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Social Accounting Matrix atau di Indonesia dikenal dengan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data social 104 dan dalam sebuah perekonomian (Thorbecke, 1985). Data yang disajikan pada SNSE merupakan perluasan dari data Tabel Input-Output (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Informasi tambahan yang tersaji pada SNSE dan tidak ditemui pada Tabel Input-Output adalah terkait dengan pendapatan rumahtangga dan penerimaan yang diperoleh pemilik factor produksi. SNSE menyediakan informasi mengenai keadaan sosial-ekonomi makro Indonesia, tidak hanya meliputi informasi seperti Tabel I-O tapi juga informasi mengenai distribusi pendapatan untuk semua faktor produksi, pendapatan rumahtangga, dan pola dari pengeluaran rumahtangga. Dibandingkan dengan Tabel I-O standar, sebuah Tabel SNSE tidak hanya mengidentifikasi struktur produksi tetapi juga bermanfaat dalam menjelaskan distribusi pendapatan, tenaga kerja, dan akumulasi modal (Daryanto dan Yundy, 2010). Badan Pusat Statistik (BPS) secara periodik mengeluarkan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) untuk Indonesia. Pada kerangka dasar SNSE terdapat 4 neraca utama yaitu: (1) neraca factor produksi, (2) neraca institusi, (3) neraca sektor produksi, dan (4) neraca eksogen yang terdiri dari neraca modal dan rest of the world (BPS, 2003). Pada Tabel SNSE, kolom-kolom menunjukkan pendapatan yang diperoleh oleh masingmasing faktor produksi, institusi, sektor produksi, dan sektor lainnya, sementara itu baris-baris menunjukkan sisi pengeluaran dari klasifikasi sektor ini. Aliran data pada SNSE dapat dilihat pada Tabel 6. SNSE Indonesia tahun 2005 terdiri dari 24 sektor. Pengelompokan sektor produksi pada SNSE berbeda dengan pengelompokan pada Tabel I-O. Untuk menggabungkan data dari SNSE dan Tabel I-O, diperlukan pengelompokkan 105 antara sektor keduanya (Oktaviani, 2000). Idealnya SNSE dan Tabel I-O yang digunakan adalah SNSE dan Tabel I-O yang diterbitkan pada tahun yang sama. Dalam penelitian ini digunakan tabel SNSE tahun 2005. Data SNSE digunakan untuk melengkapi data pada Tabel I-O, seperti data mengenai kelompok rumahtangga, komposisi tenaga kerja (farmer, operator, administratur dan profesional), pangsa modal dan lahan serta pangsa pendapatan diantara golongan rumahtangga. Tabel 6. Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi Sederhana 1 Faktor Produksi P E N G E L U A R A N 2 Institusi termasuk Rumahtangg a Faktor Produksi 2 Institusi termasuk Rumahta ngga 3 Aktivitas Produksi Permintaan Barang dan Jasa Institusi Neraca Modal Tabungan Institusi Luar Negeri Impor Barang dan Jasa Institusi Distribusi Pendapatan terhadap RT dan Institusi Lainnya 4 Total Aktivitas Produksi 4 5 Neraca Lainnya Neraca Modal Pengeluaran Faktor Produksi Penerimaan Faktor Produksi Transfer, Pajak dan Subsidi Pengeluaran Institusi Permintaan antar Industri Total Luar Negeri Distribusi Pendapatan Faktor 1 5 PENERIMAAN 3 Formasi Modal Penerimaan Institusi dari Luar Negeri Pendapatan Institusi Ekspor Pendapatan Kotor Tabungan Agregat Aktivitas Produksi Impor Barang Impor pada Barang Investasi Output Kotor Aggregate Investasi Total Pengeluaran dari Luar Negeri Total Penerimaan dari Luar Negeri Sumber: Thorbecke, 1985. 4.2.2. Klasifikasi Rumahtangga Dalam konstruksi data dasar pengelompokan rumahtangga mengikuti pengelompokan rumahtangga yang terdapat pada Tabel SNSE tahun 2005. Pada 106 Tabel SNSE rumahtangga dikelompokan kedalam sepuluh kelompok rumahtangga. Secara lengkap kelompok rumahtangga disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Klasifikasi Rumahtangga Rumah tangga Pertanian Rumah tangga Bukan Pertanian Kelompok Rumahtangga dalam Tabel SNSE 2005 Buruh Pengusaha memiliki tanah 0,000 ha - 0,500 ha Pengusaha Pengusaha memiliki tanah 0,500 ha -1,00 ha Pertanian Pengusaha memiliki tanah 1,000 ha lebih Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Pedesaan Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Perkotaan Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Sumber: Badan Pusat Statistik, 2007. Pengelompokkan rumahtangga dalam Tabel SNSE tahun 2005 dilakukan berdasarkan lokasi dan jenis pekerjaan. Berdasarkan lokasi, rumahtangga dibedakan menjadi rumahtangga pedesaan dan perkotaan, tujuh kelompok rumahtangga pedesaan dan tiga kelompok rumahtangga perkotaan. Sementara itu, berdasarkan jenis pekerjaan dikelompokan menjadi rumahtangga pertanian dan bukan pertanian. Rumahtangga pertanian meliputi buruh dan pengusaha pertanian. Rumahtangga bukan pertanian meliputi pengusaha golongan rendah dan golongan atas serta kelompok bukan angkatan kerja. Pengelompokan rumahtangga yang 107 dilakukan dalam peneliatian ini mengikuti pengelompokan pada model WAYANG (Wittwar, 1999). 4.2.3. Klasifikasi Tenaga Kerja Untuk model keseimbangan umum membutuhkan informasi mengenai pengeluaran tenaga kerja pada setiap sektor berdasarkan jenis pekerjaan. Klasifikasi tenaga kerja yang digunakan dalam model CGE Recursive Dynamic ini dibagi menjadi dua kelompok pekerjaan yaitu petani dan operator yang digolongkan sebagai tenaga kerja tidak terdidik serta administrator dan profesional yang digolongkan sebagai tenaga kerja terdidik. Data yang digunakan untuk tingkat upah berdasarkan jenis pekerjaan berasal dari data SNSE tahun 2005. Pengeluaran upah tenaga kerja berdasarkan jenis pekerjaan disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan lampiran tersebut diketahui jumlah upah untuk kelompok tenaga kerja tidak terdidik (unskill) dan tenaga kerja terdidik (skill) serta total pembayaran upah. Secara umum diketahui bahwa total upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja tidak terdidik lebih besar dibandingkan tenaga kerja terdidik. 4.3. Tingkat Pengembalian Lahan dan Kapital Data lain yang diperlukan di dalam model CGE Recursive Dyanamic adalah pendapatan atas lahan dan modal per sektor. Data ini tidak tersedia pada Tabel I-O, melainkan terdapat pada matriks di dalam Tabel SNSE. Pada tabel tersebut, faktor produksi dibagi secara lebih terperinci, diantaranya adalah tenaga kerja, lahan, perumahan, dan modal lainnya di daerah pedesaaan dan modal-modal 108 lainnya di perkotaan, modal swasta, modal pemerintah dan modal asing. Untuk memperoleh data pendapatan lahan dan modal ini diperlukan pemetaan pengelompokan sektor yang terdapat pada Tabel SNSE dengan sektor yang ada di dalam Tabel I-O. Setelah proporsi pendapatan lahan dan kapital diperoleh, nilainya dikalikan dengan nilai total surplus usaha (sektor 202 pada Tabel I-O) dan depresiasi (sektor 203 pada Tabel I-O). Nilai pembayaran faktor produksi lahan dan kapital pada tahun 2008 disajikan pada Lampiran 3. 4.4. Elastisitas dan Parameter Lain Konstruksi data dasar dalam model CGE juga membutuhkan sejumlah koefisien elastisitas dan parameter behavioural. Parameter elastisitas yang dibutuhkan dalam membangun data dasar dalam penelitian ini terdiri dari elastisitas Armington, elastisitas permintaan ekspor, elastisitas substitusi input primer, elastisitas substitusi tenaga kerja, elastisitas pengeluaran, dan elastisitas upah. Sejumlah elastisitas tersebut dapat diperoleh dengan melakukan estimasi terhadap data time series dengan menggunakan model ekonometrika. Namun demikian, karena adanya keterbatasan estimasi koefisien elastisitas tidak dilakukan dalam penelitian. Koefisien elastisitas tersebut diadopsi dari GTAP (Global Trade Analysis Project) model. 4.4.1. Elastisitas Armington Elastisitas Armington pada dasarnya merupakan suatu konsep yang mengukur derajat substitusi antara barang. Substitusi yang dimaksud adalah substitusi barang produksi domestik dan barang impor. Armington mengembangkan teori mengenai permintaan barang dalam aktivitas perdagangan 109 internasional. Dalam teorinya, Armington memperkenalkan asumsi bahwa produk yang diperdagangkan secara internasional dibedakan berdasarkan lokasi produksinya (differentiation of product). Artinya, dalam suatu negara setiap industri hanya menghasilkan satu produk dan produk ini berbeda dari produk industri yang sama dari negara lain. Bagi konsumen barang produksi domestik dan impor merupakan kelompok barang yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan dapat saling menggantikan (substitusi). Namun demikian, substitusi antara barang produksi domestik dan impor tersebut bersifat tidak sempurna. Derajat substitusi diantara kedua barang tersebut selanjutnya dikenal secara luas sebagai elastisitas substitusi Armington atau disingkat elastisitas Armington. Elastisitas Armington pada model CGE Recursieve Dynamic mendefinisikan data permintaan barang-barang domestik dan barang-barang impor. Dalam penelitian ini, elastisitas Armington seluruhnya mengadaptasi data pada model GTAP (Global Trade Analysis Project) dengan melakukan penyesuaian klasifikasi sektor dan industri 44 sektor. Seluruh data elastisitas Armington yang digunakan pada model CGE Recursieve Dynamic ditunjukkan pada Lampiran 4. 4.4.2. Elastisitas Permintaan Ekspor Elastisitas permintaan ekspor menunjukkan respon permintaan komoditas ekspor terhadap perubahan harganya di pasar dunia. Berdasarkan konsep ini, permintaan ekspor (yang dinyatakan dalam ton) pada studi ini dianggap sebagai fungsi dari harga ekspor (dalam US$ per ton) tanpa memperhatikan variabelvariabel lainnya yang kemungkinan juga berpengaruh terhadap permintaan 110 ekspor berbagai produk seperti tingkat pendapatan masyarakat di negara partner dagang utama Indonesia. Pada model CGE Recursive Dynamic ini, nilai-nilai elastisitas permintaan ekspor untuk 44 sektor mengadaptasi data pada database pada GTAP (Global Trade Analysis Project). Karena adanya perbedaan klasifikasi sektor, maka dilakukan penyesuaian klasifikasi sektor dan industri menjadi 44 sektor. Seluruh data elastisitas permintaan ekspor yang digunakan pada model CGE Recursive Dynamic ditunjukkan pada Lampiran 4. 4.4.3. Elastisitas Substitusi Faktor Primer Faktor primer pada model CGE Recursive Dynamic terdiri atas tanah, tenaga kerja dan modal. Penggunaan ketiga faktor ini dalam proses produksi diasumsikan mengikuti fungsi produksi CES. Dengan fungsi produksi ini, antara satu faktor dan faktor lainnya saling bersubstitusi dengan koefisien elastisitas substitusi yang konstan dan nilainya sama untuk seluruh pasangan faktor. Besarnya nilai elastisitas ini akan menentukan responsivitas penggunaan input pada setiap sektor apabila terjadi perubahan biaya relatif suatu faktor terhadap faktor lainnya. Pada sebagian besar studi, koefisien elastisitas faktor primer difokuskan pada dua input yaitu tenaga kerja dan stok modal. Hal ini disebabkan oleh dominannya kedua input tersebut dalam proses produksi pada hampir seluruh aktivitas ekonomi. Penggunaan faktor produksi lahan hanya dominan pada aktivitas produksi pertanian. Pada studi ini, elastisitas input primer juga difokuskan pada input tenaga kerja dan stok modal. Untuk mengestimasi koefisien elastisitas kedua input ini diperlukan data tenaga kerja beserta tingkat upah dan 111 data stok modal beserta sewa modal yang terperinci per komoditas. Keterbatasan ketersediaan data seperti ini menjadi kendala dalam melakukan estimasi elastisitas substitusi input primer di Indonesia. Dengan pola pertanian yang tidak terspesialisasi, sangat sulit memisahkan tenaga kerja per komoditi atau kelompok komoditi. Pada satu tahun tertentu seorang petani dapat bekerja dalam menghasilkan lebih dari satu jenis komoditi pertanian. Kesulitan yang sama juga ditemukan untuk data stok kapital tetap beserta nilai sewanya. Hal ini mengingat aktivitas pertanian umumnya dilakukan dalam skala kecil. Selanjutnya pada penelitian ini, nilai-nilai elastisitas substitusi faktor primer menggunakan data pada model GTAP. Penyesuaian klasifikasi sektor dan industri menjadi 44 sektor dilakukan untuk menyesuaikan data dasar Tabel Input Output dan SNSE tahun terbaru (tahun 2005). Seluruh informasi elastisitas substitusi faktor primer yang digunakan pada model CGE Recusive Dynamic ditunjukkan pada Lampiran 4. 4.4.4. Elastisitas Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam penelitian ini, seperti telah dikemukakan sebelumnya, diklasifikasikan kedalam dua kelompok yaitu: tenaga kerja tidak terdidik dan tenaga kerja terdidik. Tenaga kerja ini diasumsikan dapat saling bersubstitusi dalam proses produksi mengikuti fungsi CES. Derajat substitusi diantara tenaga kerja ini disebut sebagai elatisitas substitusi tenaga kerja. Hasil estimasi koefisien elastisitas ini untuk perekonomian Indonesia cukup sulit untuk ditemukan. Sebagian besar studi yang membangun atau menerapkan model CGE di Indonesia mengadopsinya dari studi-studi sebelumnya untuk negara lain. Pada konstruksi 112 data dasar model INDOF misalnya, Oktaviani (2001) menggunakan angka 0.5 untuk seluruh sektor penelitiaannya yang juga dipakai pada penelitian ini. Angka ini diperoleh dari studi Horridge et al. (1993) untuk model CGE perekonomian Australia. Angka yang sama juga telah digunakan oleh Buetre (1996) untuk model perekonomian Filipina. 4.4.5. Elastisitas Pengeluaran Elastisitas pengeluaran menunjukkan respon pengeluaran rumahtangga terhadap konsumsi berbagai jenis komoditi atas perubahan tingkat pendapatannya. Secara teoritis pola hubungan antara tingkat pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumahtangga dipresentasikan oleh Hukum Engel yang menyatakan bahwa peningkatan pendapatan rumahtangga akan diikuti oleh peningkatan pengeluaran konsumsi. Namun proporsi pengeluaran konsumsi untuk produk pangan cendrung menurun, sementara proporsi pengeluaran untuk konsumsi produk non-pangan cendrung meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan rumahtangga. Berdasarkan konsep ini, rumahtangga yang tingkat penghasilannya relatif rendah pola konsumsinya akan dicirikan oleh proporsi pengeluaran untuk produk pangan yang lebih besar sehingga permintaan pangan pada kelompok rumahtangga ini akan bersifat relatif elastis. Sebaliknya, pada kelompok rumahtangga yang berpenghasilan lebih tinggi, justru permintaan produk non pangan yang akan bersifat relatif lebih elastis. Estimasi koefisien elastisitas pengeluaran rumahtangga secara terperinci untuk keseluruhan kelompok rumahtangga terhadap berbagai jenis komoditas yang dikonsumsi, membutuhkan data dan informasi yang sangat banyak dan waktu yang cukup lama. Atas dasar pertimbangan tersebut, maka pada penelitian 113 ini tidak dilakukan pengestimasian koefisien elastisitas pengeluaran rumahtangga. Untuk memenuhi keperluan penyusunan data dasar model CGE Recursive Dynamic, koefisien elastisitas pengeluaran diambil dari data Susenas. Besarnya koefisien elastisitas pengeluaran menurut kelompok rumahtangga untuk keseluruhan komoditas yang diteliti, ditunjukkan pada Lampiran 5. 4.4.6. Elastisitas Upah Elastisitas upah menunjukkan respon permintaan atau penawaran tenaga kerja terhadap perubahan tingkat upah. Di dalam model INDOF nilai elastisitas upah mengikuti nilai yang terdapat pada model ORANIGRD (Oktaviani, 2008). Nilai tersebut sebesar 0.5 untuk elastisitas tenaga kerja dan 1 untuk aktual/trend tenaga kerja. 4.4.7. Parameter Lainnya Selain data untuk mengestimasi koefisien elastisitas, juga diperlukan data untuk mengukur beberapa parameter lainnya. Parameter-parameter tersebut terdiri dari parameter investasi, rasio antara kapital dan investasi, tingkat depresiasi faktor, tingkat pengembalian modal bersih, dan trend tenaga kerja. Seluruh parameter tersebut mengikuti besaran nilai yang digunakan di dalam model INDOF (Oktaviani, 2000). 4.5. Pengujian Keseimbangan Database Database yang dihasilkan dari harus memenuhi persyaratan keseimbangan umum. Keseimbangan pada tingkat sektor ditunjukkan oleh kesamaan total nilai input dan total penjualan pada masing-masing industri (Dixon et.al., 1992). 114 Sementara itu, pada tingkat agregat keseimbangan ditunjukkan oleh kesamaan nilai PDB dari sisi pengeluaran dan sisi pendapatan. Mengacu pada konsep keseimbangan, suatu database disebut seimbang jika: (1) PDB agregat sisi pengeluaran sama dengan PDB sisi pendapatan, dan (2) total biaya sama dengan total nilai penjualan sehingga keuntungan setiap sektor atau industri menjadi nol (Warr, 1998). Tabel 8. Nilai Produk Domestik Bruto Indonesia dari Sisi Pengeluaran dan Sisi Pendapatan, Tahun 2008 (Milyar Rupiah) No Pengeluaran Nilai No Pendapatan Nilai 1 Konsumsi 3 195 804.50 1 Lahan 315 079.4 2 Investasi 1 405 455.30 2 Tenaga Kerja 1 606 250.3 Pengeluaran 3 Pemerintah 416 866.70 3 Modal 3 273 059.5 4 Perubahan Stok 103 375.20 4 Subsidi -199 702.0 Pajak Tidak 5 Ekspor 1.487 237.90 5 Langsung 266 296.5 6 Impor -1 347 755.90 Total 5 260 983.60 Total 5 260 983.6 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010b (diolah). Nilai PDB sisi pengeluaran dan sisi pendapatan serta nilai total penjualan dan biaya pada setiap industri yang dihasilkan dari proses pengolahan dapat dilihat pada file supp44.har. Pada file tersebut nilai PDB sisi pengeluaran yang merupakan penjumlahan dari komponen pengeluaran setiap pelaku ekonomi yaitu konsumsi rumahtangga, investasi swasta, pengeluaran pemerintah, dan ekspor bersih adalah sebesar Rp 5.260.983,6 milyar (Tabel 8). Nilai tersebut sama besarnya dengan nilai PDB dari sisi pendapatan yang merupakan penjumlahan dari pendapatan yang diperoleh pemilik faktor produksi dalam hal ini adalah tanah, tenaga kerja, kapital, subsidi dan pembayaran pajak tidak langsung. Dengan 115 demikian database yang telah dihasilkan untuk 44 sektor atau industri telah memenuhi persyaratan keseimbangan pada tingkat agregat. Disamping nilai PDB tersebut, di dalam database supp08.har juga dapat diperoleh nilai penjualan untuk masing-masing sektor. Nilai penjualan tersebut merupakan penjumlahan dari komponen penjualan masing-masing sektor sebagai barang antara dan investasi, penjualan ke rumahtangga, luar negeri (ekspor), dan pemerintah, dan penjualan sebagai margin perdagangan dan transportasi. Nilai penjualan masing-masing sektor tersebut disajikan pada Lampiran 6. Nilai total penjulan setiap sektor yang disajikan pada tabel di atas sama besarnya dengan biaya yang dikeluarkan setiap sektor. Total biaya pada setiap sektor merupakan penjumlahan dari komponen-komponennya yang meliputi pembelian barang antara domestik, barang antara impor, pengeluaran untuk marjin, pembayaran pajak tidak langsung, biaya tenaga kerja (upah), biaya kapital (bunga), sewa tanah, dan pembayaran pajak kegiatan produksi (pajak pertambahan nilai). Jumlah biaya pada masing-masing sektor disajikan pada Lampiran 7. Kesamaan nilai penjualan dan biaya produksi pada setiap sektor berimplikasi pada tingkat keuntungan nol sesuai dengan properties pasar persaingan sempurna. Asumsi ini digunakan dalam model CGE yang diterapkan pada penelitian ini. Setelah database 44 sektor diyakini seimbang baik pada tingkat agregat maupun sektoral, maka proses pengolahan data dapat dilanjutkan pada tahap akhir yaitu proses simulasi kebijakan. Database way08.har merupakan database terakhir yang digunakan dalam melakukan simulasi kebijakan. Har data untuk 44 sektor tersebut (tersimpan dalam file way44.har) ditunjukkan pada Lampiran 8. 116