BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi Pemasaran

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Komunikasi Pemasaran
Komunikasi merupakan hal yang mendasar dan penting dalam hubungan
apapun. Membangun dan mengelola hubungan dengan konsumen dan pelanggan
memiliki pengaruh langsung pada komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran
(marketing communication) membantu mendefinisikan hubungan produsen dengan
konsumen tidak hanya pesan yang dipertukarkan tetapi juga pilihan media dan
kesempatan yang sesuai dengan keinginan pelanggan mereka. Alma1 dalam
bukunya menulis perguruan tinggi swasta yang ingin sukses untuk masa depan,
dalam menghadapi bagaimana mencari jumlah mahasiswa yang dikehendaki harus
mempraktekkan komunikasi pemasaran secara terintegrasi. Alma2 juga mengutip
Chapman:
“As a solution to this enrollment problem, many universities have begun to turn to
marketing approaches and technigues to help strengthen and more fully understand
the demand side of the enrollment picture.”
2.1.1. Pengertian Marketing Communication
Di dalam bukunya Kotler3 mengatakan:
“Marketing communication are the means by which firms attempt to inform,
persuade, and remind consumers directly or inderectly about the products and
brands they sell. In a sense, marketing communications represent the voice of the
company and its brands; they a means by which the firm can establish a dialogue
and build relationship with consumers.”
1
Prof. Dr. H.Buchari Alma, dan Dr. Ratih Hurriyati, M.Si. Manajemen Corporate & Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan. 2008 hal. 43 2
Ibid. 3
Philip Kotler dan Kevin Lane Keller. Marketing Management, 14th edition. 2011 hal. 476 11 12 Komunikasi pemasaran merupakan sarana perusahaan untuk menginformasikan,
membujuk dan mengingatkan konsumen secara langsung atau tidak langsung
tentang produk dan merek yang mereka jual. Dengan kata lain, komunikasi
pemasaran mewakili perusahaan dan brand itu sendiri; dimana komunikasi
pemasaran menjadi sarana perusahaan untuk membangun dialog dan hubungan
dengan para konsumen. Marketing communication juga dapat dinyatakan sebagai
kegiatan komunikasi yang bertujuan untuk menyampaikan pesan pada konsumen
dengan menggunakan berbagai media.4 Chris5 menulis dalam perencanaan
marketing communication mengandung tiga unsur: tools (alat), media dan messages
(pesan). Lihat gambar 2.1. Tools utama marketing communication: iklan
(advertising), promosi penjualan (sales promotion), public relations, penjualan
langsung (direct marketing), penjualan personal (personal selling)6. Selain itu ada
media atau sarana dimana pesan iklan dan komunikasi pemasaran disampaikan.
Alat dan media memiliki karakteristik dan pencapian gol yang berbeda. Perguruan
tinggi harus tahu bagaimana menggunakan iklan, promosi penjualan, publisitas,
penjualan langsung dan penjualan personal untuk mengkomunikasikan suatu
produk jasa pendidikannya beserta nilainya kepada calon mahasiswa sesuai dengan
target yang ingin di tuju. Bentuk komunikasi yang disusun harus inovatif dan estetis
sehingga lebih mudah diingat dan memiliki pembeda dengan bentuk promosi
lainnya. Setelah itu pelanggan harus merasa feel good sehingga dapat menimbulkan
pikiran dan opini yang positif.
4
John E Kennedy dan RD Soemanagara. Marketing Communicatioan. 2010 hal. 5 Chris Fill. Marketing Communicatioan Interactivity, Communitive, and Content, 5th edition. 2009 hal. 19 ‐ 23 6
Ibid. 483‐655 5
13 Tools
Media
The Marketing
Communication Mix
Messages
Sumber: Chris Fill (2010, 19)
Gambar 2.1 A traditional model of the marketing communication mix.
Soemanagara7 dalam bukunya mengatakan Marketing Communicatioan
bertujuan untuk mencapai tiga tahap perubahan yang ditujukan bagi konsumen.
1. Tahap perubahan pengetahuan, dimana konsumen mengetahui
keberadaan sebuah produk atau jasa, untuk apa produk atau jasa
diciptakan, dan ditujukan kepada siapa. Pada tahap ini pesan komunikasi
baik verbal maupun nonverbal diarahkan pada pembombastisan
informasi tentang perguruan tinggi.
2. Tahap perubahan sikap, yang ditentukan oleh tiga unsur, disebut
tricomponent attitude changes oleh Schiffman dan Kanuk yang
menunjukkan bahwa tahap perubahan sikap ditentukan oleh tiga
komponen yaitu: cognition (pengetahuan), affection (perasaan), dan
conation (perilaku). Jika ketiga komponen ini menunjukkan adanya
7
John E Kennedy dan RD Soemanagara. Marketing Communicatioan. 2010 hal 59‐60 14 kecenderungan perubahan (cognition, affection, dan conation) maka
mungkin sekali akan terjadi perubahan sikap.
3. Tahap perubahan perilaku, dimaksudkan agar konsumen tidak beralih
pada produk atau jasa lain dan terbiasa menggunakannya. Di tahap ini
pesan bertujuan untuk menunjukkan alasan mengapa perguruan tinggi
ini adalah terbaik jika dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya
dan menimbulkan emosi terhadap brand.
Agar tujuan dari komunikasi pemasaran yang dilakukan tercapai,
universitas selaku penyedia jasa pendidikan harus dapat melihat perilaku dari
konsumen yang menjadi target sehingga dapat mengetahui apa yang sesungguhnya
sedang dibutuhkan ataupun untuk menentukan strategi pemasaran yang sesuai
dengan permintaan pasar sehingga informasi yang ingin disampaikan dapat di
tangkap oleh para calon mahasiswa dan terjadi perubahan perilaku yang pada
akhirnya
memutuskan
untuk
mengikuti
proses
belajar
mengajar
yang
diselenggarakan oleh universitas.
2.2.
Jasa
2.2.1. Pengertian Jasa
Menurut Kotler dan Keller pengertian jasa adalah sebuah aktivitas yang
diasosiasikan dengan elemen intangibility (tidak berwujud), dimana didalamnya
terjadi interaksi antara pelanggan dengan penyedia jasa tetapi tidak berakibat
terhadap suatu kepemilikan.8 Di dalam buku lain Kotler dan Armstrong
8
Philip Kotler Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran, Edisi 14. 2011 hal.356 15 “service is an activity, benefit, or satisfaction offered for sale that is
essentially intangible and does not result in the ownership of anything”.9
Yang berarti jasa adalah semua kegiatan, manfaat, atau kepuasan yang dapat
ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tak berwujud
(intangible) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Berdasarkan pada dua
definisi diatas dapat dikatakan bahwa jasa merupakan aktivitas ekonomi yang
hasilnya bukan berbentuk produk fisik atau kontruksi, yang umumnya dihasilkan
dan dikonsumsi secara bersamaan serta memberikan nilai tambah bagi konsumen.
Karakteristik jasa berbeda dengan produk barang (fisik). Kotler dan Armstrong10
membagi Empat karakteristik jasa berdasarkan gambar 2.2 :
Intangibility
Inseparability
Service cannot be seen, tasted, felt, heard, or smelled before purchase
Services cannot be separated from their providers.
SERVICE
Variability
Perishability
Quality of services depends on who provides them and when, where, and how
Services cannot be stored for later sale or use
Sumber: Kotler & Armstrong (2012,237)
Gambar 2.2
Four Service Characteristic
9
Philip Kotler dan Gary Armstrong. Principles of Marketing. 2012 hal. 224. Ibid. Hal 236‐237 10
16 1. Jasa tak berwujud (service intangibility) berarti bahwa jasa tidak dapat
dilihat, dirasakan, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli.
2. Jasa tak terpisahkan (service inseparability) berarti bahwa jasa tidak
dapat dipisahkan dari penyedianya, tanpa mempedulikan apakah
penyedia jasa itu orang atau mesin.
3. Variabilitas jasa (service variability) berarti bahwa kualitas jasa
bergantung pada siapa yang menyediakan jasa itu dan kapan, dimana,
dan bagaimana jasa itu disediakan.
4. Jasa dapat musnah (service perishability) berarti bahwa jasa tidak dapat
disimpan untuk dijual atau digunakan beberapa saat kemudian.
Menurut Alma11 pada dasarnya jasa pendidikan adalah sesuatu yang
diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain yang sifatnya tidak berwujud dan tidak
memiliki dampak perpindahan hak milik. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
karakteristik jasa yang perlu dipertimbangkan dalam merancang program
pemasarannya. Jasa Pendidikan secara umum memiliki karakteristik utama sebagai
breikut12:
a. Tidak berwujud (Intangibility), jasa tidak berwujud seperti produk
fisik, yang menyebabkan pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat,
mencium, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka
mengkonsumsinya (menjadi subsistem lembaga pendidikan). Untuk
menekan ketidakpastian, pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda
11
Prof. dr. H.Buchari Alma, dan Dr. Ratih Hurriyati, M.Si. Manajemen Corporate & Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan. 2008 hal. 173‐174 12
Ibid. 17 atau informasi tentang kualitas jasa tersebut. Tanda maupun informasi
dapat diperoleh atas dasar letak lokasi lembaga pendidikan, lembaga
pendidikan penyelenggara, peralatan dan alat komunikasi yang
digunakan, serta besarnya biaya yang ditetapkan. Beberapa hal yang
akan dilakukan lembaga pendidikan untuk meningkatkan calon
pengguna jasa pendidikan adalah:
a. Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi
berwujud.
b. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga
pendidikan).
c. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga
pendidikan (education brand name).
d. Memakai nama seseorang yang sudah dikenal untuk meningkatkan
kepercayaan konsumen.
b. Tidak terpisah (Inseparability), jasa pendidikan tidak dapat dipisahkan
dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa
tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara
serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik membeli
jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan.
Dengan demikian, jasa lebih diutamakan penjualannya secara langsung
dengan skala operasi yang terbatas. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
dapat menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar,
18 bekerja lebih cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu
membina kepercayaan pelanggannya (peserta didik).
c. Bervariasi (Variability), jasa bersifat sangat variabel karena merupakan
nonstandardized out-put, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan
jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.
Ada 3 faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa:
1. Partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa
2. Moral atau motivasi karyawan dalam melayani pelanggan
3. Beban kerja perusahaan.
d. Perishability jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak
dapat disimpan. Apabila diperhatikan batasan dan karakteristik yang
diutarakan diatas, ternyata dunia pendidikan merupakan bagian dari
batasan tersebut. Dengan demikian lembaga pendidikan merupakan
termasuk dalam katagori sebagai lembaga pemberi jasa para konsumen,
dalam hal ini siswa dan orang tua siswa. Mereka inilah yang berhak
memberikan penilaian bermutu tidaknya keluaran (output) suatu
lembaga pendidikan.
2.2.2. Bauran Pemasaran Jasa Pendidikan
Pemasaran jasa memerlukan lebih dari sekedar pemasaran eksternal
tradisional yang menggunakan 4P tapi juga membutuhkan pemasaran internal dan
pemasaran interaktif. Pemasaran Internal (internal marketing) adalah pekerjaan
yang dilakukan oleh universitas untuk melatih dan memotivasi para dosen dan
19 karyawannya agar melayani mahasiswa dengan baik. Pemasaran eksternal (external
marketing), adalah pekerjaan yang dilakukan Universitas untuk menyiapkan,
menetapkan harga, mendistribusikan, dan mempromosikan jasa kepada mahasiswa.
Pemasaran interaktif (interactive marketing) adalah keahlian dalam melayani
konsumen. Kotler & Armstrong13 menyatakan bahwa
“internal marketing means that the sevice firm must orient and motivate its
customer-contact employees and supporting sevice people to work as team to
provide customer satisfaction.”
Tujuan yang hendak dicapai dari pemasaran internal ini adalah memberikan
kepuasan dan motivasi kepada para dosen dan karyawan universitas untuk
memberikan pelayanan yang terbaik bagi mahasiswa. Intercative marketing means
that service quality depend heavily on the quality of the buyer-seller interaction
during the service encounter. Dalam hal ini dosen maupun para karyawan sebagai
bagian dari proses penyajian jasa berkewajiban untuk memenuhi janji yang telah
ditetapkan oleh universitas kepada mahasiswa. Oleh karena itu, sikap, kemampuan,
dan integritas dosen dan karyawan akan mempengaruhi keberhasilan menjalin
relasi antara universitas, dosen, karyawan dan mahasiswa. Kesadaran pentingnya
pemasaran interaktif ini dilandasi bahwa dalam jasa, peranan manusia (dosen,
karyawan dan mahasiswa) sangat dominan dalam menentukan kualitas jasa.
Bauran pemasaran jasa adalah elemen-elemen organisasi perusahaan yang
dapat dikontrol oleh perusahaan dalam melakukan komunikasi dengan konsumen
dan akan dipakai untuk memuaskan konsumen. Bauran pemasaran jasa merupakan
13
Philip Kotler dan Gery Armstrong. Principles of Marketing. 2012 hal 241 20 unsur-unsur pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisir dan digunakan
dengan tepat sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran yang efektif,
sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Bauran pemasaran jasa
menurut Zeithaml, Bitner dan Gremler14 dibagi menjadi 2:
a. Traditional Marketing Mix terdiri atas 4Ps yaitu: Product, Place,
Promotion, and Price. Elemen-elemen ini muncul sebagai variabel
keputusan inti dalam konsep pemasaran dan marketing mix. Area kunci
keputusan strategi untuk 4P dapat kita lihat melalui tabel 2.1.
Pengelolaan yang cermat dari produk, tempat, promosi, dan harga
penting dalam menentukan keberhasilan pemasaran jasa.
b. Expanded Mix for Services terdiri dari 3P merupakan tambahan seperti
yang dapat dilihat pada table 2.1.
1) Orang atau partisipan (People) adalah semua prilaku yang
memainkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi
persepsi pembeli termasuk yang dalam elemen ini adalah personal
perusahaan, konsumen dan konsumen lain dalam lingkungan jasa.
2) Sarana fisik (Physical Evidence) merupakan suatu hal yang secara
nyata turut memepengaruhi keputusan konsumen untuk membeli
dan menggunakan produk jasa yang ditawarkan. Unsur-unsur yang
termasuk dalam sarana fisik antara lain, lingkungan fisik yang
14
Valerie A Zaithaml, Mary Jo Bitner dan Dwayne D Gremler. Services Marketing, 6th editon. 2013 hal. 25‐26. 21 meliputi bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna dan
barang-barang lainnya yang disatukan dengan pelayanan.
3) Proses (Process) adalah semua prosedur actual, mekanisme, dan
aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa.
Tabel 2.1
Expended Marketing Mix for Services
Product
Place
Promotion
Price
Physical good features
Quality level
Accessories
Packaging
Warranties
Product lines
branding
Channel type
Exposure
Intermediaries
Outlet lovations
Transportation
Storage
Managing channelss
Promotion blend
Salespeople
Selection
Training
Incentives
Advertising
Media types
Types of ads
Sales promotion
Publicity
Internet/Web strategy
Flexibility
Price level
Terms
Differentiation
Discounts
Allowances
People
Employees
Recruiting
Training
Motivativation
Rewards
Teamwork
Customers
Education
Training
Physical Evidence
Facility design
Equipment
Signage
Employee dress
Web pages
Other tangibles
Reports
Business cards
Statements
Guarantees
Process
Flow of activities
Standardized
Customizes
Number of steps
Simple
Complex
Customer involvement
Sumber: Zeithaml, Bitner & Gremler (2013,25)
Jasa biasanya diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan maka pelanggan
tentu hadir saat proses jasa tersebut dilakukan, interaksi secara langsung dengan
petugas jasanya dan secara nyata menjadi bagian dari proses produksi jasa tersebut.
Karena jasa tidak terlihat (intangible), konsumen akan mencari hal-hal nyata
22 (tangible) yang dapat membantu mereka semakin mengerti akan konsep jasa yang
ditawarkan.
2.3.
Perilaku Konsumen
Tujuan dari komunikasi pemasaran adalah perubahan perilaku konsumen
dimana konsumen melakukan perubahan perilaku (behavior) yang diakibatkan oleh
pengetahuan (knowledge) dan sikap (attitude).15 Melakukan pembelian atau tidak
membeli produk atau jasa yang ditawarkan. Model perilaku konsumen ditandai
adanya interaksi pemasar dengan konsumen. Komponen pusat yaitu pembuatan
konsumen yang terdiri dari proses merasakan dan mengevaluasi informasi produk,
mempertimbangkan bagaimana alternatif dapat memenuhi kebutuhan konsumen,
dan pada akhirnya memutuskan produk apa yang akan dibeli.
Dalam buku Mowen dan Minor16 mengutip pernyataan Theodore Levit,
konsep pemasaran (marketing concept) mewujudkan: “pandangan bahwa industry
merupakan sebuah proses yang memuaskan konsumen, bukan proses memproduksi
barang. Sebuah industri dimulai dari konsumen dan kebutuhannya, bukan dari hak
paten, bahan baku, atau menjual keterampilan.” Setelah kita memehami bahwa
sebuah organisasi hanya dapat muncul selama organisasi itu memenuhi pertukaran
kebutuhan dan keinginan rekanan (seperti, konsumen), studi perilaku konsumen
akan menjadi bagian yang penting dalam melakukan bisnis.
15
16
John E Kennedy dan RD Soemanagara. Marketing Communicatioan. 2010 hal. 5 John C.Mowen dan M. Minor. Perilaku Konsumen Jilid 1, edisi kelima (terjemahan). 2002 hal. 6 23 Schiffman dan Kanuk mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku
menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka
harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.17 Menurut Kotler dan Keller
dialih bahasakan Benyamin Molan memberikan pengertian mengenai perilaku
konsumen sebagai berikut: “Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara
individu, kelompok dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan dan
mendisposisikan barang atau jasa, gagasan atau pengalaman yang memuaskan
kebutuhan dan keinginan mereka.”18 Pengertian perilaku konsumen (consumer
behavior) adalah studi dari individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang
mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, menempatkan
produk, pelayanan, pengalaman atau ide untuk memuaskan kemauan dan dampak
dari proses ini kepada konsumen dan masyarakat.19 Perilaku konsumen sangat
dipengaruhi oleh keadaan dan situasi lapisan masyarakat dimana ia dilahirkan dan
dikembangkan. Berarti konsumen berasal dari lapisan masyarakat atau lingkungan
yang berbeda ada faktor-faktor yang akan mempengaruhi keputusan dalam tahap
pembelian.
Kegiatan pemasaran perusahaan dapat berhasil bila perusahaan mengetahui
dan memahami factor-faktor yang dapat memepengaruhi pengambilan keputusan
konsumen. Menurut Schiffman dan kanuk,20 factor-faktor tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.2:
17
L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 23 Philip Kotler dan Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran, Edisi 12. 2007 hal. 213 19
Hawkins, dkk. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy, 10th Edition. 2007 hal. 6 20
L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 483‐484 18
24 Tabel. 2.2
A Model of Consumer Decision Making
External Influences
Marketing efforts
• Products
Input
• Promotions
• price
• Distributio nchannels
Socio-cultural Environment
• Family
• informal sources
• Other non-commercial
sources
• social class
• Culture and sub-cultures
Consumer Decision Making
• Need
Recognition
Process
• Prepurchase
Search
• Evaluation of
Psychology
• Motivation
• Perception
• Learning
• Personality
• Attitudes
Alternatives
Experience
Postdecision Behavior
Output Purchase
• Trial
• Repeat Purchase
Postpurchase
Evaluation
Sumber: Schiffman & kanuk (2010, 483)
25 Penjelasan Tabel 2.2:
a. Faktor eksternal (External Influences), tahap ini mempengaruhi
pengenalan konsumen terhadap kebutuhan atas produk yang terdiri dari
dua sumber informasi utama:
a. Upaya pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan (Firm’s
Marketing effort) yang mengambil strategi marketing mix21
diantaranya:
1. The Product (Produk), yaitu, fitur, desain, merek, dan kemasan
sebuah barang atau jasa yang ditawarkan, bersama dengan
imbalan pasca pembelian seperti kebijakan jaminan dan
pengembalian.
2. The Price (Harga), (daftar harga, termasuk diskon, tunjangan,
dan metode pembayaran).
3. The Place (Tempat), (distribusi produk atau jasa melalui toko
dan nonstore outlets).
4. Promotion (Promosi), (iklan, promosi penjualan, public relation,
dan personal selling untuk membangun kesadaran dan
permintaan barang atau jasa).
b. Pengaruh sosiologis eksternal atas konsumen (Sociocultural
Environment) diantaranya:
21
L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 28. 26 1. Keluarga
Anggota keluarga merupakan kelompok primer yang saling
berpengaruh. Menurut Schiffman dan Kanuk22 keluarga adalah
suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
dihubungkan dengan ikatan darah, perkawinan atau ikatan
adopsi dan tinggal bersama. Ada tiga tipe keluarga diantaranya,
nunclear family terdiri dari suami, istri dan anak satu atau lebih;
extended family terdiri nunclear family ditambah dengan kakek
dan nenek yang tinggal dalam satu rumah; single parent family
keluarga yang telah berpisah dengan pasangannya didalam
rumah terdiri dari satu orang tua setidaknya dengan satu anak.
2. Kelompok acuan
Kelompok acuan adalah setiap orang atau kelompok yang
dianggap sebagai dasar perbandingan atau rujukan bagi
seseorang dalam membentuk nilai-nilai dan sikap umum atau
khusus, atau pedoman khusu bagi perilaku.23 Belch dan Belch,24
merumuskan bahwa “reference group is a group whose
presumed perspectives or values are being used by an individual
as the basis for his or her judgments, opinions, and actions.”
Kelompok acuan adalah kelompok yang memberikan pendapat
22
L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 318‐320. L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 7th edition. 2008 hal. 292. 24
George E. Belch & Michael A. Belch. Advertising and Promotion: An Integrated. Marketing Communication Perspective, 7th edition. 2007 hal. 128. 23
27 dan penilaian yang menajadi saran bagi individu dalam
mengambil keputusan, opini, dan tindakan.
3. Sumber informasi nonkomersial
Sumber informasi nonkomersial adalah informasi tentang suatu
produk yang tidak ditujukan untuk secara langsung dapat
mempengaruhi konsumen tentang suatu produk.
4. Kelas sosial
Kelas sosial adalah pembagian anggota masyarakat ke dalam
hirarki kelas status yang berbeda, sehingga anggota dari setiap
kelas memiliki status yang relatif sama dan anggota dari kelas
yang lain memiliki status yang lebih tinggi atau lebih rendah.25
5. Kebudayaan dan sub-budaya.
Kebudayaan sebagai keseluruhan dari apa yang diyakini, nilainilai dan adat istiadat yang berfungsi mengarahkan perilaku
konsumen dari anggota masyarakat tertentu.26 Sub-budaya
merupakan kelompok budaya yang sudah ada sebagai segmen
masyarakat yang teridentifikasi lebih besar, lebih kompleks.
b. Faktor Internal atau psikologi konsumen adalah factor yang berasal
dari dalam diri individu yang mempunyai pengaruh sangat penting
terhadap proses pengambilan keputusan individu. Pengaruh yang
dimaksud adalah berkaitan dengan penilaian individu terhadap
25
26
L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 338 Ibid. Hal. 366 28 alternative-alternatif yang tersedia yang mengarahkan seseorang untuk
mengambil keputusan pembelian suatu barang. Faktor psikologis
tersebut terdiri dari:
1. Motivation (Motivasi)
Motivasi adalah kekuatan pendorong dalam diri seseorang yang
membuat mereka untuk bertindak.27
2. Perception (Persepsi)
Persepsi merupakan proses dimana seorang individu menyeleksi,
mengatur, dan manafsirkan stimuli ke dalam gambar yang berarti
dan masuk akal mengenai dunia. Dapat dijelaskan sebagai
“bagaimana kita melihat dunia yang terdapat disekeliling kita.”28
3. Learning (Pembelajaran)
Pembelajaran sebagai proses dimana individu menyangkut
pembelian (purchase), memperoleh pengetahuan (knowledge), dan
pengalaman (experience) yang kemudian akan terlihat pada
perilakunya pada masa yang akan datang.29
4. Personality (Kepribadian)
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai karakteristik psikologis
batin dimana menentukan dan mencerminkan bagaimana seseorang
merespon lingkungannya.30 Dalam hal ini gaya hidup termasuk
27
L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 106 Ibid. Hal. 175 29
Ibid. Hal. 210 30
Ibid. Hal. 136 28
29 didalamnya, pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan
dalam aktivitas, minat, dan opininya. 31
5. Attitude (Sikap)
Sikap adalah predisposisi yang dipelajari untuk memiliki secara
konsisten cara menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap
objek tertentu.32
2.3.1
Motivasi
Motivasi menurut Schiffman dan Kanuk33 merupakan kekuatan pendorong
yang dihasilkan oleh keadaan tegang, yang ada sebagai akibat dari kebutuhan yang
tidak terpenuhi. Individu secara sadar maupun tidak sadar berusaha untuk
mengurangi ketegangannya dengan cara memenuhi kebutuhan mereka yang belum
terpenuhi. Tujuan specifik yang ingin dicapai konsumen dan program tindakan
yang mereka ambil untuk mencapai tujuan ini dipilih berdasarkan karakteristik
kepribadian, persepsi, pembelajaran dan pengalaman sebelumnya dan sikap
mereka. Gambar 2.3 memperlihatkan model proses motivasi.
31
Kotler, Philip, Kevin Lane Keller. 2011. Marketing Management, Edisi 14. Hal. 167 L.G. Schiffman dan Lesley l Kanuk. Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 246 33
Ibid. Hal. 106‐107 32
30 Personality
Percetion
Learning
Attitudes
Unfulfilled Needs,
Wants, and Desiers
Tension
Drive
Behavior
Goals or Need
Fulfillment
Tension Reduction
Sumber: Schiffman & Kanuk (2010,107)
Gambar 2.3 Model of the Motivation Process
Berdasarkan model proses motivasi diketahui bahwa motivasi muncul
karena adanya kebutuhan, keinginan dan hasrat yang belum terpenuhi kemudian
untuk mengurangi rasa ketegangannya itu mucul suatu dorongan dalam diri
individu baik secara sadar maupun tidak sadar untuk bertindak guna memunuhi
kebutuhan atau mencapai tujuannya didasari personality, persepsi, pembelajaran
dan sikap dari masing-masing individu dengan demikian terjadi pengurangan
keteganan. Maka dapat disimpulkan bahwa proses motivasi yang muncul dari
dalam diri individu itu dipengaruhi oleh kebutuhannya yang belum terpenuhi dan
hal tersebut memicu para individu untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.
David McClelland34 dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation
Theory digunakan untuk mendukung hipotesa yang akan dikemukakan dalam
penelitian ini. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu
mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan
dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan
34
S.P. Robbins. Psikologi organisasi, edisi 8. Jakarta: Prenhallindo. 2001 hal. 173 31 situasi serta peluang yang tersedia. McClelland menjelaskan tiga jenis motivasi,
yang diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1. Motivasi untuk berprestasi (n-Ach)
Dorongan untuk menjadi yang terbaik, untuk mencapai keberhasilan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan untuk berjuang demi
kesuksesan.
2. Motivasi untuk berkuasa (n-Pow)
Motivasi untuk membuat orang-orang lain berprilaku dengan cara-cara
yang kita kehendaki, tidak ada atau sedikit kemungkinan mereka dapat
berperilaku lain.
3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-Affil)
Keinginan untuk memiliki hubungan-hubungan persahabatan atau
hubungan-hubungan antar manusia secara dekat.
Beberapa orang selalu memiliki dorongan kuat untuk berhasil, terus
berjuang untuk keberhasilan pribadinya daripada mengharapkan penghargaan
untuk keberhasilannya itu. Mereka mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu
secara lebih baik atau lebih efisien daripada yang telah dilakukan sebelumnya.
Dorongan ini disebut kebutuhan akan prestasi. Individu dengan motivasi
pencapaian tinggi lebih menyukai situasi-situasi yang memiliki tanggung jawab
pribadi, umpan balik dan resiko tingkat menengah. Mereka menghindari apa yang
mereka anggap sebagai tugas yang sangat mudah atau sangat sulit. Mereka lebih
menyukai tugas-tugas dengan tingkat kesulitan menengah.
32 Motivasi akan kekuasaan adalah keinginan untuk memiliki dampak,
pengaruh dan kontrol terhadap orang-orang lain. Orang-orang dengan kebutuhan
akan kekuasaan yang tinggi selalu menikmati tugas-tugas untuk mempengaruhi
orang-orang lain, lebih menyukai ditempatkan dalam situasi kompetitif,
berorientasi status dan cenderung lebih memperlihatkan prestige dan pengaruh
terhadap orang-orang lain daripada hasil kerja yang efektif.
kebutuhan akan kelompok pertemanan merupakan keinginan untuk disukai
dan diterima oleh orang lain. Orang-orang dengan kebutuhan akan pertemanan yang
tinggi selalu berjuang untuk persahabatan, lebih menyukai situasi-situasi yang
kooperatif daripada yang kompetitif serta keinginan untuk memiliki hubunganhubungan yang penuh, saling pengertian dan saling menguntungkan.
Menurut Mowen dan Minor35 terdapat lima dimensi penggerak motivasi,
dimensi tersebut adalah:
1. Rangsangan, baik dari dalam maupun luar konsumen untuk mengubah
suasana dan selanjutnya karena terjadinya perbedaan antara keadaan
yang diinginkan dengan keadaan actual maka akan menimbulkan
kebutuhan.
2. Pengenalan kebutuhan, yang terdiri dari kebutuhan ekspresif yaitu
keinginan untuk memenuhi persyaratan sosial dan estetika dalam rangka
pemeliharaan konsep diri seseorang dan kebutuhan utilitarian yaitu
keinginan untuk emneyelesaikan masalah yang mendasar.
35
John C.Mowen dan M. Minor. Perilaku Konsumen Jilid 1, edisi kelima (terjemahan). 2002 hal. 206‐207 33 3. Dorongan, yaitu factor yang membentuk keadaan afektif (emosi dan
psikologis lainnya) yang mempengaruhi tingkat keterlibatan seseorang.
4. Perilaku berdasarkan tujuan, merupakan tindakan seseorang yang
dilakukan untuk meringankan keadaan atau kebutuhan (proses
kesadaran konsumen).
5. Insentif konsumen misalnya produk, jasa, informasi, dan bahkan orang
lain yang diperkirakan konsumen akan memuaskan kebutuhan.
2.3.2. Gaya Hidup
Tidak hanya motivasi tapi pengaruh internal atau psikologi lain yang turut
mempengaruhi keputusan pembelian yang menarik penulis adalah gaya hidup.
Gaya hidup menurut Kotler36 adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
“keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya
hidup juga menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi
di dunia. Menurut Assael, gaya hidup adalah
“A mode of living that is identified by how people spend their time
(activities), what they consider important in their environment (interest), and what
they think of themselves and the world around them (opinions).”37
Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan
bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang
pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri
36
37
Kotler, Philip, Kevin Lane Keller. 2011. Marketing Management, Edisi 14. Hal. 167 Assael, H. 1984. Consumer Behavior and Marketing Action, 2nd edition. Hal. 252 34 sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Mowen dan Minor,38 gaya
hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan
uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu.
Dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang
dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya
dan bagaimana mengalokasikan waktu. Jushermi39 menulis dalam jurnalnya faktorfaktor utama pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara
demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya berdasarkan tingkat
pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor
psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik
konsumen. Psikografik (Psychographic) menurut Kotler adalah ilmu tentang
pengukuran dan pengelompokkan gaya hidup konsumen.40 Sedangkan psikografik
menurut Sumarwan adalah suatu instrumen untuk mengukur gaya hidup, yang
memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis data yang
sangat besar.41 Psikografik berarti menggambarkan (graph) psikologis konsumen
(psyco). Psikografik adalah pengukuran kuantitatif gaya hidup, kepribadian dan
demografik konsumen.
Psikografik sering diartikan sebagai pengukuran AIO (activity, interest,
opinions), yaitu pengukuran kegiatan, minat dan pendapat konsumen. Psikografik
memuat beberapa pernyataan yang menggambarkan kegiatan, minat dan pendapat
38
Mowen, John C dan Michael Minor. 2002. Perilaku Konsumen. Hal 282 Jushermi. 2013. Analiss Segmentasi Gaya Hidup pada Mahasiswa Jurusan Manajemen S1 Fakultas Ekonomi Universitas Riau, jurnal ekonomi vol. 21. hal. 4 40
Kotler, Philip, Kevin Lane Keller. 2011. Marketing Management, Edisi 14. Hal. 225‐226 41
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Hal 58 39
35 konsumen.42
Pendekatan
psikografik
sering
dipakai
produsen
dalam
mempromosikan produknya, seperti yang dinyatakan oleh Kotler bahwa
psikografik senantiasa menjadi metodologi yang valid dan bernilai bagi banyak
pemasar.43 Solomon dalam Sumarwan44 menjelaskan studi psikografik dalam
beberapa bentuk seperti diuraikan berikut:
1.
Profil gaya hidup (a lifestyle profile), yang menganalisis beberapa
karakteristik yang membedakan antara pemakai dan bukan pemakai
suatu produk atau jasa.
2.
Profil produk spesifik (a product-specific profile) mengidentifikasi
kelompok sasaran kemudian membuat profil konsumen tersebut
berdasarkan dimensi produk yang relevan.
3.
Studi yang menggunakan kepribadian ciri sebagai faktor yang
menjelaskan,
menganalisis
kaitan
beberapa
variabel
dengan
kepribadian ciri, misalnya kepribadian ciri yang mana yang sangat
terkait dengan konsumen yang sangat memperhatikan masalah
lingkungan.
4.
Segmentasi gaya hidup (a general lifestyle segmentation), membuat
pengelompokkan responden berdasarkan kesamaan preferensinya.
5.
Segmentasi produk spesifik, adalah studi yang mengelompokkan
konsumen
berdasarkan
kesamaan
produk
atau
jasa
yang
dikonsumsinya.
42
Listyorini, Sari. 2012. Analisis Faktor‐Faktor Gaya Hidup dan Pengaruhnya Terhadap Pembelian Rumah Sehat Sederhana, Jurnal Administrasi Bisnis Vol. I Nomor 1. 43
Kotler, Philip, Kevin Lane Keller. 2011. Marketing Management, Edisi 14. Hal. 226 44
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta. Hal 59 36 Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang
sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup
seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya
hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan
lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara produknya dengan kelompok
gaya hidup konsumen. Sebuah gaya hidup biasanya juga mencerminkan sikap
individu, nilai-nilai atau pandangan dunia. Oleh karena itu, gaya hidup
adalah sarana untuk menempa suatu kesadaran diri untuk menciptakan budaya dan
simbol-simbol yang beresonansi dengan identitas pribadi. Dimana pada akhirnya
konsumen akan melakukan suatu keputusan pembelian sesuai dengan apa yang
telah menempanya dan mempengaruhinya.
2.4
Keputusan Pembelian
Pengambilan keputusan ialah proses memilih atau menentukan berbagai
kemungkinan diantara situasi-situasi yang tidak pasti45. Pembuatan keputusan
terjadi di dalam situasi-situasi yang meminta subjek harus membuat prediksi dan
memilih salah satu diantara dua pilihan. Menurut Setiadi46 pengambilan keputusan
juga dapat diartikan sebagai proses pengintegrasian yang mengkombinasikan
pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternative dan memilih
salah satu diantaranya. Hasil dari proses pengintegrasian ini adalah salah satu
pilihan (choice) yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku.
45
46
Suharnan. Psikologi kognitif. 2005 hal. 23 N.J. Setiadi. Perilaku Konsumen. 2008 hal. 415 37 Sedangkan menurut Schiffman dan Kanuk47 menyatakan bahwa keputusan
membeli adalah ketika individu berada pada pilihan antara membeli atau tidak
membeli, memilih antara merek X atau merek Y, atau memlih membelanjakan
barang A atau barang B, maka individu tersebut dapat dikatakan dalam keadaan
proses mengambil keputusan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keputusan membeli merupakan
kegiatan pemecahan masalah yang dilakukan individu dalam pemilihan alternarif
perilaku yang sesuai dari dua alternarif perilaku atau lebih dan dianggap sebagai
tindakan yang paling tepat dalam membeli dengan terlebih dahulu melalui tahapan
proses pengambilan keputusan. Adapun tahap-tahap pengambilan keputusan
konsumen menurut Schiffman dan kanuk48 yang dapat dilihat dalam Model
Keputusan Konsumen yaitu”
a. Pencarian kebutuhan (need recognition) terjadi ketika seseorang
berhadapan dengan masalah. Contoh Lydia seorang lulusan SMU
melamar disebuah perusahaan asing yang memberikan peluang bagi
orang-orang untuk berkarir di tempat mereka. Setelah selesai
melalui beberapa test psikotes dan lulus giliran menuju tahap
terakhir yaitu interview dengan keputusan akhirnya perusahaan
tidak dapat menerima dia saat ini dan menganjurkannya untuk
mengambil kuliah sebagai sebuah pertimbangan dan syarat dari
posisi yang dilamarnya. Hal ini membuat Lidya berpikir ternyata
47
LG Schiffman dan Lesley I Kanuk . Consumer Behavior Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 478 48
LG Schiffman dan Lesley I Kanuk . Consumer Behavior Consumer Behavior, 10th edition. 2010 hal. 483‐488 38 untuk dapat diterima diperusahaan dengan posisi yang di inginkan
membutuhkan sebuah peningkatan kualitas diri yaitu melalui
akademik ke tingkat perguruan tinggi.
b. Pencarian sebelum membeli (purchase search)
Pencarian pra pembelian dimulai ketika konsumen merasakan
kebutuhan yang mungkin dipenuhi oleh pembelian dan konsumsi
produk. Ingatan pengalaman masa lalu (diambil dari penyimpanan
memori jangka panjang) mungkin memberikan konsumen informasi
yang cukup untuk membuat pilihan.
c. Evaluasi alternatif (evaluation of alternatives)
Proses pengambilan keputusan berhubungan dengan Experience,
dan
bidang
psikologis
(motivasi,
persepsi,
pembelajaran,
kepribadian dan tingkah laku). Ketika mengevaluasi alternatif
potensial, konsumen cenderung menggunakan dua jenis informasi:
pertama, “daftar” merek dari yang mereka renacanakan sebagai
pilihan mereka dan kedua kriteria yang akan digunakan untuk
mengevaluasi setiap merek. Membuat pilihan dari semua sampel
brand
merupakan
karakter
manusia
dalam
membantu
menyederhanakan proses pengambilan keputusan.
d. Keputusan pembelian terkait erat dengan dua aktivitas keputusan:
pertama perilaku pembelian, dimana konsumen membuat tiga jenis
pembelian yaitu pembelian percobaan, pembelian berulang, dan
pembelian komitmen jangka panjang. Kedua evaluasi pasca
39 pembelian sebagai konsumen menggunakan produk, terutama
selama pembelian percobaan mereka memperjelas apa yang menjadi
harapan mereka. Ada tiga kemungkinan dari evaluasi tersebut: 1.
Sebenarnya kecocokan harapan, mengarah pada perasaan netral; 2.
Melebihi harapan, menyebabkan apa yang disebut sebagai harapan
diskonfirmasi positif; 3. Dibawah harapan atau ekspektasi,
menyebabkan harapan diskonfirmasi negative dan ketidakpuasan.
Apa yang digambarkan oleh Schiffman & Kanuk mengenai keputusan
pembelian tidak jauh berbeda dengan tahapan-tahapan pengambilan keputusan
Kotler & keller seperti pada gambar 2.4 berikut ini.
Pengenalan Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku sesudah membeli
Sumber: Kotler & Keller, 2011
Gambar 2.4 Tahap-tahap Keputusan Pembelian
Kotler dan Keller49 menjelaskan dalam melaksanakan suatu proses
pengambilan keputusan pembelian, biasanya konsumen akan melalui beberapa
tahap yaitu: tahap pengenalan, kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif,
keputusan membeli dan perilaku setelah membeli. Proses pengambilan keputusan
menurut Engel, Blackwell dan Miniard dalam Ginting dan Sianturi50 pada jurnal
yang berjudul pengambilan keputusan pembelian ditinjau dari gaya hidup value
minded meliputi 5 tahapan, yaitu:
49
50
Philip Kotler Kevin Lane Keller. Manajemen Pemasaran, Edisi 14. 2011 hal. 166 Jaya E.D.Ginting dan B.O. Sianturi Pengambilan keputusan membeli ditinjau dari gaya hidup value‐minded. Jurnal Psikologia Vol. 1.Medan. 2005 40 1.
Pengenalan Kebutuhan
Proses pengambilan keputusan dimulai dengan pengenalan kebutuhan
yang didefinisikan sebgai perbedaan atau ketidaksesuaian antara
keadaan yang diinginkan dnegan keadaan sebenarnya yang akan
membangkitkan dan mengaktifkan proses keputusan.
2.
Pencarian Informasi
Setelah kebutuhan dikenali, selanjutnya adalah pencarian internal ke
memori untuk menentukan solusi yang memungkinkan. Jika
pemecahannya tidak diperoleh melalui pencarian internal, maka proses
pencarian difokuskan pada stimuli eksternal yang relevan dalam
menyelesaikan masalah (pencarian eksternal). Informasi tersebut dapat
berupa:
3.

Sumber pribadi seperti opini dan

Sikap dari teman, kenalan dan keluarga,

Sumber bebas seperti kelompok

Konsumen dan badan pemerintah

Sumber pemasaran seperti karyawan

Penjualan dan iklan

Sumber pengalaman langsung seperti mencoba langsung jasa
Evaluasi Alternatif
Setelah konsumen mengumpulkan informasi tentang jawaban alternatif
terhadap suatu kebutuhan yang dikenali, maka konsumen mengevaluasi
pilihan serta menyempitkan pilihan pada alternatif yang diinginkan.
41 4.
Pembelian
Konsumen melakukan pembelian berdasarkan alternatif yang telah
dipilih.
5.
Konsumsi
Pada tahap ini, konsumen menggunakan alternatif dalam pembelian.
Biasanya tindakan pembelian diikuti oleh tindakan mengkonsumsi atau
menggunakan jasa.
2.5
Hipotesis
Penelitian ini menyelidiki keputusan menjadi mahasiswa yang merupakan
variabel dependen. Adapun variabel independennya adalah pengaruh motivasi dan
gaya hidup. Berdasarkan uraian teori motivasi, dan gaya hidup dengan keputusan
pembelian, maka dapat disusun hipotesa penelitian sebagai berikut:
Hipotesa Utama untuk menjawab tujuan penelitian, sebagai berikut:
H1 :
Ada pengaruh motivasi dan gaya hidup terhadap keputusan menjadi
mahasiswa.
Ho :
Tidak ada pengaruh motivasi dan gaya hidup terhadap keputusan
menjadi mahasiswa.
Untuk menjawab Hipotesa utama tersebut maka dibagi kembali menjadi
beberapa variabel, sbb:
a. Ha : Ada pengaruh antara motivasi terhadap keputusan menjadi
mahasiswa .
42 Ho : Tidak ada pengaruh antara motivasi terhadap keputusan menjadi
mahasiswa.
b. Ha : Ada pengaruh antara gaya hidup terhadap keputusan menjadi
mahasiswa.
Ho : Tidak ada pengaruh antara gaya hidup terhadap keputusan menjadi
mahasiswa.
c. Ha : Ada pengaruh antara motivasi terhadap gaya hidup.
Ho : Tidak ada pengaruh antara motivasi terhadap gaya hidup.
Gambar 2.5 Pengaruh Motivasi dan Gaya Hidup terhadap Keputusan
Manjadi Mahasiswa
MOTIVASI KEPUTUSAN MENJADI MAHASISWA GAYA HIDUP Sumber: Pengolahan data primer, 2015
Download