3 I. 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Umum Tanah Latosol Latosol adalah tanah yang penyebarannya luas di Indonesia. Tanah ini diantaranya dijumpai di daerah Darmaga Kabupaten Bogor. Latosol coklat kemerahan Darmaga Bogor termasuk ke dalam order Inceptisols menurut sistem klasifikasi USDA dan terletak pada zona fisiografi Bogor bagian barat, dengan bahan induk vulkanik kuarter berasal dari Gunung Salak (Yogaswara, 1977). Soepardi (1983) menyebutkan bahwa Latosol terbentuk di bawah kondisi iklim dengan curah hujan dan suhu yang tinggi di daerah tropik dan semi tropik, gaya-gaya hancuran bekerja lebih cepat dan yang besar pengaruhnya lebih ekstrem dari pada di daerah sedang. Di banyak tempat di daerah tropik, musim basah dan kering yang silih berganti sangat mengintensifkan kegiatan kimia, terutama dari bahan organik. Proses yang berperan dalam pembentukan tanah demikian disebut latosolisasi. Latosol merupakan kelompok tanah yang mengalami proses pencucian dan pelapukan lanjut, perbedaan horizon tidak jelas, dengan kandungan mineral primer dan hara rendah, pH rendah 4,5-5,5, kandungan bahan organiknya relatif rendah, konsistensinya lemah dan stabilitas agregatnya tinggi, terjadi akumulasi seskuioksida dan pencucian silika. Warna tanah merah, coklat kemerah-merahan atau kekuning-kuningan atau kuning tergantung dari komposisi bahan induk, umur tanah, iklim dan elevasi (Dudal dan Soepraptohardjo, 1957). Sifat lain dari Latosol adalah kapasitas tukar kation rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat-hidro-oksida. Beberapa Latosol bereaksi sedang bahkan hingga sangat masam tetapi tidak semasam liat silikat dengan presentase kejenuhan basa seperti Latosol. Tanah-tanah itu biasanya memberikan respon baik terhadap pemupukan dan pengapuran (Soepardi, 1983). 2.2. Karakterstik Tanaman Caisim Brassica juncea adalah salah satu tanaman hortikultur yang menurut Rubatzky dan Yamaguci (1998), memiliki klasifikasi sebagai berikut : 4 Divisi : Spermathopyta Sub. Divisi : Angiospermae Class : Dicotyledonae Family : Cruciferae Genus : Brassica Species : Juncea Varietas : Tosakan Syarat tumbuh Brassica juncea adalah 5-2000 m daerah permukaan laut (dpl), sehingga dapatditanam pada dataran tinggi ataupun dataran rendah, dengan tanah yang banyak mengandung bahan organik dengan pH 6-7, gembur dan bertekstur lempung (Haryanto, 2003). Penanaman caisim dalam rumah tanam (greenhouse) yang berupa rumah kaca, rumah plastik atau rumah kassa mampu menahan pukulan air hujan dan serangan hama, bangunan ini juga dapat mengoptimalkan penggunaan pupuk daun, pestisida, mengawetkan lengas tanah, dan menaikkan suhu di malam hari. Pada rumah tanam modern, kondisi mikroklimat seperti cahaya, suhu, dan CO2 bahkan dapat dimanipulasi agar optimal bagi tanaman (Sulistyaningsih, 2003). Penyakit yang menyerang tanaman ini adalah busuk basah Erwina yang dapat menjadi parah jika tanaman terluka pada waktu kegiatan budidaya. Penyakit akar pekuk dapat menjadi sangat parah dan menyebabkan pertumbuhan kerdil yang nyata, tetapi penyakit bercak daun Alternania biasanya tidak menjadi masalah. Penyakit rebah semai (Phytium spp) akan merusak jika tanaman terlalu banyak diairi. Karena tanaman ini cepat tumbuh, pemeliharaan bedengan benih yang bersih merupakan satu-satunya persyaratan untuk mengendalikan gulma (Williams et al., 1993). 2.3. Unsur Hara N, P dan K Dalam Tanah dan Tanaman Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N organik maka pelapukan N-organik merupakan proses yang menjadikan N tersedia bagi tanaman. Nitrogen dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila keadaan baik ammonium dioksidasikan menjadi nitrit kemudian nitrat (Soepardi, 1983). 5 Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4+ dan NO3-. Ion-ion di dalam tanah pertanian berasal dari pupuk-pupuk N yang diberikan serta bahan organik tanah. Jumlahnya tergantung dari jumlah pupuk yang diberikan dan kecepatan perombakan dari bahan-bahan organik (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Senyawa N digunakan tanaman untuk membentuk asam amino yang akan diubah menjadi protein dan membentuk klorofil. Senyawa N juga berperan dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanahyang cukup N, berwarna lebih hijau. Gejala kekurangan N akan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tanaman terbatas, daun-daun menguning dan gugur. Gejala kelebihan N menyebabkan keterlambatan kematangan tanaman yang diakibatkan terlalu banyaknya pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah roboh serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 1995). Mobilitas hara P dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion – ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe dan lain – lain membentuk senyawa yang kurang larut dengan tingkat kelarutan berbeda-beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobiltas unsur ini (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Unsur P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi. Penyimpanan dan peredarannya keseluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Unsur P berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel, unsur ini juga menentukan pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Gejala defisiensi P mengakibatkan pertumbuhan terhambat (kerdil) karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun (Hardjowigeno, 1995). Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam tanaman. Kalium diserap dalam bentuk kation K monovalensi. Kalium berperan dalam pembelahan sel, pembukaan stomata, fotosintesis (pembentukan karbohidrat), translokasi gula, reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein dan dalam aktivitas enzim (Leiwakabessy, 1988). Kalium juga merupakan unsur 6 logam yang paling banyak terdapat dalam cairan sel, yang dapat mengatur keseimbangan garam-garam atau dengan kata lain mengatur tekanan osmotik dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar. Tanaman yang kurang K akan kurang tahan kekeringan dibandingkan dengan yang cukup K. Tanaman yang kekurangan K lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah baik daun, buah, maupun biji (Soepardi, 1983). Unsur K mudah bergerak (mobile) di dalam tanaman sehingga gejala defisiensi K pada daun terutama terlihat pada daun tua, karena daun-daun muda yang masih tumbuh dengan aktif menghisap K dari daun-daun tua. Selain itu gejala defisiensi K menyebabkan pinggir-pinggir daun berwarna coklat, mulai dari daun tua (Hardjowigeno, 1995). 2.4. Fungsi dan Peranan Pupuk Organik Salah satu pembentuk tanah adalah bahan organik sehingga sangat penting dilakukan penambahan bahan organik. Pemberian pupuk organik berpengaruh positif terhadap tanaman. Dengan bantuan jasad renik yang ada didalam tanah maka bahan organik akan berubah menjadi humus. Humus ini merupakan perekat yang baik bagi butir-butir tanah saat membentuk gumpalan tanah. Akibatnya, susunan tanah akan menjadi lebih baik dan lebih tahan terhadap gaya-gaya perusak dari luar seperti hanyutan air (erosi) ataupun hembusan angin. Selain itu, pemberian pupuk organik akan menambah unsur hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan tanaman. Memang persentase unsur hara yang bertambah dari pupuk organik masih lebih kecil dibanding pupuk anorganik. Secara umum, fungsi pupuk organik adalah sebagai berikut: 1) Kesuburan tanah bertambah. Adanya penambahan unsur hara dan bahan organik kedalam tanah menimbulkan efek residu yang berpengaruh dalam jangka panjang. 2) Sifat fisik dan kimia tanah diperbaiki. Pemberian pupuk organik menyebabkan terjadinya perbaikan struktur tanah. Pemberian pupuk organik pada tanah berpasir menyebabkan daya ikat tanah meningkat. Pemberian pupuk organik pada tanah berlempung daya ikat air menjadi tinggi, daya ikat tanah terhadap unsur hara meningkat, serta drainase dan 7 tata udara tanah dapat diperbaiki. Tata udara tanahyang baik dengan kandungan air cukup akan menyebabkan suhu tanah lebih stabil serta aliran air dan udara tanah lebih baik. 3) Sifat biologi tanah dapat diperbaiki dan meningkatkan aktivitas dan jumlah jasad renik. Pendapat beberapa ahli menyebutkan bahwa pemberian pupuk organik akan meningkatkan populasi musuh alami mikroba tanah sehingga menekan aktivitas saprofitik dari pathogen tanaman. Dari bentuknya, ada dua jenis pupuk organik yang beredar di pasaran yaitu pupuk organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat merupakan pupuk organik yang berbentuk padat dan lazim digunakan pertani. Pemberiannya dilakukan dengan cara ditaburkan atau dibenamkan dalam tanah, sedangkan pupuk organik cair merupakan pupuk organik berbentuk cairan. Pupuk cair umumnya merupakan ekstrak bahan organik yang sudah dilarutkan dengan pelarut seperti air, alkohol, atau minyak. Senyawa organik yang mengandung unsur karbon, vitamin, atau metabolit sekunder dapat berasal dari ekstrak tanaman, tepung ikan, tepung tulang, atau enzim. Pemberian pupuk organik cair umumnya dengan cara disemprotkan ke daun atau disiramkan ke tanah (Musnamar, 2003). Penggunaan pupuk cair di Indonesia belum banyak dikenal. Namun akhir-akhir ini berbagai petani menggunakan pupuk cair yang mengandung unsur mikro. Ada tiga cara utama pemberian pupuk cair, yaitu: (a) Pemberian langsung pada tanah; (b) Pemberian dalam air irigasi; dan (c) penyemprotan pada tanaman dengan pupuk larutan yang tepat (Soepardi, 1983). 2.5. Pupuk Daun Pupuk daun adalah pupuk buatan (anorganik/organik) yang cara pemberiannya ke tanaman melalui penyemprotan ke daun. Sebelum digunakan, umumnya pupuk daun ini dilarutkan terlebih dahulu dalam konsentrasi tertentu sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Pupuk dapat diberikan melalui daun karena daun merupakan salah satu organ tanaman yang dapat menyerap unsur hara. Pemupukan lewat daun dapat dilakukan pada beberapa jenis pupuk yang larut dalam air. Lingga dan Marsono (2004) menyatakan, pupuk daun ada dua bentuk 8 yaitu: cair dan padat. Pupuk daun ada yang diramu dari zat kimia (bahan anorganik), ada pula yang bahannya diambil dari bahan organik. Pemupukan melalui daun hanya sebagai pelengkap dari pemupukan biasa. Beberapa keuntungan dari pemupukan melalui daun diantaranya dapat memberikan hara sesuai kebutuhan tanaman, penyerapan hara pupuk yang diberikan berjalan lebih cepat dibandingkan pupuk diberikan lewat akar, kelarutan pupuk daun lebih baik dibanding pupuk akar, pemberiannya dapat lebih merata, kepekatannya dapat diatur sesuai pertumbuhan tanaman, dapat menghindarkan hilangnya unsur hara akibat pencucian dan volatilisasi sebelum dapat diserap oleh akar atau mengalami fiksasi dalam tanah yang berakibat tidak dapat lagi diserap oleh tanaman, serta dapat menjaga struktur tanah tetap remah atau gembur (Lingga dan Marsono, 2004). Penggunaan pupuk daun juga memiliki kekurangan, diantaranya adalah tidak semua pupuk daun dapat digunakan untuk tanaman yang langsung dikonsumsi, jumlah unsur yang diberikan terbatas, laju penetrasi rendah (terutama pada daun dengan kutikula tebal), adanya aliran permukaan pada permukaan hidrofobik, larutan pupuk yang disemprotkan cepat kering dan konsentrasi atau dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan keracunan. Pupuk daun juga mudah tercuci oleh air, terutama oleh air hujan. Pemupukan lewat daun sangat menguntungkan bila tanaman dihadapkan pada kondisi: ketersediaan hara di tanah sangat rendah, topsoil kering, dan terjadi penurunan aktivitas akar selama fase reproduktif. Dosis dan waktu penyemprotan adalah hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pupuk daun. Dosis yang tepat untuk setiap tanaman berbeda sesuai dengan jenis dan sesuai tanaman. Pemberian pupuk daun yang tepat adalah antara jam 7-9 pagi atau 3-5 sore dengan catatan tidak terjadi hujan. Pemberian pupuk daun sebaiknya tidak diberikan pada malam hari, panas terik, atau menjelang hujan. Pupuk daun sebaiknya diberikan pada saat ada cahaya matahari karena cahaya secara langsung merangsang penyerapan hara melalui daun (Lingga dan Marsono, 2004). 9 2.6. Analisis Tanaman Analisis tanaman merupakan penetapan konsentrasi suatu unsur hara dalam contoh dari bagian tertentu atau bagian tanaman yang diambil contohnya pada waktu atau tingkat perkembangan morfologi tertentu. Konsentrasi suatu unsur umumnya dinyatakan berdasarkan berat kering (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Analisis tanaman dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu analisis total atau analisis kuantitatif (analisis kimia total atau analisis spektografik) dan analisis menggunakan beberapa fase pertumbuhan tanaman dan bagian tanaman tertentu atau seluruh bagian tanaman. Analisis tanaman bertujuan untuk mendiagnosis atau memperkuat diagnosis gejala yang terlihat, mengidentifikasi gejala yang terselubung, mengetahui kekurangan hara sedini mungkin, menunjukkan bagaimana hara diserap tanaman, mengetahui interaksi atau antagonisme diantara hara, membantu pemahaman fungsi hara dalam tanaman dan sebagai pembantu dalam mengidentifikasi masalah. Komposisi hara dalam tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya adalah bagian morfologi tanaman yang dianalisis, umur tanaman, iklim, sifat tanah dan faktor pengelolaan (pemupukan dan pemberian bahan amelioran). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam analisis tanaman adalah teknik sampling dan penanganan contoh tanaman, analisis tanaman di laboratorium, interpretasi hasil analisis tanaman (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Manfaat hasil analisis jaringan tanaman tergantung dari pendekatan yang realistik untuk memperoleh contoh yang dapat dipercaya (reliable sample), yaitu contoh jaringan tanaman yang representatif (mewakili dari permasalahan hara tanaman yang sedang diteliti). Cara memperoleh contoh tanaman yang representatif dari spesies tanaman tertentu merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan pengetahuan khusus sebelum melakukannya. Komposisi hara tanaman tertentu tidak tetap selamanya, komposisi ini berubah dari bulan ke bulan, bahkan pula bervariasi pada bagian-bagian tanaman itu sendiri (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).