BAB 1 PENDAHULUAN Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna. Pada dasarnya setiap orang pernah memiliki pemikiran yang negatif atau mengganggu. Dari suatu studi ditemukan bahwa 84% orang normal melaporkan pernah memiliki pemikiran yang terus berulang dan mengganggu. Orang akan mudah memunculkan pemikiran yang negatif dan juga perilaku yang kaku dan berulang ketika mereka mengalami distress. Yang membedakan dengan orang yang mengalami Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah bahwa orang-orang yang “normal” akan mampu menghentikan pemikiran-pemikiran negatif tersebut sehingga tidak sampai mengganggu dirinya; sedangkan penderita gangguan obsesifkompulsif tidaklah demikian.(1) Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kepribadian cemas atau takut yang ditandai oleh pola terjebak dengan keteraturan yang sangat kuat, perfeksionisme, dan kontrol mental serta interpersonal dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi. Obsesif kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Obsesi adalah pikiran-pikiran, bayangan-bayangan atau dorongan-dorongan intrusif dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega. Gangguan obsesif-kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman atau anggota keluarga.(2) Gangguan obsesif-kompulsif dialami 2-3% masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka.(3) DSM-IV membuat diagnosis gangguan obsesif-kompulsif bila orang terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan mengganggu hal-hal rutin yang normal, mengganggu fungsi kerja atau sosial. Gangguan obsesif-kompulsif menduduki peringkat keempat dari gangguan jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan depresi berat. 1 Obsesi yang paling banyak dijumpai adalah kontaminasi (55%), impuls agresif (50%), seks (32%), ketakutan somatis (35%), dan need for symmetry (37%). Pada OCD sering sekali terjadi “underdiagnosis” dan “undertreatment” dan studi yang terkini mengindikasikan bahwa 59,5% pasien OCD tidak menerima terapi seperti yang dibutuhkan meskipun terapi yang efektif telah eksis. Serotonin reuptake inhibitor(SSRI) dan Cognitive behavioral therapy (CBT) merupakan lini pertama terapi OCD. CBT dapat mengurangi simptom OCD, yang ditunjukkan dengan menurunnya tingkat kecemasan, pemikiran negatif dan perilaku kompulsif.(1) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Obsesif-Kompulsif Obsesif adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang berulang dan intrusif.(2) Literatur lain mendefinisikan obsesif sebagai ketekunan yang patologis dari suatu pikiran atau perasaan yang tidak dapat ditentang, yang tidak dapat dihilangkan dari kesadaran oleh usaha logika, yang disertai dengan kecemasan.(1) Dalam DSM-IV TR (Diagnostic & Stacistical Manual IV-Text Revision) obsesi didefinisikan sebagai berikut : Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang-ulang dan menetap yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran) Pengertian obsesi menurut Kaplan, et all., adalah pikiran, ide atau sensasi yang muncul secara berulang-ulang. Hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol. Sedangkan kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dilakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, mencari, atau menghindari. Kompulsi merupakan kebutuhan yang patologis untuk melakukan suatu impuls yang jika ditahan menyebabkan kecemasan.(2) 3 Dalam DSM-IV TR (Diagnostic & Stacistical Manual IV-Text Revision) mendefinisikan kompulsi sebagai berikut : Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipenuhi secara kaku. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan, akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan. Kompulsi dapat berbentuk perilaku (misalnya mencuci tangan, memeriksa keadaan) atau mental (memikirkan tentang kata-kata tertentu dengan urutan tertentu, menghitung, berdoa dan seterusnya). Menurut Davison & Neale, gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Dari beragam definisi, dapat disimpulkan bahwa gangguan obsesif-kompulsif atau Obsessive Compulsive Disorder (OCD) adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. 2.2. Onset Gangguan Obsesif-Kompulsif Umumnya usia rata-rata penderita obsesif-kompulsif adalah antara 22-35 tahun. Hanya 15% yang muncul pada usia diatas 35 tahun. Onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun. Walaupun begitu, laki-laki memiliki onset yang lebih awal (rata-rata 19 tahun) dibandingkan wanita (rata-rata 22 tahun). Gangguan obsesif-kompulsif dapat memiliki onset pada masa remaja atau masa anak-anak.(5) 4 2.3. Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif Tingkat prevalensi pada umumnya diperkirakan 2-3% di Amerika Serikat, meskipun prevalensi bisa sedikit lebih rendah dalam beberapa sub kelompok etnis, termasuk Amerika dan Afrika. Sejumlah peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada sebanyak 10% pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat OCD menjadi diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia, gangguan terkait zat, dan gangguan depresif berat. Perbandingan yang sama dijumpai pada laki-laki dan perempuan dewasa, akan tetapi remaja laki-laki lebih mudah terkena daripada remaja perempuan. Pasien dengan gangguan obsesifkompulsif umumnya dipengaruhi oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67% dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25%. Diagnosis psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan gangguan makan.(3,5) 2.4. Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif a) Faktor Biologis Salah satu penjelasan yang mungkin tentang gangguan obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Keterlibatan serotonin ini belum sebagai penyebab individu mengalami gangguan obsesif-kompulsif, melainkan sebagai pembentuk dari gangguan ini. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi sistem proyeksinya. Proyeksi pada korteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesif-kompulsif. Sistem serotonergik Banyak uji klinis obat yang telah dilakukan untuk mendukung hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dalam gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lainnya, tetapi keterlibatan serotonin sebagai penyebab OCD belum jelas. Studi klinis telah menganalisis konsentrasi metabolit serotonin (misalnya, 5-hydroxyindoleacetic asam [5-HIAA]) dalam cairan serebrospinal (CSF) serta 5 afinitas dan jumlah ikatan trombosit dari imipramine yang telah dititrasi (Tofranil), yang berikatan dengan reuptake serotonin, dan melaporkan temuan pada pasien dengan OCD. Sistem noradrenergik Saat ini, ada sedikit bukti yang ada untuk disfungsi dalam sistem noradrenergik pada OCD. Laporan yang tidak resmi menunjukkan beberapa perbaikan dalam gejala OCD dengan penggunaan clonidine oral (Catapres), obat yang mengurangi jumlah norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf presinaptik. b) Faktor Psikologis atau Tingkah Laku Orang dengan OCD menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut “thought-action fusion” (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat. Menurut beberapa ahli teori pembelajaran, obsesi merupakan stimulus yang dipelajari. Sebuah stimulus yang relatif netral dikaitkan dengan rasa takut atau kecemasan melalui proses pembelajaran responden, yaitu dengan memasangkan stimulus netral dengan dihubungkan ke peristiwa-peristiwa berbahaya atau menimbulkan kecemasan atau rasa tidak nyaman. Dengan demikian, objek dan pikiran yang sebelumnya netral mampu mencetuskan kecemasan atau ketidaknyamanan. Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif, orang tersebut mengembangkan suatu strategi penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut. Secara perlahan, karena efikasinya dalam mengurangi kecemasan, strategi penghindaran ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi. 6 c) Faktor Psikososial Menurut Sigmund Frued, gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam fase perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi gangguan obsesif-kompulsi. Represi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut. 2.5. Faktor Resiko Gangguan Obsesif-Kompulsif a) Genetik - Mereka yang mempunyai anggota keluarga yang mempunyai sejarah penyakit ini kemungkinan beresiko mengalami OCD. b) Organik – Kelainan saraf seperti yang disebabkan oleh meningitis dan ensefalitis juga adalah salah satu penyebab OCD. Terdapat laporan kasus menyebutkan hubungan antara infeksi streptokokus dengan kaitannya dengan kejadian OCD. Ada hipotesis yang menyatakan, infeksi oleh streptokokus memicu terjadinya respon autoimun yang berdampak kepada timbulnya simptom neuropsikiatri pada anak (Pediatric autoimmune neuropsychiatric disorder associated with streptococcal infections [PANDAS]), yang mana kasus-kasus ini mengalami perbaikan dengan terapi antibiotik. c) Kepribadian - Mereka yang mempunyai kepribadian obsesif lebih cenderung mendapat gangguan OCD. Ciri-ciri mereka yang memiliki kepribadian ini ialah seperti keterlaluan mementingkan aspek kebersihan, seseorang yang terlalu patuh pada peraturan, cerewet, sulit bekerja sama dan tidak mudah mengalah. d) Pengalaman masa lalu - Pengalaman masa lalu juga mudah mencorakkan cara seseorang menangani masalah di antaranya dengan menunjukkan gejala OCD. e) Konflik - Mereka yang mengalami gangguan ini biasanya menghadapi konflik jiwa yang berasal dari masalah hidup. Contohnya hubungan antara suami-istri, di tempat kerja, keyakinan diri, ke-Tuhanan atau apa saja yang dapat mencetuskan konflik dalam diri. Namun konflik ini tidak dapat diselesaikan dengan cara yang positif atau benar sehingga menyebabkan mereka merasa tertekan dengan konflik tersebut. 7 Dengan arti kata lain, apapun peristiwa atau tragedi yang dapat mencetuskan tekanan akan menimbulkan gejala-gejala OCD. Berikut ini adalah beberapa perspektif menurut aliran-aliran lain mengenai obsesifkompulsif: 1. Perspektif psikoanalisis Menurut pandangan psikoanalisa, obsesif-kompulsif timbul dari daya-daya instinktif seperti seks dan agresivitas, yang tidak berada di bawah kontrol individu karena toilettraining yang kasar. Ada juga yang memandang obsesif-kompulsif sebagai hasil dari perasaan tidak kompeten. 2. Perspektif behavioristik Para ahli tingkah laku mengemukakan bahwa obsesif-kompulsif adalah perilaku yang dipelajari, dan diperkuat dengan berkurangnya rasa takut. „Teori Behavioral‟ menganggap kompulsi sebagai perilaku yang dipelajari yang dikuatkan oleh redukasi yang kuat. 3. Perspektif kognitif Ide lain yang muncul adalah, kompulsi memeriksa terjadi karena defisit ingatan. Ketidakmampuan untuk mengingat beberapa tindakan dengan akurat, atau untuk membedakan antara perilaku yang benar-benar dilakukan dan imajinasi seseorang memeriksa berkali-kali. Sedangkan pemikiran obsesif muncul karena ketidakmampuan atau kesulitan untuk mengabaikan stimulus. 4. Teori belajar (Learning theory) Gabungan dari teori dan pengalaman dalam aplikasi terapi perilaku timbul beberapa konsep terjadinya gangguan obsesif-kompulsif. 5. Mowrer’s two stage theory Mowrer mengajukan teori ini di tahun 1939 dan dikembangkan oleh Dollard dan Miller di tahun 1950. Gangguan obsesi-kompulsi ini didapat secara dua tahap. Tahap 8 pertama adalah adanya rangsangan yang menimbulkan kecemasan. Reaksi yang timbul adalah menghindari (escape) atau menolak (avoidance). Respon-respon ini menimbulkan negative reinforcement akibat berkurangnya rasa cemas. Tahap berikutnya adalah upaya menetralisasi kecemasan yang masih ada dengan rangkaian kata-kata, gagasan-gagasan atau bayangan-bayangan bahkan objek-objek lain. Penyebarluasan ini mengaburkan asal-usul rangsangan tadi. Kecemasan terhadap suatu objek tadi sudah meluas menjadi perasaan tidak enak atau tidak menentu. Sebagai kompensasinya penderita menentukan strategi perilaku yang enak baginya dan perilaku ini menetap menjadi kompulsif akibat negative reinforcement. 2.6. Gejala Klinis Gangguan Obsesif-Kompulsif Orang itu obsesional dari aspek pemikiran, bayangan atau cara yang bertubi-tubi (rumination), contohnya dia merasa tangannya kotor walaupun hakikatnya tidak. Individu tersebut berada dalam keadaan resah, cemas, tertekan dan merasa tidak nyaman dengan keadaan ini. Individu tersebut tahu bahwa pemikiran atau bayangan yang hadir dalam dirinya itu adalah kacau, tidak logis dan tidak sepatutnya terjadi. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil dan menyebabkan dirinya menjadi resah. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terusmenerus dalam beberapa kali setiap harinya. Obsesi dan kompulsi menyebabkan terjadinya tekanan dalam diri penderita dan menghabiskan waktu (lebih dari satu jam sehari) atau secara signifikan mengganggu fungsi normal seseorang, atau kegiatan sosial atau suatu hubungan dengan orang lain. Penderita merasa terdorong untuk melakukan ritual, yaitu tindakan berulang seperti mencuci tangan & melakukan pengecekan dengan maksud tertentu. 9 Secara klinis, obsesi yang paling banyak terjadi berkaitan dengan ketakutan akan kontaminasi, ketakutan mengekspresikan impuls seksual atau agresif, dan ketakutan hipokondrial akan disfungsi tubuh. Obsesi juga dapat berupa keragu-raguan ekstrem, prokrastinasi, dan ketidaktegasan. Gejala pasien gangguan obsesif-kompulsif mungkin berubah sewaktu-waktu tetapi gangguan ini mempunyai lima pola gejala klinis yang paling sering ditemui, yaitu : 1. Kontaminasi Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau kompulsi menghindar dari objek yang dirasa terkontaminasi. Objek yang ditakuti biasanya sulit untuk dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman. Termasuk perhatian mengenai menjadi sakit atau membuat orang lain sakit. Perilaku mencuci dan membersihkan tangan, merapikan, mandi yang berlebihan sampai menjadi satu ritual. 2. Keraguan Patologis Pola kedua yang sering terjadi adalah obsesi tentang ragu-ragu yang diikuti dengan perilaku kompulsi mengecek/ memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau kekerasan. Sikap ragu-ragu ini timbul akibat rasa takut membuat keputusan yang salah dan membahayakan orang lain, takut melakukan sesuatu yang tidak diinginkan yang dapat menyakiti orang lain secara tidak sengaja, takut menimbulkan kerusakan, maupun takut harus bertanggung jawab terhadap suatu kejadian yang buruk. Penderita akan sering mengecek berulang kompor, keran air, lampu, kunci pintu rumah dan lain-lain. Penderita akan melakukan kembali tindakan-tindakan sampai betul-betul sempurna atau sampai diselesaikan dengan pikiran atau perasaan yang tepat atau sampai dirasakan benar. 3. Pemikiran yang Mengganggu Obsesi ini biasanya meliputi pikiran berulang tentang tindakan agresif atau seksual yang salah oleh pasien. 4. Simetri Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk menghabiskan makanan atau bercukur. Tidak nyaman ketika benda-benda tidak simetris tersusun di tempatnya sehingga akan 10 bertindak mengatur dan mengatur ulang, memperbaiki susunan karena kebutuhan akan simetri, ketepatan, dan perfeksionis. 5. Pola yang lain : obsesi bertemakan keagamaan, trichotilomania, menggigit-gigit jari, menghitung tindakan-tindakan yang dilakukan, atau kebutuhan untuk melakukan sesuatu dalam jumlah tertentu bisa ganjil atau genap Beberapa gejala yang berhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah sebagai berikut: OBSESI KOMPULSI Perhatian terhadap kebersihan (kotoran, kuman, kontaminasi) Ritual mandi, mencuci dan membersihkan yang berlebihan. Perhatian terhadap ketepatan Ritual mengatur posisi berulang-ulang. Perhatian terhadap peralatan rumah tangga (piring, sendok) Memeriksa berulang-ulang dan membuat inventaris peralatan Perhatian terhadap sekresi tubuh (ludah, feses, urine) Ritual menghindari kontak dengan sekret tubuh, menghindari sentuhan. Obsesi religious Ritual keagamaan yang berlebihan (berdoa sepanjang hari Obsesi terhadap kesehatan (sesuatu yang buruk akan terjadi dan menimbulkan kematian) Ritual berulang (mencari informasi tentang kesehatan dan kematian) Obsesi ketakutan (menyakiti diri sendiri atau orang lain) Pemeriksaan pintu, kompor, gembok dll secara berulang-ulang Pemikiran mengganggu tentang suara, katakata atau musik Menghitung, berbicara, menulis, memainkan alat musik dengan ritual beragam Obsesi atau kompulsi merupakan ego-alien; yaitu dirasakan sebagai sesuatu yang asing bagi pengalaman diri sebagai makhluk psikologis. Tidak peduli sedemikian kuat dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang tersebut biasanya mengenalinya sebagai sesuatu yang aneh dan tidak rasional. Kadang-kadang pasien terlalu menilai lebih obsesi dan kompulsi. Misalnya, seorang pasien dapat memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara moral adalah benar walaupun ia dapat kehilangan pekerjaan karena waktu dihabiskan untuk membersihkan sesuatu. Gambaran klinis dari obsesi kompulsi berupa: 11 Pre-okupasi pada aturan, regulasi, ketertiban, kerapian, kebersihan, detail dan pencapaian kesempurnaan. Peraturan diikuti dengan kaku dan tidak bisa ditoleransi, akibatnya mereka kehilangan fleksibilitas dan intolerant. Memiliki keterampilan hubungan interpersonal yang terbatas. Formal, serius, sering kehilangan rasa humor. Mengasingkan diri, tidak mampu berkompromi, dan menuntut orang lain mengikuti kemauannya. Mempunyai sedikit teman meskipun stabil dalam pekawinan dan pekerjaan yang baik. Frekuensi pengulangan suatu tindakan, fisik atau mental, dapat luar biasa tinggi. Kompulsi yang umum dilaporkan mencakup hal-hal berikut : Mengupayakan kebersihan dan keteraturan, kadangkala melalui acara rumit yang memakan waktu berjam-jam atau bahkan sepanjang hari. Menghindari objek tertentu. Melakukan praktik repetitif, magis, dan protektif, seperti menghitung, mengucapkan angka tertentu, atau menyentuh bagian tubuh tertentu. Mengecek sebanyak tujuh atau delapan kali untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan benar-benar telah dilakukan, contohnya pintu telah dikunci, kompor telah dimatikan, dan sebagainya Melakukan suatu tindakan tertentu, seperti makan dengan sangat lambat. 2.7. Tipe Gangguan Obsesif-Kompulsif A. Checkers Terobsesi untuk selalu memeriksa. Penyebabnya kecemasan yang irasional. Cemas dapat akan hal-hal buruk yang berpotensi mencelakai diri sendiri dan orang-orang sekeliling. Dan jika hal buruk kejadian, orang yang punya kecenderungan ini bakal menganggap dialah pihak pertama yang harus disalahkan. Beberapa contoh OCD untuk jenis ini diantaranya adalah: 12 Takut membahayakan diri sendiri ataupun pasangan. Takut kotor, terkena kuman ataupun infeksi. Ketakutan pasangan mendapatkan bahaya saat mengemudi. Selalu saja merasa resah. Banyak pikiran negative yang ada di pikiran seperti perasaan mengunci pintu, lupa mematikan kompor ataupun hal-hal sejenis. B. Washers and Cleaners Merupakan orang yang memiliki ketakutan irasional terkontaminasi kuman, jadinya secara kompulsif dia akan menghindarkan diri dari kontaminasi tersebut. Pada beberapa kasus, tipe ini terjadi akibat trauma diperkosa (atau diperlakukan tidak senonoh secara seksual), sehingga ia merasa dirinya terus menerus kotor. C. Orderers Obsesi dengan simetri yang disertai dengan mengatur dan mengulangi dorongan. Mereka fokus mengatur segala sesuatu agar tepat pada tempatnya dan akan merasa tertekan jika benda-benda tersebut dipindahkan, dipegang, atau ditata oleh orang lain. D. Obsessionals Merupakan orang yang memiliki perasaan obsesif dan intruktif, bahkan terkadang takut jika dirinya akan mengakibatkan kemalangan atau kecelakaan. E. Hoarders Gejala penimbunan. Merupakan orang-orang yang senang mengumpulkan barangbarang tidak berharga. 13 2.8. Diagnosis Gangguan Obsesif-Kompulsif Kriteria diagnosis gangguan obsesif-kompulsif (F42) berdasarkan PPDGJ-III. (6) Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau menggangu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut : a) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita c) Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas) d) Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive). (Ego distonik) Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. Penderita gangguan obsesif-kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiranpikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejalagejala yang timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif-kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang. Gejala obsesif „sekunder‟ yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organik, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut. 14 PPDGJ-III turut mencantumkan pedoman diagnosis jika terdapat predominan pikiran obsesif atau tindakan kompulsif atau campuran keduanya seperti berikut : (6) Predominan pikiran obsesif atau pengulangan (F42.0) : Keadaan ini dapat berupa : gagasan, bayangan pikiran, atau impuls (dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien) Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu menyebabkan penderitaan (distress). Predominan tindakan kompulsif [Obsessional Rituals] (F42.1) : Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan : kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya tidak terjadi, atau masalah kerapihan dan keterlaluan. Hal tersebut dilatar-belakangi perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan ketidak-mampuan mengambil keputusan dan kelambanan. Campuran pikiran dan tindakan obsesif (F42.2) : Kebanyakkan dari penderita obsesif-kompulsif memperlihatkan pikiran obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bilamana kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang demikian. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya dinyatakan dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. Hal ini berkaitan dengan respons yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih responsif terhadap terapi perilaku. 15 Pedoman diagnosis menurut DSM-IV : (7) A. Salah satu obsesif atau kompulsif Obsesif didefinisikan sebagai berikut : 1. Pikiran, impuls atau bayangan yang pernah dialami yang berulang dan menetap yang intrusive dan tidak serasi, yang menyebabkan ansietas dan distress, yang ada selama periode gangguan. 2. Pikiran, impuls, atau bayangan bukan ketakutan terhadap problem kehidupan yang nyata. 3. Individu berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan atau menetralisir dengan pikiran lain atau tindakan. 4. Individu menyadari bahwa pikiran, impuls, bayangan yang berulang berasal dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan faktor luar atau pikiran yang disisipkan). Kompulsif didefinisikan oleh (1) dan (2) 1. Perilaku yang berulang (misalnya : cuci tangan, mengecek) atau aktivitas mental (berdoa, menghitung, mengulang kata dengan tanpa suara) yang individu merasa terdorong melakukan dalam respons dari obsesinya, atau sesuatu aturan yang dilakukan secara kaku. 2. Perilaku atau aktivitas mental ditujukan untuk mencegah atau menurunkan distress atau mencegah kejadian atau situasi; walaupun perilaku atau aktivitas mental tidak berhubungan dengan cara yang realistik untuk mencegah atau menetralisir. B. Pada waktu tertentu selama perjalanan penyakit, individu menyadari bahwa obsesi dan kompulsi berlebihan dan tidak beralasan. Catatan keadaan ini tidak berlaku pada anak. C. Obsesi dan kompulsi menyebabkan distress, menghabiskan waktu (membutuhkan waktu lebih dari 1 jam perhari) atau mengganggu kebiasaan normal, fungsi pekerjaan atau akademik atau aktivitas sosial. D. Bila ada gangguan lain pada aksis I, isi dari obsesi dan kompulsi tidak terkait dengan gangguan tersebut. E. Gangguan tidak disebabkan efek langsung dari penggunaan zat (misalnya penyalahgunaan zat, obat) atau kondisi medik umum. 16 Di dalam DSM-IV, gangguan obsesif-kompulsif ini dimasukkan dibawah gangguan cemas, tetapi di dalam DSM-V, gangguan obsesif-kompulsif ini dijadikan penggolongan tersendiri yang termasuk dibawahnya gangguan obsesif-kompulsif yang spesifik, gangguan dismorfik tubuh, hoarding disorder, trikotillomania, ekskoriasi, gangguan obsesif-kompulsif terkait zat dan gangguan obsesif-kompulsif tidak tergolongkan. 2.9. Diagnosis Banding : a. Keadaan Medis Persyaratan diagnostic DSM-IV-TR pada distres pribadi dan gangguan fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang sedikit berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama dipertimbangkan dan diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan „tic‟ lainnya, epilepsy lobus termporalis dan kadang-kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca-ensefalitis. b. Gangguan Tourette Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering terjadi gejala bahkan setiap hari. Gangguan Tourete dan OCD memiliki awitan dan gejala yang serupa. Sekitar 90 peresen orang dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak dua pertiga memenuhi kriteria diagnostik OCD. c. Keadaan Psikiatri lain Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah hipokondriasi, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan pengendalian impuls lain, seperti kleptomania dan judi patlogis. Pada semua gangguan ini, pasien memiliki berulang (contohnya kepedulian akan tubuh) atau perilaku berulang (contohnya mencuri). 17 2.10. Perjalanan Penyakit Gangguan Obsesif-Kompulsif Lebih 50% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif gejala awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang menimbulkan stress, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga dan lain-lain. Seringkali pasien merahsiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap atau terus menerus ada. Kira-kira 20-30% pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna, sementara 4050% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejala menetap atau memburuk. Sepertiga dari gangguan obsesif-kompulsif disertai gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif memiliki risiko bunuh diri. Indikasi prognosis buruk adalah kompulsi yang diikuti, awitan masa kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya gangguan kepribadian (terutama kepribadian skizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, dan gejala yang episodik.(4) 2.11. Penatalaksanaan Obsesif-Kompulsif Beberapa penelitian mendapatkan bahwa kombinasi farmakoterapi dan psikoterapi khususnya terapi perilaku lebih efektif menurunkan gejala obsesif-kompulsif dibanding jika dilakukan salah satunya sahaja.(1,2,5) a) Psikoterapi Psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat sulit untuk disembuhkan. Faktor pertama, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan 18 baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. Terapi kognitif adalah terapi yang memfokuskan pada bagaimana mengubah pemikiran atau keyakinan yang negatif. Karena banyaknya penelitian yang menunjukkan bahwa kesuksesan penerapan teknik kognitif akan lebih besar bila disertai teknik-teknik modifikasi tingkah laku (misalnya pemberian tugas-tugas rumah dan exposure) daripada teknik “menyerang” pemikiran irasional semata-mata yang merupakan prosedur terapi kognitif, maka teknik yang akan digunakan untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah gabungan dari kedua pendekatan tersebut yaitu Cognitive Behavior Therapy. Terapi ini selanjutnya diharapkan dapat diterapkan oleh penderita sendiri dalam kehidupannya sehari-hari tanpa harus bergantung pada terapis (self help). Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif, mendasarkan pada perspektif kognitif dan perilaku, tehnik yang umumnya diterapkan adalah Exposure with response prevention. Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika pasien dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut, hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Tehnik Exposure with response prevention dalam penerapannya biasanya disertai dengan restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi dan modeling.(1) Dalam CBT, terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu. Prosedur CBT : (1) Latihan relaksasi, berupa relaksasi otot progresif untuk belajar menegangkan dan mengendurkan bermacam-macam kelompok otot serta belajar memperhatikan perbedaan antara rasa tegang dan rileks. (2) Restrukturisasi kognitif, prosedur terapi untuk mengurangi tingkat kecemasan subyek yang disebabkan oleh pemikiranpemikiran negatif dan menggantikannya dengan pemikiran-pemikiran yang lebih positif, dan (3) Exposure with response prevention, untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif. Subyek dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya (bila tidak akan menimbulkan “bahaya”) namun mereka dicegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika subyek dapat mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu yang mengerikannya tidak terjadi, hal ini dapat membantu dalam mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual tadi.(1) 19 Penilaian dan pengukuran keberhasilan CBT dilakukan sebelum terapi (pra terapi), selama terapi berlangsung, segera setelah keseluruhan terapi selesai diberikan (pasca terapi), dan terakhir pada tahap tindak lanjut (setelah terapi dihentikan). Penilaian dan pengukuran sebelum terapi dilakukan untuk mengetahui bagaimana pola pemikiran obsesif dan tingkah laku kompulsif subyek yang selama ini dilakukan. Penilaian selama terapi dilakukan terusmenerus pada setiap sesi selama terapi berlangsung dimulai setelah tehnik relaksasi dan restrukturisasi kognitif diberikan yaitu apakah subyek mampu menghasilkan alternatifalternatif pemikiran yang semula negatif menjadi lebih positif. Pencatatan dan pengukuran selama exposure mengacu pada identifikasi pemikiran obsesif dan tingkah laku kompulsif yang telah dibuat pada pertemuan awal terapi. Dengan demikian, akan diketahui apakah ada perubahan pemikiran obsesif dan tingkah laku kompulsinya. Penilaian setelah terapi (pasca terapi) dilakukan segera setelah keseluruhan terapi selesai diberikan. Sedangkan penilaian dan pengukuran pada tahap tindak lanjut dilakukan dua minggu setelah pasca terapi (tindak lanjut ke-1) dan satu bulan setelah pasca terapi (tindak lanjut ke-2). Penilaian dan pengukuran pada tahap tindak lanjut dilakukan untuk mengetahui apakah perubahan pemikiran obsesif dan tingkah laku kompulsi subyek yang terjadi selama terapi berlangsung relatif menetap setelah terapi dihentikan. Proses penilaian dan pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah teknik-teknik terapi kognitif-tingkah laku yang telah diterapkan efektif untuk mengatasi gangguan obsesif-kompulsif subyek.(1) Yale-Brown Obsessive Compulsives Scale (Y-BOCS) dianggap sebagai baku emas dalam mengukur keparahan gejala obsesif-kompulsif dan digunakan pada sebagian besar uji coba terapi. Terapi paparan dan pencegahan respon mampu menurunkan skor Y-BOCS hingga 55%,dan terapi tunggal clomipramine mampu menurunkan skor ini hingga 31%. Kombinasi antara terapi paparan dan pencegahan respon dan clomipramine mampu menurunkan skor Y-BOC hingga 58%, di mana secara signifikan lebih besar dibandingkan terapi tunggal clomipramine. b) Farmakoterapi Pemberian obat medis hanya bisa dilakukan oleh dokter atau psikiater atau social worker yang terjun dalam psikoterapi. Pemberian obat-obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena beberapa dari obat tersebut mempunyai efek samping yang merugikan. Pemberian satu macam obat SSRI memberikan kesembuhan klinis pada 40-60% pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Medikasi sangat jarang membawa pasien pada 20 remisi. Respons pada penelitian OCD didefinisikan sebagai pengurangan gejala OCD 2535%. Tidak ada SSRI yang terbukti lebih efektif dibanding dengan lainnya dalam penanganan kasus OCD.(2) Gangguan obsesif-kompulsif menunjukkan perbaikan yang lambat, berangsur-angsur yang dimulai dari beberapa hari setelah pemberian obat dan berlanjut beberapa bulan kemudian. Obat yang sudah disetujui oleh FDA untuk terapi OCD pada orang dewasa adalah Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) yang dapat mengubah level serotonin dalam otak. Jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine (Prozac), Sertraline (Zoloft), Escitalopram (Lexapro), Paroxetine (Paxil), dan Citalopram (Celexa). Obat ini bersamaan dengan psikoterapi merupakan intervensi lini pertama pada pasien OCD.(8) SSRI merupakan terapi lini pertama pada OCD dengan bukti yang meyakinkan mengenai efikasi dari beberapa penelitian yang luas. Tolerabilitas dan penerimaan yang lebih baik dari Clomiperamine membuat SSRI menjadi terapi yang cocok pada OCD dan Clomiperamine menjadi terapi lini kedua pada mereka yang tidak dapat mentoleransi SSRI dan yang tidak berespon dengan SSRI. Pemilihan SSRI antara Fluoxetine, Fluvoxamine, Citalopram, Paroxetine, dan Sertraline cukup sulit tetapi pada umumnya tergantung pada masing-masing individu karena efeknya mirip satu dengan yang lain. Dosis yang direkomendasikan adalah : (8) Nama Generik Dosis terendah (mg/hari) Dosis tertinggi (mg/hari) Sediaan Paroxetine 20 60 Tab 20 mg Sertraline 50 200 Tab 50 mg Fluvoxamine 150 300 Tab 50 mg Fluoxetine 40 80 Tab/Cap 20 mg Citalopram 20 60 Tab 20 mg Clomiperamine 150 250 Tab 25 mg Pada kebanyakan pasien, terapi dengan SSRI memberikan perbaikan yang lambat dan berangsur-angsur. Terapi berlangsung jangka lama dan dosis dinaikkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pada pasien yang tidak berrespon dengan SSRI yang pertama maka dapat 21 dirubah dengan menggunakan SSRI yang lain karena 25% pasien yang gagal dengan obat SSRI yang pertama dapat memberikan respon dengan obat SSRI lainnya. SSRI secara umum ditoleransi lebih baik dibandingkan dengan Clomiperamine karena efek samping yang lebih kurang pada antikolinergik (mulut kering, keluhan lambung, konstipasi, gangguan fungsi seksual, retensi urin dll) dan anti alfa-adenergik (perubahan EKG, hipotensi ortostatik). Meski demikian SSRI dapat juga menyebabkan astenia, insomnia, nausea, dan gangguan fungsi seksual. Meskipun banyak obat anti-obsesi yang muncul tetapi Clomiperamine, suatu antidepresan trisiklik tetap merupakan terapi OCD yang efektif dan dapat ditoleransi dengan baik dan menjadi lini kedua setelah SSRI. Clomiperamine merupakan obat pertama yang disetujui FDA untuk OCD menunjukkan hasil yang superior pada penelitian RCT. Clomiperamine cukup efektif dalam menangani OCD meskipun dengan profil tolerabilitas yang lebih buruk. Pada kebanyakkan pasien, Clomiperamine dengan dosis 25-50mg/hari (dosis tunggal pada malam hari, waktu paruhnya 10-20 jam), dinaikkan secara bertahap dengan penambahan 25mg/hari, sampai tercapai dosis efektif yang mampu mengendalikan sindrom obsesif-kompulsif (biasanya sampai 200-300mg/hari) dan diberikan minimal 10 minggu menghasilkan efikasi yang cukup. Dan kenaikan dosis ini sangat tergantung pada toleransi penderita terhadap efek samping obat. Apabila didapatkan respon yang tidak adekuat atau intoleransi terhadap Clomiperamine oral maka dapat diberikan Clomiperamine intravena sebagai alternatif. Seperti obat trisiklik yang lain, Clomiperamine memiliki efek samping yang berhubungan dengan efek antikolinergik dan alfa-adrenergik yaitu : mulut kering, konstipasi, pandangan kabur, hipotensi ortostatik, pusing dan nausea. Clomiperamine toksik pada overdosis dan berpotensi mengakibatkan keadaan fatal yaitu kematian karena aritmia jantung, hipotensi, maupun kejang. Setelah memberikan dosis akut pada pasien dan gejala obsesif- kompulsif sudah terkontrol maka dapat dikurangkan dosis obat untuk tujuan maintenance untuk mecegah relaps dan meminimalkan efek samping. Dosis pemeliharaan atau maintenance umumnya agak tinggi, sekitar 100-200mg/hari, serta bertahan untuk jangka waktu yang lama (1-2 tahun), sambil tetap dilakukan CBT atau psikoterapi lain.(2,8) Pemberian obat SSRI atau Clomiperamine, sebelum dihentikan, pengurangan dosis harus secara “tapering off” agar tidak terjadi kekambuhan dan kesempatan yang luas untuk menyesuaikan diri. Meskipun respons terhadap pengobatan sudah dapat terlihat dalam 1 sampai 2 minggu, untuk mendapatkan hasil yang memadai setidaknya diperlukan waktu 2 sampai 3 bulan dengan dosis antara 75-225mg/hari. Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya diatas 6 bulan sampai tahunan, kemudian dihentikan secara bertahap 22 bila kondisi penderita sudah memungkinkan. Dan harus diyakinkan kepada penderita bahwa obat golongan SSRI dan trisiklik ini tidak berpotensi menimbulkan ketergantungan obat.(8) Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs). Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan MOAIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi. Suatu pendekatan yang mengkombinasikan terapi berbasis paparan dengan medikasi berbagai agen farmakologis yang diteliti dapat menghilangkan rasa takut. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa reseptor N-melhyl-D-aspartate (NMDA) glutamat penting bagi ekspresi respon takut terkondisi pada amigdala basolateral dan hilangnya takut terkondisi pada amigdala. Penemuan ini konsisten dengan pandangan bahwa proses hilangnya takut, sama dengan proses penyisipan takut, sama-sama merupakan bentuk pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut, agonis NMDA yang diberikan sebelum paparan mungkin dapat memfasilitasi proses hilangnya respon takut. Terdapat beberapa bentuk intervensi yang dapat diberikan pada pasien OCD yang berespon parsial dan tidak berespon terhadap pengobatan. Pada pasien yang memiliki respon parsial dapat dilakukan peningkatan dosis dan augmentasi dengan anti-psikotik atipikal. Pada pasien yang tidak berespon setelah 2 atau 3 SSRI dan paling tidak 1 Serotonin-norephinefrine reuptake inhibitor (SNRI) dan augmentasi dengan anti-psikotik atipikal (risperidone atau olanzapine), strategi augmentasi lain perlu dipikirkan. Hal ini termasuk augmentasi dengan mood stabilisers (lithium carbonate, valproate acid), benzodiazepine (clonazepam) atau clomiperamine intravena. Pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan perlu dipikirkan teknik stimulasi otak yaitu Transcranial Magnetic Stimulation (TMS) dan Deep Brain Stimulation (DBS). TMS adalah teknik non-invasif menggunakan stimulasi elektrik pada area otak yang spesifik dengan induksi magnetik. DBS merupakan teknik yang agak invasif, reversibel dan memerlukan prosedur neurosurgikal dengan cara mengimplant 2/4 elektroda di anterior limb kapsula interna dihubungkan dengan kabel subkutan ke pulse generator di dada anterior. Intervensi bedah bagi gangguan obsesif kompulsif meliputi pemotongan traktus (sirkuit) di antara struktur yang mungkin penting dalam gangguan ini (misal traktus penghubung sekresi antara korteks frontal orbita dan cingulianterior). Prosedur ini meliputi kapsulotomi anterior, cingulotomi anterior, traktotomi subcaudatus, dan leukotomi limbik. Terapi bedah biasanya dilakukan pada pasien gangguan obsesif-kompulsif yang gagal merespon terapi farmakologis 23 maupun psikologis. Namun demikian, keamanan dan efikasi intervensi bedah bagi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif masihlah kontroversial. Kini berkembang minat akan adanya terapi alternatif, suatu prosedur bedah non-ablatif. Salah satu bentuk intervensi alternatif ini adalah stimulasi otak dalam pada ganglia basalis, melalui implantasi elektroda secara bedah. Walaupun hasil awalnya menjanjikan, intervensi ini harus dinilai secara adekuat tentang keamanan dan efikasinya sebagai terapi gangguan obsesif kompulsif. Sebuah metode stimulasi otak non-bedah diubah dengan menempatkan elektromagnet eksternal di atas regio otak tertentu. Walaupun stimulasi ini belum dinilai secara ekstensif sebagai terapi gangguan obsesif-kompulsif, data yang tersedia belum mendukung efikasi terapeutiknya bagi kondisi ini.(1) Ada juga yang menggunakan tehnik-tehnik seperti : 1. Pendekatan Psikoanalisa Terapi yang dilakukan adalah mengurangi represi dan memungkinkan pasien untuk menghadapi hal yang benar-benar ditakutinya. Namun karena pikiran-pikiran yang mengganggu dan perilaku kompulsif bersifat melindungi ego dari konflik yang direpres, maka hal ini menjadi sulit untuk dijadikan target terapi, dan terapi psikoanalisa tidak terlalu efektif untuk menangani gangguan obsesif-kompulsif. 2. Rational-Emotive Behavior Therapy Menurut Davison & Neale, terapi ini digunakan dengan pemikiran untuk membantu pasien menghapuskan keyakinan bahwa segala sesuatu harus terjadi menurut apa yang mereka inginkan, atau bahwa hasil pekerjaan harus selalu sempurna. Terapi kognitif dari Beck juga dapat digunakan untuk menangani pasien gangguan obsesif kompulsif. Pada pendekatan ini pasien diuji untuk menguji ketakutan mereka bahwa hal yang buruk akan terjadi jika mereka tidak menampilkan perilaku kompulsi. 3. Terapi Keluarga (Family therapy) Terapi keluarga, merupakan teknik pengobatan yang sangat penting bila pada keluarga pasien OCD ini didapatkan kekacauan hubungan dalam keluarga, kesukaran dalam perkawinan, masalah spesifikasi dalam anggota keluarga atau peran anggota keluarga yang 24 kurang sesuai yang akan mengganggu keberhasilan fungsi masing-masing individu dalam keluarga termasuk dalam waktu jangka panjang akan berakibat buruk pada anak OCD. Seluruh anggota keluarga dimasukkan ke dalam proses terapi, menggunakan semua data anggota keluarga seperti tingkah laku individu dalam keluarga. Menilai tingkah laku setiap anggota keluarga yang mempengaruhi tingkah laku yang baik dan membina pengaruh tingkah laku yang positif dari setiap individu. Terapi gangguan yang berhubungan dengan obsesif kompulsif Terapi dengan menggunakan SSRI memberikan hasil yang istimewa pada gangguan : Body dysmorphic disorders, hypocondriasis, gangguan depersonalisasi, anoreksia nervosa, judi patologis, perilaku seksual obsesif-kompulsif, perilaku melukai diri dan trikotilomania. Pasien dengan gangguan impulsif seperti binge eating disorders dan compulsive buying memiliki respons yang cepat pada pemberian SSRI tetapi kemudian semakin berkurang. Pasien ini membutuhkan obat lain untuk stabilisasi seperti mood stabiliser. Lebih lanjut beberapa gangguan pengendalian gangguan impuls berhasil diterapi secara monoterapi dengan mood stabiliser dan anti konvulsan seperti lithium, valproate. Terapi perilaku juga bermanfaat pada terapi gangguan yang berhubungan dengan OCD.(1) 2.12. Kualitas Hidup dan Prognosis Obsesif-Kompulsif A. Kualitas hidup Perilaku kompulsi pada penderita kompulsif akan membuang waktu dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya. Orang-orang dengan gangguan obsesif kompulsif mungkin tertunda keluar rumah sampai satu jam atau lebih karena harus melakukan ritual pengecekan mereka. Mereka seharusnya dapat melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat dari pada mengikuti pikiran obsesinya dan tindakan kompulsif nya. B. Prognosis Lebih dari separuh pasien dengan OCD memiliki awitan gejala yang mendadak. Mengalami perjalanan yang bervariasi dan tidak dapat diduga. Sekitar 50% hingga 70% 25 pasien terjadi setelah peristiwa yang penuh tekanan, seperti kehamilan, masa seksual, atau kematian kerabat. Karena banyak orang tetap merahasiakan gejalanya, sering terdapat penundaan 5 hingga 10 tahun sebelum pasien datang untuk mendapatkan perhatian psikiatri, walaupun penundaan mungkin memendek dengan meningkatnya keaspadaan terhadap gangguan ini. Sekitar 20-30 pasien mengalami perbaikan gejala yang signifikan dan 40 hingga 50% mengalami perbaikan sedang. Sisa 20 sampai 40% tetap sakit atau mengalami perburukan gejala. 26 BAB III KESIMPULAN Obsesi adalah pikiran berulang dan mengganggu, perasaan,dan ide. Kompulsi adalah perilaku yang berulang, disengaja atau tindakan mental orang yang merasa dipaksa untuk melakukan, biasanya dengan sebuah keinginan untuk melawan (misalnya mencuci tangan). Gangguan obsesif-kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut-turut. Prognosis pasien dinyatakan baik apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik. Diantara orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama-sama cenderung terkena, tetapi diantara remaja, laki-laki lebih lazim terkena daripada perempuan. Usia rerata awitan sekitar 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki usia sedikit lebih awal (laki-laki sekitar 19 tahun) daripada perempuan (sekitar 22 tahun). Etiologi gangguan obsesif-kompulsif yaitu faktor biologi (Neurotransmitter : Sistem noradrenergik dan Sistem serotonergik) dan faktor perilaku. Obsesi atau kompulsi merupakan ego-alien; yaitu dirasakan sebagai sesuatu yang asing bagi pengalaman diri sebagai makhluk psikologis. Tidak peduli sedemikian kuat dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang tersebut biasanya mengenalinya sebagai sesuatu yang aneh dan tidak rasional. Terapinya dapat berupa psikoterapi, psikofarmaka, dan kombinasi keduanya. 27 BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Suryaningrum C. Cognitive Behavior Therapy (CBT) untuk mengatasi gangguan obsesif kompulsif. ISSN :2301-8267, Vol.01, No.01,Jan 2013. [cited at 2014 April 2]. Available : http://ejournal.umm.ac.id/index.php/jipt/article/viewFile/1352/1447 2. Kaplan H.I, Saddock B.J. Kaplan & Sadock‟s Comprehensive text book of psychiatry volume I B. 7th edition. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia- USA. 3. World Health Organization. Prevalence of Obsessive Compulsive Disorder in general population. Available: http://www.who.int/mentalhealth/epidemiology/OCD/. Accesessed on 2014 April 2. 4. Elvira S, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Edisi Pertama. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2010. 5. Obsessive-Compulsive Disorder. Medscape Reference. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview#aw2aab6b2b3aa. Accessed on 2014 April 3. 6. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ-III). Edisi ke-2. JKT-2013. 7. American Psychiatric Association : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Edition. Washington, DC, American Psychiatric Association, 1994. 8. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd edition. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya – JKT. 28