Pengantar Editor Sejarah dan perkembangan konsep agribisnis di Indonesia sudah cukup lama dan mengalami masa pasang-surut. Sebagai suatu mata ajaran, konsep agribisnis mulai diajarkan di perguruan tinggi sekitar awal tahun 1990an. Badan Agribisnis Departemen Pertanian (Kementerian Pertanian sekarang) dibentuk pertengahan tahun 1990-an. Yang kemudian awal tahun 2000-an dilebur dan dibentuk menjadi satu direktorat jenderal di Departemen Pertanian. Bersamaan dengan itu, pemikiran tentang sistem agribisnis baik sebagai cara baru melihat pertanian maupun sebagai suatu strategi pembangunan pertanian di Indonesia, berkembang pertengahan tahun 1990-an. Konteks sejarahnya waktu itu berkembang semangat dan harapan perekonomian nasional akan melewati tahapan lepas landas (take-off) pasca PELITA VII. Pada momen ini muncul perdebatan dan pergulatan pemikiran dan konsep tentang arah dan strategi industrialisasi nasional sebagai strategi pembangunan nasional memasuki tahapan tinggal landas, yaitu tahapan pembangunan jangka panjang tahap II (PJP-II). Disitulah mulai sistem agribisnis muncul sebagai salah satu alternatif strategi industrialisasi dengan pengembangan agroindustri sebagai salah satu sektor yang memimpin atau a leading sector, yang selalu dipromosikan oleh Prof. Bungaran Saragih. Dalam perkembangannya kemudian, sistem agribisnis ini bermetamorfosa menjadi suatu paradigma dalam pembangunan berbasis pertanian. Pemikiran, tulisan, makalah, wawancara, dan dokumentasi lainnya tentang pemikiran Prof. Bungaran Saragih kemudian diterbitkan dalam bentuk buku yang diberi judul sama, yaitu Agribisnis: Paradigma Baru Pembangunan Pertanian. | xi Tahun 1990-an, pembangunan sistem dan usaha agribisnis (termasuk pertanian didalamnya) memiliki posisi dan peranan yang sangat strategis dan mendasar dalam pembangunan ekonomi nasional. Apakah diakui secara formal sebagai suatu sektor yang memimpin (a leading) atau suatu sektor penggerak utama (a prime mover) memang masih terus diperdebatkan dan dipertanyakan. Memasuki tahun 2000-an juga, apalagi dengan terjadinya krisis moneter dan krisis ekonomi 1998, sistem dan usaha agribisnis menjadi penyelamat perekonomian nasional waktu itu, dengan lonjakan ekspor dan penerimaan Negara dari devisa ekspor. Sistem dan usaha agribisnis sebagai alternatif pemikiran dan paradigma mendapat momentum besar pada saat itu. Tampaknya seiring dengan populernya paradigma agribisnis yang selalu disampaikan Prof. Bungaran Saragih dalam berbagai kesempatan, menjadi salah satu pertimbangan dalam pemilihan Prof. Bungaran Saragih menjadi Menteri Pertanian dan Kehutanan tahun 2000. Sistem dan usaha agribisnis sebagai paradigma mendapat momen penentuan (moment of truth) untuk diwujudkan menjadi suatu pendekatan dan strategi dalam membangun sektor pertanian. Dalam masa kepemimpinan beliau, secara umum sektor pertanian dapat pulih kembali lebih cepat pasca goncangan krisis ekonomi dan mendapat momentum tumbuh relatif tinggi serta terbangun pondasi yang kokoh dan struktur yang kuat dalam mencapai pertumbuhan tinggi berkesinambungan. Bahkan sektor industri dan jasa terkait juga mendapat tarikan dan dorongan yang kuat dari pertumbuhan sistem dan usaha agribisnis, diakui atau tidak, disadari atau tidak. Pasca kepemimpinan Prof. Bungaran Saragih, sistem dan usaha agribisnis, baik sebagai paradigma atau pendekatan atau strategi membangun pertanian meredup, paling tidak dilihat dari liputan media massa dan kegiatan formal pemerintahan. Tetapi di perguruan tinggi tampaknya masih populer dan menjadi salah satu isu serta tren utama. Dengan mempelajari dan menganalisis perjalanan sejarah pembangunan ekonomi nasional dan posisi sistem dan usaha agribisnis tahun 1990-an sampai tahun 2010-an diatas, posisi dan peranan pembangunan sistem dan usaha agribisnis (termasuk pertanian) sepertinya sudah mencapai titik klimaks dan sedang mengalami masa anti-klimaks dalam pandangan publik/umum, kecuali mungkin di perguruan tinggi. Tetapi bila kita dalami lebih lanjut, pada level (praktek bisnis) perusahaan/kelompok perusahaan dan secara makroekonomi, sistem dan usaha agribisnis masih inheren dan terus berkembang. xii | Buku ini disusun dan diterbitkan dalam suasana dan konteks pembangunan serta kesadaran publik diatas. Momentum 70 Tahun Prof. Bungaran Saragih ingin dijadikan momentum juga dalam menyegarkan kembali dan mengintenskan kembali posisi, peranan, dan kontribusi strategis sistem dan usaha agribisnis dalam perekenomian nasional dan juga pembangunan pertanian. Juga sebagai upaya untuk lebih membumikan paradigma agribisnis, dalam pengertian sistem dan usaha agribisnis semakin mengakar, dipraktekkan/dijadikan strategi, dan dirasa kontribusinya secara riil, bahkan semakin dikembangkan caranya (tools) baik di level pemerintah pusat sampai daerah, level industri dan perusahaan, level pembangunan daerah (pedesaan, regional kabupaten/ kotamadya/propinsi), level perdagangan internasional, dan juga sampai ke level rumah tangga sekalipun. Sistem dan usaha agribisnis sampai saat ini masih tetap menjadi sektor utama (mega-sektor) penghasil pangan Indonesia; penyumbang pertumbuhan ekonomi nasional yang relatif besar dan signifikan; solusi dan atau jangkar atau sektor penopang pemulihan ekonomi dari krisis ekonomi (baik krisis ekonomi 1997-1998 maupun krisis ekonomi global 2009 dan 2012 lalu); sumber pendapatan, lapangan pekerjaan dan usaha utama sebagian besar penduduk; penyumbang devisa utama bagi negara; sektor yang menghasilkan komoditas dan produk unggulan yang mampu bersaing secara global dan juga yang mampu swasembada seperti daging dan telur ayam ras; menjadi sumber bahan bakar nabati (biodiesel dan bioetanol), dan lainnya. Perlu dicermati bahwa peranan dan kontribusi yang strategis diatas dapat dicapai dengan karakteristik kebutuhan investasi (asing dan dalam negeri) yang serba terbatas kecuali di minyak kelapa sawit, intervensi kredit perbankan yang juga terbatas bahkan sulit, kecuali juga mungkin di minyak kelapa sawit, dan kualitas sumberdaya manusia yang jauh dibawah dibanding sektor ekonomi lainnya. Bersamaan dengan itu, pencapaian peranan dan kontribusi diatas juga berlangsung terus disaat perekonomian kita menghadapi persoalan-persoalan pokok pembangunan ekonomi nasional seperti: gejala deindustrialisasi; pertumbuhan ekonomi yang belum berkualitas dan masih belum mampu membawa Indonesia sejajar dalam pendapatan per kapita dengan bangsa-bangsa di Asia seperti Thailand dan Malaysia; hambatan struktural yang parah karena kontribusi produk domestik bruto (atau nilai tambah) pertanian mulai menurun walau tetap strategis sementara tenaga kerja dan kemiskinan | xiii di pertanian belum mampu dikurangi; jebakan produktifitas tenaga kerja yang relatif stagnan dan rendah di sektor pertanian; ancaman perubahan klimatologi global (global climate change); tuntutan praktek membangun yang bebas dari pekerja anak, diskriminasi gender, diskriminasi sosial, ramah lingkungan, ramah terhadap binatang terancam punah, ramah juga terhadap planet bumi, dan ‘ramah’ lainnya. Sistem dan usaha agribisnis dengan demikian mampu menjawab tantangan dan tuntutan zamannya sendiri. Kedepan tantangan dan tuntutan zaman yang akan dihadapi tampaknya akan semakin kompleks, berubah cepat, dinamis, dan seringkali sulit diprediksi secara akurat. Untuk itu sistem dan usaha agribisnis baik sebagai paradigma (atau mahzab yang sedang mendapatkan bentuk) maupun sebagai suatu pendekatan, strategi dan cara membangun, juga harus beradaptasi dan terus berbenah untuk diterima luas secara publik. Latar belakang, konteks dan harapan diatas yang menjadi dasar dan kerangka dari buku Membumikan Paradigma Agribisnis: 70 Tahun Profesor Bungaran Saragih ini. Banyak topik/isu dan penulis/kontributor yang belum sempat dimasukkan dalam buku terdahulu kini dapat diakomodir dengan baik. Buku kali ini dari aspek latar belakang penulis jauh lebih menyeluruh dan beragam, tidak lagi terbatas pada kalangan akademisi/peneliti dan birokrat tetapi juga dari kalangan pengusaha di sistem dan usaha agribisnis utama seperti minyak kelapa sawit, dan ayam ras serta pangan. Diharapkan pemikiran dan pandangan serta informasi yang langsung dari para pelaku usaha dapat memberi pemahaman dan pengetahuan yang lebih ‘membumi’ seperti judul buku ini. Untuk itu, buku ini diawali dengan tulisan-tulisan yang membahas sistem dan usaha agribisnis berbasis komoditas utama yaitu minyak kelapa sawit dan ayam ras. Dengan harapan para pembaca mendapat gambaran, kondisi, dan fakta paradigma agribisnis dalam praktek bisnis seharhari; sekaligus mendapat pengetahuan tentang tantangan dan peluang pengembangannya kedepan. Tulisan-tulisan berikutnya diikuti dengan topik yang terkait langsung dengan kinerja sistem dan usaha agribisnis berbasis komoditi diatas, seperti tata kelola kepemerintahan (governance), penelitian dan pengembangan, rantai nilai, kebijakan perdagangan dan diplomasi internasional, penyuluhan dan kelembagaan petani. Bagian selanjutnya terasa lebih pribadi (personal) dengan catatan-catatan kenangan dari xiv | murid, kolega, teman dan wartawan tentang sosok dan pemikiran Prof. Bungaran Saragih. Baru pada bagian akhir adalah analisis kritis dan kupasan filosofis serta tantangan sistem dan usaha agribisnis sebagai paradigma atau konsep pembangunan kedepan. Alur dan kerangka isi diatas diharapkan menjadikan buku ini lebih menarik, enak dibaca dan memuaskan keinginan pembaca akan pemahaman tentang sistem dan usaha agribisnis yang lebih ‘membumi’. Sekaligus mampu menggugah dan menyadarkan kembali pentingnya sistem dan usaha agribisnis ini untuk tetap diarusutamakan (mainstreaming) dalam pembangunan pertanian, dan pembangunan industri, serta pembangunan nasional. Penerbitan buku ini didedikasikan dalam rangka 70 Tahun Prof. Bungaran Saragih. Buku ini diharapkan dapat menjadi kenangan dan sumbangsih bagi beliau secara pribadi dan bagi tetap bergaung serta meluasnya pemahaman akan paradigma sistem dan usaha agribisnis yang beliau pelopori dan populerkan. Juga termasuk bagi para pemangku kepentingan pembangunan sistem dan usaha agribisnis di berbagai level. Dengan tetap mempertahankan format yang populer dan lugas walau sebagian besar isinya lebih akademis, buku ini dapat menjadi bacaan dan acuan bagi kalangan luas baik itu dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi, aparat pemerintah baik pusat maupun daerah, para pelaku usaha dan bisnis, bahkan bagi para petani dan khalayak umum. Bogor, April 2015 Frans B. M. Dabukke | xv xvi |