BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Pengakuan, pengukuran, dan pelaporan laba perusahaan serta komponennya
dianggap merupakan salah satu tugas akuntansi yang sangat penting dalam
menyediakan informasi yang benar dan akurat tentang kinerja suatu perusahaan.
Informasi laba mempunyai nilai informasi yang sangat penting bagi pihak internal
dan eksternal perusahaan. Selain itu, informasi laba juga membantu pemilik atau
pihak yang berkepentingan dalam menaksir earnings power perusahaan di masa
yang akan datang.
Dalam standar akuntansi salah satu asumsi dasar yang digunakan adalah
asumsi dasar akrual. Konsep akrual ini muncul karena akuntansi mendasarkan diri
pada konsep upaya dan hasil dalam menentukan besarnya laba, sehingga lebih
menekankan pada aspek substansi dari transaksi yang menimbulkan biaya dan
pendapatan. Penggunaan asumsi akrual memungkinkan perusahaan mengukur
kinerja dalam periode-periode tertentu tanpa harus menunggu realisasi kas dari
seluruh transaksi yang ada.
Akuntansi akrual menghasilkan informasi keuangan yang lebih berkualitas
dalam rangka transparansi dan akuntabilitas. Informasi tentang kinerja keuangan
dalam laporan keuangan mewakili perubahan dalam sumber daya ekonomi dan
klaim yang diperoleh secara langsung dari investor dan kreditur. Informasi
tersebut berguna dalam menilai kinerja masa lalu dan kemampuan suatu entitas
1
2
untuk menghasilkan arus kas dimasa depan. Akuntansi akrual dapat memberikan
informasi yang relevan bagi investor. Namun, juga dapat menimbulkan kesalahan
dan bias dalam pengukurannya sehingga informasi yang diterima kurang dapat
diandalkan. Njoroge (2009) menyatakan bahwa akrual yang andal seharusnya
dapat mengatasi masalah timing dan matching komponen arus kas, laba yang
dihasilkan menggambarkan kinerja keuangan sebenarnya, tanpa kesalahan
manipulatif atau tidak disengaja, dan menjadi prediksi untuk arus kas masa depan
suatu entitas.
Laba akuntansi diukur dan dilaporkan berdasarkan asumsi akrual yang
terdiri dari komponen kas dan komponen akrual. Sloan (1996) menyatakan bahwa
kinerja laba yang berasal dari komponen akrual memiliki persistensi yang lebih
rendah dibandingkan yang berasal dari komponen arus kas. Hal ini karena laba
bersih mengandung akrual
yang melibatkan subjektifitas tinggi
dalam
pengukurannya. Dalam pengukuran akrual tingkat subjektifitas yang dilibatkan
pun beragam, dari tingkat yang tinggi sampai yang rendah. Akibatnya, keandalan
pengukuran dalam akrual menjadi berbeda juga. Richardson et al. (2005)
kemudian melakukan penelitian lebih lanjut dan menggunakan tiga aktivitas
bisnis dalam mengklasifikasikan akrual berdasarkan keandalannya dan melihat
pengaruhnya pada laba masa depan. Perbedaan tingkat keandalan komponen
akrual menyebabkan persitensi laba yang berbeda pula.Ketiga klasifikasi akrual
tersebut adalah perubahan pada non-cash working capital (∆WC), perubahan pada
non-current operating assets (∆NCO), dan perubahan pada financial assets
(∆FIN).
3
Pertumbuhan negara yang mengadopsi International Financial Reporting
Standards (IFRS) semakin berkembang. Lebih dari 120 negara telah mengadopsi
IFRS sebagai standar pelaporan keuangan tunggal dalam sistem pelaporan
keuangan (Pacter, 2014). Penggunaan satu standar pelaporan keuangan yang
berkualitas tinggi bertujuan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan
daya banding laporan keuangan antar entitas secara global, sehingga memberikan
keuntungan bagi para investor dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Manfaat aktual dari pengadopsian IFRS di berbagai negara masih menjadi
perdebatan di kalangan akademisi dan praktisi. Chalmers et al. (2012)
menemukan bahwa adopsi wajib IFRS di Australia mengakibatkan perkiraan laba
yang lebih akurat. Aharony et al. (2010) menemukan bahwa relevansi nilai dari
informasi keuangan diantara perusahaan-perusahaan di eropa meningkat sesudah
adopsi wajib IFRS. Barth et al. (2012) dan Brochet et al. (2012) menemukan
bahwa adopsi IFRS meningkatkan informasi komparabilitas laporan keuangan.
Akan tetapi, dampak adopsi IFRS dapat memberikan hasil yang berbeda-beda
setiap negara. Satu set standar akuntansi tidak dapat mencerminkan perbedaan
dalam praktek bisnis nasional yang timbul dari perbedaan budaya dan institusi,
sehingga memberikan hambatan dalam kemajuan sistem komunikasi keuangan
tunggal secara global (Armstrong et al., 2007). Soderstorm dan Sun (2007)
berpendapat bahwa perbedaan lintas negara dalam kualitas akuntansi akan tetap
mengikuti adopsi IFRS karena kualitas akuntansi merupakan fungsi dari
pengaturan kelembagaan secara keseluruhan perusahaan termasuk sistem hukum
dan politik dari negara di mana perusahaan berada.
4
Korea Selatan merupakan salah satu negara maju di Asia yang juga
terkena dampak krisis keuangan Asia pada tahun 1997. Atas permintaan
international Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction
and Development (IBRD), Korea Accounting Standards Board (KASB)
melakukan reformasi Korean GAAP sesuai dengan IFRS dalam rangka
mengingkatkan tingkat kualitas akuntansi di Korea Selatan. Pada tahun 2006,
telah dicapai 90% konvergensi terhadap IFRS tetapi 10% perbedaan timbul dari
terbatasnya penilaian nilai wajar dan penggunaan K-individual financial statement
sebagai laporan keuangan utama. Hal tersebut membuat masyarakat international
mengklasifikasikan standar akuntansi di Korea Selatan berbeda dengan IFRS.
Akibatnya, penilaian masyarakat internasional tidak membaik dan fenomena
Korean Discount 1 masih bertahan.
Korea Selatan telah mengadopsi IFRS secara penuh pada tahun 2011 dan
adopsi wajib bagi seluruh financial companies dan listed companies di pasar
modal Korea Selatan. Selain itu, regulator mengijinkan perusahaan-perusahaan
untuk mengadopsi IFRS lebih awal atau sukarela sejak tahun 2009. IFRS
diterjemahkan kata demi kata ke dalam bahasa Korea yang kemudian diberi nama
K-IFRS (Korea–IFRS). Dengan adopsi IFRS, KASB (2012) menyatakan berharap
melihat peningkatan persepsi keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan
Korea Selatan serta meningkatkan status Korea Selatan di lingkungan akuntansi
internasional.
1
Korea Discount merupakan pengundervalue-an saham perusahan-perusahaan Korea Selatan oleh
para investor (Kim dan Kusuma, 2011).
5
Pelaporan keuangan berdasarkan IFRS mewajibkan perlakuan akuntansi
yang mencerminkan substansi ekonomi daripada bentuk hukumnya dan perluasan
lingkup pengukuran menggunakan fair value daripada historical cost. Perbedaan
IFRS dan K-GAAP (lihat lampiran) sebagian besar terletak pada konsolidasian,
deffered tax, asset impairment, PP&E (property, plant, and equipment), kewajiban
kontinjensi, instrumen keuangan, goodwill, intangibles, penyisihan uang
pesangon, dan properti investasi. Perbedaan perlakuan akuntansi dan lingkup
pengukuran antara IFRS dengan K-GAAP dapat dilihat memiliki dampak
terhadap non-cash working capital, non-current operating assets, dan financial
assets. Dengan kata lain, adopsi IFRS memiliki dampak yang substansial terhadap
akuntansi akrual.
IFRS mewajibkan perusahaan mengungkapkan informasi mengenai
pengukuran nilai wajar dalam laporan posisi keuangan. Informasi nilai wajar
memberikan relevansi bagi investor dalam pengambilan keputusan karena lebih
merefleksikan keadaan ekonomi sebenarnya. Pengukuran nilai wajar digunakan
untuk mengevaluasi aset dan kewajiban perusahaan, namun hal ini dapat
disalahgunakan untuk kebijaksanaan manajerial atau manajemen laba sehingga
mengurangi keandalan informasi akuntansi (Kim, 2013). Pengukuran nilai wajar
dikelompokkan menjadi tiga tingkatan berdasarkan jumlah subjektifitas yang
melekat dalam mengukur. Semakin besar jumlah subjektivitas dalam pengukuran,
maka informasi tersebut berpotensi kurang dapat diandalkan (Clark et al., 2013).
Informasi fair value akan berguna bagi pengguna hanya bila diukur
dengan cara yang andal. Jenis instrumen keuangan di pasar keuangan Korea
6
Selatan kurang beragam dibandingkan dengan pasar di negara-negara maju
(KASB, 2012). Dengan demikian, ada kemungkinan besar dalam mengukur fair
value input penilaian kurang dapat diandalkan karena informasi yang relevan
mengenai instrumen serupa mungkin tidak tersedia di pasar.
Seperti yang telah diketahui terjadi trade off antara relevansi dan
realibilitas dalam penyajian informasi akuntansi begitu juga antara historical cost
dan fair value dalam hubungannya dengan akrual. Menurut Scott (2000), laba
bersih berdasarkan historical cost mempunyai kualitas yang tinggi. Karena selain
lebih dapat dipercaya (reliable), laba berdasarkan historical cost tidak volatile
apabila pasar menjadi tidak memadai misalnya karena kejadian ekonomi yang
tidak dapat dikendalikan. Penelitian Barth et al. (1995) menemukan bahwa laba
dengan basis fair value lebih volatile dibandingkan laba dengan basis historical
cost. Volatilitas laba akibat perubahan yang terus menerus pada laporan keuangan
perusahaan ketika nilai aset dan liabilitas mengalami kenaikan dan penurunan
serta laba/rugi yang dicatat. Selain itu, penggunaan fair value yang sesungguhnya
dapat menimbulkan implikasi yang bersifat subjektif terutama yang berkaitan
dengan penilaian (Langendijk et al., 2003). Akan tetapi,
fair value dapat
memberikan informasi yang relevan karena memberikan dasar prediksi yang lebih
baik dan tepat waktu yang mencerminkan kondisi ekonomi terkini.
Melalui penelitian ini, peneliti akan menguji apakah keandalan akrual
memiliki dampak sesudah adopsi IFRS dengan mengambil sampel negara di Asia
yang telah mengadopsi IFRS secara penuh. Dengan demikian, diharapkan
penelitian dapat memberikan bukti apakah adopsi IFRS dapat menghasilkan
7
keandalan informasi akuntansi akrual di Korea Selatan. Berdasarkan latar
belakang yang telah dipaparkan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Keandalan Akrual Sebelum dan Sesudah Adopsi IFRS di
Korea Selatan”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: Bagaimana keandalan akrual sebelum dan sesudah adopsi IFRS di
Korea Selatan?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, penelitian ini
bertujuan untuk menguji keandalan akrual sebelum dan sesudah adopsi IFRS di
Korea Selatan.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat-manfaat bagi pihak-pihak terkait
yaitu:
1. Bagi akademisi dan peneliti, diharapkan penelitian ini dapat
memberikan kontribusi yang berguna untuk penelitian lebih lanjut
khususnya mengenai akuntansi akrual.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam
pengambilan
kebijakan
dan
keputusan
terkait
dengan
proses
konvergensi IFRS di Indonesia yang telah mengadopsi pada tahun
2012.
8
1.5.
BAB 1
Sistematika Penulisan
Pendahuluan
Bab
ini
menguraikan
mengenai
latar belakang penelitian
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB 2
Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan beberapa teori dan konsep yang berkaitan
dengan penelitian, beserta beberapa penelitian terdahulu, dan
hipotesis penelitian.
BAB 3
Metode Penelitian
Bab ini menguraikan bagaimana teknik pengambilan sampel,
prosedur, pengambilan data, model penelitian, variabel penelitian,
beserta alat pengukuranya yang akan diuji terhadap objek dalam
penelitian.
BAB 4
Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan pengujian hipotesis, pembahasan dan analisis
hasil dari data yang telah diolah.
BAB 5
Penutup
Bab ini menguraikan rangkuman dari hasil penelitian, implikasi
penelitian,
keterbatasan
penelitian selanjutnya.
penelitian,
dan
saran-saran
untuk
Download