BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di masa kini ruang terbuka hijau (RTH) di wilayah DKI Jakarta semakin sulit ditemui. Lebih mudah menemui gedung perkantoran, bangunan mall, maupun lingkungan perumahan daripada kawasan hijau dimana warga masyarakat dapat menikmati suasana kehijauan dan udara segar. Ruang terbuka hijau dapat mendukung adanya peningkatan kualitas lingkungan disekitarnya sekaligus sebagai kebanggaan dan identitas kota. Salah satu bentuk pemanfaatan dari ruang terbuka hijau yang ada di DKI Jakarta adalah Hutan Kota. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota, yang dimaksud dengan Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Disebutkan juga tujuan dari penyelenggaran hutan kota adalah sebagai sarana kelestarian, keasrian, dan keseimbangan ekosistem yang ada di perkotaan meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Keberadaan Hutan Kota mampu mengurangi dampak dari cuaca yang tidak bersahabat bagi manusia seperti mengurangi kecepatan angin, mengurangi banjir, dan memberikan efek pengurangan pemanasan global. Dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 8 Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota disebutkan bahwa luas hutan kota paling sedikit 0,25 hektar atau 10% dari dari wilayah perkotaan yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Selain itu disebutkan juga fungsi Hutan Kota untuk kelestarian, keserasian, dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Keberadaan Hutan Kota dapat dijadikan sebagai identitas sebuah lingkungan perkotaan. Dalam upaya mengoptimalkan fungsi dari Hutan Kota, Pemerintah merencanakan 7 dari Hutan Kota di Jakarta Timur akan dilengkapi sarananya sehingga dapat digunakan sebagai arena interaksi masyarakat sekitar. 1 2 Salah satu program yang telah dilakukan pada Hutan Kota Cijantung. Hutan Kota yang dulunya berfungsi sebagai area latihan Kopassus sehingga terkesan menyeramkan, mulai November 2014 dibuka sebagai objek wisata. Dikelola oleh anggota Batalyon 31 Grup 3 Kopassus, wisata Hutan Kota ini dibawah pengawasan Dinas Pertanian dan Kehutanan Jakarta Timur. Sejak dibuka sebagai objek wisata, Hutan Kota Cijantung mulai merubah citranya di mata masyarakat menjadi kawasan sarana rekreasi alami yang menyenangkan karena sebelumnya masyarakat menilai kawasan ini sebagai kawasan yang gelap, angker dan tidak bersahabat dengan warga. Namun sampai saat ini belum ada identitas visual yang dapat mendukung citra tersebut. Elemen dari identitas visual seperti adanya yang dapat membantu masyarakat dalam mengenal Hutan Kota ini juga belum tersedia. Hanya sebuah banner tentang dibukanya wisata Hutan Kota Cijantung yang menjadi satu – satunya informasi untuk masyarakat. Selain itu belum adanya identitas visual merupakan suatu kelemahan dari Hutan Kota Cijantung. Melihat kondisi seperti diatas, penulis berpendapat diperlukan suatu perancangan komunikasi dan identitas visual yang sesuai. Identitas yang baik akan memperngaruhi pola pikir masyarakat terhadap Hutan Kota Cijantung. Dengan perancangan identitas visual ini, akan membantu masyarakat untuk mengenal dan membangun sebuah image yang baik untuk Hutan Kota Cijantung sehingga masyarakat menjadikan Hutan Kota ini sebagai salah satu objek wisata yang patut dikunjungi. 1.2 Ruang Lingkup Tugas Akhir Dalam kaitannya dengan Desain Komunikasi Visual, maka lingkup Tugas Akhir ini dibatasi pada hal-hal yang dapat ditangani melalui pendekatan disiplin Ilmu Desain Komunikasi Visual, diantaranya melakukan pengumpulan data dan riset kelapangan, menyusun konsep, menggunakan teori-teori, membuat rancangan identitas visual dan strategi kreatif, serta cara pengaplikasiannya pada berbagai media sebagai identitas visual Hutan Kota Cijantung.