1 pendahuluan - IPB Repository

advertisement
1
1 PENDAHULUAN
Latar belakang
Rumput laut menjadi salah satu komoditas unggulan hasil perikanan.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2013), rata-rata
produksi rumput laut Indonesia pada periode tahun 2008-2012 meningkat
32,08% per tahun.
Rumput laut mengandung serat dan bahan aktif polifenol yang memegang
peranan penting terhadap respon glikemik dan pengaturan berat badan (Hall et al.
2012). Serat dapat menurunkan berat badan dan kontrol glikemik (Aziz et al.
2009; Brennan et al. 2004). Penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan
dapat menurunkan daya cerna pati dan mampu meningkatkan kandungan serat
pangan dari beras tiruan yang dihasilkan (Faridah 2005). Serat pangan berperan
dalam mengontrol kadar glukosa dalam darah.
Diet cukup serat juga
menyebabkan terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna pati
berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan
menjadikannya tetap terkontrol (Santoso 2011; Mohamed et al. 2012). Rumput
laut jenis Sargassum sp.
mengandung polifenol yang dikenal dengan
phlorotannin yang termasuk dalam golongan tanin (Yuan 2008), yaitu salah satu
jenis tanin yang secara spesifik terkandung dalam rumput laut coklat dan
diketahui mempunyai aktivitas sebagai antioksidan, penghambat glikasi, inhibitor
alfa glukosidase dan amilase. Tanin dapat menekan peningkatan gula darah bagi
penderita diabetes melitus tipe 2 (Firdaus 2011). Komponen polifenol yang
terdapat dalam rumput laut coklat dapat menghambat peningkatan kadar glukosa
darah bagi penderita diabetes melitus (Mohamed et al. 2012).
Mengacu data WHO (2014), tercatat 8,4 juta kasus diabetes di Indonesia
pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta pada tahun
2030. Dampak yang lebih serius seperti penyakit hati, tekanan darah tinggi,
kebutaan dan beberapa komplikasi penyakit yang menyertainya jika penyakit ini
dibiarkan.
Pencegahan penyakit diabetes melitus dapat dilakukan secara primer
maupun sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes
melitus pada individu yang beresiko, melalui modifikasi gaya hidup (pola makan
yang benar, cukup aktivitas fisik, dan penurunan berat badan) dengan dukungan
program edukasi berkesinambungan. Pencegahan sekunder dilakukan melalui
pemeriksaan dan pengobatan (Suyono et al. 1995). Diet yang ketat seringkali
dilakukan oleh penderita diabetes melitus untuk mengendalikan kadar glukosa
darah, yaitu dengan mengurangi bahkan menghindari untuk tidak mengkonsumsi
nasi karena beras bersifat hiperglikemik dan menggantinya dengan umbi-umbian.
Beras mempunyai kisaran indeks glikemik (IG) yang sangat luas, dari IG rendah
sampai tinggi, tergantung jenis dan varietas berasnya (Rimbawan dan Siagian
2004). Program edukasi yang benar perlu dilakukan agar penderita diabetes
melitus tetap bisa hidup nyaman, dapat mengendalikan kadar glukosa darah
dengan baik, namun tidak tersiksa dengan melakukan diet yang sangat ketat. Hal
yang penting adalah bagaimana memilih jenis pangan hipoglikemik dan tidak
mendorong timbulnya komplikasi (FKUI 2006). Widawati et al. (2009)
2
melaporkan bahwa beras giling dari varietas beramilosa rendah cenderung
memiliki Indeks Glikemik (IG) tinggi, dan sebaliknya beras dari varietas
beramilosa tinggi pada umumnya mempunyai IG rendah. Mayoritas masyarakat
Indonesia menyukai nasi yang pulen (beras beramilosa rendah). Nasi pulen
dengan IG tinggi tidak dianjurkan dalam manajemen diet bagi penderita diabetes
melitus karena bersifat hiperglikemik.
Rumput laut yang kaya akan serat dan bahan aktif dapat ditambahkan ke
dalam beras tiruan dengan pencampuran sumber bahan pangan lokal seperti beras,
jagung dan singkong yang merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji lebih
lanjut. Beberapa penelitian telah dilakukan berkaitan dengan teknologi beras
tiruan diantaranya Liu et al. (2011) memanfaatkan beras pecah, tepung kentang
dan tepung jagung untuk diproses menjadi beras tiruan dengan menggunakan
teknologi ekstrusi. Ohtsubo et al. (2005) menggunakan beras merah dengan
teknologi twin screw extruder. Budijanto dan Yuliyanti (2012) melakukan studi
persiapan tepung sorgum (Sorgum bicolor L.Moench) dan aplikasinya pada
pembuatan beras analog. Dewi dan Halim (2011) melakukan penelitian
pembuatan beras analog berbasis umbi garut dan tepung rumput laut sebagai
pangan pokok alternatif penderita penyakit degeneratif. Pengembangan beras
analog dari bahan baku tepung mocaf (modified cassava flour) dan alginat telah
dilakukan oleh Subagyo dan inovasi teknologi beras analog dari tepung mocaf
dengan penambahan rumput laut E. cottonii telah dikembangkan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan (BBP2HP 2013).
Teknologi ekstrusi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk
pembuatan beras tiruan. Ekstrusi adalah suatu proses yang mengkombinasikan
beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran,
pencetakan dan pembentukan (Estiasih dan Ahmadi 2009). Komponen bahan
pangan dengan sifat fungsional yang berbeda dapat diolah menjadi produk
ekstrusi. Budi et al. (2013) melaporkan bahwa karakteristik beras tiruan yang
mirip dengan beras alami dapat dicapai dengan mengontrol parameter-parameter
kritis ekstrusi seperti komposisi bahan dan suhu ekstrusi. Keberhasilan teknologi
ini akan memperluas peluang fortifikasi dengan menggunakan beras tiruan
sebagai pembawa zat gizi, seperti protein, vitamin dan mineral.
Rumusan masalah
Penentuan komposisi bahan pangan lokal (beras, jagung, dan singkong)
serta suhu mesin ekstruder yang tepat dalam pengolahan beras tiruan,
memformulasikannya dengan penambahan rumput laut E. cottonii atau S.
polycystum menjadi beras tiruan rumput laut dan melihat pengaruh kadar glukosa
darah dan histopatologi pankreas pada mencit (Mus musculus) jantan strain ddY
yang diinjeksi aloksan.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi yang tepat dalam
pembuatan beras tiruan berbahan dasar beras, jagung dan singkong dengan
penambahan rumput laut E. cottonii atau S. polycystum, mengkarakterisasi beras
tiruan yang dihasilkan, mengevaluasi pengaruh rumput laut terhadap penurunan
3
kadar glukosa darah secara in vivo serta mempelajari profil pulau Langerhans dan
sel β pankreas akibat pengaruh penambahan rumput laut pada mencit
(Mus musculus).
Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemanfaatan
rumput laut yang kaya akan sumber serat pangan dan bahan aktif phlorotannin
yang ditambahkan dalam beras beras tiruan sebagai alternatif dalam pengobatan
penyakit diabetes melitus tipe 2.
Download