BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Manajemen
Menurut Madura (2001, p389) “Manajemen adalah penggunaan sumber daya manusia
(karyawan) dan sumber daya lain (misalnya mesin) dalam cara terbaik untuk mencapai
rencana dan tujuan perusahaan.”
Manajemen
merupakan
proses
pengaturan
yang
dimulai
dari
perencanaan,
pengorganisasian dan pengendalian, yang memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber
daya lain dalam pencapaian sasaran organisasi yang ditetapkan.
2.1.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran merupakan suatu hal yang sangat esensial pada saat ini, pemasaran timbul
karena adanya kebutuhan. Manusia adalah makhluk hidup yang memerlukan banyak hal agar
dapat terus menjalankan kehidupannya dengan layak. Sejalan dengan perkembangan
peradaban, kebutuhan manusia semakin meningkat dan bervariasi sehingga muncullah
manusia sebagai penyedia barang dan manusia sebagai pemakai barang.
Pada saat ini, banyak sekali definisi pemasaran yang telah dikemukakan oleh para ahli
yang berbeda, tetapi sebenarnya bermakna yang sama. Ada yang berpendapat dengan lebih
menitikberatkan pada segi fungsional, ada yang dari segi barangnya, manajemennya, dan
ada pula yang menitikberatkan pada semua segi dan mereka menyebutnya suatu sistem.
Agar pengertian pemasaran lebih jelas, maka berikut ini ada beberapa pendapat, definisi
yang dikemukakan oleh para ahli:
1.
“Marketing (Aaker, et al 2004, p3) is the process of planning and executing the
conception, pricing, promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create
exchanges that satisfy individual and organizational objectives.”
6
7
2.
“Marketing (Doyle 2000, p70) is the management process that seeks to maximise returns
to shareholders by developing and implementing strategies to build relationships of trust
with high-value customers and to create a sustainable differential advantage.”
3.
Pemasaran (Kotler 2000, p9) adalah “suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak
lain.”
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah proses sosial
dan manajerial dimana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran terhadap
produk dan jasa yang bernilai.
2.1.2 Manajemen Pemasaran
Definisi dari Manajemen Pemasaran menurut Kotler (1999, p7) adalah “kegiatan
menganalisa, merencanakan, mengimplementasi, dan mengawasi segala tindakan (program)
guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam
rangka mencapai tujuan organisasi.”
Perusahaan tidak dapat berjalan terus dengan baik bila konsep pemasaran yang
dianutnya tidak mengikuti perkembangan zaman. Dalam sebagian kasus, menunjukkan kunci
bagi prestasi dan kinerja perusahaan yang menguntungkan adalah mengetahui dan
memuaskan pelanggan. Misalnya dengan melakukan inovasi produk, harga yang kompetitif,
serta pendistribusian yang baik.
Produsen menjadi semakin yakin akan produk yang dipasarkan bila ditunjang dengan
manajemen pemasaran yang baik serta dapat meningkatkan kreativitas produsen dalam
memasuki pangsa pasar yang ada.
Menurut (Kotler dan Amstrong 2001, p13) manajemen pemasaran adalah “analisis,
perencanaan, implementasi, dan pengendalian dari program-program yang dirancang untuk
8
menciptakan, membangun, dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan
pembeli sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan.”
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, manajemen pemasaran adalah:
“Proses yang mencakup analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap
barang dan jasa berdasarkan pada pertukaran dan tujuannya yaitu memberikan nilai
kepuasan kepada pihak yang terlibat.”
2.2 Pengertian Bauran Pemasaran
Dengan adanya beberapa variabel dalam bauran pemasaran, dimana perusahaan terus
dapat mengendalikan variable-variabel tersebut sehingga dapat memiliki manfaat yang
besar bagi kegiatan pemasaan. Definisi bauran pemasaran (Kotler 2001, p67) adalah: “The
set of controllable tactical marketing tools- product, price, place, and promotion-that the firm
blends to produce the response it wants in the target market.” Maksudnya
bauran
pemasaran adalah gabungan dari variabel-variabel yang dapat dikendalikan oleh perusahaan
untuk dapat menghasilkan tanggapan yang diinginkan dalam pasar sasaran.
2.3 Pengertian Value-Based Marketing
“Value-based marketing (Heberden dan Haigh 2005, p7) is a dynamic modelling
approach that is used to compare the expected value outcome of different strategies, or to
track brand performance over time or across a brand portfolio.”
“Value-based marketing (Debonis, et al 2003, p3) is the optimized combination of
business processes, people, capabilities, resources, and capital that are focused and
implement in five continuous steps so that your business is able to understand, commit to,
create and capture value with customers and sustain its own profit growth.”
“Value-based marketing (Soehadi 2002, p16) adalah pendekatan baru dalam pemasaran,
diyakini dapat memastikan bahwa strategi pemasaran yang dipilih berkontribusi nyata
terhadap shareholder value.” Value-based marketing didasari atas kemampuan perusahaan
9
membangun aset pasar yakni: saluran distribusi, pelanggan, pemasok dan merek (Gambar
2.1).
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa value-based marketing adalah
suatu pendekatan pemasaran yang didasarkan pada orientasi pasar dengan membangun aset
pasar, dan menciptakan strategi dan taktik pemasaran dalam meningkatkan kinerja
pemasaran dan berkontribusi terhadap shareholder value dalam waktu jangka panjang.
Aset tersebut dapat dilipatgunakan perusahaan untuk meningkatkan performa pasar,
seperti pengurangan biaya penjualan, penawaran harga premium, peningkatan loyalitas
pelanggan, peningkatan produktivitas kegiatan pemasaran, ataupun pemberian banyak opsi
manajer pemasaran guna menyusun program pemasaran.
Aplikasi inti dari value-based marketing adalah: (Heberden dan Haigh 2005, p8)
Alokasi sumber daya:
Mengarahkan sumber daya ke merek dan pasar yang mana menghasilkan
pengembalian terbaik.
Pemilihan strategi:
Mengidentifikasi strategi pemasaran yang paling efektif.
Pelaksanaan Kinerja:
Mengukur dan mengkomunikasikan kinerja merek dan efektivitas pemasaran.
Value-based marketing menyediakan suatu gambaran untuk: (Heberden dan Haigh 2005, p6)
Mengidentifikasi peluang – peluang terbaik.
Mengalokasikan budget untuk aktivitas – aktivitas yang mana memberikan pengaruh
yang terbaik.
Mengukur hasil – hasil.
Memberikan pengembalian investasi pada merek.
10
M arket
O rientation
Building
Knowledge Assets
Enhancing
Value Creation
Building
Relational Assets
M arket-Based
Assets
M arketing
Strategies &
Tactics
Leverange
M arket Assets
Im proving
Perform ance
M arket
Perform ance
Enhancing
Shareholder
Value
Shareholder
Value
Gambar 2.1 Diagram Value Base Marketing
Sumber: Soehadi (Majalah SWA 09/XVIII/2 - 15 Mei April 2002)
11
2.4 Pengertian Market-Based Assets
Aset (Srivastana, et al 2000, p2) adalah segala sesuatu berupa benda fisik, organisasi,
atau atribut orang yang mana membuat perusahaan tersebut untuk mengembangkan
efesiensi dan efektivitasnya di tempat pasar.
Market-based assets
(Srivastana, et al 2000, p2) adalah aset-aset mana yang dapat
memberikan kontribusi dan nilai finansial terhadap beberapa tingkatan di pasar.
Pandangan yang didasarkan pada sumber di kompetisi yang sukses (Srivastana, et al
2000, p2) menyarankan bahwa suatu aset pada umumnya berkontribusi terhadap nilai
generasi ketika memuaskan berdasarkan empat uji berikut:
Dapat
beradaptasi;
jika
perusahaan
dapat
menggunakan
aset
untuk
mengembangkan suatu peluang dan atau menetralisir suatu ancaman di lingkungan
luar, kemudian kemungkinan untuk menciptakan dan menyangga nilai diperbesar
Unik; jika aset tersebut dimiliki oleh banyak pesaing, kemudian kemungkinannya
menjadi sumber dari nilai yang dipertahankan untuk waktu yang lama berkurang
banyak.
Tidak dapat dijiplak secara sempurna; jika aset tersebut sulit untuk dijiplak oleh
pesaing, kemungkinan untuk menyangga nilai ditingkatkan secara luas.
Tidak mempunyai pengganti yang sempurna; jika pesaing-pesaing tidak memiliki,
dan sulit untuk mereka untuk mengembangkan persamaan strategis adaptasi aset,
kemudian kemungkinan untuk menyangga nilai ditingkatkan secara luas.
Jenis Market-based assets
Secara umum ada dua jenis market-based assets yang berhubungan (Srivastana, et al 2000,
p2):
a. Relational market-based assets adalah hasil hubungan antara suatu perusahaan dan
stakeholders luar yang penting, meliputi: distributor-distributor, pemasok-pemasok,
pemakai akhir, rekan strategis yang lain, grup komunitas, dan bahkan agen-agen
12
pemerintahan. Sebagai contoh, merek dan ekuitas saluran menimbulkan perjanjianperjanjian antara perusahaan dan salurannya dan konsumen; yang sudah-sudah
adalah hasil dari iklan yang luas dan produk hebat yang berguna, sementara yang
terakhir dapat menjadi suatu hasil jangka panjang dan kesuksesan hubungan bisnis
antara perusahaan dan saluran anggota-anggota penting. Keduanya membutuhkan
investasi pasar dan dukungan infrastruktur seperti call center dan situs Web.
b. Intellectual market-based assets adalah jenis pengetahuan yang dimiliki suatu
perusahaan tentang lingkungan, seperti meningkatkan dan kemungkinan kondisi dari
situasi pasar, dan perwujudan ke dalamnya seperti pesaing-pesaing, konsumenkonsumen,
saluran-saluran
dan
pemasok-pemasok.
Pengetahuan
ini
dapat
mengarahkan manajemen yang hebat dari proses bisnis yang penting seperti
perkenalan produk baru, manajemen rantai nilai, dan manajemen hubungan
konsumen dan kinerja keuangan yang bagus.
Market-based assets mempunyai tiga implikasi penting :
1. Nilai yang besar yang mana dapat dihasilkan dari market-based assets untuk
perwujudan eksternal seperti konsumen dan saluran rekan, kepuasan mereka
yang besar dan kemauan untuk dilibatkan dengan perusahaan, dan sebagai
konsekuensi, nilai kemungkinan yang besar ini dari pasar berwujud terhadap
perusahaan.
2. Market-based assets menghasilkan dan menyangga nilai yang besar untuk
perwujudan
eksternal mereka yang dipuaskan lebih dari empat uji aset yang
telah dituliskan di atas.
3. Shareholder value tergantung pada bagaimana perusahaan menggunakan dan
mengungkit market-based assets ini untuk menaikkan arus kasnya.
2.4.1 Pengertian Saluran Distribusi
13
Dalam kegiatan pemasaran perusahaan, distribusi memiliki peranan penting dalam
usahanya menyalurkan produk dari konsumen ke produsen.
Menurut Lamb (2001, p8) “Saluran pemasaran merupakan serangkaian dari organisasi
yang saling memudahkan pemindahan kepemilikan sebagaimana produk-produk bergerak
dari produsen ke pengguna bisnis atau pelanggan.”
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa saluran distribusi merupakan suatu
rangkaian kegiatan arus barang yang saling berhubungan dari produsen ke perantara dan
akhirnya ke konsumen akhir.
2.4.2 Pelanggan (Customer)
Menurut Gyrna (2001, p4), “Customer is anyone who affected by the product of process.’
Maksudnya pelanggan adalah siapa saja yang terkena dampak dari produk atau proses.”
Bagi perusahaan, “pelanggan” memegang peranan peranan penting bagi kelangsungan
hidup perusahaan. Memberikan mutu kepada pelanggan adalah salah satu cara untuk dapat
menciptakan dan juga memelihara pelanggan. Dengan memperhatikan mutu, perusahaan
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan agar loyalitas pelanggan terpelihara.
2.4.2.1 Kepuasan Pelanggan
Secara umum menurut Kotler (2004, p42) ” Kepuasan adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya
terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya.”
Seperti dijelaskan di atas, kepuasan merupakan fungsi dari persepsi/kesan terhadap
kinerja dan harapan. Jika kinerja berada di bawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika
kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat
puas atau senang.
Menurut Tjiptono (2001, pp25-26) ”Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk dan
jasa, konsumen pada umumnya mengacu pada berbagai faktor dan dimensi.”
14
Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan pelanggan terhadap suatu
produk antara lain meliputi :
•
Kinerja (Performance)
Karakteristik operasi pokok dari produk inti yang dibeli.
•
Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (Features)
Yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap.
•
Keandalan (Reability)
Yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai.
•
Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance to spesification)
Yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi standard-standard yang
telah ditetapkan sebelumnya.
•
Daya Tahan (Durability)
Berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan.
•
Serviceability
Meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan
keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum
penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup
pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.
•
Estetika
Yaitu daya tarik produk terhadap panca indra.
•
Kualitas yang dipersepsikan (Perceived Quality)
Yaitu citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya
karena kurangnya pengetahuan pembeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli,
maka pembeli mempersepsikan kualitas dari aspek harga, nama merek, iklan, reputasi
perusahaan maupun negara pembuatnya.
15
Sementara itu mengevaluasi jasa menurut Tjiptono (2001, p26) yang bersifat intangible ,
konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut atau faktor-faktor berikut ini :
•
Bukti langsung (Tangible), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana
komunikasi.
•
Keandalan (Reliability), yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan
segera, akurat, dan memuaskan.
•
Daya Tanggap (Responsiveness), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan
sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff ; bebas dari bahaya, resiko atau keraguraguan.
•
Empaty (Empathy), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan , komunikasi yang
baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan.
2.4.2.2 Karakteristik Kepuasan Pelanggan
Kunci bagi retensi pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Pelanggan yang sangat puas
menurut Kotler (2004, p57)
•
Tetap setia lebih lama
•
Membeli
lebih
banyak
ketika
perusahaan
memperkenalkan
produk
baru
dan
memperbaharui produk-produk yang ada.
•
Membicarakan hal-hal yang baik tentang perusahaan dan produk-produknya.
•
Memberi perhatian yang lebih sedikit kepada merek-merek dan iklan-iklan pesaing serta
kurang peka terhadap harga.
•
Menawarkan gagasan jasa atau produk kepada perusahaan.
•
Biaya atau pelayanannya lebih kecil dibandingkan biaya pelayanan pelanggan baru
karena transaksi yang sudah rutin.
2.4.3 Merek
16
Menurut Kotler (2004, p460) definisi merek ialah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan,
atau kombinasi dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang jasa
dari seseorang atau kelompok, penjual dan atau untuk membedakannya dari produk pesaing.
Merek ditinjau lebih jauh.
Menurut Durianto, et al (2001, p2) “Merek adalah merupakan nilai tangible dan
intangible yang terwakili dalam sebuah merek dagang (trademark) yang mampu
menciptakan nilai dan pengaruh tersendiri di pasar bila dikelola dengan tepat.”
2.4.3.1 Peranan dan Kegunaan Merek
Menurut Durianto, et al (2001, p1) Merek menjadi sangat penting saat ini, karena
beberapa faktor seperti :
1.
Emosi konsumen terkadang sekarang turun naik.
2.
Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.
3.
Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen.
4.
Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen.
5.
Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen
6.
Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
2.4.3.2 Ekuitas Merek ( Brand Equity )
Berdasarkan pendapat Aaker (1997, p8), ”Brand equity is a set of assets (and liabilities)
linked to a brand’s name and symbol that adds to (or substracts from) the value provided by
a product or service to a firm and or that firm’s customers. The major asset categories are:
Brand awareness; Perceived quality; Brand association and Brand loyalty.”
1
Kesadaran Merek (Brand awareness)
(Aaker 1997, p9) mendefinisikan kesadaran merek sebagai : “ Kesanggupan seorang
pembeli untuk mengenali dan atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu.”
2
Asosiasi merek (Brand association)
17
(Aaker 1997, p9) mendefinisikan asosiasi merek sebagai: ” Segala hal yang berkaitan
dengan ingatan mengenai suatu merek.”
Asosiasi merek (Brand association) mencerminkan suatu pencitraan terhadap suatu
merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya
hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain..
3
Persepsi Kuatlitas
(Aaker 1997, p9) mendefinisikan persepsi kualitas sebagai: “ Persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau harapan konsumen terhadap suatu produk.”
Variabel persepsi kualitas (peceived quality)
mencerminkan pandangan atau
harapan konsumen terhadap suatu produk.
4
Loyalitas merek (Brand loyalty)
(Aaker 1997, p9) mendefinisikan loyalitas merek sebagai: “ Ukuran dari kesetiaan
konsumen terhadap suatu merek.”
Variabel loyalitas merek (brand loyalty) mencerminkan tingkat keterikatan konsumen
dengan suatu merek produk.
2.4.3.3 Loyalitas Merek (Brand Loyality)
Menurut Durianto (2001, p126) ”Loyalitas merek merupakan ukuran keterkaitan
pelanggan kepada sebuah merek.
Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang
mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama jika pada
merek tersebut didapat adanya perubahan harga, ataupun atribut yang lain.”
Berdasarkan Peter dan Jerry (2000, p162) ”Loyalitas merek adalah keinginan melakukan
dan perilaku pembelian ulang.”
Berdasarkan pendapat Rangkuti (2002, pp60-61) ”Loyalitas merek adalah ukuran dari
kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merek merupakan inti dari ekuitas
merek (Brand equity) yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran. Apabila loyalitas
merek meningkat, maka serangan kelompok pesaing dapat dikurangi. Hal ini merupakan
18
indikator dari ekuitas merek (Brand equity) yang berkaitan dengan perolehan laba di masa
yang akan datang, karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan
di masa depan.”
2.4.3.4 Tingkat Loyalitas Merek
Ada beberapa tingkat loyalitas merek (Durianto 2001, pp128-129)
1. Switcher (berpindah-pindah)
Konsumen yang berada pada tingkat loyalitas ini, dikatakan sebagai konsumen yang
berada pada tingkat yang paling dasar. Semakin tinggi frekuensi konsumen untuk
memindahkan pembeliannya pada suatu merek ke merek lain mengindikasikan
merek sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek
tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta
memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling
kelihatan jelas pada konsumen seperti ini adalah mereka membeli sesuatu produk
karena harganya murah.
2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)
Pembeli yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli
yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak
mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini
pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan
membeli produk yang lain atau berpindah merek jika peralihan tersebut memerlukan
usaha, biaya, ataupun pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini
dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan merek selama ini.
3. Satisfied Buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
19
Pada tingkat ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek dengan menanggung switching cost (biaya peralihan) yang
terkait dengan waktu, uang, tenaga, atau resiko kinerja yang melekat dengan
tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang
masuk dalam tingkat loyalitas ini, maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan
yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam ketegori ini dengan
menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching
cost loyal).
4. Liking The Brand (menyukai merek)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguhsungguh menyukai merek tersebut. Dalam tingkatan ini dijumpai perasaan emosional
yang terkait pada merek. Rasa suka bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait
dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang
dialami pribadi maupun oleh kerabatnya. Meskipun demikian, sering sekali rasa suka
ini merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan ditelusuri dengan cermat
untuk dikategorikan ke dalam sesuatu yang spesifik.
5. Comited Buyer (pembeli yang setia)
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Merek memiliki suatu
kebanggaan sebagai pengguna merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat
penting bagi mereka dipandang dari segi fungsi maupun ekspresi mengenai siapa
sebenarnya mereka. Pada tingkat ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjukkan dengan tindakan merekomendasikan merek tersebut dengan pihak lain.
2.5 Pengertian Market Performance
20
Market performance (www.indiainfoline.com/bisc/jmem.html 2004) adalah “kinerja
dari suatu perusahaan atau industri dalam suatu pasar yang diukur berdasarkan kriteria
tertentu.” Kriteria ini atau tujuan ini meliputi :
a.
Efesiensi pekerjaan dari beberapa faktor produksi untuk mendapatkan pendapatan
besar yang mungkin.
b.
Pekerjaan yang sempurna dari faktor – faktor produksi.
c.
Pertumbuhan dan modernisasi dalam menaikkan dan mengembangkan arus barang
dan jasa.
d.
Ekuitas dalam distribusi pendapatan.
Pemahaman mengenai nilai penting sekali dalam keputusan pembelian, penetapan
sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas kerja.
2.5.1 Loyalitas Pelanggan (Customer Loyality)
Oliver mendefinisikan loyalitas (Kotler 2003, p294) yaitu ” a deeply held commitment to
rebuy or reportronize a preferred product or services in the future despite situational
influences and marketing effort having the potential to cause switching behavior.”
Maksud dari definisi di atas, loyalitas adalah sebuah komitmen untuk membeli kembali
produk atau jasa di masa yang akan datang meskipun dipengaruhi oleh situasi dan keadaan
pasar yang dapat menyebabkan perubahan perilaku.
Menurut Kotler (2003, p294) pembeli diklasifikasikan menjadi empat bagian berdasarkan
tingkat loyalitasnya, yaitu:
1. Hard core loyals
: yaitu pelanggan yang membeli satu merek setiap saat.
2. Split loyals
: pelanggan yang setia kepada dua atau tiga merek.
3. Shipting loyals
: pelanggan yang berganti merek dari yang satu ke merek yang
lain.
4. Switchers
: pelanggan yang tidak loyal terhadap merek apapun.
21
Ketidakpuasan atau ketidakmampuan akan suatu produk atau jasa sebagai akhir dari
suatu proses penjualan memberikan dampak tersendiri kepada perilaku pelanggan akan
produk atau jasa yang diterima. Bagaimana perilaku pelanggan dalam melakukan pembelian
kembali, bagaimana pelanggan dalam mengekspresikan produk yang dipakainya dan jasa
yang diperolehnya, dan perilaku lain yang menggambarkan reaksi pelanggan atas produk
atau jasa yang telah dirasakan.
2.6 Pengertian Shareholder Value
The total value of a firm or business unit (Doyle 2000, p37) is called its corporate or
enterprise value.
Shareholder value (Doyle 2000, p37) is the equity portion of the enterprise value.
Jadi, Enterprise value = Debt + Shareholder value atau
Shareholder value = Enterprise value – Debt.
Jadi apa sebenarnya pengertian shareholder value itu? (Fisk 2002, p11)
Shareholder value diukur dari total pengembalian terhadap investor-investor pada
suatu waktu.
Disebutnya sebagai the total shareholder return (TSR).
Hal itu merupakan penggabungan pertumbuhan jangka panjang dalam nilai saham,
dan deviden yang mana investor boleh mendapatkannya sepanjang waktu.
Secara internal itu adalah hasil terbaik melalui “economic profit” (EP) yang mana
terkadang dikenal sebagai economic value added.
Economic profit mengukur kas ke depan yang mana diharapkan mengalir untuk
bisnis yang didasarkan pada keberadaannya dan produk ke depan dan pelayanan.
22
Empat indikator sumber peningkatan shareholder value yaitu: (Soehadi 2002, p16)
1) Masuknya arus kas dipercepat (accelerating cash flow).
2) Masuknya arus kas diperbesar (enchancing cash flow).
3) Pengurangan turun-naiknya arus kas (lowering cash flow volatility).
4) Umur sumber arus kas diperpanjang(increasing the residual value of cash flow).
Shareholder value (www.valuebasemanagement.net/What is Shareholder Value Definition.htm 2005) adalah nilai dari perusahaan dikurangi hutang jangka panjang. Nilai dari
perusahaan dapat dihitung sebagai Net Present Value (NPV) dari cashflow jangka panjang
ditambah nilai dari aset perusahaan yang tidak bergerak.
Menurut Suratman (2001, pp130-131), untuk mengetahui apakah suatu usulan proyek
investasi layak dilaksanakan atau tidak dengan cara mengurangkan antara Present Value (
nilai saat ini ) dan aliran kas bersih operasional atas proyek investasi selama umur ekonomis
termasuk terminal cash flow dengan (initial investment). Jika NPV positif, usulan proyek
investasi dinyatakan layak, sedangkan jika NPV negatif dinyatakan tidak layak. Untuk
menentukan Present Value atas aliran kas operasional dan terminal cash flow didasarkan atas
cost of capital sebagai cut off rate atau discount factor-nya.
Adapun formulasinya sebagai berikut :
n
NPV = ∑
At
(1 + k )t
t=0
Dalam hal ini
n =
Periode/ tahun terakhir aliran kas.
At =
Aliran kas pada periode t.
K =
Tingkat keuntungan yang disyaratkan/diharapkan.
Secara operasional persamaan di atas dapat dikembangkan menjadi berikut :
23
NPV = Iin +
Cfo1
Cfo 2
Cfon + Tcf
+
+ ⋅⋅⋅⋅ +
2
(1 + r ) (1 + r )
(1 + r )n
Dalam hal ini:
Iin
= Initial Investment (total aktiva tetap + harga pokok produksi)
Cfo1,2
= Cash flow operational tahun ke1, ke2 dst.
Cfon
= Cash flow operational tahun ke n.
Tcf
= Terminal cash flow.
r
= Discount faktor/tingkat keuntungan yang disyaratkan.
n
= Jumlah tahun (umur ekonomis).
2.7 Konsep Nilai (Value )
Nilai (Kotler 2000, p13) adalah rasio antara apa yang didapatkan dan apa yang
diberikan pelanggan. Pelanggan mendapatkan manfaat dan mengeluarkan biaya. Manfaat
mencakup manfaat fungsional dan manfaat emosional. Biaya mencakup biaya moneter, biaya
waktu, biaya energi, dan biaya fisik.
Dengan demikian, nilai dirumuskan:
Nilai =
Manfaat fungsional + manfaat emosional
Manfaat
=
Biaya
biaya moneter + biaya waktu + biaya energi + biaya fisik
Nilai ekonomi (Helfert 1997, p289)
Konsep ini berkaitan dengan kemampuan dasar suatu aktiva – atau suatu klaim – untuk
memberikan aliran arus kas setelah pajak kepada pemilik perusahaan. Arus kas ini dapat
dihasilkan dari laba, atau pembayaran kontrak, atau likuidasi sebagian atau seluruhnya pada
suatu waktu di masa depan.
24
Nilai pasar (Helfert 1997, p289)
Nilai ini juga dikenal sebagai nilai pasar wajar, yaitu nilai setiap aktiva, atau kumpulan aktiva
pada saat diperdagangkan dalam suatu transaksi tanpa beban dan tanpa paksaan. Nilai pasar
pada suatu saat dapat dipengaruhi oleh pilihan dan tingkah laku dari mereka yang terlibat di
pasar, suasana psikologis yang ada di pasar, sengitnya perang pengambilalihan, perubahan
ekonomi, perkembangan industri, kondisi politik, dan sebagainya.
Maka, nilai Pasar dari suatu aset adalah nilai aset yang berlaku dipasaran. Nilai ini ditentukan
oleh kekuatan penawaran dan dan permintaan dipasar, dimana penjual dan pembeli
menegosiasikan harga yang dapat diterima dan saling menguntungkan.
Nilai Pelanggan (customer value) (Kotler 2004, p41)
Merupakan selisih antara nilai yang diperoleh pelanggan dengan memiliki dan menggunakan
suatu produk, dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh produk tersebut. Pelanggan
sering mengukur nilai produk dan biaya tidak secara akurat dan obyektif. Mereka bertindak
berdasarkan nilai perkiraan.
2.8 Teori SWOT
Menurut Rangkuti (2002, p18), teknik analisis SWOT adalah “teknik analisis yang
mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.”
SWOT adalah singkatan dari Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Ooportunity
(peluang), dan Threat (ancaman). Strength dan weakness berhubungan dengan internal
perusahaan, sedangkan opportunity dan threat berhubungan dengan eksternal perusahaan.
Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang efektif dapat memaksimalkan
kekuatan dan peluang yang dimiliki perusahaan dengan meminimalkan kelemahan dan
ancaman yang ada.
25
Secara lebih mendalam, Pearce dan Robinson (1997, p230) menguraikan analisis
SWOT sebagai berikut:
•
Strength (kekuatan) adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan
lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar atau ingin dilayani oleh perusahaan.
Kekuatan adalah kompetensi khusus yang memberikan keunggulan komparatif bagi
perusahaan di pasar.
•
Weakness (kelemahan) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam, sumber daya,
ketrampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan.
•
Opportunity (peluang) adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan.
•
Threat (ancaman) adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan.
2.9 Kerangka Pemikiran
Untuk melihat lebih mendalam penelitian ini perlu dijelaskan kerangka pemikiran sebagai
landasan dalam menganalisis data dan informasi yang didapat dari internal dan eksternal PT.
Baja Inti Kharisma Industri. Penerapan value-based marketing yang didasarkan pada
peningkatan market-based assets yaitu saluran distribusi, pelanggan, pemasok dan merek
dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman di perusahaan, sedangkan pelanggan dan merek dianalisis dengan analisis
kepuasan pelanggan dan analisis tingkat loyalitas merek dengan menyebarkan kuesioner ke
customer. Kemudian hal ini berpengaruh ke market performance yang dianalisis dengan
analisis loyalitas pelanggan untuk mengetahui loyalitas pelanggan PT. Baja Inti Kharisma
Industri. Setelah itu akan diketahui shareholder value perusahaan yang dianalisis dengan
analisis keuangan untuk mengetahui tingkat pengembalian.
26
PT. BAJA INTI
KHARISMA INDUSTRI
PENERAPAN
VALUE-BASED
MARKETING
ANALISIS
MARKET-BASED ASSETS
ANALISIS SWOT
MARKET
PERFORMANCE
ANALISIS LOYALITAS
PELANGGAN
ANALISIS KEPUASAN
PELANGGAN
ANALISIS TINGKAT
LOYALITAS MEREK
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
SHAREHOLDER
VALUE
ANALISIS
KEUANGAN
27
2.10 Metodologi Penelitian
2.10.1 Jenis dan Metode Penelitian
Tabel 2.1 Jenis dan Metode Penelitian
Tujuan
Jenis penelitian
Metode
Unit analisis
T1
Deskriptif
Deskriptif
Organisasi
Survey
PT. BIKI
Deskriptif
Organisasi
Survey
PT. BIKI
Deskriptif
Organisasi
Survey
PT. BIKI
T2
Deskriptif
T3
Deskriptif
Time horison
–
Cross section
–
Cross section
–
Cross section
Keterangan:
T1 =
Untuk meningkatkan aset pasar terbaik dari PT. Baja Inti Kharisma Industri .
T2 =
Untuk mengukur nilai pengembalian dari aset yang dimiliki PT. Baja Inti
Kharisma Industri.
T3 =
Untuk menerapkan value-based marketing dalam meningkatkan shareholder
value PT. Baja Inti Kharisma Industri.
2.10.2 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini mengukur nilai pengembalian yang terbaik dari aset pasar yang dimiliki PT.
Baja Inti Kharisma Industri terhadap market performance dalam meningkatkan shareholder
value.
Maka teknik pengumpulan data yang dilakukan :
Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data primer dengan cara sebagai berikut :
•
Wawancara (Interview)
28
Merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab secara
langsung dengan manajer PT. Baja Inti Kharisma Industri untuk memperoleh data
yang lebih jelas dan akurat yang berkaitan dengan penelitian.
•
Penelitian Kepustakaan
Bertujuan untuk memperoleh data-data sekunder dari buku-buku dan informasi
dari buku-buku wajib. Maka dilakukanlah studi kepustakaan ke perpustakaan
Universitas Bina Nusantara.
•
Angket (Kuesioner)
Kuesioner adalah suatu daftar pertanyaan yang diajukan kepada responden
untuk memperoleh informasi yang diinginkan. Maka kuesioner disebarkan kepada
pelanggan PT. Baja Inti Kharisma Industri.
2.10.2.1 Macam Teknik Sampling
Menurut Sugiyono (2002, p73) teknik sampling dapat dibedakan menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1. Sampling probabilitas
Sampling probabilitas adalah cara pengambilan sampel berdasarkan probabilitas atau
peluang. Semua sampling probabilitas cara pengambilannya dilakukan secara acak
(random), artinya semua obyek atau elemen populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel dan cara ini bersifat obyektif.
Yang termasuk sampling probabilitas adalah sebagai berikut:
a. Sampling acak sederhana yaitu bentuk sampling probabilitas yang sifatnya
sederhana, di mana tiap sampel yang berukuran sama memiliki suatu probabilitas
atau kesempatan sama untuk terpilih dari populasi.
b. Sampling stratified (sampling berlapis) yaitu bentuk sampling random, dimana
populasi (elemen populasi) dibagi dalam kelompok-kelompok yang disebut strata.
29
c.
Sampling sistematis yaitu bentuk sampling random dimana elemen-elemen yang
akan diselidiki diambil berdasarkan urutan tertentu dari populasi yang telah
disusun secara teratur.
d. Sampling cluster (sampling berkelompok) yaitu bentuk sampling random, dimana
populasinya dibagi menjadi beberapa cluster dengan menggunakan aturan-aturan
tertentu, seperti batas-batas alam, wilayah administrasi pemerintahan dan
sebagainya.
2. Sampling non-probabilitas
Sampling non-probabilitas adalah cara pengambilan sampel yang tidak berdasarkan
probabilitas. Semua sampling non-probabilitas berkemungkinan atau peluang setiap
anggota populasi untuk menjadi anggota sampel tidak sama atau tidak diketahui.
Dengan demikian, sampel yang diambil tidak dapat dikatakan representatif dan cara ini
bersifat subyektif.
Yang termasuk sampling non-probabilitas:
a. Sampling kebetulan (samping accidental) yaitu bentuk sampling non-probabilitas
dimana
anggota
sampel
yang
dipilih
diambil
berdasarkan
kemudahan
mendapatkan data yang diperlukan, atau dilakukan seadanya.
b. Sampling kuota yaitu sampling non-probabilitas yang mencirikan lebih dahulu
sesuatu yang berhubungan dengan pengambilan sampel, seperti proporsi setiap
lapisan. Dengan proporsi tersebut, maka jumlah unsur atau kuota setiap lapisan
dapat ditentukan
c.
Sampling bola salju (snow ball sampling) yaitu bentuk sampling non-probabilitas,
dimana pengumpulan data dimulai dari beberapa orang yang memenuhi kriteria
untuk dijadikan anggota sampel. Teknik ini ibarat bola salju yang menggelinding
dan lama-lama menjadi besar.
d. Sampling pertimbangan (purposive) yaitu bentuk sampling non-random dimana
penentuan sampelnya dilakukan atau ditentukan oleh peneliti sendiri atau
30
berdasarkan perimbangan atau kebijaksanaan yang dianggap ahli dalam hal
yang diteliti.
2.10.3 Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran
Tabel 2.2 Defenisi Operasional dan Instrumen Pengukuran
Variabel
/
Sub Konsep variabel
Indikator
Ukuran
variabel
Market-based
Market-based assets (Srivastana,
Assets
Rajendra K., et al ( 2000, p2) adalah
Saluran distribusi
pengiriman
aset – aset mana yang dapat
memberikan kontribusi dan nilai
Sistem pengiriman
Pelanggan
finansial terhadap beberapa tingkatan
di pasar.
Proses dan waktu
Kepuasan
pelanggan
Pemasok
Kualitas dari bahan
baku
Ketersediaan bahan
baku
Merek
Loyalitas Merek
(Brand loyalty)
Market
Market performance
Performance
(www.indiainfoline.com/bisc/jmem.html
dikurangi biaya –
2004) adalah kinerja dari suatu
biaya
perusahaan atau industri dalam suatu
pasar yang diukur berdasarkan kriteria
tertentu.
Pendapatan
Loyalitas pelanggan
Penjualan
Frekuensi
pembelian
Pelayanan
31
Shareholder Value Shareholder value
Net present value
Initial investment
(www.valuebasemanagement.net/What
Discount factor
is Shareholder Value - Definition.htm
Ukuran tahun
2005) adalah nilai dari perusahaan
dikurangi hutang jangka panjang.
Aliran kas bersih
Hutang jangka
panjang
2.10.3.1 Definisi Operasional dan Instrumen Pengukuran SWOT
2.10.3.1.1 Definisi Operasional SWOT
-
Operasional keunggulan bersaing yang dilakukan yaitu PT. Baja Inti Kharisma Industri
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis SWOT, yang terdiri dari:
-
Kekuatan (strength) adalah sumber daya, ketrampilan, atau keunggulan-keunggulan lain
relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar atau ingin dilayani oleh perusahaan.
Kekuatan adalah: kompetensi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi
perusahan di pasar.
-
Kelemahan (weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,
ketrampilan dan kapabilitas secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan.
-
Peluang (opportunity) adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan.
-
Ancaman (threat) adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan
perusahaan.
2.10.3.1.2 Instrumen Pengukuran Analisis SWOT
Instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur analisis SWOT yang terdiri dari
faktor internal yang meliputi kekuatan dan kelemahan serat faktor eksternal yang meliputi
32
peluang dan ancaman dalam bentuk kuesioner. Adapun angka untuk pemberian bobot baik
untuk faktor internal maupun untuk faktor eksternal adalah sebagai berikut:
3 : pengaruhnya paling / sangat besar
2 : pengaruhnya sedang
1 : pengaruhnya kecil
Pemberian skor nilai pada faktor internal adalah:
4 : kekuatan utama
3 : kekuatan kecil
2 : kelemahan kecil
1 : kelemahan utama
Sedangkan pemberian skor nilai pada faktor eksternal adalah:
4 : kekuatan utama
3 : kekuatan kecil
2 : kelemahan kecil
1 : kelemahan utama
2.10.4 Teknik Analisis Data SWOT
Teknik perumusan strategi yang penting dapat dipadukan menjadi kerangka kerja
pembuatan keputusan 2 (dua) tahap (Gambar 2.3). Alat yang disajikan dalam kerangka kerja
ini dapat dipakai untuk semua ukuran dan tipe organisasi dan dapat membantu perumus
strategi dalam mengenali, mengevaluasi dan memilih strategi.
Tahap I : Tahap Input
Matriks IFAS
Matriks EFAS
Tahap II : Tahap Pencocokan
Matriks SWOT
Matriks Internal – Eksternal
Gambar 2.3 Kerangka Kerja Analisis Perumusan Strategi
Sumber: David (2002)
33
2.10.4.1 Tahap I: Tahap Input
2.10.4.1.1 Matriks Faktor Strategi Internal
Setelah faktor-faktor strategis internal suatu perusahaan diidentifikasi, suatu tabel IFAS
(Internal Strategic Factors Analysis Summary) disusun untuk merumuskan faktor-faktor
strategis internal tersebut dalam kerangka Strength dan Weakness perusahaan. Tahapnya
adalah:
a) Tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam kolom 1.
b) Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan menggunakan teknik perbandingan
berpasangan. Konsep dari teknik ini adalah dengan membandingkan 2 (dua) alternatif
dari faktor-faktor internal yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan pada suatu
kriteria dan memilih salah satu diantaranya. Adapun bobot yang diberikan adalah:
3: pengaruhnya paling atau sangat besar
2: pengaruhnya sedang
1: pengaruhnya kecil
Pemberian bobot yang diberikan dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika alternatif I lebih
dipilih dibanding alternatif II dan bobotnya adalah 3, maka alternatif I berbobot 3,
sedangkan alternatif II berbobot 1/3. Jika alternatif II lebih dibanding alternatif III dan
diberi bobot sebesar 2, maka alternatif II berbobot 2, sedangkan alternatif III berbobot
½. Demikian pula halnya dengan pemberian bobot sebesar 1. Setelah diperoleh masingmasing bobot, langkah selanjutnya adalah menjumlahkan bobot-bobot berdasarkan
kolomnya. Kemudian nilai pada masing-masing kolom dibagi dengan hasil penjumlahan
kolom tersebut. Hasilnya kemudian dinormalisasi. Langkah terakhir adalah merataratakan nilai pada masing-masing baris. Kemudian bobot yang didapat dari perhitungan
di atas dimasukkan dalam kolom 2.
34
c) Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala
mulai dari 4 (kekuatan utama), 3 (kekuatan kecil), 2 (kelemahan kecil), dan 1
(kelemahan utama), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan
yang bersangkutan.
d) Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor
pembobotan dalam kolom 4.
e) Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan
tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat
digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnnya dalam
kelompok industri yang sama.
Tabel 2.3 Matriks IFAS
Faktor-faktor Strategi
Bobot
Rating
Bobot x Rating
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
Total
XXX
Internal
Kekuatan
Kelemahan
Sumber: Rangkuti (2002)
2.10.4.1.2 Matriks Faktor Strategi Eksternal
XXX
35
Sebelum membuat matrik faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu
faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi
eksternal:
a) Susunlah dalam kolom 1 yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan (5 sampai
10 peluang dan ancaman).
b) Beri bobot masing-masing faktor tersebut dengan menggunakan teknik perbandingan
berpasangan. Konsep dari teknik ini adalah dengan membandingkan 2 (dua) alternatif
dari faktor-faktor eksternal yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarlam pada suatu
kriteria dan memilih salah satu diantaranya. Adapun bobot yang diberikan adalah:
3 : pengaruhnya paling/sangat besar
2 : pengaruhnya sedang
1 : pengaruhnya kecil
Pemberian bobot yang diberikan dapat dijelaskan sebagai berikut. Jika alternatif I lebih
dipilih dibanding alternatif II dan bobotnya adalah 3, maka alternatif I berbobot 3,
sedangkan alternatif II berbobot 1/3. Jika alternatif II lebih dibanding alternatif III dan
diberi bobot sebesar 2, maka alternatif II berbobot 2, sedangkan alternatif III berbobot
½. Demikian pula halnya dengan pemberian bobot sebesar 1. Setelah diperoleh masingmasing bobot, langkah selanjutnya adalah menjumlahkan bobot-bobot tersebut
berdasarkan kolomnya. Kemudian nilai pada masing-masing kolom dibagi dengan hasil
penjumlahan kolom tersebut. Hasilnya kemudian dinormalisasi. Langkah terakhir adalah
merata-ratakan nilai pada masing-masing baris. Kemudian bobot yang didapat dari
perhitungan di atas dimasukkan dalam kolom 2.
c) Hitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala
mulai dari 4 (kekuaran utama), 3(kekuatan kecil), 2(kelemahan kecil), dan 1 (kelemahan
utama), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan.
36
d) Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor
pembobotan dalam kolom 4.
e) Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan
bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan
tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Skor total ini dapat
digunakan untuk membandingkan perusahaan ini dengan perusahaan lainnnya dalam
kelompok industri yang sama.
Tabel 2.4 Matriks EFAS
Faktor-faktor Strategi
Bobot
Rating
Bobot x Rating
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
-
XXX
XXX
XXX
Total
XXX
Eksternal
Peluang
Ancaman
XXX
Sumber: Rangkuti (2002)
2.10.4.2 Tahap II: Tahap Pencocokan
Tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi terdiri dari beberapa teknik
yang dapat dipakai dengan berbagai urutan. Teknik-teknik tersebut tergantung pada
informasi yang diperoleh dari tahap input untuk mencocokan peluang dan ancaman eksternal
dengan kekuatan dan kelemahan internal.
37
2.10.4.2.1 Diagram SWOT
Setelah didapat hasil total bobot skor dari masing-masing IFAS dan EFAS, langkah
selanjutnya adalah memasukkan angka total bobot skor tersebut ke dalam diagram analisis
SWOT berikut ini.
Berbagai Peluang
1. Mendukung
strategi agresif
3. Mendukung strategi
turnaround
Kekuatan
Internal
Kelemahan
Internal
2. Mendukung strategi
diversifikasi
4. Mendukung
strategi defensif
Berbagai ancaman
Gambar 2.4 Diagram Analisis SWOT
Sumber: Rangkuti (2002, p19)
Keterangan:
Kuadran I: Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki
peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus
diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth
oriented strategy).
Kuadran II: Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan
dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifkasi (produk/pasar).
Kuadran III: Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak, ia
menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah
meminimalkan masalah-masalah internal perusahaan sehingga dapat merebut peluang pasar
yang lebih baik.
38
Kuadran IV: Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan, perusahaan tersebut
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.
2.10.4.2.2 Matriks SWOT
Setelah selesai menentukan IFAS dan EFAS, tahap selanjutnya adalah menganalisis
dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks ini dapat menggambarkan secara jelas
bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat menghasilkan empat set
kemungkinan alternatif strategis.
Tabel 2.5 Kerangka Kerja Analisis Perumusan Strategi
IFAS
STRENGTH(S)
Tentukan
5-10
WEAKNESS (W)
faktor-faktor
Tentukan
5-10
faktor-faktor
EFAS
kekuatan internal
kelemahan internal
OPPORTUNITIES (O)
STRATEGI SO
STRATEGI WO
Tentukan 5-10 faktor peluang
Ciptakan
eksternal
menggunakan kekuatan untuk
menggunakan
memanfaatkan peluang
untuk memanfaatkan peluang
THREATS (T)
STRATEGI ST
STRATEGI WT
Tentukan 5-10 faktor ancaman
Ciptakan
eksternal
menggunakan kekuatan untuk
meminimalkan
mengatasi ancaman
untuk menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti (2002)
strategi
strategi
yang
yang
Ciptakan
Ciptakan
strategi
yang
kelemahan
strategi
yang
kelemahan
39
Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT:
•
Strategi SO.
Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikir perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan
seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.
•
Strategi ST.
Strategi ini dibuat berdasarkan pemanfaataan kekuatan yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada .
•
Strategi WO.
Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara
meminimalkan kelemahan yang ada.
•
Strategi WT.
Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
2.10.4.2.3 Matriks Internal Eksternal (IE)
Matriks internal eksternal ini dikembangkan dari model General Electric (Model GE).
Parameter yang digunakan meliputi parameter kekuatan internal perusahaan dan pengaruh
eksternal yang dihadapi. Tujuan penggunaan model ini adalah untuk memperoleh strategi
bisnis di tingkat korporasi yang lebih detail.
40
Daya Tarik Industri
4.0
Tinggi
(3.0-4.0)
3.0
Sedang
(2.0-2.99)
Tabel 2.6 Matriks Internal Eksternal
Kekuatan Internal Bisnis
Kuat
Rata-rata
Lemah
(3.0-4.0)
(2.0-2.99)
(1.0-1.99)
3.0
2.0
1.0
2 GROWTH
3 RETRENCHMENT
1 GROWTH
Konsentrasi melalui
Konsentrasi
Turn around
integrasi vertikal
melalui integrasi
horizontal
4 STABILITY
Hati-hati
5 GROWTH
Konsentrasi
melalui integrasi
horizontal
6 RETRENCHMENT
Captive Company
atau
Divestment
STABILITY
2.0
Rendah
(1.0-1.99)
Tidak ada
perubahan profit
strategi
7 GROWTH
Diversifikasi
Konsentrik
8 GROWTH
Diversifikasi
Konglomerat
9 RETRENCHMENT
Bangkrut atau
Likuidasi
1.0
Sumber: Rangkuti (2002)
Berdasarkan matriks internal eksternal untuk strategi korporasi di atas, dapat
diidentifikasikan 9 (sembilan) sel strategi perusahaan yang dikoelompokkan menjadi 3 (tiga)
strategi utama, yaitu:
•
Growth Strategy merupakan pertumbuhan perusahaan ini sendiri yang ditunjukkan pada
sel 1, 2, dan 5 atau upaya diversifikasi yang ditunjukkan pada sel 7 dan 8.
•
Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah strategi yang
telah ditetapkan, yang ditunjukkan pada sel 4.
•
Retrenchment Strategy adalah usaha memperkecil atau mengurangi usaha yang
dilakukan perusahaan yang ditunjukkan pada sel 3,6, dan 9.
Berikut ini adalah penjelasan detail mengenai kesembilan strategi yang terdapat pada
sembilan sel matriks internal eksternal untuk strategi korporasi (Tabel 2.6).
41
•
Sel nomor 1, Konsentrasi melalui Integrasi Vertikal
Pertumbuhan melalui konsentrasi dapat dicapai melalui integrasi vertikal dengan cara
backward integration (mengambil alih fungsi supplier) atau dengan cara forward
intregration (mengambil alih fungsi distributor). Hal ini merupakan strategi utama untuk
perusahaan yang memiliki posisi kompetitif pasar yang kuat dalam industri yang berdaya
tarik tinggi.
•
Sel 2 dan 5, Konsentrasi melalui Integrasi Horizontal
Strategi pertumbuhan melalui integrasi horizontal adalah suatu kegiatan untuk
memperluas perusahaan dengan cara membangun di lokasi lain, dan meningkatkan jenis
produk serta jasa.
Jika perusahaan tersebut berada dalam industri yang sangat atraktif (sel 2), tujuannya
adalah untuk meningkatkan penjualan dan profit, dengan cara memanfaatkan
keuntungan skala ekonomis baik di produksi maupun pemasaran. Sementara jika
perusahaan jika perusahaan ini berada dalam daya tarik industri yang menengah,
strategi yang diterapkan adalah konsolidasi (sel 5). Tujuannya relatif lebih defensif, yaitu
menghindari kehilangan penjualan dan kehilangan profit.
Perusahaan yang berada di sel ini dapat memperluas pasar, fasilitas produksi, dan
teknologi melalui pengembangan internal maupun eksternal melalui akuisisi atau joint
venture dengan perusahaan lain dalam industri yang sama.
•
Sel 7, Diversifikasi Konsentris
Strategi pertumbuhan melalui diversifikasi umumnya dilaksanakan oleh perusahaan yang
memiliki kondisi posisi kompetitif sangat kuat tetapi nilai daya tarik industrinya sangat
rendah. Perusahaan tersebut berusaha secara efisien karena perusahaan ini sudah
memiliki kemampuan manufaktur dan pemasaran yang baik.
•
Sel 8, Diversifikasi Konglomerat
Strategi pertumbuhan melalui kegiatan bisnis yang tidak saling berhubungan dapat
dilakukan jika perusahaan menghadapi posisi kompetitif yang tidak begitu kuat dan nilai
42
daya tarik industrinya sangat rendah. Kedua faktor tersebut memaksa perusahaan itu
melakukan usahanya ke dalam perusahaan lain. Tetapi pada saat perusahaan tersebut
mencapai tahap matang, perusahaan yang hanya memiliki posisi kompetitif rata-rata
cenderung akan menurun kinerjanya. Untuk itu strategi diversifikasi konglomerat sangat
diperlukan.
•
Sel 4, Stability
Strategi berdiam diri mungkin tepat untuk dijadikan sebagai strategi sementara, yang
memungkinkan bagi perusahaan untuk menggabungkan semua sumber daya yang
dimilikinya setelah mengalami pertumbuhan yang cepat dari suatu industri, yang
kemudian menghadapi suatu masa depan yang tidak pasti. Situasi dalam industri yang
tidak menentu membutuhkan strategi yang penuh kehati-hatian. Perusahaan harus tetap
waspada terhadap segala macam perubahan yang terjadi secepat mungkin. Lingkungan
yang kompetitif sangat mudah berubah-ubah. Terlebih lagi dengan keadaan lingkungan
eksternal yang dapat membuat daya tarik industri menjadi tinggi dengan adanya
peluang-peluang baru atau ancaman-ancaman yang kurang berarti. Keadaan tersebut
mengakibatkan top manajemen cenderung untuk membuat keputusan secara tiba-tiba
dan bahkan mengambil resiko yang belum diketahui besarnya, seperti misalnya dengan
melakukan investasi baik di dalam maupun di luar industri.
•
Sel 3, Turn around (berbenah diri)
Strategi ini tepat bagi perusahaan yang berada pada daya tarik industri yang tinggi dan
ketika masalah-masalah perusahaan mungkin dirasakan tetapi belum kritis. Strategi ini
dilakukan oleh perusahaan dengan cara melakukan penghematan pada operasional
perusahaan.
•
Sel 6, Divestasi
Merupakan strategi yang tepat bagi perusahaan yang berada pada posisi kompetitif yang
lemah dengan daya tarik industri menengah. Perusahaan yang berada pada tahap ini
menghadapi penurunan penjualan dan dapat meningkatkan kerugian jika perusahaan
43
tidak mengambil beberapa tindakan secepat mungkin. Strategi yang dapat digunakan
salah satunya adalah dengan divestasi, yaitu penjualan salah satu unit usaha bisnis
perusahaan ketika unit bisnis tersebut berada pada suatu keadaan yang buruk.
•
Sel 9, Bangkrut atau likuidasi
Ketika suatu perusahaan mengetahui bahwa perusahaannya berada di situasi yang paling
parah dengan posisi kompetitif dan daya tarik industri yang lemah, manajemen hanya
mempunyai beberapa alternatif yang terbatas.
Kebangkrutan adalah suatu kondisi dimana perusahaan mengalami kerugian yang sangat
besar sehingga perusahaan menyerahkan kepengelolaan manajemen ke pengadilan
untuk memenuhi kewajiban-kewajiban perusahaan.
Likuidasi adalah strategi yang dilakukan dengan menjual sebagian atau seluruh
perusahaan atau produk perusahaan yang ada, dengan tujuan untuk mendapatkan uang
untuk membayar seluruh obligasi perusahaan dan kemudian menyerahkan sisanya
kepada pemegang saham.
2.10.5 Metode Analisis Laporan Keuangan
Mengacu pada pendapat Munawir (2004, pp36-37 ), dan ada beberapa macam teknik
analisis yang biasa digunakan dalam analisis laporan keuangan yaitu sebagai berikut :
1. Analisis perbandingan laporan keuangan (comparative financial statement)
Adalah teknik analisis dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua
periode atau lebih. Teknik analisis tersebut sering juga disebut dengan analisis naik turun
karena dengan analisis tersebut diketahui kenaikan atau penurunan dari masing-nasing
pos.
2. Trend atau tendensi positif dan kemajuan keuangan perusahaan (trend ratio)
Dinyatakan dalam persentase (trend percentage analysis), adalah suatu teknik analisis
untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan
tendensi tetap, naik atau bahkan turun.
44
2.10.5.1 Analisis Rasio Keuangan
Larson dan Chiappetta (2002, p744) menulis “Three of the most common tools of
financial statement analysis are Horizontal Analysis, Vertical Analysis, dan Ratio Analysis.”
Analisis laporan keuangan merupakan alat yang biasa digunakan untuk menganalisis
serta menginterprestasikan kinerja keuangan dan kondisi suatu perusahaan. Karena rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbang antara suatu jumlah tertentu dengan
jumlah lainnya yang terdapat dalam laporan keuangan baik itu neraca maupun laporan labarugi.
Adapun rasio-rasio keuangan yang biasanya dipakai berbeda antara yang satu dengan
yang lainnya, tergantung dari sumber buku dan pengarangnya. Berikut angka-angka rasio
yang umumnya digunakan dalam analisis laporan keuangan :
1. Analisis Rasio Likuiditas (liquidity ratio)
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan suatu perusahaan
membiayai operasi dan memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi
atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
2. Analisis Rasio Hutang (leverage)
Rasio Leverage yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar
kebutuhan keuangan perusahaan dibelanjai dengan modal asing atau pinjaman dan
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila
perusahaan tersebut dilikuidasikan, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun
jangka panjang.
3. Analisis Rasio Aktivitas (activity ratio)
Ratio Aktivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa efektif dan efisien
suatu perusahaan dalam mengelola atau mengoperasikan dananya atau aktivanya dan
untuk menilai kemampuan perusahaan dalam penjualan, penagihan piutang maupun
pemanfaatan aktiva yang dimiliki.
4. Rasio Profitabilitas (profitability ratio)
45
Rasio profitabilitas merupakan rasio-rasio yang dapat digunakan untuk menilai
kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan selama periode tertentu
dan mengukur sejauhmana tingkat keefektifan dan efisiensi pengelolaan perusahaan. Ini
tercermin dari hasil yang dicapai perusahan dalam penjualan dan investasi yang
dilakukan.
2.10.5.2 Analisis Rasio Profitabilitas / Rentabilitas
Pada penelitian ini dibutuhkan adanya perhitungan rasio profitabilitas, dengan maksud
agar dapat dilakukan perbandingan profitabilitas perusahaan dengan berbagai kombinasi
kewajiban dan ekuitas pemegang saham, Keown ( 1999, p95 ).
Dan juga agar dapat diteliti tingkat pengembalian yang diterima oleh perusahaan.
Alat yang umum digunakan untuk mengevaluasi profitabilitas dihubungkan dengan
penjualan, yaitu laporan laba rugi. Rasio yang dipakai untuk perhitungan profitabilitas
meliputi:
a. Margin laba (Profit Margin). Persentasi dari laba bersih terhadap penjualan.
Rumus :
M arg in Laba Bersih =
Laba Bersih Setelah Pajak
Penjualan
b. Hasil atas total aset (Return on Asset). Rasio ini mengukur keefektifan manajemen dalam
menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia.
Rumus : Re turn on Asset (ROA) =
c.
Laba Bersih Setelah Pajak
Total Aktiva
Hasil atas Ekuitas (Return on Equity). Rasio ini mengukur pengembalian yang diperoleh
pemilik atas investasi dari perusahaan. Semakin tinggi pengembalian maka semakin baik.
Rumus : Re turn on Equity (ROE ) =
Laba Bersih Setelah Pajak
Ekuitas
46
2.10.6 Metode Analisis Porter
Menurut Rangkuti (2002, pp12-15) terdapat lima kekuatan kompetitif Porter yang akan
menentukan keunggulan bersaing dalam industri, yaitu:
1. Ancaman pendatang baru.
2. Ancaman produk pengganti.
3. Kekuatan tawar-menawar pemasok.
4. Kekuatan tawar-menawar pembeli/konsumen.
5. Persaingan sesama industri.
Pendatang baru
Ancaman
pendatang baru
Persaingan dikalangan anggota
industri.
Pemasok
Daya tawarmenawar
Persaingan di antara perusahaan yang
pemasok
sudah ada.
Daya tawarmenawar
pembali
Produk
pengganti
substitusi
Ancaman
produk
substitusi
Gambar 2.5 Model Lima Kekuatan Perusahaan Menurut Porter
Sumber: Rangkuti (2002)
Pembeli
47
Bekerjanya lima kekuatan kompetitif di atas sangat berbeda untuk masing-masing jenis
industri. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan keuntungan masing-masing jenis industri
tersebut dalam jangka panjang.
1. Ancaman pendatang baru ( The threat of new entrants ).
Apabila suatu perusahaan dapat memasuki suatu industri khusus dengan mudah,
maka intensitas persaingan di antara perusahaan-perusahaan tersebut akan meningkat.
Pendatang baru akan mengurangi potensi-potensi profit pada industri lama karena
biasanya ia akan membawa kepastian baru, mencari pangsa pasar dan menurunkan
marjin. Untuk mencegah hal itu, perusahaan-perusahaan yang terlebih dahulu memasuki
industri tersebut akan melakukan serangan balasan, misalnya melakukan penghalang
agar perusahaan baru tersebut sulit masuk (barriers to entry).
Dalam menghadapi penghalang tersebut, antara lain dengan kualitas produk yang
tinggi dengan harga yang lebih murah. Bagi perusahaan lama, hal-hal strategis yang
harus dilakukan adalah mengidentifikasi perusahaan-perusahaan baru yang potensial
memasuki pasar, memonitor strategi rival baru ini sebagai upaya serangan balasan dan
tetap mempertahankan segenap kelebihan dan peluang yang ada.
2. Ancaman produk pengganti ( Threat of substitute product or service ).
Pada banyak industri, perusahaan-perusahaan berkompetisi secara ketat dengan
para produsen produk pengganti dari industri yang lain, misalnya produsen plastik
sebagai pengganti kaca. Kehadiran produk pengganti tersebut merupakan peringatan
bagi perusahaan sebelum pelanggan beralih ke produk pengganti tersebut. Tekanan
persaingan akibat produk pengganti dapat menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
produk pengganti (product decline) karena consumer merasakan adanya penurunan
harga.
48
3. Kekuatan tawar-menawar pemasok (Bargaining power of suppliers).
Kekuatan tawar-menawar pemasok mempengaruhi intensitas persaingan dalam
industri, khususnya apabila terdapat sejumlah besar pemasok, hanya ada beberapa
bahan baku pengganti yang baik, atau apabila biaya pengalihan bahan baku menjadi
sangat mahal.
Hal terbaik yang sebaiknya dilakukan oleh pemasok dan produsen adalah saling
membantu dengan harga yang wajar, meningkatkan kualitas, mengembangkan jasa
baru, just in time delivery, mengurangi biaya inventaris, serta mengupayakan
kemampulabaan dalam jangka panjang.
4. Kekuatan tawar-menawar pembeli (Bargaining power of buyers / customers).
Bila persaingan terkonsentrasi, berukuran besar dan konsumen membeli dalam
volume besar, maka kekuatan tawar-menawar sangat mempengaruhi intensitas
persaingan
dalam
suatu
industri.
Perusahaan
pesaing
mungkin
menggunakan
pelayanan/jaminan khusus untuk mendapatkan loyalitas pelanggan apabila pelanggan
tersebut memiliki kekuatan tawar-menawar konsumen yang tinggi bila produk yang dijual
adalah standar/tidak terdiferensiasi.
Pada kasus ini, konsumen sering menegosiasikan harga jual, cakupan garansi dan paket
tambahan yang lebih besar.
5. Persaingan sesama industri (Rivalry among existing competitors).
Persaingan di antara pesaing-pesaing yang telah ada, biasanya merupakan pesaing
yang paling penting. Kadang-kadang strategi yang dikembangkan suatu perusahaan
dapat berhasil hanya dengan berkonsentrasi pada peningkatan keunggulan kompetitif
yang secara langsung menyerang strategi pesaing. Perubahan strategi oleh suatu
perusahaan mungkin dihadapi dengan gerakan balasan seperti penurunan harga,
peningkatan
pelayanan,
penambahan
jaminan.
Intensitas
persaingan
di
antara
49
perusahaan yang bersaing memiliki kesamaan ukuran dan kapabilitas usaha, penurunan
permintaan produk/pemotongan harga. Apabila persaingan di antara perusahaan pesaing
semakin intensitas, keuntungan perusahaan akan menurun, sehingga industri-industri
tersebut menjadi tidak menarik lagi.
Kelima kekuatan kompetitif tersebut mempengaruhi kemampulabaan industri, karena
menentukan harga yang ditawarkan oleh perusahaan, biaya yang dikeluarkan, serta investasi
yang diperlukan untuk bersaing. Masing-masing kekuatan kompetitif tersebut merupakan
fungsi struktur industri/mendasari karakteristik ekonomi dan teknis suatu industri. Pada
dasarnya, setiap industri memiliki struktur keunikan, sehingga kekuatan kompetitif tersebut
sangat bergantung pada kondisi masing-masing perusahaan.
2.11 Kelemahan Teknik Analisis Data
2.11.1 Analisis SWOT
Pada umumnya SWOT hanya mencerminkan pandangan seseorang atau kelompok,
dimana hanya mencerminkan keberpihakan dalam menilai tindakan yang telah ditentukan
sebelumnya, daripada digunakan sebagai alat untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan
peluang baru. Hal penting yang perlu perhatikan bahwa kadang-kadang ancaman juga dapat
dipandang sebagai kesempatan, tergantung orang atau kelompok yang terlibat. Ada pepatah
yang menyatakan, "Seorang yang pesimis adalah orang yang melihat kegagalan di dalam
suatu kesempatan, dan seorang yang optimis adalah orang yang melihat kesempatan di
dalam suatu kegagalan."
SWOT memungkinkan sebuah institusi untuk mengambil cara yang singkat daripada
melakukan sebuah penelitian khusus kekuatannya yang sesuai dengan kesempatan, sehingga
mengabaikan kesempatan yang tidak dirasakan. Metode yang lebih pro-aktif dalam
identifikasi kesempatan/peluang adalah paling menarik, baru kemudian merencanakan dan
menumbuhkembangkan strategi institusi untuk memenuhi kesempatan-kesempatan tersebut.
50
2.11.2 Analisis Keuangan
•
Historis, artinya hanya mencerminkan kinerja masa lalu dan tidak bisa memastikan
masa depan. Kinerja masa depan hanya dapat diperkirakan dengan menggunakan
metode analisis yang lengkap dan menyeluruh
•
Subyektif, artinya laporan keuangan dibuat oleh manusia yang tidak terlepas dari
unsur subyektivitas walupun terdapat seperangkat aturan dan prinsip-prinsip
akuntansi yang harus ditaati.
•
Konservatif, artinya dalam menyusun laporan keuangan maka bila menghadapi
ketidakpastian maka umumnya yang dipilih adalah nilai yang terkecil.
Download