Teknologi Produksi Ubikayu untuk Menjaga Kuantitas Pasokan Bahan Baku Industri Bioethanol Oleh: J. Wargiono, APU Penggunaan bioethanol sebagai bahan bakar alternatif telah lama dilakukan diberbagai Negara seperti Brasil (E20, 1975), Kolumbia (E10, 2001), Amerika (E10,1978), Australia (E20, 1992), Thailand (E10,2002), sedangkan Indonesia sedang dalam proses mulai membangun industrinya. Walaupun terlambat, kebijakan pemerintah tentang penggunaan bioethanol sebagai campuran premium 10% (E10) untuk transportasi yang tertuang dalam Perpres No.5/2006 dan Inpres No.1/2006 cukup strategis, sehingga perlu didukung oleh program yang operasional, terutama ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan. Salah satu cara untuk menjamin keberhasilan program penyediaan bahan baku industri bioethanol yang berkelanjutan tersebut adalah pengembangan usahatani yang berkelanjutan dan berdaya saing. Sumberdaya Tanah yang sesuai untuk ubikayu agar dapat tumbuh dan bereproduksi secara optimal adalah tanah dengan tekstur pasir berlempung dan kaya bahan organik, yaitu Insseptisol, Alfisol, dan Ultisol. Lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ubikayu sebagai bahan baku industri bioethanol adalah lahan tidur di wilayah beriklim basah. Ubi segar sebagai bahan baku industri bioethanol diperlukan harian selama 10-12 bulan dengan kuantitas sesuai dengan kapasitas mesin pengolah terpasang. Ketersediaan bahan baku tersebut dapat terealisasi bila tersedia tanaman siap dipanen harian pada umur optimal (kadar pati tinggi). Panen harian tersebut dapat dilakukan bila penanganan ubikayu harian secara runtun dapat dilakukan minimal selama musim hujan. Ubikayu yang ditanam harian secara runtun tersebut dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal bila air (hujan) tersedia bagi tanaman secara cukup minimal selama 3-4 bulan pertama. Implikasinya wilayah pengembangan harus beriklim basah. Salah satu persyaratan usahatani berkelanjutan adalah produktivitas tinggi dan terus meningkat dengan pertumbuhan antara 2-5%/th agar dapat memasok industri bioethanol secara berkelanjutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas tersebut diantaranya adalah (1) potensi genetis, (2) kecukupan air, (3) kecukupan hara, (4) intensitas cahaya matahari, (5) gangguan OPT, dan (6) umur panen. Varietas Unggul Pengembangan VUB merupakan salah satu komponen teknologi yang diperlukan. Selain keunggulan yang bersifat dinamis VUB juga mempunyai keunggulan agronomis yang bersifat”given”, yaitu: (1) tahan terhadap tanah masam (pH 4) dan alkalin (pH 7-7,5), (2) adaptif terhadap tanah kahat P karena akar ubikayu dapat bersimbiosa dengan cendawan micorrhisa, yaitu dengan memanfaatkan hipanya dalam penyerapan P, (3) toleran terhadap kondisi kering karena akar ubikayu mampu berpenetrasi sampai kedalaman 3 m, (4) mampu memanfaatkan cahaya matahari secara maksimal, (5) umur panen fleksibel. Kebutuhan air ubikayu relatif sedikit, yaitu sekitar 45 mm/10 hari pada umur 0-2 bulan, 65 mm/10 hari pada umur 3-5 bulan, dan sekitar 75 mm/10 hari hingga menjelang panen. Agar setiap panen kadar patinya optimal perlu adanya penggunaan multi varietas dalam satu hamparan, yaitu varietas berumur genjah untuk panen umur 7-8 bulan, varietas umur sedang untuk panen umur 9-10 bulan dan varietas umur dalam untuk panen umur 11-12 bulan, yaitu Adira-1 dan UJ-3, Adira-4 dan UJ-5 serta Malang-6 dan VUB adaptif lainnya. Ilustrasi pengaturan waktu tanam dan panen seperti pada gambar. Kecukupan Hara Ubikayu dapat tumbuh dan berproduksi optimal bila hara makro dan mikro di dalam tanah tersedia secara cukup dan proporsional. Kelemahan sumberdaya lahan yang telah teridentifikasi di daerah sentra produksi ubikayu umumnya berkadar bahan organik sangat rendah sampai sedang, demikian juga untuk hara makro N,P dan K. Komponen teknologi yang diperlukan untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah pemupukan secara rasional, yaitu pemupukan berdasarkan status hara tanah dan kebutuhan tanaman. Intensitas Cahaya Matahari-Ubikayu dapat memanfaatkan cahaya matahari secara maksimal, yaitu permukaan helaian daun posisinya selalu bergerak menghadap matahari. Untuk mengatur posisi permukaan helaian daun tersebut tanaman mengatur deklinasi dan inklinasi tangkai daun mengikuti pergerakan matahari. Oleh karena itu indeks luas daun (ILD) harus optimal, yaitu sekitar 3,5. Teknologi untuk mendapatkan ILD 3,5 adalah mengatur populasi tanaman, jarak tanam, jumlah tunas dan pemanenan daun tua, yaitu (1) jarak tanam sistem barisan arah timur-barat agar cahaya matahari dapat berpenetrasi secara optimal antara barisan dengan jarak antar baris 80-100 cm dalam barisan 60-80 cm untuk monokultur, sedangkan untuk tumpangsari 200-250 cm antar baris dan 50 cm dalam barisan, (2) dua tunas tiap tanaman, dan (3) memanen daun tua hingga 25% dari total daun/bulan. Pengendalian OPT Kelemahan ubikayu pada fase pertumbuhan awal adalah tidak mampu berkompetisi dengan gulma. Periode kritis atau periode tanaman harus bebas gangguan gulma adalah antara 5-10 minggu setelah tanam. Bila pengendalian gulma tidak dilakukan selama periode kritis tersebut, produktivitas dapat turun sampai 75% dibandingkan kondisi bebas gulma. J.Wargiono, APU Penulis adalah peneliti dari Puslitbang Tanaman Pangan Dimuat pada Tabloid Sinar Tani, 8 Agustus 2007