BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non-alam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa
yang disebabkan oleh alam, berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (BNPB, 2012).
Bencana alam telah banyak terjadi di wilayah Indonesia. Salah satu
wilayah di Indonesia yang paling rawan dihantam oleh bencana alam adalah
Kepulauan Nias. Pulau Nias mengalami gempa besar sebanyak dua kali yaitu
gempa bumi dan tsunami di lepas pantai Pulau Sumatera pada tanggal 26
Desember 2004 yang juga meluluhlantakkan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan gempa bumi Pulau Nias yang terjadi pada tanggal 28 Maret 2005 dengan
kekuatan 8,7 skala Richter (Gulό, 2012).
Pusat getaran dari gempa bumi dahsyat terakhir ini terletak sekitar 2,93
LU dan 97,016 BT dengan kedalaman 30 km. Sektor perumahan terkena dampak
paling parah, di mana 13.000 rumah hancur total, 24.000 rusak berat dan sekitar
1
Universitas Sumatera Utara
2
34.000 rusak ringan. Prasarana transportasi juga rusak, yaitu 12 pelabuhan besar
dan kecil hancur, 403 jembatan hancur dan 800 km jalan kabupaten dan 266 km
jalan provinsi hancur. Sebanyak 723 gedung sekolah dan 1.938 tempat ibadah
rusak. Gempa bumi ini menghancurkan perekonomian masyarakat. Total
kerusakan diperkirakan sebesar US $ 392 juta, setara dengan 108 persen PDB
Nias (Washington:The World Bank, 2007 dalam Gulό, 2012). Jumlah korban
meninggal akibat gempa tektonik ini diperkirakan sedikitnya 638 orang. Data
kondisi pada tanggal 26 April 2006 dari Satlak Penanggulangan Bencana (PB)
Teluk Dalam tercatat bahwa korban terbanyak terdapat di wilayah Kecamatan
Teluk Dalam Kabupaten Nias Selatan dengan korban luka ringan sebanyak 500
orang, luka berat 786 orang, dan korban meninggal sebanyak 58 jiwa (Nugroho,
2007).
Gempa bumi yang meluluhlantakkan seluruh Nias ini memang telah
mengakibatkan banyak orang meninggal dunia, kehilangan orang yang dikasihi
dan menciptakan penderitaan yang dalam bagi masyarakat baik secara fisik,
spiritual, mental dan sosial (Gulό, 2012). Hal ini serupa dengan yang dinyatakan
oleh Astuti (2006), bahwa kerugian-kerugian akibat gempa bumi yang ditanggung
oleh masyarakat, tidak hanya berupa fisik seperti kerugian materi, rumah, harta
benda, aset-aset dan pekerjaan, melainkan juga berupa non-fisik seperti
kehilangan anggota keluarga dan famili serta kerugian psikologis yang
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk pemulihannya. Berdasarkan estimasi
kebutuhan (Iswanti dkk., 2006 dalam Astuti, 2006) terdapat 1 juta orang sampai
dengan 2 juta orang yang mengalami beban psikologis dari tingkatan sedang
Universitas Sumatera Utara
3
sampai tingkatan berat. Dari jumlah tersebut, sebanyak 97,5% pulih secara alami
setelah dua minggu, sebesar 2,5% atau 30 ribu orang mengalami kesulitan
psikologis sampai tiga bulan setelah peristiwa gempa, dan sebanyak 1% atau 12
ribu orang mengalami kesulitan jangka panjang. Menurut Erwina (2010), salah
satu bentuk dampak psikologis yang sering ditemui pada masyarakat korban
bencana alam adalah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) sebenarnya muncul sebagai
manifestasi dari pengalaman mengerikan. Penderitanya adalah mereka yang
merupakan korban hidup yang secara fisik selamat, tetapi secara mental masih
berada dalam tekanan psikologis dan terus-menerus berada dalam keadaan
tersebut (Hartuti, 2009). Individu dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
akan mengalami ansietas dan selalu teringat trauma melalui memori, mimpi atau
reaksi terhadap isyarat internal tentang peristiwa yang terkait dengan trauma.
Gangguan ini dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak dan remaja
(APA, 2000; Videback, 2008 dalam Astuti, 2012).
Anak-anak dan remaja merupakan salah satu kelompok usia rentan dan
sensitif terhadap dampak dari kejadian bencana yang dialaminya (Astuti, 2012).
Kelompok usia anak dan remaja yang mengalami trauma akan lebih sulit
disembuhkan daripada orang dewasa. Hal ini terjadi karena orang dewasa telah
memiliki kemampuan untuk mengelola emosi dalam diri, sementara pada anakanak kemampuan ini masih sangat minim. Anak-anak belum memiliki mekanisme
koping yang adekuat secara fisik dan emosional untuk menghadapi trauma.
Trauma ini dapat mengakibatkan adanya gangguan kejiwaan saat mereka tumbuh
Universitas Sumatera Utara
4
dewasa dan mempengaruhi temperamen mereka (Sadock & Sadock, 2007;
Murtanti, 2009). Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja
yang menderita PTSD menunjukkan kesulitan dalam prestasi akademik, interaksi
sosial, berkurangnya harapan pada masa depan dan perilaku agresif (Armsworth
& Holaday, 1993 dalam Anderson, 2005). Jika tidak ditangani, hal ini dapat
mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai tahap perkembangan dan
berfungsi sepenuhnya menjadi orang dewasa (Anderson, 2005).
Menurut Kusmiran (2011), dalam setiap tahap perkembangan terdapat
tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi dan diselesaikan dengan baik.
Pada masa remaja tugas perkembangan ini meliputi penerimaan keadaan dan
penampilan diri, belajar berperan sesuai dengan jenis kelamin, mencapai relasi
yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya, mencapai perilaku sosial yang
bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian
ekonomi, dan mampu mengembangkan keterampilan intelektual untuk hidup
bermasyarakat.
Kegagalan tugas-tugas perkembangan pada suatu tahapan perkembangan
akan
mengakibatkan
konsekuensi-konsekuensi
yang
serius.
Salah
satu
konsekuensinya adalah adanya tekanan-tekanan sosial yang tidak dapat dihindari
serta dasar untuk penguasaan tugas-tugas perkembangan berikutnya menjadi tidak
adekuat (Hurlock, 1980). Astuti (2012) menambahkan bahwa apabila tugas
perkembangan tidak dapat dilakukan atau mengalami gangguan pada masa
remaja, maka akan mengganggu pada proses tumbuh kembang remaja baik secara
biologis, psikologis, sosial dan spiritualnya.
Universitas Sumatera Utara
5
Survei dari Universitas Indonesia (UI) yang dibiayai WHO terhadap
anak-anak di Aceh pasca tsunami menunjukkan bahwa sebanyak 20-25% di
antaranya mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan membutuhkan
pertolongan dari tenaga ahli. Hasil penelitian lain pada kelompok remaja
prevalensi terjadinya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) mencapai 8-9%,
dan kelompok remaja berisiko mencapai 13-45% (Ziegler, 2005 dalam Astuti,
2012).
Dalam DSM-IV-TR dinyatakan bahwa gejala PTSD yang ditemukan
menggambarkan suatu stres yang terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
(APA, 2000). Gejala-gejala PTSD bisa mulai muncul seminggu hingga tiga puluh
tahun setelah peristiwa traumatik ekstrem. Jadi, kurun waktu efek trauma bisa
begitu panjang. Gejala-gejala tersebut bisa hilang timbul sepanjang hidup
penderita, sehingga mengganggu fungsi kerja dan keefektifan hidup. Meskipun
tidak diobati dan ditangani dengan benar, ada sekitar 30% pasien Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) yang sembuh sendiri. Namun, ada sekitar
40% yang terus-menerus bahkan mengalami berbagai gejala dalam tingkat sedang
dan 10% akan terus-menerus mengalami berbagai gejala dalam tingkat berat
(Sadock & Sadock, 2007). Hal serupa dinyatakan oleh badan kesehatan dunia
(WHO) yang memperkirakan bahwa dalam setiap bencana, sebanyak 50% korban
selamat akan mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Di antara
mereka yang mengalaminya, sebanyak 5-10% akan mengalami manifestasi yang
berat. Bahkan ada pakar yang menyebutkan angka ini mencapai 10-20% (Hartuti,
2009).
Universitas Sumatera Utara
6
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Universitas Syiah Kuala,
International Organization for Migration (IOM), dan Universitas Harvard yang
dilakukan pada tahun 2007, sekitar 3 tahun setelah tsunami di 14 kabupaten di
Aceh ditemukan data sebanyak 10% menderita PTSD. Hal ini menunjukkan
bahwa walaupun sudah beberapa tahun setelah terjadinya bencana, tetapi masalah
gangguan mental masih dialami oleh masyarakat Aceh (Erwina, 2010).
Diperkirakan oleh para peneliti, pemulihan PTSD bisa memerlukan waktu 8 tahun
lebih bagi mereka yang mengalami stres setelah bencana (Kusumo, 2009).
Hasil wawancara dengan salah seorang guru SMA Swasta Katolik Bintang
Laut Teluk Dalam menyatakan bahwa “goncangan ringan saja dapat
menyebabkan siswa/siswi berlarian keluar kelas, beberapa siswa merasa
ketakutan, panik dan pucat terutama bagi mereka yang rumahnya runtuh pada saat
gempa bumi tahun 2005”.
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas maka peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian pada remaja Teluk Dalam mengenai PTSD
with delayed onset, yaitu tanda dan gejala PTSD yang muncul pada saat setelah 8
tahun bencana gempa bumi di Pulau Nias. Hal ini untuk melihat perkembangan
pemulihan kesehatan jiwa mereka serta untuk deteksi dini. Sebab fase remaja
adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan berdampak
luas bagi perkembangan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
7
2. RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja Teluk Dalam pasca 8 tahun
bencana gempa bumi di Pulau Nias?
3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian yang telah dituliskan pada latar belakang, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
3.1 Tujuan umum
Mengidentifikasi Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja
Teluk Dalam pasca 8 tahun bencana gempa bumi di Pulau Nias.
3.2 Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi PTSD berdasarkan karakteristik demografi pada
remaja Teluk Dalam pasca 8 tahun bencana gempa bumi di pulau Nias.
b. Mengidentifikasi gambaran PTSD pada remaja Teluk Dalam pasca 8
tahun bencana gempa bumi di pulau Nias.
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala PTSD pada remaja Teluk Dalam
pasca 8 tahun bencana gempa bumi di pulau Nias.
4. MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
4.1 Praktik Keperawatan
Bagi institusi pelayanan keperawatan khususnya pelayanan kesehatan
jiwa, diharapkan hasil penelitian ini dapat mendukung upaya dalam peningkatan
Universitas Sumatera Utara
8
kesehatan jiwa remaja khususnya pada remaja yang mengalami Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD).
4.2 Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu ilmu baru dan
bermanfaat bagi dunia pendidikan dalam memberikan materi-materi tentang
dampak bencana pada perkembangan psikologis terutama melalui mata kuliah
elektif Nursing Disaster. Serta dapat melakukan pendekatan dalam konteks
asuhan keperawatan sehingga proses pertumbuhan dan perkembangan dapat tetap
berlangsung dengan baik.
4.3 Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal untuk
penelitian berikutnya tidak hanya pada penelitian yang berhubungan dengan Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana tetapi juga pada kondisi
gangguan psikologis lainnya akibat bencana.
4.4 Pemerintah Daerah
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai refrensi bagi pihak
pemerintah daerah maupun lembaga masyarakat terkait untuk menyusun dan
memasukkan program penanggulangan PTSD pasca bencana khususnya pada
anak dan remaja sebagai program prioritas dalam penanganan bencana oleh
Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/kota yang diperkirakan rawan bencana.
Universitas Sumatera Utara
Download