BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Candida sp adalah flora normal pada manusia yang dapat dijumpai pada kulit, saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai pada saluran pernapasan. Candida dijumpai pula di lingkungan (Eggimann et al., 2003). Candida terdiri dari banyak spesies. Saat ini sudah lebih dari 200 spesies jamur yang diidentifikasi termasuk di dalam genus ini (Gray dan Roberts, 1988). Dari banyak spesies Candida, Candida albicans adalah yang paling dominan dijumpai pada manusia. Meskipun demikian Candida juga bertanggungjawab pada berbagai penyakit, dari yang ringan hingga yang mengancam jiwa (Eggimann et al., 2003). Candida albicans merupakan patogen yang menempati urutan keempat dalam menyebabkan infeksi yang berhubungan dengan pemakaian kateter vaskular (Crnich dan Maki. 2002). Jamur ini juga menempati urutan ketiga untuk penyebab infeksi yang berhubungan dengan kateter saluran kencing (Maki dan Tambyah, 2001). Infeksi nosokomial maupun infeksi yang berhubungan dengan peralatan medis (implant) yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia ini perlu perhatian oleh karena data menunjukkan adanya peningkatan morbiditas dan mortalitas (Crnich dan Maki. 2002). Di dalam panduan penanganan candidiasis dan candiduria selalu dianjurkan untuk menghilangkan sumber infeksi, dalam hal ini adalah penglepasan alat kesehatan yang dimaksud (Pappas et al., 2003). Dengan demikian, akan menimbulkan konsekuensi medis maupun ekonomis yang sangat besar. Hal ini terjadi karena selain harus mengadakan alat kesehatan yang baru, juga harus mengulangi prosedur medis yang bisa jadi sangat mahal dan berisiko tinggi. 1 Oropharyngeal candidiasis (OPC) sering ditemukan pada pasien pengidap Human immunodeficient virus (HIV). OPC sering dipakai sebagai indikator dari infeksi HIV dan berhubungan juga dengan progresifitas dari status gangguan imun pada pasien terseubut (Klein et al., 1984; Thompson et al., 2010). Namun demikian, prevalensi OPC menjadi menurun setelah diperkenalkannya obat anti retrovirus (Hood et al., 1998). OPC merupakan salah satu dari bermacam-macam kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan infeksi HIV. Kondisi tersebut antara lain adalah: xerostomia, oral hairy leukoplakia, penyakit periodontal seperti linear gingival erythema dan necrotizing ulcerative periodontitis. Sarkoma Kaposi’s, human pappiloma virus-associated warts dan berbagai macam ulkus (Reznik, 2006). Candida sp mampu untuk memproduksi faktor virulensi yang dapat meningkatkan kapasitasnya untuk berkolonisasi pada mukosa atau permukaan implant dan bahan sitetik lainnya. Selain itu faktor virulensi ini juga memfasilitasi invasi jaringan penjamu dengan mengganggu integritas membran sel (Brassart et al., 1991). Proteinase dan phospholipase disekresikan oleh Candida sp yang bertindak sebagai faktor virulensi pada sel penjamu dan binatang model (Ghannoum, 2002). Candida sp dilaporkan mampu berubah fenotipe (phenotypic switching) oleh karena perubahan kondisi lingkungan, yang merupakan salah satu faktor virulensi penting. Fenomena perubahan fenotipik ini disertai dengan peningkatan sekresi enzyme proteolitik dan pembentukan hyphae. C. albicans yang diisolasi dari infeksi aktif dilaporkan memiliki prevalensi perubahan fenotipik dibandingkan dengan isolat komensal. Dilaporkan juga bahwa perubahan fenotipik ini berhubungan dengan mekanisme terjadinya resistensi terhadap antijamur golongan azole (Sanglard dan Odds, 2002). Faktor virulensi lain dari C. albicans adalah kemampuan membentuk hyphae. Dilaporkan bahwa gen IRS4 memiliki peranan penting di dalam pembantukan hyphae. 2 Penelitian yang dilakukan dengan mengganggu gen IRS4 akhirnya berakibat pada perbedaan virulensi dari isolat C. albicans (Badrane et al., 2005). C. albicans yang dikenal sebagai jamur oportunistik dapat menginvasi hanya pada penjamu yang mengalami penurunan status imunologis. Namun demikian, berdasarkan laporan bahwa C. albicans memiliki juga faktor virulensi maka menjadi sangat penting untuk mengetahui perbedaan faktor virulensi yang terdiri dari: prevalensi perubahan fenotipik, kemampuan membentuk hyphae, dan kecepatan replikasi antara isolat klinik yang berasal dari bilasan mulut pasien dengan HIV dan komensal pada orang sehat. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa masalah yang akan diteliti adalah: 1. Berapa besar frekuensi perubahan fenotipik pada isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat? 2. Apakah terdapat perbedaan perubahan fenotipik pada isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat? 3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan membentuk hyphae antara isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat? 4. Apakah terdapat perbedaan kemampuan replikasi pada isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji: 1. Frekuensi perubahan fenotipik pada isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat. 3 2. Perbedaan perubahan fenotipik pada isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat. 3. Perbedaan kemampuan membentuk hyphae antara isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat. 4. Perbedaan kemampuan replikasi pada isolat klinik C. albicans yang didapatkan pada penderita HIV dan orang sehat. D. Keaslian Penelitian Vargas et al. (2000) melakukan penelitian terhadap 54 orang yang menderita infeksi HIV. Isolat klinik C. albicans yang didapatkan menunjukkan adanya perubaan fenotipik. Perubahan fenotipik ini berakibat pada perbedaan virulensi antara isolat C. albicans yang menginfeksi penderita infeksi HIV dan yang menjadi komensal pada orang sehat. Perbedaan itu ditunjukkan oleh peningkatan MIC dari anti jamur pada isolat klinik yang menyerang penderita HIV dan juga peningkatan sekresi protease. Vargas et al. (2004) melaporkan bahwa satu strain C. albicans yang didapatkan dari penderita infeksi HIV dapat menunjukkan perubahan fenotipe hingga empat macam. Masing-masing fenotipe yang ditunjukkan oleh perbedaan wujud koloni tersebut memiliki sifat yang berbeda di dalam hal kecepatan pertumbuhan dan tanggap terhadap berubahan lingkungan, termasuk pemberian antifungal fluconazole. Antony et al. (2007) meneliti tentang tiga buah strain C. albicans yang menginfeksi pasien dengan HIV. Pada penelitian ini dilaporkan bahwa teradapat perbedaan ekspresi faktor virulensi pada strain C. abicans yang memiliki variasi morfologi. Perbedaan dengan penelitian sekarang ini adalah pada jumlah isolat yang dipakai, jenis morfologi jamur yang diteliti, dan juga faktor virulensi lainnya yang ikut serta dianalisis. 4 E. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan memberi sumbangan pada disiplin ilmu mikrobiologi maupun untuk para klinisi antara lain: 1. Memahami perbedaan virulensi antara isolat klinik yang didapatkan dari pasien dengan penurunan respon imun dan komensal pada orang normal. 2. Memberikan sudut pandang baru tentang mekanisme terjadinya infeksi C. albicans pada pasien dengan penurunan respon imun. 3. Peningkatan pemahaman pada patogenesis infeksi C. albicans pada pasien dengan penurunan respon imun akan memberikan kontribusi yang berarti terhadap pengembangan managemen dan terapi pasien. 5