BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk mendefinisikan manajemen sumber daya manusia, perlu pemahaman pada dua fungsi, antara lain, fungsi-fungsi manajerial dan operasional. Manajemen sumber daya manusia melakukan kegiatan, perencanaan, pengorganisasian, penyusunan personalia, penggerakan, dan pengawasan terhadap fungsi-fungsi operasionalnya, untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut (Drs.Malayu S.P.Hasibuan.2007) MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan,karyawan ,dan masyarakat. Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsifungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. 2.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2003:21), fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian. a. Perencanaan Perencanaan SDM (human recources planing) adalah perencanaan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian. Program kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang baik akan membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. b. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membatu terwujudnya tujuan secara efektif. c. Pengarahan Pengarahan (directing) adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan pimpinan dengan menugaskan bawahan agar mengerjakan semua tugasnya dengan baik. d. Pengendalian Pengendalian (controlling) adalah kegiatan pengendalian semua karyawan agar mentaati peraturan-peratuaran perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Apabila terdapat penyimpangan atau kesalahan, diadakan tindakan perbaikan dan penyempurnaan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerja sama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. e. Pengadaan Pengadaan (procurement) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. f. Pengembangan Pengembangan (development) adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. g. Kompensasi Kompensasi (compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. h.Pengintegrasian Pengintegrasian (integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaannya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam MSDM, karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. i.Pemeliharaan Pemeliharaan (maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi. J. Kedisiplinan Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. k. Pemberhentian Pemberhentian (separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. Pelepasan ini diatur oleh Undangundang No. 12 Tahun 1964. 2.1.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Henry Simamora 2006, tujuan manajemen sumber daya manusia juga dibedakan menjadi 4 tujuan, antara lain : 1.Tujuan sosial Manajemen sumber daya manusia bertujuan agar bertanggung jawab secara social dan etis tehadap kebutuhan dan tantangan masyarakat, serta meminimalkan dampak negatif tuntutan itu terhadap organisasi. Manajemen ini juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas masyrakat dan membantu memecahkan masalah sosial. 2.Tujuan organisasional Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah memiliki sasaran formal organisasi yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuannya. Melalui tujuan ini, manajemen sumber daya manusia berkewajiban meningkatkan efektifitas organisasional dengan cara meningkatan produktivitas, mendayagunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif, mengembangkan dan mempertahankan kualitas kehidupan kerja, mengelola perubahan dan mengkomunikasikan kebijakan. 3.Tujuan fungsional Merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi departemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Dengan adanya tujuan fungsional ini, departemen sumber daya manusia harus menghadapi peningkatan pengelolaan sumber daya manusia yang kompleks dengan cara memberikan konsultasi yang berimbang dengan kompleksitas tersebut. 4.Tujuan pribadi Manajemen sumber daya manusia berperan serta untuk mencapai tujuan pribadi dari setiap anggota organisasi yang hendak dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi. Oleh karena itu, aktivitas sumber daya manusia yang dibentuk oleh pihak manajemen haruslah terfokus pada pencapaian keharmonisan antara pengetahuan, kemampuan, kebutuhan dan minat karyawan dengan persyaratan pekerjaan dan imbalan yang ditawarkan oleh manajemen sebuah organisasi. 2.2 Budaya Organisasi 2.2.1 Pengertian Budaya Organisasi Definisi awal budaya organisasi disampaikan oleh Terrence E. Deal dan Allan A. Kennedy sebagai : “the integrated pattern of human behavior that included thought, speech, action, and artifacts and depends on man’s capacity for learning and transmitting knowledge to succeeding generation” (dalam Ndraha, 2006:75). Tunstal dalam Wirawan (2007) mendefinisikan, budaya organisasi adalah suatu kepercayaan, kebiasaan, nilai, norma perilaku, dan cara melakukan bisnis yang unik bagi setiap organisasi yang mengatur pola aktivitas dan tindakan organisasi, serta melukiskan pola implisit, perilaku, dan emosi yang muncul yang menjadi karakteristik dalam organisasi. Finegan dan Abbas et al. (2005), di sisi lain, telah membentuk hubungan antara afektif dan komitmen normatif dan apa yang mereka sebut "konstruktif" budaya. ini berarti partisipasi dalam pengambilan keputusan, prestasi dan promosi aktualisasi diri, diberdayakan kerja, kualitas antarpribadi komunikasi, kerja tim dan lingkungan sosial mendukung untuk pertumbuhan anggota organisasi ritchie (2000) menunjukkan bahwa budaya perusahaan memiliki potensi untuk mempengaruhi hasil organisasi yang diinginkan seperti komitmen, produktivitas, kinerja dan perilaku etis. banyak sarjana mengusulkan bahwa dimensi tertentu yang mendefinisikan bahwa organisasi perilaku enviromnant, yaitu budaya dan komitmen, dapat mempengaruhi hasil dari upaya ini kompleks dan berisiko, maka, kebutuhan telah muncul untuk dimenssions budaya perusahaan yang sesuai untuk dikembangkan dalam rangka mendukung ruang lingkup komitmen organisasi. kerangka yang terdiri dari unsur-unsur konstruksi budaya perusahaan dan pengaruh, seperti pemberdayaan, pengembangan kompetensi, penghargaan yang adil dan berbagi informasi, telah diidentifikasi dan disesuaikan dengan budaya perusahaan yang relevan. 2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi Budaya memiliki sejumlah fungsi dalam organisasi. Pertama, hal ini berperan sebagai penentu batas-batas, artinya kultur menciptakan perbedaan atau distingsi antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. kedua, hal ini memuat rasa identitas anggota organisasi. Ketiga, budaya memfalisitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar dari pada kepentingan individu. Ke empat, bidaya meningkatkan stabilitas system social. Kultur merupakan perekat social yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan karyawan, dan terakhir budaya bertindak sebagai mekanisme sense-making serta kendali yang menuntun dan membentuk sikap dn perilaku karyawan. (Robbins, 2007). Menurut Robbins fungsi budaya organisasi sebagai berikut : a. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. b. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. d. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. e. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. 2.2.3 Proses Pembentukan Budaya Organisasi Menururt Kotter dan Haskett proses pembentukan budaya organisasi, sebagai berikut: 1. Manager Puncak Tindakan-tindakan manager puncak akan membentuk iklim dalam organisasi tersebut, sehingga peranan manager puncak sangatlah besar dalam penerimaan atau penolakan suatu budaya organisasi. 2. Perilaku Organisasi Menyangkut bagaimana proses penerimaan tindakan manager puncak oleh para anggotanya. 3. Hasil Dengan adanya tindakan-tindakan tersebut akan muncul suatu kebiasaan yang menunjukan bagaimana budaya organisasi tersebut berada. 4. Budaya Kebiasaan-kebiasaan yang muncul tersebut akan memunculkan adanya suatu nilai-nilai yang ada dalam organisasi yang juga akan mempengaruhi prose pencapaian tujuan organiasasi. 2.2.4 Tahapan Pembangunan Budaya Organisasi Dan Pembinaan Tahapan-tahapan pembangunan budaya organisasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut : (Nimran , 2004: 137) 1. seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah usaha baru 2. pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri 3. kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi, mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain sebagainya 4. orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama Begitu juga Nimran (2004: 138) menulis bahwa pembinaan budaya organisasi dapat dilakukan dengan serangkaian langkah sosialisasi berikut : 1. seleksi pegawai yang obyektif 2. penempatan orang dalam pekerjaannya yang sesuai dengan kemampuan dan bidangnya (the right man on the place) 3. perolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman 4. pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai 5. penghayatan akan nilai-nilai kerja atau lainnya yang penting 6. cerita-cerita dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan kebanggaan 7. pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi. 2.2.5 Cara Menciptakan dan Mempertahankan Budaya Organisasi Menciptakan budaya organisasi adalah dengan upaya penanaman nilai-nilai budaya dalam manajemen atau adminnistrasi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara antara lain: 1. Struktur organisasi yang benar sesuai dengan tuntutan/tujuan dan sebagai strategi. 2. melakukan manajemen secara horisontal, lebih banyak yang bersifat kerjasama/koordinasi. 3. Memberikan pelayanan atas dasar strategi yang baik. 4. Interaksi atau pergaulan atas dasar silih asih, asah dan asuh. 5. Membuang budaya yang negatif dan memasukan nilai-nilai baru. 6. Orientasi kerja pada peningkatan kualitas. 7. Mengembangkan upaya kemitraan/partnership. 8. Melakukan gaya kepemimpinan dengan keteladanan. 9. Manajemen/administrasi dengan melakukan penyempurnaan terus menerus. Mempertahankan agar sebuah Budaya tetap hidup: Sekali budaya itu ada, akan terdapat kekuatan-kekuatan dalam organisasi yang bertindak untuk mempertahankannya dengan cara memberiklan sejumlah pengalaman yang smaa kepada para pegawai. Ketiga kekuatan yang memainkan bagian yang paling penting dalam mempertahankan sebuah budaya adalah praktek seleksi oprganisasi, tindakan manajemen puncak, serta metode sosialisasi organisasi. 1) Seleksi Tujuan eksplisit dari proses seleksi adalah untuk menemukan dan mempekerjakan individu yang mempunyai pengetahuan, kepandaian dan kemampuan untuk berprestasi dalam pekerjaan-pekerjaan di organisasi dengan berhasil. Proses seleksimemberi informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu, dan jika mereka merasakan konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi itu, mereka dapat mengundurkan diri dari pencalonannya. Dengan demikian, proses seleksi tersebut mempertahankan budaya organisasi dengan menyaring individu yang mungkin akan menyerang atau mengacaukan nilai-nilai intinya. 2) Manajemen puncak Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak penting terhadap budaya organisasi. Para pegawai memperhatikan perilaku manajemen, “seperti si A pada saat itu ditegur, padahal pekerjaannya baik, hanya karena ia sebbelumnya tidak diminta untuk melakukannya atau si B dipecat karena ia di depan umum tidak setuju dengan pandangan perusahaan. Kejadian-kejadian tersebut kemudian dalam kurun waktu tertentu menetapkan norma-norma yang kemudian meresap ke bawah melalui organisasi dan memberitahukan apakah pengambilan resiko itu diinginkan atau tidak, berapa banyak kebebasan yang harus diberikan para manajer kepada para bawahannya, busana yang bagaimana yang cocok, tindakan apa yang akan memberi hasil, dalam hubungannya dengan kenaikan gaji, promosi, dan imbalan lainnya, dan sebagainya. 3) Sosialisasi Bagaimanapun sebaiknya sebuah organisasi melakukan rekrutmen dan seleksi, pegawai baru tidak akan sepenuhnya terindokrinasi pada budaya organisasi. Sebuah organisasi akan selalu mensosialisasikan setiap pegawai selama kariernya dalam organisasi. 2.3 Pemberdayaan Karyawan 2.3.1 Pengertian Pemberdayaan Karyawan Pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang mendapat awalan ber- yang menjadi kata “berdaya” artinya memiliki atau mempunyai daya. Daya artinya kekuatan, berdaya artinya memiliki kekuatan. Pemberdayaan artinya membuat sesuatu menjadi berdaya atau mempunyai daya atau mempunyai kekuatan. Pemberdayaan dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari empowerment. Pemberdayaan berarti memampukan (to enable), memberikan kesempatan (to allow) atau mengizinkan (to permit) melalui inisiatif sendiri atau yang dipicu oleh orang lain (Mulyadi, 2007). Pemberdayaan karyawan adalah pemberian wewenang kepada karyawan untuk merencanakan (planning), mengendalikan (controlling) dan membuat keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa harus mendapatkan otorisasi secara eksplisit dari manajer diatasnya (Hansen & Mowen 2007). Menurut Carver dalam Suryana (2009), pemberdayaan merupakan suatu proses pembentukan lingkungan dan struktur yang baik sehingga seseorang dapat memberikan kontribusi secara penuh melalui keterampilan terbaiknya. Pemberdayaan karyawan diidentifikasikan dengan banyak karakteristik dalam berbagai literatur. Pemberdayaan sebagai motivasi, komitmen dalam bekerja, inisiatif dan fokus dalam penyelesaian pekerjaan (Kizilos, Thomas & Velthouse,) dalam Light (2004). 2.3.2 Konsep Pemberdayaan Karyawan Konsep pemberdayaan telah digunakan oleh berbagai organisasi besar sejak tahun 1960an namun secara teori baru muncul pada buku manajemen dan prilaku organisasi pada tahun 1980an. Secara konseptual pemberdayaan karyawan dapat dibedakan dalam pemberdayaan struktural dan pemberdayaan psikologi. 1. Pemberdayaan struktural (structural empowerment) Pemberdayaan struktural di perkenalkan oleh Rosabeth Moss Kanter. Pandangan lain menyebut ini sebagai pemberdayaan organisasi. Pemberdayaan dalam konsep ini diartikan sebagai proses mendorong karyawan untuk menetapkan tujuan-tujuan dari pekerjaan mereka, dan memberi wewenang yang lebih besar untuk melakukan pengambilan keputusan dalam lingkup pekerjaan mereka. Tujuan pemberdayaan terfokus pada meningkatkan keterlibatan (job-involvement) dan kepuasan kerja karyawan untuk meningkatkan kualitas hasil produksi dan pelayanan (Moorhead & Griffin) dalam Sunaryo (2012). 2.Pemberdayaan psikologi (psychology empowerment) Pada konsep ini, pemberdayaan memakai sudut pandang psikologi karyawan. Diperkenalkan oleh Gretchen M Spreitzer. Banyak juga yang menyebut ini pemberdayaan individu. Konsep ini menekankan pemberdayaan pada tinjauan aspek-aspek sumber daya manusia. Wood, Wallace dan Zeffane dalam sunaryo (2012) mengemukakan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah pengembangan mentalitas “mampu berkarya” yang positif dalam diri karyawan (creating a positive “can do” mentality among employees). Mentalitas “mampu berkarya” ini tumbuh dari keyakinan diri para karyawan akan kemampuannya untuk berkarya pada pekerjaannya (self-efficacy). Keyakinan ini ditumbuhkan melalui proses pengembangan kompetensi-kompetensi karyawan, pemberian dorongan dan persuasif terus menerus, serta dukungan emosional dan keteladanan (modelling) dari para pimpinan di dalam kancah kegiatan kerja para karyawan sehari-hari. 2.3.3 Manfaat Pemberdayaan Karyawan Sedarmayanti (2008:289) mengemukakan manfaat pemberdayaan sumber daya manusia adalah: 1. Sebagai alat manajemen dalam rangka memberdayakan berbagai sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Sebagai pembaruan manajemen dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. 3. Sebagai inisiator terhadap organisasi dalam rangka memanfaatkan peluang guna meningkatkan dan mengembangkan organisasi. 4. Sebagai mediator terhadap pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. 5. Sebagai pemikir dalam rangka pengembangan organisasi. Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa terhadap manfaat dan kegunaan pertama suatu pemberdayaan pegawai adalah sebagai alat manajemen dalam rangka menberdayakan berbagai sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Terhadap manfaat tersebut yaitu, kebebasan berkreativitas, diberikan kepercayaan yang tinggi, serta dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan, maka tujuan organisasi akan semakin mudah dicapai secara optimal. Pemberian otonomi kepada pegawai tersebut adalah dalam arti pegawai diberikan hak,wewenag, dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus tugastugasnya sesuai dengan tangung jawabannya berdasarkan ketentuan yang ada. Kreativitas adalah daya pikir dan semangat yang memungkinkan kita untuk mengadakan sesuatu yang memiliki kegunaan, tatanan, keindahan, atau arti penting dari sesuatu yang kelihatannya tidak ada. 2.3.4 Langkah-Langkah Pemberdayaan Karyawan Berkaitan dengan bahasa tentang langkah-langkah pemberdayaan sumber daya manusia pegawai tersebut, berikut dikemukakan pendapat dari para ahli dibidang pemberdayaan. Khan dalam Rokhman (2007:131), mengemukakan langkah-langkah pemberdayaan pegawai dengan istilah tahapan dalam pemberdayaan pegawai, yaitu sebagai berikut: a. Mengembangkan pemahaman secara menyeluruh terhadap program empowerment, yang diperoleh dari berbagai sumber literature maupun dari para ahli yang berkompeten dalam bidang empowerment. Karena semakin banyak referensi yang diperoleh, semakin baik sebagai bahan pertimbangan manajemen. Untuk mendukung efektivitas program pemberdayaan yang dilakukan oleh manajemen, harus mengetahui peralatan lain yang digunakan untuk mendukung empowerment antara lian: penentuan jangka panjang, penggunaan softwer, dan penentuan anggaran. b. Membuat daftar kegiatan atau kesempatan yang dapat mendukung pemberdayaan. Dari berbagai kegiatan yang ada dalam organisasi yang dianggap mendukung proses pemberdayaan dan dibutuhkan peningkatan karyawan. Kegiatan itu disosialisasikan kepada seluruh anggota organisasi untuk menghindari penolakan dari karyawan. c. Menyelesaikan berbagai macam kegiatan yang mempunyai kesempatan yang lebih signifikan untuk sukses dan mempunyai resiko yang minimal. Kegiatan itu mempunyai bobot pengaruh yang signifikan dan mempunyai nilai pengaruh yang dalam penciptaan nilai tambah operasionalisasi kegiatan usaha. d. Memberikan pengertian kepada karyawan agar memahami job expectations dan metric. e. Menetapkan prosedur follow up untuk sharing kemajuan kepada setiap pekerja secara individual dan kelompok. f. Menciptakan, menjaga, dan meningkatkan saling percaya. Kepercayaan merupakan hal paling penting untuk membentuk lingkungan yang memberdayakan. g. Menilai kemajuan yang diperoleh dari program pemberdayaan. Evaluasi merupakan proses yang penting untuk mengukur tingkat keberhasilan yang telah diperoleh dan mengevaluasi faktor-faktor yang menjadi penghambat atau faktor kegagalan proses pemberdayaan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, berikut ini dapat dikemukakan bahwa untuk melakukan program empowerment, pimpinan perlu melakukan beberapa langkah, sesuai tahapan yang dapat menjamin terlaksananya program pemberdayaan dengan sukses. Kunci suksesnya adalah manajemen yang konsisten, kuat, dan mempunyai komitmen yang tinggi Argyris dalam Rokhman (2007:126) menyatakan bahwa banyak pimpinan puncak suatu organisasi telah mencoba membangun proses pemberdayaan pegawainya dengan menerapkan berbagai program seperti reengineering, continous improvements sampai total quality management (TQM), tetapi hasilnya belum juga optimal. 2.3.5 Struktur-Struktur Pemberdayaan Clutterbuck (2003:47)terdapat struktur – struktur pemberdayaan yang pas untuk dibangun yaitu: 1. The Bull’s Eye Menempatkan pelanggan di tengah dan membangun organisasi diseputar kebutuhan – kebutuhan mereka. Mengesampingkan gagasan tentang hirarki, dan sebagai gantinya menempatkan peran-peran sesuai dengan arti pentingnya bagi custumer. 2. The Amoeba Secara konstan mengubah bentuk eksternal dengan membelah diri menjadi unit – unit kecil yang baru. 3. The Star Teradopsi oleh organisasi – organisasi yang melayani sejumlah kecil pelanggan yang sangat penting.Organisasi ini seakan menjadi organisasi klien/custumer mereka, seringkali bekerja di tempat custumer dan membangun organisasi-organisasi mereka di seputar kebutuhan-kebutuhan custumer. 4. Organisasi Boundaryless (Nirbatas) Organisasi begitu responsive kepada pelanggan. Begitu responsivnya seakan batasbatas antara custumer dan organisasi menjadi begitu kabur sampai tidak ada artinya. 5.Organisasi Chemical Soup Dalam struktur yang relatif masih langka ini, tim-tim berevolusi untuk proyek-proyek spesifik, kemudian seluruh menjadi kombinasi-kombinasi baru sesuai dengan kebutuhan. 2.3.6 Indikator Pemberdayaan Karyawan Dimensi dan indikator dari pemberdayaan karyawan menurut Mahardiani (2004) adalah: 1.Kepercayaan Kepercayaan adalah kemauan seseorang untuk bertumpu pada orang lain dimana kita memiliki keyakinan kepadanya. Indikator dari dimensi ini adalah: a. Pemberian dukungan. b. Pemberian motivasi. 2. Kewenangan Kewenangan adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melaukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Indikator dari dimensi ini adalah: a. Pemberian wewenang/kekuasaan. b. Pemberian arahan/petunjuk. 3.Tanggung jawab Tangung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengaja maupun yang tidak di sengaja. Indikator dari dimensi adalah: a.Pengabdian. b.Bersedia menerima resiko. 2.4 Kompetensi 2.4.1 Pengertian Kompetensi R.Palan dalam bukunya “Competency Management-A Practicioner’s Guide”,terjemahan, (2007) mengungkapkan competency (kompetensi) merupakan deskripsi mengenai perilaku sementara competence (kecakapan) sebagai deskripsi tugas atau hasil pekerjaan. Uraian singkat berikut menjelaskan apa yang dimaksud dengan kompetensi dan jenisnya. Menurut Palan, kompetensi merujuk kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang yang berkinerja unggul (superior performer). dengan demikian kompetensi terdiri dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda yang mendorong perilaku. Fondasi karakteristik ini terbukti dalam cara seseorang berperilaku di tempat kerja. Kompetensi adalah mengenai orang seperti apa dan apa yang dapat mereka lakukan.Bukan apa yang mungkin mereka lakukan. 2.4.2 Dimensi-Dimensi Kompetensi Menurut Cut Zurnali (2010), penentuan dimensi-dimensi kompetensi yang sering digunakan dalam riset-riset kompetensi didasari pada pendapat Boyatzis (2008), yang mengelompokkan kompetensi menjadi tiga dimensi, yaitu: 1. Kompetensi kognitif (cognitive competencies) Dimensi pertama adalah kompetensi kognitif. Dimensi ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk berfikir dan menganalisis informasi dan situasi yang menuntun atau menyebabkan timbulnya keefektifan atau kinerja yang superior. Penekanan dimensi ini pada pemikiran sistem dan pengenalan pola para pekerja/karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010). 2. Kompetensi kecerdasan emosional (emotional intelligence competencies) Dimensi kedua adalah kompetensi kecerdasan emosional. Dimensi ini didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk mengenali, memahami, dan menggunakan informasi emosional mengenai diri sendiri yang menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Penekanan dimensi ini, pada kesadaran diri dan kompetensi manajemen diri para pekerja/karyawan berupa kesadaran emosional diri dan pengendalian emosional diri, dalam melaksanakan pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010). 3.Kompetensi kecerdasan sosial (social intelligence competencies). Dimensi ketiga adalah kompetensi kecerdasan sosial. Dimensi ini didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali, memahami, dan menggunakan informasi emosional mengenai orang lain yang menuntun atau menyebabkan keefektifan atau kinerja yang superior. Penekanan dimensi ini pada kesadaran sosial dan kompetensi manajemen hubungan para pekerja/karyawan berupa empati dan kerja tim yang semestinya dimiliki dalam menjalankan pekerjaannya (Boyatzis dalam Cut Zurnali : 2010). 2.4.3 karakteristik kompetensi Kompetensi memiliki karakteristik yang melekat pada diri individu. Karakteristik kompetensi yang melekat pada diri individu seperti motivasi, sikap, pengetahuan dan lain- lain. Karakteristik kompetensi menurut Spencer and Spencer (dalam Sutrisno, 2010) terdapat lima aspek, yaitu: 1. Motives Motives adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Misalnya, orang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan-tujuan yang memberi tantangan pada dirinya dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan umpan balik untuk memperbaiki dirinya. 2.Traits Traits adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya, percaya diri, kontrol diri, stress, atau ketabahan. 3.Self Concept Self concept adalah sikap dan nilai-nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui bagaimana nilai yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang dalam melakukan sesuatu. Misalnya seseorang yang dinilai menjadi pimpinan seyogianya memiliki perilaku kepemimpinan sehingga perlu adanya tes tentang kemampuan memimpin (leadership ability). 4.Knowledge Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Skor atas tes pengetahuan sering gagal untuk memprediksi kinerja sumber daya manusia karena skor tersebut tidak berhasil mengukur pengetahuan dan keahlian seperti apa seharusnya dilakukan dalam pekerjaan. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta tes untuk memilih jawaban yang benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki. 5.Skills Skills adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Misalnya, seorang programmer komputer membuat suatu program yang berkaitan dengan sistem informasi manajemen sumber daya manusia. 2.5 Kompensasi 2.5.1 Pengertian Kompensasi Menurut Wibowo (2009) menyatakan bahwa kompensasi merupakan kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Kompensasi merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya. Dilihat dan cara pemberiannya, kompensasi merupakan kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung merupakan kompensasi manajemen seperti upah dan gaji atau pay for performance seperti insentif dan Gainsharing. Sementara itu, kompensasi tidak langsung dapat berupa tunjangan atau jaminan keamanan dan kesehatan. Pemberian kompensasi dapat terjadi tanpa ada kaitannya dengan prestasi, seperti upah dan gaji. Upah adalah kompensasi dalam bentuk uang dibayarkan atas waktu yang telah dipergunakan sedangkan gaji, adalah kompensasi dalam bentuk uang yang dibayarkan atas pelepasan tanggungjawab atas pekerjaan. Upah dipergunakan untuk memberikan kompensasi kepada tenaga kerja yang kurang terampil sedangkan untuk tenaga terampil biasanya digunakan pengertian gaji. 2.5.2 Jenis Kompensasi Menurut Panggabean dalam tulisan Edy Sutrisno (2009), kompensasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Kompensasi langsung (Financial) adalah kompensasi yang langsung dirasakan oleh penerimanya, yakni berupa gaji, tunjangan, dan insentif merupakan hak karyawan dan kewajiban perusahaan untuk membayarnya. a. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti. b. Tunjangan adalah kompensasi yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya, karena karyawannya tersebut dianggap telah ikut berpartisipasi dengan baik dalam mencapai tujuan perusahaan. c. Insentif adalah kompensasi yang diberikan kepada karyawan tertentu, karena keberhasilan prestasinya di atas standar atau mencapai target. 2. Kompensasi Tidak Langsung (Non financial) adalah kompensasi yang tidak dapat dirasakan secara langsung oleh karyawan, yakni benefit dan services (tunjangan pelayanan). Benefit dan services adalah kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan mereka. Seperti uang pensiun, olah raga dan darma wisata (family gathering). 2.5.3 Fungsi Kompensasi Kompensasi mempunyai fungsi yang cukup penting dalam memperlancar jalannya roda organisasi atau perusahaan. Menurut Sadili Samsudin dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Sumber Daya Manusia” (2006), kompensasi memiliki beberapa fungsi sebagai berikut : a. Pengalokasian sumber daya manusia yang efisien. Fungsi ini menunjukkan pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik. b. Penggunaan sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif. Dengan pemberian kompensasi kepada karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan dengan seefisien dan seefektif mungkin. c. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sistem pemberian kompensasi dapat membantu stabilisasi organisasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. 2.5.4 Tujuan Pemberian Kompensasi Menurut Werther dan Davis, (2007:381). Tujuan pemberian kompensasi adalah sebagai berikut : a.Bagi perusahaan Mempertahankan tenaga kerja yang terampil dan cakap agar loyalitasnya tinggi terhadap perusahaan.Mempertahankan dan meningkatkan moral kerja karyawan yang ditunjukkan akan menurunnya tingkat perputaran tenaga kerja dan absensi. Meningkatkan produktifitas perusahaan yang berarti hasil produksi bertambah untuk setiap unit persatuan waktu penjualan yang meningkat. b. Bagi karyawan Meningkatkan standar kehidupannya dengan diterimanya pembayaran di luar gaji pokok. Meningkatkan semangat kerja karyawan sehingga mendorong mereka untuk berprestasi lebih baik. Setiap orang apabila ditawarkan suatu ganjaran yang memberikan hasil yang cukup menguntungkan bagi mereka, maka ia akan termotivasi untuk memperolehnya. Alat motivasi yang kuat itu adalah dengan memberikan ‘insentif”. Pemberian insentif terutama insentif material dimaksudkan agar kebutuhan materi karyawan terpenuhi, dengan terpenuhinya kebutuhan materi itu diharapkan pegawai dapat bekerja lebih baik, cepat dan sesuai dengan standar perusahaan sehingga Output yang dihasilkan dapat meningkat daripada Input dan akhirnya kinerja karyawan dapat meningkat. Jadi pemberian insentif merupakan sarana motivasi yang dapat merangsang ataupun mendorong karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi peningkatan kinerja. 2.5.5 Indikator-Indikator Pemberian kompensasi Beberapa cara perhitungan atau pertimbangan dasar penyusunan kompensasi Menurut Hasibun, (2008:94). Antara lain sebagai berikut : 1.Fasilitas Fasilitas adalah kenikmatan atau fasilitas seperti mobil prusahaan, keanggotaan klub, tempat parkir khusus, atau akses kepesawatan prusahaan yang diperoleh karyawan. Fasilitas dapat mewakili jumlah substansi dari insentif terutama eksekutif yang dibayar mahal. 2. Lama karyawan bekerja Besarnya insentif ditentukan atas dasar lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Cara perhitungannya dapat menggunakan per jam, per hari, per minggu atau pun per bulan. Umumnya cara yang diterapkan apabila ada kesulitan dalam menerapkan cara pemberian insentif berdasarkan kinerja. Memang ada kelemahan dan kelebihan dengan cara ini, antara lain sebagai berikut : a.Kelemahan Terlihatnya adanya kelemahan cara ini sebagai berikut : 1) Mengakibatkan mengendornya semangat kerja karyawan yang sesungguhnya mampu berproduksi lebih dari rata-rata. 2) Tidak membedakan usia, pengalaman dan kemampuan karyawan. 3) Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh-sungguh bekerja. 4) Kurang mengakui adanya kinerja karyawan. b. Kelebihan Di samping kelemahan tersebut di atas, dapat dikemukakan kelebihan-kelebihan cara ini sebagai berikut : 1) Dapat mencegah hal-hal yang tidak atau kurang diinginkan seperti : Pilih kasih, diskiminasi maupun kompetisi yang kurang sehat. 2) Menjamin kepastian penerimaan insentif secara periodik. 3) Tidak memandang rendah karyawan yang cukup lanjut usia. 4) Senioritas. Sistem insentif ini didasarkan pada masa kerja atau senioritas karyawan yang bersangkutan dalam suatu organisasi. Dasar pemikirannya adalah karyawan senior, menunjukkan adanya kesetiaan yang tinggi dari karyawan yang bersangkutan pada organisasi di mana mereka bekerja. Semakin senior seorang karyawan semakin tinggi loyalitasnya pada organisasi, dan semakin mantap dan tenangnya dalam organisasi. Kelemahan yang menonjol dari cara ini adalah belum tentu mereka yang senior ini memiliki kemampuan yang tinggi atau menonjol, sehingga mungkin sekali karyawan muda (Junior) yang menonjol kemampuannya akan dipimpin oleh karyawan senior, tetapi tidak menonjol kemampuannya. Mereka menjadi pimpinan bukan karena kemampuannya tetapi karena masa kerjanya. Dalam situasi demikian dapat timbul di mana para karyawan junior yang energik dan mampu tersebut keluar dari perusahaan. 3. Kebutuhan Cara ini menunjukkan bahwa insentif pada karyawan didasarkan pada tingkat urgensi kebutuhan hidup yang layak dari karyawan. Ini berarti insentif yang diberikan adalah wajar apabila dapat dipergunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan pokok, tidak berlebihan namun tidak berkekurangan. Hal seperti ini memungkinkan karyawan untuk dapat bertahan dalam perusahaan. 4. Keadilan dan Kelayakan Dalam sistem insentif bukanlah harus sama rata tanpa pandang bulu, tetapi harus terkait pada adanya hubungan antara pengorbanan (Input) dengan (Output), makin tinggi pengorbanan semakin tinggi insentif yang diharapkan, sehingga oleh karenanya yang harus dinilai adalah pengorbanannya yang diperlukan oleh suatu jabatan. Input dari suatu jabatan ditunjukkan oleh spesifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang memangku jabatan tersebut. Oleh karena itu semakin tinggi pula output yang diharapkan. Output ini ditunjukkan oleh insentif yang diterima para karyawan yang bersangkutan, di mana di dalamnya terkandung rasa keadilan yang sangat diperhatikan sekali oleh setiap karyawan penerima insentif tersebut. Di samping masalah keadilan dalam pemberian insentif tersebut perlu pula diperhatikan masalah kelayakan. Layak pengertiannya membandingkan besarnya insentif dengan perusahaan lain yang bergerak dalam bidang usaha sejenis. Apabila insentif didalam perusahaan yang bersangkutan lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain, maka perusahaan akan mendapat kendala yakni berupa menurunnya kinerja karyawan yang dapat diketahui dari berbagai bentuk akibat ketidakpuasan karyawan mengenai insentif tersebut. 5.Evaluasi Jabatan Evaluasi jabatan adalah suatu usaha untuk menentukan dan membandingkan nilai suatu jabatan tertentu dengan nilai jabatan-jabatan lain dalam suatu organisasi. Ini berarti pula penentuan nilai relatif atau harga dari suatu jabatan guna menyusun rangking dalam penentuan insentif. 2.6 Pembagian Informasi (information sharing) 2.6.1 pengertian pembagian informasi (information sharing) Pembagian Informasi (Information Sharing) Adalah Pembagian Informasi Pihak Bawahan Tentang Kondisi Peluang Dan Permasalahan Perusahaan Kepada Pihak Atasan Atau Superior (Parker Dan Kyj, 2006 Dalam Rosanti 2007) Dimana Menurut Mereka Bahwa Dibagi Menjadi 2 Yaitu Upward Information Sharing Dan Downward Information Sharing. 2.6.2 dimensi-dimensi pembagian informasi menurut Parker Dan Kyj (2006) Dalam Rosanti (2007) Bahwa Dibagi Menjadi 2 Yaitu Upward Information Sharing Dan Downward Information Sharing. Adapun Pengertian Keduanya Seperti Yang Disebutkan Dibawah Ini Sebagai Berikut: 1. Upward Information Sharing Adalah Mengacu Kepada Arus Informasi Dari Pihak Agen Atau Superior Yang Bersifat Pribadi Tentang Wilayah Yang Menjadi Tanggung Jawab Manajer Tersebut. Fungsi Arus Komunikasi Dari Bawah Ke Atas Ini Adalah: a) Penyampaian Informai Tentang Pekerjaan Pekerjaan Ataupun Tugas Yang Sudah Dilaksanakan. b) Penyampaian Informasi Tentang Persoalan-Persoalan Pekerjaan Ataupun Tugas Yang Tidak Dapat Diselesaikan Oleh Bawahan. c) Penyampaian Saran-Saran Perbaikan Dari Bawahan. d) Penyampaian Keluhan Dari Bawahan Tentang Dirinya Sendiri Maupun Pekerjaannya. Komunikasi Ke Atas Menjadi Terlalu Rumit Dan Menyita Waktu Dan Mungkin Hanya Segelintir Kecil Manajer Organisasi Yang Mengetahui Bagaimana Cara Memperoleh Informasi Dari Bawah. Sharma Mengemukakan 4 Alasan Mengapa Komunikasi Ke Atas Terlihat Amat Sulit: 1) Kecenderungan Bagi Pegawai Untuk Menyembunyikan Pikiran Mereka. 2) Perasaan Bahwa Atasan Mereka Tidak Tertarik Kepada Masalah Yang Dialami Pegawai. 3) Kurangnya Penghargaan Bagi Komunikasi Ke Atas Yang Dilakukan Pegawai. 4) Perasaan Bahwa Atasan Tidak Dapat Dihubungi Dan Tidak Tanggap Pada Apa Yang Disampaikan Pegawai. 2 .Downward Information Sharing Adalah Mengacu Kepada Arus Informasi Pihak Atasan Atau Superior Kepada Pihak Bawahan Atau Manajer Tentang Informasi Yang Dapat Membantu Mereka Menjalankan Peranan Orgnisasitoris Melalui Pelimpahan Wewenang Dan Tanggung Jawab Agar Sesuai Dengan Kinerja Yang Diharapkan. Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah: 1) Pemberian Atau Penyimpanan Instruksi Kerja (Job Instruction). 2) Penjelasan Dari Pimpinan Tentang Mengapa Suatu Tugas Perlu Untuk Dilaksanakan (Job Retionnale). 3) Penyampaian Informasi Mengenai Peraturan-Peraturan Yang Berlaku (Procedures And Practices). 4) Pemberian Motivasi Kepada Karyawan Untuk Bekerja Lebih Baik. 2.7 Komitmen Organisasi 2.7.1 Pengertian Komitmen Organisasi Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Sedangkan Mathis dan Jackson (dalam Sopiah, 155) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai derajad dimana karyawan percaya dan mau menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasinya. 2.7.2 Komponen Komitmen Mowday yang dikutip Sopiah (2008) menyatakan ada tiga aspek komitmen antara lain a. Affective commitment (Komitmen afektif) yang berkaitan dengan adanya keinginan untuk terikat pada organisasi. Individu menetap dalam organisasi karena keinginan sendiri. Kunci dari komitmen ini adalah want to. b. Continuance commitment (Komitmen berkelanjutan) adalah suatu komitmen yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini adalah kebutuhan untuk bertahan (need to). c. Normative Commitment (Komitmen normative), adalah komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk bertahan dalam organisasi (ought to) 2.6.3 Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (dalam Sopiah, 2008) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain : a) Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan. b) Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja. c) Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara pekerjapekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang organisasi. 2.7.4 Dampak Komitmen Organisasi Menurut Greenbreg Dan Baron (2003:186) mengemukakan beberapa dampak dari komitmen organisasi terhadap organisasi: 1. Komitmen dan kecendrungan penarikan diri karyawan Seorang karyawan yang memiliki tingkat komitmen yang tinggi terhadap organisasinya cendrung tidak memiliki keiinginan untuk menghindari diri dari pekerjaan dan keluar dari organisasi. 2. Komitmen dan kemauan untuk berkorban bagi organisasi Karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasinya akan bersedia berbagi dan melakukan pengorbanan yang besar untuk organisasinya yang diperlukan agar organisasi tetap tumbuh dan berkembang. 3. Komitmen dan biaya produksi organisasi Karyawan yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi akan keluar dan mencari pekerjaan lain. Dalam hal ini organisasi dirugikan karena harus mengeluarkan biaya untuk pergantian karyawan. No 1. Peneliti Judul Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Variabel Tamba, Nia Pengaruh budaya Nurmala. organisasi dan pemberdayaan (2009) karyawan terhadap komitmen organisasi melalui kepuasan kerja. hasil (X1)budaya organisasi. Ada pengaruh langsung yang signifikan antara pemberdayaan karyawan (X2) (X2) terhadap komitmen pemberdayaan organisasi (Y) dengan nilai organisasi. koefisien beta terstandarisasi sebesar (Y )komitmen 0,239 dan Sig 0,025. organisasi. (Z ) kepuasan kerja. 2. Ventje Jeffry Kuhuparuw. (2008) Pengaruh pengembangan karir dan kompetensi terhadap komitmen organisasi. (X1) pengembanga n karir. (X2) kompetensi. (Y ) komitmen organisasi. menunjukkan bahwa pengembangan karir dan kompetensi memiliki pengaruh positif dan signifikan baik secara simultan maupun parsial terhadap komitmen organisasional. 3. Trilaksana, Puja Putra. (2008) Pengaruh kompensasi terhadap komitmen organisasi melalui kepuasan kerja karyawan. No Peneliti Judul 4. Baiq Anggun Hilendri Lestari, S.E, M.Si, Ak Pembagian Informasi Secara Vertikal Dalam Budgeting Sharing Dan Hj. Susi Pengaruhnya Retna C, SE, komitmen M.Si Terhadap Kinerja Manajerial (2011) (X ) kompensasi. (Z ) kepuasan kerja. (Y ) komitmen organisasi. Variabel (X1) partisipasi anggaran. (X2) pembagian informasi. (Y ) komitmen organisasi. (Z ) kinerja manajerial. Terdapat pengaruh secara langsung yang signifikan antara variabel kompensasi terhadap komitmen organisasi karyawan Hotel Pelangi Malang sebesar 0,278.(4).Tidak terdapat pengaruh secara tidak langsung yang signifikan antara variabel kompensasi terhadap komitmen organisasi melalui kepuasan kerja karyawan Hotel Pelangi Malang sebesar 0,215. Hasil Hasil penelitian mendukung bahwa komitmen terhadap perusahaan memotivasi manajer untuk mengungkapkan informasi mereka sepenuhnya sehingga pembagian informasi ke arah puncak tersebut akan mempengaruhi kinerja dimana kinerja manajer akan lebih baik jika mereka diberi informasi yang lebih spesifik dan relevan dalam rangka proses pengambilan keputusan 2.8 Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori diatas diperoleh kerangka pemikiran sebagai berikut: Pemberdayaan karyawan (X1) H1 kompetensi (X2) H2 Komitmen Organisasi H3 (Y) kompensasi H4 (X3) Pembagian informasi (X4) H5 Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran