BAB 2 LANDASAN TEORI

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi dan Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan
kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Contohnya,
seorang manusia membutuhkan air dalam memenuhi kebutuhan dahaganya. Jika ada
segelas air maka kebutuhan dahaganya akan terpenuhi. Namun manusia tidak hanya
ingin memenuhi kebutuhannya namun juga ingin memenuhi keinginannya yaitu
misalnya segelas air merek Aqua yang bersih dan mudah dibawa. Maka manusia ini
memilih Aqua botol yang sesuai dengan kebutuhan dalam dahaga dan sesuai dengan
keinginannya yang juga mudah dibawa.
Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang
menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga
(price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion). Seseorang
yang bekerja dibidang pemasaran disebut pemasar. Pemasar ini sebaiknya memiliki
pengetahuan dalam konsep dan prinsip pemasaran agar kegiatan pemasaran dapat
tercapai sesuai dengan kebutuhan dan keinginan manusia terutama pihak konsumen
yang dituju. (Wikipedia, 2011)
Pemasaran didefinisikan sebagai fungsi dari organisasi dan rangkaian proses
untuk membuat, berkomunikasi, dan memberikan nilai kepada pelanggan selain itu juga
9
10 untuk mengelola hubungan dengan pelanggan melalui cara-cara yang menguntungkan
organisasi dan stakeholder. Menurut Craven (2006), strategi pemasaran adalah sebuah
proses pengembangan strategi yang ditentukan oleh pasar, memperhatikan keadaan
bisnis yang selalu berubah dan kebutuhan untuk meningkatkan nilai pelanggan
(customer) yang lebih baik lagi.
Secara definisi, Manajemen Pemasaran adalah penganalisaan, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang bertujuan menimbulkan
pertukaran dengan pasar yang dituju dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan
(Kotler, 2004).
Perusahaan yang sudah mulai mengenal bahwa pemasaran merupakan faktor
penting untuk mencapai sukses usahanya, akan mengetahui adanya cara dan falsafah
baru yang terlibat di dalamnya. Cara dan falsafah baru ini disebut "Konsep Pemasaran".
Sebagai falsafah bisnis, konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap
keinginan dan berorientasi kepada kebutuhan konsumen. Hal ini secara asasi berbeda
dengan falsafah bisnis terdahulu yang berorientasi pada produk, dan penjualan. Secara
definitif dapatlah dikatakan bahwa: Konsep Pemasaran adalah sebuah falsafah bisnis
yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi
dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Stanton, 2004). Tiga unsur konsep
pemasaran yang dimaksud yakni : orientasi pada konsumen, penyusunan kegiatan
pemasaran secara integral, dan kepuasan konsumen.
11 2.2
Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran (marketing mix) adalah 4 (empat) komponen dalam strategi
pemasaran yang terdiri dari 4P yakni :
ƒ
Product (produk)
ƒ
Price (harga)
ƒ
Place (tempat, termasuk juga distribusi)
ƒ
Promotion (promosi)
Pada perkembangannnya, teori bauran pemasaran juga ikut berkembang. Teori
bauran pemasaran juga disesuaikan dengan kondisi industri dimana industri jasa
mengenal 3P tambahan sehingga menjadi 7P yakni : People (Orang), Physical Evidence
(Bukti Fisik), Process (Proses).
Strategi pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan
dimana strategi pemasaran merupakan suatu cara mencapai tujuan dari sebuah
perusahaan. Menurut Swastha, strategi adalah serangkaian rancangan besar yang
menggambarkan bagaimana sebuah perusahaan harus beroperasi untuk mencapai
tujuannya. Menurut W.Y.Stanton (2004), pemasaran adalah sesuatu yang meliputi
seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan
harga sampai dengan mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang bisa
memuaskan kebutuhan pembeli aktual maupun potensial. Berdasarkan definisi di atas,
proses pemasaran dimulai dari menemukan apa yang diinginkan oleh konsumen. Oleh
karena itu, pada akhirnya pemasaran memiliki tujuan yaitu :
12 1.
Konsumen potensial mengetahui secara detail produk apa yang dihasilkan dan
perusahaan dapat menyediakan atau memenuhi semua permintaan mereka atas
produk yang dihasilkan.
2.
Perusahaan
dapat
menjelaskan
secara
detail
semua
kegiatan
yang
berhubungan dengan pemasaran. Kegiatan pemasaran ini meliputi berbagai
kegiatan yang dimulai dari penjelasan mengenai produk, desain produk, promosi
produk, pengiklanan produk, komunikasi kepada konsumen, sampai pengiriman
produk agar sampai ke tangan konsumen secara cepat.
3.
Perusahaan dapat mengenal dan memahami konsumen sedemikian rupa
sehingga produk cocok dengannya dan dapat terjual dengan sendirinya.
Pada umumnya kegiatan pemasaran berkaitan dengan koordinasi beberapa
kegiatan bisnis. Strategi pemasaran ini dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Faktor mikro, yaitu perantara pemasaran, pemasok, pesaing dan masyarakat.
2.
Faktor makro, yaitu demografi/ekonomi, politik/hukum, teknologi/fisik dan
sosial/budaya.
Selain itu, dalam pelaksaanan strategi pemasaran terdapat hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pemasaran yang dipandang dari kedua sudut atau sisi yakni dari
sudut penjual dan dari sudut konsumen itu sendiri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dari sudut pandang penjual adalah :
1.
Tempat yang strategis (place),
2.
Produk yang bermutu (product),
3.
Harga yang kompetitif (price), dan
4.
Promosi yang gencar (promotion).
13 Sedangkan, hal-hal yang perlu diperhatikan dari sudut pandang konsumen adalah :
2.3
1.
Kebutuhan dan keinginan konsumen (customer needs and wants),
2.
Biaya konsumen (cost to the customer),
3.
Kenyamanan (convenience), dan
4.
Komunikasi (comunication).
Identitas dan Citra Merek
Sebuah identitas merek merupakan petunjuk, arahan tujuan dan arti dari
sebuah merek. Identitas merek adalah pusat dari visi strategis merek dan salah satu
pendukung empat prinsip dimensi ekuitas merek, yaitu asosiasi-asosiasi yang mana
adalah jiwa dari
merek itu sendiri. Menurut Aaker (2004) identitas merek dapat
didefinisikan sebagai :
“Brand identity consist of twelve dimensions organized around four perspectives-the
brand as product (product scope, product attributes, quality or value users, country of
origin), brand as organizations (organizational attributes, local versus global), brand as
person (brand personality, brand customer relationship), and brand as symbol (visual
imagery/metaphors and brand heritage)”
Citra merek mencerminkan persepsi dari sebuah merek. Seperti halnya dengan
identitas merek, posisi merek lebih mengaspirasi, merefleksikan persepsi dari strategi
yang dibuat untuk diasosiasikan dengan merek itu sendiri. Dalam membuat posisi
merek, langkah yang diperlukan untuk membantu adalah melakukan perbandingan
antara identitas merek dengan citra merek dari berbagai dimensi. Dimensi merek sendiri
14 terdiri atas; produk, pengguna, kepribadian, humoris, keuntungan fungsional superior,
keuntungan emosional sosial.
2.4
Asosiasi Merek
Menurut David A Aaker (2004), suatu asosiasi merek adalah segala hal yang
berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Kaitan pada merek akan lebih kuat
apabila kaitan itu didukung dengan suatu jaringan dari kaitan-kaitan lain. Sebuah merek
adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang bermakna.
2.5
Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), perilaku konsumen (consumer
behavior) dapat didefinisikan sebagai perilaku dimana konsumen menunjukkan dalam
hal mencari (searching for), membeli (purchasing), menggunakan (using), mengevaluasi
(evaluating), dan membuang produk dan jasa yang diharapkan akan memuaskan
kebutuhan (disposing of products and services that they will satisfy their needs).
Sedangkan menurut Solomon (2007), perilaku konsumen merupakan proses yang
meliputi kapan seorang individu atau kelompok dalam mencari, membeli, menggunakan
atau membuang produk, pelayanan, ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan konsumen. Perilaku konsumen fokus pada bagaimana konsumen
individual dan keluarga atau rumah tangga membuat keputusan untuk menghabiskan
sumber daya yang dimiliki (waktu, uang, usaha) pada barang-barang (jasa) konsumsi.
Hal ini termasuk apa yang mereka beli, kenapa mereka beli, kapan mereka beli, dimana
mereka beli, seberapa sering mereka beli, seberapa sering mereka gunakan, bagaimana
15 mereka mengevaluasi setelah melakukan pembelian, dampak beberapa evaluasi terhadap
pembelian ke depan, dan bagaimana mereka membuangnya.
Menurut James F. Engel, Roger D Blackwell dan Paul W. Miniard (2005),
perilaku konsumen berpengaruh terhadap pembelian produk atau jasa karena definisi
perilaku konsumen menurut mereka adalah: “Consumer behavior as those activities
directly involved in obtaining, consuming, and disposing of products and service,
including the decision process that precede and follow these actions.” Dalam pemasaran
baik pemasaran produk dan jasa, “the consumer is king” sehingga tidaklah
mengherankan bahwa mempelajari perilaku konsumen adalah merupakan akar
pemasaran. Selain itu, memahami dan mempelajari motivasi konsumen dan kebiasaan
adalah penting untuk bertahan dalam persaingan juga berdampak pada rancangan produk
atau jasa karena harus sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen.
Perilaku konsumen yang perlu diteliti adalah faktor-faktor apa dan bagaimana
konsumen itu memutuskan untuk membeli serta menggunakan produk atau jasa itu.
Proses pengambilan keputusan pembelian pada konsumen meliputi:
1.
Analisa segmentasi dan demografi pasar
2.
Pengendalian dan pencarian produk
3.
Alternatif evaluasi sebelum pembelian
4.
Pembelian produk
5.
Sifat konsumtif, tingkat kepuasan, dan divestment
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), perihal perilaku konsumen
menggambarkan dua perbedaan jenis entitas konsumsi, yakni : konsumen personal
(personal consumer) dan konsumen organisasi (organizational consumer). Konsumen
16 personal (personal consumer) membeli barang dan jasa untuk pemakaian sendiri, untuk
pemakaian rumah tangga, atau sebagai hadiah pemberian kepada teman. Dalam setiap
konteks ini, produk yang dibeli adalah pemakaian terakhir oleh individu, dimana yang
dimaksud sebagai pemakai akhir (end users) atau konsumen akhir (ultimate consumers).
Sedangkan kategori kedua dari konsumen adalah konsumen organisasi (organizational
consumers) termasuk bisnis laba dan nirlaba, agen pemerintahan (lokal, provinsi, dan
nasional), dan institusi (seperti sekolah, rumah sakit, dan lain-lain) dimana semua harus
membeli produk, perlengkapan, dan jasa dengan tujuan untuk menjalankan
organisasinya. Pada penulisan skripsi ini, pembahasan perilaku konsumen ditujukan
kepada perilaku konsumen secara individual atau konsumen personal (personal
consumer).
Menurut Solomon (2007), perilaku konsumen individual dalam memutuskan
pembelian suatu barang / jasa tersusun dalam beberapa tahapan yang disebut tahapan
proses pengambilan keputusan oleh konsumen (stages in consumer decision making).
Tahapan ini oleh Solomon digambarkan dalam suatu diagram proses berikut ini :
Problem Recognition
Information Search
Evaluation of Alternatives
Product Choice
Outcomes
Gambar 2.1 Consumer Decision Making Process
17 Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (2005), pada saat sebelum membeli, seorang
konsumen mengalami banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelian atas suatu
produk atau jasa, yakni :
1.
Pembelian individual
a. Daya beli konsumen yang berhubungan dengan pendapat konsumen dan
pengeluaran konsumen (consumer resources)
b. Pengetahuan (knowledge)
c. Sikap (attitudes)
d. Motivasi dan Konsep Diri (motivation and self concept)
e. Kepribadian, Penghargaan, dan Gaya Hidup (personality, value, and
lifestyle)
2.
Proses psikologis (psicological processes) yang meliputi :
a. Proses memperoleh informasi (information processing)
b. Pembelajaran (learning)
c. Pengaruh sikap dan kebiasaan (the influence of attitudes and habit)
3.
Pengaruh lingkungan
a. Pengaruh budaya dalam pembelian dan sifat konsumtif (the influence of
culture on buying and consumption)
b. Pengaruh etnisitas pada perilaku konsumen (etnicity influence on
consumer behaviour)
c. Kelas sosial dan status sosial (social class and status)
d. Pengaruh pribadi (social influence)
e. Pengaruh keluarga dan kebutuhan rumah tangga (family and household
influence)
18 f. Pengaruh situasi (situation influence)
Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (2005), semua faktor-faktor yang telah
disebutkan diatas sangat penting dalam pemasaran produk, dimana dapat berpengaruh
terhadap penilaian produk dan tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk karena
definisi kepuasan menurut mereka adalah: “Satisfaction is defined here as a cost
consumption evaluation that a chosen alternative at meets or exceed expectations”.
Sedangkan menurut Philip Kotler (2004), kepuasan adalah perasan senang atau kecewa
seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesan terhadap kinerja (atau hasil)
suatu produk dan harapa-harapannya. Dan harapan konsumen dipengaruhi oleh
pengalaman pembelian mereka sebelumnya, nasihat teman atau kolega, serta janji dan
informasi pemasar dan para pesaingnya. Jika para pemasar meningkatkan harapan terlalu
tinggi, para pembeli kemungkinana besar akan kecewa.
Dalam pemasaran banyak faktor yang mempengaruhi penjualan dan
pembelian produk, antara lain adalah segmentasi menurut Philip Kotler (2004),
segmentasi meliputi kategori antara geografis (wilayah, ukuran kota atau besar),
demografis (usia ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan,
pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, kelas sosial), psikografis
(gaya hidup dan kepribadian) dan perilaku (kejadian, manfaat, status pemakai, tingkat
pemakaian, status kesetiaan, tahap kesiapan pembeli dan sikap terhadap produk),
diperlukan dalam pemasaran karena konsumen itu bervariasi. Kegunaan segmentasi
menjadi salah satu penetu positioning produk, apabila tingkat kepuasan konsumen
terhadap produk yang ditawarkan sesuai segmen yang diarahkan, maka produk tersebut
akan diingat oleh konsumen.
19 Bidang strategis dan terapan perilaku konsumen berakar pada tiga filosofi
berbeda dalam orientasi bisnis yang mengarah ke orientasi bisnis yang sangat penting,
yang dikenal sebagai konsep pemasaran. Filosofi pertama dari tiga orientasi tersebut
adalah sering diberi label produk orientasi (product orientation), dengan rentang waktu
sekitar dari tahun 1850-an sampai dengan akhir tahun 1920-an. Fokus pada periode ini
adalah fokus keterampilan manufaktur yang bertujuan untuk memperluas produksi,
untuk membuat lebih banyak produk. Filosofi kedua dari orientasi bisnis adalah orientasi
penjualan (sales orientation), dengan rentang waktu dari sekitar tahun 1930-an sampai
dengan awal pertengahan tahun 1950-an. Fokus dari orientasi bisnis ini adalah untuk
menjual lebih banyak dari apa yang dapat diproduksi oleh manufaktur. Untuk menjawab
perkembangan ketertarikan konsumen pada barang dan jasa yang semakin unik dan akan
lebih baik memuaskan individu atau kebutuhan dan preferensi khusus, perusahaan mulai
dari pertengahan tahun 1950-an secara bertahap beralih dari orientasi penjualan (sales
orientation) ke orientasi pasar (marketing orientation). Pusat dari kemunculan orientasi
pasar (marketing orientation) adalah realisasi dari masa bisnis yang lebih berfokus pada
perhatian kepada konsumen dan preferensi mereka dimana meletakkan konsumen
sebagai yang utama pada pemikiran dan perencanaan bisnis, serta mempertimbangkan
apa yang diinginkan oleh konsumen dibandingkan apa yang diproduksi oleh perusahaan.
2.6
Definisi dan Konsep Komunikasi
Komunikasi merupakan hal terpenting bagi manusia untuk dapat saling
memahami satu sama lainnya. Dalam berbagai hal, komunikasi dapat diterapkan dalam
berbagai kehidupan manusia. Suatu produk yang dikeluarkan oleh perusahaan
20 diinformasikan kepada pembelinya (konsumen) melalui sebuah komunikasi. Melalui
komunikasi, sikap atau perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh
pihak lain. Akan tetapi, komunikasi akan menjadi efektif apabila komunikasi pesan yang
disampaikan dapat ditafsirkan sama atau dipahami oleh penerima pesan. Komunikasi
akan suatu merek produk dapat tersampaikan dengan baik bila penerima pesan yakni
konsumen dapat memahami dengan baik apa yang disampaikan dalam merek tersebut
sehingga dapat tercipta pemahaman dan persepsi yang baik.
2.6.1
Definisi Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communis yang memiliki arti
sama. Communico, communicatio, atau communicare memiliki arti membuat sama.
Singkatnya, komunikasi dapat terjadi bila ada kesamaan antara penyampaian pesan dan
penerimaan pesan yakni orang yang menerima pesan. Oleh karena itu, komunikasi
tersebut bergantung pada kemampuan untuk dapat saling memahami satu dengan yang
lainnya.
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,
gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi satu sama
lainnya. Komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti kedua
belah pihak. Selain komunikasi secara verbal, komunikasi dapat dilakukan secara non
verbal, yakni dengan menggunakan gerak-gerik badan, menunjukkan sikap tertentu yang
mengandung arti seperti menganggukkan kepala, menggelengkan kepala, tersenyum,
mengangkat bahu, dan lain-lain.
21 2.6.2
Komponen Komunikasi
Komponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi
dapat berlangsung dengan baik. Menurut Laswell, komponen komunikasi terdiri dari:
1.
Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan
kepada pihak lain.
2.
Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu
pihak kepada pihak lain.
3.
Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada
komunikan.
4.
Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari
pihak lain.
5.
Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi
pesan yang disampaikannya.
6.
Protokol adalah aturan yang disepakati para pelaku komunikasi bagaimana
komunikasi itu dilakukan atau dijalankan.
2.6.3
Proses Komunikasi
Proses komunikasi dapat berlangsung melalui 2 (dua) hal yaitu :
1.
Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang
lain mengirimkan suatu pesan kepada pihak lain atau orang yang dimaksud /
dituju. Pesan yang disampaikan dapat berupa informasi dalam bentuk bahasa
atau simbol-simbol yang dapat dimengerti kedua belah pihak.
22 2.
Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau
saluran baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.7
Penelitian
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat sehingga dapat
menjelaskan secara objektif dari kenyataan yang ada atau dapat merupakan curahan hati
dari responden yang menggambarkan situasi atas kondisi yang terjadi.
2.7.1
Definisi Penelitian
Menurut Hilway (1956), penelitian adalah suatu studi yang dilakukan
melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah sehingga
diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah tersebut. Definisi dari penelitian juga
dikemukakan oleh peneliti lainnya, seperti Parsons (1946) bahwa penelitian adalah
pencarian atas sesuatu (inquiry) secara sistematis dengan penekanan bahwa pencarian ini
dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan. Menurut John (1949),
penelitian adalah pencarian fakta menurut metode objektif yang jelas untuk menemukan
hubungan antar fakta dan menghasilkan dalil atau hukum. Sedangkan menurut Webster,
penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsipprinsip, suatu penyelidikan yang cerdik untuk menentukan sesuatu. Riset atau penelitian
sering dideskripsikan sebagai suatu proses investigasi yang dilakukan dengan aktif,
tekun, dan sistematik yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan,
merevisi fakta-fakta.
dan
23 2.7.2
Definisi Riset atau Penelitan Pemasaran
Riset Pemasaran adalah kegiatan penelitian di bidang pemasaran yang
dilakukan secara sistematis mulai dari perumusan masalah, tujuan penelitian,
pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi hasil penelitan. Riset pemasaran
bertujuan untuk memberikan masukan kepada pihak manajemen dalam rangka
identifikasi masalah dan pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Hasil riset
pemasaran ini dapat digunakan untuk perumusan strategi pemasaran dalam merebut
peluang pasar.
2.7.3
Jenis Penelitian
Dalam riset pemasaran, terdapat 2 jenis penelitian berdasarkan
pendekatannya, yakni: penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Berdasarkan
Rachmat Krisyantono (2006), perbedaan antara riset kualitatif dan kuantitatif adalah
sebenarnya perbedaannya amat mendasar pada falsafah atau pendekatan yang
terkandung
didalamnya.
Metodologi
riset
kuantitatif
berdasarkan
pendekatan
positivisme (klasik / objektif). Sedangkan metodologi kualitatif berasal dari pendekatan
interpretif (subjektif). Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori
menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang
digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data,
memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.
(Wikipedia, 2009)
Perbedaan antara kedua jenis penelitian ini yakni :
24 1.
Penelitian Kualitatif
Penelitian Kualitatif adalah penelitian yang cenderung menggunakan
analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna (perspektif subjek) lebih
ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai
pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu
landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar
penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan
sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini
tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling bahakan populasi atau
samplingnya sangat terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa
menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya.
Pada penelitian kualitatif ini, yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman
(kualitatif) data, bukan pada banyaknya (kuantitas) data.
Periset adalah bagian integral dari data dimana periset ikut aktif dalam
menentukan jenis data yang diinginkan. Dengan demikian, periset menjadi
instrumen riset yang harus terjun langsung di lapangan. Oleh karena itu, riset
kualitatif bersifat subjektif dan hasilnya lebih kasuistik bukan untuk
digeneralisasikan. Desain riset dapat dibuat bersamaan atau sesudah riset. Desain
dapat berubah atau disesuaikan dengan perkembangan riset. Bahkan untuk riset
eksploratif, periset sama sekali tidak mempunyai konsep awal tentang apa yang
diteliti, sehingga tentu saja juga tidak mempunyai desain riset. Dengan tidak
mendesain, maka dimaksudkan agar periseet melakukan riset dalam pengukuran
25 (setting) yang alamiah dan membiarkan peristiwa yang diteliti mengalir secara
normal tanpa mengontrol variabel yang diteliti.
Berdasarkan Rachmat Krisyantono (2006), secara umum riset yang
menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri :
• Intensif, partisipasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan.
Periset merupakan instrumen pokok riset.
• Perekaman yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan
catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti
dokumenter.
• Analisis data lapangan
• Melaporkan hasil termasuk deskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan
komentar-komentar.
• Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset mengkreasi realitas sebagai
bagian dari proses risetnya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan
produk konstruksi sosial.
• Subjektif dan berada hanya dalam referensi periset. Periset sebagai sarana
penggalian interpretasi data.
• Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.
• Periset memproduksi penjelasan unik tentang situasi yang terjadi dan
individu-individunya.
• Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasaan (breadth).
• Prosedur riset bersifat empiris-rasional dan tidak berstruktur.
26 • Hubungan antara teori, konsep, dan data adalah data memunculkan atau
membentuk teori baru.
Berdasarkan metodologi kualitatif dikenal beberapa metode riset antara focus
group discussion (FGD), wawancara mendalam (depth interview), studi kasus,
dan observasi. Menurut Freddy Rangkuti (2009), secara umum riset kualitatif
dapat menggunakan dua pendekatan yaitu :
1. Pendekatan secara langsung
Pendekatan secara langsung atau direct approach adalah pendekatan yang
dipakai dengan menjelaskan secara jelas tujuan penelitian kepada
responden. Pendekatan ini terdiri dari Focus Group Discussion (FGD)
dan wawancara mendalam (depth interview).
2. Pendekatan tidak langsung
Pendekatan tidak langsung (indirect approach) adalah pendekatan yang
dipakai dengan tidak menyebutkan secara jelas tujuan penelitian kepada
responden.
Beberapa metode yang digunakan dalam riset kualitatif adalah :
1. Metode Focus Group Discussion
Focus Group Discussion atau FGD (Kelompok Diskusi Terfokus)
adalah metode riset dimana periset memilih orang-orang yang dianggap
mewakili sejumlah publik atau populasi yang berbeda. Moderator
memegang peran penting bagi suksesnya diskusi. Periset dapat bertindak
sebagai moderator atau mempercayakan kepada orang lain. Sebagai
27 moderator harus mempunyai kemampuan dalam penguasaan teknik
wawancara, menjaga agar aliran diskusi tetap berjalan, mampu bertindak
sebagai wasit atau bahkan sebagai pembela yang menentang apa yang
dianggap baik (devil’s advocate). Selama proses diskusi akan lebih baik
dilengkapi alat-alat perekam, seperti videotape, tape-recorder, sehingga
membantu peneliti dalam analisis data.
FGD memungkinkan periset mendapatkan data yang lengkap dari
responden yang biasanya dijadikan landasan suatu program (pilot study).
Pelaksanaan FGD juga relatif cepat dan biasanya yang terlama adalah
waktu untuk merekrut responden. FGD juga memungkinkan periset lebih
fleksibel dalam menentukan desain pertanyaan, sehingga bebas bertanya
kepada responden sesuai dengan tujuan riset. Namun FGD relatif
membutuhkan biaya yang cukup besar, bahkan dalam beberapa kasus,
para responden mendapatkan konsumsi dan uang karena telah mengikuti
diskusi.
2. Metode Wawancara Mendalam (Depth Interview)
Metode wawancara mendalam (depth interview) adalah metode
riset dimana periset melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara
mendalam dan terus-menerus (dapat lebih dari satu kali) untuk menggali
informasi dari responden. Oleh karena itu, respondent dapat disebut juga
sebagai informan. Biasanya metode ini menggunakan sampel yang
terbatas dan jika periset merasa bahwa data yang dibutuhkan telah cukup
maka tidak perlu mencari sampel (responden) yang lain. Metode ini
28 memungkinkan periset untuk mendapatkan alasan detail dari jawaban
responden yang antara lain mencakup opininya, motivasinya, nilai-nilai
ataupun pengalaman-pengalamannya.
Dalam pelaksanaannya, metode wawancara mendalam (depth
interviews) membutuhkan waktu yang cukup lama agar diperoleh hasil
wawancara yang mendalam. Wawancara mendalam (depth interviews)
dan observasi ini merupakan wujud pendekatan konstruktivis yaitu
menganggap bahwa realitas ada dalam pikiran subjek yang diteliti.
3. Metode Observasi
Metode observasi adalah metode dimana periset mengamati
langsung objek yang diteliti. Terdapat 2 (dua) jenis observasi yaitu :
•
Observasi partisipan, yakni periset ikut berpartisipasi sebagai
anggota kelompok yang diteliti.
•
Observasi non-partisipan, yakni observasi dimana periset tidak
memposisikan dirinya sebagai anggota kelompok yang diteliti.
Dalam pelaksanaannya di lapangan, observasi sering dipadu dengan
wawancara mendalam.
4. Metode Studi Kasus
Metode studi kasus adalah metode riset yang menggunakan
berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang bisa digunakan
untuk meneliti, menguraikan, dan menjelaskan secara komprehensif
29 berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi, atau
peristiwa secara sistematis. Penelaah berbagai sumber data ini
membutuhkan berbagai macam instrumen pengumpulan data. Oleh
karena itu, periset dapat menggunakan wawancara mendalam (depth
interviews), observasi partisipan, dokumentasi-dokumentasi, kuesioner
(hasil survei), rekaman, bukti-bukti fisik, dan lain-lain.
Menurut Mulyana (2001), dalam studi kasus, periset berupaya
secara seksama dan dengan berbagai cara mengkaji sejumlah besar
variabel mengenai suatu kasus khusus. Dengan mempelajari semaksimal
mungkin seorang individu, suatu kelompok atau suatu kejadian, maka
periset bertujuan untuk memberikan uraian yang lengkap dan mendalam
mengenai subjek yang diteliti. Oleh karena itu, studi kasus memiliki ciriciri sebagai berikut :
•
Partikularistik, yang artinya studi kasus terfokus pada situasi,
peristiwa, program atau fenomena tertentu.
•
Deskriptif, yakni hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail
dari topik yang diteliti.
•
Heuristik, yakni
metode studi kasus membantu khalayak
memahami apa yang sedang diteliti. Interpretasi baru, perspektif
baru, makna baru merupakan tujuan dari studi kasus.
•
Induktif, yakni studi kasus berangkat dari fakta-fakta di lapangan
kemudian disimpulkan ke dalam tataran konsep atau teori.
30 2.
Penelitian Kuantitatif
Penelitian Kualitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap
bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian
kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis,
teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam. Proses
pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian kuantitatif karena hal ini
memberikan hubungan yang fundamental antara pengamatan empiris dan
ekspresi matematis dari hubungan-hubungan kuantitatif.
Berdasarkan Wikipedia (2009), penelitian kuantitatif adalah definisi,
pengukuran data kuantitatif dan statistik objektif melalui perhitungan ilmiah
berasal dari sampel orang-orang atau penduduk yang diminta menjawab atas
sejumlah pertanyaan tentang survei untuk menentukan frekuensi dan persentase
tanggapan mereka. Ukuran sampel untuk survei oleh statistik dihitung dengan
menggunakan rumusan untuk menentukan seberapa besar ukuran sampel yang
diperlukan dari suatu populasi untuk mencapai hasil dengan tingkat akurasi yang
dapat diterima.
Menurut Kriyantono (2008), riset kuantitatif adalah riset yang
menggambarkan atau menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat
digeneralisasikan. Dengan demikian, maka tidak terlalu mementingkan
kedalaman data atau analisis. Periset lebih mementingkan aspek keluasan data
sehingga data atau hasil riset dapat dianggap merupakan representasi dari seluruh
31 populasi. Dalam riset kuantitatif, periset dituntut bersikap objektif dan
memisahkan diri dari data, yang berarti periset tidak boleh membuat batasan
konsep maupun alat ukur sekehendak hatinya sendiri. Semuanya harus bersifat
objektif dengan diuji dahulu apakah batasan konsep dan alat ukurnya telah
memenuhi prinsip reliabilitas dan validitas. Dengan kata lain, periset berusaha
membatasi konsep atau variabel yang diteliti dengan cara mengarahkan riset
dalam bentuk (setting) yang terkontrol, lebih sistematik, dan terstruktur dalam
sebuat desain riset yang telah ditentukan sebelum riset dimulai.
Karena periset harus menjaga sifat objektif maka dalam analisis data pun
periset tidak boleh mengikutsertakan analisis dan interpretasi yang bersifat
subjektif. Oleh karena itu, digunakan uji statistik untuk menganalisa data
tersebut. Pada umumnya, riset kuantitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
• Hubungan riset dengan subjek adalah jauh. Periset menganggap bahwa
realitas terpisah dan ada diluar dirinya. Oleh karena itu, harus ada jarak
supaya objektif. Alat ukurnya harus juga dijaga keobjektifannya.
• Riset bertujuan untuk menguji teori atau hipotesis, mendukung atau
menolak teori. Data hanya sebagai sarana konfirmasi teori atau teori
dibuktikan dengan data.
• Riset harus dapat digeneralisasikan. Oleh karena itu, riset menuntut
sampel yang representatif dari seluruh populasi, operasionalisasi konsep
serta alat ukur yang valid dan reliabel.
32 • Prosedur riset rasional-empiris, yang berarti riset berangkat dari konsepkonsep atau teori-teori yang melandasinya.
Berdasarkan metodologi kuantitatif, dikenal beberapa metode riset
kuantitatif antara lain :
1. Metode Survei
Metode survei adalah metode riset dengan menggunakan
kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Tujuannya adalah
untuk memperoleh informasi mengenai sejumlah responden yang
dianggap mewakili populasi tertentu. Dalam survei, proses pengumpulan
data dan analisis bersifat terstruktur dan mendetail melalui kuesioner
sebagai instrumen utama untuk mendapatkan informasi dari sejumlah
responden yang diasumsikan mewakili populasi secara spesifik. Oleh
karena itu, penggunaan teknik sampling yang benar akan sangat
menentukan kualitas riset.
Secara umum, metode survei terdiri dari 2 (dua) jenis yakni :
deskriptif dan ekplanatif (analitik). Pembagian ini berdasarkan pada
tataran atau cara periset menganalisis data yang telah dikumpulkan dan
jumlah variabel yang diteliti.
2. Metode Analisis Isi (Content Analysis)
Metode analisis isi adalah metode yang digunakan untuk meriset
atau menganalisis isi komunikasi secara sistematik, objektif, dan
33 kuantitatif. Sistematik berarti bahwa segala proses analisis harus tersusun
melalui proses yang sistematik, mulai dari penentuan isi komunikasi yang
dianalisis, cara menganalisisnya, maupun kategori yang dipakai untuk
menganalisis. Objektif berarti bahwa periset harus mengesampingkan
faktor-faktor yang bersifat subjektif atau bias personal, sehingga hasil
analisis benar-benar objektif dan bila dilakukan riset kembali oleh orang
lain, maka hasilnya relatif sama. Analisis isi harus bisa dikuantitatifkan
ke dalam angka-angka, misalnya : “70% berita surat kabar ABC selama
setahun adalah bertema politik”.
Analisis isi kuantitatif lebih memfokuskan pada isi komunikasi
yang tampak (tersurat/manifest/nyata), sedangkan untuk menjelaskan halhal yang bersifat tersirat (latent), misalnya ideologi apa yang ada dibalik
suatu berita, maka dilakukan riset analisis isi kualitatif. Dalam
perkembangan
ilmu
komunikasi,
metode
analisis
isi
kualitatif
berkembang menjadi beberapa varian metode antara lain : analisis
framing, analisis wacana, dan semiotik.
3. Metode Eksperimen
Metode riset yang digunakan untuk meneliti hubungan atau
pengaruh sebab akibat dengan memanipulasi satu atau lebih variabel pada
satu atau lebih kelompok eksperimental dan membandingkan hasilnya
dengan kelompok kontrol yang tidak mengalami manipulasi. Periset
harus membagi responden dalam dua kelompok yakni kelompok satu
dimanipulasi dengan pesan-pesan tertentu, sedangkan kelompok yang
34 lain tidak. Periset kemudian melihat efek manipulasi tersebut terhadap
kelompok satu dengan membandingkan dengan kelompok dua yang tidak
dimanipulasi. Contoh dari metode eksperimen ini adalah untuk
mengetahui
apakah
acara
kriminalitas
di
televisi
(TV)
dapat
mempengaruhi penonton melakukan tindakan kekerasan. Oleh karena itu,
periset membagi 2 (dua) kelompok anak yakni kelompok pertama diminta
menonton acara kriminalitas di TV, sedangkan kelompok kedua disuguhi
acara ringan seperti komedi. Kelompok pertama biasanya biasanya
disebut sebagai kelompok ekperimental, sedangkan kelompok kedua
disebut kelompok kontrol. Jika kekerasan diukur dengan perilaku
memukul, menendang, mencubit, dan lain-lain, maka penonton yang
setelah menonton acara kriminalitas di TV ketika diamati terdapat banyak
yang memukul, menendang, dan mencubit, maka berarti terbukti bahwa
acara kriminalitas dapat mempengaruhi perilaku kekerasan penonton.
Keuntungan metode eksperimen bagi periset adalah kemampuan
memberikan bukti nyata mengenai hubungan sebab-akibat yang langsung
dapat dilihat. Namun metode ini juga memiliki kekurangan, yakni
kurangnya sifat alami dimana bila responden mengetahui sedang diteliti,
maka perilakunya cenderung disesuaikan atau dibuat bagus. Hal ini
tentunya, bisa mempengaruhi kealamiahan
reaksi
(respon)
dari
responden. Dalam melakukan penelitian menggunakan metode ekperimen
ini, tentunya harus ada prosedur yang harus diperhatikan oleh periset.
Secara umum, prosedur metode eksperimen adalah :
35 •
Periset membagi responden kedalam dua kelompok yaitu
kelompok eksperimen sebagai kelompok yang dikenai perlakuan,
stimulus, atau dimanipulasi dan kelompok kontrol sebagai
kelompok yang tidak dikenai perlakuan atau tidak dimanipulasi.
•
Pemilihan anggota kelompok harus melalui randomisasi (acak).
•
Melakukan pre-test dimana pada tahap ini periset menentukan
variabel pengaruh (bebas atau independen) dan variabel tak bebas
(terpengaruh, tergantung, atau dependen).
•
Periset memberikan atau memperkenalkan satu atau lebih variabel
indenpenden kepada kelompok eksperimen. Misalnya, terpaan
acara kriminalitas kepada kelompok eksperimen.
•
Melakukan post-test dimana periset meneliti apakah ada pengaruh
yang signifikan terhadap variabel dependen antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
2.7.4
Tipe Desain Penelitian
Desain penelitian adalah kerangka untuk mengadakan penelitian. Tipe desain
penelitian yang memuat prosedur yang sangat dibutuhkan dalam upaya memperoleh
informasi serta mengolahnya dalam rangka memecahkan masalah. Tipe desain
penelitian berdasarkan tataran atau cara menganalisis data, terdiri dari (Freddy Rangkuti,
2009) :
36 1.
Penelitian Ekplorasi
Penelitian yang didesain untuk menjawab permasalahan apa sehingga
dapat memberikan pemahaman dan pengertian secara mendalam terhadap suatu
objek. Penelitian ini berguna apabila peneliti tidak banyak mengetahui atau
sedikit sekali informasi mengenai suatu masalah.
Penelitian atau riset ini diperuntukkan dalam menggali data, tanpa
mengoperasionalisasikan konsep atau menguji konsep pada realitas yang diteliti.
Riset ini paling sederhana dan mendasar. Riset ini pada biasanya merupakan
penelitian kualitatif. Jenis riset ekplorasi dikenal sebagai riset grounded. Menurut
Bungin (2001), riset ini bertolak belakang dengan riset lainnya dimanab bila
pada riset lainnya, umumnya diawali desain riset, namun grounded tidak. Periset
dapat langsung terjun ke lapangan dan semuanya dapat dilaksanakan di lapangan.
Rumusan masalah juga ditemukan di lapangan dan data merupakan sumber teori.
Teori berdasarkan data sehingga teori juga lahir dan berkembang di lapangan.
2.
Penelitian Konklusif
Penelitian yang didesain untuk menolong pengambil keputusan dalam
menentukan, mengevaluasi, dan memilih alternatif terbaik dalam memecahkan
suatu masalah. Penelitian konklusif ini terdiri dari dua jenis yakni :
1. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif bertujuan untuk menjelaskan karasteristik
pasar dengan menggunakan metode pengumpulan data sekunder, data
primer (survei), panel atau observasi. Penelitian ini membuat deskripsi
secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat
37 populasi atau objek tertentu. Periset sudah mempunyai konsep (biasanya
satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual
(landasan teori) inilah, periset melakukan operasionalisasi konsep yang
akan menghasilkan variabel beserta indikatornya. Penelitian ini
menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan
hubungan antar variabel.
2. Penelitian Kausal
Penelitian kausal bertujuan untuk mencari hubungan sebab dan
akibat dari sebuah peristiwa. Periset menghubungkan atau mencari sebab
akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti. Periset
membutuhkan definisi konsep, kerangka konseptual, dan kerangka teori.
Periset perlu mencari teori untuk menghasilkan dugaan awal
(hipotesis) antara variabel yang satu dengan lainnya. Kegiatan berteori ini
ada dalam kerangka teori dan sering disebut pula sebagai jenis riset
korelasional dan komparatif.
Menurut Naresh K. Malhotra (2007), penelitian eksplorasi (eksploratif) dan
penelitian konklusi (konklusif) dapat dibedakan sebagai berikut :
Objektif
Eksplorasi (Ekploratif)
Konklusi (Konklusif)
Untuk menyediakan wawasan
Untuk menguji hipotesis secara
(insights) atau pemahaman
spesifik dan menguji hubungan.
(understanding)
Karakteristik
ƒ Informasi yang dibutuhkan
hanya didefinisikan secara
ƒ Informasi yang dibutuhkan
38 longgar.
secara jelas didefinisikan.
ƒ Proses penelitian adalah fleksibel ƒ Proses penelitian adalah formal
dan tidak terstruktur.
dan terstruktur.
ƒ Sampel kecil dan nonrepresentatif.
ƒ Sampel besar dan representatif.
ƒ Analisis adalah kuantitatif.
ƒ Analisis data primer adalah
kualitatif.
Temuan
Tentatif (tentative)
Konklusif (conclusive)
Hasil
Umumnya diikuti lebih lanjut oleh
Temuan digunakan sebagai
penelitian eksplorasi (eksploratif)
masukan dalam pengambilan
atau konklusif.
keputusan.
Tabel 2.1 penelitian eksplorasi (eksploratif) dan penelitian konklusi (konklusif)
2.7.5
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan
periset untuk mengumpulkan data. Pengumpulan data dibagi menjadi 2 bagian yakni
pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dapat dilakukan
dengan cara personal interviewing atau wawancara pribadi (di rumah, di kantor, dan di
tempat umum lainnya) dengan menggunakan wawancara langsung, telepon, atau surat.
Sedangkan untuk mendapatkan data sekunder dapat digunakan fasilitas internet,
perpustakaan, publikasi lembaga-lembaga statistik, majalah, dan sebagainya. (Freddy
Rangkuti, 2009).
Perbandingan antara data primer dan data sekunder dapat ditunjukkan melalui
tabel berikut (Naresh K. Malhotra, 2007) :
39 Data Primer
untuk masalah yang
dihadapi
relatif lebih lama
tinggi
Data Sekunder
Tujuan
untuk masalah lain
Pengumpulan
cepat dan mudah
Proses Pengumpulan
relatif rendah
Biaya Pengumpulan
Waktu
panjang
pendek
Pengumpulan
Tabel 2.2 perbandingan data primer dan data sekunder
Menurut Freddy Rangkuti (2009), Data dapat dikumpulkan dengan beberapa cara yaitu :
1.
Sensus
Sensus atau complete enumeration mencatat seluruh elemen (populasi atau
universe). Contoh: orang, rumah tangga, perusahaan industry, dan sebagainya.
2.
Sampling
Sampling mencatat sebagian kecil dari populasi sehingga dapat diperoleh nilai
karakteristik perkiraan (estimate value).
3.
Kasus
Kasus atau case study hanya mengambil beberapa elemen yang sering tidak jelas
populasinya, kemudian masing-masing elemen diselidiki secara mendalam.
Misalnya penelitian mengenai 4 perusahaan pabrik rokok: Djarum, Gudang
Garam, Djie Sam Soe, Gentong. Hasilnya tidak dapat menyimpulkan keadaan
seluruh pabrik rokok di Indonesia, tetapi dapat menggambarkan keadaan masingmasing pabrik rokok tersebut.
Data dapat dikumpulkan dari 2 (dua) sumber berdasarkan asal diperolehnya
data tersebut. Sumber data penelitian adalah sebagai berikut:
1.
Data Sekunder
40 Data diperoleh dari data yang dikumpulkan dari berbagai studi pustaka seperti
jurnal, artikel di media cetak seperti koran, majalah, dll hingga online dengan
bantuan internet.
2.
Data Primer
Data diperoleh dari kuesioner yang disebarkan secara sampling kepada sejumlah
responden. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun dimana
responden dapat menjawab pilihan jawaban yang diberikan.
Metode pengumpulan data sangat ditentukan oleh metodologi riset, apakah
metodologi yang digunakan adalah metode kualitatif atau kuantitatif. Dalam riset
kualitatif dikenal metode pengumpulan data : observasi (field observations), focus group
discussion (FGD), wawancara mendalam (intensive/depth interviews), dan studi kasus
(Wimmer, 2000 dan Sendjaya, 1997). Sedangkan riset kuantitatif dikenal metode
pengumpulan data : kuesioner (angket), wawancara (biasanya berstruktur), dan
dokumentasi. Periset dapat menggunakan salah satu atau gabungan dari metode tersebut
tergantung masalah yang dihadapi.
Instrumen pengumpulan data atau dapat disebut juga sebagai instrumen
riset adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh periset dalam kegiatan
mengumpulkan data agar kegiatan itu menjadi sistematis dan dipermudah olehnya
(Arikunto, 1995). Berbeda dengan metode pengumpulan data yang masih bersifat
abstrak, maka instrumen riset ini merupakan sarana yang bisa diwujudkan dalam bentuk
benda, misalnya : angket (kuesioner), daftar cocok (checklist), skala, pedoman
wawancara (interview guide), soal ujian, dan lain-lain. Hubungan antara metode dan
instrumen pengumpulan data dapat dilihat pada tabel dibawah ini (Arikunto, 1995) :
41 Tipe Metode Pengumpulan Data
Tipe Instrumen Pengumpulan data
Angket (Questionnaire)
ƒ Angket (Questionnaire)
ƒ Daftar Cocok (Checklist)
ƒ Skala (Scale)
ƒ Inventori (Inventory)
Wawancara (Interviews)
ƒ Pedoman Wawancara (Interview Guide)
ƒ Daftar Cocok (Checklist)
ƒ Telephone Surveys
Observasi
ƒ Lembar Pengamatan
ƒ Panduan Pengamatan
ƒ Daftar Cocok (Checklist)
ƒ Sistem Kategori
ƒ Sistem Skala
Ujian (Test)
ƒ Soal Ujian
ƒ Inventori
Dokumentasi
ƒ Daftar Cocok (Checklist)
ƒ Tabel
ƒ Foto
ƒ Produk Tertulis / Tercetak
ƒ Rekaman
Tabel 2.3 Hubungan antara metode dan instrumen pengumpulan data
Instrumen riset ini biasanya dibuat setelah periset menyusun desain riset (desain
penelitian). Jadi periset terlebih dahulu harus menentukan metodologi penelitian yang
akan digunakan yakni metode riset atau jenis risetnya. Setelah itu, periset menentukan
instrumen riset yang akan disusun atau digunakan untuk membantu dalam pengumpulan
data.
42 Instrumen riset ini merupakan sebuah alat ukur untuk mengukur data di
lapangan. Alat ukur adalah alat bantu yang menentukan bagaimana dan apa yang harus
dilakukan dalam mengumpulkan data. Pada dasarnya, kegiatan pengumpulan data adalah
kegiatan untuk melakukan pengukuran terhadap data mana yang sesuai dan mana yang
tidak. Dengan kata lain, alat ukur memegang peranan yang sangat penting dalam
mencari data dengan cara membatasi kebenaran dan ketepatan indikator variabel yang
sudah ditetapkan dari data di lapangan, sehingga data yang terkumpul adalah sesuai
dengan masalah dan tidak meluas.
2.8
Penelitian Perilaku Konsumen
Penelitian perilaku konsumen (consumer behavior research/consumer
research) memungkinkan para pemasar (marketers) untuk dapat memprediksi atau
mengantisipasi bagaimana pemasar dapat lebih baik untuk memenuhi kebutuhan
konsumen dengan menawarkan mereka dengan produk dan pesan pemasaran (marketing
messages) yang lebih cocok. Para praktisi pemasaran tentunya juga menyadari bahwa
semakin besar kemungkinan mereka mengetahui mengenai proses pengambilan
keputusan (decision making process) target konsumen mereka, maka semakin besar
kemungkinan mereka untuk mendesain strategi pemasaran dan pesan-pesan promosi
yang akan menarik dan dengan baik mempengaruhi target konsumen mereka.
Tugas untuk mengetahui dan memuaskan kebutuhan konsumen dan
berkomunikasi dengan mereka, menjadi sebuah tantangan yang semakin besar. Oleh
karena itu, diperlukan kemampuan untuk memahami konsumen mereka semakin lebih
baik seperti pemahaman akan keunikan, preferensi, benak / persepsi, dan lain-lain.
43 Untuk memenuhi tantangan tersebut, maka diperlukan penelitian perilaku konsumen
terutama dalam pertimbangan proses pengambilan keputusan (decision making process
atau decision making behavior) atau dapat disebut consumer research.
2.8.1
Kerangka Proses Penelitian Perilaku Konsumen
Menurut Schiffman dan Kanuk (2010), proses penelitian perilaku
konsumen dapat dibagi menjadi perspektif kualitatif, kuantitatif, maupun penggabungan
antara keduanya karena pada kenyataannya banyak aplikasi antara keduanya. Baik
penelitian kualitatif maupun kuantitatif, proses penelitian perilaku konsumen ini
meliputi 6 langkah yakni : mendefinisikan tujuan (defining objectives), mengumpulkan
data sekunder (collecting secondary data), mengembangkan desain penelitian
(developing a research design), mengumpulkan data primer (collecting primary data),
menganalisa data (analyzing the data), dan menyiapkan laporan temuan (preparing a
report of the findings).
Proses dimulai dari penentuan atau formulasi objek atau tujuan penelitian.
Temuan dari data sekunder dan penelitian eksplorasi dapat digunakan untuk menyaring
tujuan penelitian. Pengumpulan data sekunder dapat diambil dari sumber internal
maupun eksternal. Desain penelitian kualitatif menekankan pada penggunaan focus
groups atau depth interviews. Desain penelitian kuantitatif lebih banyak menggunakan
kuesioner untuk mengumpulkan data. Hasil pengumpulan data dianalisis dan teknik
analisis khusus diterapkan masing-masing untuk data kualitatif atau kuantitatif.
Gambaran proses penelitian perilaku konsumen dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
44 Develop Objectives
Collect Secondary Data
Design Qualitative Research : ƒ Method
ƒ Screener Questionnaire
ƒ Discussion Guide
Conduct Research
(usually by interviewers)
Design Quantitative Research : ƒ Method
ƒ Sample Design
ƒ Data Collection Instrument
Exploratory Study
Analyze Data
(subjective)
Prepare Report
Collect Primary Data
(usually by field staff)
Analyze Data
(objective)
Prepare Report
Gambar 2.2 Kerangka penelitian perilaku konsumen
2.8.2
Penggabungan antara riset kualitatif dan kuantitatif
Menurut Blaxter (2001) yang diadaptasi dari Punch (1998), terdapat
beberapa cara dalam mengkombinasikan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif yakni
:
1.
Logic of triangulation. Temuan dari satu tipe studi dapat diperiksa terhadap
temuan dari tipe lainnya. Sebagai contoh, hasil dari sebuah investigasi kualitatif
mungkin diperiksa terhadap studi kuantitatif.
2.
Qualitative research facilitates quantitative research. Penelitian kualitatif
dapat membantu untuk menyediakan latar belakang informasi mengenai konteks
dan subjek; bertindak sebagai sumber hipotesis; bantuan konstruksi skala.
45 3.
Quantitative research facilitaties qualitative research. Biasanya hal ini berarti
penelitan kuantitatif membantu dengan pilihan subjek untuk penyelidikan atau
investigasi kualitatif.
4.
Quantitative and qualitative research are combined in order to provide a
general picture (Penelitian kuantitatif dan kualitatif dikombinasikan agar dapat
menyediakan gambaran umum). Penelitian kuantitatif dapat digunakan untuk
menutupi atau menjembatani kesenjangan (gap) dalam penelitian kualitatif yang
timbul karena sebagai contoh, peneliti tidak dapat berada di lebih dari satu
tempat pada satu waktu atau tidak semua isu / masalah bisa semata-mata
menerima untuk sebuah penyelidikan / investigasi kuantitatif atau kualitatif.
5.
Structure and process. Penelitian kuantitatif adalah efisien terutama dalam
mendapatkan unsur struktural kehidupan sosial, sedangkan penelitian kualitatif
biasanya lebih kuat pada aspek proses.
6.
Researchers’ and subjects’ perspectives. Penelitian kuantitatif biasanya
didorong oleh kepentingan atau perhatian peneliti, sedangkan penelitian
kualitatif mengambil perspektif dari subjek.
7.
Problem of generality. Tambahan dari beberapa temuan kuantitatif dapat
membantu generalisasi.
8.
Qualitative research may facilitate the interpretation of relationships between
variables.
Penelitian
kuantitatif
mudah
memungkinkan
peneliti
untuk
membangun hubungan antara variabel, tetapi sering lemah ketika datang untuk
mengeksplorasi alasan bagi hubungan. Sebuah studi kualitatif dapat digunakan
untuk menjelaskan faktor-faktor yang mendasari hubungan yang luas
46 9.
Relationship between macro and micro levels. Menggunakan baik penelitian
kuantitatif dan kualitatif mungkin bisa menyediakan cara untuk menjembatani
jurang makro-mikro. Penelitian kuantitatif dapat mengisi unsur besar dari
struktural kehidupan sosial, sedangkan penelitian kualitatif cenderung
membahas aspek perilaku skala kecil.
10.
Stage in the research process. Digunakan pada tahapan yang berbeda dari
studi longitudinal.
11.
Hybrids. Penggunaan penelitian kualitatif dalam penelitian kuantitatif kuasieksperimental.
Download