BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori Dalam BAB 2 ini penulis akan memaparkan beberapa teori dasar yang digunakan sebagai penjelasan dari masing-masing variabel yang diteliti dalam penelitian ini. 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia, disingkat MSDM, adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep bahwa setiap karyawan adalah manusia bukan mesin dan bukan semata menjadi sumber daya bisnis. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah bagian dari manajemen yang berurusan dengan pekerjaan orang/ karyawan/ pegawai dalam suatu organisasi bertanggung jawab dalam kesejahteraan karyawan tersebut, sehingga mereka dapat berkontribusi secara efektif sebagai suatu grup/ tim dan berkontribusi untuk suksesnya organisasi. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah suatu proses menangani berbagai masalah pada ruang lingkup karyawan, pegawai, buruh, manajer dan tenaga kerja lainnya untuk dapat menunjang aktivitas organisasi atau perusahaan demi mencapai tujuan yang telah ditentukan. Berikut ini adalah pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) menurut para ahli : 1. Menurut The Chartered Institute of Personnel and Development (CIPD) dalam Mullins (2005): “The design, implementation and maintenance of strategies to manage people for optimum business performance including the development of policies and process to support these strategies.” (strategi perancangan, pelaksanaan dan pemeliharaan untuk mengelola manusia untuk kinerja usaha yang optimal termasuk kebijakan pengembangan dan proses untuk mendukung strategi). 9 10 2. Menurut Melayu SP. Hasibuan: MSDM adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 3. Menurut Henry Simamora: MSDM adalah sebagai pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balasan jasa dan pengelolaan terhadap individu anggota organisasi atau kelompok bekerja. MSDM juga menyangkut desain dan implementasi system perencanaan, penyusunan personalia, pengembangan karyawan, pengeloaan karir, evaluasi kerja, kompensasi karyawan dan hubungan perburuhan yang mulus. 4. Menurut Achmad S. Rucky: MSDM adalah penerapan secara tepat dan efektif dalam proses akusis, pendayagunaan, pengemebangan dan pemeliharaan personil yang dimiliki sebuah organisasi secara efektif untuk mencapai tingkat pendayagunaan sumber daya manusia yang optimal oleh organisasi tersebut dalam mencapai tujuantujuannya. 5. Menurut Mutiara S. Panggabean: MSDM adalah proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pimpinan dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembngan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan di bidang sumber daya manusia dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sisi pekerjaan dan dari sisi pekerja. Dari sisi pekerjaan terdiri dari analisis dan evaluasi pekerjaan. Sedangkan dari sisi pekerja meliputi kegiatankegiatan pengadaan tenaga kerja, penilaian prestasi kerja, pelatihan dan pengembangan, promosi, kompensasi dan pemutusan hubungan kerja. Dari beberapa definisi-definisi di atas yang dikemukakan oleh para ahli tersebut menunjukan bahwa betapa demikian pentingnya manajemen sumber daya manusia di dalam mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau Human Resource Department. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain sistem 11 perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Manajemen sumber daya manusia melibatkan semua keputusan dan praktik manajemen yang memengaruhi secara langsung sumber daya manusianya. 2.1.2 Fungsi dan peranan manajemen sumber daya manusia (MSDM) Sudah merupakan tugas manajemen sumber daya manusia untuk mengelola manusia seefektif mungkin, agar diperoleh suatu satuan sumber daya manusia yang merasa puas dan memuaskan. Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen umum yang memfokuskan diri pada sumber daya manusia Adapun fungsi Manajemen sumber daya manusia seperti halnya fungsi manajemen umum, yaitu: a. Fungsi Manajerial 1. Perencanaan (Planning) Semua orang memahami bahwa perencanaan adalah bagian terpenting, dan oleh karena itu menyita waktu banyak dalam proses manajemen. Untuk manajer sumber daya manusia, perencanaan berarti penentuan program karyawan (sumber daya manusia) dalam rangka membantu tercapainya sasaran atau tujuan organisasi itu. Dengan kata lain mengatur orang-orang yang dapat menangani tugas-tugas yang dibebankan kepada masing-masing orang dalam rangka mencapai tugas organisasi yang telah direncanakan 2. Pengorganisasian (Organizing) Apabila serangkaian kegiatan telah disusun dalam rangka mencapai tujuan organisasi, maka untuk pelaksanaan atau implementasi kegiatan tersebut harus diorganisasikan. Organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan secara efektif, oleh sebab itu dalam fungsi organisasi harus terlihat pembagian tugas dan tanggung jawab orang-orang atau karyawan yang akan melakukan kegiatan masing-masing. 3. Pengarahan (Directing ) Untuk melakukan kegiatan yang telah direncanakan, dan agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan efektif maka diperlukan adanya arahan (directing) dari manajer. Dalam suatu organisasi yang besar biasanya 12 pengarahan tidak mungkin dilakukan oleh manajer itu sendiri, melainkan didelegasikan kepada orang lain yang diberi wewenang untuk itu. 4. Pengendalian (Controlling) Fungsi pengendalian adalah untuk mengatur kegiatan, agar kegiatankegiatan organisasi itu diharapkan dapat berjalan sesuai dengan rencana. Di samping itu pengendalian juga dimaksudkan untuk mencari jalan ke luar atau pemecahan apabila terjadi hambatan pelaksanaan kegiatan. b. Fungsi Operasional 1. Pengadaan Tenaga Kerja atau Pengadaan Sumber Daya Manusia (Recruitment ) Jika dilihat dari fungsi rekruitmen, seorang manajer sumber daya manusia akan bertujuan untuk memperoleh jenis dan jumlah tenaga atau sumber daya manusia yang tepat, sesuai dengan kemampuan yang dibutuhkan oleh unitunit kerja yang bersangkutan. Penentuan sumber daya manusia yang akan dipilih harus benar-benar yang diperlukan, bukan karena ada tenaga tersedia. Oleh sebab itu system rekruitmen yang mencakup seleksi harus terlebih dahulu dikembangkan secara matang 2. Pengembangan (Development ) Dengan adanya tenaga atau sumber daya, yang telah diperoleh suatu organisasi, maka perlu diadakan pengembangan tenaga sampai pada taraf tertentu sesuai dengan pengembangan organisasi itu. Pengembangan sumber daya ini penting, searah dengan pengembangan organisasi. Apabila organisasi itu ingin berkembang maka seyogianya diikuti oleh pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan. 3. Kompensasi (Compensation) Kompensasi adalah merupakan fungsi manajemen yang sangat penting. Melalui fungsi ini organisasi memberikan balas jasa yang memadai dan layak kepada karyawan. Hal ini wajar karena karyawan sebagai sumber 13 daya manusia organisasi tersebut telah memberikan jasanya yang besar terhadap pencapaian tujuan organisasi. Dari hasil-hasil penelitian, meskipun kompensasi bukan hanya berupa materi atau uang, namun bentuk gaji sangat penting untuk meningkatkan hasil kerja. 4. Pengintegrasian (Integration) Integrasi adalah kegiatan manajemen yang bertujuan untuk rekonsiliasi kepentingan-kepentingan karyawan dalam suatu organiasasi. Telah di sadari bersama bahwa dalam pelaksanaan kegiatan organisasi sering terjadi benturan kepentingan di antara karyawan atau antara karyawan dengan manajer. Untuk itulah pentingnya fungsi integrasi ini agar diperoleh kesepakatan kembali dalam pelaksanaan kegiatan organisasi. 5. Pemeliharaan (Maintenance) Kemampuan-kemampuan atau keahlian (skill) dari sumber daya manusia yang telah dimiliki oleh suatu organisasi perlu dipelihara (maintenance). Karena kemampuan tersebut adalah merupakan asset yang penting bagi terlaksananya tugas dan tujuan organisasi. Fungsi pemeliharaan ini termasuk juga jaminan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. 6. Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (Separation) Seorang karyawan tidak mungkin akan selalu bekerja pada organisasi tertentu. Pada suatu ketika paling tidak mereka harus memutuskan hubungan kerja dengan cara pensiun. Untuk itu maka tenaga kerja atau karyawan tersebut harus kembali ke masyarakat. Organisasi harus bertanggung jawab dalam memutuskan hubungan kerja ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, dan menjamin warga masyarakat yang dikembalikan itu berada dalam keadaan yang sebaik mungkin. Seorang manajer sumber daya manusia harus melaksanakan fungsi ini dengan baik. Pelaksanaan berbagai fungsi manajemen sumber daya manusia sebenarnya bukan hanya menciptakan sumber daya manusia yang produktif mendukung tujuan organisasi, akan tetapi juga menciptakan suatu kondisi yang lebih baik guna meningkatkan potensi dan motivasi sumber daya manusia dalam berkarya. 14 Pelaksanaan job analysis, perencanaan sumber daya manusia, rekruitmen dan seleksi, penempatan dan pembinaan karir serta pendidikan dan pelatihan yang baik dapat meningkatkan potensi sumber daya manusia untuk berkarya, karena telah mendapatkan bekal pengetahuan, keterampilan dan ditempatkan pada kedudukan yang tepat (the right man on the right place). Sedangkan pelaksanaan fungsi sumber daya manusia lainnya seperti kompensasi, perlindungan dan hubungan tenaga kerja yang baik akan dapat menimbulkan stimulus yang mendorong meningkatnya motivasi kerja sumber daya manusia. 2.2 Budaya Organisasi Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut para ahli: 1) Menurut Umar (2010:207), Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang diambil dari pola kebiasaan dan falsafah dasar pendirinya yang kemudian berinteraksi menjadi norma-norma, dimana norma tersebut dipakai sebagai pedoman cara berpikir dan bertindak dalam upaya mencapai tujuan bersama. 2) Menurut Munandar (2006:262), budaya organisasi terdiri dari asumsi-asumsi dasar yang dipelajari baik sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dalam proses penyesuaian dengan lingkungannya, maupun sebagai hasil memecahkan masalah yang timbul dari dalam organisasi. 3) Menurut Robbins (2003:525), budaya organisasi “A system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization”. Budaya organisasi merupakan suatu sistem dari makna atau arti bersama yang dianut para anggotanya yang membedakan organisasi dari organisasi lainnya. 4) Menurut Kotler (2005:77), budaya organisasi adalah pengalaman, cerita, keyakinan, dan norma bersama yang menjadi ciri organisasi. Namun, bila memasuki perusahaan apa saja, hal pertama yang anda hadapi adalah budaya cara mereka berpakaian, cara mereka berinteraksi satu sama lain, dan juga cara mereka menyambut pelanggan. 5) Menurut Schein (2009:27), budaya organisasi adalah pola asumsi bersama yang dipelajari oleh suatu kelompok dalam memecahkan masalah melalui adaptasi eksternal dan integrasi internal, yang telah bekerja cukup baik untuk dipertimbangkan kebenarannya, oleh karena itu, untuk diajarkan kepada anggota 15 baru sebagai cara yang benar untuk melihat, berpikir, dan merasakan kaitannya dengan masalah-masalah yang ada. Dengan mendasarkan berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi merupakan satu unsur terpenting dalam perusahaan yang hakikatnya mengarah pada perilaku-perilaku yang dianggap tepat, mengikat dan memotivasi setiap individu yang ada didalamnya. Menurut Schein (2009:28), hal yang dapat kita sadari bahwa budaya itu bersifat stabil dan sulit untuk berubah karena budaya mencerminkan akumulasi pembelajaran dari sebuah kelompok (cara mereka berpikir, merasakan, dan meyakinkan dunia bahwa budaya dapat menciptakan kesuksesan suatu organisasi). Selanjutnya Schein (2009) mengungkapkan bahwa kita akan mulai menyadari bahwa tidak ada budaya yang benar atau salah, tidak ada budaya yang lebih baik atau lebih buruk, kecuali dalam hubungannya bagaimana cara suatu organisasi bertindak dan lingkungan apa yang mendukung jalannya suatu operasi organisasi. Dengan demikian, setiap individu yang terlibat di dalamnya akan bersama-sama berusaha menciptakan kondisi kerja 2.2.1 Pembentukan Budaya Organisasi Budaya perusahaan menurut Ghani (2003:138) memiliki unsur-unsur pembentuk yang akan mewarnai budaya yang dicitrakannya, yaitu sebagai berikut : 1. Pekerja, pengusaha, dan lingkungan Sebagai subjek yang menjalankan perusahaan, pekerja dan pengusaha merupakan unsur yang paling menentukan profit dan sifat budaya perusahaan. 2. Alat produksi / aset Perusahaan yang masih mengandalkan tenaga kerja (padat karya) tentunya berbeda kultur budaya perusahaannya dibandingkan dengan industri manufaktur yang padat energi atau modal. Demikian juga antar bagian administrasi dan produksi. Ada nuansa subkultur berbeda pada lingkungan yang berlainan. 3. Sistem dan prosedur Sistem dan prosedur mengatur tata laksana pengelolaan perusahaan sehari-hari. Untuk menciptakan budaya berorientasi best practice company, sistem dan prosedur harus disesuaikan dengan tantangan, peluang dan sasaran perusahaan. Harus ada sinergi antara budaya perusahaan dengan aturan main pada perusahaan tersebut. 16 4. Wewenang dan otoritas Wewenang, otoritas tugas, jabatan dan gaya pribadi akan mewarnai budaya perusahaan. Struktur usaha yang memiliki pola distribusi wewenang dan otoritas merata dan menciptakan budaya egalitarian, berbeda dengan otoritas terpusat. Demikian juga dengan perilaku individu, khususnya yang memiliki peran sentral (key position) akan mewarnai budaya kerja perusahaan yang bersangkutan. Schein dan Sobirin (2007:220) menjelaskan alur pembentukan budaya organisasi sebagai berikut : a. Para pendiri dan para pemimpin lainnya membawa serta satu asumsi dasar, nilainilai, perspektif, dan artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya pada karyawan. b. Budaya organisasi muncul ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama yang lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yaitu masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal. Secara perorangan, masing – masing anggota organisasi boleh jadi menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan – persoalan individu seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan oleh generasi penerus. 2.2.2 Fungsi Budaya Organisasi Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya. Menurut Robbins, fungsi budaya organisasi sebagai berikut : 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang. 4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. 17 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. 2.2.3 Dimensi Budaya Organisasi Budaya organisasi dapat dirasakan keberadaannya dengan melalui perilaku anggota didalam organisasi tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari pola dan juga cara-cara berpikir, merasa, menanggapi serta menuntun para anggota organisasi didalam mengambil keputusan ataupun kegiatan-kegiatan lainnya dalam suatu organisasi. Robbins (2008) menggemukakan bahwa pelaksanaan suatu budaya organisasi dapat dikaji dengan dimensi budaya organisasi. Dimensi budaya organisasi tersebut tidak ditetapkan secara mudah melainkan dengan berdasarkan studi empiris. Studi empiris tersebut biasanya tidak dilakukan dengan menggunakan sampel kecil melainkan dengan menggunakan sampel besar yang melibatkan beberapa organisasi. Hasilnya tidak ditemukan dimensi budaya yang berlaku pada secara umum. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa memahami budaya organisasi dengan melalui dimensi-dimensinya dapat menggambarkan suatu budaya organisasi dari suatu organisasi tersebut. Luthan menyebutkan sejumlah karakteristik yang penting dari dimensi budaya organisasi, yang meliputi: 1. Aturan-aturan perilaku: Yaitu bahasa, terminologi, dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota organisasi. 2. Norma: Adalah standar perilaku yang menjadi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu. Lebih jauh di masyarakat kita kenal adanya norma agama, norma susila, norma sosial, norma adat, dll. 3. Nilai-nilai dominan: Adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kerja. 4. Filosofi: Adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para karyawan dan pelanggannya, seperti “Kepuasan Anda adalah harapan Kami”. 18 5. Peraturan-peraturan: Adalah aturan yang tegas dari organisasi. Pegawai baru harus mempelajari peraturan ini agar keberadaannya dapat diterima dalam organisasi. 6. Iklim Organisasi: Adalah keseluruhan “perasaan” yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan diri dalam berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi. 2.3 Motivasi Kerja Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian motivasi kerja menurut para ahli: 1. Menurut Robbins (2003:208), motivasi kerja adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual. 2. Menurut George dan Jones (2005:175), motivasi kerja adalah suatu kebutuhan psikologis didalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang didalam organisasi yang menyebabkan pergerakan, arahan, usaha, dan kegigihan dalam menghadapi rintangan untuk mencapai suatu tujuan. 3. Menurut Wagner dan Hollenbeck (2009:81), seseorang yang termotivasi untuk bekerja akan terus ingin belajar mengetahui hal-hal baru untuk meningkatkan performa kerjanya. Dari kumpulan definisi diatas mengenai motivasi, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong, merangsang, atau menggerakkan seseorang untuk melakukan seuatu kegiatan untuk mencapai tujuan. 2.3.1 Jenis-jenis Motivasi Ada dua jenis motivasi, yaitu motivasi positif dan motivasi negatif dengan penjelasan sebagai berikut: a. Motivasi Kerja Positif Motivasi kerja positif adalah suatu dorongan yang diberikan oleh seorangkaryawan untuk bekerja dengan baik, dengan maksud mendapatkan 19 kompensasi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan berpartisipasi penuh terhadap pekerjaan yang ditugaskan oleh perusahaan / organisasinya. Ada beberapa macam bentuk pendekatan motivasi positif dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, yaitu : 1. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan Seorang pemimpin memberikan pujian atas hasil kerja seorang karyawan jika pekerjaan tersebut memuaskan maka akan menyenangkan karyawan tersebut. 2. Informasi Pemberian informasi yang jelas akan sangat berguna untuk menghindari adanya berita-berita yang tidak benar, kesalahpahaman, atau perbedaan pendapat dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. 3. Perhatian Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu para karyawan dapat merasakan apakah suatu perhatian diberkan secara tulus atau tidak, dan hendaknya seorang pimpinan harus berhati-hati dalam memberikan perhatian. 4. Persaingan Pada umumnya setiap orang senang bersaing secara jujur. Oleh karena itu pemberian hadiah untuk yang menang merupakan bentuk motivasi positif. 5. Partisipasi Dijalankannya partisipasi akan memberikan manfaat seperti dapat dihasilkannya suatu keputusan yang lebih baik. 6. Kebanggaan Penyelesaian suatu pekerjaan yang dibebankan akan menimbulkan rasa puas dan bangga, terlebih lagi jika pekerjaan yang dilakukan sudah disepakati bersama. b. Motivasi Kerja Negatif Motivasi kerja negatif dilakukan dalam rangka menghindari kesalahankesalahan yang terjadi pada masa kerja. Selain itu, motivasi kerja negatif juga berguna agar karyawan tidak melalaikan kewajiban-kewajiban yang telah dibebankan. Bentuk motivasi kerja negatif dapat berupa sangsi, skors, penurunan jabatan atau pembebanan denda. 20 2.3.2 Teori-teori Motivasi Kerja 1. Teori Dua Faktor Frederick Herzberg Menurut Herzberg, dalam Munandar (2006:331) mengasumsikan bahwa, sekelompok faktor, motivator, menyebabkan tingkat kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi, akan tetapi, faktor – faktor hygiene dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Teori ini meneliti tentang dua kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya, yaitu : a. Kondisi pertama adalah faktor Motivation yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang memiliki faktor intrinsik dari pekerjaan tersebut. Dimana sifat pekerjaan itu tersendiri yang membuat seseorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seseorang yang melakukan hobinya, antara lain: 1. Keberhasilan pekerjaan ( Achievement ) : besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi 2. Pengakuan ( Recognition ) : besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya 3. Pekerjaan itu sendiri ( the work itself ) : berhubungan dengan bagaimana kondisi pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya. 4. Tanggung jawab ( Responsibility ) : besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan. 5. Pengembangan ( Advancement ) : berhubungan dengan keinginan yang ingin dicapai untuk kedepannya. b. Kondisi kedua adalah Hygiene. Faktor – faktor Hygiene yang justru menimbulkan rasa tidak puas kepada para pekerja dimana elemen – elemen di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seseorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi, berkaitan dengan konteks pekerjaan, berupa faktor-faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yaitu: 1. Kebijakan dan administrasi perusahaan ( Company policy and administration ), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. 21 2. Kualitas Supervisi ( Quality supervisor ), derajat kewajaran penyelesaian yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. 3. Hubungan antar pribadi (Interpersonal relation) , derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain. 4. Kondisi kerja ( Working condition ), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. 5. Gaji ( Wages or salaries ), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya. Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa orang bisa saja terdorong oleh motivasi ekstrinsik atau motivasi instrinsik. Tetapi jika seorang karyawan lebih terdorong oleh motivasi ekstrinsik, perusahaan harus bisa membuat hubungan yang jelas antara apa yang perusahaan ingin karyawan lakukan dengan reward atau penghargaan yang ingin didapatkan oleh karyawan. Teori Herzberg memprediksi, bahwa manajer dapat memotivasi individu dengan “memasukkan” motivator – motivatornya ke dalam pekerjaan individu, yaitu proses yang dinamakan perkayaan pekerjaan (job enrichment). 2. Teori Kebutuhan Hierarki (Maslow Theory) Menurut Abraham Maslow, dalam Munandar (2006:326), mengemukakan bahwa kondisi manusia berada dalam kondisi mengejar yang berkesinambung. Jika satu kebutuhan dipenuhi, langsung kebutuhan tersebut diganti oleh kebutuhan lain. Tingkat kebutuhan tersebut ditunjukkan dalam 5 tingkatan, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus dipenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting. Dimana teori tersebut ditunjukkan pada gambar berikut : 22 Gambar 2.1 Hierarki Piramida Kebutuhan Maslow Sumber : Maslow Theory. Kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tingkatan hierarki piramida, yaitu: 1. Kebutuhan psikologikal, yaitu kebutuhan yang timbul berdasarkan kondisi psikologikal badan kita, seperti kebutuhan untuk makanan dan minuman, kebutuhan udara segar. 2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan keamanan jiwa, raga, dan harta benda milik. Jika dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan akan keamanan sewaktu bekerja, perasaan aman yang menyangkut masa depan karyawan. 3. Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk memiliki keluarga dan sanak saudara, rasa dihormati, status sosial, harga diri dan kebutuhan pendidikan agama. 4. Kebutuhan harga diri, yaitu keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai pandangannya. 5. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan untuk menjadi kreatif, kebutuhan untuk dapat merealisasikan potensinya secara penuh. 23 2.3.3 Dimensi Motivasi Kerja Menurut Herzberg, dalam Munandar (2006:331) mengasumsikan bahwa, sekelompok faktor, motivator, menyebabkan tingkat kepuasan dan motivasi kerja yang tinggi, akan tetapi, faktor – faktor hygiene dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Teori ini meneliti tentang dua kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya, yaitu : a. Kondisi pertama adalah faktor Motivation yang berkaitan dengan isi pekerjaan, yang memiliki faktor intrinsik dari pekerjaan tersebut. Dimana sifat pekerjaan itu tersendiri yang membuat seseorang termotivasi, orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seseorang yang melakukan hobinya, antara lain: 1. Keberhasilan pekerjaan ( Achievement ) : besar kecilnya kemungkinan tenaga kerja mencapai prestasi kerja yang tinggi 2. Pengakuan ( Recognition ) : besar kecilnya pengakuan yang diberikan kepada tenaga kerja atas kinerjanya 3. Pekerjaan itu sendiri ( the work itself ) : berhubungan dengan bagaimana kondisi pekerjaan itu sendiri, besar kecilnya tantangan yang dirasakan oleh karyawan dari pekerjaannya. 4. Tanggung jawab ( Responsibility ) : besar kecilnya tanggung jawab yang dirasakan dan diberikan kepada seorang karyawan. 5. Pengembangan ( Advancement ) : berhubungan dengan keinginan yang ingin dicapai untuk kedepannya. b. Kondisi kedua adalah Hygiene. Faktor – faktor Hygiene yang justru menimbulkan rasa tidak puas kepada para pekerja dimana elemen – elemen di luar pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat seseorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi, berkaitan dengan konteks pekerjaan, berupa faktor – faktor ekstrinsik dari pekerjaan, yaitu : 1. Kebijakan dan administrasi perusahaan ( Company policy and administration ), derajat kesesuaian yang dirasakan karyawan dari semua kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam organisasi. 2. Kualitas Supervisi ( Quality supervisor ), derajat kewajaran penyelesaian yang dirasakan dan diterima oleh karyawan. 24 3. Hubungan antar pribadi (Interpersonal relation) , derajat kesesuaian yang dirasakan dalam berinteraksi dengan karyawan lain. 4. Kondisi kerja ( Working condition ), derajat kesesuaian kondisi kerja dengan proses pelaksanaan tugas pekerjaannya. 5. Gaji ( Wages or salaries ), derajat kewajaran dari gaji yang diterima sebagai imbalan kinerjanya. 2.4 Kepuasan Kerja Karyawan Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian kepuasan kerja menurut para ahli: 1. Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Definisi ini tentu sangat luas maknanya. Sedangkan Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2009), kepuasan kerja adalah suatu pernyataan emosi yang menyenangkan yang dihasilkan dari penghargaan terhadap pekerjaan seseorang dan apa yang anda pikirkan tentang pekerjaan anda. 2. Menurut Mathis dan Jackson (2011), kepuasan kerja dalam arti yang paling mendasar adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.Sedangkan Menurut Kreitner dan Kinicki (2001), kepuasan kerja adalah suatu respon yang mempengaruhi atau respon emosional terhadap berbagai segi dari pekerjaan seseorang. 3. Menurut Luthans (2006:243), kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. 4. Menurut Robbins (2003:78), kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Dari definisi diatas, akhirnya dapat diambil suatu garis besar pengertian bahwa kepuasan kerja adalah pandangan karyawan terhadap pekerjaannya, mencakup perasaan karyawan dan penilaian karyawan terhadap peranan pekerjaan dalam pemenuhan kebutuhannnya. 25 2.4.1 Faktor-faktor Pengaruh Kepuasan Kerja Menurut Baron & Byrne (1994) ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Faktor pertama yaitu faktor organisasi yang berisi kebijaksanaan perusahaan dan iklim kerja. Faktor kedua yaitu faktor individual atau karakteristik karyawan. Pada faktor individual ada dua predictor penting terhadap kepuasan kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah dan pekerjaan yang rutin akan banyak kemungkinan mendorong karyawan untuk mencari pekerjaan lain, hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja dan karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal. (p.45). Pendekatan Wexley dan Yukl (1977) berpendapat bahwa pekerjaan yang terbaik bagi penelitian-penelitian tentang kepuasan kerja adalah dengan memperhatikan baik faktor pekerjaan maupun faktor individunya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu gaji, kondisi kerja, mutu pengawasan, teman sekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja dan kesempatan untuk maju serta faktor individu yang berpengaruh adalah kebutuhan-kebutuhan yang dimilikinya, nilai-nilai yang dianut dan sifat-sifat kepribadian. Pendapat yang lain dikemukan oleh Ghiselli dan Brown, mengemukakan adanya lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu: 1. Kedudukan (posisi) Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. 2. Pangkat (golongan) Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaannya. 3. Umur Dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara 25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah 26 merupakan umur-umur yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. 4. Jaminan finansial dan jaminan sosial Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 5. Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging). Sedangkan Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai berikut: 1. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan, watak dan harapan. 2. Faktor sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan. 3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi maupun tugas. 2.4.2 Teori Kepuasan Kerja Teori kepuasan kerja mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Greenberg dan Baron (2000, p. 153) menjelaskan dua pendekatan dari teori kepuasan kerja ada sebagai berikut: 1. Two-Factor Theory Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygienefactors. Motivators factors menjelaskan bahwa kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan 27 pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung daripadanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pegembangan diri dan pengakuan. Sedangkan hygiene atau maintance factors menjelaskan bahwa ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, kualitas pengawasan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. 2. Value Theory Teori ini memfokuskan pada hasil manapun yang menilai orang tanpa memperhatikan siapa mereka.Kunci menuju kepuasan dalam pendekatan ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang dimiliki dan diinginkan seseorang.Semakin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan seseorang. 2.4.3 Cara Karyawan Mengungkapkan Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins dan Judge (2008) ketidakpuasan kerja karyawan dapat dinyatakan dengan sejumlah cara, diantaranya: a. Keluar (Exit): Perilaku yang mengarah untuk meninggalkan organisasi. Mencakup pencarian suatu posisi baru maupun meminta berhenti. b. Suara (Voice): Dengan aktif dan konstruktif mencoba memperbaiki kondisi. Mencakup saran perbaikan, membahas problem-problem dengan atasan, dan beberapa bentuk kegiatan serikat buruh. c. Kesetiaan (Loyalty): Pasif tetapi optimis menunggu membaiknya kondisi. Mencakup berbicara membela organisasi menghadapi kritik luar danmempercayai organisasi dan manajemennya untuk melakukan hal yang tepat. d. Pengabaian (Neglect): Secara pasif membiarkan kondisi memburuk, termasuk kemangkiran atau datang terlambat secara kronis, upaya yang dikurangi, dantingkat kekeliruan yang meningkat. 2.4.4 Cara Meningkatkan Kepuasan Kerja Karyawan Seorang karyawan yang memperoleh kepuasan kerja akan bekerja dengan lebih giat, semangat, disiplin, bahkan akan menunjukan kinerja terbaiknya. Kepuasan kerja dibangun oleh faktor-faktor yang mendukungnya. Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi dan mendukung kepuasan kerja diantaranya sebagai-berikut: 28 1. Penempatan pada posisi yang tepat Orang-orang yang berada pada posisi yang tepat dalam pekerjaan atau dalam suatu bisnis yang dijalankan akan sangat bersemangat untuk bekrja karena mereka merasa mampu untuk melakukan pekerjaan yang terbaik sesuai dengan keahlian atau kecakapan yang mereka miliki. Seseorang yang tidak cakap dalam menjual barang misalnya ditempatkan pada bagian penjualan, maka pertama ia akan menghadapi tekanan karena sebelum ia menjual barang ia akan berupaya keras melawan perasaannya yang merasa tidak mapu untuk tugas tersebut. Karena suatu keterpaksaan ia menjalani tugas tersebut. Memang kalau di asah sedikit demi sedikit nanti ia akan terbiasa dan akan mampu untuk menjual barang, namun kalau sifatnya urgen atau pekerjaan itu merupakan pekerjaan pokok yang sangat mempengaruhi hasil bisnis secara keseluruhan maka penempatan orang yang tepat dalam pekerjaan sangat dibutuhkan agar hasilnya efektif. Orang yang cakap dalam menjual ketika ia dihadapkan pada tugas tersebut ia akan segera tahu bagaimana memikat konsumen dan menjual produknya serta mendatangkan keuntungan yang optimal. 2. Berat ringannya pekerjaan sesuai kemampuan Berat ringannya pekerjaan sangat menentukan kepuasan kerja. Pekerjaan yang dirasa berat mungkin akan menjadi beban bagi pekerja atau karyawan, namun kinerja setiap orang berbeda adakalanya suatu pekerjaan dirasakan berat oleh seseorang namun oleh orang lainnya dirasakan ringan, hal ini tergantung juga kepada kecakapan atau kemampuan teknis maupun non teknis yang dimiliki seseorang. Pekerjaan yang mencapai standar kelayakan dapat dilakukan oleh orang-orang secara umum dan dapat terukur memungkinkan setiap orang yang mengerjakannya akan mencapai kepuasan kerja. Selain itu cara Meningkatkan Kepuasan Kerja Karyawan dipengaruhi juga oleh suasana dan lingkungan pekerjaan. 3. Suasana dan lingkungan pekerjaan Suasana lingkungan yang hangat, nyaman dan mendukung pekerjaan akan makin meningkatkan semangat dan berujung kepada kepuasan kerja. Kondisi seperti ini dapat diciptakan dengan membenahi sikap orang-orang yang bekerja ditempat tersebut. 29 4. Sarana dan prasarana yang menunjang Pekerjaan yang dilakukan dengan sarana yang mencukupi untuk keberhasilan pelaksanaan kerja akan makin memuaskan para pekerja dibanding dengan bekerja tanpa didukung dengan sarana yang menunjang. Namun hal ini akan berbeda pada tipe orang tertentu yang akan tetap bekerja dengan baik walaupun dengan sarana yang minimum, tentu tipe orang semacam ini sangat jarang. 5. Sikap pimpinan Sikap pimpinan yang peduli, partisipatif dan mau mendengar pendapat ataukeluhan bawahannya kan makin meningkatkan partisipasi dari bawahan sehingga mereka makin semangat yang berdampak pada kepuasan kerja yang mereka lakukan. 6. Balas jasa yang layak dan adil Balas jasa yang dirasa kurang layak untuk pekerjaan tertentu atau keadilan yang dirasa kurang untuk pekerjaan yang dilakukan dibanding balas jasa yang diperoleh oleh bagian atau pekerjaan lain sangat mungkin terjadi. Hal ini akan berdampak pada kurang semangatnya karyawan untuk menunjukan kinerja terbaiknya. Sebaiknya hal ini dapat dikomunikasikan agar segala pekerjaan dan tugas-tugas penting perusahaan atau tugas bisnis yang vital dapat dikerjakan dengan baik tanpa menghambat peroses kerja pada lingkungan internal perusahaan. 2.4.5 Dimensi Kepuasan Kerja Menurut Hariandja (2002, p.291) mengemukakan bahwa kepuasan kerja meliputi enam dimensi yaitu : 1. Gaji Sejumlah bayaran yang diterima seseorang akibat dari pelaksanaan kerja apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil sesuai dengan ketrampilan dan pengorbanan yang diberikan. 2. Pekerjaan itu sendiri Salah satu faktor kepuasan kerja adalah pekerjaan yang menantang, bervariasi dan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk menggunakan kemampuandan keterampilan yang dimilikinya sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dan kebosanan bagi karyawan dalam mengerjakannya. 30 3. Atasan Seseorang yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam pelaksanaan pekerjaan.Cara atasan memberi perintah kepada bawahan bisa berdampak menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi karyawan sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang. 4. Rekan kerja Rekan kerja yang ramah, hubungan kerja sama dan komunikasi dengan rekan kerja yang terjalin dengan baik akan mendatangkan kepuasan kerja yang tinggi. 5. Promosi Pemberian kesempatan kepada karyawan untuk mengembangkan karirnya.Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau tidak. Proses kenaikan jabatan yang kurang terbuka dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang. 6. Lingkungan kerja Terdiri dari lingkungan kerja fisik dan psikologis. Karyawan akan mudah mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaannya bila kondisi seakan sekitarnya bersih, terang,tidak terlalu sempit dan bising. Sehingga karyawan akan mudah mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan dalam suasana atau kondisi yang mendukung atau harmonis. 2.5 Kinerja Karyawan Kinerja apabila dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun), maka pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika (Rivai & Basri, 2004;Harsuko 2011). Dilihat dari sudut pandang ahli yang lain, kinerja adalah banyaknya upaya yang dikeluarkan individu pada pekerjaannya (Robbins, 2001). Sementara itu menurut Bernandi & Russell 2001 (Riani, 2011) performansi adalah catatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Menurut Sinambela, dkk (2012) mengemukakan bahwa kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian 31 tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan. Menurut Byars dan Rue (dalam Harsuko 2011) kinerja merupakan derajat penyusunan tugas yang mengatur pekerjaan seseorang. Jadi, kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan kegiatan atau menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Menurut As’ad (1998) kinerja adalah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Menurut Withmore (dalam Mahesa 2010) mengemukakan kinerja merupakan ekspresi potensi seseorang dalam memenuhi tanggung jawabnya dengan menetapkan standar tertentu. Kinerja merupakan salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja. Menurut Harsuko (2011), kinerja adalah sejauh mana seseorang telah memainkan baginya dalam melaksanakan strategi organisasi, baik dalam mencapai sasaran khusus yang berhubungan dengan peran perorangan dan atau dengan memperlihatkan kompetensi yang dinyatakan relevan bagi organisasi. Kinerja adalah suatu konsep yang multi dimensional mencakup tiga aspek yaitu sikap (attitude), kemampuan (ability) dan prestasi(accomplishment). Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan pencatatan hasil kerja (proses) yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi. Mutu kerja karyawan secara langsung mempengaruhi kinerja perusahaan. Guna mendapatkan kontribusi karyawan yang optimal, manajemen harus memahami secara mendalam strategi untuk mengelola, mengukur dan meningkatkan kinerja, yang dimulai terlebih dahulu dengan menentukan tolak ukur kinerja. Ada beberapa sayarat tolak ukur kinerja yang baik, yaitu: a) Tolak ukur yang baik, haruslah mampu dikukur dengan cara yang dapat dipercaya. b) Tolak ukur yang baik, harus mampu membedakan individu-individu sesuai dengan kinerja mereka. 32 c) Tolak ukur yang baik, harus sensitif terhadap masukan dan tindakantindakan dari pemegang jabatan. d) Tolak ukur yang baik, harus dapat diterima oleh individu yang mengetahui kinerjanya sedang dinilai. 2.5.1 Faktor-faktor Pengaruh Kinerja Menurut Steers (dalam Suharto & Cahyono 2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1. Kemampuan, kepribadian dan minat kerja. 2. Kejelasan dan penerimaan atau kejelasan peran seseorang pekerja yang merupakan taraf pengertian dan penerimaan seseprang atas tugas yang diberikan kepadanya. 3. Tingkat motivasi pekerja yaitu daya energi yang mendorong, mengarahkan dan mempertahankan perilaku. Menurut McCormick dan Tiffin (dalam Suharto & Chyono, 2005) menjelakan bahwa terdapat dua variabel yang mempengaruhi kinerja yaitu: 1) Variabel individu Variabel inidividu terdiri dari pengalaman, pendidikan, jenis kelamin, umur, motivasi, keadaan fisik, kepribadian. 2) Variabel situasional Variabel situasional menyangkut dua faktor yaitu: a. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: kebijakan, jenis latihan dan pengalaman, sistem upah serta lingkungan sosial. b. Faktor fisik dan pekerjaan, meliputi: metode kerja, pengaturan dan kondisi, perlengkapan kerja, pengaturan ruang kerja, kebisingan, penyinaran dan temperatur. 2.5.2 Penilaian Kinerja Pada prinsipnya penilaian kinerja adalah merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atau kinerja yang 33 diekspresikan dalam penyelesaian tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Penilaian kinerja intinya adalah untuk mengetauhi seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang, sehingga karyawan, organisasi dan masyarakat memperoleh manfaat. 2.5.3 Indikator Kinerja Indikator kinerja karyawan menurut Mathis dan Jackson (2006) yaitu: 1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3. Waktu kerja. Menetapkan waktu kerja yang dianggap paling efisien pada semua level dalam manajemen disuatu perusahaan atau organisasi. Waktu kerja merupakan dasar bagi seorang karyawan dalam menyelesaikan suatu produk atau jasa yang menjadi tanggung jawabnya. 4. Kerja sama dengan rekan kerja. Kerja sama merupakan suatu tuntutan bagi keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebab dengan adanya kerjasama yang baik maka akan memberikan kepercayaan pada berbagai pihak yang berkepentingan beik secara langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan. 2.6 Penelitian Terdahulu Berikut ini adalah hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini : 1. Alharbi Mohammad Awadh dan Alyahya, Mohammed Saad dengan judul “Impact of Organizational Culture on Employee Performance” (Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan) International Review of Management and Business Research Vol.2 No.1 2013. University Technology Malaysia International Business School, Malaysia. 34 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengukur hubungan kuat antara budaya organisasi dan kinerja. Metodologi yang digunakan mengadopsi tinjauan pustaka untuk menilai pengaruh budaya organisasi terhadap proses, karyawan, dan sistem. Hasil dari penelitian ini mengemukakan bahwa nilai dan norma dari sebuah organisasi didasarkan pada hubungan para pegawainya. Tujuan dari sebuah organisasi adalah untuk meningkatkan level kinerja dengan merancang strategi. Sistem manajemen kinerja telah diukur dengan menggunakan balance scorecard dan dengan memahami sifat dan kemampuan sistem budaya organisasi yang telah diidentifikasi. Penelitian ini merekomendasikan bahwa budaya yang kuat dari suatu organisasi berdasarkan manajer dan pemimpin sangat membantu untuk meningkatkan level kinerja. Manajer menghubungkan kinerja organisasi dan budaya kepada satu sama lain karena kedua hal tersebut menyediakan keunggulan kompetitif untuk perusahaan. 2. Pamela Akinyi Omollo dibawah pengawasan Dr. Oloko dengan judul “Effect of Motivation on Employee Performance of Commercial Banks in Kenya: A Case Study of Kenya Commercial Bank in Migori County” (Efek Dari Motivasi terhadap Kinerja Karyawan Bank Komersial di Kenya: Studi Kasus Bank Komersial Kenya di Kawasan Migori) International Journal of Human Resource Studies Vol. 5 No.2 2015. Jomo Kenyatta University of Agriculture and Technology, Kenya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu seberapa besar pengaruh yang dimiliki motivasi kepada pekerjaan para karyawan dari Bank Komersial Kenya di kawasan Migori. Penelitian ini juga fokus terhadap faktor-faktor yang mendemotivasi seperti tertundanya promosi, tidak ada perkembangan karir yang jelas, beban yang tidak beralasan, lama waktu kerja dan kurangnya penghargaan dari manajer. Penelitian ini mengadopsi desain deskriptif karena melibatkan wawancara dan pemberian kuesioner kepada sampel individual. Sampel dipilih secara acak agar tidak ada kompleksitas yang terlibat. Penelitian ini mengkaji penggunaan kuesioner yang diisi sendiri untuk mengumpulkan data primer yang dibutuhkan.Teknik analisis menggunakan statistik deskriptif untuk mendapatkan respon yang berguna. Aplikasi SPSS versi 17 digunakan untuk menghasilkan data yang dipersembahkan kedalam tabel dan pie charts seperti 35 yang dibutuhkan. Teknik menggunakan simple random sampling dan jumlah sampel sebanyak 45 karyawan. Kesimpulan dari penelitian ini manajer harus mengetahui bahwa para karyawan termotivasi oleh reward yang berupa uang. Sangat direkomendasikan kepada para manajer untuk memiliki skema motivasi yang komprehensif di seluruh bidang organisasi karena hal ini berbanding lurus dengan output yang dihasilkan oleh para karyawan. 3. Alamdar Hussain Khan, Muhammad Musarrat Nawaz, Muhammad Aleem dan Wasim Hamed dengan judul “Impact of Job Satisfaction on Employee performance: An Empirical Study of Autonomous Medical Institutions of Pakistan” (Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan: Studi Empiris Institusi Medis Swasta Pakistan) African Journal of Business Management Vol.6 (7) 2012. Hailey College of Commerce, University of the Punjab, Lahore, Pakistan. Di Pakistan profesi sebagai dokter dianggap mulia dan bermartabat karena berhadapan langsung dengan hidup seseorang. Di dalam masyarakat Pakistan, terdapat kecenderungan umum bahwa di rumah sakit pemerintah para pasien tidak ditangani dengan baik oleh para dokternya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari tahu faktor yang memengaruhi level kepuasan kerja diantara para pekerja dalam institusi medis swasta Pakistan dan pengaruhnya terhadap kinerja. Sampel dari penelitian ini terdiri dari 200 orang dokter, perawat, administrasi, dan staff akuntan yang bekerja di institusi medis swasta di Punjab. Sebanyak 250 kuesioner telah dibagikan dan 200 kuesioner telah diisi dan dikembalikan dan digunakan untuk analisis. Aplikasi SPSS digunakan untuk analisis data statistik. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa aspek seperti: tunjangan, promosi, keamanan kerja dan jaminan, kondisi kerja, otonomi pekerjaan, hubungan dengan para teman sekerja, hubungan dengan para pengawas, dan sifat pekerjaan memberikan dampak terhadap kepuasan kerja dan kinerja. 36 Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu. Budaya No Judul Organisa si 1 Motivas Kepuasa i Kerja n Kerja Kinerja Karyaw an Alharbi Mohammad Awadh dan Alyahya, Mohammed Saad dengan judul “Impact of Organizational Employee Culture on Performance” (Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan) International Management Review and of Business Research Vol.2 No.1 2013. University Technology Malaysia International Business School, Malaysia. 2 Pamela Akinyi Omollo dibawah pengawasan Dr. Oloko dengan judul “Effect of Motivation on Employee Performance of Commercial Banks in Kenya: A Case Study of Kenya Commercial Bank in Migori County” (Efek Dari Motivasi terhadap Kinerja Karyawan Bank Komersial di Kenya: Studi Kasus Bank Komersial Kenya di Kawasan International Migori) Journal of Human Resource Studies Vol. 37 5 No.2 2015. Jomo Kenyatta University of Agriculture and Technology, Kenya. 3 Alamdar Hussain Khan, Muhammad Musarrat Nawaz, Muhammad Aleem dan Wasim Hamed dengan judul “Impact of Job Satisfaction on Employee performance: An Empirical Study of Autonomous Medical Institutions (Pengaruh of Pakistan” Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan: Studi Empiris Institusi Medis Swasta Pakistan) African Journal of Business Management Vol.6 (7) 2012. Hailey College of Commerce, University of the Punjab, Lahore, Pakistan. Sumber: Penulis, 2015. 2.7 Kerangka Pemikiran Menurut Sugiyono (2012: 89) Kerangka berfikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Variabel dibedakan menjadi dua, yaitu variabel independen atau variable bebas (X) dan variable dependen atau variabel terikat (Y).Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (variabel terikat). Sedangkan variabel dependen atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012: 59). 38 Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independennya adalah Budaya Organisasi(X1), Motivasi Kerja (X2), dan Kepuasan Kerja (X3) sedangkan yang menjadi variabel dependennya adalah Kinerja Karyawan (Y). Adapun kerangka pemikiran ditunjukan seperti gambar di bawah ini : Budaya Organisasi (X1) Kinerja Karyawan (Y) Motivasi Kerja (X2) Kepuasan Kerja (X3) Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis, 2015. 2.8 Hipotesis Menurut Sugiyono (2012: 93), Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada faktafakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban yang empiris dengan data. Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ho: Tidak ada pengaruh yang signifikan antar variabel Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antar variable Hipotesis 1 : Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai PT PLN. Ho : Tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap kinerja pegawai PT PLN. Ha : Terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap kinerja pegawai PT PLN. Hipotesis 2 : Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. Ho : Tidak terdapat pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. 39 Ha : Terdapat pengaruh antara motivasi kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. Hipotesis 3 : Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. Ho : Tidak terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. Ha : Terdapat pengaruh antara kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. Hipotesis 4 : Pengaruh budaya organisasi, motivasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. Ho : Tidak terdapat pengaruh antara budaya organisasi, motivasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. Ha : Terdapat pengaruh antara budaya organisasi, motivasi, dan kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai PT PLN. 40