BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Stroke Iskemik 2.1.1. Definisi Menurut kriteria WHO tahun 1995, stroke didefinisikan sebagaigangguan fungsional otak yang terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupul global yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, atau dapat menimbulkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Menurut Caplan, stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak. Iskemik dapat disebabkan oleh tiga macam mekanisme yaitu trombosis, emboli dan pengurangan perfusi sistemik umum.Trombosis adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses oklusi pada satu pembuluh darah lokal atau lebih. Emboli adalah pembentukan material dari tempat lain dalam sistem vaskular dan tersangkut dalam pembuluh darah tertentu sehingga memblokade aliran darah. Pengurangan perfusi sistemik bisa mengakibatkan iskemik karena kegagalan pompa jantung atau proses perdarahan atau hipovolemik.7,10 2.1.2. Epidemiologi Di Amerika Serikat menjadi penyebab kematian peringkat ketiga dan penyebab utama kecacatan berat jangka panjang. Sekitar 750.000 kasus stroke terjadi pertahun dengan angka kematian lebih dari 150.000 kasus. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke dapat berupa kecacatan jangka panjang dimana lebih dari Ubiversitas Sumatera Utara 40% penderita tidak dapat diharapkan untuk mandiri dalam aktifitas kesehariannya dan 25% menjadi tidak dapat berjalan secara mandiri.1 Data di Indonesia, penyakit stroke menduduki posisi ketiga dari kelompok penyakit degeneratif setelah penyakit jantung dan keganasan. Menurut survei tahun 2004, stroke merupakan pembunuh nomor satu di Rumah Sakit Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.3Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan Riskesdas tahun 2008 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen.Menurut Yastroki, terdapat kecenderungan meningkatnya jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Dari jumlah total penderita stroke di Indonesia sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke.4,5 Berdasarkan data dari Departeman Neurologi FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan pada tahun 2011, dari seluruh penderita yang dirawat di bangsal rawat inap bagian Neurologi sebanyak 661 orang dimana sebanyak 281 orang (43%) diantaranya adalah stroke iskemik.6 2.1.3.Patofisiologi Stroke Iskemik Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya adalah aterosklerosis, dengan mekanisme trombosis yang menyumbat arteri besar dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. 2.1.3.1 Aterosklerosis Istilah aterosklerosis berasal dari bahasa Yunani, athere berarti lemak, oma berarti masa dan skleros berarti keras.28Pada aterosklerosis terjadi pengerasan dinding arteri akibat penimbunan berbagai komponen termasuk lipid, kristal Ubiversitas Sumatera Utara kolesterol dan garam-garam kalsium yang mengakibatkan arteri menjadi kaku. Proses ini pada akhirnya akan menyebabkan penyempitan lumen arteri.29 Menurut definisi WHO, aterosklerosis merupakan kombinasi dari perubahan tunika arteri, yang meliputi penimbunan lemak dan karbohidrat, yang diikuti oleh terbentuknya jaringan fibrosis, kalsifikasi dan disertai perubahan pada tunika media arteri.30 Aterosklerosis bukanlah suatu penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu proses patogenesis terjadinya infark, baik secara serebral maupun miokard. Aterosklerosis merupakan hasil interaksi yang kompleks dari berbagai faktor, meliputi disfungsi endotel, perekrutan monosit, inflamasi, proliferasi sel otot polos, akumulasi dan oksidasi lipid, nekrosis, kalsifikasi dan trombosis. Aterosklerosis itu sendiri bukanlah suatu penyakit yang berbahaya, tetapi apabila plak aterosklerosis rupturdan terjadi ketidakseimbangan antara faktor trombogenik dan mekanisme proteksi maka dapat menyebabkan terjadinya trombosis.31,32,33 Kerusakan endotel menyebabkan perubahan permeabilitas endotel, perubahan sel endotel atau perubahan hubungan antara sel endotel dengan jaringan ikat di bawahnya. Sel endotel dapat terlepas sehingga terjadi hubungan langsung antara komponen darah dengan dinding arteri. Kerusakan endotel akan menyebabkan pelepasan growth factor yang akan merangsang masuknya monosit ke lapisan intima pembuluh darah. Demikian pula halnya lipid akan masuk ke dalam pembuluh darah melalui transport aktif dan pasif. Monosit pada dinding pembuluh darah akan berubah menjadi makrofag oleh Macrophage Colony StimulatingFactor (M-CSF), akan memfagosit kolesterol LDL, sehingga akan terbentuk sel busa“foam sel”, yang akan menjadi fatty streak (prekusor plak aterosklerosis) dan selanjutnya akan menjadi plak fibrosa. Aterosklerosis biasanya terjadi pada arteri-arteri dengan Ubiversitas Sumatera Utara aliran dan tekanan yang tinggi, seperti jantung, otak, ginjal dan aorta, khususnya pada percabangan arteri. Ini disebabkan karena area tersebut sering terdapat gangguan aliran darah sehingga mengurangi aktivitas molekul ateroprotektif endotel seperti nitrit oksida (NO) dan menyebabkan ekspresi vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1).34,35,36 Gambar 2.1 Formasi Sel Busa(Dikutip dari : Osterud)36 Pada disfungsi endotel dan aterosklerosis terjadi inflamasi disertai adanya tanda inflamasi antara lain IL-6, TNF-α, PAI-1 dan pada orang dengan obesitas dapat terjadi resistensi insulin dan hipertensi. Terjadi kenaikan IL-6, TNF-α, LDL-C serta penurunan HDL-C dan adiponektin. Inflamasi ini dapat menstimulasi hati untuk mengeluarkan fibrinogen dan CRP, Apo B, trigliserida menimbulkan ateroma yang Ubiversitas Sumatera Utara dengan aktivasi trombosit dapat terjadi keadaan “protrombotic state” hingga menimbulkan thrombus.34,35 2.1.3.2 Trombosis Menurut Triad of Virchow’s, trombosis terjadi karena kumpulan kelainan 3 faktor, meliputi perubahan dinding pembuluh darah (disfungsi endotel), perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah. Hilangnya sifat non-trombogenik menyebabkan aktivasi trombosit dan sistem pembekuan darah yang menghasilkan trombus. Trombus arteri biasanya berupa white thrombus yang terutama terdiri dari trombosit. Faktor risiko trombosis arteri adalah berbagai kondisi yang menyebabkan kerusakan endotel atau adanya kelainan trombosit. Bila ada kerusakan endotel, jaringan subendotel akan terpapar dan menyebabkan sistem pembekuan darah diaktifkan. Trombosit melekat pada jaringan subendotel terutama serat kolagen dan membran basalis. Adhesi trombosit sangat tergantung pada protein plasma yang disebut faktor von Willebrand’s (vWF) yang disintesis oleh endotel dan megakariosit. Faktor ini berperan sebagai perantara trombosit dan jaringan subendotel.19,33 Dalam proses pembentukan trombus, fibrinogen akan berikatan dengan trombosit yang beragregasi dengan perantaraan Gp IIb/IIIa, yaitu suatu senyawa glikoprotein yang berfungsi untuk menghubungkan antara trombosit dan fibrinogen yang akan menjadi benang-benang fibrin (fibrinmesh) oleh pengaruh trombin sehingga terbentuklah trombus.19,33 Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.2. Trombus pada pembuluh darah (Dikutip dari : Ross)33 2.1.4. Faktor Risiko37,38 Dahulu digunakan istilah Cerebrovasculer Accident untuk menggambarkan stroke, tetapi sekarang istilah tersebut tidak dipergunakan lagi karena stroke bukan merupakan suatu “kecelakaan” melainkan suatu keadaan yang sudah dapat diprediksi sebelumnya. Stroke merupakan tahapan klinis penyakit serebrovaskular dengan berbagai faktor risiko. Sejumlah faktor risiko telah diidentifikasi dan dapat dikelompokkan atas : • Faktor risiko yang tidak dapat diubah Termasuk didalamnya adalah : usia, jenis kelamin, keturunan, ras/suku • Faktor risiko yang dapat dimodifikasi Diantaranya : hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, hiperkolesterolemia, penyakit arteri karotis, merokok, konsumsi alkohol yang banyak Ubiversitas Sumatera Utara • Faktor yang dalam taraf penyelidikan epidemiologi Beberapa diantaranya adalah : inaktifitas fisik, obesitas, stress, hiperhomosisteinemia, antibodi fosfolipid dan Lp (a) 2.1.5. Klasifikasi Stroke Iskemik13,39,40 Berdasarkan penelitian terdahulu dijelaskan bahwa untuk mendiagnosis dan mendefinisikan subtipe stroke iskemik yang hanya berdasarkan gejala klinik sangatlah sulit dan tidak akurat. Adams dkk (1993), kelompok TOAST (Trial ofOrg 10172 in Acute Stroke Treatment), mengklasifikasikan subtipe stroke iskemik berdasarkan profil faktor risikonya, gambaran klinik, penemuan hasil CT-scan atau MRI, dupleks imaging arteri ekstrakranial, arteriografi dan pemeriksaan laboratorium. Klasifikasi TOAST ini mirip dengan klasifikasi yang dibuat oleh National Institute of Neurological Disorder and Stroke (NINDS), stroke Data Bank, suatu penelitian multisenter tentang etiologi stroke yang lebih awal dilakukan daripada TOAST (Adams HP, 1993). Klasifikasi tersebut diuraikan sebagai berikut : 2.1.5.1.Large artery atherosclerosis (embolus / thrombosis) Terdapat dua jenis stroke trombosis, yaitu 70% mengenai pembuluh darah besar seperti arteri karotis interna, arteri vertebra dan sirkulus wilisi dan 30% mengenai pembuluh darah kecil di dalam jaringan otak atau stroke lakunar. Trombosis pada pembuluh darah besar, biasanya terbentuk pada plak aterosklerotik. Aterosklerosis cenderung terjadi pada tempat penebalan intima, yang dianggap merupakan adaptasi fisiologis terhadap stres mekanik. Penebalan intima yang difus umumnya jinak tetapi penebalan intima yang eksentrik yang sering dijumpai pada bifurkasio atau percabangan kemudian hari cenderung berkembang menjadi plak aterosklerotik. Ubiversitas Sumatera Utara Bukti klinis adanya disfungsi kortikal, subkortikal, batang otak ataupun serebelum dengan ditemukannya lebih dari 50% distribusi lesi atau oklusi pembuluh darah intrakranial atau ekstrakranial dengan CT-Scan atau MRI pada infark lebih dari 1,5 cm. Diagnosis ini tidak tepat jika pada pemeriksaan arterial tidak ditemukan kelainan ataupun adanya pendukung baik dari perjalanan penyakit dan pemeriksaan penunjang adanya diagnosis lain. 2.1.5.2. Cardioembolism (high risk / medium risk) Emboli yang menyebabkan stroke dapat berasal dari jantung maupun arteri. Stroke kardioemboli dapat disebabkan oleh atrial fibrilasi, infark miokard baru, katup jantung prostetik, endokarditis, mural trombi dan kardiomiopati. Bukti klinis adanya disfungsi kortikal, subkortikal, batang otak ataupun serebelum dengan ditemukannya pada CT atau MRI lesion lebih dari 1,5 cm dan ditemukannya salah satu resiko tinggi (contohnya atrial fibrillation atau katup jantung mekanik) atau resiko sedang kelainan jantung (contohnya lone atrialfibrillation atau patent foramen ovale) pada pemeriksaan diagnostik (electrocardiogram, rhytm strip, monitoring jantung 24 jam, echocardiografi stransthoracic atau transesophageal). 2.1.5.3. Small-vessel occlusion (lakuner) Bukti klinis sindrom lakuner (gangguan motorik murni, gangguan sensorik murni, ataksia hemiparesis dan dysarthria clumsy hand) dengan hasil CT atau MRI yang normal atau lesi kurang dari 1,5 cm pada area yang divaskularisasi arteri-arteri perforantes kecil. Stroke lakunar merupakan suatu tipe stroke iskemik yang berlangsung singkat dengan prognosis baik, meliputi 20% dari seluruh stroke iskemik. 2.1.5.4. Stroke of other determined etiology Ubiversitas Sumatera Utara Stroke yang disebabkan oleh vaskulopati non aterosklerosis, gangguan hiperkoagulasi, gangguan hematologi dan penyebab stroke yang jarang setelah pemeriksaan diagnostik. Kategori lain harus disingkirkan. 2.1.5.5. Stroke of undetermined etiology (kryptogenik) Diagnosis ini jika ada dua atau lebih etiologi stroke, setelah pemeriksaan lengkap menghasilkan tidak ada sumber penyebab yang paling mungkin, atau pasien menjalani pemeriksaan yang belum lengkap. 2.1.6.Diagnosis Stroke Iskemik Untuk mendiagnosis kasus stroke, idealnya ditentukan dengan 2 alur yang sejalan yaitu berdasarkan observasi klinis dari karakteristik sindroma dan perjalanan penyakit, serta karakteristik patofisiologi dan mekanisme penyakit yang dikonfirmasi dengan data-data patologis, laboratorium, elektrofisiologi, genetik atau radiologis.9 2.1.6.1. Siriraj Stroke Score SSS = (2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan diastolik) – ( 3 x petanda ateroma) – 12 Bila skor > 1 perdarahan supratentorial skor < 1 infark serebri Dimana: Derajat kesadaran 0 = komposmentis 1 = somnolen 2 = sopor/koma Vomitus 0 = tidak ada 1 = ada Nyeri kepala 0 = tidak ada 1 = ada Ateroma 0 = tidak ada Ubiversitas Sumatera Utara 1 = salah satu atau lebih, diabetes, angina, penyakit pembuluh darah 2.1.6.2 Pemeriksaan radiologis CT-scan CT-scan merupakan suatu alat penunjang diagnostik yang menggunakan pencitraan sinar X dan memiliki kemampuan mendeteksi struktur otak dengan sangat baik, dipakai pada kasus-kasus emergensidan menentukan tingkatan dalam stroke. Pada kasus stroke, CT-scan dapat menentukan dan memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra.Pada stroke iskemik akan nampak gambaran hipodens pada CT-scan, sedangkan stroke hemoragik akan nampak gambaran hiperdens. Pada infark otak, pemeriksaan CT-scan mungkin tidak memperlihatkan gambaran jelas jika dikerjakan pada hari-hari pertama, biasanya tampak setelah 72 jam setelah serangan.41,42 Dengan adanya CT-scan, diagnosis stroke dapat lebih ditegakkan untuk mengkonfirmasi yang sebelumnya ditegakkan secara klinis. Penelitian Wang dkk(1998)terhadap 5042 pasien selama 2 tahun dengan pemeriksaan CT-scan memperoleh hasil sebesar 19,8% dilakukan untuk konfirmasi dan evaluasi terhadap kasus yang secara klinis diduga stroke. Dari pasien yang diduga secara klinis stroke 87% memang positif konfirmasi sebagai stroke. Dengan demikian CT-scan merupakan standar baku emas untuk penegakan diagnosis stroke.43 Pemeriksaan CT-scan telah rutin digunakan untuk konfirmasi diagnostik stroke (Rassmussen dkk,1992; Nakayama,1994). Akan tetapi, di Indonesia alat CTscan saat ini hanya terdapat di kota-kota besar terutama di beberapa ibukota provinsi karena harga alat dan biaya perawatannya mahal.10,11 Magnetic Resonance Imaging (MRI) Ubiversitas Sumatera Utara Perdarahan atau infark di batang otak sangat sulit diidentifikasi, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan MRI yang secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-scan. Namun kelemahan pemeriksaan MRI ini adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.41,42 2.1.6.3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa parameter yaitu pemeriksaan hematologi rutin, pemeriksaan kimia darah lengkap, pemeriksaan hemostasis.19 Hematologi rutin memberikan data tentang kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit, lekosit dan trombosit serta morfologi sel darah. Trombositemia meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus. Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia maupun hiperglikemia, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan mendeteksi adanya gangguan elektrolit baik untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisa gas darah juga perlu dilakukan, karena hipoksia dan hiperkapnia juga dapat menyebabkan gangguan neurologis. Pemeriksaan enzim jantung dikerjakan karena tidak jarang pasien stroke juga mengalami infark miokard. Penyakit jantung iskemik dijumpai pada 20% pasien dengan TIA dan stroke. PemeriksaanPT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.19 Ubiversitas Sumatera Utara 2.2.D-dimer 2.2.1.Definisi D-dimer adalah produk degradasi cross-linked yang merupakan hasil akhir dari pemecahan bekuan fibrin oleh plasmin dalam sistem fibrinolitik. Sejak 1990, tes D-dimer digunakan untuk pemeriksaan trombosis. Konsentrasi D-dimer plama dapat mewakili indikasi fibrinolisis. Suatu hasil tes yang menunjukkan kadar D-dimer dibawah nilai rujukan dapat mengesampingkan kecurigaan adanya trombus, namun pada hasil yang menunjukkan keadaan D-dimer di atas nilai rujukan dapat menandai adanya trombus namun tidak dapat menunjukkan lokasi kelainan dan menyingkirkan etiologi-etiologi potensial lain.19,20 2.2.2.Struktur dan Sintesis D-dimer44,45,46,47 Dalam proses pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin terbentuk pada tahap terakhir proses koagulasi. Fibrin dihasilkan oleh aktivitas trombin yang memecah fibrinogen menjadi fibrin monomer. Fibrinogen adalah glikoprotein dengan berat molekul 340 kDa. Terdiri dari 3 pasang rantai polipeptida yang tidak identik dan saling beranyaman yaitu 2 rantai Aα, 2Bβ, dan 2γ. Ketiga pasang rantai ini dihubungkan oleh 29 ikatan disulfida pada bagian N terminal. Pasangan rantai Aα dan Bβ memiliki fibrinopeptida berukuran kecil pada bagian terminal yang disebut sebagai fibrinopeptida A dan B. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Struktur Fibrinogen (Dikutip dari : Practical Guide)44 Proses perubahan fibrinogen menjadi fibrin terdiri dari 3 tahap yaitu tahap enzimatik, polimerisasi dan stabilisasi. Pada tahap enzimatik, melalui peranan trombin yang merubah fibrinogen menjadi fibrin yang larut, selanjutnya dipecah menjadi 2 fibrinopeptida A dan 2 fibrinopeptida B. Tahap polimerisasi, yang pertama terjadi pelepasan fibrinopeptida A yang menyebabkan agregasi side to side kemudian dilepaskan fibrinopeptida B yang akan mengadakan kontak dengan unitunit monomer lebih kuat sehingga menghasilkan bekuan yang tidak stabil. Tahap selanjutnya adalah stabilisasi dimana ada penambahan trombin, faktor XIIIa dan ion kalsium sehingga terbentuk unsoluble fibrin yang stabil. Trombin menyebabkan aktivasi faktor XIII menjadi XIIIa yang berperan sebagai transamidinase. Faktor XIIIa menyebabkan ikatan silang (cross-linked) fibrin monomer yang saling berdekatan dengan membentuk ikatan kovalen yang stabil (fibrin mesh). Rantai α dan γ berperan dalam pembentukan unsoluble fibrin yang stabil. Ubiversitas Sumatera Utara Plasminogen yang secara normal terdapat dalam plasma akan diserap oleh fibrin. Saat di dalam fibrin, plasminogen diubah oleh tissue-plasminogen activator (tPA) menjadi plasmin. Plasmin merupakan enzim fibrinolitik utama yang berfungsi memecah fibrinogen dan fibrin yang menghasilkan bermacam-macam produk degenerasi fibrinogen (FibrinDegradation Product/FDP). Jika plasmin melisiskan unsoluble fibrin, maka akan meningkatkan jumlah produk degradasi fibrin yang terlarut. Fibrin degradationproduct yang dihasilkan berupa fragmen X, Y, D dan E. Dua fragmen D dan satu fragmen E akan berikatan dengan kuat membentuk D-dimer. D-dimer adalah salah satu fase reaktan akut pada fungsi hemostasis. Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.4.Skema Pembentukan D-dimer (Dikutip dari : Adam SS)47 2.2.3.Peran Pemeriksaan D-dimer19,46 Pemeriksaan D-dimer secara tidak langsung dapat dipakai untuk menilai adanya abnormalitas kejadian trombotik, secara langsung dapat menilai adanya proses fibrinolisis, dan pemeriksaan tidak bersifat invansif. Hasil pemeriksaan kadar D-dimer memiliki nilai sensitivitas dan negative predictive valueyang tinggi untuk dua keadaan tersebut. Indikasi pemeriksaan D-dimer yaitu disseminated intravascular coagulation (DIC), deep vein thrombosis (DVT), pulmonary embolism (PE), venous dan arterialthrombosis (VT dan AT), terapi antikoagulan dan trombolitik serta sebagai parameter tambahan pada penyakit jantung koroner. 2.2.4.Metoda Pemeriksaan D-dimer Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah dengan menggunakan antibodi monoklonal yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer. Ada beberapa metoda pemeriksaan yaitu Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA), Immunometric Flow Through,Whole Blood Agglutination (WBA) dan Latex Agglutination (LA).19 Tabel 2.1 Perbandingan Pemeriksaan Kadar D-dimer (Dikutip dari : Adam S)47 Ubiversitas Sumatera Utara Metoda ELISA dianjurkan untuk dipakai sebagai baku emas pemeriksaan. Sensitivitas dan negative predictive value untuk D-dimer berkisar 90%. Antibodi dengan afinitas tinggi terhadap D-dimer dilapiskan pada suatu dinding atau microliter well dan mengikat protein dalam plasma. Antibodi kedua ditambahkan dan jumlah substansi berlabel yang terikat secara langsung sepadan dengan D-dimer yang diukur.21,48 Metoda immunometric fow through, dimana plasma penderita yang mengandung D-dimer diteteskan pada suatu membran yang dilapisi antibodi monoklonal dan kemudian ditambahkan conjugat yang mengandung partikel berwarna. Penentuan kadar D-dimer dilakukan dengan mengukur intensitas warna yang dihasilkan.47,49 Pada metoda whole blood agglutination menggunakan bi-spesifik antibodi yang mengenali epitop pada fragmen D-dimer dan sel darah merah. Sehingga dengan adanya peningkatan kadar D-dimer maka akan terjadi aglutinasi.49 Pada metoda latex agglutination menggunakan antibodi yang dilapiskan pada partikel latex. Metoda immunoturbidimetri, dimana latex agglutination ini menggunakan prinsip dengan sinar intensive dapat menembus ke dalam larutan yang keruh seperti suspensi latex yang digunakan dalam pengukuran Ddimer. Partikel latex dilapisi dengan antibodi monoklonal spesifik terhadap D-dimer. Jika dalam sampel terdapat antigen spesifik D-dimer, akan terbentuk suatu reaksi antigen-antibodi, dan diukur pada panjang gelombang 660 nm. Konsentrasi D-dimer dalam sampel sebanding dengan tingkat reaksi antigen-antibodi.48,50 Ubiversitas Sumatera Utara Gambar 2.5.ProsedurPemeriksaanDimexJr (Dikutip dari : PetunjukPenggunaanDimexJr)50 2.2.5.Bahan Pemeriksaan D-dimer Sampel darah vena yang dimasukan ke dalam vacutainer plastik (BD Vacutainer) berkapasitas volume 2,7ml yang mengandung natrium sitrat 3,2% dengan kadar 0,109 M (9:1), dikirim tanpa perlakuan khusus. Sampel disentrifugasi 3500 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan supernatan untuk dilakukan pemeriksaan kadar D-dimer, atausupernatandapatdisimpanpadasuhu - 2000Cstabilsampai 1 bulan.49 2.2.6.Interpretasi hasil D-dimer Hasil pemeriksaan kadar D-dimer secara kuantitatif dinyatakan dalam satuan ng/ml. Nilai cut off D-dimer dengan metoda latex agglutination500ng/ml.27 Kadar Ddimer yang lebih dari nilai normal rujukan menunjukkan adanya produk degradasi fibrin dalam kadar yang tinggi, mempunyai arti adanya pembentukan dan pemecahan trombus dalam tubuh. Kadar D-dimer yang normal dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding gangguan pembekuan darah sebagai penyebab dari gejala klinik yang ada.26 2.2.7. Faktor Interferensi51 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan D-dimer. Ubiversitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kadar D-dimer (Dikutip dari : Lippi G)51 2.3.Hubungan D-dimer dengan Stroke Iskemik Akut21,26 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar D-dimer meningkat pada fase akut stroke iskemik. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya sumbatan trombus atau embolus pada vaskular otak. Trombus tersusun oleh fibrin bersama dengan trombosit, Gp Ib, Gp IIb/IIIa, faktor von willebrand dan faktor jaringan (kolagen). Adanya trombus yang menyumbat aliran darah membuat tubuh akan melakukan homeostasis untuk menghancurkan trombus tersebut. D-dimer merupakan hasil akhir pemecahan fibrin oleh plasmin. Jadi pemeriksaan D-dimer akan sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengetahui adanya Ubiversitas Sumatera Utara pembentukan maupun pemecahan trombus. Hanya saja pemeriksaan D-dimer ini tidak dapat menunjukkan lokasi terjadinya trombus. Pada penelitian Smith, ditemukan bahwa fibrinogen, D-dimer, aktivitas PAI-1 dan faktor VIIa memiliki potensi peningkatan dalam memprediksi penyakit koroner atau stroke iskemik pada pria paruh baya. Barber dalam penelitiannya menyatakan bahwa kadar D-dimer yang diukur dengan 3 alat assay laboratorium komersial dapat digunakan sebagai prediktor independent stroke iskemik. Dari hasil-hasil penelitian tadi, sebagian besar menyiratkan D-dimer dapat menjadi suatu petanda trombosis pada manusia. Ubiversitas Sumatera Utara 2.4. KerangkaKonsep Stroke Iskemik Tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak. Gold Standard Stoke Iskemik : “CT-Scan” Keterbatasan CT-scan : - Harga dan biaya perawatannya mahal - Sulit mengenali tanda awal iskemik < 72 jam - Ketergantungan pada operator & ahli radiologi - Efek radiasi - Tidak untuk pemeriksaan rutin skrining stroke iskemik Petanda lain yang non invansif, sensitif, spesifik, stabilitas tinggi, mudah dan murah untuk mendeteksi adanya trombus : “D-dimer” Ustundag dkk : Hubungan yang kuat antara peningkatan D-dimer dengan mortalitas & perburukan neurologi Park dkk (Korea 2011) : Korelasi positif antara peningkatan kadar D-dimer dengan volume infark pada CT-scan Ubiversitas Sumatera Utara