BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Upaya peningkatan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sangat terkait
dengan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari
upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam kandungan sampai
lima
tahun
pertama
kehidupannya.
Ditujukan
untuk
mempertahankan
kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan kualitas hidup anak agar
mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik, mental, emosional maupun sosial
serta memiliki intelegensi majemuk sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes RI,
2005).
Pembinaan tumbuh kembang anak merupakan serangkaian kegiatan yang
sifatnya berkelanjutan antara lain berupa peningkatan kesejahteraan anak pada
pemenuhan kebutuhan dasar dan hak-hak anak seperti makanan, kesehatan,
perlindungan, memperoleh kasih sayang, interaksi, rasa aman, stimulasi serta
kesempatan belajar (BKKBN, 2007).
Anak batita adalah sekelompok penduduk yang berusia 1-3 tahun (batita
tetapi tidak termasuk bayi). Di Indonesia terdapat jumlah anak batita
0 - 3
Tahun mencapai sekitar 13,6 juta jiwa. Di Sumatera Utara jumlah anak batita
867.784 jiwa (Pusdatin Kemenkes, 2010). Sedangkan jumlah batita di Kelurahan
Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo adalah 153 jiwa (Kelurahan Panji Dabutar,
2013).
Universitas Sumatera Utara
Masa batita merupakan masa yang paling penting dalam pertumbuhan fisik
maupun perkembangan struktur dan fungsi tubuh, emosi, intelektual, serta tingkah
laku. Perkembangan moral dan dasar-dasar kepribadian juga terbentuk pada masa
ini. Oleh karena itu, pemberian makanan pada batita tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan gizi tetapi untuk pengalaman sosial anak sehingga berfungsi untuk
mendidik anak (Uripi, 2004).
Kebutuhan dasar pada manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
dalam menjaga keseimbangan baik secara fisiologis maupun psikologis. Hal ini
tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Abraham
Maslow mengemukakan teori hirarki kebutuhan yang menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan
rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki,
kebutuhan harga diri, serta kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis
merupakan
kebutuhan paling dasar pada manusia. Antara lain pemenuhan
kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan),
eliminasi, istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual
(Potter & Perry, 2005).
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan di bawah sadar di mana orang
tersebut dapat dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau
rangsangan yang lain sehingga mampu tersadarkan kembali. Tidur harus
dibedakan dengan koma, yang merupakan keadaan tidak sadar yang tidak mampu
dibangunkan (Guyton & Hall, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Anak memiliki kebiasaan lama tidur yang berbeda. Hal ini tergantung dari
banyak faktor, termasuk salah satunya adalah berdasarkan usia anak itu sendiri.
Pada usia awal-awal kelahirannya, anak tentunya memiliki tidur yang paling lama.
Kemudian seiring usia bertambah, anak mulai mengurangi jumlah jam tidurnya.
Selain itu, kebiasaan yang diterapkan oleh orang tuanya mengenai jam tidur, juga
menjadi faktor penentu kebiasaan tidur anak. Sebagai orang tua harus mampu
mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan anak lama tidur. Selain itu, pekerjaan
dan aktivitas orang tua juga mempengaruhi kebiasaan tidur anak(Rosdiana, 2007).
Di sejumlah negara, antara lain, di Beijing, China dikatakan 23,5 % anak
usia 2-6 tahun mempunyai gangguan tidur. Di Swiss, ada 20 % anak usia 3 tahun
terbangun setiap malam. Sedangkan di Amerika, sebanyak 84 % anak usia 1-3
tahun menderita gangguan tidur yang menetap (sulit untuk tidur pada waktu
malam atau terbangun saat malam. Namun, bila dicermati, keluhan ini tidak
ditanggapi secara serius. Padahal gangguan ini bila tidak tertangani dengan baik
dapat mengganggu tumbuh dan berkembangnya anak. Pada 2004-2005 di lima
kota besar di Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang dan Batam),
sebanyak 72,2 % orang tua menganggap masalah tidur pada balita bukan masalah
atau hanya merupakan hal kecil. Hal yang sama juga mengungkapkan, ada sekitar
44% batita yang mengalami gangguan tidur seperti sering terbangun di malam
hari dan kurang tidur. Batita dikatakan mengalami gangguan tidur jika pada
malam hari tidurnya kurang dari 9 jam, terbangun lebih dari 3 kali dan lama
terbangunnya lebih dari 1 jam. Selama tidur batita terlihat selalu rewel, menangis
dan sulit tidur kembali (Rosita, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu
dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah,
mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau
mengantuk (Hidayat, 2005)
Kualitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keadaan
ruang tidur, peralatan yang digunakan saat tidur, posisi tidur, ada atau tidaknya
depresi ataupun gangguan tidur, dan lama tidur. Walaupun lama tidur
mempengaruhi efektivitas aktivitas saat terjaga, kualitas tidur lebih berperan
dalam efektivitas saat terjaga (Smith, 2012).
Kualitas tidur pada anak akan menurun ketika terjadi masalah
Adapun masalah
tidur.
tidur yang paling umum pada anak adalah menangis atau
terbangun di tengah malam, meninggalkan tempat tidur, mimpi buruk dan teror
malam hari, takut gelap, tidur berjalan. Untuk mengatasi masalah tidur pada anak
(batita) dapat dengan pemberian susu (Thompson, 2003).
Susu formula lanjutan merupakan minuman bergizi untuk bayi berusia 6
bulan ke atas. Kandungan vitamin D dan besinya lebih banyak dibandingkan ASI
atau susu sapi. Susu ini umumnya mengandung kassein, sejenis protein yang
terdapat pada susu. Susu mengandung alfa protein cukup tinggi sekitar 18 % dari
jumlah total protein dimana alfa protein kaya akan asam amino yang sangat
berguna untuk tumbuh kembang anak, terutama triptofan (Wahyu, 2005).
Kadar peningkaan alfa protein secara langsung dapat meningkatkan
triptofan yang memiliki hubungan dalam peningkatan tidur aktif yang lebih lama
Universitas Sumatera Utara
dari pada anak yang mendapatkan susu tanpa penambahan alfa protein atau
triptofan. Bila anak mendapatkan alfa protein yang cukup tinggi maka anak
tersebut akan mendapatkan peningkatan kualitas tidur yang baik, sehingga
kecukupan waktu tidur anak akan berpengaruh pada perkembangan kecerdasan
dan tumbuh kembang anak karena disaat tidur pertumbuhan otak dan fisik anak
berkembang secara optimal (Wahyu, 2005).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Juwita (2008), yang bertujuan
melihat perbedaan kualitas tidur balita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu
formula dan tidak mengkonsumsi susu formula di Kelurahan Mangga Medan
Tuntungan, diperoleh bahwa ada perbedaan kualitas tidur balita dengan kebiasaan
mengkonsumsi susu formula dan tidak mengkonsumsi susu formula. Dimana
responden balita dengan kebiasaan mengkonsumsi susu formula mengalami
kualitas tidur yang baik (97%) dan responden yang mengalami kualitas tidur
buruk (3%). Sedangkan responden balita dengan kebiasaan tidak mengkonsumsi
susu formula mengalami kualitas tidur baik(78%) dan responden yang mengalami
kualitas tidur buruk (22%).
Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap
kualitas tidur pada batita dan penelitian akan dilaksanakan di Kelurahan Panji
Dabutar Kecamatan Sitinjo.
Universitas Sumatera Utara
2. Rumusan Masalah
Anak yang mengkonsumsi susu formula yang diperkaya alfa protein akan
menyebabkan tidur anak lebih nyenyak dan tidak terlalu cengeng, dan akan
memiliki daya tangkap serta fungsi kognitif lebih optimal (Wahyu, 2005).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang maka dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini yaitu, bagaimana pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu
formula terhadap kualitas tidur pada batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan
Sitinjo ?
3. Tujuan Penelitian
3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap
kualitas tidur pada batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.
3.2 Tujuan Khusus
3.2.1 Mengidentifikasi karakteristik responden
3.2.2 Mengidentifikasi kualitas tidur batita yang mengkonsumsi
susu
formula di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.
3.2.3 Mengidentifikasi kualitas tidur batita yang tidak mengkonsumsi
susu formula di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan Sitinjo.
3.2.4 Mengidentifikasi kebiasaan mengkonsumsi susu formula terhadap
kualitas
tidur batita di Kelurahan Panji Dabutar Kecamatan
Sitinjo.
Universitas Sumatera Utara
4. Manfaat Penelitian
4.1 Pendidikan Keperawatan
Memberikan informasi bagi peserta didik di institusi pendidikan
keperawatan tentang pengaruh kebiasaan mengkonsumsi susu formula
terhadap kualitas tidur pada batita.
4.2 Praktek Keperawatan
Meningkatkan pemahaman dan memberikan informasi kesehatan ini kepada
perawat bahwa kebiasaan mengkonsumsi susu formula dapat meningkatkan
kualitas tidur batita.
4.3 Bagi Peneliti
Menerapkan metodologi penelitian dan memberikan asuhan keperawatan
untuk meningkatkan kualitas tidur batita dengan kebiasaan mengkonsumsi
susu formula.
Universitas Sumatera Utara
Download