RANCANG BANGUN MODEL SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS UNTUK SISTEM RANTAI PASOKAN BERAS DI PROPINSI DKI JAKARTA DADANG SURJASA SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : RANCANG BANGUN MODEL SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS UNTUK SISTEM RANTAI PASOKAN BERAS DI PROPINSI DKI JAKARTA adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir dari disertasi ini. Bogor, Agustus 2011 Dadang Surjasa F 361 040 101 ABSTRACT DADANG SURJASA. Model Design of Intelligent Decision Support System for Rice Supply Chain System in DKI Jakarta Province. Guided by E. GUMBIRA SA`ID, BUSTANUL ARIFIN, SUKARDI. DKI Jakarta is the region which has a very large population but it is not supported directly by rice field area that can meet the needs of rice for its population. Cipinang rice market center (PIBC) managed by PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) is expected to be a party that can manage and control the rice for food security, especially in the Jakarta area. There are several important aspects to be considered by FSTJ in regulating and controlling food security. These aspects are the supply of rice, rice price, rice supplier selection, transportation and distribution aspects of rice as well as the performance aspect of the rice supply chain. The purpose of this study was to develop a model of intelligent decision support system for rice supply chain that covers all these aspects effectively and ef ficiently. There were several methods used in this study. Artificial neural network was used to analyze aspects of the supply and price of rice, TOPSIS was used to analyze the rice suppliers selection, simulated annealing was used to analyze the distribution and transportation of rice and fuzzy inference system was used to analyze the performance of the rice supply chain. Analysis results showed that the accuracy of forecasting models to forecast the supply of rice and to forecast rice prices have reached more than 90 percent. Rice supplier selection model is effectively able to sort the suppliers of rice based on predetermined criteria. Transportation and distribution model has effectively been able to make the shortest route to distribute the rice. This model also has been able to make the sequence assignment of vehicles to deliver the rice to its customers. Finally, the rice supply chain performance model also effectively has been able to measure the performance of supply chain that accommodates the input factors. According to the results of analysis and experts opinion, there were advantages and disadvantages of the model produced, but they can be verified and they were also valid. Keywords : Model, Intelligence Decision Support System, Rice, Supply Chain, DKI Jakarta. RINGKASAN DADANG SURJASA. Rancang Bangun Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA`ID, BUSTANUL ARIFIN, SUKARDI. DKI Jakarta adalah kota metropolitan yang memiliki jumlah penduduk sangat besar tetapi tidak ditopang langsung oleh kemampuan daerah tersebut dalam menghasilkan komoditas beras yang dapat memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Keadaan tersebut membuat Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta harus selalu mengupayakan ketahanan pangan baik dari faktor kecukupan pasokan beras maupun dari faktor harga beras yang stabil. Untuk itu Pemda DKI Jakarta menugaskan PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) sebagai badan hukum yang dapat mengatur dan menjaga ketahanan pangan, khususnya untuk komoditas beras di wilayah DKI Jakarta. FSTJ mencoba mewujudkan keinginan Pemda DKI Jakarta tersebut melalui usaha yang dilakukan dengan cara mengkoordinir para pengusaha beras yang berada di area pasar induk beras Cipinang (PIBC). Koordinasi FSTJ terhadap para pengusaha beras di PIBC meliputi koordinasi dari sisi pasokan beras maupun dari sisi harga beras. Dari sisi pasokan beras, FSTJ diharapkan dapat mengatur kecukupan pasokan beras bagi warga penduduk DKI Jakarta dalam memenuhi kebutuhan pangan setiap hari dan dari sisi harga beras, FSTJ diharapkan dapat menjaga stabilitas harga beras sehingga warga penduduk DKI Jakarta dapat memperoleh beras tersebut dengan harga yang terjangkau. Dalam kondisi ketika pasokan beras yang masuk ke wilayah DKI Jakarta kurang atau ketika harga beras melonjak di atas daya beli warga masyarakat, maka FSTJ meminta bantuan badan urusan logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk melakukan operasi pasar beras supaya pasokan beras tercukupi atau harga beras dapat terjangkau kembali oleh warga masyarakat DKI Jakarta. Untuk menjaga pasokan beras yang dapat mencukupi kebutuhan warga masyarakat DKI Jakarta dan dengan harga beras yang stabil, FSTJ perlu melakukan prakiraan pasokan maupun prakiraan harga beras setiap waktu. Terkait dengan jumlah pasokan beras, FSTJ perlu mengkoordinir para pengusaha beras di PIBC agar selalu melakukan proses pengadaan beras secara efektif dan efisien dari para pemasok beras. Terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan warga masyarakat DKI Jakarta terhadap beras tersebut, FSTJ juga perlu mengkoordinir para pengusaha beras di PIBC agar selalu dapat menyalurkan beras ke para distributornya di seluruh wilayah DKI Jakarta secara efektif dan efisien. Terkait dengan kinerja, FSTJ perlu memiliki ukuran kinerja yang dapat memonitor dan mengevaluasi kinerja rantai pasokan berasnya setiap waktu. Dari permasalahan perberasan di DKI Jakarta tersebut, terdapat beberapa aspek penting yang perlu dikaji lebih lanjut khususnya yang berhubungan dengan masalah rantai pasokan beras di Provinsi DKI Jakarta. Adapun aspek-aspek penting yang diteliti tersebut adalah aspek pasokan beras, aspek harga beras, aspek pemilihan pemasok beras, aspek distribusi dan transportasi beras serta aspek kinerja rantai pasokan beras. Sehubungan dengan permasalahan perberasan di Provinsi DKI Jakarta tersebut, penelitian ini memiliki tujuan untuk menghasilkan model sistem pendukung keputusan untuk rantai pasokan beras yang efektif dan efisien yang mencakup model prakiraan pasokan beras, model prakiraan harga beras, model pemilihan pemasok beras, model distribusi dan transportasi beras serta model kinerja rantai pasok beras. Model dibangun melalui model konseptual yang selanjutnya dikembangkan menjadi program komputasi dengan menerapkan tiga buah metode artificial intelligence (AI) dan satu buah metode analitik. Metode AI yang dipergunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST) untuk subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, metode simulated annealing untuk subsistem distribusi dan transportasi beras dan metode fuzzy inference system (FIS) untuk subsistem kinerja rantai pasokan beras, sedangkan metode analitik yang dipergunakan adalah metode technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS) untuk subsistem pemilihan pemasok beras. Model dari subsistem yang pertama adalah model prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan (JST). Data pasokan beras maupun data harga beras diperoleh dari database FSTJ. Hasil prakiraan dari pasokan beras yang masuk ke wilayah DKI Jakarta selanjutnya dibandingkan dengan kebutuhan beras dari penduduk DKI Jakarta pada suatu waktu. Dari hasil perbandingan tersebut dapat dinyatakan suatu peringatan dini (early warning system) yang menyatakan apakah pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu tersebut dalam kondisi aman atau pasokan beras harus diwaspadai atau pasokan beras dalam kondisi rawan. Demikian pula dengan hasil prakiraan dari harga beras pada suatu waktu selanjutnya dibandingkan dengan harga beras rata-rata empat periode sebelumnya. Hasil dari perbandingan tersebut juga berupa suatu peringatan dini apakah harga beras di wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu itu masuk ke dalam kondisi harga beras aman atau harga beras harus diwaspadai atau masuk ke dalam kondisi harga beras rawan. Dengan informasi peringatan dini tersebut, pihak yang berkepentingan seperti FSTJ dapat melakukan antisipasi apabila prakiraan pasokan maupun harga beras berada dalam kondisi rawan. Apabila prakiraan pasokan beras maupun harga beras menunjukkan kondisi rawan, maka FSTJ selanjutnya dapat menghubungi pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk meminta agar dilakukan operasi pasar. Model dari subsistem yang ke dua adalah model pemilihan pemasok beras. Model tersebut dirancang untuk mendapatkan pemasok beras terpilih yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC. Model dikembangkan dengan menggunakan metode TOPSIS. Metode TOPSIS adalah salah satu metode yang dapat menyelesaikan persoalan multy criteria decision making (MCDM). Input untuk model tersebut dapat berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. Input yang dipergunakan tersebut berupa jumlah alternatif dari berbagai daerah yang memasok beras ke PIBC dan berbagai kriteria perberasan baik kriteria dari pemasok beras maupun kriteria dari komoditas beras itu sendiri. Hasil dari model tersebut adalah urutan peringkat pemasok beras dari peringat pertama sampai peringkat terakhir yang sudah mempertimbangkan berbagai kriteria perberasan tersebut. Dengan hasil urutan peringkat pemasok beras ini, para pelaku usaha perberasan di PIBC dapat mengambil keputusan, beras dari daerah mana saja yang dapat diambil untuk menjadi komoditas usahanya. Model dari subsistem yang ke tiga yaitu model distribusi dan transportasi beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode simulated annealing. Input untuk model pada subsistem distribusi dan transportasi beras tersebut adalah jarak antar pelanggan yang merupakan distributor beras di seluruh wilayah DKI Jakarta, banyaknya permintaan beras dari pasar tersebut serta kendaraan dan bobot kendaraan yang dipergunakan. Hasil dari model tersebut adalah rute terpendek dan banyaknya kendaraan yang dipergunakan untuk menyalurkan beras tersebut ke pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta. Dengan hasil tersebut, para pelaku perberasan dapat menyalurkan sejumlah beras ke berbagai pasar beras dengan menggunakan jumlah kendaraan yang tepat dan dengan rute terpendek. Dengan demikian para pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat menyalurkan beras tersebut dengan biaya transportasi yang lebih efisien. Model subsistem ke empat yaitu model kinerja rantai pasokan beras. Model tersebut diperoleh dengan menggunakan metode fuzzy inference system (FIS). Input untuk model tersebut terdiri dari tiga subsistem sebelumnya yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras dan subsistem distribusi dan transportasi beras. Hasil dari model tersebut adalah ukuran kinerja dari rantai pasokan beras. Dengan hasil tersebut, para pelaku usaha perberasan di PIBC khususnya dapat mengukur kinerja rantai pasokannya apakah masuk ke dalam kategori baik, cukup baik atau tidak baik. Dengan adanya ukuran kinerja tersebut, para pelaku perberasan di PIBC dapat juga mengantisipasi apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan supaya kinerja rantai pasokannya di masa mendatang lebih baik dari pada kinerja saat ini. Semua model dari ke empat subsistem yang dihasilkan pada penelitian ini telah memenuhi kriteria efektifitas dan efisiensi juga telah memenuhi prosedur verifikasi dan validasi, sehingga semua model yang dihasilkan dapat diverifikasi (verified) dan valid. Kata Kunci : Sistem Pendukung Keputusan, Rantai Pasokan, Jaringan Syaraf Tiruan, TOPSIS, Simulated Annealing, Fuzzy Inference System, Kinerja Rantai Pasokan Beras, DKI Jakarta. . © Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. RANCANG BANGUN MODEL SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN CERDAS UNTUK SISTEM RANTAI PASOKAN BERAS DI PROVINSI DKI JAKARTA DADANG SURJASA Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 Penguji Pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Marimin 2. Dr. Ir. Sri Hartoyo Penguji Pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Eriyatno, MSAE. 2. Prof. Dr. M. Husein Sawit, MSc. Judul Disertasi : Rancang Bangun Model Sistem Penunjang Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta Nama : Dadang Surjasa No. Mahasiswa : F 361 040 101 Program Studi : Teknologi Industri Pertanian Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa`id, MA. Dev. Ketua Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MSc. Anggota Dr. Ir. Sukardi, MM. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dr. Ir. Machfud Tanggal Ujian : 15 Agustus 2011 Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal Lulus : 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya yang telah diberikan, sehingga disertasi yang berjudul Rancang Bangun Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta ini berhasil diselesaikan. Penulis sangat menyadari penelitian dan penulisan disertasi pada program studi Teknologi Industri Pertanian (TIP) di IPB ini tidak akan pernah dapat diselesaikan dengan baik dan tuntas apabila tidak dibimbing dan tidak didukung oleh berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa`id, MA. Dev., Bapak Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, MSc. dan Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM., atas semua bimbingan, arahan, semangat, motivasi dan petunjuk yang telah banyak diberikan kepada penulis. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel, Bapak Dr. Ir. Tomy Perdana, Bapak Dr. Ir. Rika A. Hadiguna, Bapak Setijadi, ST, MT, Bapak Drs. Nellys Sukidi, MM., Bapak Suminta, SE., Bapak Dodiek Ary Setyono, MSc., Ibu Nurul Shantiwardani, SE. serta Bapak Ayong Suherman Dinata, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan menjadi responden pada penelitian ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dadan Umar Daihani, Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Syamil, Bapak Prof. Dr. Ir. Nyoman Pujawan, Bapak Prof. Dr. M. Husein Sawit, Bapak Dr. Ir. Taufik Djatna, Bapak Dr. Ir. Suprayogi, Ibu Dr. Ir. Docki Saraswati, Ibu Dr. Ir. Didien Suhardini, Ibu Dr. Ir. Tiena G. Amran, Ibu Ir. Dewi Cokorda, MM., Bapak Dr. Parwadi, Bapak Dr. Nofrisel, Bapak Dr. Ir. Acep R. Jayaprawira, Bapak Dr. Suharjito, serta Bapak Ir. Alexie Herryandie MT., yang telah memberi inspirasi tersendiri dalam penulisan disertasi ini. 4. Ibu Dr. Pudji Astuti, MT., Ibu Ir. Triwulandari, MM., Ibu Ir. Dorina Hetharia, MSc., Ibu Ir. Nora Azmi, MT., Bapak Ir. Sucipto Adisuwiryo, MM., Bapak Ir. Andri Bagio, MT., Bapak Ir. Wawan Kurniawan, MT., Bapak Dedy Sugiarto, SSi., MM., Ibu Ir. Iveline A. Marie, MT. serta Ibu Rina Fitriana, ST., MM., selaku rekan seperjuangan pada Program Pascasarjana S3 TIP IPB. 5. Seluruh rekan dosen dan staf pada Program Studi Teknik Industri di Universitas Trisakti yang telah banyak memberikan dukungan, do’a dan motivasi guna penyelesaian disertasi ini. 6. Saudara kami Ibu Prof. Dr. Tiktik Sartika, Ibu Dra. Sri Wahyuni, MM. dan keluarga, Bapak Ir. Syarif Hidayat, M.Eng Sc. MM., Bapak Budi Handaru, Bapak Pitoyo dan keluarga, Bapak Ir. Idrus Kadir, SE. beserta Dina Indriyani Nasution yang selalu mengikuti perkembangan dan turut berdo’a untuk kelulusan saya pada program S3 ini. 7. Sahabat setia Puthut Wibowo, ST., Roynaldo, ST., Rizky M. Sampurno, ST. dan Muhammad Abrar yang telah menjadi teman diskusi dalam menyelesaikan program komputasi yang banyak memakan waktu. 8. Istri tercinta Tita Puspitasari, SSi. MSi., beserta semua anak-anak tersayang Muhammad Zuhudi Suryasa, Maharani Afifah Putri Suryasa, Mahatma Ridwan Suryasa dan Nisrina Marwa Putri Suryasa yang telah sabar dan ikhlas mengijinkan suami dan ayahnya guna menyelesaikan program S3 TIP di IPB ini. 9. Yang tersayang dan tercinta, ayahanda Dadang Raisan (Alm.), Ibunda Siti Djumiradj, Bapak H. Arim Muhali, SH., Ibu Hj. Etty Herliati beserta seluruh adik, kakak dan adik ipar, Tedi Permadi, SS. MS., Rosita, SSi., Lina Marlina, S.Pd., Nia Ratnaningsih, Purnama, SPd., Firman, SSi., Sri Pupung, ST., Oom Komalasari dan Iwa Kustiwa, SH. yang telah mendoakan dan mendukung penulis guna menyelesaikan Program Doktor di TIP IPB ini. 10. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian studi Program Doktor ini. Semoga semua kebaikan dan kebajikan dibalas oleh Allah SWT. Penulis menyadari kemungkinan masih ada kekurangan pada penulisan disertasi ini sehingga penulis mengundang kritik dan saran yang membangun. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pembaca. Bogor, Agustus 2011 Dadang Surjasa RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada 27 Juni 1968 dari orang tua yang bernama Dadang Raisan (Alm.) dan Siti Djumiradj. Penulis adalah anak pertama dari tujuh bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Babakan Surabaya X Bandung dan lulus tahun 1981, pendidikan tingkat menengah pertama di SMPN 4 Bandung dan lulus tahun 1984 serta pendidikan tingkat menengah atas di SMAN 3 Bandung dan lulus tahun 1987. Penulis lulus dari program sarjana (S1) dari Jurusan Matematika Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1993. Selanjutnya penulis menyelesaikan program Pascasarjana (S2) pada Program Studi Teknik dan Manajemen Industri di Universitas Indonesia (UI) dan lulus pada tahun 1998, sedangkan Program Pascasarjana (S3) diselesaikan oleh penulis pada tahun 2011 dari Program Studi Teknologi Industri Pertanian di Institut Pertanian Bogor (IPB). Sejak tahun 2001, penulis bekerja sebagai dosen tetap pada Program Studi Teknik Industri Universitas Trisakti dan sejak awal mengampu mata kuliah Aljabar Linier, Metode Numerik, Kalkulus, Manajemen Logistik dan Manajemen Rantai Pasokan. Saat ini penulis juga tercatat sebagai pengajar pada Program Pascasarjana di Jurusan Teknik Industri Universitas Trisakti untuk mata kuliah Manajemen Rantai Pasokan. Penulis juga pernah menjadi dosen tidak tetap pada Program Pascasarjana Institut Teknologi Bisnis Kalbe untuk mata kuliah Metode Kuantitatif Untuk Bisnis serta pernah menjadi dosen tidak tetap pada mata kuliah Aljabar Linear pada Program Studi Teknik Industri Universitas Indonesia. Sebelumnya penulis pernah bekerja di PT. Lucky Indah Keramik yang menghasilkan produk keramik (tableware) dan pernah bekerja di EAN Indonesia yang menghasilkan barcode untuk penomoran produk. Penulis dengan arahan dan bantuan pembimbing telah mempublikasikan tiga buah makalah yang merupakan bagian dari disertasi dalam seminar internasional dan jurnal nasional. Publikasi ke tiga makalah tersebut adalah : 1. Surjasa, D., E. Gumbira-Sa`id. 2009. Model Design of Intelligent Decision Support System For Supply Chain Management Of Rice In Indonesia (Case Study at DKI Jakarta Province). Proceeding of 3rd International Seminar On Industrial Engineering And Management (3rd ISIEM). Bali, Dec. 10 - 11. 2. Surjasa, D., E. Gumbira-Sa’id, B. Arifin, Sukardi. 2011. Rancang Bangun Model Prakiraan dan Peringatan Dini Untuk Pasokan dan Harga Beras di Propinsi DKI Jakarta Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal Teknik Industri Universitas Trisakti. Volume 1 No 3. November. ISSN 1411-6340. 3. Surjasa, D., E. Gumbira-Sa’id, B. Arifin, Sukardi. 2011. Analisis Rantai Pasokan Beras dan Rancang Bangun Model Pemilihan Pemasok Beras di Propinsi DKI Jakarta. Jurnal Ilmiah Teknik Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas Tarumanagara. Volume 1 No 2. November. DAFTAR ISI Halaman Daftar Tabel ………………………………………………………………. xviii Daftar Gambar ……………………………………………………………. xx Daftar Lampiran …………………………………………………………... xxiii Daftar Istilah ………………………………………………………………. xxv Bab I Bab II PENDAHULUAN …………………………………................... 1 1.1 Latar Belakang ………………………………………........... 1 1.2 Permasalahan Perberasan Nasional ………………………... 3 1.2.1 Masalah Harga Beras ………………………………… 3 1.2.2 Masalah Non Harga Beras …………………………... 5 1.3 Perumusan Masalah Perberasan di Provinsi DKI Jakarta ..... 7 1.4 Tujuan Penelitian ................................................................... 9 1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………. 9 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ………………………………..... 10 TINJAUAN PUSTAKA …..……………………….................... 13 2.1 Profil Beras Sebagai Komoditas Strategis ………..………... 13 2.2 Kondisi Perberasan Dunia ……..…………………………... 15 2.3 Kondisi Perberasan Nasional …………………...………….. 16 2.4 Kondisi Perberasan di Provinsi DKI Jakarta……………….. 23 2.5 Manajemen Logistik ……………………………..………… 26 2.6 SCM (Supply Chain Management) ….…………………….. 30 2.7 Pendekatan Sistem ………………………………………… 32 2.8 Modal Sosial (Social Capital) ……………………………... 33 2.9 Definisi Prakiraan (Forecasting Definition) ..……………... 34 2.10 Pemilihan Pemasok (Supplier Selection) …………...……. 35 2.11 IDSS (Intelligent Decision Support System) ……..………. 36 2.12 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) …….. 40 xv Halaman 2.13 TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) …………………………….……………… 47 2.14 VRP (Vehicle Routing Problem) …………………………. 49 2.15 Simulated Annealing ……………………………………... 52 2.16 FIS (Fuzzy Inference System) …………………………….. 53 2.17 Posisi Penelitian Terhadap Penelitian Terdahulu ………… 54 2.17.1 Penerapan Artificial Intelligent Pada Rantai 55 Pasokan …………………………….....…………… 2.17.2 Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan 57 Perberasan …………………………………………. 2.17.3 Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai Bab III Pasokan ……………………..……………………... 57 2.18 Gambaran Umum PIBC dan FSTJ ……………………….. 59 METODE PENELITIAN ….………………………................... 69 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ……..………… 69 3.2 Bagan Alir Dari Metode Yang Digunakan Dalam Bab IV Penelitian ……..…………………………………………… 71 3.3 Pengumpulan dan Metode Analisis Data ……..…………… 79 3.4 Konfigurasi Model IDSS Pada SCM Beras ………………... 80 RANCANG BANGUN MODEL PENELITIAN …................... 83 4.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras …..……….. 84 4.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras ……….…………….. 96 4.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras ....…………… 98 4.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras ………….............. 100 4.5 Model Matematika Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta ............................................................................ 104 xvi xvi Halaman Bab V Bab VI HASIL DAN PEMBAHASAN MODEL PENELITIAN ............ 107 5.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras …..……….. 112 5.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras ……….…………….. 115 5.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras ....…………… 118 5.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras ………….............. 126 5.5 Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta ............ 130 5.5.1 Rasionalitas Pemilihan Metode Dalam Pengembangan Model …………………………….. 5.5.2 Penilaian Pakar Terhadap Model yang Dihasilkan .. 131 136 5.5.3 Proses Verifikasi dan Validasi Pada Model Yang Dihasilkan …..……………………………………... 142 KESIMPULAN DAN SARAN ……………………................... 145 6.1 Kesimpulan ………………………………………………… 145 6.2 Saran ……………………………………………………….. 146 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...... 147 DAFTAR LAMPIRAN ……..…………………………………………...... 163 xvii xvii xviii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis Penggilingan Padi di Indonesia (Tahun 2002) …........ 6 Tabel 2 Produksi Beras Dunia Tahun 2005 – 2008 ………….…...... 15 Tabel 3 Perkembangan Impor Beras Dunia Tahun 2001 – 2004 ...... 15 Tabel 4 Perkembangan Impor Beras Dunia Tahun 2005 – 2008 ...... 16 Tabel 5 Data Perberasan Nasional 2004 – 2010 …………………… 16 Tabel 6 Produksi Padi 2006 – 2010 Menurut Propinsi …………….. 17 Tabel 7 Persyaratan Khusus Mutu Beras (SNI 01-6128-1999) ……. 18 Tabel 8 Distribusi Beras Dari PIBC ke Luar PIBC, 2005 – 2009 ..... 26 Tabel 9 Perbandingan Prakiraan Antara Metode JST dan Regresi ... 45 Tabel 10 Penelitian Terdahulu Mengenai Penerapan AI Pada Rantai Pasokan ……………………………………………………. 56 Tabel 11 Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan Perberasan .. 58 Tabel 12 Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai Pasokan .. 60 Tabel 13 Daftar Pemegang Saham PT. Food Statiun Tjipinang Jaya.. 62 Tabel 14 Jumlah Tenaga Kerja FSTJ Berdasarkan Pendidikan .......... 67 Tabel 15 Model Penelitian, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Data ……………………………………………… Tabel 16 Pemilihan Fungsi Aktivasi dan Algoritma Pelatihan Untuk JST ………………………………………………………… Tabel 17 80 90 Pemilihan Momentum Untuk JST Prakiraan Harga Beras IR 64/ III …………………………………………………... 90 Tabel 18 Pemilihan Toleransi Error Untuk JST Terbaik …………… 91 Tabel 19 Pemilihan Jumlah Neuron Hidden Untuk JST Terbaik …… 91 Tabel 20 Arsitektur JST Terbaik Untuk Prakiraan Harga Beras Tabel 21 xix IR 64/ III …………………………………………………... 91 Aturan Peringatan Dini Untuk Harga Beras ………………. 94 xviii Halaman Tabel 22 Arsitektur JST Terbaik Dengan Metode Backpropagation .. Tabel 23 Tingkat Akurasi Hasil Pengujian JST Terhadap Data 95 Aktual ……………………………………………………... 95 Tabel 24 Fuzzifikasi Tiga Input Data Untuk Fuzzy Inference System 102 Tabel 25 Fuzzifikasi Output Data Untuk Fuzzy Inference System ….. 102 Tabel 26 Aturan Jika – Maka Untuk Fuzzy Inference System ………. 103 Tabel 27 Penghematan Yang Dihasilkan Dari Metode Simulated Annealing .............................................................................. Tabel 28 Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Pasokan Beras ………………………………………………………. Tabel 29 137 Nilai Positif dan Negatif Dari Model Pemilihan Pemasok Beras ………………………………………………………. Tabel 31 137 Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga Beras ………………………………………………………. Tabel 30 125 138 Nilai Positif dan Negatif Dari Model Distribusi dan Transportasi Beras ………………………………………… 139 Tabel 32 Nilai Manfaat Model Penelitian Menurut Pakar ………….. 140 Tabel 33 Pembobotan Input Kinerja Rantai Pasokan Beras Menurut Tabel 34 xix Pakar ……..………………………………………………... 143 Hasil Verifikasi dan Validasi Dari Model Yang Dihasilkan 144 xx DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Pohon Industri Padi ........................................................... Gambar 2 Keterkaitan Yang Perlu Dibangun Untuk Pengembangan 14 SAP di Indonesia …………………................................... 19 Gambar 3 Ilustrasi Rancangan SAP ………………...…………........ 20 Gambar 4 Peta Sentra Produksi Padi ……………………………….. 21 Gambar 5 Pola Distribusi Perdagangan Beras Pada 15 Provinsi …… 22 Gambar 6 Distribusi Beras Dari Tujuh Kabupaten Ke DKI Jakarta ... 23 Gambar 7 Pola Distribusi Beras di DKI Jakarta ................................. 24 Gambar 8 Pola Distribusi Beras Dari Luar DKI Jakarta ke PIBC ...... 25 Gambar 9 Pola Distribusi Beras Dari PIBC ke Luar DKI Jakarta ...... 26 Gambar 10 Evolusi Manajemen Logistik Terpadu ............................... 27 Gambar 11 Sistem Logistik Secara Komprehensif ............................... 29 Gambar 12 Integrasi Manajemen Material dan Distribusi Fisik ........... 29 Gambar 13 Evolusi Logistik Dari Era 1960'an Sampai Tahun 2000'an 30 Gambar 14 Jaringan Dalam Modal Sosial …………………………… 34 Gambar 15 Siklus Dari Data, Informasi dan Keputusan Menjadi Aksi 37 Gambar 16 Struktur Dasar Decision Support System ........................... 38 Gambar 17 Karakteristik Decision Support System .............................. 39 Gambar 18 Komponen Decision Support System ............................ 40 Gambar 19 Susunan Syaraf Pada Manusia ........................................... 42 Gambar 20 Jaringan Syaraf Tiruan Banyak Lapisan ………………… 43 Gambar 21 Jaringan Syaraf Tiruan Tiga Lapis …….………..……….. 43 Gambar 22 Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan Terawasi …………. 44 Gambar 23 Arsitektur JST Backpropagation ……………………..….. 46 Gambar 24 Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian ...…….……….. 69 Gambar 25 Model Aktifitas Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta ….. 70 Gambar 26 Model Kinerja Rantai Pasokan Beras DKI Jakarta ……… 70 xxi xx Halaman Gambar 27 Bagan Alir Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Untuk Prakiraan Pasokan dan Harga Beras ....................... 73 Gambar 28 Bagan Alir TOPSIS Untuk Pemilihan Pemasok Beras ...... 75 Gambar 29 Bagan Alir Vehicle Routing Problem Dengan Simulated Annealing Untuk Distribusi dan Transportasi Beras ……. Gambar 30 Bagan Alir Fuzzy Inference System Untuk Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta …. Gambar 31 78 Konfigurasi Model IDSS Pada SCM Beras Untuk DKI Jakarta …………………………………………………… Gambar 32 77 81 Tahapan Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan serta Peringatan Dini Dari Pasokan dan Harga Beras ……………………………………………………... 83 Gambar 33 Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar …………………………… 87 Gambar 34 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner ……………………………… 87 Gambar 35 Fungsi Aktivasi Identitas (Purelin) ……………………… 87 Gambar 36 Tahap Pemilihan Pemasok Beras Menggunakan TOPSIS 98 Gambar 37 Proses FIS Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta …………………………. 101 Gambar 38 Input Data Untuk Proses FIS …………………………….. 102 Gambar 39 Input Data Untuk Basis Pengetahuan ……………………. 104 Gambar 40 Model Prakiraan Harga Beras dan Pasokan Beras ………. 107 Gambar 41 Model Pemilihan Pemasok Beras ……………………...... 109 Gambar 42 Model Distribusi dan Transportasi Beras ………………... 109 Gambar 43 Model Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta …… 110 Gambar 44 Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta ……. 112 Gambar 45 Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Pasokan Beras dari PIBC Ke DKI Jakarta ………………………... Gambar 46 Gambar 47 xxi 113 Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Harga Beras Muncul III ………………………………………… 114 Alternatif Daerah Para Pemasok Beras Ke PIBC ……….. 115 xxii Halaman Gambar 48 Berbagai Kriteria Perberasan Yang Ditetapkan PIBC ...... Gambar 49 Penilaian Pada Kriteria Terhadap Alternatif Pemasok Beras …………………………………………………….. Gambar 50 116 117 Daerah Pemasok Beras Terpilih Hasil Perhitungan TOPSIS ………………………………………………….. 117 Gambar 51 Tampilan Menu Distribusi dan Transportasi Beras ……... 119 Gambar 52 Tampilan Menu Produk Beras …………………………... 120 Gambar 53 Tampilan Jarak Lokasi Antar Para Pelanggan Beras …… 121 Gambar 54 Tampilan Menu Pesanan Dari Para Pelanggan Beras …… 122 Gambar 55 Tampilan Menu Kendaraan Untuk Distribusi dan Transportasi Beras ………………………………………. Gambar 56 Tampilan Penugasan Kendaraan Pada Pendistribusian Beras …………………………………………………….. Gambar 57 122 123 Tampilan Rute Terpendek Pada Pendistribusian Beras Dari PIBC Kepada Para Pelanggan ……………………… 123 Gambar 58 Model Kinerja Rantai Pasokan Beras Untuk DKI Jakarta . 127 Gambar 59 Tampilan Input Output Kinerja Rantai Pasokan Beras …. 128 Gambar 60 Tampilan Perubahan Input Output Pada Kinerja Rantai Pasokan Beras …………………………………………… Gambar 61 129 Tampilan Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta …………………………………………………… Gambar 62 Jumlah Pasokan Beras Rata-rata Per Minggu Dari PIBC Ke DKI Jakarta …………………………………………. Gambar 63 130 133 Harga Rata-rata Per Minggu Beras Jenis IR 64/ III dan Muncul/ III di PIBC …………………………………….. 134 Gambar 64 Histogram Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar …….. 141 Gambar 65 Diagram Jejaring Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar 141 xxiii xxii xxiv DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.1 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2005 …………………………………………… Lampiran 1.2 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2006 …………………………………………… Lampiran 1.3 165 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2008 …………………………………………… Lampiran 1.5 164 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2007 …………………………………………… Lampiran 1.4 163 166 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2009 …………………………………………… 167 Lampiran 2 Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation ...... 168 Lampiran 3 Algoritma TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) …………………………… 171 Lampiran 4.1 Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Pasokan Beras Pada Jaringan Syaraf Tiruan …………………………… Lampiran 4.2 Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras Muncul/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan ……………… Lampiran 4.3 Lampiran 7 xxv 181 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual Untuk Jenis Beras Muncul III …………………. Lampiran 6.3 179 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual Untuk Pasokan Beras …………………………... Lampiran 6.2 177 Hasil Pengujian 25 Pola Data Uji Menggunakan JST Backpropagation ……………………………………………. Lampiran 6.1 175 Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras IR 64/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan ………………... Lampiran 5 173 181 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual Untuk Beras IR64/ III …………………………. 182 Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu 183 xxiii Halaman Lampiran 8.1 Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Utara …… 186 Lampiran 8.2 Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat ……. 187 Lampiran 8.3 Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Barat ……. 190 Lampiran 8.4 Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Timur …. 191 Lampiran 8.5 Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Selatan …. 193 Lampiran 9 Tiga Skenario Distribusi dan Transportasi Beras Dengan Simulated Annealing ………………………... 194 Lampiran 10 Kuesioner dan Jawaban Para Pakar Terhadap Kuesioner 201 Lampiran 11.1 Proses Verifikasi Untuk Jaringan Syaraf Tiruan Pada Harga Beras Varietas Beras Muncul/ III ………………. Lampiran 11.2 Proses Verifikasi Untuk Aturan Peringatan Dini Pada Prakiraan Harga Beras Varietas Beras Muncul/ III ……. xxiv 210 216 xxvi DAFTAR ISTILAH NO 1. 2. ISTILAH Agriculture Employment Artificial Intelligence 3. Algoritma Genetika 4. ARIMA 5. Asimetri 6. If - Then Rule 7. Axon 8. Backpropagation 9. Badan Sel 10. Beras 11. Best Management Practice 12. BPS 13. Branch and Bound 14. BULOG PENGERTIAN Orang yang bekerja pada bidang pertanian. Kecerdasan yang ditunjukkan oleh suatu entitas buatan. Kecerdasan diciptakan dan dimasukkan ke dalam suatu mesin (komputer) agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan manusia. Beberapa macam bidang yang menggunakan kecerdasan buatan antara lain sistem pakar, permainan komputer (games), logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan dan robotika. Kelas khusus dari algoritma evolusioner dengan menggunakan teknik yang terinspirasi oleh biologi evolusioner seperti warisan, mutasi, seleksi alam dan rekombinasi (crossover). Autoregressive Integrated Moving Average, model statistik yang dipergunakan untuk analisis time series. Penelitian empiris yang membuktikan bahwa keterkaitan harga produksi pertanian di tingkat konsumen dan di tingkat produsen (petani) tidak seimbang. Dari sifat tersebut fluktuasi harga pertanian cenderung merugikan petani dan konsumen. Aturan jika-maka yang mendeskripsikan aksi yang akan dilakukan berdasarkan situasi dan kondisi. Bagian dari sel saraf makhluk hidup yang berfungsi menghantarkan sinyal ke sel saraf lainnya. Algoritma pembelajaran dari jaringan syaraf tiruan yang terawasi, biasa digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan. Bagian dari sel saraf makhluk hidup yang berfungsi memproses sinyal yang masuk dan menghasilkan sinyal hasil proses. Bagian dari bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari sekam. Metode atau teknik untuk mendapatkan cara yang paling efektif dan praktis dalam mencapai tujuan dari suatu pengelolaan. Badan Pusat Statistik, Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mempunyai fungsi pokok sebagai penyedia data statistik dasar, baik untuk pemerintah maupun untuk masyarakat umum, secara nasional maupun regional. Salah satu metode penyelesaian Vehicle Routing Problem dengan melakukan perhitungan pada setiap kemungkinan solusi sampai diperoleh solusi terbaik. Badan Urusan Logistik, lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga beras. Bulog dibentuk pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Sejak tahun 2003, status Bulog menjadi BUMN. xxv NO 15. ISTILAH C-H-S-P 16. 17. 18. Cianjur Slyp Cianjur Kepala Clark and Wright 19. 20. Council of Logistic Management. Computer Vision 21. 22. 23. Crisp CSCMP CVRP 24. Daihatsu Grandmax 25. Data Pelatihan 26. Data Pengujian 27. D-C-H-S-P-G 28. Defuzzifikasi 29. Delivery Schedule 30. Delphi 31. Delta Rule 32. Dendrite 33. Distribusi dan Transportasi 34. 35. DOLOG Delivery Time 36. DSS 37. Early Warning System 38. Ekonometrik xxvi PENGERTIAN Cleaner – Husker – Separator – Polisher, salah satu kombinasi permesinan pada penggilingan padi. Salah satu varietas beras yang diperdagangkan di PIBC. Salah satu varietas beras yang diperdagangkan di PIBC. Salah satu metode penyelesaian Vehicle Routing Problem dengan metode heuristik. Lembaga manajemen logistik dunia yang namanya berubah menjadi Council of Supply Chain Management Professional. Bidang kecerdasan buatan untuk membuat mesin dapat "melihat", dalam arti mampu mengekstrak informasi dari suatu citra. Nilai tegas pada logika fuzzy. Council of Supply Chain Management Professional. Capacitated Vehicle Routing Problem, salah satu tipe Vehicle Routing Problem di mana setiap kendaraan memiliki kapasitas terbatas. Jenis kendaraan di PIBC pengangkut pasokan beras dengan kapasitas angkut 3000 kilogram. Data yang digunakan dalam proses pelatihan jaringan saraf tiruan supaya jaringan dapat mengenali pola data. Data yang digunakan dalam proses pengujian dan validasi dari jaringan saraf tiruan. Dyer – Cleaner – Husker – Separator – Polisher – Grader, salah satu kombinasi permesinan dalam penggilingan padi. Proses perubahan dari himpunan fuzzy menjadi nilai crisp pada inferensi fuzzy. Jadwal pengantaran, pengantaran beras dari pasar induk beras Cipinang (PIBC) kepada para pelanggan/ distributor beras di seluruh wilayah DKI Jakarta. Lingkungan pengembangan aplikasi untuk bahasa pemrograman Object Pascal. Aturan pembelajaran berdasarkan penurunan gradien untuk perubahan bobot pada perceptron single layer. Bagian dari sel saraf makhluk hidup yang berfungsi menerima sinyal dari sel saraf lainnya ke badan sel. Salah satu aktifitas logistik/ rantai pasokan dalam mengantarkan barang/ jasa dengan menggunakan armada secara efektif dan efisien. Depot Logistik. Waktu pengantaran, ukuran yang dihitung berdasarkan waktu ketepatan pengantaran beras dari pemasok sampai masuk ke PIBC. Decision Support System (Sistem Penunjang Keputusan), sistem yang berfungsi mentransformasikan data dan informasi menjadi alternatif keputusan dan prioritasnya. Sistem peringatan dini. Salah satu metode statistik yang dapat digunakan untuk prakiraan. NO 39. ISTILAH El Nino 40. 41. Epoch Error 42. Exact Method 43. 44. Expert System FAO 45. FIS 46. 47. Fisher and Jaikumar Focal Company 48. 49. Food Station Forecasting 50. Forward propagation 51. FSTJ 52. Fungsi Aktivasi 53. Fungsi Identitas 54. Fuzzifikasi 55. 56. Fuzzy Mamdani GDP 57. 58. 59. GERBANG KERTASUSILA GIS Goal 60. Google Maps PENGERTIAN Gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan Samudra Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Satu iterasi pada proses pelatihan pada jaringan saraf tiruan. Galat, perbandingan antara hasil prakiraan dengan hasil yang sesungguhnya. Metode pasti, yaitu metode penyelesaian VRP yang melakukan perhitungan pada setiap kemungkinan solusi sampai diperoleh solusi terbaik. Lihat Sistem pakar. Food and Agriculture Organization, organisasi pangan dan pertanian internasional di bawah naungan PBB. Fuzzy Inference System, teknik pengambilan keputusan menggunakan logika fuzzy. Salah satu metode penyelesaian VRP dengan metode heuristik. Perusahaan inti yang dijadikan acuan dalam jaringan rantai pasokan. Tempat penampungan komoditas perdagangan bahan makanan. Salah satu aktifitas logistik/ rantai pasokan dalam memperkirakan suatu keadaan di masa mendatang. Perambatan maju, tahapan pada proses pembelajaran jaringan saraf tiruan. PT. Food Station Tjipinang Jaya, perusahaan pengelola dan pembina PIBC. Fungsi pada jaringan saraf tiruan yang mentransformasikan penjumlahan sinyal berbobot yang masuk untuk menentukan sinyal keluaran. Salah satu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya. Proses perubahan dari nilai crisp menjadi himpunan fuzzy pada sistem inferensi fuzzy. Proses fuzzifikasi ketika input dan output juga berbentuk fuzzy. Gross Domestic Product, produk domestik bruto, merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Daerah sentra produksi beras yang meliputi Gresik, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Geographic Information System, sistem informasi geografis. Target tingkat error yang ingin dicapai pada proses pembelajaran jaringan saraf tiruan. Aplikasi peta dunia berbasis web yang dikembangkan oleh Google. xxvii xxvii NO 61. ISTILAH Harga 62. Hebb Rule 63. 64. Heuristics Hidden Layer 65. H-P 66. 67. HPP IDSS 68. Inbound Logistics 69. Input Layer 70. 71. 72. IPDSS IR 64/ III Jarak 73. Jaringan Saraf Tiruan 74. Kadar Air 75. Kinerja 76. 77. Kinerja Rantai Pasokan Beras Knowledge Base 78. Kuantitas 79. 80. 81. KOPPIC Jaya Korelasi Kotoran 82. LCA 83. Learning Rate 84. Logika Fuzzy xxviii PENGERTIAN Salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras. Aturan pembelajaran yang menentukan seberapa banyak bobot dari suatu koneksi dua unit harus dinaikkan atau diturunkan berdasarkan hasil kali aktivasi keduanya. Teknik pemecahan masalah yang berbasiskan pada pengalaman. Lapisan tersembunyi pada jaringan saraf tiruan yang terletak antara lapisan input dan lapisan output. Husker – Polisher, salah satu kombinasi permesinan pada penggilingan padi. Harga Pembelian Pemerintah. Intelligent Decision Support System, sistem pendukung keputusan yang dikembangkan dengan cara menambahkan komponen kecerdasan buatan/ artificial intelligent (AI) ke dalam sistem manajemen basis model dengan tujuan membuat DSS menjadi cerdas. Logistik masuk, hal-hal yang terkait dengan perpindahan atau pengadaan barang dari para pemasok ke perusahaan. Lapisan pada jaringan saraf tiruan yang menerima masukan untuk diproses. Intelligent Predictive Decision Support System. Salah satu varietas beras yang terdapat di PIBC. Salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras. Suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik performansi khusus yang dapat disamakan dengan cara kerja jaringan syaraf manusia. Banyak kandungan air yang terdapat pada butiran beras, salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras. Ukuran output dari suatu pengelolaan (management) yang dapat mengukur suatu hal seperti tingkat produktifitas atau kualitas. Evaluasi ukuran kinerja dari rantai pasok beras di PIBC untuk suatu waktu tertentu. Basis Pengetahuan, salah satu komponen DSS yang digunakan untuk pengambilan keputusan. Jumlah pasokan, salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras. Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang, mitra kerja FSTJ. Hubungan antara dua variable dalam suatu sistem. Bagian asing yang tercampur ke dalam beras. Salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih beras. Life Cycle Assesment, salah satu metode dalam penelitian mengenai rantai pasokan perberasan. Laju pembelajaran, salah satu parameter pelatihan jaringan saraf tiruan yang mengendalikan perubahan nilai bobot dan bias selama pelatihan. Alat yang memiliki kemampuan untuk menghitung dan untuk memodelkan proses berpikir kualitatif manusia dalam analisis sistem dan pengambilan keputusan yang kompleks. NO 85. 86. ISTILAH Logsig Machine Learning 87. MADM 88. Manajemen Rantai Pasokan 89. Marketplace 90. Matlab 91. MDVRP 92. Meta-heuristics 93. MIT 94. 95. 96. Model Model Matematika Momentum 97. 98. Monev MSE 99. Multidimensional Scaling 100. 101. 102. 103. Multilayer Net Muncul/ III NCPDM Nearest Neighbour 104. 105. 106. Neural Network Neuron NLRM 107. 108. Novelty Nucleus PENGERTIAN Fungsi aktivasi sigmoid biner pada jaringan syaraf tiruan. Cabang dari kecerdasan buatan, disiplin ilmu yang berhubungan dengan desain dan pengembangan algoritma yang memungkinkan komputer untuk berperilaku berdasarkan pengalaman atau data empiris. Multi Attribute Decision Making, pengambilan keputusan banyak atribut melibatkan banyak alternatif dan banyak kriteria. Konsep bisnis yang mengintegrasikan semua pelaku usaha yang secara umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel sampai konsumen. Pasar, tempat komoditas atau produk diperjualbelikan ke konsumen. Program aplikasi yang mendukung permodelan, simulasi, perhitungan matematis, serta pemrograman untuk pengembangan aplikasi berbasis scientific dari Mathwork Ltd. Multiple Depot VRP, salah satu tipe VRP di mana pemasok menggunakan lebih dari satu depot untuk memasok konsumen. Metode komputasi yang mengoptimalkan solusi dari suatu permasalahan secara iteratif, dan mencoba mengembangkan kandidat solusi berdasarkan ukuran kualitas tertentu. Massachussets Institute of Technology, salah satu perguruan tinggi terkemuka di bidang teknologi di Amerika Serikat. Representasi dari dunia nyata Representasi dari dunia nyata yang dinyatakan secara matematis Parameter pada jaringan saraf tiruan yang digunakan untuk mencegah sistem dari konvergen ke minimum lokal atau titik pelana. Monitoring dan evaluasi. Mean Square Error, fungsi kinerja yang sering digunakan untuk jaringan syaraf tiruan backpropagation. Sekumpulan teknik-teknik statistik yang saling berkaitan yang sering digunakan untuk visualisasi informasi untuk menemukan kemiripan atau ketidakmiripan pada data. Struktur jaringan saraf tiruan dengan banyak lapisan. Salah satu varietas beras yang terdapat di PIBC. National Council of Physical Distribution Management. Masalah optimisasi untuk menemukan solusi optimal dengan mencari titik terdekat pada ruang metrik. Jaringan saraf tiruan. Sel saraf. Non Linear Regression Model, model regresi taklinear, salah satu bentuk analisis regresi di mana data observasi dimodelkan dengan suatu fungsi yang merupakan kombinasi taklinear dari parameter model dan bergantung pada satu atau lebih variabel yang independen. Kebaruan dalam suatu penelitian (research). Inti sel pada suatu sel saraf (neuron). xxix NO 109. ISTILAH OECD 110. 111. Off-farm Oligopsoni 112. 113. On-farm Outbound Logistics 114. Output Layer 115. Patahan Beras 116. 117. Pemasok Beras Pemrosesan Bahasa Alami 118. Perceptron 119. 120. Peringatan Dini PIBC 121. Playing Game 122. Pohon Industri 123. Prakiraan Pasokan dan Harga Beras 124. 125. 126. 127. Procurement Loop Prototype Purelin PVRP 128. 129. 130. 131. 132. Recurrent Neural Network RMSE RMU RPH SAP 133. SDVRP xxx PENGERTIAN The Organisation for Economic Co-operation and Development, Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Internasional. Kegiatan pertanian pada tahap setelah budidaya. Suatu sistem perdagangan di mana pembeli berjumlah sedikit dibandingkan dengan penjual. Kegiatan pertanian pada tahap budidaya. Logistik masuk, hal-hal yang terkait dengan perpindahan atau pengadaan barang dari para pemasok ke perusahaan. Lapisan pada jaringan saraf tiruan yang menghasilkan output hasil proses. Ukuran banyaknya butir beras yang patah pada suatu volume beras tertentu, salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras. Pihak-pihak yang memberi pasokan beras ke PIBC. Bidang ilmu komputer dan linguistik yang berhubungan dengan interaksi antara komputer dan bahasa manusia, membuat komputer mampu mengenali bahasa alami atau bahasa manusia. Bentuk paling sederhana dari JST yang digunakan untuk pengklasifikasian jenis pola khusus yang biasa disebut linearly separable. Sistem pemberian peringatan berdasarkan hasil prakiraan. Pasar Induk Beras Cipinang, pasar induk perberasan yang dimiliki Provinsi DKI Jakarta. Bidang penerapan kecerdasan buatan yang membuat komputer dapat memainkan suatu game sebagaimana pemain manusia. Diagram yang menjelaskan hirarki produk-produk hasil industri pertanian. Subsistem untuk memperkirakan jumlah pasokan beras dari PIBC ke berbagai daerah di Propinsi DKI Jakarta serta untuk memperkirakan harga beras di PIBC. Putaran proses pengadaan pada suatu manajemen logistik. Rancangan awal suatu sistem untuk diimplementasikan. Fungsi aktivasi pada jaringan syaraf tiruan. Periodic VRP, salah satu tipe VRP di mana pengiriman dapat dilakukan per periode waktu. Jenis jaringan saraf tiruan di mana hubungan antar unit membentuk siklus berarah. Root Mean Square Error, akar kuadrat dari MSE. Rice Milling Unit , salah satu teknologi dalam penggilingan padi. Rumah Pemotongan Hewan. Sentar Agribisnis Perberasan, suatu gagasan yang mengemuka dari Badan Urusan Logistik (BULOG) yang diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan seperti pola rantai distribusi gabah dan beras yang masih lemah, mutu beras yang cenderung lebih rendah dari mutu beras impor dan tingkat harga beras yang cenderung fluktuatif. Split Delivery VRP, salah satu tipe VRP di mana konsumen dapat dilayani oleh kendaraan yang berbeda. NO 134. ISTILAH Sigmoid Biner 135. Sigmoid Bipolar 136. SIM 137. Simulated Annealing 138. 139. Single Layer Net Sistem Dinamik 140. Sistem Inferensi Fuzzy 141. Sistem Pakar 142. Sistem Pengolahan Dialog Sistem Pengolahan Problematik 143. 144. 145. Sistem Penunjang Keputusan Sistem Rantai Pasokan 146. SMBD 147. SMBM 148. SNI 149. Software Agent PENGERTIAN Salah satu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output dengan interval antara 0 sampai 1. Salah satu fungsi aktivasi yang memiliki nilai output dengan interval antara -1 sampai 1. Sistem Informasi Manajemen, sistem yang berorientasi pada dukungan tidak langsung seperti memberikan laporan. Teknik pencarian acak yang menggunakan analogi bagaimana pendinginan besi dan membekukannya ke dalam struktur energi kristalisasi minimum (proses annealing) dan mencari nilai minimum pada sistem secara keseluruhan, membentuk basis teknik optimasi untuk permasalahan kombinatorial dan permasalahan lainnya. Struktur jaringan saraf tiruan dengan lapisan tunggal. Metodologi untuk rnemahami suatu masalah yang kompleks. Metodologi ini dititikberatkan pada pengambilan kebijakan dan bagaimana kebijakan tersebut menentukan tingkah laku masalahmasalah yang dapat dimodelkan oleh sistem secara dinamik. Proses merumuskan pemetaan dari suatu masukan menuju ke suatu keluaran dengan menggunakan logika fuzzy. Proses tersebut melibatkan : fungsi keanggotaan, operasi logis dan aturan ”JikaMaka”. Sistem komputer yang menyimpan pengetahuan seorang pakar tentang suatu domain permasalahan yang spesifik dan menyediakan fasilitas untuk pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan itu. Salah satu komponen penyusun Decision Support System (DSS) yang berhubungan langsung dengan pengguna. Salah satu komponen penyusun DSS yang menerima dan memberi data dari/ ke sistem pengolahan dialog dan meneruskannya ke sistem manajemen basis data dan sistem manajemen basis model secara bolak-balik. Lihat DSS. Sistem yang mengintegrasikan semua pelaku usaha yang secara umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel sampai konsumen. Sistem Manajemen Basis Data, salah satu komponen DSS yang berhubungan dengan basis data untuk menyimpan dan mengambil data. Sistem Manajemen Basis Model, salah satu komponen DSS yang berhubungan dengan model domain permasalahan. Standar Nasional Indonesia, standar yang berlaku secara nasional di Indonesia. SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional. Bidang kecerdasan buatan, yaitu entitas perangkat lunak yang didedikasikan untuk tujuan tertentu yang memungkinkan user untuk mendelegasikan tugasnya secara mandiri. Agen bisa memiliki ide sendiri mengenai bagaimana menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu atau agenda tersendiri. xxxi xxxi NO 150. ISTILAH Solusi Inferior 151. 152. 153. 154. SOP Speech Understanding SRI Statistika Deskriptif 155. Supervised Learning 156. Supplier Selection 157. SVRP 158. Tabu Search 159. Tahap Pengecekan 160. 161. Tansig TFN 162. 164. Third-party Logistics Third-party Reverse Logistics Providers Time Series 165. Tingkat Keputihan 166. TOPSIS 167. Toyota Dyna 163. xxxii PENGERTIAN Solusi yang tidak melakukan perbaikan pada simulated annealing. Standard Operating Procedure, prosedur operasi standar. Bidang kecerdasan buatan yang membuat mesin dapat memproses dan memahami suara bicara manusia. System Rice Intensification, salah satu metode budidaya padi. Metode-metode statistik yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Statistika deskriptif tidak menarik kesimpulan, tetapi hanya memberikan informasi. Proses pembelajaran terawasi, yaitu pembelajaran dengan cara memberikan pasangan masukan dan keluaran yang sesuai terhadap suatu jaringan. Pemilihan pemasok, proses untuk mendapatkan pemasok yang tepat yang dapat menyediakan pihak pembeli mutu barang maupun jasa yang tepat dengan harga yang tepat, pada waktu dan jumlah yang tepat. Stochastic VRP, salah satu tipe VRP di mana beberapa nilai seperti jumlah konsumen, permintaan konsumen, dan waktu perjalanan adalah bersifat acak. Metode optimisasi matematis metaheuristik yang menuntun prosedur local search untuk melakukan eksplorasi di daerah solusi di luar titik optimum lokal. Termasuk metode yang berbasiskan trajectory. Tahap dalam simulated annealing untuk mengecek variabel T (suhu) akhir dan iterasi maksimum. Pengecekan ini bertujuan untuk menentukan apakah proses pencarian solusi sudah dapat dihentikan. Implementasi fungsi sigmoid bipolar pada program Matlab. Triangular Fuzzy Number, salah satu fungsi derajat keanggotaan pada sistem inferensi fuzzy. Pihak penyedia jasa logistik dari pihak ketiga seperti yang menyediakan transportasi atau sarana pergudangan. Pihak penyedia jasa logistik balik. Deret waktu, rangkaian data yang berupa nilai pengamatan yang diukur selama kurun waktu tertentu, berdasarkan waktu dengan interval yang sama. Ukuran warna butiran beras. Semakin putih biasanya semakin baik, ukuran warna dapat dikategorikan dalam bentuk skala likert 1 – 5. Jadi pilihannya adalah 5 = putih jernih, 4 = putih, 3 = cukup putih, 2 = kurang putih, 1 = buram. Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution, salah satu metode untuk penyelesaian permasalahan pengambilan keputusan atau memilih sesuatu dari berbagai alternatif dan berbagai kriteria. Jenis kendaraan pengangkut pasokan beras di PIBC dengan kapasitas angkut 8000 kilogram. NO 168. ISTILAH Traingd 169. Traingdm 170. Traingdx 171. Trainlm 172. Trainrp 173. 174. Treshold Trial and Error 175. 176. Unsupervised Learning USDA 177. User Interface 178. Validasi 178. 179. Van Breedam VECM 180. Verifikasi 181. 182. Virtual Visual Basic 183. VRP 184. VRPPD 185. VRPTW 186. Waktu Pengiriman 187. Web PENGERTIAN Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang memperbaharui bobot dan nilai bias sesuai dengan penurunan gradien Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab dengan metode penurunan gradien dengan penambahan momentum. Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang memperbaharui bobot dan nilai bias sesuai dengan penurunan gradien momentum dan learning rate adaptif. Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang memperbaharui bobot dan nilai bias sesuai dengan optimasi Levenberg-Marquadt. Fungsi pelatihan jaringan pada program Matlab yang membagi arah perubahan bobot menjadi dua bagian yang berbeda. Ketika menggunakan penurunan tercepat, yang diambil hanya arahnya saja. Batasan nilai ambang suatu informasi akan diterima oleh sel saraf. Proses pemecahan masalah dengan mencoba-coba berbagai kemungkinan sampai ditemukan solusi yang paling baik. Pembelajaran tidak terawasi, yaitu pembelajaran di mana suatu unit keluaran dilatih untuk merespon sekelompok pola masukan. United States Department of Agriculture, departemen eksekutif federal Amerika Serikat yang mengurusi bidang pertanian. Antar muka pengguna, bagian dari DSS yang berhubungan langsung dengan pengguna. Proses membandingkan hasil model dengan hasil nyata, apabila diperoleh kesesuaian antara hasil model dan hasil nyata, maka model disebut valid. Salah satu metode penyelesaian VRP dengan metode heuristic. Vector Error Correction Model, sistem dinamik multivariate yang memungkinkan relasi jangka panjang antara variabel-variabel dan tren stokastik umum. Proses yang menyatakan bahwa variabel dalam model yang dikembangkan sudah sama dengan variable dari situasi nyata. Tidak nyata, maya, tersimulasi. Lingkungan pengembangan aplikasi untuk bahasa pemrograman yang dikembangkan oleh Microsoft. Nama generik yang diberikan kepada seluruh masalah yang terkait dengan sejumlah rute untuk sejumlah armada kendaraan yang harus ditentukan untuk sejumlah kota atau pelanggan yang terpisah secara geografis yang didasarkan pada satu atau beberapa depot pengisian. VRP with Pick-up and Delivery, salah satu tipe VRP di mana konsumen dapat mengembalikan barang ke depot. VRP with Time Windows, salah satu tipe VRP di mana setiap konsumen dipasok pada waktu tertentu. Waktu yang dibutuhkan untuk pengiriman beras dari pemasok sampai PIBC, salah satu kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras. Jaringan internet yang menghubungkan komputer-komputer di seluruh dunia dengan berbagai jalur komunikasi. xxxiii xxxiii Inna Allaaha Laa Yughayyiru Maa Biqawmin Hattaa Yughayyiruu Maa Bi-Anfusihim (Al Qur`an, Surah Ar-Ra`d : 11) Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri Dalam Rantai Pasokan Berlaku Aturan Barang siapa yang mempersulit urusan orang lain, sesungguhnya dia sedang mempersulit urusan dirinya sendiri dan Barang siapa yang mempermudah urusan orang lain, sesungguhnya dia sedang mempermudah urusan dirinya sendiri (Dadang Surjasa, 2011) xxxiv 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan beras nasional dari dulu sampai sekarang masih menjadi permasalahan nasional yang sangat pelik. Salah satu diantaranya terjadi karena masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok yang harus ada dalam pola pangan sehari-hari. Dengan demikian sebagai komoditas pangan utama, permasalahan beras bukan hanya merupakan permasalahan ekonomi saja tetapi juga bersifat politis (Gumbira-Sa'id, 2007). Petani padi di Indonesia menurut Adiratma (2004) adalah petani yang memiliki lahan rata-rata kurang dari 0.5 Ha dan termasuk kelompok masyarakat yang memiliki tingkat kesejahteraan yang masih rendah. Hasil produksi padi dari pertanian rakyat sering tidak mencukupi kebutuhan seluruh penduduk, kekurangan padi tersebut biasa diatasi dengan cara mengimpornya. Menurut Balitbang Deptan (2005a)), di Jawa, sekitar 88 persen rumah tangga petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76 persen menguasai lahan sawah kurang dari 0,25 hektar. Menurut Arifin (2007), kebijakan pemerintah tentang harga beras adalah salah satu instrumen yang perlu didukung oleh kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu padi. Kebijakan tersebut perlu didukung juga oleh pemanfaatan sumber daya lahan dan air secara efisien, memperbaiki penanganan pasca panen dan melaksanakan kebijakan perdagangan internasional. Apabila seluruh instrumen tersebut mampu dilaksanakan maka tidak akan ada lagi diskrepansi antara volume produksi dan konsumsi beras yang seringkali bergulir ke ranah politik. Menurut Nainggolan (2007), ekonomi pasar yang menganggap bahwa pasar dapat mengalokasikan sumber daya yang paling efisien terbukti gagal dalam ekonomi beras. Kegagalan tersebut disebabkan karena ekonomi beras nasional bersifat oligopsonis sehingga petani berada dalam posisi tawar yang tidak menguntungkan. Harga di tingkat internasional mudah ditransmisikan ke dalam negeri sehingga petani menghadapi ketidakpastian harga dan akibatnya harga dasar berupa harga pembelian pemerintah (HPP) menjadi tidak efektif. 2 Menurut Krishnamurti (2008) sejak 1998 stok biji-bijian dunia terus menurun. Pada tahun 2006, stok bijian-bijian dunia bahkan hanya separuh dari stok tahun 2000 karena dampak terpaan El Nino tahun 1997/1998 yang belum sepenuhnya terpulihkan. Gejolak pasar pangan dunia menjadi semakin kuat, dengan masuknya para investor di pasar komoditas dan menjadikan komoditas pangan sebagai investasi terbaik. Saat ini beras menjadi komoditas utama yang paling diincar para investor di bursa komoditas seperti di bursa Chicago AS. Hal tersebut membuat pasar pangan dunia menjadi tidak terkendali dan masingmasing negara berlomba menyelamatkan persediaan pangannya. Hal lain yang mempengaruhi kondisi perberasan nasional menurut Krishnamurti (2008) adalah adanya permintaan bahan pangan yang semakin meningkat khususnya dari Cina, India dan Indonesia yang merupakan tiga dari empat negara di dunia yang terbanyak penduduknya. Selain itu adanya dorongan politik yang bergaung keras di dunia untuk menyikapi perubahan iklim dan hal tersebut diwujudkan dengan gerakan mengurangi penggunaan energi dari fosil untuk beralih ke biofuel yang berbahan baku biji-bijian. Dengan demikian permintaan dunia terhadap biji-bijian meningkat. Welirang (2008) menyatakan bahwa telah terjadi perebutan beras di tingkat dunia. Banyak negara produsen beras dunia menahan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu setelah Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyatakan agar setiap negara mewaspadai perubahan struktur pasar komoditas biji-bijian. Untuk mengatasi masalah gejolak harga dan pasokan beras regional, menurut Suswono (2011), Indonesia mengusulkan perubahan konsep cadangan beras dalam skema ASEAN dan tiga mitranya (ASEAN Plus Three Emergency Rice Reserve/APTERR). Dengan skema tersebut, beras tidak hanya sebagai cadangan di kala darurat, tapi dapat dipergunakan pula ketika terjadi masalah panen atau harga. Total cadangan beras yang disiapkan sebesar 787 ribu ton yang komposisinya berasal dari ASEAN 87 ribu ton, Jepang 250 ribu ton, China 300 ribu ton, dan Korea Selatan 150 ribu ton. Indonesia sebagai bagian dari ASEAN berkewajiban memasok beras 12 ribu ton, rencana APTERR diluncurkan dalam pertemuan Menteri Pertanian ASEAN+3 pada bulan Oktober 2011. 3 1.2 Permasalahan Perberasan Nasional Masalah utama yang terkait dengan perberasan nasional adalah masalah harga dan non harga beras. Masalah yang paling kontroversial terkait dengan masalah harga beras adalah fluktuasi harga beras (Nainggolan, 2007). Harga beras akan meningkat pada musim paceklik yang merugikan konsumen dan akan menurun pada musim panen raya yang merugikan petani. Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian (Ditjen PPHP, 2008), masalah utama perberasan lainnya adalah masalah susut bobot pada penanganan panen dan pasca panen yang mencapai 11,27%. Menurut Arifin (2010), masalah impor beras adalah “puncak gunung es” dari besarnya persoalan kebijakan perberasan di Indonesia. Persoalan perberasan tersebut sebenarnya membentang dan mengakar dari mulai usaha tani padi, pengolahan dan pasca panen, pengadaan, penyimpanan, distribusi, perdagangan, manajemen persediaan, stabilisasi harga, pemasaran dan konsumsi beras atau diversifikasi pangan. 1.2.1 Masalah Harga Beras Harga beras seringkali muncul dan menjadi masalah kontroversial antara kepentingan petani dan kepentingan konsumen. Di satu sisi pemerintah sebagai regulator ingin menjaga kepentingan dan ingin memberikan kesejahteraan yang optimal bagi petani, tetapi di sisi lain pemerintah juga ingin memberikan perlindungan agar harga beras dapat terjangkau oleh sebagian besar konsumen, bahkan dapat terjangkau oleh petani padi sendiri yang pada waktu tertentu harus menjadi konsumen beras (Suhardi, 2009). Untuk itu, menurut Malian (2004), kebijakan harga gabah dan beras merupakan salah satu instrumen yang penting dalam menciptakan ketahanan pangan nasional, walaupun menurut Suparmin (2005) kebijakan stabilitas harga selama ini lebih difokuskan kepada upaya menjaga stabilitas harga beras di tingkat konsumen dari pada stabilitas harga gabah di tingkat petani. Pertimbangan pemerintah lebih memprioritaskan kebijakan harga dibandingkan dengan kebijakan non harga karena selain kebijakan tersebut bersifat jangka pendek juga karena perilaku harga beras sangat fluktuatif dari waktu ke waktu, yang seringkali memunculkan kecemasan dan merugikan baik 4 kepada pihak petani maupun kepada pihak konsumen. Menurut Sawit (2010), sejak tahun 2004, kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) lebih banyak ditentukan oleh biaya produksi dan tidak lagi mengacu pada perbandingan harga beras internasional sehingga harga beras nasional tidak kompetitif dibandingkan dengan harga beras internasional. Selain itu, menurut Sawit (2010), perbedaan HPP antar daerah tidak akan mampu memecahkan masalah perbaikan mutu beras/ gabah, tetapi justru akan memperlemah usaha peningkatkan daya saing industri padi/ beras secara nasional. Menurut Khudori (2008), penelitian empiris membuktikan bahwa keterkaitan harga produksi pertanian di tingkat konsumen dan di tingkat produsen (petani) bersifat asimetri. Dari sifat tersebut berarti peningkatan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga gabah di tingkat petani, sedangkan penurunan harga beras di tingkat konsumen ditransmisikan sempurna dan cepat ke harga gabah di tingkat petani. Sebaliknya, peningkatan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan dengan sempurna dan cepat ke harga beras di tingkat konsumen, sedangkan penurunan harga gabah di tingkat petani ditransmisikan tidak sempurna dan lambat ke harga beras di tingkat konsumen. Dengan demikian, fluktuasi harga beras atau gabah cenderung merugikan petani dan konsumen. Menurut Nainggolan (2007) fluktuasi harga beras selalu terjadi setiap musim. Pada saat musim panen raya (Februari – April) yang mencapai 60 – 65 persen produksi nasional, harga akan merosot dan merugikan petani. Di lain pihak pada saat musim paceklik (Oktober – Januari) harga beras akan melonjak dan merugikan konsumen. Masalah harga lainnya adalah masalah harga beras nasional yang masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras internasional. Data dari Departemen Perdagangan pada Januari 2011 harga rata-rata beras dalam negeri lebih tinggi 35% dari pada harga rata-rata beras internasional, dengan demikian menurut Alimoeso (2011) kebijakan impor beras merupakan kebijakan yang tepat untuk menurunkan harga beras di dalam negeri. Masalah tersebut mengakibatkan daya saing Indonesia di pasar beras internasional menjadi rendah. 5 1.2.2 Masalah Non Harga Beras Masalah utama lain adalah masalah non harga beras. Permasalahan tersebut adalah perlunya pengembangan industri benih padi yang mengarah ke selera pasar seperti menyiapkan benih padi untuk industri tepung tertentu, mengembangkan benih padi dengan kandungan gizi tertentu serta membuat benih padi yang dapat menjadi beras dengan pengolahan yang sangat efisien (Hadi, 2004). Masalah lain adalah tingkat hasil kehilangan padi pada saat panen dan pasca panen seperti tingkat kehilangan padi pada saat perontokan, penggilingan, pengeringan, penyimpanan dan pengangkutan (Patiwiri, 2004). Petani Indonesia yang menggarap komoditas beras pada tahun 2003 berjumlah 25,4 juta rumah tangga, dimana separuh dari jumlah tersebut adalah petani gurem yang memiliki lahan di bawah 0,5 Ha. Sebagian besar petani di Indonesia tergolong lanjut usia sedangkan keturunan petani yang masih muda lebih senang bekerja di sektor industri di perkotaan. Sebagian besar petani di dalam mengembangkan usaha taninya sangat hati-hati dalam menerapkan inovasi baru, mereka berusaha dengan cara melihat petani lain yang telah berhasil karena takut dengan resiko gagal panen (Patiwiri, 2006). Masalah lain yang mempengaruhi perberasan nasional adalah masalah perbankan. Menurut Glenardi (2004) dalam melakukan pembiayaan terkait dengan perberasan umumnya petani tidak bernaung dalam suatu lembaga yang baku seperti koperasi. Dari sisi permodalan, sebagian besar petani kurang layak secara perbankan (bankable) baik dari persyaratan legalitas maupun kemampuan dalam menyediakan agunan serta lahan yang dimiliki petani umumnya bukan merupakan lahan sendiri. Selain itu terhadap skim-skim perbankan yang disediakan untuk para petani, masih belum tersedia pihak yang bertindak sebagai penanggung jawab (off-taker) atas apa yang diusahakan oleh petani, baik dari sisi ketersediaan sarana produksi maupun atas hasil usahanya. Menurut Patiwiri (2004), teknologi pengolahan padi di Indonesia masih sangat sederhana dan sebagian besar untuk proses perontokkan, pengeringan dan pengangkutan masih mengandalkan tenaga manusia serta proses pengeringan masih menggunakan sinar matahari. Untuk proses teknologi penggilingan padi masih didominasi oleh teknologi sederhana yaitu dengan penggunaan 6 penggilingan padi kecil (PPK) sebesar 35,3% dan Rice Milling Unit (RMU) sebesar 34.4%, sedangkan penggunaan penggilingan padi besar (PPB) hanya sebesar 4,5%. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa penggunaan penggilingan padi kecil dan RMU memiliki porsi terbesar yaitu sebesar 69,7 % dengan kapasitas produksi riil sebesar 0,3 – 0,7 ton beras/ jam. Menurut Damardjati (1981) dalam Hasbullah (2007), penggunaan kombinasi mesin penggiling merupakan salah satu faktor yang menentukan rendemen beras dan mutu beras giling selain faktor bahan baku gabah, varietas gabah, derajat kematangan dan cara penanganan awal (pre handling). Kombinasi mesin penggilingan padi untuk penggilingan padi sederhana yang menggunakan husker – polisher (H-P) menghasilkan rendemen rata-rata 55,71 % dengan mutu beras kepala 74,25 % dan beras patah 14,99 %. Pada penggilingan padi dengan kombinasi cleaner – husker – separator – polisher (C-H-S-P) menghasilkan rendemen rata-rata 59,69 % dengan mutu beras kepala 75,73 % dan beras patah 12,52 %. Pada penggilingan padi besar (PPB) yang menggunakan kombinasi dyer – cleaner – husker – separator – polisher – grader (D-C-H-S-P-G) menghasilkan rendemen rata-rata 61,48 % dengan mutu beras kepala 82,45 % dan beras patah 11,97 %, Hadiutomo (2006) dalam Hasbullah (2007). Tabel 1. Jenis Penggilingan Padi di Indonesia (Tahun 2002) PPB PPK Sumatera 1.291 5.047 Jenis Penggilingan Padi (Unit) Huller PP RMU MasyaEngelberg rakat 12.318 391 1.842 Jawa 2.739 28.112 11.056 129 Bali & NT 353 632 2.818 Kalimantan 205 3.051 Sulawesi Maluku & Irian 423 Propinsi Indonesia Penyosoh /Polisher Jumlah 1.614 22.503 10.049 9.440 61.525 3 235 525 4.566 1.634 1.107 834 800 7.631 2.022 10.155 878 361 284 14.123 - 148 115 - - - 263 5.011 (4.5%) 39.012 (35.3%) 38.096 (34.4%) 2.508 (2.3%) 13.321 (12.1%) 12.663 (11.4%) 110.611 (100%) Sumber : Patiwiri (2004) Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS, 1996) dalam Hasbullah (2007), susut volume pada penanganan panen dan pasca panen padi dapat 7 mencapai 20,42 %. Susut volume tersebut terjadi pada saat panen sebesar 9,5 %, proses perontokkan 4,8 %, pengeringan 2,1 %, penggilingan 2,2 %, penyimpanan 1,6 % dan pengangkutan 0,2 %. Menurut Ditjen PPHP (2008), susut volume pada penanganan panen dan pasca panen padi secara menyeluruh telah menurun menjadi sebesar 11,27%. Penyusutan tersebut terjadi pada saat panen sebesar 1,571 %, proses perontokkan 0,981 %, pengeringan 3,592 %, penggilingan 3,072 %, penyimpanan 1,68 % dan pengangkutan 0,38 %. Menurut Malian (2004) dan Hasan (2008) kebijakan harga dasar gabah tidak akan efektif apabila tidak diikuti dengan kebijakan nonharga seperti jaminan ketersediaan pupuk, benih bermutu, irigasi, dan transportasi pascapanen. Bila faktor-faktor nonharga tersebut dipenuhi, komponen biaya produksi beras akan dapat ditekan dan akan berimbas pada harga di tingkat konsumen. 1.3 Perumusan Masalah Perberasan di Provinsi DKI Jakarta Dari permasalahan perberasan nasional tersebut terdapat beberapa aspek penting yang perlu dikaji lebih lanjut khususnya yang berhubungan dengan masalah rantai pasokan beras di Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta memiliki pasar induk perberasan bernama Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) yang dikelola oleh PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ). Pengelola PIBC yaitu FSTJ yang berada di bawah Pemda DKI Jakarta diharapkan dapat menjadi pihak yang dapat mengatur dan mengendalikan ketahanan pangan khususnya untuk komoditas beras di wilayah DKI Jakarta. Untuk wilayah DKI Jakarta, masalah utama yang terkait dengan masalah perberasan adalah jumlah kebutuhan beras bagi penduduk DKI Jakarta yang sangat besar yang setiap saat harus tersedia dengan harga terjangkau namun tidak didukung langsung oleh produksi beras secara mandiri yang dapat mencukupi kebutuhan penduduknya. Untuk menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan pasokan beras dengan harga yang terjangkau bagi penduduknya tersebut, maka terdapat beberapa aspek penting yang perlu dikaji. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut 1. Aspek pasokan beras. Aspek pasokan beras sangat berperan penting dalam menjaga ketersediaan beras bagi warga penduduk DKI Jakarta. Untuk itu, 8 Pemda DKI Jakarta yang diwakili oleh pihak PIBC perlu mengelola pasokan beras baik yang masuk ke PIBC maupun pasokan beras yang ke luar dari PIBC khususnya ke lima wilayah di DKI Jakarta. Dalam hal tertentu ketika pasokan beras kurang pihak PIBC dapat meminta bantuan kepada pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk melakukan operasi pasar. 2. Aspek harga beras. Aspek harga beras merupakan aspek yang juga sangat penting dalam menentukan pengambilan keputusan pada berbagai institusi dalam rantai pasokan, khususnya di PIBC. Untuk itu pihak PIBC perlu mengantisipasi harga beras yang berfluktuasi guna menjaga harga yang dapat terjangkau sehingga kelangsungan pasokan beras kepada warga DKI Jakarta dapat terjaga. Dalam hal tertentu ketika harga beras meningkat tajam, pihak PIBC dapat meminta bantuan pihak BULOG DKI Jakarta untuk melakukan operasi pasar. 3. Aspek pemilihan pemasok beras. Aspek pemilihan pemasok beras dari pihak petani maupun kelompok tani, merupakan aspek yang penting yang selalu dilakukan oleh para pelaku bisnis perberasan di PIBC dalam menjaga ketersediaan pasokan beras. 4. Aspek distribusi dan transportasi beras. Aspek distribusi dan transportasi yang terkait dengan rute pengiriman dan armada pengiriman dari PIBC ke pasarpasar di wilayah DKI Jakarta dan kepada konsumen beras lainnya perlu mendapatkan perhatian dari para pelaku bisnis di PIBC. Aspek distribusi yang tidak mempertimbangkan rute terpendek pada suatu pengiriman dapat menimbulkan biaya transportasi yang tinggi, sedangkan proses pengiriman yang tidak memperhatikan jumlah armada yang sesuai dengan kapasitas angkut dapat menimbulkan pemborosan. 5. Aspek kinerja dari rantai pasokan beras. Aspek ini perlu mendapat perhatian dari para pelaku usaha perberasan di PIBC agar kinerja rantai pasokan beras PIBC setiap waktu dapat diukur dan dievaluasi sejauh mana kinerja rantai pasokan beras yang sudah dilakukan dan kinerja rantai pasokan beras yang akan dicapai di masa mendatang. 9 1.4 Tujuan Penelitian Sehubungan dengan permasalahan perberasan di Provinsi DKI Jakarta tersebut, penelitian ini memiliki tujuan menghasilkan rancang bangun model sistem pendukung keputusan cerdas untuk sistem rantai pasokan beras yang efektif dan efisien yang mencakup model di bawah ini : 1. Model prakiraan pasokan dan prakiraan harga beras. 2. Model pemilihan pemasok beras. 3. Model distribusi dan transportasi beras. 4. Model kinerja rantai pasokan beras. Pada penelitian ini, rancangan model dianggap efektif apabila model dapat menjadi alternatif pertimbangan dari para pelaku perberasan di PIBC untuk dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Demikian pula, rancangan model dianggap efisien apabila model dapat menunjukkan hasil yang lebih cepat dari segi waktu, lebih murah dari segi biaya dan lebih sedikit dari penggunaan aset serta lebih mudah dijelaskan secara rasional kepada masyarakat umum. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang berupa suatu paket program dari sistem pendukung keputusan rantai pasokan beras untuk Provinsi DKI Jakarta, diharapkan bermanfaat bagi berbagai pihak di bawah ini : 1. Bagi Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai suatu prototype untuk sistem peringatan dini (early warning system) dalam menjaga ketersediaan, kesiapan dan kelancaran pasokan beras serta dapat dimanfaatkan sebagai antisipasi tindakan akibat dari fluktuasi harga beras. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta, pada tahun 2010 jumlah penduduk DKI Jakarta adalah 9.588.198 orang (BPS Jakarta, 2011). Dengan jumlah penduduk tersebut maka untuk satu tahun diperlukan beras sekitar satu juta ton, padahal produksi beras dari wilayah DKI Jakarta sendiri pada tahun 2010 hanya 11.164 ton (Departemen Pertanian, 2011). Dengan demikian Pemda DKI Jakarta harus selalu waspada dan cepat tanggap dalam 10 hal ketersediaan, kesiapan, keterjangkauan dan kelancaran penyaluran beras sampai ke tangan konsumen. 2. Bagi para praktisi. Hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai prototype yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan lebih lanjut di lapangan. Pada penelitian ini dihasilkan suatu prototype program aplikasi komputasi yang mencakup model prakiraan dan peringatan dini (early warning) pasokan beras, model prakiraan dan peringatan dini (early warning) harga beras, model pemilihan pemasok beras (supplier selection) dan model distribusi dan transportasi beras. 3. Manfaat bagi masyarakat umum. Bagi masyarakat umum seperti petani, pedagang perantara atau pihak lain yang tidak langsung terkait, hasil penelitian diharapkan dapat memberikan suatu efisiensi teknis yang secara tidak langsung dapat mendukung kepada efisiensi ekonomis. Efisiensi ekonomis diharapkan dapat mendukung suatu sistem ekonomi yang lebih ekonomis. Dengan sistem ekonomi yang lebih ekonomis maka masyarakat umum dapat memperoleh pendapatan yang lebih baik atau mengeluarkan biaya yang lebih murah. 4. Bagi para akademisi. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran yang dapat dipergunakan sebagai bahan pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai pengelolaan rantai pasokan perberasan di wilayah DKI Jakarta atau di wilayah lainnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. Penelitian membahas masalah yang mencakup proses prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras, distribusi dan transportasi untuk komoditas beras serta kinerja dari rantai pasokan beras di Provinsi DKI Jakarta. 2. Penelitian membahas komoditas beras. Beras yang diteliti untuk model prakiraan pasokan, model pemilihan pemasok serta model distribusi dan transportasi adalah semua jenis beras yang terdapat di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), sedangkan beras yang diteliti pada model prakiraan harga 11 dibatasi hanya untuk jenis beras varietas IR 64 mutu III (IR 64/ III) dan jenis beras varietas Muncul mutu III (Muncul/ III). Untuk model prakiraan harga, jenis beras hanya dibatasi untuk dua varietas tersebut karena selain jenis beras ini adalah jenis beras yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya adalah harga medium, tetapi juga untuk model prakiraan harga, setiap varietas memiliki harga tersendiri sehingga model prakiraan harga satu varietas berbeda dengan varietas lainnya. 3. Kasus penelitian dilakukan di Provinsi DKI Jakarta dengan focal company pada rantai pasokan adalah PT. Station Food Tjipinang Jaya (FSTJ) yang pengelolaannya berada di bawah naungan Pemerintah Daerah DKI Jakarta serta menangani para pengusaha beras di PIBC. 4. Para pemasok beras yang memasok ke PIBC berasal dari berbagai daerah sentra produksi beras yang berada di beberapa Provinsi. Provinsi yang dimaksud adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Lampung, sedangkan pihak konsumen sebagai ritel beras yang menjadi titik distribusi dari PIBC dibatasi pembahasannya hanya sampai ke pasarpasar beras yang dikelola oleh PD. Pasar Jaya yang juga berada di bawah pengelolaan Pemda DKI Jakarta. 5. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dan data sekunder yang dilaksanakan selama 12 bulan, dari bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan Agustus 2010. 6. Data sekunder mengenai harga beras dan pasokan beras yang digunakan adalah data dari bulan Januari 2009 sampai dengan bulan Agustus 2010 yang diperoleh dari FSTJ. 13 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Beras Sebagai Komoditas Strategis Beras adalah bagian dari bulir padi (gabah) yang telah dipisahkan dari sekam. Tanaman padi yang menghasilkan gabah tersebut, dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Graminae, genus Oryza Linn, dan speciesnya adalah Oryza Sativa L. Tanaman padi dapat dibedakan dalam dua tipe, yaitu padi kering yang tumbuh di lahan kering dan padi sawah yang memerlukan perkembangannya. air menggenang dalam pertumbuhan dan Genus Oryza Linn meliputi lebih kurang dua puluh lima spesies, tersebar di daerah tropik dan sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika, dan Australia. Padi yang ada sekarang merupakan hasil persilangan antara Oryza Officinalis dan Oryza Sativa f Spontania. Tanaman padi yang dapat tumbuh baik di daerah tropis ialah tipe Indica, sedangkan yang tumbuh baik di daerah sub tropis adalah tipe Japonica (Hanum, 2008). Penggunaan beras dalam industri tidak hanya untuk industri makanan seperti roti, kue, dan bihun, tetapi juga untuk industri non-makanan seperti industri kosmetik dan tekstil. Secara umum pemanfaatan beras, baik untuk makanan maupun non-makanan, dapat dilakukan dengan mengolah beras secara langsung, mengolah beras menjadi tepung beras, atau mengolah beras menjadi pati (Balitbang Deptan, 2005b) ). Gambar 1 menunjukkan aliran pemanfaatan padi menjadi berbagai macam produk. Menurut Sawit (2005), industri yang berbasis pada padi dan beras adalah salah satu industri yang strategis dan penting. Sumbangan industri tersebut terhadap Gross Domestic Product (GDP) pertanian mencapai 28,8%. Jumlah orang yang bekerja pada industri tersebut mencapai 12,05 juta orang (jumlah terbesar dibandingkan dengan industri lainnya di tanah air) atau mencapai 28,79% dari total orang yang bekerja di bidang pertanian (agriculture employment). Oleh karena itu mengabaikan pembangunan industri yang berhubungan dengan padi dan beras dapat berakibat buruk terhadap pembangunan desa dan ketahanan pangan, serta usaha mengentaskan kemiskinan. 14 Menurut Balitbang Deptan (2005b)), beras merupakan komoditas strategis, primadona dan utama dalam mendukung pembangunan sektor ekonomi dan ketahanan pangan nasional, serta menjadi basis utama dalam revitalisasi pertanian di masa mendatang. JERAMI (+ 50%) • • • • • • Kompos Pakan/Silase Bahan bakar Media jamur Kertas Papan Pertikel PANGAN POKOK PANGAN FUNGSIONAL • PADI BERAS ( + 61%) • MENIR ( + 10%) BERAS PECAH KULIT (+80%) • • • • • PANGANAN Beras Kepala Beras Giling Berkualitas Beras Arimatik Beras Instan Beras Kristal • Beras Yodium • Beras IG Rendah • Beras Nutrisi Tinggi • Beras Berlembaga • Beras Fe Tinggi • Kue Basah • Kue Kering TEPUNG BAHAN BAKU INDUSTRI GABAH (+ 50%) DEDAK (+ 9%) SEKAM (+20%) • • • • • • Pakan • Pangan Serat • Minyak • • • • Tepung BKP Tepung Instan Industri Tekstil Pangan Olahan BIHUN EKSTRUDAT PATI • Pangan Olahan • Modified Starch • Gum/ Perekat Arang Sekam Abu Gosok Bahan bakar Silikat Karbon aktif INDUSTRI TEKSTIL Gambar 1. Pohon Industri Padi (Balitbang Deptan, 2005b) ) Menurut Departemen Perdagangan (2006), komoditas beras berperan sangat strategis terhadap upaya mewujudkan ketahanan pangan, ketahanan ekonomi, dan stabilitas politik nasional. Peran strategis tersebut terbukti pada tahun 1966 dan 1998 ketika terjadi goncangan politik akibat krisis politik yang serius yang disebabkan oleh harga pangan yang melonjak tinggi dalam waktu singkat. Menurut Seminar (2010), pangan (terutama beras) merupakan komoditas strategis, sehingga ketersediaan pangan secara langsung atau tidak langsung juga berperan dalam menjaga stabilitas nasional. 15 2.2 Kondisi Perberasan Dunia Menurut USDA (2008) Indonesia adalah produsen beras ke tiga terbesar di dunia dengan kontribusi (share) produksi 8,43 % dari total produksi beras dunia yang rata-rata jumlahnya sebesar 416,96 juta ton. Republik Rakyat Cina (RRC) adalah negara dengan kontribusi produksi terbesar yaitu 30,51 % dari total produksi beras dunia dan kemudian diikuti oleh India dengan kontribusi produksi sebesar 21,82 %. Informasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut : Tabel 2. Produksi Beras Dunia Tahun 2005 – 2008 (000 ton) Negara 2005 125.363 83.130 34.830 25.600 22.716 17.360 92.299 401.298 Cina India Indonesia Bangladesh Vietnam Thailand Lainnya Total (USDA, 2008) Tahun 2006 2007 126.414 127.200 91.790 93.350 34.959 35.300 28.758 29.000 22.772 22.922 18.200 18.250 95.431 94.162 418.324 420.184 2008 129.840 95.680 35.500 28.600 23.922 18.500 95.978 428.020 Persentase (%) 30.51 21.82 8.43 6.71 5.54 4.34 22.70 100 Dari tahun 2001 sampai tahun 2004, Indonesia adalah importir beras terbesar dunia dengan impor sekitar 9% dari jumlah impor dunia. Namun dari tahun 2005 sampai 2008 peringkat impor Indonesia menurun menjadi peringkat ke-5 dengan kontribusi impor sebesar 3.49 %. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Perkembangan Impor Beras Dunia, Tahun 2001 – 2004 (000 ton) Negara Indonesia Nigeria Filipina Iraq EU-25 Iran Lainnya Total (Deptan, 2005) Tahun 2001 1.500 1.906 1.175 959 1.189 765 16.929 24.423 2002 3.500 1.897 1.250 1.178 1.173 964 17.905 27.867 2003 2.750 1.600 1.300 672 1.189 900 19.239 27.650 2004 1.238 1.425 992 1.100 1.008 963 18.454 25.179 Persentase (%) 9 6 4 4 4 3 70 100 16 Tabel 4. Perkembangan Impor Beras Dunia, Tahun 2005 – 2008 (000 ton) Negara Filipina Nigeria Arab Saudi EU-27 Indonesia Iran Lainnya Total (USDA, 2008) 2005 1.890 1.777 1.357 1.058 500 983 21664 29.229 Tahun 2006 2007 1.791 1.900 1.600 1.600 1.448 958 1.083 1.114 539 2.000 1.251 900 23020.7 23118 29.483 31.590 2008 2.400 1.600 1.015 1.100 1.100 900 20278 28.393 Persentase (%) 6.72 5.54 4.03 3.67 3.49 2.35 74.21 100 2.3 Kondisi Perberasan Nasional Sejak tahun 2004 sampai dengan 2010, jumlah produksi beras nasional terus mengalami peningkatan dengan rata-rata per tahun sebesar 3,10 %, sedangkan peningkatan rata-rata luas panen per tahun adalah 1,65 % dan peningkatan rata-rata produktifitas padi per hektar per tahun adalah 1,43 %. Peningkatan rata-rata produksi, luas panen dan produktifitas tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Data Perberasan Nasional 2004 - 2010 Tahun 2004 2009 2010 Produksi (000 ton) 54.088 54.151 54.455 57.157 60.326 64.399 66.411 Luas Panen (000 Ha) 11.922 11.839 11.786 12.148 12.327 12.884 13.244 Produktifitas (Ku/Ha) 45,36 2005 45,74 2006 46,20 2007 47,05 2008 48,94 49,99 50,14 (Deptan, 2011a)) Jumlah produksi beras nasional tersebut, diperoleh dari seluruh propinsi di Indonesia, mulai dari propinsi Nangroe Aceh Darussalam sampai dengan propinsi Papua. Data produksi padi dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 6. 17 Tabel 6. Produksi Padi 2006 – 2010 Menurut Propinsi (ton) Tahun No Propinsi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8 9 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. Nanggroe Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Riau Kepulauan DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali N. T. Barat N. T. Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat Indonesia 2006 2007 2008 2009 2010 1.350.748 3.007.636 1.889.489 429.380 544.597 2.456.251 378.377 2.129.914 16.506 332 6.197 9.418.572 8.729.291 708.163 9.346.947 1.751.468 840.891 1.552.627 511.911 1.107.661 491.712 1.636.840 541.171 454.902 739.777 3.365.509 349.429 192.583 301.616 49.833 59.215 68.319 27.073 1.533.369 3.265.834 1.938.120 490.087 586.630 2.753.044 470.469 2.308.404 24.390 343 8.002 9.914.019 8.616.855 709.294 9.402.029 1.816.140 839.775 1.526.347 505.628 1.225.259 562.473 1.953.868 567.501 494.950 857.508 3.635.139 423.316 200.421 312.676 57.132 48.531 28.204 81.678 1.402.287 3.340.794 1.965.634 494.260 581.704 2.971.286 484.900 2.341.075 15.079 404 8.352 10.111.069 9.136.405 798.232 10.474.773 1.818.166 840.465 1.750.677 577.895 1.321.443 522.732 1.954.284 586.031 520.193 985.418 4.083.356 405.256 237.873 343.221 75.826 51.559 39.537 85.699 1.556.858 3.527.899 2.105.790 531.429 644.947 3,125.236 510.160 2.673.844 19.864 430 11.013 11.322.681 9.600.415 837.930 11.259.085 1.849.007 878.764 1.870.775 607.359 1.300.798 578.761 1.956.993 555.560 549.087 953.396 4.324.178 407.367 256.934 310.706 89.875 46.253 36.985 98.511 1.582.468 3.582.432 2.211.248 574.864 628.828 3.272.451 516.869 2.807.791 22.249 1.246 11.164 11.737.683 10.110.830 823.887 11.643.773 2.048.047 869.161 1.774.499 533.268 1.343.888 648.872 1.842.089 588.112 583.458 931.379 4.374.432 454.644 253.563 362.900 83.109 55.401 34.254 102.610 54.454.937 57.157.435 60.325.925 64.398.890 66.411.469 b) (Deptan, 2011 ) Sejak tahun 2005 sampai 2009, tiga propinsi yang paling banyak menghasilkan produksi beras nasional berturut-turut adalah Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah walaupun pada tahun 2008 dan tahun 2009, jumlah produksi beras dari propinsi Jawa Timur sudah melampaui jumlah produksi beras dari propinsi Jawa barat. 18 Dalam hal pengadaan beras nasional, Badan Urusan Logistik (BULOG) telah membuat standar pembelian beras dalam enam jenis mutu yaitu BG I dan BG II dengan mutu masing-masing A, B dan C. BG I adalah beras giling dengan derajat sosoh 1/1, sedangkan BG II adalah beras giling dengan derajat sosoh 3/4. Mutu A, B dan C masing-masing menunjukkan persentase maksimum beras patah (Winarno, 2004). Pada tahun 1999 terbit SNI No. 01-6128-1999 tentang standar mutu beras giling yang meliputi definisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, penandaan, pengemasan dan rekomendasi. Beras giling digolongkan ke dalam lima kelas mutu yaitu I, II, III, IV dan V yang dinyatakan dengan persyaratan umum bebas hama dan penyakit, bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, bebas dari campuran bekatul dan bebas dari tandatanda adanya bahan kimia yang membahayakan, sedangkan persyaratan khususnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Persyaratan Khusus Mutu Beras (SNI 01-6128-1999) No MUTU Komponen Mutu Satuan I II III IV V 2 Derajat Sosoh (min) Kadar Air (maks) % % 100 14 100 14 100 14 95 14 85 15 3 Beras kepala (min) % 100 95 84 73 60 4 Butir utuh (min) % 60 50 40 35 35 5 Butir patah (maks) % 0 5 15 25 35 6 Butir menir (maks) % 0 0 1 2 5 7 Butir merah (maks) % 0 0 1 3 3 8 Butir kuning/rusak (maks) % 0 0 1 3 5 9 Butir mengapur (maks) % 0 0 1 3 5 10 Benda asing (maks) % 0 0 0.02 0.05 0.2 11 12 Butir gabah (maks) Campuran varietas lain (maks) Btr/100 gr % 0 5 0 5 1 5 2 10 3 10 1 (Winarno, 2004) Sentra Agribisnis Perberasan (SAP), adalah suatu gagasan yang mengemuka dari BULOG yang diharapkan dapat mengatasi berbagai permasalahan seperti pola rantai distribusi gabah dan beras yang masih lemah, mutu beras yang cenderung lebih rendah dari mutu beras impor dan tingkat harga beras yang cenderung fluktuatif. SAP juga diharapkan mampu memperbaiki 19 kondisi ketahanan pangan yaitu mampu menyediakan tingkat produksi beras dalam upaya memenuhi jumlah konsumsi dan persediaan akhir (Gumbira-Sa'id dan Dewi, 2004). Selanjutnya menurut Gumbira-Sa'id dan Dewi (2004), untuk mengoptimalkan SAP diperlukan usaha integrasi atau keterkaitan antara fungsi pengolahan dan penanganan gabah/ beras di lini off-farm serta penyediaan bibit, pupuk, alat/ mesin dan pestisida di lini on-farm dengan fungsi kegiatan pemasaran (future trading), standarisasi dan sertifikasi serta pemanfaatan limbah terpadu. Keterkaitan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Keterkaitan Kegiatan Yang Perlu Dibangun Untuk Pengembangan SAP di Indonesia (Gumbira-Sa'id dan Dewi, 2004). Selain itu, menurut Gumbira-Sa'id dan Dewi (2004), dalam pengembangan SAP diperlukan juga integrasi antara unit-unit penggilingan padi dengan industri pengguna lainnya seperti dengan unit penyedia faktor produksi, industri pangan, industri pengguna limbah, penyedia jasa logistik, bank serta asuransi. Dengan demikian SAP tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh para petani dan kelompok tani. Ilustrasi integrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3 berikut. 20 Unit-Unit Penyedia Faktor Produksi - Produsen Bibit - Produsen Alsintani - Produsen Pupuk, Kompos - Produsen Pestisida Industri Pangan (produk beras instant, nasi kaleng, produk kering beras, produk fermentasi beras, dll.) Unit-unit Penggilingan Padi Terintegrasi (Integrated Rice Milling Unit, RMU) Penyedia Jasa Logistik Industri Pengguna Limbah RMU - Industri Pakan Ternak - Industri Kompos - Industri Bangunan - Produsen Hortikultura dll Bank dan Asuransi Petani/ Kelompok Tani Gambar 3. Ilustrasi Rancangan SAP (Gumbira-Sa'id dan Dewi, 2004). Pada Tahun 2009 produksi beras dalam negeri mencapai 38,04 juta ton, di mana terjadi peningkatan sebesar 2,17 juta ton (6,04%) bila dibandingkan produksi tahun 2008. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen seluas 515,31 ribu hektar (4,18%) dan produktivitas sebesar 0,77 kwintal/hektar (1,57%) (Badan Pusat Statistik, 2009). Berdasarkan analisa prospektif diketahui bahwa ada tujuh faktor kunci atau faktor dominan yang sangat berpengaruh dalam sistem ketersediaan beras yaitu produksi, produktivitas, konversi lahan, pencetakan sawah, kesesuaian lahan, konsumsi per kapita dan jumlah penduduk. Nilai Indeks ketersediaan Jawa 67,23 dan Sumatera 56,13 dengan status cukup, sedangkan Sulawesi 39,38 dan Kalimantan 36,79 dengan status kurang (Nurmalina, 2008). Jumlah produksi beras di Indonesia selama ini lebih banyak dipasok oleh propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sentra produksi beras untuk Jawa Barat adalah kabupaten Cianjur, Karawang, Indramayu, Subang dan Cirebon. Sentra produksi beras untuk Jawa Tengah diantaranya adalah kabupaten Tegal, Brebes, Pemalang, Demak dan Kudus, sedangkan untuk Jawa Timur daerah sentra produksi berasnya disebut GERBANG KERTASUSILA yaitu 21 Gresik, Jombang, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan (Badan Pusat Statistik, 2009). Sebagian besar beras yang dikonsumsi penduduk Indonesia merupakan hasil produksi dari Pulau Jawa, yaitu Jawa Barat (6,77 juta ton), Jawa Timur (6,65 juta ton), Jawa Tengah (5,83 juta ton). Kemudian Sulawesi Selatan (2,72 juta ton), Sumatera Utara (2,1 juta ton), Sumatera Selatan (1,82 juta ton), Lampung (1,55 juta ton), Sumatera Barat (1,28 juta ton), Banten (1,1 juta ton), Nusa Tenggara Barat (1,04 juta ton), Bali (529,6 ribu ton), Nusa Tenggara Timur (296,9 ribu ton), Kalimantan Barat (74,2 ribu ton), Papua (55,5 ribu ton), dan Maluku (50,7 ribu ton). Sebagian daerah dari sentra produksi padi tahun 2009 di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4 berikut : Gambar 4. Peta Sentra Produksi Padi (Badan Pusat Statistik, 2009). Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (2009) tentang pola distribusi perdagangan enam belas komoditas di lima belas Provinsi, pola saluran distribusi perdagangan beras menunjukkan beberapa pola, ada yang mempunyai rantai pendek atau sederhana dan ada pula yang mempunyai rantai yang cukup panjang atau kompleks. Semakin dekat dengan lokasi produsen maka rantai distribusi perdagangan semakin pendek, sebaliknya jika semakin jauh dari lokasi produsen maka rantainya semakin panjang. 22 Secara umum, pola distribusi perdagangan beras dari lima belas provinsi dapat dilihat pada Gambar 5. Pola distribusi perdagangan beras pada lima belas provinsi tersebut dimulai dari produsen beras kemudian didistribusikan ke eksportir, distributor, agen, grosir, supermarket, pengecer, konsumen akhir (rumah tangga, rumah sakit pemerintah, panti asuhan dan panti sosial), industri pengolahan (industri makanan seperti kue-kue basah, ketupat, krupuk dan industri tepung beras), serta didistribusikan kepada kegiatan usaha lain seperti rumah makan, hotel, restoran dan katering (Badan Pusat Statistik, 2009). Gambar 5. Pola Distribusi Perdagangan Beras Pada 15 provinsi (Badan Pusat Statistik, 2009) Menurut Perdana (2008), sistem rantai pasokan industri perberasan merupakan suatu siklus tertutup yang terdiri atas umpan balik aliran material berupa gabah, beras, uang dan aliran informasi berupa permintaan yang terjadi pada interaksi pelaku dari mulai petani, pedagang gabah, penggilingan beras (RMU), pedagang beras di sentra produksi sampai dengan pedagang beras di pasar induk perkotaan. Setiap aliran material dan informasi yang terjadi merupakan hasil keputusan yang dilakukan oleh setiap pelaku rantai pasokan industri perberasan. 23 2.4 Kondisi Perberasan di Provinsi DKI Jakarta Menurut Rusastra et al. ( 2004), secara umum petani dari tujuh kabupaten di Indonesia yaitu kabupaten Indramayu, Majalengka, Klaten, Kediri, Agam, Sidrap dan Ngawi menjual gabahnya melalui pedagang pengumpul, penggilingan padi dan Koperasi Unit Desa (KUD), sedangkan beras yang dihasilkan selanjutnya dijual melalui pedagang besar, pasar propinsi dan Depot Logistik (DOLOG). Sebagian jalur pemasaran beras dari tujuh kabupaten pemasok yang memasuki pasar konsumen DKI Jakarta ada yang masuk langsung menuju ke kios pengecer dan konsumen, misalnya dari kabupaten Agam, Sidrap dan Ngawi, sedangkan dari kabupaten Indramayu, Majalengka, Klaten dan Kediri, beras dipasarkan ke konsumen terlebih dahulu melalui pasar induk beras Cipinang (PIBC). Ilustrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Distribusi Beras Dari Tujuh Kabupaten Ke DKI Jakarta. (Rusastra et al., 2004) Menurut Badan Pusat Statistik (2009), pengadaan beras untuk DKI Jakarta, baik di tingkat distributor maupun pedagang pengumpul berasal dari produsen yang berada di provinsi lain, sedangkan importir mendapat pasokan dari importir langsung. Proses penjualan beras untuk wilayah DKI Jakarta memiliki 24 pola distribusi perdagangan yang cukup panjang dari tingkat distributor sampai dengan pedagang eceran. Sebagian besar distribusi beras di tingkat distributor dijual ke pedagang grosir (49,48%), kemudian ke agen (24,82%), ke pedagang eceran (17,19%), ke sub distributor (6,30%), ke supermarket (1,62%), ke konsumen akhir (0,57%), dan sebagian kecil ke kegiatan usaha lainnya (0,02%). Menurut pimpinan Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (DPP Perpadi) DKI Jakarta, impor beras yang terjadi pada tahun 2009 adalah impor beras ketan dan beras kelas premium yang dilakukan oleh pihak swasta yang ditentukan oleh Kementerian Pertanian untuk kuota impor beras khusus sebesar 80 ribu ton. Beras tersebut berasal dari Vietnam, Thailand dan India. Tahun 2010 sendiri, terdapat angka impor beras sebesar 600 ribu ton yang dilakukan oleh BULOG dari Vietnam untuk cadangan beras nasional sebagai tindak lanjut kontrak pemerintah Indonesia dengan pemerintah Vietnam sebelumnya. Dengan demikian, pada saluran distribusi perberasan di provinsi DKI Jakarta, terdapat unsur beras yang masuk dari luar negeri melalui mekanisme impor. Pola saluran distribusi beras di DKI Jakarta tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7. Pola Distribusi Beras di DKI Jakarta (Badan Pusat Statistik, 2009) 25 Pasokan beras yang masuk ke PIBC terutama berasal dari berbagai daerah seperti dari Banten, Cianjur, Karawang, Bandung, Cirebon, Jawa Tengah dan dari Jawa Timur. Berdasarkan data dari PIBC yang dapat dilihat pada Lampiran 1.1 sampai dengan Lampiran 1.5, untuk tahun 2005, beras sebanyak 80,8% dipasok dari tiga daerah yaitu dari Karawang, Cirebon dan Bandung, sedangkan 19,2% dipasok dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan dari luar pulau Jawa. Dari daerah yang sama untuk tahun 2006, 2007, 2008 dan 2009, berturut-turut beras yang dipasok ke PIBC adalah 74,73%, 70, 89%, 69,19 % dan 78,61 %. Untuk tahun 2009, ilustrasi pasokan beras menuju PIBC dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Pola Distribusi Beras Dari Luar DKI Jakarta ke PIBC (PIBC 2009) Pasokan beras yang ke luar dari PIBC, didistribusikan ke berbagai daerah yaitu ke wilayah DKI Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan antar pulau. Berdasarkan data PIBC, untuk tahun 2005 beras sebanyak 65,98% didistribusikan ke sejumlah pasar di DKI Jakarta, sebanyak 16,21% beras didistribusikan menuju antar pulau, sebanyak 14,91% beras didistribusikan menuju Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi, sedangkan sisanya sekitar 2,9% didistribusikan ke Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara lebih rinci, dari tahun 2005 sampai dengan 2009, persentase beras yang didistribusikan dari PIBC ke luar PIBC dapat dilihat pada Tabel 8. Sejak tahun 26 2008, beras dari PIBC juga didistribusikan ke Propinsi Banten. Ilustrasi distribusi beras dari PIBC ke luar PIBC tahun 2009 dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 8. Distribusi Beras Dari PIBC ke luar PIBC, 2005 – 2009 (%) Wilayah/ Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 DKI Jakarta Antar Pulau Bodetabek Jabar, Jateng, Jatim 65,98 16,21 14,91 2,89 66,48 17,49 13,86 2,18 74,43 10,01 13,41 2,16 65,27 15,60 17,27 1,86 58,32 23,43 16,03 2,22 (Diolah dari Data FSTJ 2005 – 2009) Gambar 9. Pola Distribusi Beras Dari PIBC ke Luar DKI Jakarta (PIBC, 2009) 2.5 Manajemen Logistik Logistik secara praktis sudah dimanfaatkan oleh pihak militer yang harus mendesak kekuatan negara/ wilayah tetangganya. Sebagaimana tercatat pada tahun 700 sebelum masehi, pasukan Assiria telah memiliki banyak peralatan perang yang terbuat dari besi, baju baja serta kereta pertempuran. Pasukan Assiria mengelola peralatan tersebut dengan baik dan menyediakannya dalam pertempuran di berbagai medan tempur seperti di gurun dan pegunungan (Karoo, 2011). 27 Menurut La Londe (1994), istilah logistique sudah dikenal pada jaman Napoleon Bonaparte. Istilah tersebut diberikan kepada perwira pembagi pasukan dan kepada petugas yang mencari dan mengumpulkan makanan untuk kuda dan binatang ternak. Lebih lanjut La Londe (1994) menyatakan bahwa pada tahun 1920`an, istilah distribusi fisik dipergunakan sebagai istilah yang memiliki pengertian bagaimana mengelola aliran barang yang dapat menurunkan biaya serta untuk meningkatkan pelayanan. Pada tahun 1948, The American Marketing Association (AMA) mendefinisikan manajemen distribusi fisik sebagai pergerakan dan penanganan barang dari titik produksi ke titik konsumsi. Pendekatan ke arah manajemen logistik terpadu, dimulai dari pendekatan pertama yaitu pendekatan distribusi fisik yang memfokuskan pengelolaan pada aliran barang jadi ke luar. Pendekatan ke dua adalah pendekatan manajemen material yang lebih fokus pada aktivitas pembelian, penerimaan, penanganan material, perencanaan produksi dan pengendalian persediaan. Pendekatan ke tiga adalah pendekatan logistik bisnis (business logistics) yang mencakup dua pendekatan sebelumnya yaitu gabungan dari manajemen material dan distribusi fisik (La Londe, 1994). Selanjutnya La Londe (1994) juga menyatakan bahwa evolusi manajemen logistik terpadu didasari oleh persediaan. Secara umum, persediaan dalam suatu perusahaan sebanyak 30% terdapat pada putaran pengadaan (procurement loop), 30% terdapat pada putaran operasional (operation loop) dan 40% terdapat pada putaran distribusi fisik. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Evolusi Manajemen Logistik Terpadu (La Londe, 1994) 28 Sementara itu Johnson (1996) merinci hal-hal yang terkait dengan perpindahan atau pengadaan barang dari para pemasok ke perusahaan yang disebut dengan logistik masuk (inbound logistics), pergerakan barang di dalam satu perusahaan disebut dengan manajemen material dan pemindahan barang jadi dari suatu perusahaan sampai kepada pelangan disebut dengan distribusi fisik. Johnson (1996) juga mendefinisikan logistik sebagai keseluruhan proses bahan dan barang (materials and products) mulai masuk, melalui dan keluar dari perusahaan. National Council of Physical Distribution Management (NCPDM) yang berubah nama menjadi Council of Logistic Management (CLM) dalam Blanchard (1998), mendefinisikan logistik sebagai proses perencanaan, penerapan, pengendalian aliran dan penyimpanan bahan baku, persediaan dalam proses, barang jadi dan informasi terkait secara efisien dengan biaya efektif (costeffective) dimulai dari titik awal sampai dengan titik pengguna atau titik konsumsi dengan tujuan memberikan kepuasan kepada pelanggan. Menurut Council of Supply Chain Management Professional (CSCMP), logistik didefinisikan sebagai bagian dari rantai pasokan yang merencanakan, menerapkan dan mengendalikan aliran maju dan balik (forward and reverse flow) secara efektif dan efisien dalam hal barang, jasa dan informasi antara titik awal dan titik konsumsi dengan tujuan memenuhi kebutuhan pelanggan (CSCMP, 2011). Stock (2001) memperlihatkan hubungan antara input , proses dan output logistik. Input yang memasuki sistem logistik dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya finansial dan sumber daya informasi. Proses logistik dimulai dari perencanaan, penerapan dan pengendalian. Ketiga proses ini didukung oleh berbagai kegiatan seperti layanan pelanggan, prakiraan kebutuhan, pengadaan, pergudangan dan distribusi serta transportasi. Sementara output dari sistem logistik tersebut ditujukan supaya sistem dapat berorientasi pada pasar, memiliki utilitas tempat dan waktu serta bersifat cepat tanggap terhadap pelanggan. Ilustrasi konsep tersebut dapat dilihat pada Gambar 11. 29 Gambar 11. Sistem Logistik Secara Komprehensif (Stock, 2001). Rutner (2007) memberikan gambaran keterpaduan antara manajemen material dan distribusi fisik secara lebih menyeluruh yang mencerminkan bisnis logistik. Mulai dari bahan baku, penyimpanan, proses manufaktur, distribusi dan transportasi barang jadi hingga ke pasar. Ilustrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Integrasi Manajemen Material dan Distribusi Fisik (Rutner, 2007). Menurut Rutner (2007), evolusi logistik dimulai dengan fase fragmentasi pada tahun 1960`an kemudian fase fragmentasi tersebut mengerucut menjadi tiga 30 bagian. Pada bagian pertama terdiri dari kegiatan-kegiatan logistik masuk (inbound logistics) seperti prakiraan kebutuhan dan pembelian, kemudian bagian kedua adalah bagian manajemen material dan bagian ke tiga adalah bagian logistik ke luar (out bound logistics) dengan kegiatannya seperti perencanaan distribusi dan transportasi. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar 13. Perkembangan definisi logistik dengan satu kebaruan diberikan oleh Caplice dari Masscachusett Institute of Technology (MIT). Caplice (2007) mendefinisikan logistik sebagai pengelolaan aliran item, informasi, uang dan ide dalam koordinasi proses rantai pasokan dengan menggunakan strategi tempat, waktu dan pola. Sementara pengertian logistik dalam bisnis keuangan dan perbankan, menurut Garda (2009) tidak hanya tergantung pada teknologi yang mendukung kepada target sukses bagi mitra usaha, tetapi juga tergantung kepada faktor manusia (human faktor) dalam hal mendengarkan, mempelajari dan mengantarkan solusi yang tepat untuk pelanggan. Gambar 13. Evolusi Logistik Dari Era 1960'an Sampai Tahun 2000'an (Rutner, 2007). 2.6 SCM (Supply Chain Management) Supply Chain Management atau diterjemahkan dengan manajemen rantai pasokan adalah konsep yang mengintegrasikan semua pelaku usaha yang secara umum terdiri dari pemasok, produsen, distributor, ritel sampai konsumen. Menurut Damrongwongsiri (2003) ruang lingkup rantai pasokan sangat luas 31 sehingga tidak akan ada satu model yang dapat mencakup semua aspek dari rantai pasokan. Banyak pihak memberikan pengertian tentang rantai pasokan. Global Supply Chain Forum dalam Croxton (2001) mendefinisikan bahwa rantai pasokan adalah suatu integrasi dari berbagai proses kunci bisnis, mulai dari pemasok awal sampai dengan pengguna akhir dengan cara menyiapkan barang, jasa dan informasi yang dapat memberikan nilai tambah untuk pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya (other stakeholders). Bolstorff (2003) mengartikan bahwa rantai pasokan adalah suatu proses yang terintegrasi dari suatu organisasi atau institusi yang memiliki aktivitas yang dimulai dari tahap perencanaan (plan), pengadaan sumber daya (source), pembuatan (make), pengantaran (deliver) dan pengembalian (return) untuk menangani barang, jasa maupun informasi dari pihak pemasok awal hingga ke tangan konsumen akhir. Menurut Levy (2003) rantai pasokan adalah satu himpunan pendekatan yang secara efisien mengintegrasikan pemasok, manufaktur, pergudangan dan penyimpanan sehingga produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan jumlah yang sesuai, ke tempat atau lokasi yang tepat, pada waktu yang tepat supaya dapat meminimalkan biaya keseluruhan sementara tingkat layanan pelanggan tetap terjaga. Di lain pihak Christofer (2005) mendefinisikan rantai pasokan sebagai pengelolaan hubungan ke arah hulu dan hilir dengan para pemasok dan konsumen untuk menghantarkan nilai terbaik kepada konsumen dengan biaya yang rendah ke seluruh rantai pasokan. Terdapat banyak penelitian yang meneliti rantai pasokan dalam komoditas beras. Mardianto (2004) meneliti tentang mengenai proteksi, promosi dan inovasi beras di berbagai negara di Asia. Goel (2007) meneliti mengenai pemasaran, struktur pasar dan kebijakan perusahaan untuk koordinasi distribusi beras. Blengini dan Busto (2009) membahas mengenai kajian siklus sistem produksi perberasan mulai budidaya padi sampai pengiriman beras ke ritel di Italia, sedangkan Moustier, et al. (2010) mengkaji peluang suatu organisasi petani yang menghasilkan beras untuk memasuki ritel modern di Vietnam. 32 2.7 Pendekatan Sistem Sistem adalah suatu kesatuan atau penggabungan dari elemen, komponen atau subsistem yang terkait satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan (Eriyatno, 2003; Alisadono et al., 2006). Terkait dengan proses input – output, maka sistem dipahami sebagai media yang menghubungkan antara variabel input dengan variabel output (Wellstead, 2000), sementara menurut Johnston, et al. (2000), sistem dipahami sebagai suatu area yang memiliki batas, memiliki komponen yang saling berhubungan, memiliki tujuan dan kinerja serta memiliki sumber daya dan hadir serta berhubungan dengan lingkungannya. Pendekatan sistem adalah metodologi dalam penyelesaian masalah yang disusun secara tentatif untuk mendapatkan hasil yang berupa sistem operasional (Alisadono et al., 2006), sedangkan menurut Shannon (2011) pendekatan sistem adalah analisis terhadap sistem secara utuh dan menyeluruh mulai dari bagian terkecil, sub bagian sampai sistem sebagai sesuatu yang terpadu itu sendiri dan menelaah bagaimana setiap bagian tersebut bekerja dan berhubungan. Menurut Eriyatno (2003), tahapan dalam pendekatan sistem mencakup analisis sistem, rekayasa model, implementasi rancangan serta implementasi dan operasi sistem. Di lain pihak, Alisadono et al. (2006), menyatakan bahwa pendekatan sistem melibatkan faktor-faktor yang penting dalam mencapai pemecahan masalah dan menggunakan metode kuantitatif yang tepat pada berbagai tahap untuk mencapai tujuan sistem tersebut. Terdapat beberapa penelitian yang memanfaatkan pendekatan sistem dalam penyelesaian suatu persoalan seperti yang dilakukan oleh Chapman et al. (2001) dalam penelitian tentang efek jatuh dari meteor atau asteroid terhadap bumi dan kepanikan penduduk. Sonar (2009) melakukan penelitian tentang pengembangan bisnis cerdas (business intelligence) yang memanfaatkan berbagai metode kecerdasan buatan (artificial intelligence) serta dapat digunakan melalui internet dengan waktu seketika (real time - on line), sedangkan Prakash (2010) memanfaatkan pendekatan sistem dalam penelitian tentang resistensi terhadap perubahan dari pustakawan yang bekerja di sektor akademik dan institusi riset di India. 33 2.8 Modal Sosial (Social Capital) Social capital atau modal sosial adalah suatu pendekatan sosial kemasyarakatan yang memandang bahwa masyarakat dengan semua norma dan strukturnya adalah aset atau modal yang dapat dipergunakan untuk mendapatkan manfaat dalam kehidupan masyarakat. Manfaat bagi masyarakat tersebut dapat berbentuk manfaat ekonomi, manfaat psikologi, manfaat keamanan dan kenyamanan serta manfaat pendidikan bagi masyarakat itu sendiri. Menurut Woolcock dan Narayan (2000), modal sosial adalah norma atau jaringan yang memungkinkan satu kelompok masyarakat dapat bertindak secara bersama-sama, sementara menurut Fukuyama (2001), modal sosial adalah norma yang mendorong interaksi antara dua individu atau lebih untuk bekerja sama. Misal norma tersebut dapat berupa norma sederhana di antara dua orang sahabat sampai dengan norma yang komplek dan rumit di antara dua kelompok masyarakat yang memiliki dua ajaran agama yang berbeda. Menurut Dudwick et al. (2006), dilihat dari faktor pendukungnya, terdapat enam dimensi dalam modal sosial yaitu adanya kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, tindakan kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi, kohesi sosial dan inklusi, serta pemberdayaan dan tindakan politik. Menurut Knorringa dan Steveren (2006), dimensi dalam modal sosial dapat dilihat dari tingkat kompleksitas struktur sosial. Tingkat tersebut dapat berbentuk mikro (microlevel), menengah (mesolevel) maupun makro (macrolevel). Secara mendasar, menurut Scheffert (2009), jaringan dalam modal sosial dibentuk dari tiga faktor yaitu jaringan ikatan (bonding network), jaringan penghubung (linking network) dan jaringan jembatan (bridging network). Ilustrasi jaringan tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Pada penelitian ini, dibahas hubungan antara konsep modal sosial yang berasal dari konsep sosial kemasyarakatan dengan konsep rantai pasokan yang berasal dari konsep strategi bisnis. Seperti McGrath dan Sparks (2005) yang menyatakan para pelaku usaha dalam rantai pasokan semakin kuat ikatannya apabila didasarkan pada modal sosial, sedangkan penelitian Segura dan Anghel (2011) menjelaskan hubungan modal sosial di antara pembeli dengan para pemasoknya. 34 Gambar 14. Jaringan Dalam Modal Sosial (Scheffert, 2009). 2.9 Definisi Prakiraan (Forecasting Definition) Terdapat banyak pemahaman tentang prakiraan, namun secara umum prakiraan didefinisikan sebagai proses menganalisis data saat ini dan data pada masa lalu untuk menentukan tren di masa depan. Prakiraan sudah banyak digunakan di berbagai bidang seperti untuk prakiraan pemasaran (Armstrong, 1987), prakiraan nilai tukar mata uang (Halim, 2000), prakiraan cuaca (Coiffier, 2008), prakiraan pertanian (Kahforoushan, 2010), prakiraan untuk produktivitas (Mouli, 2006), prakiraan keuangan pada suatu bank (Kumar, 2006) dan prakiraan penjualan (Traudes, et al, 2008). Beberapa kategori metode prakiraan termasuk time series (Derby, 2009), metode ekonometrik (Allen, 2001) dan jaringan syaraf tiruan (Makridakis, 1998; Tkacz, 1999; Betker, 2003 dan Patuelli, 2006). Pada penelitian ini, proses prakiraan dipergunakan untuk memperkirakan pasokan beras dan memperkirakan harga beras di wilayah DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah time series dan metode yang digunakan adalah jaringan syaraf tiruan backpropagation. 35 Beberapa Sifat dari Prakiraan Dalam membuat prakiraan atau menerapkan hasil suatu prediksi, maka ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Menurut Santoso (2009) prakiraan pasti mengandung kesalahan, artinya prakiraan hanya dapat mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi, tetapi tidak dapat menghilangkan ketidakpastian tersebut. Selain itu juga prakiraan jangka pendek lebih akurat dibandingkan prakiraan jangka panjang, hal ini disebabkan karena pada prakiraan jangka pendek, faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan relatif masih konstan, sedangkan semakin panjang periode prediksi, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya perubahan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan. Menurut Hanaa (2009), prakiraan kebutuhan dipandang sebagai kunci untuk menyeimbangkan resiko kelebihan pasokan dan kekurangan pasokan. 2.10 Pemilihan Pemasok (Supplier Selection) Menurut Boran et al. (2009), Razmi (2009), Gulsen (2010) dan Hsu (2010), pemilihan pemasok adalah salah satu kegiatan rantai pasokan yang strategis dan sangat penting dalam menjamin kesinambungan dan efektifitas rantai pasokan. Menurut Boran et al. (2009) pemilihan pemasok adalah proses untuk mendapatkan pemasok yang tepat yang dapat menyediakan pihak pembeli mutu barang maupun jasa yang tepat dengan harga yang tepat, pada waktu dan jumlah yang tepat. Menurut Gulsen (2010), tujuan dari pemilihan pemasok adalah untuk mereduksi resiko pembelian, memberi nilai yang optimal, membangun relasi jangka panjang dan handal antara pembeli dan pemasok. Proses pengambilan keputusan dalam pemilihan pemasok menurut Jadidi (2009), Boran et al.(2009) dan Gulsen (2010) umumnya dilaksanakan melalui pengambilan keputusan multi atribut (multi attribute decision making/ MADM) yang dipengaruhi oleh faktor kuantitatif maupun kualitatif , melibatkan banyak resiko, sulit dan kompleks. Sehubungan dengan pemilihan pemasok beras untuk PIBC, alternatif yang dipertimbangkan adalah para pemasok beras yang selama ini sudah melakukan transaksi perberasan dengan PIBC maupun pemasok prospektif di masa mendatang yang berpeluang bertransaksi dengan PIBC. Kriteria yang dipertimbangkan adalah kriteria yang berhubungan dengan 36 perberasan, baik yang terkait dengan mutu beras, yang terkait dengan karakteristik pemasok maupun kriteria yang berhubungan dengan proses transaksi antara pemasok dengan PIBC. Kriteria tersebut dapat berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. Menurut pimpinan FSTJ, terdapat delapan belas daerah pemasok beras yang masuk ke PIBC selama ini, yaitu Subang, Karawang, Indramayu, Cirebon, Bandung, Garut, Tasik, Sumedang, Tegal, Solo, Demak, Pati, Kediri, Lumajang, Surabaya, Lampung, Palembang dan Makasar. Adapun kriteria yang dapat dipergunakan untuk menentukan jenis beras apa dan dari daerah mana dipasoknya, dapat dipergunakan kriteria dari SNI yaitu derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir utuh, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning/rusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah dan campuran varietas lain. Kriteria lain yang dapat dipergunakan misal harga dan waktu pengantaran. 2.11 IDSS (Intelligent Decision Support System) Menurut Daihani (2001), sistim informasi manajemen (SIM) lebih berorientasi pada dukungan tidak langsung seperti memberikan laporan, sedangkan Decision Support System (DSS) memberikan dukungan lebih langsung pada permasalahan dengan menyediakan alternatif pilihan. Menurut Marimin (2005), SIM merupakan sistem yang berfungsi meneruskan/ mentransformasikan data menjadi informasi sedangkan DSS merupakan sistem yang berfungsi mentransformasikan data dan informasi menjadi alternatif keputusan dan prioritasnya. Menurut Eriyatno (2003), ilmu manajemen mengarah pada usaha mengklasifikasikan perihal keputusan menjadi berbagai kategori. Melalui taksonomi fungsi keputusan, pengklasifikasian ini menentukan teknologi mana yang tepat untuk setiap kelas keputusan sehingga diperlukan sejenis kaitan antara ilmu informatika dan ilmu manajemen yang dikenal dengan DSS. Menurut Turban (2005), DSS adalah suatu sistem interaktif berbasis komputer yang dapat membantu para pengambil keputusan dalam menggunakan data dan model untuk memecahkan persoalan yang bersifat tidak terstruktur. Dari definisi tersebut, DSS memiliki empat karakteristik utama sebagai berikut : 37 a. Menggabungkan data dengan model b. Membantu manajer dalam proses pengambilan keputusan terhadap pekerjaan yang semi-terstruktur atau tidak terstruktur c. Mendukung, bukan menggantikan keputusan manajerial d. Bertujuan memperbaiki efektivitas keputusan, bukan efisiensi keputusan yang telah diambil. Menurut Marimin (2004), mengambil atau membuat keputusan adalah suatu proses yang dilaksanakan orang berdasarkan pengetahuan dan informasi yang ada. Keputusan dapat diambil dari alternatif keputusan yang ada. Alternatif keputusan tersebut dapat dilakukan dengan adanya informasi yang diolah dan disajikan dengan dukungan sistem penunjang keputusan. Adapun informasi terbentuk dari data yang terdiri dari bilangan dan istilah atau kata (terms) yang disusun, diolah dan disajikan dengan dukungan sistem informasi manajemen (SIM). Kemudian keputusan yang diambil perlu ditindaklanjuti dengan aksi yang dalam pelaksanaannya perlu mengacu pada standar prosedur operasi (Standard Operational Procedure) dan akan membentuk kembali data. Siklus dari data, informasi dan keputusan menjadi aksi, dapat dilihat pada Gambar 15. Bilangan, Kata dan Istilah SIM Informasi DSS Alternatif Keputusan Data Monev Aksi Keputusan SOP Keterangan : Monev : Monitoring and Evaluation DSS : Decision Support System SOP : Standard Operating Procedure Gambar 15. Siklus Dari Data, Informasi dan Keputusan Menjadi Aksi (Marimin, 2004). 38 Selanjutnya Marimin (2005) menyatakan bahwa struktur DSS terdiri dari data yang tersusun dalam sistem manajemen basis data (SMBD), kumpulan model yang tersusun dalam sistem manajemen basis model (SMBM), sistem pengolahan problematik, sistem manajemen dialog dan pengguna. Hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16. Struktur Dasar Decision Support System (Marimin, 2005). Karakteristik DSS menurut Turban (2005) dapat dilihat pada Gambar 17. Keterkaitan masalah, dukungan dan manfaat DSS diantaranya sebagai berikut : 1. DSS menyelesaikan masalah semi-terstruktur dan tidak terstruktur. 2. DSS dapat dipergunakan untuk mendukung semua level manajerial, dari eksekutif puncak sampai manajer lini. 3. DSS dapat dipergunakan secara virtual melalui media internet (web). 4. DSS lebih berorientasi pada efektifitas dan bukan pada efisiensi proses. 5. DSS hanya suatu alat bantu, kontrol penuh ada pada pengambil keputusan. 6. DSS bersifat adaptif dan fleksibel. 7. DSS mudah dioperasikan karena bersifat interaktif. 8. DSS dapat dipergunakan sesuai untuk kebutuhan individu maupun untuk kebutuhan kelompok. 9. DSS dapat bekerja secara tersendiri (stand alone) atau dapat juga diintegrasikan dalam suatu jaringan internet (web). 10. DSS dapat mendukung berbagai proses dan gaya pengambilan keputusan dari semua pelaku dalam suatu sistem. 39 14. Standalone, Integrasi, berbasis Web 1. Masalah semiterstruktur dan tidak terstruktur 2. Mendukung manajer di semua level 13. Akses data 3. Mendukung individu dan kelompok 12. Pemodelan dan analisa 4. Keputusan yang saling bergantung DSS 11. Kemudahan pengembangan oleh pengguna akhir 5. Mendukung intelegensi, desain, piliha dan implementasi 10. Manusia mengontrol mesin 9. Kefektifan, bukan efisiensi 6. Mendukung berbagai proses dan gaya keputusan 8. Kemudahan penggunaan Interaktif 7. Dapat diadaptasi dan fleksibel Gambar 17. Karakteristik Decision Support System (Turban, 2005) Komponen yang mendukung DSS, menurut Turban (2005) adalah data, model, pengetahuan (knowledge) dan perangkat antar-muka (user interface). Data dapat diperoleh dari data internal maupun eksternal, hal yang sama berlaku untuk model dan pengetahuan dapat diperoleh dari pihak internal maupun eksternal. DSS dapat juga dikaitkan dengan sistem komputer lain dan dapat pula dihubungkan dengan internet, intranet dan ekstranet. Secara lebih jelas, komponen pendukung DSS tersebut dapat dilihat pada Gambar 18. Berbeda dengan DSS, IDSS merupakan sistem pendukung keputusan yang dikembangkan dengan cara menambahkan komponen kecerdasan buatan/ artificial intelligent (AI) ke dalam sistem manajemen basis model dengan tujuan membuat DSS menjadi cerdas (Foster, 2011). Contoh IDSS adalah pemodelan, evaluasi dan pengelolaan rantai pasokan beserta aplikasinya untuk rantai pasokan pengilangan minyak (Nirupam et al. (2002) serta optimasi untuk perencanaan dan perawatan jalur kereta api (Dell`Orco, 2011). 40 Gambar 18. Komponen Decision Support System (Turban, 2005). Menurut Shim (2002) perkembangan DSS dalam beberapa dekade mendatang akan memanfaatkan penggunaan teknik kecerdasan buatan dan operasional riset. Teknik-teknik yang digunakan misalnya adalah tabu search, algoritma genetika, simulated annealing dan jaringan saraf tiruan. Menurut Turban (2005) dan Mateou (2008), kecerdasan buatan itu sendiri adalah kumpulan konsep dan ide yang berkaitan dengan perkembangan sistem cerdas yang areanya meliputi hal-hal sebagai berikut : sistem pakar, jaringan saraf tiruan, logika fuzzy, machine learning, algoritma genetika, robotik, pemrosesan bahasa alami, speech understanding, playing game dan computer vision. 2.12 Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Menurut Faucett (1994), Jain (1998) dan Kahforoushan (2010), jaringan syaraf tiruan (JST) adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik performansi khusus yang dapat disamakan dengan cara kerja jaringan syaraf manusia. JST telah dikembangkan sebagai upaya generalisasi permodelan matematika dari kesadaran atau dari jaringan syaraf manusia, dengan asumsi sebagai berikut : 41 1. Informasi diproses pada banyak elemen yang disebut sel syaraf (neuron). 2. Sinyal bergerak diantara sel syaraf yang satu dengan sel syaraf lainnya melalui sambungan penghubung. 3. Setiap sambungan penghubung memiliki suatu bobot terkait, bobot tersebut melipatgandakan sinyal yang ditransmisikan. 4. Setiap sel syaraf menerapkan fungsi aktivasi yang biasanya tidak linier terhadap masukan (input). Fungsi aktivasi mentransformasikan penjumlahan sinyal berbobot yang masuk untuk menentukan sinyal keluaran (output). Menurut Haykin (1994), JST adalah sebuah prosesor yang terdistribusi paralel dan mempunyai kecenderungan untuk menyimpan pengetahuan yang didapatkannya dari pengalaman dan membuatnya tetap tersedia untuk digunakan. Hal ini menyerupai kerja otak dalam dua hal di bawah ini : 1. Pengetahuan diperoleh oleh jaringan melalui suatu proses belajar. 2. Kekuatan hubungan antar sel saraf yang dikenal dengan bobot sinapsis digunakan untuk menyimpan pengetahuan. Menurut Jain (1998), Bhadeshia (2009) dan Rahman (2010), JST tidak menggunakan sistem permodelan matematika tetapi mempelajari perilaku sistem dengan menggunakan sistem input-output data, karena itu jaringan syaraf tiruan memiliki kemampuan melakukan suatu proses perumuman (generalization) yang efektif untuk menangani masalah yang tidak linier. Menurut Munakata (2008), suatu JST merupakan abstraksi dari model otak manusia. Otak manusia diperkirakan memiliki 1011 sel syaraf yang disebut neuron. Sel syaraf tersebut dihubungkan oleh sekitar 1015 sambungan. Jaringan saraf pada otak manusia dipandang sebagai fungsi dasar dari sumber kecerdasan yang mencakup persepsi, pengetahuan dan pembelajaran. Suatu ilustrasi yang terkait dengan susunan syaraf pada manusia diperlihatkan pada Gambar 19. Gambar tersebut adalah gambar susunan sebuah sel syaraf manusia dengan berbagai komponennya seperti inti sel (nucleus), dendrite, badan sel dan axon. 42 Gambar 19. Susunan Syaraf Pada Manusia (Enchanted, 2011) Setiap sel syaraf (neuron) memiliki suatu inti sel (nucleus), inti sel tersebut bertugas untuk melakukan pemrosesan informasi. Informasi yang datang diterima oleh dendrit. Informasi hasil olahan tersebut akan menjadi masukan bagi neuron lain, di mana antar dendrit ke dua sel tersebut dipertemukan melalui sinapsis. Informasi yang dikirimkan antar sel syaraf tersebut berupa rangsangan atau sinyal yang dilewatkan melalui dendrit. Informasi yang datang dan diterima oleh dendrit akan dijumlahkan dan dikirim melalui axon ke dendrit akhir yang bersentuhan dengan dendrit dari sel syaraf yang lain. Jika memenuhi batasan tertentu, yang dikenal dengan nama nilai ambang (threshold) maka informasi ini akan diterima oleh sel syaraf lain (Kusumadewi, 2003). Lebih lanjut menurut Kusumadewi (2003), arsitektur JST terdiri dari jaringan dengan lapisan tunggal (single layer net) dan jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net). Jaringan dengan banyak lapisan memiliki satu atau lebih jaringan tersembunyi (hidden layer) yang terletak di antara lapisan masukan dan lapisan keluaran. Jaringan dengan banyak lapisan tersebut dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada jaringan dengan lapisan tunggal. Ilustrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 20. Menurut Smith (1999) dan Kahfourushan (2010), struktur JST yang sering digunakan berbentuk jaringan dengan tiga lapisan yang disebut dengan lapisan masukan, lapisan tersembunyi dan lapisan keluaran. Garis antara node 43 menunjukkan aliran informasi dari satu node ke node berikutnya. Pada JST seperti ini, aliran informasi hanya bergerak dari masukan menuju keluaran. Struktur tersebut diperlihatkan pada Gambar 21. Menurut Krose (1996) proses pembelajaran dalam JST terbagi menjadi dua bagian, sebagai berikut : a. Terawasi (supervised learning) yaitu pembelajaran dengan cara memberikan pasangan masukan dan keluaran yang sesuai terhadap suatu jaringan. Proses pembelajaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 22. b. Tidak terawasi (unsupervised learning) yaitu pembelajaran dimana suatu unit keluaran dilatih untuk merespon sekelompok pola masukan. Gambar 20. Jaringan Syaraf Tiruan Banyak Lapisan (Kusumadewi, 2003). Gambar 21. Jaringan Syaraf Tiruan Tiga Lapis (Rounds, 2002). 44 Gambar 22. Pembelajaran Jaringan Syaraf Tiruan Terawasi (Neuro AI, 2011). Menurut Faucett (1994), contoh metode pembelajaran untuk JST yang masuk ke dalam kategori pembelajaran terawasi adalah metode Hebb Rule, Perceptron, Delta rule dan Backpropagation, sedangkan menurut Jain (1998) dan Patuelli (2006), JST banyak lapisan backpropropagation adalah jaringan dengan pembelajaran terawasi yang paling banyak dipergunakan. Menurut Munakata (2008), terdapat sejumlah kelebihan dan kekurangan dari penggunaan JST. Kelebihan dari penggunaan JST adalah sebagai berikut : 1. Kemampuan jaringan untuk belajar, dengan cara menyesuaikan bobot mereka untuk setiap proses pembelajarannya. 2. Kehandalan, jaringan saraf dapat menangani sejumlah noise pada input, bahkan jika bagian dari jaringan saraf rusak (sama seperti kerusakan otak secara parsial), jaringan seringkali masih dapat melakukan tugas sampai batas tertentu. 3. Generalisasi, suatu JST dapat menangani pola baru yang sama dengan pola belajar. 4. Nonlinier, masalah nonlinear sulit untuk diselesaikan secara matematis tetapi jaringan syaraf dapat menangani masalah tersebut selama jaringan dapat mempelajari pola non-linearitas tersebut. Menurut Rurkhamet (1998), terdapat nilai lebih dan nilai kurang dari prakiraan dengan metode JST dibandingkan dengan metode regresi. Perbandingan kelebihan dan kekurangan dari ke dua metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. 45 Tabel 9. Perbandingan Prakiraan Antara Metode JST dan Regresi Prediksi Nilai Lebih Nilai Kurang Metode Regresi 1. Mudah digunakan 2. Hasil lebih mudah untuk diinterpretasikan 1. Jumlah variable terbatas 2. Tidak sesuai untuk data non-linear tingkat tinggi. 3. Hanya data numerik yang dapat diolah Metode JST 1. Mampu menangani banyak variabel 2. Jumlah variable tidak terbatas dan lebih banyak dimensi data 3. Perilaku data dapat diketahui tanpa mengidentifikasi sebagai masukan 4. Kecenderungan hasil lebih akurat 5. Mampu beradaptasi pada saat parameter atau data diubah 1. Periode pelatihan yang tepat tidak dapat diperkirakan 2. Metode JST berbeda memberikan hasil yang berbeda yang mengakibatkan ketidakpastian untuk mendapatkan solusi terbaik. 3. Dapat menyebabkan kondisi yang tidak stabil. 4. Lebih sulit dan rumit untuk diterapkan 5. Sulit untuk menjelaskan mengapa dan bagaimana jaringan syaraf dapat menyelesaikan masalah (Rurkhamet, 1998) Selain JST memiliki banyak kelebihan, JST juga memiliki beberapa kekurangan sebagai berikut (Munakata, 2008) : 1. Jaringan belum benar-benar dapat meniru cara kerja otak manusia sehingga masih perlu pengkajian dan pengembangan. 2. Setelah jaringan dilatih untuk mempelajari suatu pola, bobot yang dihasilkan tidak memberikan informasi yang jelas. Seperti terjadi pada otak manusia, walau otak bekerja dengan kecerdasan tingkat tinggi, tetapi ketika otak dilihat secara phisiology, yang terlihat hanya lalu lintas sinyal elektrokimia saja. 3. Proses perhitungan seringkali memakan waktu lama, tetapi ketika jaringan sudah terlatih, dia dapat dipergunakan untuk memahami dan memperkirakan suatu pola yang sudah dipelajarinya. 4. Peningkatan skala (scaling-up) suatu jaringan syaraf tidak mudah. Misal jaringan dengan input 100 neuron sudah terlatih, tetapi apabila input neuron ditingkatkan menjadi 101, maka proses pelatihan dimulai dari awal kembali. 46 Backpropagation Backpropagation merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan (multy layer perceptron) (Patuelli, 2006). Algoritma backpropagation menggunakan galat keluaran untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Error output ini diperoleh setelah tahap perambatan maju (forward propagation) dikerjakan. Pada saat perambatan maju, sel-sel syaraf diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi Sigmoid Biner atau Sigmoid Bipolar. Arsitektur JST backpropagation diperlihatkan pada Gambar 23, sedangkan algoritma dari JST mengacu pada Faucett (1994), Munakata (2008) dan Seminar (2010). Gambar 23. Arsitektur JST Backpropagation (Regensburg, 2009) Menurut Faucett (1994), Munakata (2008) dan Seminar (2010) algoritma Backpropagation dimulai dari tahap inisialisasi bobot, tahap perambatan maju (feedforward propagation), tahap perambatan mundur (back propagation) dan tahap perbaikan bobot. Secara lebih rinci, algoritma backpropagation dapat dilihat pada Lampiran 2. jaringan syaraf tiruan 47 2.13 TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) Menurut Lotfi (2007) dan Sachdeva et al. (2009), TOPSIS merupakan salah satu metode untuk penyelesaian permasalahan Multi-Attribute Decision Making (MADM). Secara lebih rinci, algoritma TOPSIS dapat dilihat pada Lampiran 3. Prosedur TOPSIS mengikuti langkah-langkah sebagai berikut (Jahanshahloo, 2006; Mahmoodzadeh et al., 2007 dan Karimi et al., 2009) : 1. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi 2. Membuat matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot 3. Menentukan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif 4. Menentukan jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif 5. Menentukan nilai preferensi untuk setiap alternatif Metode yang didasarkan pada metode TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution) banyak dipergunakan dalam proses memilih sesuatu hal dari berbagai alternatif dan berbagai kriteria, seperti dipergunakan oleh Chakladar (2008) untuk memilih proses non traditional machining (NTM) yang paling sesuai untuk suatu logam dengan spesifikasi kerja tertentu. Kannan et al. (2009) memanfaatkan TOPSIS untuk memilih pihak penyedia logistik balik (third-party reverse logistics providers) untuk industri batu batre di India, sementara Yong (2006) memanfaatkan TOPSIS untuk memilih lokasi pabrik yang sangat penting peranannya dalam melakukan penghematan biaya dan memaksimumkan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan. TOPSIS dalam penelitian ini dimanfaatkan untuk memilih pemasok beras dari berbagai alternatif pemasok beras yang akan memasok ke PIBC dengan berbagai kriteria yang ditentukan. Alternatif pemasok beras dapat diperoleh dari para pemasok beras yang selama ini telah memasok beras ke PIBC seperti dari kabupaten Subang, Indramayu, Cirebon, Cianjur dan Bandung. Kriteria yang berhubungan dengan perberasan yang dapat digunakan untuk diproses dengan metode TOPSIS, baik kriteria yang didasarkan kepada kebiasaan di PIBC maupun kriteria yang didasarkan pada SNI No. 01-6128-1999, adalah sebagai berikut : 48 1. Harga (price) adalah harga beras yang berlaku di PIBC, misal untuk suatu jenis beras tertentu, harga 1 kg = Rp. 6.000,-, berarti sasarannya (goal) semakin murah semakin baik, sehingga sasaran yang dituju adalah minimal. 2. Warna (colour) adalah warna beras yang cukup menentukan dalam pengambilan keputusan pada suatu transaksi beras di PIBC. Semakin putih biasanya semakin baik, ukuran warna dapat dikategorikan dalam bentuk skala likert 1 – 5. Jadi pilihannya adalah 5 = putih jernih, 4 = putih, 3 = cukup putih, 2 = kurang putih, 1 = buram, (sasaran: maksimum). 3. Waktu pengantaran (delivery time) adalah ukuran yang dihitung berdasarkan waktu ketepatan pengantaran beras dari pemasok sampai masuk ke PIBC. Semakin tepat semain baik, jadi ukurannya dapat dihitung dalam persentase, misal 99%, 97% dst, (sasaran : maksimum). 4. Jumlah pasokan (quantity) adalah ukuran yang didasarkan pada kemampuan pasokan yang tersedia dari pemasok, sehingga ukurannya dapat dinyatakan dalam skala likert, seperti 5 = jumlah pasokan berlebih, 4 = jumlah pasokan cukup memadai, 3 = jumlah pasokan kurang, 2 = jumlah pasokan sangat sedikit, 1 = jumlah pasokan tidak ada, sehingga semakin besar jumlah pasokan beras yang dapat disediakan pemasok, semakin baik, (sasaran : maksimum). 5. Butir patah adalah ukuran banyaknya butir beras yang patah pada suatu volume beras tertentu. Hal ini dapat diukur berdasarkan persentase, misal 0% untuk mutu beras yang paling bagus, 5% untuk mutu beras II, 15% untuk mutu beras III, 25% untuk mutu IV dan 35% untuk mutu beras V, sehingga semakin kecil persentase butiran beras patah tentu semakin baik, (sasaran : minimum). 6. Kadar air adalah banyak kandungan air yang terdapat pada butiran beras. Ukurannya dapat dihitung berdasarkan persentase, misalnya kadar air 14% untuk beras mutu I sampai dengan mutu beras IV dan kadar air 15% untuk beras mutu V, sehingga semakin kecil persentase kadar air dalam beras tentu akan semakin baik, (sasaran : minimum). 7. Butir menir adalah ukuran butiran beras yang kecil dan tidak utuh. Hal tersebut biasa dihitung berdasarkan persentase, misal butir menir 0% untuk beras mutu I dan II, 1% untuk beras mutu III, 2% untuk beras mutu IV dan 5% 49 untuk beras mutu V, sehingga semakin kecil persentase beras menir tentu semakin baik, (sasaran: minimum). 8. Derajat sosoh adalah ukuran yang dihitung berdasarkan persentase, misalnya 100% untuk mutu beras kualitas I sampai dengan III, 95% untuk beras mutu IV dan 85% untuk beras mutu V, sehingga semakin besar derajat sosoh beras, hasilnya semakin baik, (sasaran : maksimum). 9. Benda asing lain adalah ukuran banyaknya benda selain beras seperti pasir. Hal tersebut dihitung berdasarkan persentase, misal benda asing 0% pada beras, berarti beras tersebut memiliki mutu I dan II dan apabila benda asing sebesar 0.02%, berarti beras tersebut memiliki mutu III, sehingga semakin kecil persentase benda asing pada beras tentu semakin baik, (sasaran : minimum). 10. Fleksibilitas pemasok adalah kemampuan manajerial pemasok beras dalam menghadapi permasalahan transaksi usaha dengan pihak lain. Fleksibilitas dapat diukur berdasarkan skala likert, 5 = sangat fleksibel, 4 = fleksibel, 3 = cukup fleksibel, 2 = kurang fleksibel, 1 = tidak fleksibel, (sasaran : maksimum). 2.14 VRP (Vehicle Routing Problem) Menurut Yeun, et al (2008), vehicle routing problem (VRP) memegang peranan sangat penting dalam pendistribusian dan masalah logistik. Yeun, et al (2008), selanjutnya mendefinisikan VRP sebagai persoalan bagaimana mendapatkan rute yang optimum dalam mengantarkan sejumlah barang dari satu atau beberapa depot ke sejumlah kota atau pelanggan dengan kendala tertentu. VRP adalah nama generik yang diberikan kepada seluruh masalah yang terkait dengan sejumlah rute untuk sejumlah armada kendaraan yang harus ditentukan untuk sejumlah kota atau pelanggan yang terpisah secara geografis yang didasarkan pada satu atau beberapa depot pengisian. Menurut Osman (1993), penyelesaian masalah rute dengan VRP mampu menurunkan biaya transportasi antara 6% sampai 15%, sedangkan menurut Toth (2001) penghematan biaya transportasi tersebut berada di antara 5% sampai 20%. Tujuan dari VRP adalah untuk menyampaikan sejumlah permintaan pelanggan yang diketahui dengan 50 biaya minimum pada rute yang berasal dan berakhir pada suatu depot (Diaz, 2011). VRP adalah masalah matematika kombinatorial yang didasarkan pada konsep graf G (V, E). Formulasi matematika yang dipergunakan untuk masalah VRP tersebut menurut Osman (1993), Yeun, et al (2008) dan Diaz (2011) adalah sebagai berikut : adalah himpunan simpul (vertex), dimana : o Depot di posisikan di o Tetapkan . digunakan sebagai himpunan • kota. adalah himpunan busur. • adalah matriks bukan negatip (non-negative) berupa biaya atau jarak antara pelanggan • dan . adalah suatu vektor permintaan pelanggan. • adalah rute untuk kendaraan . • adalah jumlah atau kendaraan (semuanya sama). Satu rute ditugaskan untuk masing-masing kendaraan. Pada saat untuk semua persoalan simetris dan . Dengan setiap simpul , permasalahan disebut sebagai diganti dengan himpunan di dikaitkan dengan kuantitas dari barang-barang yang akan dikirimkan oleh sebuah kendaraan. Dengan demikian VRP adalah menentukan satu himpunan rute kendaraan dengan biaya minimal, mulai dan berakhir di depot, sehingga setiap simpul di tepat dikunjungi satu kali oleh satu kendaraan. Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan , sebagai sebuah batas bawah dari jumlah kendaraan yang diperlukan untuk melayani pelanggan dalam himpunan . adalah waktu layanan (waktu yang diperlukan untuk membongkar semua barang), diperlukan oleh sebuah kendaraan untuk membongkar barang dengan kuantitas di simpul . Durasi waktu total dari setiap rute kendaraan (waktu perjalanan dan waktu layanan) tidak melebihi batas ditentukan, dengan demikian biaya yang telah adalah waktu perjalanan antar kota. 51 Sebuah solusi yang layak (feasible) diperoleh dari : • Suatu partisi • Suatu permutasi dari ; dari menentukan urutan pelanggan pada rute . Biaya dari sebuah rute yang telah ditentukan ( dan ), dimana ( menyatakan depot), dinyatakan dengan : . Sebuah rute adalah layak apabila kendaraan berhenti tepat satu kali pada setiap pelanggan dan durasi waktu total rute tidak melebihi batas : . Akhirnya, biaya dari solusi masalah adalah : . Menurut Toth (2001), tujuan umum dari VRP adalah sebagai berikut : 1. Meminimalkan biaya transportasi secara menyeluruh. 2. Meminimalkan jumlah kendaraan (atau pengemudi) yang dibutuhkan untuk dapat melayani seluruh konsumen, 3. Menyeimbangkan rute, untuk waktu tempuh dan beban angkut (vehicle load) 4. Meminimalkan penalti yang berkaitan dengan pemenuhan pelayanan yang kurang terhadap konsumen (partial service of customers). Pada kenyataan beberapa kendala yang berpengaruh yang menjadikan adanya beberapa tipe VRP, menurut Toth (2001) adalah sebagai berikut : 1. Setiap kendaraan memiliki kapasitas terbatas (Capacitated VRP - CVRP) 2. Setiap konsumen dipasok pada waktu tertentu (VRP with time windows VRPTW) 3. Pemasok menggunakan lebih dari satu depot untuk memasok konsumen (Multiple Depot VRP - MDVRP) 4. Konsumen dapat mengembalikan barang ke depot (VRP with Pick-up and Delivery - VRPPD) 5. Konsumen dapat dilayani oleh kendaraan yang berbeda (Split Delivery VRP SDVRP) 6. Beberapa nilai seperti jumlah konsumen, permintaan konsumen, dan waktu perjalanan adalah bersifat acak (Stochastic VRP - SVRP) 7. Pengiriman dapat dilakukan per periode waktu (Periodic VRP - PVRP). 52 Teknik Penyelesaian VRP Teknik penyelesaian VRP terbagi menjadi tiga metode penyelesaian, yaitu penyelesaian dengan menggunakan metode pasti (exact method), metode heuristics dan metode meta-heuristics (Diaz, 2011). 1. Metode pasti yaitu metode yang melakukan perhitungan pada setiap kemungkinan solusi sampai diperoleh solusi terbaik. Contoh perhitungan dengan metode tersebut adalah metode Branc and Bound. 2. Metode heuristics yaitu metode yang secara umum menghasilkan suatu solusi yang baik dengan waktu komputasi yang lebih cepat. Contoh perhitungan dengan metode tersebut adalah metode Clark and Wright, metode Van Breedam serta metode Fisher dan Jaikumar. 3. Metode meta-heuristics yaitu metode yang memberikan solusi yang bernilai lebih tinggi daripada solusi yang diperoleh dengan metode heuristics. Yang termasuk ke dalam metode tersebut misalnya adalah metode Genetic Algorithm dan metode Simulated Annealing. 2.15 Simulated Annealing Metode Simulated annealing adalah salah satu metode metaheuristics yang diturunkan dari prinsip termodinamika yang mampu mendapatkan nilai optimum global (Martin, 2010). Untuk tidak terjebak pada nilai optimum lokal, metode simulated annealing memperbolehkan menerima solusi inferior dengan nilai probabilitas tertentu. Metode simulated annealing adalah salah satu metode metaheuristics yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan VRP (vehicle routing problems) selain metode genetic algorithm. Simulated Annealing pada persoalan VRP digunakan untuk menelusuri dan mencari setiap rute yang mungkin, setelah itu metode tersebut digunakan untuk mendapatkan rute yang jaraknya paling pendek (Basuki, 2005). Struktur algoritma simulated annealing menurut Widyadana dan Pamungkas (2002) serta Moore (2011) secara umum adalah sebagai berikut : 1. Dicari solusi awal S menggunakan solusi awal dan metode heuristik awal yang dapat ditentukan sendiri. 2. Ditetapkan suatu nilai temperatur awal T yang cukup tinggi, dimana T>0 53 3. Pada keadaan tidak frozen, lakukan: a. Lakukan L kali : i. Dicari solusi tetangga S’ dari S menggunakan metode yang dapat ditetapkan sendiri. ii. Ä = Nilai objektif (S’) – Nilai objektif (S) iii. Jika Ä<0, maka tetapkan S=S’, jika tidak maka tetapkan S=S’ dengan probabilitas exp(-Ä/T) b. T = r x T, dimana r adalah faktor reduksi suhu. 4. Dapatkan solusi optimal. Parameter dalam simulated annealing adalah temperatur awal, laju pendinginan, jumlah iterasi pada setiap tingkatan temperatur dan temperatur akhir (Wirdianto et al., 2007). 2.16 FIS (Fuzzy Inference System) Menurut Nazeran, et al. (2001), logika fuzzy ditemukan oleh Lotfi Zadeh pada tahun 1965 yang dipergunakan untuk meningkatkan kecerdasan suatu mesin dan meniru pemikiran manusia dalam proses komputasi pengambilan keputusan. Menurut Liu, et al. (2007), logika fuzzy secara luas diakui sebagai alat yang memiliki kemampuan untuk menghitung dan untuk memodelkan proses berpikir kualitatif manusia dalam analisis sistem dan pengambilan keputusan yang kompleks. Pada saat ketidakpastian atau ketidaktepatan yang terkait dengan katakata muncul pada suatu persoalan seperti ketidaktepatan yang muncul dari katakata "dampak kepentingan" atau "tingkat perhatian" maka ketidaktepatan tersebut mencerminkan ambiguitas pemikiran manusia pada saat persepsi dan interpretasi dipergunakan. Masalah ketidakpastian atau ketidaktepatan tersebut dapat diatasi dengan logika fuzzy (Duque, 2008). Keputusan fuzzy (fuzzy inference) adalah proses merumuskan pemetaan dari suatu masukan menuju ke suatu keluaran dengan menggunakan logika fuzzy. Proses tersebut melibatkan : fungsi keanggotaan, operasi logis dan aturan ”JikaMaka”. Sistem keputusan fuzzy telah berhasil diterapkan dalam banyak bidang seperti kontrol otomatis, klasifikasi data, analisis keputusan, sistem pakar, dan visi 54 komputer (Mathworks, 2011). Teknik keputusan fuzzy yang paling sering digunakan adalah teknik keputusan fuzzy yang disebut dengan metode Mamdani (Sivarao et al., 2009). Menurut Nazeran, et al. (2001) dan Negnevitsky (2002), proses pada metode Mamdani tersebut dikembangkan melalui empat tahap yaitu tahap fuzzifikasi dari variabel input, tahap evaluasi aturan, tahap agregasi dari keluaran, dan berakhir pada tahap defuzzifikasi . Menurut Juang, et al. (2007) dan Tay (2010), pada tahap evaluasi aturan dari metode Mamdani ini, proposisi fuzzy dinyatakan dalam bentuk aturan Jika – Maka (If-Then Rules) dan setiap aturan mengandung input (antecedent) dan output (consequent). 2.17 Posisi Penelitian Terhadap Penelitian Terdahulu Menurut Sukardi (2009), tipe kebaruan (novelty) dalam suatu penelitian teknologi industri pertanian dapat berbentuk penemuan (invention), peningkatan (improvement) dan bantahan (refutation). Dari beberapa penelitian terdahulu dan dari tipe kebaruan tersebut, kebaruan dari penelitian ini dapat dikategorikan sebagai kebaruan yang bersifat peningkatan (improvement). Pada penelitian ini, kebaruan yang dihasilkan adalah kebaruan berupa suatu model sistem pendukung keputusan cerdas untuk pengelolaan rantai pasokan beras di propinsi DKI Jakarta. Jadi model pada penelitian ini memiliki kebaruan sebagai berikut : 1. Mencakup tiga aktifitas rantai pasokan yaitu prakiraan dan peringatan dini dari pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras, serta distribusi dan transportasi komoditas beras. 2. Memanfaatkan beberapa metode dari kombinasi metode artificial intelligence (AI) yaitu neural network, metode analitik TOPSIS ( technique for order preference by similarity to ideal solution) dan metode metaheuristic simulated annealing. 3. Menghasilkan pengukuran kinerja rantai pasokan beras dari masukan ke tiga aktifitas rantai pasokan tersebut di atas dengan menggunakan metode fuzzy inference system, dan 4. Mengintegrasikan ke tiga aktifitas dan kinerja rantai pasokan beras tersebut dalam suatu sistem pendukung keputusan (DSS/ decision support system). 55 Klaim kebaruan pada penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu dapat ditinjau dari tiga aspek. Kebaruan dari aspek pertama yaitu kebaruan dari penerapan AI pada rantai pasokan. Kebaruan dari aspek ke dua yaitu kebaruan dari penelitian tentang rantai pasokan perberasan itu sendiri, dari mulai sektor hulu pada budidaya padi sampai sektor hilir pada proses pemasaran beras, sedangkan kebaruan dari aspek yang ke tiga adalah kebaruan dari aspek penerapan Intelligent Decision Support System (IDSS) pada rantai pasokan secara menyeluruh. 2.17.1 Penerapan Artificial Intelligent Pada Rantai Pasokan Aspek pertama yaitu aspek penerapan Artificial Intelligent (AI) pada rantai pasokan beras dapat dilihat pada Tabel 10. Berbagai penelitian yang sudah dilakukan yang terkait dengan penerapan AI dalam pengelolaan rantai pasokan dijelaskan di bawah : Penerapan AI Pada Aktifitas Prakiraan Metode baru yang mengadopsi proses keputusan seperti neural network untuk masa mendatang lebih menjanjikan dalam menangani masalah prakiraan kebutuhan dan pemilihan pemasok (Zhang, 2003) Fuzzy set dapat menentukan prakiraan kebutuhan dan tingkat persediaan pada situasi tidak pasti sehingga diperoleh jumlah seluruh persediaan (Wang, 2006) Model prakiraan recurrent neural networks dapat membantu meningkatkan keakuratan prakiraan (Wang, 2006). Berdasarkan model recurrent neural networks, sudah diusulkan suatu model tentang prakiraan kebutuhan dalam rantai pasokan (Dong, 2006). Metode penggabungan antara statistik dan algoritma genetika dipakai untuk mendapatkan akurasi prakiraan kebutuhan yang lebih baik (Hanaa, 2009). Penerapan AI Pada Aktifitas Pemilihan Pemasok Fuzzy logic dapat digunakan untuk menganalisa dan memonitor performa pemasok didasarkan pada mutu produk dan waktu pengantaran (Lau, 2002). Neural network di masa mendatang lebih menjanjikan dalam menangani masalah prakiraan kebutuhan dan pemilihan pemasok (Zhang, 2003). 56 Neural network dapat memperkirakan kapasitas pemasok (Wang, 2006). Tabel 10. Penelitian Terdahulu Mengenai Penerapan AI Pada Rantai Pasokan Aktifitas Rantai Pasokan Prakiraan Kebutuhan Pemilihan Pemasok Distribusi Transportasi Kinerja Rantai Pasokan Peneliti Lau (2002) FL Zhang (2003) ANN ANN Kleinau (2004) GA Bjarnadóttir (2004) GA Lim (2005) EA Wang (2006) FL, RNN ANN Hafirudin (2006) Hanaa (2009) SA Statistik, GA Olugu (2009) FL Dharmapriya (2010) Penelitian Pada Disertasi Ini SA, TS ANN TOPSIS SA FL Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. FL ANN GA EA RNN SA TOPSIS TS : metode Fuzzy Logic : metode Artificial Neural Network : metode Genetic Algorithm : metode Evolutionary Algorithm : metode Recurrent Neural Network : metode Simulated Annealing : Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution : metode Tabu Search. Penerapan AI Pada Aktifitas Distribusi dan Transportasi Biaya transportasi minimal diperoleh dari algoritma genetika (Kleinau, 2004). Evolutionary algorithm secara efektif dapat melakukan suatu efficient and cost effective system untuk distribusi/ transportasi (Lim, 2005). Metode simulated annealing telah membuktikan penurunan jarak tempuh dan biaya transportasi pada proses pengiriman (Hafirudin, 2006). 57 2.17.2 Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan Perberasan Kebaruan pada penelitian ini dapat juga dilihat dari aspek penelitian tentang rantai pasokan perberasan, yang dapat dilihat pada Tabel 11. Penelitian tersebut di antaranya meliputi penelitian yang berhubungan dengan prakiraan produksi padi (Oktavina et al., 2002), penelitian mengenai proteksi, promosi dan inovasi beras di berbagai negara di Asia (Mardianto, 2004) serta mengenai pemasaran, struktur pasar dan kebijakan perusahaan untuk koordinasi distribusi beras (Goel, 2007). Nurmalina (2008) meneliti tentang faktor kunci yang sangat berpengaruh dalam sistem ketersediaan beras nasional sedangkan perbandingan hasil budidaya padi antara metode BMP (Best Management Practice) dan metode SRI (System Rice Intensification) diteliti oleh Latif (2009). meneliti permasalahan yang terkait dengan Perdana (2008) kebijakan pengembangan sistem rantai pasokan industri perberasan dari hulu ke hilir, sedangkan Blengini (2009) melakukan kajian tentang siklus pada sistem produksi perberasan mulai budidaya padi sampai dengan pengiriman beras ke ritel. 2.17.3 Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai Pasokan Kebaruan pada penelitian ini, dapat juga ditelaah dari aspek ke tiga yaitu dari aspek penerapan Intelligent Decision Support System (IDSS) pada rantai pasokan. Penelitian tersebut membahas berbagai penerapan IDSS pada rantai pasokan berbagai bidang, seperti pengembangan dan penerapan IDSS untuk menganalisis arus pasang dan kualitas air (Leun, 2000), IDSS untuk perawatan yang menambahkan kemampuan cerdas untuk mendiagnosa kesalahan dan mampu memperkirakan penurunan kehandalan peralatan (Yam et al., 2001), penerapan IDSS untuk bidang pengilangan minyak (Nirupam et al., 2002), sedangkan Michalewicz et al., (2005) melakukan penelitian tentang IDSS yang dapat mengatur proses distribusi dari manufaktur mobil ke semua tempat pelelangan di seluruh Amerika Serikat. 58 Tabel 11. Penelitian Terdahulu Tentang Rantai Pasokan Perberasan No 1. Peneliti Oktavina et al. (2002) 2. Mardianto, S., M. Ariani (2004) 3. Malian et al. (2004) 4. 5. Irawan (2005) Hadi, P.U, B. Wiryono (2005) 6. Sumarno (2006) Goel. V., S. Bhaskaran (2007) Heerink et al. (2007) 7. 8. Penelitian Modifikasi model peramalan produksi padi nasional dengan cara menambahkan variable baru yang berpengaruh terhadap produksi padi nasional. Pembahasan mengenai proteksi, promosi dan inovasi beras di berbagai negara di Asia dan kemungkinan pengembangannya di Indonesia. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi beras, serta perubahan harga beras domestik dan indeks harga bahan makanan. Analisis ketersediaan beras nasional Estimasi dampak kebijakan tarif dan nontarif terhadap perekonomian beras nasional di tingkat makro agregat dan tingkat mikro usahatani Gagasan setiap daerah untuk melakukan swasembada beras Pengkajian mengenai pemasaran, struktur pasar dan kebijakan perusahaan untuk koordinasi distribusi beras di Punjab India. Pembahasan mengenai macro–micro analysis dari pengaruh kebijakan reformasi terhadap produksi agriculture khususnya beras, masukan dan perubahan kualitas tanah di provinsi Jiangxi Cina. Faktor kunci yang sangat berpengaruh dalam sistem ketersediaan beras nasional 9. Nurmalina, R. (2008) 10. Perdana, T., T. W. Avianto (2008) Latif, M.A. et al. (2009) Analisis kebijakan pengembangan sistem rantai pasokan industri perberasan dari hulu ke hilir. Perbandingan hasil budidaya padi antara metode BMP dengan metode SRI di Bangladesh. 12. Sawit (2009) 13. Blengini, G. A., M. Busto (2009) Marks, D (2010) Pembahasan subsidi ekspor di berbagai negara dan kemungkinannya untuk diterapkan di Indonesia Pembahasan mengenai kajian siklus sistem produksi perberasan mulai budidaya padi sampai pengiriman beras ke ritel di Italia. Pembahasan mengenai ekonomi perberasan di Indonesia pada fase penjajahan, perang dunia II dan fase kemerdekaan. Pengkajian mengenai bagaimana peluang suatu organisasi petani yang memproduksi sayuran, beras dan jeruk untuk memasuki ritel modern di Vietnam. Perancangan model sistem pendukung keputusan untuk rantai pasokan beras di propinsi DKI Jakarta Indonesia 11. 14. 15. Moustier, et al. (2010) 16. Penelitian pada disertasi Ini Metode ARIMA (Integrated Autoregressive Moving Average) dan Regresi Linear Analisis (Sosial Ekonomi) Ekonometrik (Sistem Persamaan Simultan) Sistem Dinamik Ekonometrik (Keseimbangan Parsial) Analisis Skenario (Data Hipotetik) Statistik Deskriptif Analisis Kuantitatif dan Ekonometrik Statistik Dengan MDS (Multidimensionel Scaling) Sistem Dinamik Penerapan BMP (Best Management Practice) dan SRI (System Rice Intensification) Analisis (Sosial Ekonomi) LCA (Life Cycle Assessment) Uji statistik dan VECM (Vector Error Correction Model) Analisis TOPSIS, Neural Network, Simulated Annealing, Fuzzy Inference System. 59 Pada penelitian lain Tran (2004) meneliti mengenai penerapan IDSS untuk peperangan udara ketika informasi mengenai wilayah keputusan tidak cukup tersedia, Amol et al. (2005) meneliti mengenai penggunaan dari sistem agen ganda (multi-agent system) untuk menyatakan dan mengintegrasikan proses pengambilan keputusan berbagai pelaku dalam rantai pasokan biji-bijian. Contoh penelitian lain adalah penelitian yang dilakukan oleh Piramuthu (2005) yang mengkaji mengenai masalah konfigurasi rantai pasokan untuk mengembangkan suatu rantai pasokan yang dinamis dan mengevaluasi efektifitas serta membandingkannya dengan rantai pasokan yang statis, sedangkan Iklar (2007) mengusulkan kerangka IDSS untuk memilih dan mengevaluasi efektivitas dari pihak penyedia jasa logistik. Secara lebih rinci penelitian terdahulu tentang IDSS pada rantai pasokan dapat dilihat pada Tabel 12. 2.18 Gambaran Umum PIBC dan FSTJ Informasi berikut yang terkait dengan pasar induk beras Cipinang (PIBC) dan PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), diperoleh dengan wawancara dengan berbagai pihak seperti dari pimpinan FSTJ dan dari ketua DPP Perpadi DKI Jakarta. Sumber lain adalah data sekunder dari FSTJ dan dari internet. PIBC didirikan sebagai upaya realisasi dari Pola Induk Pengadaan dan Penyaluran Bahan Pangan untuk DKI Jakarta tahun 1965 – 1985 yang merupakan bagian dari rencana Induk DKI Jakarta tahun 1965 – 1985. Perusahaan yang ditunjuk sebagai pengelola dan pembina PIBC adalah PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) yang didirikan dengan Akte Notaris Soeleman Ardjasasmita SH, No 46 tanggal 28 April 1972, TBNRI No 39 tanggal 16 Mei 1975 dan diperbarui dengan Akte Notaris Rachmad Umar, SH No. 25 tanggal 30 Maret 2000 serta terakhir diperbaharui dengan Akte Notaris Rachmad Umar SH, No. 3 tanggal 22 November 2007 tentang pendirian PT. Food Station Tjipinang Jaya. Secara operasional PT. Food Station Tjipinang Jaya didukung juga oleh beberapa surat keputusan lainnya seperti Surat Keputusan Gubernur KDKI Jakarta No. Eb. 12/2/8/72 tanggal 23 Juni 1972 tentang penunjukan PT. Food Station Tjipinang Jaya sebagai badan usaha yang diberi wewenang mengurus, membina dan mengembangkan PIBC. 60 Tabel 12. Penelitian Terdahulu Tentang IDSS Pada Rantai Pasokan No 1. Peneliti Leun, (2000) 2. Yam et al. (2001) 3. Nirupam et al. (2002) 4. Tran (2004) 5. Amol et al. (2005) 6. Piramuthu (2005) 7. Michalewicz et al., (2005) 8. Xi et al. (2005) 9. Iklar (2007) 10. Penelitian pada disertasi ini Penelitian Menjelaskan pengembangan dan penerapan IDSS untuk menganalisis arus pasang dan kualitas air di delta Sungai Pearl. Penekanan studi ada pada pengelolaan hidrodinamik yang efisien dan simulasi kualitas air, manipulasi data, display dan analisis kebijakan. Menjelaskan bagaimana cara untuk meningkatkan perawatan permesinan secara modern. Dengan menggunakan Intelligent predictive decision support system (IPDSS) perawatan dengan pendekatan konvensional diubah dengan cara menambahkan kemampuan cerdas untuk mendiagnosa kesalahan dan mampu memperkirakan penurunan kehandalan peralatan (equipment deterioration) Mengenai kerangka integrasi DSS untuk pemodelan, evaluasi dan pengelolaan rantai pasokan beserta aplikasinya untuk rantai pasokan pengilangan minyak. Integrasi mencakup berbagai elemen seperti perusahaan, proses produksi, pengetahuan dan data bisnis. Usulan mengenai suatu IDSS untuk peperangan udara ketika informasi mengenai wilayah keputusan tidak cukup tersedia. Mengenai usulan penggunaan dari sistem agen ganda (multi-agent system) untuk menyatakan dan mengintegrasikan proses pengambilan keputusan berbagai pelaku dalam rantai pasokan biji-bijian. Kerangka kajian mengenai masalah konfigurasi rantai pasokan untuk mengembangkan suatu rantai pasokan yang dinamis dan mengevaluasi efektifitas serta membandingkannya dengan rantai pasokan yang statis. IDSS untuk mengatur proses distribusi dari manufaktur mobil ke semua tempat pelelangan di seluruh Amerika Serikat. IDSS untuk rencana pengiriman wagon kereta api dari mulai desain, prototype dan pengembangannya. Usulan mengenai kerangka IDSS untuk memilih dan mengevaluasi efektivitas dari pihak penyedia jasa logistik (third party logistic) Perancangan model sistem pendukung keputusan untuk prakiraan pasokan, prakiraan harga, pemilihan pemasok serta distribusi dan transportasi beras di propinsi DKI Jakarta Indonesia Metode Expert system dan Geographical Information System (GIS). Recurrent neural network (RNN). Software agent dengan pemrograman berorientasi objek. Unsupervised learning dan a feed forward neural network. Software agent, berbasis internet Teknik pembelajaranmesin (machinelearning techniques) Algoritma Genetika Knowledge Base dan Mathematical Modelling case-based reasoning, rule-based reasoning dan compromise programming techniques in fuzzy environment. TOPSIS, Neural Network, Simulated Annealing, Fuzzy Inference System. 61 PIBC merupakan satu area pergudangan dan transaksi perberasan yang merupakan pusat pemasaran beras terbesar di Indonesia dibandingkan dengan pasar induk beras yang berada di daerah lainnya. Untuk menangani masalah pangan, selain FSTJ, Pemda DKI Jakarta juga memiliki dua badan usaha lainnya yaitu PD. Pasar Jaya yang mengelola sayuran dan palawija yang jumlahnya sebanyak 152 pasar di DKI Jakarta serta PD. Dharma Jaya yang mengelola rumah pemotongan hewan (RPH) Cakung yang menangani pemotongan sapi dan unggas. PIBC yang menampung sekitar 680 pengusaha beras, telah bekerja sama dengan para pemasok beras dari berbagai daerah sentra produksi beras dari berbagai provinsi di Indonesia. Sebagai pusat perdagangan beras terbesar di Indonesia yang memperdagangkan komoditas beras mencapai 900.000 ton per tahun, di PIBC dilakukan monitoring data pasokan, distribusi dan harga beras yang terbaru sehingga berguna sebagai pedoman para pengusaha dan pedagang beras serta para pembuat kebijakan di instansi pemerintah, baik pemerintah pusat/departemen, pemerintah daerah maupun lembaga riset serta bahan berita di media masa nasional dan internet. Menurut Sukidi (2010), PIBC adalah pasar beras di provinsi DKI Jakarta yang dapat menyerap semua jenis beras untuk diperdagangkan sehingga peluang perdagangan komoditas beras masih terbuka luas. Konsumen atau ritel dari FSTJ terdiri dari pasar tradisional (Pasar Jaya) yang jumlahnya seratus lima puluh dua buah pasar di wilayah DKI Jakarta, pasar modern seperti carrefour atau giant, restoran, rumah sakit, instansi negeri maupun swasta, katering dan industri (pabrik). Saham FSTJ merupakan saham gabungan antara pihak Pemda DKI Jakarta, pihak swasta, perorangan dan koperasi. Visi dan Misi Perusahaan PT. Food Station Tjipinang Jaya memiliki visi, misi, dan tugas sebagai berikut (FSTJ, 2009) : • Visi : Menjadi Pusat Perdagangan Beras Terbesar agar Dapat Menjaga Ketahanan Pangan. • Misi : Membangun, Mengelola dan Mengembangkan Pasar Induk Beras Cipinang Sesuai dengan Fungsinya. 62 • Tugas – tugasnya antara lain ikut membantu pemerintah dalam melaksanakan stabilitas harga beras dan persediaan beras, meningkatkan nilai saham, meningkatkan penjualan, mempertahankan kelangsungan usaha dan memperoleh laba. FSTJ mengemban misi pemerintah, khususnya Pemda Provinsi DKI Jakarta, dalam rangka ikut membantu menciptakan stabilisasi persediaan dan harga beras. Dalam melaksanakan fungsi tersebut kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu pertokoan, FSTJ menyediakan pergudangan, armada angkutan, informasi persediaan beras, pasokan beras, distribusi dan harga beras. Tabel 13. Daftar Pemegang Saham PT. Food Statiun Tjipinang Jaya No. Nama Jumlah Persentase (Lembar) (%) 1 Pemda Provinsi DKI Jakarta 224 74.66 2 Simandjuntak, SH (Alm) 11 3.67 3 Ir. H. M. Agus Subardono 11 3.67 4 Pusat Koperasi Pegawai RI DKI Jakarta 10 3.33 5 H. Kosim Sastradinata (Alm) 7 2.33 6 Bambang Sutedjo (Alm) 6 2.00 7 Letjen.Purn.H. Achmad Tirtosudiro 5 1.67 8 PT. Pajang Sejahtera 5 1.67 9 Ny. Rustina (Alm) 3 1.00 10 Primkoppol Ditlantas POLRI 3 1.00 11 PT. Ujung Lima 3 1.00 12 H. Suhaedi Hadidi, SH 3 1.00 13 H. Ruslan Sunardi (Alm) 2 0.67 14 Ir. Sudiyanto 1 0.33 15 Dra. Hj. Roesmijati 3 1.00 16 H. Koesnarto, SSos. MM 2 0.67 17 Drs.H. Abdul Sani Hutajulu, MM 1 0.33 300 100 (FSTJ, 2009) 63 Sebagai mitra kerja Perum BULOG, FSTJ juga ditunjuk sebagai penyalur komoditas Perum BULOG, khususnya beras, gula pasir dan terigu. Namun pada saat ini, 99 % komoditas yang dikelola oleh FSTJ adalah beras. Saham FSTJ terbesar dimiliki oleh Pemda DKI Jakarta sebesar 74.66 % sedangkan sisanya sebesar 25.24 % dimiliki oleh perusahaan swasta, perorangan dan koperasi. Daftar para pemegang saham FSTJ tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 (FSTJ, 2009). Tujuan dari didirikan PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) adalah sebagai berikut : • Membangun dan menyelenggarakan tempat penampungan (food station), perdagangan bahan makanan terutama beras, gula pasir dan terigu. • Membangun dan menyelenggarakan fasilitas yang berkaitan dengan pertokoan beras, area parkir, pengangkutan dan lain-lain. • Menyelenggarakan pengelolaan yang berkaitan dengan unit angkutan dan pergudangan. • Mengadakan dan menyalurkan bahan pokok yaitu beras dan sejenisnya, sehingga tercipta stabilitas pasokan, distribusi dan standar harga beras, selain masalah disposal, dislokasi dan alokasinya dapat diatur dengan tertib dan cepat. • Menjalankan perdagangan umum terutama beras, gula pasir, terigu dan hasil palawija serta perdagangan secara komisi atas perhitungan dengan pihak lain. Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) didirikan di atas lahan seluas 16,3 hektar yang terdiri dari bangunan pertokoan, pergudangan, perkantoran, pelataran parkir dan fasilitas lain seperti bank, masjid, rumah makan dan armada angkutan beras. Lokasi PIBC cukup strategis karena berada pada posisi 600 m dari stasiun KA Jatinegara dan sekitar 800 m dari pintu masuk/ keluar tol Pisangan/ Tanjung Priok). Berikut adalah fasilitas dan potensi yang dimiliki oleh PT. Food Station Tjipinang Jaya. 1. Toko/Los : terdapat 801 ruang usaha terdiri dari toko/los tertutup dan terbuka dengan kapasitas tampung sekitar 25.000 ton beras. 64 2. Pedagang Beras : sebanyak 680 pedagang melayani dan menampung beras dari daerah produksi yang dibawa pemasok dan menjual secara grosir ke pasar - pasar wilayah DKI Jakarta dan daerah BODETABEK maupun antar pulau. 3. Pedagang Pemasok : pemasok yang masuk ke PIBC 80% dari Jawa Barat (Subang, Karawang, Indramayu, Cirebon, Bandung, Garut, Tasik, Sumedang). Sisanya sekitar 20 % dipasok dari Jawa Tengah (Tegal, Solo, Demak, Pati), Jawa Timur (Kediri, Lumajang, Surabaya), Lampung, Palembang dan Makasar. Pedagang pemasok pasar induk beras Cipinang ini berasal dari daerah Pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Luar Jawa (Lampung, Palembang dan Sulawesi Selatan). 4. Selama tahun 2010, jumlah pasokan beras adalah antara 2500 – 3000 ton/ hari, kecuali tiap hari senin yang dapat mencapai 4000 ton. Pasokan dilakukan oleh sekitar 300 truk/ hari. Tonase truk berkisar antara 8 – 10 ton (tipe kendaraan adalah colt diesel) untuk beras yang berasal dari Subang, Karawang, Indramayu dan Cirebon. Truk besar 15 ton untuk pasokan berasal dari Bandung, Garut, Tasik dan Sumedang juga dari Lampung dan Palembang. Tronton 25 – 30 ton untuk pasokan dari Jawa Tengah dan truk gandeng 40 ton untuk pasokan beras dari Jawa Timur, sedangkan pasokan beras dari Makasar menggunakan peti kemas 20 ton melalui pelabuhan Tanjung Priuk. 5. Area Bongkar Muat. Dengan kapasitas yang tersedia, PIBC mampu menampung lebih dari 300 kendaraan besar (truk) dan 200 armada angkutan dengan tenaga bongkar muat sebanyak 850 orang. 6. Masjid. Sebagai sarana peribadatan bagi umat Islam yang berada di area PIBC dan juga digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara serta peringatan hari - hari besar keagamaan Islam. 7. Pemadam Kebakaran. Untuk mengantisipasi bencana kebakaran di area PIBC, tersedia fasilitas kendaraan pemadam kebakaran Dinas Pemadam Kebakaran Propinsi DKI Jakarta yang dapat dimanfaatkan untuk memadamkan kebakaran di wilayah DKI Jakarta. 8. Perbankan. Dalam rangka melayani transaksi perdagangan di PIBC, tersedia perbankan yaitu PT. Bank BNI 1946 Tbk, Bank Haga, Bank Ekonomi, Bank Yudha Bhakti, Unit Simpan Pinjam Swamitra, Bank Bukopin, BRI serta 65 kerjasama dengan PT Bank DKI dalam rangka pembayaran untuk perdagangan beras antar daerah dengan menggunakan LC Lokal. 9. Koperasi. Koperasi didirikan untuk mewadahi para pedagang beras di PIBC, sehingga pada tahun 1980 dibentuk Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang (KOPPIC Jaya) sebagi mitra kerja FSTJ. 10. Fasilitas-fasilitas lainnya. Fasilitas penunjang yang lain antara lain seperti sarana angkutan, sarana parkir, sarana gudang dan kantor serta fasilitas keamanan. Untuk memberikan kenyamanan kepada semua karyawan yang bekerja, pihak perusahaan menyediakan fasilitas seperti telepon, air tanah, MCK, armada angkutan, masjid, pergudangan dan tenaga bongkar muat. 11. Sarana angkutan. Terdapat dua jenis angkutan yang digunakan untuk mendistribusikan beras dari PIBC ke Wilayah DKI Jakarta yaitu : a. Untuk pendistribusian beras keluar kota DKI Jakarta menggunakan truk besar/ tronton. Sarana angkutan yang dimiliki oleh FSTJ untuk angkutan keluar kota Jakata sebanyak 40 Armada (10 ton/unit). b. Untuk pendistribusian beras di dalam kota Jakarta menggunakan armada angkutan yang telah ditentukan dalam SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. No. 37/ 2006 tanggal 4 April 2006 tentang Pola Pengangkutan dan Distribusi Beras dan Palawija dari dan ke PIBC. Sarana angkutan yang dimiliki oleh perusahaan ini untuk angkutan dalam kota Jakarta sebanyak 240 Armada dengan masing-masing tonase 2,5 ton/unit. 12. Untuk kebutuhan penyimpanan beras di PIBC tersedia gudang dengan luas pelataran parkir 9.500 m2 dengan pelayanan 24 jam serta luas lantai sebesar 35.896 m2 dan mampu menampung beras sekitar 100.000 ton. Sistem Manajemen Manajemen FSTJ setiap hari memantau kondisi pasokan, distribusi dan harga beras yang terdapat di PIBC dengan cara sebagai berikut : • Di setiap pos pintu masuk, petugas akan mencatat tonase beras yang tercantum pada surat jalan yang dibawa para pedagang dari daerah produsen. • Di pos pintu keluar wajib bagi para pembeli yang menggunakan kendaraan angkutan untuk mengambil surat jalan, sehingga jumlah beras yang 66 didistribusikan setiap hari akan terpantau dengan jelas, baik untuk daerah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi maupun antar pulau. • Secara berkala, minimal 3 (tiga) hari sekali petugas dari FSTJ akan mengambil sampel harga grosir dari beberapa pedagang secara acak dan mengolah menjadi harga rata- rata. Harga rata-rata tersebut dapat dijadikan patokan harga bagi para pedagang daerah maupun pedagang PIBC. • Pembinaan dilakukan kepada pedagang PIBC melalui koperasi sebagai wadah pedagang, yang terbentuk pada tahun 1980 dengan nama Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang/ KOPPIC Jaya yang berfungsi sebagai mitra kerja FSTJ. • Penyuluhan. FSTJ bekerja sama dengan instansi yang terkait dalam melaksanakan penyuluhan, misalnya penyuluhan tentang Undang-Undang RI No. 8 tahun 1990 tentang perlindungan konsumen. • Operasi pasar memberi kesempatan kepada para pedagang untuk ikut serta dalam program pemerintah dan Perum BULOG, dalam menyalurkan beras untuk masyarakat wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. • Terdapat beberapa jenis pelaku bisnis yang terdapat di PIBC yaitu : - Pedagang Daerah yaitu Pedagang yang berasal dari daerah sentra produksi yang memasarkan berasnya di PIBC. - Pedagang Pasar Induk Beras Cipinang yaitu Pedagang yang berdomisili di PIBC, yang menempati Toko/ Lapak dan menyewa Gudang. - Pedagang Wilayah yaitu Pedagang di pasar – pasar wilayah yang berbelanja di PIBC. - Konsumen Umum yaitu pembeli dari segenap lapisan masyarakat (rumah sakit, katering, pasar swalayan maupun perorangan). Struktur Organisasi dan Jumlah Karyawan PT. Food Station Tjipinang Jaya memiliki susunan pengurus perusahaan sebagai berikut (FSTJ, 2009). 1. Dewan komisaris Ketua Dewan Komisaris : Ir. Muzahiem Muchtar, Dipl. SE Anggota : Drs. Abdulsani Hutajulu, MM 67 2. Direksi Direktur Utama : Drs. H. Sjamsul Hilataha, SH. MM Direktur Keuangan dan Umum : H. Giyatno SK, SE. MM Jumlah tenaga kerja yang dimiliki FSTJ adalah 78 orang dengan berbagai latar belakang pendidikan. Jumlah tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Tenaga Kerja FSTJ Berdasarkan Pendidikan No Pendidikan Jumlah (orang) 1. Pascasarjana 2 2. Sarjana Hukum 1 3. Sarjana Ekonomi 8 4. Sarjana Pendidikan 2 5. Sarjana Ilmu Administrasi 1 6. Sekolah Menengah Atas 36 7. Sekolah Menengah Pertama 18 8. Sekolah dasar 10 (FSTJ, 2009) BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Dengan pendekatan sistem, pada penelitian ini dikembangkan suatu model mengenai sistem pendukung keputusan cerdas/ intelligent decision support system (IDSS) untuk sistem rantai pasokan beras di propinsi DKI Jakarta dengan focal company yaitu PT. Food Statiun Tjipinang Jaya (FSTJ). Sistem rantai pasokan komoditas beras meliputi aktifitas rantai pasokan dan kinerja rantai pasokan. Aktifitas rantai pasokan terdiri dari prakiraan pasokan dan prakiraan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras. Sedangkan kinerja dari rantai pasokan komoditas beras diukur dari masukan (input) semua aktifitas rantai pasokan tersebut. Langkah-langkah penelitian dilaksanakan mengikuti sistimatika seperti dapat dilihat pada Gambar 24. Gambar 24. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian 70 Pembahasan dilakukan pada rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta dengan focal company adalah FSTJ yang mewakili sekitar 680 pengusaha perberasan di area PIBC. Provinsi DKI Jakarta dipilih sebagai kasus pada penelitian ini karena provinsi DKI Jakarta adalah daerah yang membutuhkan jumlah pasokan beras yang besar tetapi di satu sisi bukan daerah yang menghasilkan beras. Keadaan ini yang mengharuskan pihak pemerintah daerah setempat harus selalu waspada dalam rangka menjaga kelangsungan pasokan beras. Kerangka hubungan antar aktifitas tersebut diperlihatkan pada Gambar 25. Gambar 25. Model Aktifitas Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta. Untuk mengukur kinerja rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta, masukan berasal dari ketiga aktifitas rantai pasokan yaitu dari prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok serta dari distribusi dan transportasi. Metode yang digunakan adalah metode Fuzzy Inference System (FIS). Model pengukuran tersebut dapat dilihat pada Gambar 26. Gambar 26. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras DKI Jakarta 71 3.2 Bagan Alir Dari Metode Yang Digunakan Dalam Penelitian Berikut adalah bagan alir yang berhubungan dengan beberapa metode yang digunakan pada penelitian ini. Gambar 27 adalah bagan alir dari metode Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan pada Sub sistem pertama yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras. Gambar 28 adalah bagan alir metode TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution) yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan subsistem ke dua yaitu subsistem pemilihan pemasok. Gambar 29 adalah bagan alir Simulated Annealing yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan subsistem ke tiga yaitu subsistem distribusi dan transportasi, sedangkan Gambar 30 adalah bagan alir dari metode Fuzzy Inference System yang digunakan untuk mengukur kinerja sistem rantai pasokan beras di Provinsi DKI Jakarta. Pengumpulan Data Pasokan dan Harga Beras Pembuatan Dua Pola Data : Pola Data Pelatihan dan Pola Data Pengujian Penentuan Struktur Jaringan Pemilihan Algoritma Pembelajaran Penetapan Parameter, Penentuan Nilai dan Bobot Awal Transformasi Data Untuk Input Jaringan A 72 A Feedfoward Tiap-tiap unit input (Xi, i = 1,2,3,...,n) menerima sinyal xi, dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi) Tiap-tiap unit tersembunyi (Zi, i = 1,2,3,...p) menjumlahkan sinyal-sinyal input berbobot: z_inj = v0j + ∑ xivij Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit -unit output) Tiap-tiap unit output (Yk = 1,2,3,...m) menjumlahkan sinyal-sinyal input terbobot. Y_in k = w0k + ∑ ziwjk Gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya yk = f(y_in k) Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit Output) Selesai Ya Output ~ Target Tidak B C 73 B C Backpropagation Tiap-tiap unit output (Yk, k = 1,2,3,....m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi error-nya: δk = (tk-yk) f ’(y_in k) Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memeperbaiki nilai wjk). Δwjk = α δk zj Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w0k). Δw0k = α δk Kirimkan δk ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya. Tiap-tiap unit tersembuni (Zj, j = 1,2,3,...p) menjumlahkan delta inputnya (dari unit-unit yang berada di lapisan atasnya). Δ_in j = ∑ δkwjk Kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya untk menghitung informasi error : δj = δ_inj f ’(δj_in j) Kemudian hitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan unuk memperbaiki nilai vij) Δvjk = α δjxi Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v0j): v0j =α δj Tiap-tiap unit output (Yk,k = 1, 2, 3,...,m) memperbaiki bias dan bobotnya (j = 0, 1, 2, 3..., p) : wjk (baru) = wjk (lama) + Δwjk Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j = 1, 2, 3,..., p) memperbaiki bias dan bobotnya (i = 0, 1, 2, 3,...., n) : vij (baru) = vij (lama) + Δvij Tes kondisi berhenti Gambar 27. Bagan Alir Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Untuk Prakiraan Pasokan dan Harga Beras. 74 Mulai Mulai Input Input Data Data 1. 1. Data Data para para pemasok pemasok diperoleh diperoleh dari dari PIBC PIBC 2. Data kriteria diperoleh dari para pemasok 2. Data kriteria diperoleh dari para pemasok dan dan SNI SNI 01-6128-1999 01-6128-1999 3. Data bobot tiap kriteria diperoleh dari pakar di 3. Data bobot tiap kriteria diperoleh dari pakar di PIBC PIBC Pembuatan matriks perhitungan (matriks awal) berdasarkan input dengan metode TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution) Normalisasi matriks sehingga diperoleh matriks R xij rij = m ∑x i =1 2 ij dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n Dapatkan matriks Y melalui rating bobot ternormalisasi : yij = wi rij dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n Mencari solusi ideal (nilai A) : Solusi Ideal Positif (A+) : + + 1 + 2 + n A = ( y , y ,...,y ) Solusi Ideal Negatif (A-) : − − 1 − 2 − n A = ( y , y ,...,y ) imax yij ; jika j adalah atribut keuntungan y = min yij ; jika j adalah atribut biaya i + j min y ; jika j adalah atribut keuntungan i ij y = max yij ; jika j adalah atribut biaya i − j j = 1,2,…,n A 75 A Perhitungan jarak antara solusi ideal dengan alternatif (Nilai D) Jarak Solusi Ideal Positif dengan Alternatif Ai (D+) : Di+ = n ∑(y j =1 + i − yij ) 2 ; i = 1,2,…,m Jarak Solusi Ideal Negatif dengan Alternatif Ai (D-) : Di− = n ∑(y j =1 ij − yi− ) 2 ; i = 1,2,…,m Perhitungan nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi) Vi = Di− Di− + Di+ ; i = 1,2,…,m Pemilihan pemasok beras berdasarkan nilai preferensi tertinggi (Vi) dari masing-masing alternatif pemasok beras. Selesai Selesai Gambar 28. Bagan Alir TOPSIS Untuk Pemilihan Pemasok Beras. 76 Mulai Menentukan lokasi pelanggan beras dengan bantuan google map Masukkan jarak antar pelanggan beras Melakukan pencarian rute untuk setiap kendaraan yang melakukan pengiriman beras Pilih titik pelanggan terdekat dari depot/ pasar induk beras cipinang Jadikan sebagai titik pemberhentian berikutnya Tidak Periksa, apakah semua pelanggan sudah masuk rute ? Ya Hitung jarak tempuh untuk rute yang telah dihasilkan A 77 A Tentukan sebagai solusi awal yang telah terbentuk dan jaraknya (La) ke dalam iterasi Tentukan dua angka acak untuk penukaran posisi pelanggan pada rute Tukar posisi titik pelanggan yang terpilih tersebut Tentukan sebagai current solution (metode or-opt) Hitung selisih jarak rute baru dan rute awal ∆L = La-Lx Tentukan To= 100, R=0,99 dan T akhir = 0 Simpan sebagai rute dengan jarak terpendek Ya Lx < La ? Tidak Acak bilangan p ( 0 < p < 1) Acceptance Criterion, dengan menghitung P ( P = e -∆L/T ) P >p? Tidak Tn < Tf Tidak Ya Tentukan sebagai rute baru Ya Tidak Tn < Tf Ya Iterasi selesai Solusi terbaik ; lihat jarak rute terpendek ( Jika Lo ≤ Lx ; solusi terpilih = solusi awal ) Selesai Gambar 29. Bagan Alir Vehicle Routing Problem Dengan Simulated Annealing Untuk Distribusi dan Transportasi Beras. 78 Mulai Input Data Linguistik : Subsistem 1 : Prakiraan Pasokan dan Harga Beras Subsistem 2 : Pemilihan Pemasok Subsistem 3 : Distribusi serta Transportasi Fuzzifikasi Sistem Inferensi Fuzzy Mamdani Aturan If Then Defuzzifikasi Output Data Linguistik : Kinerja Rantai Pasokan Beras DKI Jakarta Selesai Gambar 30. Bagan Alir Fuzzy Inference System Untuk Pengukuran Kinerja Rantai Pasokan Beras di Propinsi DKI Jakarta. 79 3.3 Pengumpulan dan Metode Analisis Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini, mencakup data untuk subsistem pertama yaitu prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras, untuk subsistem ke dua yaitu pemilihan pemasok beras dan untuk subsistem ke tiga yaitu distribusi serta transportasi beras. Untuk subsistem pertama, data yang dikumpulkan diperoleh dari data sekunder yaitu data yang diperoleh dari pusat induk beras Cipinang (PIBC), data tersebut berupa data realisasi pengeluaran beras dari PIBC ke pasar-pasar wilayah DKI Jakarta, luar kota dan antar pulau. Untuk subsistem ke dua, data yang dikumpulkan berupa data yang terkait dengan kriteria untuk pemilihan pemasok beras seperti harga, mutu beras serta waktu pengantaran sampai tiba di PIBC . Data ini dapat diperoleh baik dari data primer maupun data sekunder. Untuk subsistem ke tiga, data yang dikumpulkan berupa data yang terkait dengan jumlah armada yang dipergunakan untuk pengantaran beras dan rute perjalanan armada tersebut dalam mengantarkan beras yang diminta oleh pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta. Data untuk subsistem ke tiga tersebut diperoleh dari data primer maupun data sekunder. Untuk mengukur kinerja rantai pasokan beras di DKI Jakarta, data yang diperlukan selain keluaran dari ke tiga subsistem ini, diperlukan pula data atau masukan dari pakar yang dipergunakan untuk mendapatkan aturan Jika-Maka (IfThen Rule). Pakar yang diminta masukan untuk pengukuran kinerja rantai pasokan ini berasal dari pihak akademisi dan pihak praktisi. Metode analisis data yang dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan untuk masing-masing subsistem. Metode analisis untuk subsistem pertama yaitu prakiraan pasokan dan harga beras digunakan metode jaringan syaraf tiruan (JST). Untuk subsistem ke dua yaitu pemilihan pemasok beras digunakan metode TOPSIS. Untuk subsistem ke tiga yaitu distribusi serta transportasi beras dipergunakan metode Simulated Annealing, sedangkan untuk mengukur kinerja pada rantai pasokan beras digunakan metode Fuzzy Inference System. Tabel 15 menunjukkan hubungan antara model penelitian, data yang diperlukan, jenis data, sumber data dan metode analisis data yang dipergunakan pada penelitian ini. 80 Tabel 15. Model Penelitian, Jenis Data, Sumber Data dan Metode Analisis Data No Model Penelitian Data Yang Diperlukan Jenis Data Sumber Data Metode Analisis 1. Subsistem Pertama Data pasokan beras dari PIBC ke DKI Jakarta primer PT. FSTJ Neural Network primer dan sekunder PT. FSTJ dan PIBC TOPSIS primer dan sekunder PT. FSTJ dan PIBC Simulated Annealing primer Pakar Akademisi dan Praktisi Fuzzy Inference System. Model Prakiraan Pasokan dan Harga Beras Data harga beras varietas IR64/ III dan Muncul/ III Dari tahun 2009 - 2010 2. Subsistem Ke Dua Model Pemilihan Pemasok Beras 3. Subsistem Ke Tiga Model Distribusi dan Transportasi Beras Data alternatif pemasok beras Data kriteria perberasan Data pasar/ distributor beras di DKI Jakarta Data jarak antar pasar/ distributor beras Data order (hari, tanggal, jumlah, waktu bongkar muat). Data jumlah dan kapasitas kendaraan 4. Subsistem Ke Empat Aturan Jika - Maka Model Kinerja Rantai Pasokan Beras 3.4 Konfigurasi Model IDSS pada SCM beras Konfigurasi model IDSS pada penelitian ini memuat SMBM (Sistem Manajemen Basis Data), SMBD (Sistem Manajemen Basis Model), sistem pengolahan problematik dan sistem pengolahan dialog. Data yang terdapat pada SMBD adalah data yang tercakup dalam empat subsistem terdahulu yaitu data dari subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, data dari subsistem pemilihan pemasok beras dan data dari subsistem distribusi dan transportasi beras. 81 Demikian pula, model yang terdapat pada SMBM adalah model dari ke empat subsistem di atas. Konfigurasi model IDSS yang diterapkan pada SCM beras untuk provinsi DKI Jakarta tersebut secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 31. Gambar 31. Konfigurasi Model IDSS Pada SCM Beras Untuk DKI Jakarta Menurut Druzdzel dan Flynn (2002) sebuah SMBD berfungsi sebagai bank data untuk DSS. SMBD memiliki sejumlah data yang sesuai dengan perancangan DSS dan menyediakan struktur data yang logis dengan pengguna. Sedangkan SMBM bertujuan untuk mengubah data dari SMBD menjadi informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan. Karena banyak masalah dalam DSS yang mungkin tidak terstruktur, dengan demikian SMBM juga harus mampu membantu pengguna dalam membangun model sehingga lebih terstruktur. Sementara itu sistem pengolahan dialog berfungsi sebagai antar-muka intuitif dan mudah digunakan (user friendly) sehingga sistem pengolahan dialog ini mampu membantu pengguna sistem untuk memanfaatkan DSS tersebut lebih optimal. 82 Sementara menurut NFES (2006), secara umum komponen sistem pendukung keputusan meliputi data yang bermutu, perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan proses pengelolaan data, yang terdiri dari : 1. Pengumpulan data 2. Perangkat keras, jaringan dan sistem operasi 3. Sumber data yang dapat dipertanggungjawabkan 4. Proses ekstraksi, transformasi, dan unduh data (extract, transform, and load process) 5. Gudang data (data warehouse) atau pengumpul data (data aggregator) 6. Analisis dan alat pelaporan serta 7. Pengguna BAB IV. RANCANG BANGUN MODEL PENELITIAN Bab ini membahas rancang bangun model dari sistem penunjang keputusan cerdas untuk sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta. Rancang bangun model dari penelitian tersebut mencakup empat subsistem sebagai berikut : 1. Subsistem prakiraan pasokan dan harga beras 2. Subsistem pemilihan pemasok beras 3. Subsistem distribusi dan transportasi beras 4. Subsistem kinerja rantai pasokan beras. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan rancang bangun model sistem pendukung keputusan cerdas dari rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang efektif dan efisien. Seperti telah dijelaskan pada Bab I, rancangan model dianggap efektif apabila model dapat menjadi alternatif pertimbangan dari para pelaku perberasan di PIBC untuk dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu pengambilan keputusan. Walaupun menurut Kelvin (2011) ukuran kinerja sangat diperlukan untuk mengelola suatu aktifitas, tetapi menurut Bullock (2006), saat ini tidak ada kerangka formal untuk menentukan ukuran efektifitas suatu kinerja, namun suatu umpan balik (feedback) sangat diperlukan untuk mengukur efektifitas tersebut. Berdasarkan Kelvin (2011) dan Bullock (2006) di atas, di bawah ini dijelaskan satu batasan untuk menyatakan model yang dihasilkan pada penelitian ini dianggap efektif, yaitu apabila menurut para pakar nilai manfaat dari model tersebut lebih besar dari nilai rata-rata nya. Untuk mendukung formalisasi batasan tersebut, para pakar diminta memberikan nilai rata-rata manfaat sebagai umpan balik terhadap model-model yang dihasilkan pada penelitian ini. Pakar memberi nilai lima apabila model dianggap sangat bermanfaat, nilai empat apabila model dianggap bermanfaat, nilai tiga apabila model dianggap cukup bermanfaat, nilai dua apabila model dianggap tidak bermanfaat dan nilai satu apabila model dianggap sangat tidak bermanfaat. Melalui batasan di atas, maka model dalam penelitian ini dianggap efektif apabila nilai rata-rata manfaat dari para pakar lebih 84 besar dari tiga dan dianggap tidak efektif apabila nilai rata-rata manfaat dari model yang dihasilkan kurang dari tiga. Dengan demikian definisi model dianggap efektif apabila model memenuhi aturan berikut : dengan = dan : nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke . : nilai manfaat menurut pakar ke untuk model subsistem ke . = 1, 2, …, m dan = 1,2, …, n Melalui definisi tersebut, selanjutnya apabila model dianggap efektif maka model dapat menjadi alternatif untuk dipertimbangkan sebagai alat bantu pengambilan keputusan oleh para pelaku usaha dalam rantai pasokan perberasan di provinsi DKI Jakarta. Demikian pula, rancangan model didefinisikan efisien apabila model dapat menunjukkan hasil yang lebih cepat dari segi waktu, lebih murah dari segi biaya, lebih sedikit dari penggunaan aset dan model lebih mudah dijelaskan secara rasional kepada masyarakat umum. 4.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras Pada subsistem ini, model dikembangkan dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras. Tujuan subsistem prakiraan pasokan dan prakiraan harga beras pada penelitian ini adalah menghasilkan program komputasi dengan ciri-ciri berikut : 1. Digunakan untuk memperkirakan jumlah pasokan beras dari PIBC ke berbagai wilayah di propinsi DKI Jakarta. 2. Digunakan untuk memperkirakan harga beras jenis Muncul/ III dan IR 64/ III di pasar induk beras Cipinang (PIBC) Jakarta. 3. Digunakan sebagai suatu sistem peringatan dini dalam mengantisipasi pasokan dan harga beras yang tidak dikehendaki. Pasokan dan harga beras yang tidak 85 dikehendaki adalah pasokan dan harga beras yang dapat menimbulkan kepanikan pasar. Hal ini dapat terjadi apabila pasokan kurang dari kebutuhan atau harga melonjak dari harga beras normal. Tahapan perancangan jaringan syaraf tiruan untuk prakiraan pasokan dan harga beras dapat dilihat pada Gambar 32. Langkah awal adalah membuat arsitektur jaringan syaraf tiruan, dilanjutkan dengan pencarian data dan penentuan data input. Ketepatan dalam penentuan input menentukan ketepatan hasil prediksi. Data yang digunakan adalah data sekunder mengenai pasokan dan harga beras yang diperoleh dari pasar induk beras Cipinang (PIBC) Jakarta dimulai dari Januari 2009 sampai dengan Juli 2010. Data awal adalah data harian, tetapi dalam penelitian ini data dikelompokan setiap minggu, sehingga diperoleh data sebanyak delapan puluh satu minggu. Mulai Fungsi aktivasi Algoritma pelatihan Momentum Hidden neuron, Error Arsitektur JST untuk prakiraan pasokan dan harga Beras Data Pelatihan Pelatihan JST Output: MSE, Epoch, R Tidak Sesuai Ya Data Pengujian Pengujian JST Tidak Sesuai Ya Input: Data mingguan 4 minggu terakhir JST Terbaik Data kebutuhan beras penduduk Data rata-rata harga beras Output: Hasil prediksi pasokan & harga beras 2 minggu ke depan Peringatan Dini Selesai Gambar 32. Tahapan Perancangan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan serta Peringatan Dini Dari Pasokan dan Harga Beras. 86 Pada penelitian ini dirancang JST dengan satu hidden layer dengan menggunakan algoritma backpropagation. Backpropagation merupakan salah satu algoritma pembelajaran terawasi (supervised learning) (Patuelli, 2006 dan Seminar, 2010). JST dirancang dengan arsitektur JST tiga lapis (Kahfourushan, 2010). JST tersebut diperoleh dengan cara uji coba berbagai parameter JST. Jumlah neuron yang dicoba adalah jumlah neuron dalam hidden layer, sedangkan parameter lain yang diuji coba adalah fungsi aktivasi, algoritma pelatihan dan momentum. Pada penelitian ini jumlah neuron yang diujicoba pada lapisan tersembunyi (hidden layer) jumlahnya berbeda-beda yaitu sebanyak empat, delapan dan dua belas buah. Parameter output yang dihasilkan adalah MSE (mean square error), jumlah iterasi (epoch) dan koefisien korelasi (R). Menurut Munakata (2008), algoritma dasar backpropagation memiliki tiga fase di bawah : 1. Fase feedforward pola input pembelajaran/pelatihan 2. Fase kalkulasi dan backpropagation error 3. Fase penyesuaian bobot untuk memperbaiki output mendekati target. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai bobot-bobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error ini, tahap forward propagasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Pada saat forward propagation, neuron-neuron diaktifkan dengan menggunakan fungsi aktivasi. Pada jaringan feedforward, pelatihan dilakukan dalam rangka melakukan pengaturan bobot, sehingga pada akhir pelatihan diperoleh bobot-bobot terbaik. Selama proses pelatihan, bobot-bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan fungsi kinerja jaringan. Fungsi kinerja yang sering digunakan untuk backpropagation adalah mean square error (MSE). Fungsi ini mengambil ratarata kuadrat error yang terjadi antara output jaringan dan target. Sebagian besar algoritma pelatihan untuk jaringan feedforward menggunakan gradien dari fungsi kinerja untuk menentukan bagaimana mengatur bobot dalam rangka meminimumkan kinerja. Gradien ini ditentukan dengan menggunakan suatu teknik yang disebut dengan nama backpropagation. Pada dasarnya algoritma backpropagation menggerakkan bobot dengan arah gradien negatif, algoritma ini 87 memiliki prinsip dasar memperbaiki jaringan dengan arah yang membuat fungsi kinerja menjadi turun dengan cepat (Seminar, 2010). Alternatif spesifikasi yang dicoba pada penelitian untuk memperoleh rancangan arsitektur JST dengan kinerja yang terbaik disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 merupakan contoh pemilihan arsitektur JST Prakiraan Harga Beras Tipe IR64/III. Untuk memperoleh rancangan arsitektur JST backpropagation dengan kinerja sistem yang terbaik diperlukan tahapan sebagai berikut (Silvia, 2007): a. Pemilihan Fungsi Aktivasi Beberapa alternatif fungsi aktivasi JST yang dicobakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 33 sampai dengan Gambar 35. - Fungsi sigmoid bipolar (tansig) Fungsi ini memiliki output dengan interval nilai antara -1 sampai 1. Notasinya tansig(n) = 2/(1+exp(-2*n))-1) Gambar 33. Fungsi Aktivasi Sigmoid Bipolar - Fungsi sigmoid biner (logsig) Fungsi ini memiliki output dengan nilai interval antara 0 sampai 1. Notasinya logsig(n) = 1/(1+exp(-n)). Gambar 34. Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner - Fungsi identitas (purelin) Fungsi ini memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya. Notasinya purelin(n) = n. Gambar 35. Fungsi Aktivasi Identitas (Purelin) 88 b. Pemilihan Algoritma Pelatihan Proses pelatihan jaringan backpropagation standar dengan metode penurunan gradien (traingd) seringkali lambat. Beberapa alternatif yang dicoba untuk mempercepat proses belajar Jaringan Syaraf Tiruan (JST) pada penelitian ini menggunakan (Silvia, 2007): - Metode penurunan gradien dengan penambahan momentum (traingdm) Metode penurunan gradien sangat lambat dalam kecepatan proses iterasi. Dengan penambahan momentum, perubahan bobot tidak hanya didasarkan atas error yang terjadi pada iterasi (epoch) saat itu, tetapi juga memperhitungkan perubahan bobot pada epoch sebelumnya. Faktor momentum (besarnya efek perubahan bobot terdahulu) dapat diatur antara 0 sampai 1. Faktor momentum 0 berarti perubahan bobot hanya dilakukan berdasarkan error saat ini (penurunan gradien murni). - Metode penurunan gradien dengan momentum dan learning rate (traingdx) Traingdx merupakan fungsi pelatihan jaringan yang memperbaharui bobot dan nilai bias sesuai dengan penurunan gradien momentum dan learning rate adaptif. Learning rate merupakan parameter pelatihan yang mengendalikan perubahan nilai bobot dan bias selama pelatihan. - Metode Levenberg-Marquadt (trainlm) Trainlm merupakan fungsi pelatihan jaringan yang memperbaharui bobot dan nilai bias sesuai dengan optimasi Levenberg-Marquadt. - Metode Resilient Backpropagation (trainrp) Jaringan backpropagation umumnya menggunakan fungsi aktivasi sigmoid. Fungsi sigmoid menerima masukan dari daerah hasil (range) tak berhingga menjadi keluaran pada daerah hasil (0,1). Semakin jauh titik dari x = 0, semakin kecil gradiennya. Pada titik yang cukup jauh dari x = 0, gradiennya mendekati 0. Hal ini menimbulkan masalah pada waktu menggunakan metode penurunan tercepat (yang iterasinya didasarkan pada gradien). Gradien yang kecil menyebabkan perubahan bobot juga kecil, meskipun masih jauh dari titik optimal. Masalah 89 tersebut diatasi dalam resilient backpropagation dengan cara membagi arah perubahan bobot menjadi dua bagian yang berbeda (Siang, 2004). Pemilihan Nilai Momentum Penambahan momentum dapat menghindari perubahan bobot yang mencolok akibat adanya data yang sangat berbeda dengan yang lain. Momentum adalah perubahan bobot yang didasarkan atas arah gradien pola terakhir dan pola sebelumnya yang dimasukkan. Nilai momentum yang baik ditentukan dengan cara trial and error (Silvia, 2007). Beberapa alternatif nilai momentum yang dicobakan pada penelitian ini adalah 0.005, 0.05, 0.1, 0.5 dan 0.9. Nilai-nilai ini diambil dengan syarat berada di antara 0 dan 1. Pemilihan Target (Goal) Toleransi Error. Goal error yang dicoba adalah 0.01, 0.001 dan 0.0001. Nilai tersebut merupakan batas toleransi nilai error yang ditentukan agar iterasi dihentikan pada saat nilai error lebih kecil dari batas yang ditentukan atau jumlah epoch telah mencapai batas yang ditentukan. Pemilihan Arsitektur Hidden Layer Penentuan arsitektur hidden layer terdiri dari dua bagian, yaitu penentuan jumlah layer dan ukuran layer (jumlah neuron dalam hidden layer). Menurut Seminar et al. (2010), secara umum satu lapisan tersembunyi sudah cukup untuk sembarang pemetaan kontinyu dari pola input ke pola output pada sembarang tingkat akurasi. Untuk itu pada penelitian ini digunakan satu hidden layer. Trial dan error dilakukan pada beberapa alternatif jumlah neuron dalam hidden layer kemudian dipilih alternatif yang memiliki kinerja yang terbaik. Pada spesifikasi pertama dicoba arsitektur dengan beberapa alternatif jumlah neuron, yaitu empat neuron, delapan neuron dan dua belas neuron. Dari beberapa alternatif tersebut dipilih mana yang terbaik. Arsitektur hidden layer dengan kinerja terbaik dipilih untuk rancangan, pelatihan dan pengujian JST. Tabel 16 adalah contoh pemilihan fungsi aktivasi dan algoritma pelatihan untuk JST prakiraan harga beras jenis IR64/ III. 90 Pada perancangan arsitektur JST tersebut, pemilihan arsitektur dilakukan dengan cara memilih arsitektur terbaik dari beberapa alternatif kombinasi pada saat pelatihan. Fungsi aktivasi logsig dan algoritma pelatihan trainlm pada spesifikasi JST ke delapan dari Tabel 16 dipilih karena dari hasil proses pelatihan diperoleh MSE yang terkecil. Selama proses pemilihan arsitektur JST tersebut parameter lain seperti momentum, neuron hidden, epoch dan goal ditentukan secara acak kemudian spesifikasi terbaik yang diperoleh digunakan untuk menentukan parameter selanjutnya yang sebelumnya ditentukan secara acak. Tabel 16. Pemilihan Fungsi Aktivasi dan Algoritma Pelatihan Untuk JST Spesifikasi JST Fungsi Aktivasi Algoritma Pelatihan MSE Epoch R traingd 0.002630 5000 0.954 traingdm 0.002330 5000 0.960 traingdx 0.001980 5000 0.974 4 trainlm 0.000999 76 0.983 5 traingd 0.008420 5000 0.852 traingdm 0.004860 5000 0.914 traingdx 0.001440 5000 0.975 trainlm 0.000987 10 0.983 1 2 Tansig 3 6 Logsig 7 8 9 traingd 0.004500 5000 0.920 10 traingdm 0.004580 5000 0.919 traingdx 0.004480 5000 0.921 trainlm 0.004480 4 0.921 Purelin 11 12 Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 16, diperoleh arsitektur JST terbaik dengan fungsi aktivasi adalah logsig, algoritma pelatihan adalah trainlm, nilai MSE sebesar 0.000987, jumlah iterasi (epoch) adalah 10 dan nilai korelasi (R) adalah 0.983. Selanjutnya dilakukan pemilihan parameter momentum seperti dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Pemilihan Momentum Untuk JST Prakiraan Harga Beras IR 64/ III Spesifikasi JST Nilai Momentum MSE Epoch R 8.1 8.2 0.005 0.05 0.00088 0.000999 19 23 0.98494 0.98297 8.3 0.1 8.4 8.5 0.5 0.9 0.000987 0.000987 0.001 10 10 15 0.98309 0.98309 0.98288 91 Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 17, diperoleh arsitektur JST terbaik dengan nilai momentum 0.005, nilai MSE sebesar 0.00088, jumlah iterasi (epoch) adalah 19 dan nilai korelasi (R) adalah 0.98494. Selanjutnya dilakukan pemilihan toleransi error melalui beberapa nilai error seperti dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Pemilihan Toleransi Error Untuk JST Terbaik Spesifikasi JST Toleransi error MSE 8.1.1 0.0001 0.0508 8.1.2 8.1.3 0.001 0.01 0.00088 0.00413 Epoch R 1808 0.46821 19 2 0.98494 0.94048 Melalui spesifikasi terbaik dari Tabel 18, diperoleh arsitektur JST terbaik dengan toleransi error sebesar 0.001, nilai MSE sebesar 0.00088, jumlah iterasi (epoch) adalah 19 dan nilai korelasi nya adalah 0.98494. Selanjutnya dilakukan pemilihan jumlah neuron untuk hidden layer melalui beberapa jumlah neuron hidden seperti dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Pemilihan Jumlah Neuron Hidden Untuk JST Terbaik Spesifikasi JST Jumlah Hidden Neuron MSE Epoch R 8.1.2.1 4 0.000999 92 0.98290 8.1.2.2 8 8.1.2.3 12 0.00088 0.000997 19 2308 0.98494 0.98290 Berdasarkan spesifikasi terbaik dari Tabel 16 sampai dengan Tabel 19, maka arsitektur JST terbaik untuk prakiraan harga beras IR 64/ III dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Arsitektur JST Terbaik Untuk Prakiraan Harga Beras IR 64/ III Karakteristik Jumlah neuron input Jumlah neuron hidden Jumlah neuron output Keterangan 4 8 2 Fungsi Aktivasi logsig Algoritma pelatihan trainlm 92 Tabel 20. Arsitektur JST terbaik untuk Prakiraan Harga Beras IR 64/ III (lanjutan) Karakteristik Keterangan 0.005 Momentum 5000 Epoch 0.001 Error Proses Pelatihan Tujuan diadakannya proses pelatihan pada JST adalah agar JST dapat diandalkan dalam mengenali pola yang dimasukkan ke dalam jaringan sehingga dapat dijadikan dasar pengalaman dalam melakukan prakiraan. Menurut Silvia (2007), kinerja yang diukur pada proses pelatihan jaringan syaraf tiruan adalah sebagai berikut : • Lamanya proses iterasi pelatihan (jumlah epoch) Semakin cepat proses pelatihan maka semakin baik kinerja proses pelatihan tersebut. Hal ini berarti jumlah epoch untuk mencapai nilai error yang diinginkan adalah berjumlah minimal. Satu epoch adalah satu siklus yang melibatkan seluruh pola data pelatihan. Jumlah maksimum iterasi yang dicobakan pada proses pelatihan pada penelitian ini ditetapkan 5000 epoch atau dapat juga lebih besar dari jumlah tersebut supaya proses iterasi dapat menghasilkan error yang diinginkan. • Perhitungan mean square error (MSE). Perhitungan error merupakan satu pengukuran bagaimana jaringan dapat belajar dengan baik. Apabila nilai error tersebut masih cukup besar, hal ini mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pembelajaran lagi hingga nilai error mendekati nol. Apabila output jaringan tepat sama dengan target maka nilai error bernilai 0. Frekuensi perubahan MSE ditampilkan setiap 100 epoch. • Koefisien korelasi (R) terhadap respon output jaringan dan target yang diinginkan. Apabila output jaringan tepat sama dengan target maka koefisien korelasi bernilai 1. • Proses pelatihan pada penelitian ini menggunakan lima puluh pola yang dilakukan untuk melatih JST agar JST dapat mengenali pola yang diujikan. 93 Pada proses pelatihan dilakukan pemilihan JST yang memiliki kinerja terbaik. Pemilihan JST dengan kinerja terbaik tersebut dilakukan dengan uji coba sampai diperoleh error yang terkecil yang memenuhi target yang sudah ditentukan atau memiliki tingkat akurasi yang paling tinggi. Data Penelitian Data yang digunakan dalam pengembangan JST untuk prakiraan pasokan dan harga beras adalah data mengenai jumlah pasokan dan harga beras yang diperoleh dari PIBC. Data tersebut adalah data pasokan dan data harga beras harian yang dikumpulkan dari mulai tanggal 1 Januari 2009 sampai dengan 24 Juli 2010. Data harian diubah menjadi data mingguan yang selanjutnya dijadikan data input jaringan untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras selama dua minggu ke depan. Data input yang digunakan untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras adalah data pasokan beras dan data harga beras selama empat minggu terakhir. Data yang diperoleh dibuat pola yang selanjutnya dimasukkan ke dalam jaringan. Pola yang dibuat adalah empat input dan dua output. Pola yang diperoleh adalah sebanyak tujuh puluh lima pola, dengan rincian lima puluh pola digunakan untuk pelatihan dan dua puluh lima pola lagi digunakan untuk pengujian. Pola tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.1 sampai dengan Lampiran 4.3. Aturan Untuk Peringatan Dini Untuk aturan peringatan dini dari JST prakiraan harga beras, aturan tersebut diperoleh melalui diskusi dengan pakar di FSTJ. Menurut pimpinan FSTJ, masyarakat di DKI Jakarta masih menolerir kenaikan harga beras apabila harga beras meningkat di bawah lima persen. Apabila kenaikan harga beras di PIBC melonjak lebih dari sepuluh persen dari harga normal, maka masyarakat DKI Jakarta tidak dapat menerimanya dan selanjutnya pihak pemerintah melalui BULOG divisi regional DKI Jakarta melaksanakan operasi pasar. Berdasarkan hasil diskusi pimpinan FSTJ tersebut maka dibuat aturan peringatan dini untuk prakiraan harga beras yang secara rinci dapat dilihat pada Tabel 21. 94 Aturan peringatan dini untuk harga beras tersebut memerlukan variabel input dan variabel output sebagai berikut : Variabel input : harga untuk minggu ke-i, i = 1, 2, 3, 4 Variabel output : prakiraan harga untuk minggu ke-j, j = 5, 6, dengan , dan , Tabel 21. Aturan Peringatan Dini Untuk Harga Beras Peringatan Dini Minggu Ke Lima Peringatan Dini Minggu Ke Enam Jika Jika maka harga beras aman maka harga beras aman Jika Jika maka harga beras harus diwaspadai maka harga beras harus diwaspadai Jika Jika maka harga beras rawan maka harga beras rawan Dari Table 21, dapat dinyatakan bahwa pemerintah melaksanakan operasi pasar untuk menekan harga beras, apabila untuk minggu ke lima atau minggu ke enam, prakiraan harga beras menunjukkan harga rawan atau harga beras melonjak lebih besar dari sepuluh persen dibandingkan dengan harga normal. Pemerintah perlu mewaspadai harga beras, apabila prakiraan harga beras pada minggu ke lima atau minggu ke enam berada di antara lima persen sampai dengan sepuluh persen di atas harga normal, sedangkan apabila prakiraan harga beras pada minggu ke lima atau minggu ke enam berada di bawah lima persen dari harga normal, maka harga beras tersebut dinyatakan aman. Proses Pengujian Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan arsitektur JST hasil pelatihan yang memiliki kinerja terbaik yaitu yang menghasilkan nilai error dan epoch terkecil. Arsitektur JST terbaik yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 22. Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan dua 95 puluh lima data uji dan hasil pengujian data uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan hasil pengujian diperoleh tingkat akurasi JST dalam mengenali pola yang dapat dilihat pada Tabel 23, sedangkan grafik perbandingan antara data aktual dengan hasil uji tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6.1 sampai dengan Lampiran 6.3. JST yang dirancang memiliki tingkat akurasi tertentu sesuai dengan keberhasilan jaringan dalam mengenali pola pada proses pengujian.Tingkat akurasi yang didapat adalah kemampuan JST dalam mengenali pola yang diujikan berdasarkan hasil pelatihan sebelumnya. Tingkat akurasi, misal 98.63% pada JST untuk prakiraan harga beras tipe IR 64 mutu III (IR 64/III) artinya 98.63% hasil pengujian sesuai dengan data sebenarnya di lapangan. Tabel 22. Arsitektur JST Terbaik Dengan Metode Backpropagation. JST Harga Karakteristik JST Pasokan JST Harga Muncul/ III Jumlah neuron pada input layer 4 neuron 4 neuron 4 neuron Jumlah neuron pada output layer 2 neuron 2 neuron 2 neuron Fungsi Aktivasi logsig logsig logsig Algoritma Training trainlm trainrp trainlm 0.005 0.005 0.005 0.2 0.2 0.2 0.001 0.001 0.001 8 neuron 8 neuron 8 neuron Momentum Learning rate Goal error Neuron hidden layer IR/64 Tabel 23. Tingkat Akurasi Hasil Pengujian JST Terhadap Data Aktual Jaringan Syaraf Tiruan Tingkat Akurasi (%) Prakiraan Pasokan Beras 91.96 Prakiraan Harga Beras Muncul/ III 93.05 Prakiraan Harga Beras IR 64/ III 98.63 96 4.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras Pada subsistem ini, dikembangkan model pemilihan pemasok beras dengan menggunakan metode technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS). Tujuan subsistem ke dua pada penelitian ini adalah menentukan pemasok beras terpilih dari beberapa alternatif pemasok yang ada yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan. Kriteria yang dipergunakan dalam memilih pemasok beras adalah harga, kadar air, kotoran, tingkat keputihan, patahan beras, waktu pengantaran, kuantitas jumlah pasokan dan jarak pemasok ke PIBC. Sedangkan pemasok beras diperoleh dari berbagai sentra produksi beras seperti Karawang, Indramayu, Subang, Cirebon, Bandung, Cianjur, Banten, Jateng, Jatim, Lampung dan Makasar. Tahapan pemilihan pemasok beras menggunakan metode TOPSIS dapat dilihat pada Gambar 36. Pada proses perhitungan dengan menggunakan metode TOPSIS , beberapa aspek yang diperlukan terkait dengan kebutuhan input, proses dan output untuk komoditas beras adalah sebagai berikut : 1) Kebutuhan Input Model yang dibangun membutuhkan data input sebagai berikut : a. Data alternatif, digunakan untuk menentukan setiap alternatif pemasok. b. Data kriteria, digunakan untuk menentukan nilai setiap atribut seperti harga beras, mutu beras dan kriteria pemasok beras. c. Data nilai bobot, digunakan untuk menentukan tingkat pembobotan setiap kriteria. Bobot satu kriteria dapat berbeda dibanding bobot kriteria lainnya. 2) Kebutuhan Proses Model yang dibangun mengolah data input menjadi output. Kebutuhan proses tersebut antara lain : a. Proses input data matriks keputusan dan matriks vektor bobot b. Proses perhitungan untuk mencari peringkat pemasok beras terbaik. 3) Kebutuhan Output Output yang dihasilkan dari subsistem penelitian ini adalah : a. Nilai preferensi setiap alternatif, dimana alternatif yang menunjukkan nilai tertinggi merupakan alternatif dengan peringkat terbaik. b. Diagram yang memperlihatkan urutan peringkat pemasok beras ke PIBC. 97 Mulai Mulai Input Input Data Data 1. 1. Data Data para para pemasok pemasok diperoleh diperoleh dari dari PIBC PIBC 2. 2. Data Data kriteria kriteria beras beras dan dan standar standar mutu mutu beras beras SNI SNI 01-6128-1999 01-6128-1999 3. 3. Data Data bobot bobot kriteriadari kriteriadari pakar pakar di di PIBC PIBC Pembuatan matriks perhitungan (matriks awal) berdasarkan input dengan metode TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution) Normalisasi matriks dengan cara membagi nilai masing-masing kolom dengan akar kuadrat dari jumlah masing-masing kuadrat dari tiap kolom sehingga diperoleh matriks R Perhitungan masing-masing matriks R dengan bobot yang telah ditetapkan untuk setiap kriteria sehingga didapat nilai y, sehingga didapatkan matriks Y Mencari solusi ideal (nilai A) : Solusi Ideal Positif (A+) : 1. Didapatkan dengan cara mencari nilai terendah pada masing-masing kolom matriks Y untuk fungsi minimum 2. Didapatkan dengan cara mencari nilai tertinggi pada masing-masing kolom matriks Y untuk fungsi maksimum Solusi Ideal Negatif (A-) : 1. Didapatkan dengan cara mencari nilai tertinggi pada masing-masing kolom matriks Yuntuk fungsi minimum 2. Didapatkan dengan cara mencari nilai terendah pada masing-masing kolom matriks Y untuk fungsi maksimum A 98 A Perhitungan jarak antara solusi ideal dengan alternatif (Nilai D) Jarak Solusi Ideal Positif dengan Alternatif Ai (D+) : Didapatkan melalui perhitungan nilai masing-masing anggota akar kuadrat jumlah kuadrat solusi ideal positif untuk tiap kriteria dengan dikurangi nilai dari baris tiaptiap alternatif. Jarak Solusi Ideal Negatif dengan Alternatif Ai (D-) : Didapatkan melalui perhitungan nilai masing-masing anggota akar kuadrat jumlah kuadrat solusi ideal negatif untuk tiap kriteria dengan dikurangi nilai dari baris tiaptiap alternatif. Perhitungan nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi), dengan melakukan perhitungan jarak solusi ideal negatif dengan alternatif Ai (D-) dibagi jumlah dari jarak solusi ideal positif (D+) dan ideal negatif (D-) Pemilihan pemasok beras berdasarkan nilai preferensi tertinggi (Vi) dari masing-masing alternatif pemasok beras. Selesai Selesai Gambar 36. Tahap Pemilihan Pemasok Beras Menggunakan TOPSIS 4.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras Pada subsistem ini, dikembangkan model distribusi dan transportasi beras dengan menggunakan metode metaheuristic simulated annealing. Tujuan subsistem ke tiga pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 99 1. Menentukan rute terpendek dalam rangka pendistribusian beras dari pusat distribusi, yaitu dari PIBC ke titik-titik distribusi yang perlu dipasok di wilayah DKI Jakarta. 2. Mengalokasikan jumlah armada yang efektif dengan cara pengisian terlebih dahulu armada pertama dan armada berikutnya dengan kapasitas tertentu sampai kapasitasnya terisi optimal. Perhitungan algoritma simulated annealing dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut Hafirudin (2006) dan Wirdianto et al. (2007) : • Tahap pertama yaitu pencarian solusi awal yang diperoleh melalui metode nearest neighbour. Solusi awal menghasilkan rute dengan jarak terdekat dari depot hingga semua titik konsumen terlayani. Rute ini selanjutnya diperiksa apakah layak atau tidak sesuai dengan jumlah kendaraan yang tersedia. Jika tidak layak maka pencarian solusi terus dilakukan, sebaliknya solusi awal disimpan menjadi solusi terbaik saat ini. Solusi pada tahap awal ini menjadi masukan untuk pembentukan solusi pada tahap selanjutnya. Untuk mendapatkan solusi awal dalam simulated annealing digunakan metode nearest neighbour . Langkah – langkah penggunaan metode tersebut dalam pemecahan masalah transportasi, adalah sebagai berikut : Ditampilkan truk atau kendaraan yang ditugaskan beserta titik-titik konsumen yang dilaluinya. Langkah 1 : ditentukan depot sebagai titik awal Langkah 2 : dicari konsumen dengan titik terdekat dari titik sebelumnya Langkah 3 : ditentukan titik pemberhentian berikutnya Langkah 4 : kembali ke langkah 2 sampai semua titik terlayani Langkah 5 : ditentukan rute baru T n = depot – K 1 – K 2 – ... – K n – depot Langkah 6 : lakukan langkah yang sama untuk truk atau kendaraan berikutnya. • Tahap kedua adalah mencari solusi tetangga dari solusi yang terbaik yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Metode yang digunakan dalam tahap ini yaitu Or–Opt. Solusi tetangga pada tahap ini juga selanjutnya diuji, apakah rute yang dihasilkan sesuai dengan kapasitas kendaraan. Selanjutnya pada 100 tahap tersebut diperoleh beberapa solusi tetangga sesuai dengan variabel jumlah solusi tetangga maksimum, oleh karena itu harus dipilih salah satunya untuk menjadi solusi terbaik. Solusi terbaik pada tahap ini selanjutnya dibandingkan dengan solusi awal terbaik. Jika solusi tetangga lebih baik dari solusi awal maka solusi tetangga tersebut menjadi solusi terbaik saat ini. Jika tidak maka solusi tetangga tersebut masih mempunyai kesempatan untuk untuk menjadi solusi terbaik dengan terlebih dahulu melalui tahap ketiga. • Tahap ketiga adalah penerimaan solusi inferior (solusi yang tidak melakukan perbaikan). Simulated annealing memperbolehkan penerimaan solusi inferior dengan perhitungan probabilitas, yaitu : P = e- δL/T Probabilitas selanjutnya dibandingkan dengan bilangan random : p (0 < p < 1) Jika bilangan random p lebih kecil dari probabilitas P (p < P) maka solusi inferior ini diterima dan sebaliknya. • Tahap keempat yaitu tahap pengecekan. Pengecekan terhadap dua variabel : 1. T (suhu) akhir dan 2. Iterasi maksimum Jika salah satu dari kedua variabel tersebut terpenuhi maka pencarian solusi dengan metode simulated annealing dihentikan. Jika tidak, pencarian solusi terus dilakukan. 4.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras Pada subsistem ini, dikembangkan model kinerja rantai pasokan beras dengan menggunakan metode FIS (fuzzy inference system). Model kinerja diperlukan untuk mengukur kinerja, sementara ukuran kinerja diperlukan untuk perbaikan operasional pada suatu sistem pada setiap periode (Olugu, 2009). Model subsistem-4 pada penelitian ini dapat dipergunakan untuk hal-hal berikut : 1. Mengukur kinerja dari rantai pasok beras di PIBC untuk suatu waktu tertentu. 2. Menjadi model antisipasi atau model target dari kinerja rantai pasok beras PIBC di masa mendatang. 101 Proses FIS yang dipergunakan pada penelitian untuk subsistem kinerja rantai pasokan beras ini memiliki pentahapan yang dapat dilihat pada Gambar 37. Input Data Dari 3 Subsistem Fuzzifikasi Basis Pengetahuan Logika Keputusan Defuzzifikasi Output Kinerja Rantai Pasok Beras Gambar 37. Proses FIS Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta (Diadaptasi dari Olugu, 2009) Pentahapan dari proses FIS tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Input Data. Diperoleh dari tiga subsistem sebelumnya, yaitu dari subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras dan subsistem distribusi dan transportasi beras yang dapat dilihat pada Gambar 38. 2. Fuzzifikasi. Proses ini menjadikan data input dari tiga subsistem tersebut menjadi bernilai fuzzy melalui fungsi keanggotaan (membership function). Pada penelitian ini, dibuat suatu fuzzifikasi melalui fungsi keanggotaan TFN (triangular fuzzy number) yang memiliki selang tiga nilai. Misal untuk subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, nilai fuzzy untuk tidak akurat ada pada selang tiga nilai [0 0 0,4], nilai untuk cukup akurat ada pada selang tiga nilai [0,1 0,5 0,9] dan untuk akurat ada pada selang tiga nilai [0,6 1 1]. 102 Secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 24. Output untuk kinerja rantai pasokan juga melewati proses fuzifikasi seperti dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 24. Fuzzifikasi Tiga Input Data Untuk Fuzzy Inference System Himpunan Fuzzy Subhimpunan Pertama Subhimpunan Kedua Subhimpunan Ketiga Tidak Akurat [0 0 0,4] Cukup Akurat [0,1 0,5 0,9] Akurat [0,6 1 1] Tidak Lancar [0 0 0,4] Cukup Lancar [0,1 0,5 0,9] Lancar [0,6 1 1] Tidak Lancar [0 0 0,4] Cukup Lancar [0,1 0,5 0,9] Lancar [0,6 1 1] Input Subsistem prakiraan pasokan dan harga beras Subsistem pemilihan pemasok beras Subsistem distribusi dan transportasi beras Gambar 38. Input Data Untuk Proses FIS Tabel 25. Fuzzifikasi Output Data Untuk Fuzzy Inference System Himpunan Fuzzy Subhimpunan Pertama Subhimpunan Kedua Subhimpunan Ketiga Tidak Baik [0 0 0,4] Cukup Baik [0,1 0,5 0,9] Baik [0,6 1 1] Output Kinerja Rantai Pasokan 103 3. Logika Keputusan. Pada tahap ini menurut Elmahi et al. (2002), dibuat suatu aturan yang didasarkan kepada logika “Jika Maka” (If Then Rule), sedangkan menurut Pongpaibool (2007), aturan “Jika Maka” dibuat berdasarkan pada pakar di lapangan yang memiliki keahlian dalam bidang yang dikerjakannya. Aturan “Jika Maka” pada penelitian ini telah didiskusikan dengan pakar di PIBC. Untuk logika keputusan pada kinerja rantai pasokan beras ini dapat dihasilkan aturan sebanyak dua puluh tujuh aturan. Aturan tersebut secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 26, sedangkan tampilan pada software MatLab dapat dilihat pada Gambar 39. Tabel 26. Aturan Jika – Maka Untuk Fuzzy Inference System No Prakiraan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Tidak Akurat Tidak Akurat Tidak Akurat Tidak Akurat Tidak Akurat Tidak Akurat Tidak Akurat Tidak Akurat Tidak Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Cukup Akurat Akurat Akurat Akurat Akurat Akurat Akurat Akurat Akurat Akurat Jika PemilihanPemasok Tidak Lancar Tidak Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Cukup Lancar Cukup Lancar Lancar Lancar Lancar Tidak Lancar Tidak Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Cukup Lancar Cukup Lancar Lancar Lancar Lancar Tidak Lancar Tidak Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Cukup Lancar Cukup Lancar Lancar Lancar Lancar Maka Distribusi-Transportasi Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Tidak Lancar Cukup Lancar Lancar Kinerja Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Cukup Baik Tidak Baik Cukup Baik Cukup Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Cukup Baik Tidak baik Cukup Baik Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Tidak Baik Cukup Baik Baik Tidak Baik Baik Baik 104 Gambar 39. Input Data Untuk Basis Pengetahuan 4. Defuzifikasi. Adalah suatu proses untuk mendapatkan kembali nilai tegas (crisp) dari nilai fuzzy sebelumnya. Metode untuk defuzifikasi pada penelitian ini mempergunakan metode centroid (Elmahi et al., 2002). 4.5 Model Matematika Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta Gunasekaran et. al (2004) telah menguraikan kerangka pengukuran kinerja rantai pasokan secara deterministik yang meliputi pengukuran kinerja rantai pasokan untuk tahap plan, source, make dan delivery pada level strategic, tactical dan operational. Contoh ukuran kinerja rantai pasokan untuk tahap planning, menurut Gunasekaran et al. (2004) meliputi : order entry method order lead-time dan customer order path sedangkan untuk tahap delivery meliputi ukuran kinerja untuk delivery performance evaluation dan total distribution cost. Sementara itu Lapide (2011) menyatakan ukuran deterministik lainnya bahwa ukuran kinerja rantai pasokan yang telah dikembangkan meliputi SCOR Model, logistics scoreboard, activity-based costing (ABC), economic value analysis (EVA) dan balanced scorecards. Menurut Lapide (2011), SCOR Model adalah ukuran kinerja rantai pasokan yang merupakan kombinasi untuk kinerja waktu siklus seperti untuk waktu siklus produksi dan waktu siklus uang (cash-tocash cycle), ukuran kinerja biaya dengan contohnya adalah biaya tiap pengiriman 105 (cost per shipment) dan biaya tiap pengambilan dari gudang (cost per warehouse pick), kinerja mutu dan layanan seperti pengiriman tepat waktu (on-time shipments) dan kinerja untuk ukuran produk yang cacat (defective products) serta kinerja untuk mengukur aset. Pada penelitian ini ukuran kinerja rantai pasokan diukur dengan cara yang berbeda dari ukuran kinerja rantai pasokan yang telah diuraikan oleh Gunasekaran et al. (2004) dan Lapide (2011). Pada penelitian ini, sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III bahwa kinerja sistem rantai pasokan khususnya untuk kinerja sistem rantai pasokan komoditas beras di propinsi DKI Jakarta ditentukan dari aktifitas rantai pasok beras dan kinerja rantai pasok beras. Aktifitas rantai pasok beras terdiri dari prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras, sedangkan kinerja dari rantai pasok komoditas beras diukur dari semua aktifitas rantai pasokan beras tersebut. Menurut Moengin dan Miyasto (2009), indeks ketahanan nasional yang merupakan ukuran kinerja dari ketahanan nasional diukur menurut rumus indeks G, dengan : Indeks G = 1/ 100 ∑ V i G i dan dengan : G = banyaknya variabel dalam gatra G V i = bobot variabel G i G i = sub indeks untuk variabel G i . Dengan menggunakan logika Moengin dan Miyasto (2009) tersebut, maka ukuran kinerja rantai pasokan perberasan secara umum dapat dituliskan dalam rumus : K= dan K = dengan K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras : nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i : nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i = 1, 2, ..., n dan = , = 1,2, …, k : nilai bobot menurut pakar ke untuk model subsistem ke . 106 Untuk kasus di provinsi DKI Jakarta, ukuran kinerja rantai pasokan perberasan dipengaruh oleh tiga subsistem yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras serta dipengaruhi oleh subsistem distribusi dan transportasi beras. Hubungan tersebut dapat dinyatakan sebagai K= dan K = dengan K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras : nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i : nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i = 1, 2, 3. Dengan = , = 1,2,3 : nilai bobot menurut pakar ke untuk model subsistem ke BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN MODEL PENELITIAN Model yang dihasilkan adalah model konseptual yang selanjutnya dikembangkan menjadi program komputasi dengan menerapkan tiga buah metode artificial intelligence (AI) dan satu buah metode analitik. Metode AI yang dipergunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST), metode simulated annealing dan metode fuzzy inference system (FIS), sedangkan metode analitik yang dipergunakan adalah metode technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS). Model dari penelitian tersebut mencakup empat subsistem yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras, subsistem distribusi dan transportasi beras dan subsistem kinerja rantai pasokan beras. Model subsistem pertama dapat dilihat pada Gambar 40, yaitu model prakiraan pasokan dan harga beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode JST backpropagation. Arsitektur JST yang dihasilkan terdiri dari empat neuron pada input layer, delapan neuron pada hidden layer dan dua neuron pada output layer dengan parameter pendukung lain yang telah dijelaskan pada Bab IV. Input untuk model tersebut adalah data harian pasokan beras dan data harian harga dua varietas beras yaitu IR64/III dan Muncul/III. Gambar 40. Model Prakiraan Harga Beras dan Pasokan Beras 108 Data pasokan beras adalah data pasokan beras mingguan untuk pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta melalui pasar induk beras Cipinang (PIBC). Data harga IR64/III dan Muncul/III diperoleh dari database PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ). Hasil prakiraan dari pasokan beras yang masuk ke wilayah DKI Jakarta selanjutnya dibandingkan dengan kebutuhan beras dari penduduk DKI Jakarta pada suatu waktu. Dari hasil perbandingan tersebut dapat dinyatakan suatu peringatan dini (early warning system) yang menyatakan apakah pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu tersebut dalam kondisi aman atau pasokan beras harus diwaspadai atau pasokan beras rawan. Demikian pula dengan hasil prakiraan dari harga beras pada suatu waktu selanjutnya dibandingkan dengan harga beras rata-rata empat periode sebelumnya sesuai dengan jumlah empat neuron pada input layer dari JST tersebut. Hasil dari perbandingan tersebut berupa suatu peringatan dini apakah harga beras di wilayah DKI Jakarta pada suatu waktu itu masuk ke dalam kategori harga beras aman atau harga beras harus diwaspadai atau harga beras rawan. Dengan informasi peringatan dini tersebut, pihak yang berkepentingan seperti FSTJ dapat melakukan antisipasi apabila prakiraan pasokan maupun harga beras berada dalam kondisi rawan. Pihak FSTJ selanjutnya dapat menghubungi pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk meminta agar dilakukan operasi pasar apabila prakiraan pasokan maupun harga beras dalam keadaan rawan. Model dari subsistem yang ke dua adalah model pemilihan pemasok beras yang dapat dilihat pada Gambar 41. Model tersebut dirancang untuk mendapatkan pemasok beras terpilih yang memenuhi kriteria yang ditentukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC. Model dikembangkan dengan menggunakan metode TOPSIS. Metode TOPSIS adalah metode yang dapat menyelesaikan persoalan multy criteria decision making (MCDM). Input untuk model tersebut dapat berbentuk kuantitatif maupun kualitatif. Input yang dipergunakan tersebut berupa jumlah alternatif dari berbagai daerah yang memasok beras ke PIBC, dan berbagai kriteria perberasan baik kriteria dari pemasok beras maupun kriteria dari komoditas beras itu sendiri seperti yang sudah dijelaskan pada Bab IV. Hasil dari model tersebut adalah urutan peringkat pemasok beras dari peringat pertama sampai peringkat terakhir yang sudah mempertimbangkan berbagai kriteria 109 perberasan tersebut. Dengan hasil urutan peringkat pemasok beras tersebut, para pelaku usaha perberasan di PIBC dapat mengambil keputusan, pasokan beras dari daerah mana saja yang dapat diambil untuk menjadi komoditas usahanya. Gambar 41. Model Pemilihan Pemasok Beras Model dari subsistem yang ke tiga yaitu model distribusi dan transportasi beras yang dikembangkan dengan menggunakan metode simulated annealing dan dapat dilihat pada Gambar 42. Model tersebut menghasilkan rute terpendek untuk menyalurkan komoditas beras dari PIBC ke berbagai pasar beras di seluruh wilayah DKI Jakarta dan jumlah kendaraan yang optimal yang dipergunakan dalam menyalurkan sejumlah permintaan komoditas beras dari PIBC ke berbagai pasar beras tersebut. Gambar 42. Model Distribusi dan Transportasi Beras 110 Pasar beras pada penelitian ini dibatasi hanya pada berbagai pasar yang berada di bawah pengelolaan PD. Pasar Jaya yang juga dikelola oleh Pemda DKI Jakarta. Input untuk model pada subsistem distribusi dan transportasi tersebut adalah lokasi pasar, banyaknya permintaan beras dari pasar tersebut, kendaraan dan bobot kendaraan yang dipergunakan. Hasil dari model adalah rute terpendek dan banyaknya kendaraan yang dipergunakan untuk menyalurkan beras terbut ke pasar-pasar di wilayah DKI Jakarta. Dengan hasil tersebut, para pelaku perberasan dapat menyalurkan sejumlah beras ke berbagai pasar beras dengan menggunakan jumlah kendaraan yang tepat dan dengan rute terpendek. Dengan demikian para pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat menyalurkan beras tersebut dengan biaya transportasi yang lebih efisien. Model subsistem ke empat yaitu model kinerja rantai pasokan beras yang dapat dilihat pada Gambar 43. Model tersebut diperoleh dengan menggunakan metode fuzzy inference system (FIS). Input untuk model tersebut terdiri dari tiga subsistem sebelumnya yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras dan subsistem distribusi dan transportasi beras. Gambar 43. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta Hasil dari model tersebut adalah ukuran kinerja dari rantai pasokan beras. Dengan hasil tersebut, para pelaku usaha perberasan di PIBC khususnya dapat mengukur kinerja rantai pasokannya apakah masuk ke dalam kategori baik, cukup 111 baik atau tidak baik. Dengan adanya ukuran kinerja tersebut, para pelaku perberasan di PIBC juga dapat mengantisipasi kegiatan yang harus dipersiapkan dan dilakukan supaya kinerja rantai pasokannya di masa mendatang lebih baik dari pada kinerja saat ini. Secara keseluruhan, model yang dihasilkan pada penelitian ini merupakan model yang terkait antara satu subsistem dengan subsistem lainnya. Permintaan atau kebutuhan beras dari penduduk DKI Jakarta dapat dianggap sebagai pemacu dan pemicu (trigger) pengadaan beras yang selanjutnya dilakukan pada subsistem pemilihan pemasok dan dihasilkan dengan metode TOPSIS. Pasokan beras beserta harga beras yang terkait di dalamnya (embedded price) yang masuk melalui PIBC selanjutnya dikirimkan kepada konsumen melalui pasar-pasar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Upaya pengiriman beras tersebut memerlukan subsistem distribusi dan transportasi yang dihasilkan dengan metode simulated annealing. Pasokan beras yang masuk setiap waktu perlu diimbangi dengan prakiraan pasokan supaya jumlah beras yang masuk ke DKI Jakarta melalui PIBC dapat dikendalikan dan tidak menimbulkan kelebihan pasokan (over stock) atau kekurangan pasokan (out of stock). Demikian pula harga beras yang setiap waktu berfluktuasi perlu dikendalikan supaya harga beras tersebut setiap waktu dapat terjangkau oleh daya beli warga DKI Jakarta. Upaya pengendalian pasokan dan harga beras tersebut memerlukan subsistem prakiraan pasokan dan harga beras yang didukung oleh upaya peringatan dini (early warning system) untuk mengurangi resiko dari pasokan dan harga beras yang tidak diinginkan. Model dalam subsistem prakiraan pasokan dan harga beras tersebut dihasilkan dengan menggunakan metode artificial neural network. Sementara subsistem kinerja rantai pasokan beras diperlukan supaya pelaku perberasan di PIBC khususnya dapat mengukur kinerja rantai pasokannya setiap saat, dan dapat melakukan antisipasi kinerja supaya selalu diperoleh kinerja rantai pasokannya menjadi lebih baik di masa mendatang (continous improvement). Model kinerja tersebut dihasilkan dengan menggunakan metode fuzzy inference system. Keterkaitan model pada sistem rantai pasokan beras di DKI Jakarta yang mencakup empat subsistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 44. 112 Gambar 44. Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta 5.1 Subsistem Prakiraan Pasokan dan Harga Beras Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras ini, penerapan dilakukan pada JST untuk memperkirakan pasokan beras dan harga beras di provinsi DKI Jakarta. Untuk pasokan beras, data yang digunakan adalah data pasokan beras mingguan yang diperoleh dari data pasokan beras harian sesuai dengan data yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Data jumlah penduduk DKI Jakarta dapat diperoleh dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atau dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta setiap minggu dapat dihitung dari data jumlah penduduk DKI Jakarta tersebut, sedangkan data konsumsi beras setiap orang setiap hari dapat diperoleh dari BPS. Dengan memasukkan pasokan beras empat minggu berturut-turut, dapat diperoleh hasil prakiraan pasokan beras untuk minggu ke lima dan minggu ke enam. Selanjutnya prakiraan pasokan beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam tersebut dibandingkan dengan jumlah kebutuhan beras penduduk DKI Jakarta pada minggu ke lima dan minggu ke 113 enam tersebut. Hasilnya dapat diperoleh suatu bentuk peringatan dini bahwa kondisi pasokan beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam adalah rawan. Tampilan JST untuk pasokan beras tersebut dapat dilihat pada Gambar 45. Gambar 45. Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Pasokan Beras dari PIBC Ke DKI Jakarta Apabila dalam kondisi tertentu jumlah pasokan beras ke wilayah DKI Jakarta dari PIBC kurang atau dari tampilan JST ini keluar penyataan rawan, maka pihak PIBC harus menginformasikannya kepada BULOG DKI Jakarta. Bentuk informasi ini dapat dipandang sebagai bentuk peringatan dini dari pasokan beras. Seminar et al. (2010) telah melakukan penelitian mengenai sistem deteksi dini untuk manajemen krisis pangan. Dalam penelitian tersebut terdapat sepuluh parameter yang digunakan untuk menyatakan kondisi krisis pangan. Dua dari sepuluh parameter tersebut yang dapat dikaitkan dengan subsistem yang dikembangkan pada penelitian ini adalah jumlah konsumsi beras penduduk dan harga beras. Dengan demikian jumlah konsumsi beras pada penelitian ini mempengaruhi jumlah beras yang dibutuhkan oleh penduduk di Provinsi DKI Jakarta. 114 Contoh lain adalah penerapan yang dilakukan pada JST untuk memperkirakan harga beras varietas Muncul/ III di provinsi DKI Jakarta. Data harga beras yang digunakan adalah data harga beras mingguan yang diperoleh dari data harga beras harian sesuai dengan data yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Dengan memasukkan harga beras Muncul/ III empat minggu berturut-turut, dapat diperoleh hasil prakiraan harga beras untuk minggu ke lima dan minggu ke enam. Selanjutnya prakiraan harga beras pada minggu ke lima dan minggu ke enam tersebut dibandingkan dengan harga rata-rata pada empat minggu sebelumnya. Sebagai hasil dapat diperoleh suatu bentuk peringatan dini bahwa minggu ke lima dan minggu ke enam untuk harga beras Muncul/ III berada dalam kondisi aman. Tampilan JST untuk harga beras Muncul/ III tersebut dapat dilihat pada Gambar 46. Gambar 46. Tampilan Jaringan Syaraf Tiruan Pada Prakiraan Harga Beras Muncul III Berdasarkan Gambar 46 tersebut, penentuan empat minggu sebagai jumlah input dan dua minggu sebagai jumlah output ditentukan berdasarkan dua pertimbangan. Pertimbangan pertama adalah di lapangan (PIBC), penentuan jumlah input dan jumlah output tersebut dapat mempermudah para pelaku perberasan untuk memanfaatkan model prakiraan pasokan dan harga beras. Para pelaku usaha perberasan di PIBC dengan mudah dapat memasukan data empat 115 minggu sebelumnya dan dengan mudah dapat mengetahui prakiraan harga beras pada dua minggu ke depan. Dari hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, prakiraan harga dua minggu ke depan sesuai dengan keinginan para para pelaku usaha perberasan di PIBC. Pertimbangan ke dua adalah bahwa pada proses pengembangan model JST harus diperoleh JST yang memiliki kinerja terbaik. Salah satu ukuran kinerja JST terbaik adalah JST yang memiliki akurasi yang tinggi dari prakiraan pasokan dan harga beras terhadap data aktual. Pada proses uji-coba (trial and error) pengembangan model dengan JST tersebut, jumlah empat input dan jumlah dua output merupakan parameter JST yang dapat menghasilkan akurasi yang tinggi atau memberikan kinerja JST terbaik. 5.2 Subsistem Pemilihan Pemasok Beras Pada Gambar 47 sampai dengan Gambar 50, diperlihatkan tampilan yang dihasilkan dari program pemilihan pemasok beras dengan metode TOPSIS. Selama ini terdapat delapan belas pemasok beras yang telah memasok beras ke PIBC yaitu Karawang, Indramayu, Subang, Bandung, Cirebon, Garut, Klaten, Kediri dan Makasar. Gambar 47 menunjukkan contoh dari alternatif yang memperlihatkan para pemasok beras dari berbagai daerah ke PIBC untuk varietas beras IR64/ III, yaitu dari Karawang, Cirebon, Bandung dan Cianjur. Gambar 47. Alternatif Daerah Para Pemasok Beras Ke PIBC 116 Gambar 48 menunjukan kriteria yang ingin diperoleh dari para pemasok beras seperti kriteria yang terkait dengan mutu beras, pemasok beras maupun proses transaksi antara pemasok beras dan PIBC. Kriteria dapat berbentuk harga beras, kadar air beras, patahan beras (butir patah), waktu kedatangan pemasok beras dan yang lainnya. Data masukan dapat berupa angka numerik seperti harga, dapat berupa persentase seperti kadar air, juga dapat berupa skala likert seperti untuk warna. Semakin putih biasanya semakin baik. Ukuran warna dapat dikategorikan dalam bentuk skala likert 1 – 5, sehingga pilihannya adalah 5 = putih jernih, 4 = putih, 3 = cukup putih, 2 = kurang putih, 1 = buram. Gambar 48. Berbagai Kriteria Perberasan Yang Ditetapkan PIBC Untuk melakukan proses pemilihan pemasok beras, selanjutnya perlu dimasukkan berbagai nilai untuk kriteria perberasan tersebut. Sebagai contoh, terdapat delapan kriteria yang menjadi input yaitu kriteria harga, kadar air, kotoran, tingkat keputihan, jarak pemasok dari PIBC, patahan, waktu pengiriman dan kuantitas beras dari pemasok. Misal untuk nilai kriteria harga beras tipe IR64/ III, harga dari daerah Karawang adalah Rp. 5.100,-/ kg, harga dari Cirebon adalah Rp. 5.050,-/ kg, harga dari Bandung adalah Rp. 4.950,-/ kg dan dari Cianjur harganya adalah Rp. 4.700,-/ kg. Untuk kriteria lainnya, dapat dimasukkan sebagai input ke dalam program dan tampilannya dapat dilihat pada Gambar 49. 117 Gambar 49. Penilaian Pada Kriteria Terhadap Alternatif Pemasok Beras Melalui proses yang dilakukan dengan metode TOPSIS yang memperhitungkan semua nilai pada seluruh kriteria dan pada setiap alternatif, maka diperoleh hasil berupa peringkat dari pemasok beras untuk tipe IR64/ III yang dapat dilihat pada Gambar 50. Misal pada program tersebut peringkat dan nilai para pemasok berturut-turut adalah Bandung (0,7506), Cirebon (0,6841), Karawang (0,6661) dan Cianjur (0,3375). Gambar 50. Daerah Pemasok Beras Terpilih Hasil Perhitungan TOPSIS. 118 Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, proses pengadaan beras oleh para pengusaha di PIBC umumnya dilakukan melalui dua cara. Cara pertama untuk mendapatkan beras adalah melalui para pedagang beras dari daerah, baik pedagang baru maupun pedagang langganan yang datang langsung ke PIBC dan menawarkan beras yang dibawanya. Mekanisme cara pertama adalah para pedagang beras tersebut berkeliling di sekitar PIBC dan menawarkan beras melalui sampel yang dibawanya. Dari sampel tersebut kemudian para pengusaha di PIBC memeriksa beras melalui proses menggenggam beras dan mempertimbangkan spesifikasi beras yang dibutuhkan, seperti jenis beras, harga beras, kadar air dan warna beras. Apabila semua kriteria perberasan dipenuhi maka transaksi jual beli beras antara pedagang di PIBC dengan pedagang beras dari daerah tersebut dilakukan. Cara pertama tersebut umumnya terjadi di PIBC. Cara ke dua dilakukan apabila berlangsung musim paceklik dan beras sulit diperoleh, sehingga para pengusaha di PIBC sendiri yang datang langsung ke daerah untuk mencari beras. Transaksi perdagangan beras di PIBC baik melalui cara pertama maupun cara ke dua memiliki ciri yang unik, yaitu uang hasil transaksi dibayarkan baik secara tunai maupun transfer melalui bank, kepada para pedagang beras oleh para pengusaha di PIBC setelah pedagang beras di PIBC mendapatkan uang hasil dari penjualan beras tersebut kepada para distributor. Hal tersebut dapat dipahami bahwa proses jual beli beras di PIBC berjalan atas dasar kepercayaan antara satu pihak penjual dan pembeli. Dengan demikian mekanisme jual beli beras di PIBC tersebut tidak hanya didasari oleh motif keuntungan saja tetapi juga didasari oleh adanya suatu norma kemasyarakatan, jaringan dan kebutuhan bersama untuk mendapatkan manfaat bersama. Hal tersebut sesuai dengan konsep modal sosial (social capital) yang dinyatakan oleh Woolcock dan Narayan (2000) serta Fukuyama (2001). 5.3 Subsistem Distribusi dan Transportasi Beras Subsistem distribusi dan transportasi beras dikembangkan dengan menggunakan metode simulated annealing dan program komputasi dihasilkan dengan menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi 7 (Borland, 2011). 119 Hasil program komputasi untuk model distribusi dan transportasi beras tersebut, tampilannya dapat dilihat berturut-turut dari Gambar 51 sampai dengan Gambar 56. Pada tampilan program tersebut, semua data input yang diujicobakan pada program ini baik untuk nama pelanggan, jenis dan mutu beras yang diminta oleh pelanggan, jumlah pesanan dan kendaraan yang dipergunakan adalah bukan data sesungguhnya. Data tersebut adalah data yang dibangkitkan (generated data) untuk mengujicoba program yang dihasilkan. Data tersebut adalah data representasi yang sudah didiskusikan dengan para pelaku usaha perberasan di PIBC. Hasil uji coba dari program komputasi tersebut dipergunakan untuk menganalisis kejadian sebenarnya yang terjadi pada pola distribusi dan transportasi beras di PIBC dan wilayah DKI Jakarta. Data input pada Gambar 51 menunjukkan data sejumlah titik distribusi yang dipasok pada suatu hari tertentu, misal dalam hal ini terdapat sepuluh pelanggan dengan indeks pelanggan tersendiri. Nama pelanggan pada tampilan ini bukan nama pelanggan sebenarnya, misal untuk pelanggan Bapak H. Amir berlokasi di pasar Regional Tanah Abang, Ibu Nunung di pasar Senen dan Bapak Sumarno di pasar Pal Merah. Pada tampilan ini dapat dilihat bahwa Bapak Sumarno memiliki indeks pelanggan nomor sepuluh dan beralamat di pasar Pal Merah. Gambar 51. Tampilan Menu Distribusi dan Transportasi Beras 120 Data input pada Gambar 52 adalah data produk yang didistribusikan yaitu beras. Jenis beras yang diperdagangkan di PIBC saat ini berjumlah empat belas tipe yaitu Cianjur Kepala, Cianjur Slyp, Setra, Saigon, Muncul mutu I (Muncul/ I), Muncul/ II, Muncul/ III, IR64/ I, IR 64/ II, IR 64/ III, IR 42, Ketan Putih dan Ketan Hitam. Misal untuk pesanan dari beberapa pelanggan pada model ini adalah jenis beras Cianjur Kepala, IR 64/ I, IR 64/ II, IR 64/ III, Muncul/ I dan Muncul/ III. Data input pada Gambar 53 adalah data dari jarak antar lokasi pelanggan atau menunjukkan jarak antar lokasi pasar. Apabila pada suatu hari terdapat pesanan dari sepuluh pasar, maka ke dalam model di atas harus dimasukkan jarak antar lokasi pasar sebanyak 10 x 10. Misal dalam hal ini jarak yang harus dimasukkan dari pasar Cikini Ampiun ke pasar Baru adalah 5,3 km. Jarak antar lokasi pasar pada penelitian ini dihitung dari peta DKI Jakarta melalui perhitungan koordinat dengan bantuan Google Map sehingga jarak antar pasar mewakili jarak sesungguhnya. Gambar 52. Tampilan Menu Produk Beras Jumlah pasar pada penelitian ini dibatasi hanya pada pasar yang berada di bawah pengelolaan Pemda DKI Jakarta yaitu di bawah pengelolaan PD. Pasar Jaya. Jumlah pasar dibatasi sebanyak seratus lima pasar dari seratus lima puluh dua pasar. Hal tersebut disebabkan karena alamat empat puluh tujuh pasar lainnya tidak tertulis dengan lengkap sehingga tidak dapat ditemukan di dalam peta. Jarak 121 antar lokasi pasar yang dapat dimasukkan sebagai input pada penelitian ini adalah jarak antar lokasi pasar yang berbentuk matriks dengan ukuran 105 x 105. Gambar 53. Tampilan Jarak Lokasi Antar Para Pelanggan Beras. Jarak antar lokasi pasar tersebut meliputi jarak antar lokasi pasar di lima wilayah DKI Jakarta yaitu jarak antar lokasi pasar di wilayah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan jarak antar lokasi pasar di wilayah Jakarta Timur. Jarak antar lokasi pasar secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 8.1 sampai Lampiran 8.5. Data input pada Gambar 54 memperlihatkan tanggal pemesanan dari delapan pelanggan beras. Masing-masing pelanggan memesan beras dalam satuan pak atau karung tertentu dan berat (kg) tertentu, dengan waktu loading (bongkar muat) pada masing-masing titik distribusi diketahui. Misal pada tanggal 25 Oktober 2010, Ibu Nunung dengan indeks pelanggan nomor dua, memesan sebanyak 10 karung beras Cianjur Kepala yang masing-masing bobotnya 50 kg, sehingga jumlah permintaannya adalah 500 kg dengan waktu loading selama 20 menit. Untuk pesanan pada hari yang sama, Ibu Nunung dapat pula memesan jenis produk yang lain, misal pada hari itu Ibu Nunung memesan juga jenis beras Muncul/ I sebanyak 50 karung sehingga jumlahnya adalah 2500 kg. Demikian pula ke dalam model ini, pada tanggal 25 Oktober 2010 tersebut, para pelanggan lain dapat memesan sejumlah beras jenis tertentu, seperti Bapak Usep memesan jenis beras IR 64/ III sebanyak 2500 kg dan Bapak Syaiful memesan beras jenis Muncul/ III sebanyak 2000 kg. 122 Gambar 54. Tampilan Menu Pesanan Dari Para Pelanggan Beras Untuk mendistribusikan beras yang dipesan oleh para pelanggan, para pengusaha di PIBC dapat menggunakan kendaraan yang dimiliki sendiri atau kendaraan yang disewa dari FSTJ. Pada Gambar 55, misalnya ditampilkan jumlah kendaraan yang dimiliki oleh seseorang pengusaha beras di PIBC yang memiliki dua jenis kendaraan yaitu Toyota Dyna yang berkapasitas delapan ton atau 8000 kg dan Daihatsu Grandmax dengan kapasitas tiga ton atau 3000 kg. Gambar 55. Tampilan Menu Kendaraan Untuk Distribusi dan Transportasi Beras 123 Pada Gambar 56, diperlihatkan suatu contoh hasil perhitungan dari metode Simulated Annealing di atas. Pada tanggal 25 Oktober 2010, terdapat delapan pelanggan yang perlu dilayani dengan rute pertama dimulai dari PIBC kemudian ke titik 1 – 4 – 2 dan kembali ke PIBC dengan kendaraan Toyota Dyna. Untuk kendaraan Daihatsu Grandmax rutenya berawal dari PIBC kemudian ke titik 8 dan kembali ke PIBC. Untuk rute ketiga, kendaraan Toyota Dyna berangkat lagi dari PIBC ke titik 3 – 7 – 6 – 5 dan kembali ke PIBC. Gambar 56. Tampilan Penugasan Kendaraan Pada Pendistribusian Beras Untuk menghitung berapa jumlah jarak dari rute yang digunakan untuk mengantarkan produk beras tersebut, dengan menggunakan program simulated annealing juga dapat ditampilkan rute terpendek. Misal pada Gambar 57, rute terpendek dalam mengantarkan semua pesanan beras ke seluruh pelanggan diperoleh pada iterasi ke 445 dengan jarak tempuh 25,7 km. Gambar 57. Tampilan Rute Terpendek Pada Pendistribusian Beras Dari PIBC Kepada Para Pelanggan 124 Dengan model di atas dapat diperoleh rute terpendek terkait penugasan untuk memenuhi pesanan pada suatu hari dan pesanan yang didistribusikan diangkut dengan menggunakan kendaraan secara efektif dan efisien. Jika ada dua kendaraan dengan kapasitas besar dan kecil, maka kendaraan yang diprioritaskan adalah kendaraan yang paling optimal yang dapat mengangkut pesanan dari para pelanggan. Kemudian jika seluruh pesanan cukup ditangani oleh satu kendaraan saja, maka kendaraan ke dua tidak perlu dipergunakan sehingga menghemat biaya transportasi. Untuk menghitung berapa penghematan yang dapat dilakukan melalui metode simulated annealing tersebut, dilakukan simulasi melalui tiga skenario dengan hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Pada skenario pertama disimulasikan terdapat delapan pesanan, pada skenario ke dua terdapat sepuluh pesanan dan pada skenario ke tiga terdapat dua belas pesanan. Pada masing-masing skenario disimulasikan seluruh beras yang dipesan didistribusikan kepada pelanggan dengan menggunakan dua buah kendaraan Grandmax dan dengan menggunakan kombinasi satu buah Grandmax dan satu buah toyota Dyna. Diketahui bahwa kapasitas beras yang dapat diangkut oleh Grandmax adalah tiga ton dan kapasitas beras yang dapat diangkut oleh toyota Dyna adalah delapan ton. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha beras di PIBC, umumnya pendistribusian beras kepada pelanggan dilakukan dengan menggunakan kendaraan Grandmax. Pada subsistem ini, diperoleh hasil efisiensi yang dapat dihemat baik dari segi jarak maupun waktu, apabila pengiriman beras tersebut dilakukan dengan menggunakan kombinasi satu buah Grandmax dan satu buah toyota Dyna. Dari simulasi ke tiga skenario tersebut, rata-rata penghematan jarak yang dihasilkan adalah 25,79% , sedangkan rata-rata penghematan dari segi waktu yang diperoleh adalah 13,93%. Secara rinci, penghematan dari ke tiga skenario di atas dapat dilihat pada Tabel 27. Menurut pengusaha beras di PIBC, proses pendistribusian beras kepada para pelanggan baik pelanggan perorangan maupun pelanggan institusi atau distributor di wilayah DKI Jakarta umumnya dilakukan melalui dua cara. Cara pertama adalah beras dikirimkan kepada para pelanggan sesuai dengan waktu dan jumlah pesanan dari pelanggan yang datang langsung ke PIBC. Cara ke dua 125 adalah beras dikirimkan kepada pelanggan sesuai dengan waktu dan jumlah pesanan yang diminta dan dilakukan melalui telpon. Cara ke dua biasa terjadi apabila pelanggan atau distributor yang memesan sudah menjadi langganan dari pengusaha beras di PIBC dan sudah saling mempercayai. Transaksi pengiriman beras dari PIBC kepada para pelanggan melalui cara ke dua memiliki ciri khas, yaitu uang hasil transaksi dibayarkan oleh para pelanggan kepada para pedagang beras di PIBC setelah para pelanggan tersebut mendapatkan uang hasil dari penjualan beras kepada para konsumen atau membayar uang tersebut sesuai dengan persetujuan awal antara pelanggan dan pengusaha beras di PIBC. Pada mekanisme yang ke dua tersebut, proses jual beli beras antara pengusaha beras di PIBC dan dengan pelanggannya berjalan atas dasar kepercayaan. Dengan demikian motif perdagangan beras dari PIBC kepada para pelanggan juga didasari oleh adanya suatu norma kemasyarakatan yaitu atas dasar kepercayaan yang merupakan salah satu komponen penting dari modal sosial (Scheffert, 2009). Tabel 27. Penghematan Yang Dihasilkan Dari Penggunaan Simulated Annealing Skenario Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Rata-rata Dua Grand Max Jarak (km) 131.6 157.4 190.7 Waktu (menit) 291.6 337.4 410.7 Satu Grand Max dan Satu Toyota Dyna Jarak Waktu (km) (menit) 116.3 276.3 107.2 267.2 126.1 346.1 Selisih Jarak (km) 15.3 50.2 64.6 43.37 Waktu (menit) 15.3 70.2 64.6 50.03 Efisiensi Jarak (%) 11,63 31,89 33,86 25,79 Waktu (%) 5,25 20,81 15,73 13,93 Lebih lanjut, ide dasar dari konsep rantai pasokan (supply chain) menurut Levy (2003) adalah upaya bersama dalam satu jaringan institusi usaha untuk mengalirkan barang dan atau jasa yang bertujuan supaya barang dan atau jasa tersebut dapat sampai kepada konsumen secara efektif dengan biaya yang efisien. Menurut Woolcock dan Narayan (2000) serta Fukuyama (2001), konsep modal sosial (social capital) secara mendasar adalah norma masyarakat atau jaringan di antara masyarakat yang memungkinkan satu kelompok masyarakat dapat bertindak secara bersama-sama. Modal sosial juga dapat mendorong interaksi 126 antara dua individu atau lebih untuk bekerja sama dalam menghasilkan suatu tujuan. Dengan demikian, hubungan antara konsep modal sosial dan rantai pasokan tersebut secara kualitatif sangat erat kaitannya. Rantai pasokan merupakan konsep yang muncul dari dunia usaha, sedangkan modal sosial muncul dari dunia kemasyarakatan secara umum. Rantai pasokan dan modal sosial memerlukan faktor pendukung yang sama dalam menuju tujuannya masing-masing yaitu faktor adanya jaringan atau adanya kerja sama. Rantai pasokan memerlukan upaya terintegrasi dari jaringan pemasok, produsen, distributor sampai ritel untuk bekerja sama sehingga dapat mengirimkan barang atau jasa sampai ke konsumen. Modal sosial memerlukan kerjasama di antara dua individu atau dua kelompok masyarakat untuk mendapatkan tujuan seperti ketenangan dan keamanan bersama dalam hidup bermasyarakat. Tujuan dari rantai pasokan lebih berbentuk hasil upaya yang terukur seperti kepuasan pelanggan yang berakhir pada keuntungan finansial yang selanjutnya dapat diukur dari return on investment (ROI) misalnya. Dengan adanya jaringan ikatan (bonding network), jaringan penghubung (linking network) dan jaringan jembatan (bridging network), menurut Scheffert (2009), tujuan dari modal sosial dapat menciptakan kesempatan baru, ikatan baru dan sumber daya baru di antara warga masyarakat itu sendiri, termasuk tujuan keuntungan finansial itu sendiri. Secara kuantitatif hubungan antara rantai pasokan dan modal sosial pada penelitian ini belum dihasilkan, namun hubungan tersebut dapat dihitung dan diperlihatkan apabila atribut atau parameter yang sama dari ke dua konsep tersebut telah diukur. Pengukuran dapat dihasilkan dari penyebaran kuesioner yang melibatkan atribut atau parameter tersebut kepada para responden yang menjadi target penelitian. 5.4 Subsistem Kinerja Rantai Pasokan Beras. Ukuran kinerja suatu institusi atau organisisasi bisnis selalu diperlukan dalam rangka untuk mengukur sejauh mana suatu institusi atau organisasi sudah bekerja pada suatu waktu tertentu (Romaniello, 2011). Ukuran kinerja merupakan ukuran produktifitas dari suatu institusi atau organisasi. Suatu institusi atau 127 organisisasi yang memiliki filosofi pengembangan secara berkelanjutan (continuous improvement) memerlukan ukuran kinerja (McGourty, et al., 2011). Melalui ukuran kinerja tersebut, suatu institusi atau organisasi dapat menentukan apakah berhasil atau gagal dalam melakukan suatu pekerjaan (Booz et al., 2011). Menurut Nofrisel (2009), hubungan antar organisasi (inter-organizational relationship) merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjelaskan mutu kinerja logistik. Dalam konteks rantai pasokan beras di DKI Jakarta, hubungan antar organisasi tersebut dapat dipahami sebagai hubungan antara pelaku usaha perberasan di PIBC dengan para pemasok beras dan dengan para distributor beras. Dengan demikian dalam penelitian ini, ukuran kinerja rantai pasokan beras dipengaruhi oleh aktifitas pemilihan pemasok serta aktifitas distribusi dan transportasi beras. Selain itu, prakiraan dapat dipergunakan juga untuk mendukung kinerja rantai pasokan, seperti yang telah dinyatakan oleh Gilliland (2003), tujuan utama dari prakiraan adalah untuk mendorong rantai pasokan menuju ke arah yang lebih efektif. Dengan demikian berdasarkan Gilliland (2003) dan Nofrisel (2009) maka kinerja rantai pasokan pada penelitian ini dipengaruhi oleh aktifitas pemilihan pemasok beras, aktifitas distribusi dan transportasi beras serta aktifitas prakiraan perberasan yang meliputi prakiraan pasokan beras dan harga beras. Untuk model konseptual kinerja rantai pasokan beras di DKI Jakarta, model yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 58. Gambar 58. Model Kinerja Rantai Pasokan Beras Untuk DKI Jakarta 128 Program komputasi dari model kinerja di atas dapat dipergunakan oleh perorangan maupun oleh semua pihak dalam rantai pasokan perberasan. Misal untuk kasus seorang pengusaha beras di PIBC, apabila setelah dievaluasi nilai prakiraannya adalah 0,2 (tidak akurat), nilai pemilihan pemasoknya adalah 0,3 (cukup lancar) sedangkan nilai distribusi dan transportasinya adalah 0,5 (cukup lancar) maka nilai-nilai tersebut dapat dijadikan input untuk program komputasi yang dihasilkan. Dari ke tiga input tersebut diperoleh perhitungan nilai kinerjanya adalah 0,451 (cukup baik). Demikian pula, gambar grafik dari kinerja rantai pasokan beras sebagai akibat dari pengaruh ke dua input, sebagai contoh, gambar grafik kinerja rantai pasokan beras sebagai akibat dari pengaruh pemilihan pemasok dan distribusi dan transportasi beras dapat ditampilkan pada Gambar 59. Gambar 59. Tampilan Input Output Kinerja Rantai pasokan Beras Model ini dapat dipergunakan juga untuk mengantisipasi kinerja rantai pasokan di masa mendatang dengan cara mengubah input dengan nilai-nilai 129 tertentu. Misal pada kasus lain, seorang pengusaha beras atau suatu institusi yang berusaha di bidang perberasan menginginkan nilai kinerjanya adalah baik, maka nilai input untuk mencapai nilai kinerja tersebut dapat diuji coba, misalnya dengan nilai prakiraan adalah 0,7 (akurat), nilai pemilihan pemasoknya 0,9 (lancar) dan nilai distribusi dan transportasinya 0,9 (lancar). Dengan ke tiga nilai input tersebut maka diperoleh hasil nilai kinerjanya adalah 0,847. Tampilan program komputasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 60. Gambar 60. Tampilan Input Output Hasil Perubahan Untuk Mengukur Kinerja Rantai Pasokan Beras Gambar grafik yang terdapat pada Gambar 60, menunjukkan hubungan antara kinerja rantai pasokan beras yang dipengaruhi oleh pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras. Pada Gambar 60 di atas, dapat ditampilkan juga hubungan antara kinerja rantai pasokan beras dengan dua input lainnya, misal hubungan antara kinerja rantai pasokan beras dengan aktifitas prakiraan pasokan dan harga beras serta dengan aktifitas pemilihan pemasok beras. 130 5.5 Model Sistem Rantai Pasokan Beras di DKI Jakarta Model sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta seperti yang sudah diperlihatkan pada Gambar 44, merupakan model gabungan dari empat subsistem, yaitu subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem pemilihan pemasok beras, subsistem distribusi dan transportasi beras serta subsistem kinerja rantai pasokan beras. Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Matlab versi R2009a. Pada subsistem pemilihan pemasok beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Visual Basic . Pada subsistem distribusi dan transportasi beras, pengolahan data dibantu dengan menggunakan software Delphi, sedangkan pada subsistem kinerja rantai pasokan beras, pengolahan data dibantu lagi dengan menggunakan software Matlab versi R2009a (Mathwork. 2009). Program antar muka (interface) seluruh subsistem tersebut dilakukan dengan menggunakan software Visual Basic 6 (Microsoft, 2011). Tampilan dari model sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta tersebut dapat dilihat pada Gambar 61. Gambar 61. Tampilan Model Sistem Pendukung Keputusan Cerdas Untuk Sistem Rantai Pasokan Beras di Provinsi DKI Jakarta 131 110 131 Model yang dihasilkan pada penelitian ini adalah model sistem penunjang keputusan cerdas (Intelligent Decision Support System/ IDSS) untuk suatu sistem rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang disingkat dengan MODE INDUSTRI (Model Design of Intelligent Decision Support System for Supply Chain Management of Rice in DKI Jakarta Province). Selanjutnya pada model yang dihasilkan tersebut dijelaskan hal-hal sebagai berikut : 1. Rasionalitas pemilihan metode dalam pengembangan model. 2. Penilaian dari pakar terhadap model yang dihasilkan 3. Proses verifikasi dan validasi pada model yang dihasilkan. 5.5.1 Rasionalitas Pemilihan Metode Dalam Pengembangan Model. Model yang dihasilkan pada penelitian secara menyeluruh adalah suatu model IDSS yang secara umum memanfaatkan penggunaan metode kecerdasan buatan (artificial intelligence/ AI) pada ke tiga subsistem dan menggunakan metode analitik pada satu subsistem lainnya. Metode AI yang dipergunakan adalah metode jaringan syaraf tiruan (JST) untuk mengembangkan model subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, metode simulated annealing untuk mengembangkan model subsistem distribusi dan transportasi beras, metode fuzzy inference system (FIS) untuk mengembangkan subsistem kinerja rantai pasokan beras, serta metode analitik TOPSIS (technique for order preference by similarity to ideal solution) untuk mengembangkan model subsistem pemilihan pemasok beras. Metode AI untuk pengembangan IDSS pada penelitian ini dipilih karena menurut Shim (2002) perkembangan decision support system (DSS) ke depan banyak memanfaatkan penggunaan teknik kecerdasan buatan sehingga konsep yang lebih banyak dipergunakan di masa mendatang adalah IDSS. Menurut Michalewicz et al. (2005), salah satu kriteria dari suatu model IDSS adalah kemampuan sistem untuk dapat beradaptasi (adaptability) atau adaptif yaitu sistem mampu menghasilkan sesuatu yang dapat menjadi umpan balik untuk perbaikan sistem pada waktu berikutnya. Untuk model yang dihasilkan pada penelitian ini, pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras, subsistem 132 tersebut mampu menghasilkan suatu informasi pasokan dan harga beras yang dapat dijadikan sebagai suatu sistem peringatan dini (early warning system). Informasi peringatan dini ini dapat dijadikan sebagai umpan balik untuk pihak PT. Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) dalam rangka menjaga kestabilan pasokan dan harga beras di DKI Jakarta. Dengan peringatan dini ini, apabila diperlukan, pihak FSTJ dapat meminta bantuan pihak Badan Urusan Logistik (BULOG) DKI Jakarta untuk melakukan operasi pasar. Pada subsistem kinerja rantai pasokan beras, model juga bersifat adaptif karena subsistem tersebut dapat memberikan suatu informasi ukuran kinerja yang bersifat sebagai umpan balik. Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai sinyal bagi pihak FSTJ atau bagi pihak pelaku usaha perberasan lain sepanjang rantai pasokan perberasan tersebut, guna mendukung atau mengantisipasi faktor-faktor apa saja yang harus dijaga atau ditingkatkan dalam rangka menjaga atau meningkatkan perbaikan kinerja rantai pasokan beras di masa mendatang. Metode Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prakiraan Pasokan dan Harga Beras Pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras pada penelitian ini, grafik data yang diperoleh dari FSTJ yang berhubungan dengan data pasokan beras dapat dilihat pada Gambar 62, sedangkan grafik data dari harga beras dapat dilihat pada Gambar 63. Dari ke dua grafik tersebut, dapat dilihat bahwa grafik data berfluktuasi, sehingga grafik data prakiraan pasokan maupun harga beras tersebut tidak memiliki pola kecenderungan naik ataupun kecenderungan turun yang biasanya dapat didekati oleh model regresi. Begitu pula grafik data tersebut tidak memiliki pola kecenderungan berbentuk parabol atau eksponensial, sehingga model prakiraan yang berbentuk fungsi polinom atau fungsi eksponensial tidak sesuai apabila dipergunakan untuk memperkirakan pasokan dan harga beras tersebut. Grafik data tersebut juga tidak memiliki pola periodik yang biasa didekati dengan model prakiraan fungsi sinusoidal. Untuk menghampiri pola data tersebut diperlukan pendekatan lain seperti yang sudah dilakukan oleh Kumar (2006), yaitu pendekatan JST terhadap pola data yang berbentuk fluktuatif. Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem prakiraan pasokan beras dan prakiraan harga beras pada penelitian ini adalah metode 133 artificial neural network atau metode jaringan syaraf tiruan (JST). Metode ini dipilih karena metode JST lebih akurat dalam memperkirakan suatu hal dibandingkan dengan metode prakiraan yang lain. Kekuratan metode JST dibandingkan dengan metode prakiraan lainnya telah dibuktikan oleh beberapa peneliti, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Kumar (2006) yang membandingkan empat model prakiraan untuk memperkirakan jumlah uang cash yang dibutuhkan masyarakat pada suatu periode tertentu. Dari hasil penelitian tersebut Kumar (2006) memperoleh bukti bahwa metode JST lebih baik dalam memperkirakan tingkat akurasi uang cash yang dibutuhkan masyarakat dibandingkan dengan tiga metode lainnya yaitu metode runtun waktu (time series), metode analisis faktor dan metode sistem pakar. 14000 Pasokan Beras (ton) 12000 10000 8000 6000 4000 2000 Minggu 81 Minggu 77 Minggu 73 Minggu 69 Minggu 65 Minggu 61 Minggu 57 Minggu 53 Minggu 49 Minggu 45 Minggu 41 Minggu 37 Minggu 33 Minggu 29 Minggu 25 Minggu 21 Minggu 17 Minggu 13 Minggu 9 Minggu 5 Minggu 1 0 Gambar 62. Jumlah Pasokan Beras Rata-rata Per Minggu Dari PIBC Ke DKI Jakarta (Dari 1 Januari 2009 Sampai Dengan 23 Juli 2010) Jones (2005) membandingkan root mean squared error (RMSE) antara JST dengan Auto-Regressive Integrated Moving Average (ARIMA). Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa RMSE antara JST dan ARIMA adalah 30% atau akurasi JST tiga kali lebih baik daripada metode ARIMA. Contoh lain adalah penelitian Salim (2008) tentang prediksi demam berdarah di Malaysia yang mempertimbangkan variabel deret waktu, lokasi dan iklim yang dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu NNM (neural network model) dan NLRM (non linear regression model). 134 7000,00 6000,00 Harga (Rp) 5000,00 4000,00 3000,00 2000,00 Rata-rata Harga Muncul III (Rp) 1000,00 Rata-rata Harga IR64 (Rp) Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… Ming… 0,00 Gambar 63. Harga Rata-rata Per Minggu Beras Jenis IR 64/ III dan Muncul/ III di PIBC (Dari 1 Januari 2009 Sampai Dengan 23 Juli 2010) Hasil penelitian menyatakan bahwa MSE (mean square error) yang dihasilkan oleh NNM lebih baik jika dibandingkan dengan NLRM. Hal tersebut berarti bahwa tingkat akurasi prakiraan yang dihasilkan oleh NNM lebih akurat daripada tingkat akurasi yang dihasilkan oleh NLRM. Pada penelitian mengenai pengelolaan saluran pembuangan (drainage management) yang telah dilakukan oleh Sarangi et al. (2006) dengan menggunakan SALTMOD (salt balanced model) dan JST, menunjukkan bahwa akurasi mengenai salinitas drainase yang dihasilkan oleh JST lebih akurat daripada yang dihasilkan oleh SALTMOD. Dari berbagai hasil penelitian tersebut, maka pada subsistem prakiraan pasokan dan harga beras ini juga digunakan metode JST. Metode TOPSIS Untuk Pemilihan Pemasok Beras Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem pemilihan pemasok beras dalam penelitian ini adalah metode technique for order preference by similarity to ideal solution (TOPSIS). Metode TOPSIS adalah salah satu metode untuk menyelesaikan persoalan multicriteria decision making (MCDM) selain metode lain seperti analytical hierarchy process (AHP) (Wu, 2007). Dalam subsistem pemilihan pemasok beras ini, nilai preferensi yang tertinggi dari semua alternatif pemasok beras merupakan peringkat yang paling baik yang telah 135 memperhitungkan semua kriteria perberasan. Metode TOPSIS dipilih dari pada metode AHP karena input yang digunakan untuk metode ini lebih mudah dilakukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC dan lebih mewakili keadaan nyata karena data yang digunakan dapat berupa input kuantitatif maupun input kualitatif. Apabila metode AHP dipergunakan dalam perhitungan subsistem pemilihan pemasok beras ini, maka pihak pelaku usaha perberasan di PIBC dihadapkan pada satu kesulitan, yaitu kesulitan dalam membandingkan bobot antara kriteria satu dengan kriteria lainnya yang cukup banyak. Proses kesulitan membandingkan bobot antar kriteria di atas dikhawatirkan menimbulkan ketidakkonsistenan yang dapat menimbulkan kesalahan dalam pengambilan keputusan berikutnya, terlebih apabila terdapat banyak kriteria yang dipergunakan dalam metode AHP tersebut. Metode Simulated Annealing Untuk Distribusi dan Transportasi Beras Metode yang dipergunakan untuk mengembangkan subsistem distribusi dan transportasi beras yang merupakan persoalan vehicle routing problem (VRP) pada penelitian ini adalah metode simulated annealing (SA). Metode ini dipilih karena terdapat beberapa penelitian yang mendukung terhadap penggunaan metode SA tersebut untuk menyelesaikan persoalan VRP. Lin, et al (2009) menggunakan dua metode yaitu simulated annealing (SA) dan tabu search (TS) untuk menyelesaikan masalah rute trailer dan truk yang merupakan variasi dari VRP. Pada penelitian tersebut, Lin, et al. (2009) mendapatkan hasil bahwa waktu komputasi penyelesaian persoalan tersebut dengan menggunakan metode SA lebih kompetitif dari pada metode TS. Metode Fuzzy Inference System Untuk Kinerja Rantai Pasokan Beras Mengukur kinerja menurut Cohen dan Roussel (2005) adalah proses yang sulit. Kesulitan tersebut dimulai dari kinerja apa yang akan diukur, bagaimana mendefinisikan ukuran yang akan dipilih dan berapa banyak ukuran tersebut akan dilakukan pada setiap waktu. Pada pengukuran kinerja rantai pasokan beras ini, metode yang dipergunakan adalah metode fuzzy inference system (FIS). 136 FIS dipilih karena metode tersebut mampu menjadi alat yang dapat memproses variabel input menjadi variabel output tanpa memerlukan data kuantitif. Tiga variabel input yang menjadi penunjang kinerja rantai pasokan beras adalah prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras. Ketiga variabel tersebut melalui proses fuzzifikasi, if then rules serta defuzzifikasi mampu diproses menjadi kinerja rantai pasokan beras. Metode FIS tersebut mendukung kenyataan bahwa data kuantitatif di PIBC tidak baik untuk diolah apabila pengukuran kinerja tersebut diproses dengan metode ANN (artificial neural network) atau dengan metode SCOR (supply chain operation refernce). 5.5.2 Penilaian Dari Pakar Terhadap Model Yang Dihasilkan Di luar ruang lingkup penelitian seperti yang telah diuraikan pada Bab I, untuk mendapatkan informasi mengenai nilai positif (nilai lebih) maupun nilai negatif (nilai kurang) termasuk juga nilai manfaat dari hasil penelitian ini, telah disebarkan kuesioner dan diperoleh sebanyak delapan responden pakar yang memberikan penilaian terhadap model yang dihasilkan. Para pakar diminta untuk memberikan nilai positif maupun nilai negatif terhadap empat model yang dihasilkan yaitu terhadap model prakiraan pasokan beras, model prakiraan harga beras, model pemilihan pemasok beras serta model distribusi dan transportasi beras untuk rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta. Para responden terdiri dari empat orang pakar dari pihak praktisi dan empat orang pakar dari pihak akademisi. Pakar yang memberikan penilaian pada model tersebut berasal dari PT. Food Station Tjipinang Jaya, Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (PERPADI), Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), PT. Cipta Mapan Logistik, Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Andalas dan Universitas Widyatama. Jawaban dari para pakar terhadap kuesioner yang disebarkan dapat dilihat pada Lampiran 10. Untuk memberikan penilaian terhadap empat model yang dihasilkan dari penelitian ini, para pakar mendapatkan kuesioner melalui email dan memberikan penilaiannya setelah membaca terlebih dahulu ringkasan penelitian dan hasilhasil dari model yang diperoleh pada penelitian yang dicantumkan pada kuesioner 137 tersebut. Terdapat banyak penilaian terkait model yang dihasilkan. Penilaian para pakar terhadap satu model ada yang sama tetapi sebagian besar penilaian tersebut lebih banyak berbeda. Secara menyeluruh nilai positif (nilai lebih) maupun nilai negatif (nilai kurang) dari para pakar terhadap empat model yang dihasilkan tersebut dapat dilihat berturut-turut dari Tabel 28 sampai dengan Tabel 31. Tabel 28. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Pasokan Beras No Nilai Positif 1. Membantu dalam stabilisasi pasokan dan harga beras. 2. Dapat mengambil langkah preventif (operasi pasar) sebelum harga naik lebih tinggi. 3. Dapat dijadikan pedoman oleh para pengambil keputusan apakah perlu dilakukan operasi pasar atau tidak. 4. Dapat mengetahui jumlah pasokan terhadap kebutuhan. 5. Dapat dipergunakan untuk memonitor kecenderungan harga. 6. Dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan. No Nilai Negatif 1. Tidak memperhitungkan musim yang ekstrim yang mengakibatkan gagal panen. 2. Dengan diketahuinya persediaan di gudang, terutama jika jumlahnya sedikit, maka pedagang daerah dapat menjadi spekulan. 3. Tidak dapat menentukan waktu/periode tertentu sebagai peak demand. 4. Modelnya tidak mengakomodasi adanya feedback antar variabel seperti persediaan dengan harga beras. 5. Tidak memperhitungkan stock optimal level. Tabel 29. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga Beras No Nilai Positif 1. Dapat membantu dalam menentukan harga jual dan untuk pemerintah menentukan HPP (harga pembelian pemerintah) untuk GKP (gabah kering panen) dan GKG (gabah kering giling). 2. Dapat mengetahui harga beras di kemudian hari . 3. Dapat secara efektif memonitor trend harga. 4. Dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan dan memudahkan pemantauan terhadap perilaku harga beras . 138 Tabel 29. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Prakiraan Harga Beras (lanjutan) No Nilai Negatif 1. Model tidak dapat memperkirakan, karena pada saat tertentu kenaikan harga tidak dapat dihindari. 2. Masih belum dapat memprediksi harga lebih dari dua minggu ke depan. Dari Tabel 28 dan Tabel 29 dapat dinyatakan bahwa menurut pakar, nilai positif dari model prakiraan pasokan dan harga beras adalah dapat membantu dan memudahkan pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan untuk melakukan dan mengantisipasi stabilitas pasokan dan harga beras. Sementara nilai negatif dari model tersebut adalah belum memperhitungkan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pasokan dan harga beras seperti faktor cuaca, waktu/periode kapan permintaan beras mencapai permintaan tertinggi (peak demand) dan model tersebut belum mengakomodasi hubungan antar variabel seperti persediaan beras dengan harga beras. Tabel 30. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Pemilihan Pemasok Beras No Nilai Positif 1. Dapat menentukan siapa pemasok potensial. 2. Dapat mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya. 3. Model dapat membantu memilih pemasok yang kompeten. 4. Model dapat memudahkan dalam pengambilan keputusan yang terstruktur . 5. Dapat meningkatkan mutu beras yang dihasilkan. No Nilai Negatif 1. Tidak dapat memonitor pemasok yang tidak rutin/ jarang masuk PIBC. 2. Masih kurangnya informasi pemasok dari daerah produsen yang dapat diketahui oleh para pedagang grosir. 3. Model tidak menjamin pasokan beras dari daerah penyanggah. 4. Tidak mengakomodasi sumber pasokan setiap daerah memiliki spesifikasi jenis dan mutu beras yang berbeda. Dari Tabel 30 dapat disimpulkan bahwa menurut pakar, nilai positif dari model pemilihan pemasok beras adalah dapat menentukan pemasok potensial, dapat mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya dan dapat meningkatkan mutu beras yang diharapkan, sedangkan beberapa nilai 139 negatif dari model tersebut adalah model belum dapat memonitor pemasok yang jarang melakukan transaksi, model belum memiliki informasi pemasok yang perlu diketahui oleh pihak pembeli (pengusaha beras), model belum mengakomodasi sumber pasokan beras dari setiap daerah yang memiliki spesifikasi jenis dan mutu beras tertentu. Tabel 31. Nilai Positif dan Negatif Dari Model Distribusi dan Transportasi Beras No Nilai Positif 1. Dapat memberikan nilai efisiensi pada bahan bakar dan waktu pengiriman. 2. Dapat menekan harga beras sampai harga beli konsumen akhir. 3. Mengetahui waktu penanganan beras per kendaraan (ton). 4. Model dapat memberikan biaya yang optimal untuk distribusi dan transportasi. 5. Memudahkan untuk pemilihan rute berdasarkan jarak terpendek. No Nilai Negatif 1. Tidak memperhitungkan kendaraan yang tidak dalam kondisi prima. 2. Model belum mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi transportasi Dari Tabel 31 dapat dinyatakan bahwa menurut pakar, nilai positif dari model distribusi dan transportasi beras adalah dapat memberikan nilai efisiensi pada penggunaan bahan bakar dan waktu pengiriman, dapat menekan harga beras sampai konsumen akhir, dapat memberikan informasi jumlah beras yang ditangani tiap kendaraan, dan juga memudahkan untuk pemilihan rute berdasarkan jarak terpendek. Sementara nilai negatif dari model tersebut adalah belum memperhitungkan kendaraan yang tidak layak jalan dan belum mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi transportasi. Nilai Manfaat Dari Model Menurut Pakar Untuk mengukur nilai manfaat dari model yang dihasilkan, para pakar diminta memberikan nilai manfaat tersebut melalui penilaian dengan skala likert satu sampai dengan lima. Pada penilaian ini, pakar pertama diberi notasi E1, pakar ke dua diberi notasi E2, sampai dengan pakar ke delapan diberi notasi E8. Pakar memberi nilai satu jika model yang dihasilkan dianggap tidak bermanfaat, nilai dua jika model yang dihasilkan dianggap kurang bermanfaat, nilai tiga jika model 140 yang dihasilkan dianggap cukup bermanfaat, nilai empat jika model yang dihasilkan dianggap bermanfaat dan nilai lima jika model yang dihasilkan dianggap sangat bermanfaat. Dari data yang diberikan oleh para pakar yang terdapat pada Lampiran 10, nilai manfaat dan perhitungan rata-rata manfaat secara aritmetik tersebut dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32. Nilai Manfaat Model Penelitian Menurut Pakar No Model Untuk Subsistem Nilai Manfaat Menurut Pakar Nilai RataRata E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 (W) 1 Prakiraan Pasokan Beras 5 5 5 5 4 3 5 4 4,5 2. Prakiraan Harga Beras 4 5 5 4 5 3 5 4 4,375 3. Pemilihan Pemasok Beras 4 5 5 5 3 4 4 4 4,25 4. Distribusi dan Transportasi Beras 5 5 5 4 4 5 4 4 4,5 Nilai dari hasil perhitungan rata-rata aritmetik untuk setiap model menunjukkan nilai berada di atas angka empat. Sesuai dengan definisi efektifitas seperti yang telah diuraikan pada Bab IV, selanjutnya nilai tersebut mengindikasikan bahwa model-model yang dihasilkan efektif dan bermanfaat untuk dapat dipertimbangkan dan dipergunakan dalam menjawab permasalahan yang terkait di lapangan. Nilai rata-rata manfaat terhadap model yang diberikan oleh pakar praktisi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata yang diberikan oleh pakar akademisi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang ke dua tipe pakar tersebut terhadap model yang dihasilkan. Pakar praktisi memberi penilaian lebih kepada manfaat model yang kemungkinan dapat diterapkan di lapangan, sedangkan pakar akademisi lebih menitikberatkan penilaian manfaat model pada konsep dan gagasan mengapa model tersebut dipergunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Sebagai contoh, nilai rata-rata manfaat untuk model prakiraan pasokan beras, pakar praktisi memberi nilai rata-rata sebesar lima, sedangkan pakar akademisi memberi nilai rata-rata sebesar empat. Demikian pula untuk model 141 pemilihan pemasok beras, pakar praktisi memberi nilai rata-rata sebesar 4,75, sedangkan pakar akademisi memberi nilai rata-rata sebesar 3,75. Secara menyeluruh, histogram grafik nilai rata-rata manfaat dari pakar praktisi dan akademisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 64, sedangkan diagram jejaring (web diagram) dari nilai rata-rata penilaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 65. Grafik Nilai Manfaat Model Penelitian 5 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 4,5 4 4,75 4,25 4,75 4,25 3,75 Rataan Penilaian Praktisi Rataan Penilaian Akademisi Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Pemilihan Beras Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras Gambar 64. Histogram Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar Grafik Nilai Manfaat Model Penelitian Distribusi dan Transportasi Beras Prakiraan Pasokan Beras 5 4 3 2 1 0 Prakiraan Harga Beras Praktisi Akademisi Pemilihan Pemasok Beras Gambar 65. Diagram Jejaring Rata-rata Nilai Manfaat Menurut Pakar 142 5.5.3 Proses Verifikasi dan Validasi Pada Model Yang Dihasilkan Menurut Conwell (2000) dan Macal (2005), verifikasi dilakukan untuk menjamin bahwa model telah dibuat dengan benar, algoritma telah diterapkan dengan sesuai, model tidak mengandung error, oversights, atau bugs, spesifikasi model lengkap dan kesalahan tidak dilakukan dalam pengembangan model. Selanjutnya menurut Conwell (2000) dan Macal (2005), validasi dilakukan untuk menjamin bahwa model memenuhi persyaratan yang ditetapkan sehubungan dengan metode yang dipergunakan dan hasil penelitian yang diharapkan. Tujuan dari validasi model adalah untuk menyatakan bahwa model bermanfaat dan menyediakan informasi yang akurat terkait dengan sistem aktual sehingga membuat model dapat diterapkan. Berdasarkan Conwell (2000) dan Macal (2005) tersebut, dilakukan proses verifikasi dan validasi untuk model yang dihasilkan pada penelitian ini. Proses verifikasi dari model prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras, dilakukan dengan cara melakukan suatu perhitungan secara manual mengikuti algoritma yang disesuaikan dengan model yang dikembangkan. Hasil perhitungan secara manual menunjukkan kesamaan hasil dengan perhitungan melalui program yang dihasilkan. Contoh proses verifikasi tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.1 dan Lampiran 11.2. Untuk model kinerja rantai pasokan beras di provinsi DKI Jakarta yang memperhitungkan tiga input yaitu prakiraan pasokan dan harga beras, pemilihan pemasok beras serta distribusi dan transportasi beras, seperti persamaan yang telah diperlihatkan pada bagian model matematika kinerja rantai pasokan beras di DKI Jakarta, diperoleh hubungan bahwa K= dan K = dengan K : nilai manfaat kinerja rantai pasokan beras : nilai rata-rata bobot dari model subsistem ke-i : nilai rata-rata manfaat dari model subsistem ke-i , = 1, 2, 3. dan = , = 1,2,3 : nilai bobot menurut pakar ke untuk model subsistem ke . 143 Pakar yang secara khusus memberikan penilaian bobot untuk masingmasing subsistem tersebut berjumlah tiga orang yaitu Suminta SE dari PT. Food Stasiun Tjipinang Jaya (FSTJ), Nurul Shantiwardhani, SE. dari DPP PERPADI DKI Jakarta dan Nellys Sukidi, SE., MM dari Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC). Bobot penilaian untuk subsistem pendukung kinerja rantai pasokan beras tersebut diberikan dalam persentase dan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Pembobotan Input Kinerja Rantai Pasokan Beras Menurut Pakar No Model Untuk Subsistem Nilai Bobot Menurut Pakar P1 P2 P3 Nilai Rata-Rata Bobot (b) 1 Prakiraan Pasokan dan Harga Beras 0.15 0.1 0.15 0.133 2. Pemilihan Pemasok Beras 0.5 0.5 0.45 0.483 3. Distribusi dan Transportasi Beras 0.35 0.4 0.4 0.383 Dengan demikian berdasarkan model kinerja rantai pasokan beras tersebut dan dengan mempertimbangkan nilai-nilai bobot dari Tabel 33 , diperoleh nilai K sebesar K = 0.133 W 1 + 0.483 W 2 + 0.383 W 3 . Apabila diperhitungkan dengan input dari Tabel 32, maka nilai manfaat kinerja rantai pasokan adalah K = 0.131 (4.4375) + 0.483 (4.25) + 0.383 (4.5) = 4.358, yang berarti bahwa nilai manfaat kinerja rantai pasokan memiliki nilai di atas tiga. Demikian pula apabila melihat hasil perhitungan pada Tabel 32, masingmasing model yang dihasilkan menunjukkan nilai di atas tiga. Hal tersebut sesuai dengan definisi efektifitas yang menunjukkan bahwa semua model yang dihasilkan pada penelitian ini efektif karena nilai rata-rata manfaat dari setiap model memiliki nilai lebih besar dari tiga. Selanjutnya menurut definisi Conwell (2000) dan Macal (2005) di atas, maka semua model yang dihasilkan pada penelitian ini bermanfaat sehingga membuat model dapat diterapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semua model yang dihasilkan pada penelitian ini valid. Berdasarkan proses verifikasi yang terdapat pada Lampiran 11 dan validitas model yang didasarkan pada definisi Conwell (2000) dan Macal (2005) di atas, maka hasil verifikasi dan 144 validasi dari model-model yang dihasilkan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Hasil Verifikasi dan Validasi dari Model Yang Dihasilkan MODEL No Hasil Verifikasi dan Validasi Verified Valid 1 Prakiraan Pasokan Beras √ √ 2. Prakiraan Harga Beras √ √ 3. Pemilihan Pemasok Beras √ √ 4. Distribusi dan Transportasi Beras √ √ 5. Kinerja Rantai Pasokan Beras √ √ Berdasarkan Tabel 34 tersebut, maka semua model yang dihasilkan yang mencakup model prakiraan pasokan beras dan harga beras, model pemilihan pemasok beras, model distribusi dan transportasi beras serta model kinerja rantai pasokan beras di propinsi DKI Jakarta adalah valid dan verified. BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan serta hasil dan pembahasan maka dari penelitian ini dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dihasilkan satu model terintegrasi dari sistem pendukung keputusan cerdas bagi sistem rantai pasokan beras untuk Provinsi DKI Jakarta. Model terintegrasi tersebut mencakup model prakiraan pasokan dan harga beras, model pemilihan pemasok beras, model distribusi dan transportasi beras serta model kinerja rantai pasokan beras. 2. Semua model yang dihasilkan bersifat efektif karena kriteria efektifitas dapat dipenuhi oleh setiap model, yaitu setiap model tersebut bermanfaat dan dapat dipertimbangkan untuk diterapkan dalam memecahkan masalah rantai pasokan perberasan serta setiap model memiliki nilai rata-rata manfaat lebih dari tiga (3,00). 3. Semua model yang dihasilkan bersifat efisien, karena kriteria efisiensi dapat dipenuhi oleh masing-masing model yang dihasilkan pada penelitian ini, sebagai berikut : - Model prakiraan pasokan dan harga beras. Model tersebut efisien karena model ini dapat memberikan pernyataan peringatan dini (early warning system/ EWS). Dengan pernyataan EWS tersebut, pihak FSTJ dapat mengantisipasi kejadian yang tidak diharapkan sehingga diperoleh nilai efisiensi dari segi waktu dan dari segi biaya resiko. - Model pemilihan pemasok beras. Model tersebut efisien karena model ini dapat lebih mudah menjelaskan secara rasional kepada masyarakat umum bagaimana proses pemilihan pemasok beras dilakukan oleh para pelaku usaha perberasan di PIBC. Model ini dapat menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan terhadap pemasok beras terpilih telah mempertimbangkan banyak kriteria dan banyak alternatif. - Model distribusi dan transportasi beras. Model ini efisien karena dapat memberikan alternatif solusi rute terpendek dan memberikan informasi jumlah kendaraan yang optimal yang harus dipergunakan dalam mengantarkan jumlah beras yang diminta oleh para konsumen beras di 146 wilayah DKI Jakarta. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rata-rata penghematan jarak yang dihasilkan oleh model ini adalah 25,79%, sedangkan rata-rata penghematan dari segi waktu yang dihasilkan adalah 13,93%. 6.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan serta nilai negatif yang diberikan oleh para pakar praktisi dan akademisi, disarankan bagi para peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut supaya : 1. Dikembangkan suatu model terintegrasi dari sistem pendukung keputusan bagi sistem rantai pasokan beras secara on line berbasis internet. Hal tersebut diperlukan supaya para pelaku usaha perberasan sepanjang rantai pasokan beras dapat menggunakan aplikasi program yang dihasilkan lebih tepat waktu (real time). 2. Dihasilkan suatu model terintegrasi yang dapat mencakup rantai pasokan secara menyeluruh meliputi kegiatan sourcing, making dan delivery serta dikembangkan untuk wilayah dan propinsi lainnya di Indonesia. 3. Dihasilkan model prakiraan pasokan dan harga beras yang dapat memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi pasokan dan harga beras seperti faktor cuaca, waktu/periode kapan permintaan beras mencapai permintaan tertinggi (peak demand). Model tersebut juga diharapkan dapat mengakomodasi hubungan antar variabel seperti persediaan beras dengan harga beras serta jumlah commuter people di DKI Jakarta. 4. Dihasilkan model pemilihan pemasok beras yang dapat memonitor pemasok beras yang jarang melakukan transaksi, memiliki informasi pemasok yang perlu diketahui oleh pihak pembeli (pengusaha beras), mengakomodasi sumber pasokan beras dari setiap daerah yang memiliki spesifikasi jenis dan mutu beras tertentu. 5. Dihasilkan model distribusi dan transportasi beras yang dapat mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi transportasi. Lampiran 1.1 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2005 No 1 2 BULAN EX DOLOG TON % PANTURA JAWA BARAT TON % BANDUNG DSK TON SOLO, JAWA TENGAH DSK JAWA TIMUR, BALI, DSK LUAR PULAU JAWA % TON TON TON % % EX IMPOR JML (Ton) % TON % - - 62,804 0.07 61,596 Januari - - 29,351 46.73 7,803 12.42 22,278 35.47 2,598 4.14 774 1.23 Februari - - 21,089 34.24 4,882 7.93 29,665 48.16 4,999 8.12 916 1.49 Maret - - 40,603 60.05 4,243 6.28 21,186 31.33 1,066 1.58 518 0.77 - - 67,616 April - - 62,204 74.42 9,294 11.12 11,404 13.64 546 0.65 134 0.16 - - 83,582 Mei - - 58,525 78.34 11,527 15.43 4,260 5.70 138 0.18 254 0.34 - - 74,704 Juni - - 51,916 68.67 9,983 13.20 12,683 16.78 452 0.60 570 0.75 - - 75,604 Juli - - 41,740 69.28 9,083 15.08 8,076 13.40 1,134 1.88 217 0.36 - - 60,250 Agustus - - 56,443 80.92 9,678 13.87 2,997 4.30 346 0.50 245 0.35 0.06 69,754 September - - 65,203 83.22 7,978 10.18 2,611 3.33 236 0.30 2,326 2.97 - - 78,354 Oktober - - 52,116 85.67 6,347 10.43 1,011 1.66 245 0.40 1,112 1.83 - - 60,831 Nopember - - 36,373 80.11 7,141 15.73 1,709 3.76 62 0.14 118 0.26 - - 45,403 Desember - - 33,049 58.3 7,723 13.6 10,183 17.9 4,615 8.1 1,161 2.0 - - 56,731 - 548,612 68.8 95,682 12.0 128,063 16.1 16,437 2.1 8,345 1.0 90 0.01 797,229 45 3 4 5 6 7 8 45 9 10 11 12 JUMLAH Rata-Rata Per bulan Rata-Rata per Hari - - - 137,153 206.4 23,921 36.0 32,016 48.2 4,109 6.2 2,086 3.1 8 0.01 66,436 457 17.2 80 3.0 107 4.0 14 0.5 7 0.3 0.30 0.01 2,657 (Sumber : FSTJ 2005) 163 164 Lampiran 1.2 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2006 No BULAN EX DOLOG TON % PANTURA JAWA BARAT TON % BANDUNG DAN SEKITARNYA TON % SOLO, JAWA TENGAH DSK JAWA TIMUR, BALI, DSK TON % TON % LUAR PULAU JAWA TON % EX IMPOR TON JML (Ton) % 1 Januari - - 14,171 27.73 5,011 9.81 14,137 27.66 14,911 29.18 2,876 5.63 - - 51,106 2 Februari - - 21,363 30.83 5,880 8.49 28,682 41.40 8,123 11.72 5,239 7.56 - - 69,287 3 Maret - - 53,499 61.82 10,420 12.04 19,621 22.67 1,848 2.14 1,145 1.32 - - 86,533 4 April - - 53,527 76.38 10,717 15.29 4,538 6.48 531 0.76 770 1.10 - - 70,083 5 Mei - - 46,930 75.20 10,854 17.39 2,814 4.51 544 0.87 1,267 2.03 - - 62,409 6 Juni - - 36,772 63.20 8,294 14.26 11,709 20.12 514 0.88 894 1.54 - - 58,183 7 Juli - - 43,437 67.53 6,342 9.86 13,227 20.56 622 0.97 693 1.08 - - 64,321 8 Agustus - - 39,308 69.15 6,969 12.26 9,199 16.18 601 1.06 771 1.36 - - 56,848 9 September - - 45,261 82.65 6,516 11.90 2,251 4.11 267 0.49 466 0.85 - - 54,761 10 Oktober - - 29,534 76.31 4,180 10.80 3,886 10.04 275 0.71 830 2.14 - - 38,705 11 Nopember - - 44,220 70.12 6,433 10.20 9,995 15.85 1,969 3.12 442 0.70 - - 63,059 12 Desember JUMLAH Rata-Rata Per bulan Rata-Rata per Hari - - 22,778 450,800 51.64 62.66 5,194 86,810 11.78 12.07 7,699 127,758 17.45 17.76 7,673 37,878 17.40 5.27 764 16,157 1.73 2.25 - - 37,567 5.22 7,234 1.51 10,647 1.48 3,157 0.66 1,346 0.28 - 1,445 62.66 278 409 0.06 121 5.27 52 2.25 - (Sumber : FSTJ 2006) 12.07 - 44,108 719,403 59,950 - 2,306 Lampiran 1.3 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2007 No BULAN OPERASI BULOG TON % 1 Januari 2 Februari 4,800 13.14 3 Maret 8,880 4 April 5 12,734 TON % SOLO, JAWA TENGAH DSK JAWA TIMUR, BALI, DSK LUAR PULAU JAWA TON TON TON % % GUDANG JAKARTA % TON JML (Ton) % 3,839 8.63 13,034 29.31 14,375 32.33 488 1.10 - - 44,470 8,515 23.32 2,629 7.20 12,933 35.42 5,200 14.24 680 1.86 1,760 4.82 36,517 14.30 18,157 29.24 4,191 6.75 20,347 32.77 3,705 5.97 1,730 2.79 2,454 3.95 62,089 - - 38,805 60.94 8,943 14.04 9,077 14.25 803 1.26 1,288 2.02 30 0.05 63,676 Mei - - 43,630 75.80 7,642 13.28 4,330 7.52 802 1.39 1,007 1.75 - - 57,563 6 Juni - - 33,719 75.23 4,745 10.59 5,473 12.21 550 1.23 317 0.71 20 0.04 44,824 7 Juli - - 30,265 65.59 5,668 12.28 8,376 18.15 857 1.86 535 1.16 444 0.96 46,145 8 Agustus - - 34,015 64.84 5,908 11.26 10,008 19.08 1,090 2.08 615 1.17 826 1.57 52,462 9 September - - 31,303 68.84 5,642 10 Oktober - - 26,838 78.43 3,936 11 Nopember - - 41,942 81.33 12 Desember 365 0.65 37,206 66.76 14,045 2.36 357,129 60.05 64,451 10.84 98,954 16.64 29,069 7,023 12.99 32,466 7.51 5,859 1.35 8,996 2.08 2,643 281 13.51 1,299 62.45 360 17.30 106 Rata-Rata/ Hari - BANDUNG DSK 28.64 JUMLAH Rata-Rata Per bulan - PANTURA JAWA BARAT TON % 5,364 5,944 234 12.41 11.50 10.40 10.66 11.27 6,774 14.90 630 1.39 413 0.91 710 1.56 45,472 2,391 6.99 228 0.67 454 1.33 370 1.08 34,217 1.13 364 0.71 180 0.35 51,573 0.44 6,288 11.28 2,614 4.69 55,734 4.89 14,179 2.38 9,408 1.58 594,742 0.61 1,289 0.30 855 1.58 54,067 34 1.65 2,080 3,142 3,069 6.09 5.51 581 248 5.08 52 2.48 165 (Sumber : FSTJ 2007) 165 166 166 Lampiran 1.4 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2008 No BULAN OPERASI BULOG TON % PANTURA JAWA BARAT TON % BANDUNG DSK TON % SOLO, JAWA TENGAH DSK JAWA TIMUR, BALI, DSK TON % TON % LUAR PULAU JAWA TON % GUDANG JAKARTA TON JML (Ton) % 1 Januari 3,481 7.56 26,948 58.51 5,279 11.46 5,962 12.94 2,826 6.14 1,160 2.52 401 0.87 46,057 2 Februari 2,142 5.34 20,075 50.07 4,296 10.71 11,203 27.94 1,681 4.19 449 1.12 248 0.62 40,094 3 Maret 140 0.27 25,201 47.77 6,614 12.54 16,708 31.67 3,299 6.25 315 0.60 483 0.92 52,760 4 April - 47,669 61.59 9,918 12.82 15,047 19.44 3,417 4.42 1,085 1.40 257 0.33 77,393 5 Mei 80 36,606 57.95 8,172 12.94 10,883 17.23 4,724 7.48 574 0.91 2,133 3.38 63,172 6 Juni - - 29,219 58.14 4,861 9.67 11,164 22.21 2,468 4.91 64 0.13 2,483 4.94 50,259 7 Juli - - 36,673 60.01 5,013 8.20 16,139 26.41 2,377 3.89 119 0.19 788 1.29 61,109 8 Agustus - - 40,822 56.82 5,817 8.10 19,537 27.19 2,182 3.04 249 0.35 3,241 4.51 71,848 9 September - - 41,549 66.96 5,178 8.34 12,194 19.65 2,044 3.29 - - 1,088 1.75 62,053 10 Oktober - - 35,637 67.34 6,164 11.65 7,024 13.27 3,367 6.36 63 0.12 664 1.25 52,919 11 Nopember - - 31,803 57.14 5,702 10.24 28.23 1,550 2.78 41 0.07 852 1.53 55,660 12 Desember - 32,794 56.15 6,319 10.82 14,362 24.59 3,805 6.51 81 0.14 1,047 1.79 58,408 JUMLAH Rata-Rata Per bulan Rata-Rata per Hari 0.13 - 15,712 5,843 0.84 404,996 58.55 73,333 10.60 155,935 22.54 33,740 4.88 4,200 0.61 13,685 1.98 691,732 1,461 2.32 33,750 7.32 6,111 1.33 12,995 2.82 2,812 0.61 350 0.08 1,140 1.81 62,885 58.4 2.32 1,350.0 53.67 244.4 9.72 519.8 20.66 112.5 45.6 1.81 2,515 (Sumber : FSTJ 2008) 4.47 14.0 0.56 Lampiran 1.5 Pemasukan Beras Ke Pasar Beras Induk Cipinang Tahun 2009 Daerah Produksi / Asal (Ton) Bln Karawang Cirebon Januari 11,983 17,555 4,962 Februari 8,049 12,788 Maret 18,604 April Antar Pulau Jumlah (Ton) Jateng Jatim Gdg.Jkt 881 36 17,125 2,727 1,878 - 80 57,227 4,108 403 59 22,901 2,563 885 - 226 51,982 18,949 7,124 495 453 13,788 1,927 1,819 - 356 63,515 20,748 23,029 7,918 594 685 10,157 1,268 369 - 335 65,103 Mei 16,212 22,809 7,866 472 217 9,312 1,664 1,190 - 245 59,987 Juni 23,913 24,892 5,916 801 99 9,040 1,296 828 - 147 66,932 Juli 24,814 26,571 5,337 1,235 146 11,982 1,224 401 - 8 71,718 Agustus 28,179 31,775 6,192 900 323 10,197 1,094 561 - 69 79,290 September 19,850 22,096 3,556 572 268 5,025 367 541 - - 52,275 Oktober 31,994 34,546 7,312 865 326 7,573 921 297 - - 83,834 Nopember 26,094 27,109 6,998 808 109 5,005 669 456 - 60 67,308 Desember 20,907 31,447 8,149 935 140 7,695 444 300 - 42 70,059 251,437 293,566 75,438 129,800 16,164 9,525 - 1,568 789,230 % Per bln Cianjur Ex Bulog Banten Jumlah Bandung 8,961 2,861 31.85 37.20 9.56 1.14 0.36 16.45 2 1 - 0.20 100 20,946 24,464 6,287 747 238 10,817 1,347 794 - 131 65,769 167 (Sumber : FSTJ 2009) 167 168 168 Lampiran 2. Algoritma Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation Tahap 0 : Inisialisasi bobot (ambil bobot awal dengan nilai random yang cukup kecil antara (-1 s/d 1) . Tahap 1 : Lakukan tahap 2 sampai tahap 9 selama kondisi berhenti bernilai false. Tahap 2 : Untuk tiap-tiap pasangan elemen yang akan dilakukan pembelajaran, lakukan tahap 3 sampai tahap 8. Feedfoward : Tahap 3 : Tiap-tiap unit input (X i , i = 1,2,3,...,n) menerimasinyal input x i , dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan yang ada di atasnya (lapisan tersembunyi). Tahap 4 : Tiap-tiap unit tersembunyi (Z j , j = 1,2,3,...p) menjumlahkan sinyal- sinyal input berbobot: z_in j = v 0j + ∑ x i v ij Kemudian digunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya: z j = f(z_in j ) dan sinyal tersebut dikirimkan ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit output). Tahap 5 : Tiap-tiap unit output (Y k = 1,2,3,...m) menjumlahkan sinyalsinyal input terbobot. y_in k = w 0k + ∑ z j w jk Kemudian digunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya Y k = f(y_ in k ) Dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit di lapisan atasnya (unit-unit Output) Backpropagation Tahap 6 : Tiap-tiap unit output (Y k , k = 1,2,3,....m) menerima target pola yang berhubungan dengan pola input pembelajaran, hitung informasi error nya: 169 δ k = (t k - y k ) f ′(y_in k ) Kemudian dihitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w jk ). Δw jk = α δ k z j Hitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai w 0k ). Δw 0k = α δ k Kirimkan δ k ini ke unit-unit yang ada di lapisan bawahnya. Tahap 7: Tiap-tiap unit tersembunyi (Z j , j = 1,2,3,...p) menjumlahkan delta inputnya (dari unit-unit yang berada di lapisan atasnya). δ_in j = ∑ δ k w jk Kemudian kalikan nilai tersebut dengan turunan dari fungsi aktivasinya untuk menghitung informasi error: δ j = δ_in j f ′(δ _in j ) Kemudian dihitung koreksi bobot (yang nantinya akan digunakanuntuk memperbaiki nilai v ij ) Δv ij = αδ j x i Dihitung juga koreksi bias (yang nantinya akan digunakan untuk memperbaiki nilai v 0j ): Δv 0j = αδ j Perbaiki bobot dan bias Tahap 8 : Tiap-tiap unit output (Y k , k = 1, 2, 3,...,m)memperbaiki bias dan bobotnya (j = 0, 1, ..., p): w jk (baru) = w jk (lama) + Δw jk Tiap-tiap unit tersembunyi (Zj, j = 1, 2, ..., p) memperbaiki bias dan bobotnya (i = 0, 1, ...., n) vij (baru) = vij (lama) + Δvij Tahap 9 : Di uji kondisi berhenti , uji nilai error jika lebih besar dari toleransi error , kembali ke langkah 1 Keterangan : x = vektor masukan untuk pelatihan, x = (x 1 , … , x i , … , x n ). t = vektor target keluaran, t = (t 1 , … , t k , … , t m ). δk = Koreksi error penentuan bobot w jk. δj = Koreksi error penentuan bobot v jk. α = Kecepatan belajar. 170 xi = Unit masukan ke-i. v oi = Bias pada lapisan tersembunyi ke-j. Zj = Lapisan tersembunyi ke-j masukan z j , dilambangkan dengan z_in j. Sinyal keluaran dari Z j dilambangkan dengan z j. w ok = Bias pada lapis keluaran ke k. Yk = Lapis keluaran ke k. Masukan Y k dilambangkan dengan y_in k . Sinyal keluaran dari Y k dilambangkan dengan y k . 171 Lampiran 3. Algoritma TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) 1. TOPSIS membutuhkan rating kinerja setiap alternatif Ai pada setiap kriteria C j yang ternormalisasi, yaitu : rij = x ij ∑x i =1 2. ; dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n m 2 ij Solusi ideal positif A + dan solusi ideal negatif A − dapat ditentukan berdasarkan rating bobot ternormalisasi ( y ij ) sebagai : y ij = wi rij ; dengan i = 1,2,…,m dan j = 1,2,…,n 3. Matriks solusi ideal positif dan solusi ideal negatif dihitung dari A + = ( y1+ , y 2+ ,..., y n+ ) ; A − = ( y1− , y 2− ,..., y n− ) ; dengan max y ; jika j adalah atribut keuntungan i ij y = min yij ; jika j adalah atribut biaya i + j imin yij ; jika j adalah atribut keuntungan y = max yij ; jika j adalah atribut biaya i − j j = 1,2,…,n 4. Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal positif dirumuskan sebagai : Di+ = n ∑(y j =1 + i − y ij ) 2 ; i = 1,2,…,m Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal negatif dirumuskan sebagai : Di− = n ∑(y j =1 ij − y i− ) 2 ; i = 1,2,…,m 172 5. Nilai preferensi untuk setiap alternatif (Vi ) , diberikan sebagai : Di− Vi = − Di + Di+ ; i = 1,2,…,m Nilai Vi yang lebih besar menunjukkan bahwa alternatif Ai lebih baik untuk dipilih. 173 Lampiran 4.1. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Pasokan Beras Pada Jaringan Syaraf Tiruan. Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4 Pola 5 Pola 6 Pola 7 Pola 8 Pola 9 Pola 10 Pola 11 Pola 12 Pola 13 Pola 14 Pola 15 Pola 16 Pola 17 Pola 18 Pola 19 Pola 20 Pola 21 Pola 22 Pola 23 Pola 24 Pola 25 Pola 26 Pola 27 Pola 28 Pola 29 Pola 30 Pola 31 Pola 32 Pola 33 Pola 34 Pola 35 Pola 36 Pola 37 Pola 38 Pola 39 Pola 40 7003 9096 8264 6923 6757 6482 5921 7696 8734 8769 8971 9517 8101 10410 6339 11838 8978 8833 7056 8172 8223 8961 8201 10268 10444 10260 7704 10537 8830 10785 10067 9068 6804 10300 11018 11964 10088 423 5398 10579 9096 8264 6923 6757 6482 5921 7696 8734 8769 8971 9517 8101 10410 6339 11838 8978 8833 7056 8172 8223 8961 8201 10268 10444 10260 7704 10537 8830 10785 10067 9068 6804 10300 11018 11964 10088 423 5398 10579 10360 8264 6923 6757 6482 5921 7696 8734 8769 8971 9517 8101 10410 6339 11838 8978 8833 7056 8172 8223 8961 8201 10268 10444 10260 7704 10537 8830 10785 10067 9068 6804 10300 11018 11964 10088 423 5398 10579 10360 10319 6923 6757 6482 5921 7696 8734 8769 8971 9517 8101 10410 6339 11838 8978 8833 7056 8172 8223 8961 8201 10268 10444 10260 7704 10537 8830 10785 10067 9068 6804 10300 11018 11964 10088 423 5398 10579 10360 10319 9932 6757 6482 5921 7696 8734 8769 8971 9517 8101 10410 6339 11838 8978 8833 7056 8172 8223 8961 8201 10268 10444 10260 7704 10537 8830 10785 10067 9068 6804 10300 11018 11964 10088 423 5398 10579 10360 10319 9932 10296 6482 5921 7696 8734 8769 8971 9517 8101 10410 6339 11838 8978 8833 7056 8172 8223 8961 8201 10268 10444 10260 7704 10537 8830 10785 10067 9068 6804 10300 11018 11964 10088 423 5398 10579 10360 10319 9932 10296 9853 174 Lampiran 4.1. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Pasokan Beras Pada Jaringan Syaraf Tiruan (lanjutan). Pola 41 Pola 42 Pola 43 Pola 44 Pola 45 Pola 46 Pola 47 Pola 48 Pola 49 Pola 50 Pola 51 Pola 52 Pola 53 Pola 54 Pola 55 Pola 56 Pola 57 Pola 58 Pola 59 Pola 60 Pola 61 Pola 62 Pola 63 Pola 64 Pola 65 Pola 66 Pola 67 Pola 68 Pola 69 Pola 70 Pola 71 Pola 72 Pola 73 Pola 74 Pola 75 10360 10319 9932 10296 9853 8408 8758 7023 9902 10554 8540 7990 7525 10014 9118 9009 9080 8943 8829 7486 7047 9045 7856 9194 9156 8725 9642 9956 10158 10435 9186 9021 9592 9027 9524 10319 9932 10296 9853 8408 8758 7023 9902 10554 8540 7990 7525 10014 9118 9009 9080 8943 8829 7486 7047 9045 7856 9194 9156 8725 9642 9956 10158 10435 9186 9021 9592 9027 9524 9479 9932 10296 9853 8408 8758 7023 9902 10554 8540 7990 7525 10014 9118 9009 9080 8943 8829 7486 7047 9045 7856 9194 9156 8725 9642 9956 10158 10435 9186 9021 9592 9027 9524 9479 9457 10296 9853 8408 8758 7023 9902 10554 8540 7990 7525 10014 9118 9009 9080 8943 8829 7486 7047 9045 7856 9194 9156 8725 9642 9956 10158 10435 9186 9021 9592 9027 9524 9479 9457 9856 9853 8408 8758 7023 9902 10554 8540 7990 7525 10014 9118 9009 9080 8943 8829 7486 7047 9045 7856 9194 9156 8725 9642 9956 10158 10435 9186 9021 9592 9027 9524 9479 9457 9856 9012 8408 8758 7023 9902 10554 8540 7990 7525 10014 9118 9009 9080 8943 8829 7486 7047 9045 7856 9194 9156 8725 9642 9956 10158 10435 9186 9021 9592 9027 9524 9479 9457 9856 9012 8830 175 Lampiran 4.2. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras Muncul/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan. Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4 Pola 5 Pola 6 Pola 7 Pola 8 Pola 9 Pola 10 Pola 11 Pola 12 Pola 13 Pola 14 Pola 15 Pola 16 Pola 17 Pola 18 Pola 19 Pola 20 Pola 21 Pola 22 Pola 23 Pola 24 Pola 25 Pola 26 Pola 27 Pola 28 Pola 29 Pola 30 Pola 31 Pola 32 Pola 33 Pola 34 Pola 35 Pola 36 Pola 37 Pola 38 Pola 39 Pola 40 5100.00 5100.00 5100.00 5100.00 5100.00 5228.57 5271.43 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5142.86 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5042.86 5107.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5100.00 5100.00 5100.00 5100.00 5228.57 5271.43 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5142.86 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5042.86 5107.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5100.00 5100.00 5100.00 5228.57 5271.43 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5142.86 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5042.86 5107.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5000.00 5100.00 5100.00 5228.57 5271.43 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5142.86 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5042.86 5107.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5000.00 5000.00 5100.00 5228.57 5271.43 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5142.86 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5042.86 5107.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5000.00 5000.00 5000.00 5228.57 5271.43 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5200.00 5142.86 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5042.86 5107.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 176 Lampiran 4.2. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras Muncul/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan (lanjutan). Pola 41 Pola 42 Pola 43 Pola 44 Pola 45 Pola 46 Pola 47 Pola 48 Pola 49 Pola 50 Pola 51 Pola 52 Pola 53 Pola 54 Pola 55 Pola 56 Pola 57 Pola 58 Pola 59 Pola 60 Pola 61 Pola 62 Pola 63 Pola 64 Pola 65 Pola 66 Pola 67 Pola 68 Pola 69 Pola 70 Pola 71 Pola 72 Pola 73 Pola 74 Pola 75 Pola 76 4900.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5071.43 5142.86 5192.86 5250.00 5314.29 5457.14 5657.14 5885.71 6057.14 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5071.43 5142.86 5192.86 5250.00 5314.29 5457.14 5657.14 5885.71 6057.14 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5492.86 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5071.43 5142.86 5192.86 5250.00 5314.29 5457.14 5657.14 5885.71 6057.14 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5492.86 5550.00 5000.00 5000.00 5000.00 5000.00 5071.43 5142.86 5192.86 5250.00 5314.29 5457.14 5657.14 5885.71 6057.14 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5492.86 5550.00 5550.00 5000.00 5000.00 5000.00 5071.43 5142.86 5192.86 5250.00 5314.29 5457.14 5657.14 5885.71 6057.14 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5492.86 5550.00 5550.00 5557.14 5000.00 5000.00 5071.43 5142.86 5192.86 5250.00 5314.29 5457.14 5657.14 5885.71 6057.14 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5492.86 5550.00 5550.00 5557.14 5642.86 177 Lampiran 4.3. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras IR 64/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan. Pola 1 Pola 2 Pola 4 Pola 5 Pola 7 Pola 8 Pola 10 Pola 11 Pola 13 Pola 14 Pola 16 Pola 17 Pola 19 Pola 20 Pola 22 Pola 23 Pola 25 Pola 26 Pola 28 Pola 29 Pola 31 Pola 32 Pola 34 Pola 35 Pola 37 Pola 38 Pola 40 Pola 41 Pola 43 Pola 44 Pola 46 Pola 47 Pola 49 Pola 50 Pola 52 Pola 53 Pola 55 Pola 56 Pola 58 Pola 59 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4985.71 4950.00 4850.00 4850.00 4850.00 4835.71 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4814.29 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4914.29 4935.71 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5092.86 5121.43 5214.29 5357.14 5864.29 5950.00 5500.00 5500.00 4900.00 4900.00 4900.00 5000.00 4950.00 4921.43 4850.00 4850.00 4835.71 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4814.29 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4857.14 4935.71 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4992.86 5121.43 5150.00 5357.14 5585.71 5950.00 5500.00 5500.00 5500.00 4900.00 4900.00 5000.00 4985.71 4921.43 4850.00 4850.00 4850.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4857.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4992.86 5092.86 5150.00 5214.29 5585.71 5864.29 5500.00 5500.00 5500.00 5357.14 4900.00 4900.00 4985.71 4950.00 4850.00 4850.00 4850.00 4835.71 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4814.29 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4914.29 4935.71 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5092.86 5121.43 5214.29 5357.14 5864.29 5950.00 5500.00 5500.00 5357.14 5300.00 4900.00 5000.00 4950.00 4921.43 4850.00 4850.00 4835.71 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4814.29 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4857.14 4935.71 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4992.86 5121.43 5150.00 5357.14 5585.71 5950.00 5500.00 5500.00 5500.00 5300.00 5214.29 5000.00 4985.71 4921.43 4850.00 4850.00 4850.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4800.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4850.00 4857.14 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4992.86 5092.86 5150.00 5214.29 5585.71 5864.29 5500.00 5500.00 5500.00 5357.14 5214.29 5135.71 178 Lampiran 4.3. Pola Pelatihan dan Pola Pengujian Untuk Harga Beras IR 64/ III Pada Jaringan Syaraf Tiruan (lanjutan). Pola 61 Pola 62 Pola 64 Pola 65 Pola 67 Pola 68 Pola 70 Pola 71 Pola 73 Pola 74 Pola 76 Pola 3 Pola 6 Pola 9 Pola 12 Pola 15 Pola 18 Pola 21 Pola 24 Pola 27 Pola 30 Pola 33 Pola 36 Pola 39 Pola 42 Pola 45 Pola 48 Pola 51 Pola 54 Pola 57 Pola 60 Pola 63 Pola 66 Pola 69 Pola 72 Pola 75 5357.14 5300.00 5135.71 5050.00 5050.00 5085.71 5092.86 5000.00 5000.00 5071.43 5192.86 4900.00 5000.00 4921.43 4850.00 4800.00 4800.00 4800.00 4850.00 4850.00 4850.00 4857.14 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4992.86 5150.00 5585.71 5500.00 5500.00 5214.29 5050.00 5135.71 5000.00 5150.00 5300.00 5214.29 5050.00 5050.00 5085.71 5135.71 5000.00 5000.00 5071.43 5150.00 5250.00 4900.00 4985.71 4850.00 4850.00 4800.00 4800.00 4800.00 4850.00 4850.00 4850.00 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5092.86 5214.29 5864.29 5500.00 5357.14 5135.71 5050.00 5092.86 5000.00 5192.86 5214.29 5135.71 5050.00 5050.00 5135.71 5092.86 5000.00 5000.00 5150.00 5192.86 5271.43 4900.00 4950.00 4850.00 4835.71 4800.00 4800.00 4814.29 4850.00 4850.00 4850.00 4935.71 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5121.43 5357.14 5950.00 5500.00 5300.00 5050.00 5085.71 5000.00 5071.43 5250.00 5135.71 5050.00 5050.00 5085.71 5092.86 5000.00 5000.00 5071.43 5192.86 5250.00 5321.43 5000.00 4921.43 4850.00 4800.00 4800.00 4800.00 4850.00 4850.00 4850.00 4857.14 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 4992.86 5150.00 5585.71 5500.00 5500.00 5214.29 5050.00 5135.71 5000.00 5150.00 5271.43 5050.00 5050.00 5085.71 5135.71 5000.00 5000.00 5071.43 5150.00 5250.00 5271.43 5357.14 4985.71 4850.00 4850.00 4800.00 4800.00 4800.00 4850.00 4850.00 4850.00 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5092.86 5214.29 5864.29 5500.00 5357.14 5135.71 5050.00 5092.86 5000.00 5192.86 5321.43 5050.00 5050.00 5135.71 5092.86 5000.00 5000.00 5150.00 5192.86 5271.43 5321.43 5485.71 4950.00 4850.00 4835.71 4800.00 4800.00 4814.29 4850.00 4850.00 4850.00 4935.71 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5121.43 5357.14 5950.00 5500.00 5300.00 5050.00 5085.71 5000.00 5071.43 5250.00 5357.14 179 Lampiran 5. Hasil Pengujian 25 Pola Data Uji Menggunakan JST Backpropagation Minggu ke- 5 Waktu Prediksi Pola Pengujian Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4 Pola 5 Pola 6 Pola 7 Pola 8 Pola 9 Pola 10 Pola 11 Pola 12 Pola 13 Pola 14 Pola 15 Pola 16 Pola 17 Pola 18 Pola 19 Pola 20 Pola 21 Pola 22 Pola 23 Pola 24 Pola 25 Pasokan Prediksi Aktual 9354.28 10116.04 8280.63 9499.23 9363.86 9251.95 8937.17 8188.14 9129.26 9139.54 8214.02 9953.46 8909.91 9065.23 9321.83 9973.25 8167.17 8642.03 8663.20 9298.55 9511.50 8774.26 9418.15 8923.84 8622.56 9118.00 9009.00 9080.00 8943.00 8829.00 7486.00 7047.00 9045.00 7856.00 9194.00 9156.00 8725.00 9642.00 9956.00 10158.00 10435.00 9186.00 9021.00 9592.00 9027.00 9524.00 9479.00 9457.00 9856.00 9012.00 % 97.41 87.71 91.20 93.78 93.94 76.41 73.18 90.53 83.79 99.41 89.71 85.92 92.41 91.05 91.77 95.57 88.91 95.80 90.32 96.99 99.87 92.57 99.59 90.54 95.68 Harga Beras Muncul III Prediksi Aktual 5919.46 5711.73 5623.19 5594.53 5594.40 5591.61 5586.77 5593.52 5637.29 5632.50 5658.56 5152.83 5661.10 4994.82 5289.10 5846.93 5233.58 5410.88 5365.43 5030.29 5541.64 5229.53 5752.49 5661.38 5677.16 6057.14 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5492.86 5550.00 5550.00 5557.14 % 97.73 92.12 90.70 89.82 88.80 89.98 92.89 93.23 94.63 98.32 92.36 97.22 93.19 94.24 95.67 93.69 98.22 97.91 97.66 93.40 97.78 95.21 96.35 97.99 97.84 Harga Beras IR64 Pengujian Aktual 4995.62 4952.73 4849.48 4824.11 4800.13 4800.13 4828.46 4853.85 4853.85 4857.80 4920.94 4910.92 4910.92 4910.92 4987.83 5132.44 5763.44 4960.45 5688.04 5189.04 5127.31 5216.45 5047.62 5256.58 5234.70 4985.71 4850.00 4850.00 4800.00 4800.00 4800.00 4850.00 4850.00 4850.00 4914.29 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5092.86 5214.29 5864.29 5500.00 5357.14 5135.71 5050.00 5092.86 5000.00 5192.86 5321.43 % 99.80 97.88 99.99 99.50 100.00 100.00 99.56 99.92 99.92 98.85 99.57 99.78 99.78 99.78 97.94 98.43 98.28 90.19 93.82 98.96 98.47 97.57 99.05 98.77 98.37 180 Lampiran 5. Hasil Pengujian 25 Pola Data Uji Menggunakan JST Backpropagation (lanjutan) Waktu Prediksi Pola Pengujian Minggu ke- 6 Pola 1 Pola 2 Pola 3 Pola 4 Pola 5 Pola 6 Pola 7 Pola 8 Pola 9 Pola 10 Pola 11 Pola 12 Pola 13 Pola 14 Pola 15 Pola 16 Pola 17 Pola 18 Pola 19 Pola 20 Pola 21 Pola 22 Pola 23 Pola 24 Pola 25 Rata-rata Pasokan Prediksi Aktual 9671.82 9481.47 9608.92 9317.65 9410.41 9411.23 8878.11 8577.33 9367.43 8976.25 9728.16 9420.93 9505.58 9374.23 8905.56 10672.38 9382.30 8841.74 9221.95 9110.66 9361.59 9332.06 9198.15 9252.80 8818.95 9009.00 9080.00 8943.00 8829.00 7486.00 7047.00 9045.00 7856.00 9194.00 9156.00 8725.00 9642.00 9956.00 10158.00 10435.00 9186.00 9021.00 9592.00 9027.00 9524.00 9479.00 9457.00 9856.00 9012.00 8830.00 % 92.64 95.58 92.55 94.47 74.29 66.45 98.15 90.82 98.11 98.04 88.50 97.71 95.48 92.28 85.34 83.82 95.99 92.18 97.84 95.66 98.76 98.68 93.33 97.33 99.87 91.96 Harga Beras Muncul III Prediksi Aktual 6303.71 6473.13 6474.78 6474.85 6474.85 6474.86 6474.87 6474.78 6473.28 6469.55 6412.10 4731.15 4769.26 4776.03 5184.15 6001.69 4985.82 4879.53 4840.96 4807.24 5528.97 5069.45 5691.51 5190.84 5033.31 6200.00 6200.00 6228.57 6300.00 6214.29 6014.29 6000.00 5957.14 5728.57 5257.14 5300.00 5300.00 5300.00 5528.57 5500.00 5328.57 5300.00 5242.86 5385.71 5421.43 5492.86 5550.00 5550.00 5557.14 5642.86 % 98.33 95.59 96.05 97.22 95.81 92.34 92.09 91.31 87.00 76.94 79.02 89.27 89.99 86.39 94.26 87.37 94.07 93.07 89.89 88.67 99.34 91.34 97.45 93.41 89.20 93.05 Harga Beras IR64 Pengujian Aktual 5015.83 4944.24 4863.75 4835.79 4818.72 4818.72 4844.10 4861.82 4861.82 4865.71 4907.58 4909.61 4909.61 4909.61 5005.21 5179.52 5838.44 5514.20 5520.29 5121.40 5169.68 5312.20 5059.40 5377.61 5319.22 4950.00 4850.00 4835.71 4800.00 4800.00 4814.29 4850.00 4850.00 4850.00 4935.71 4900.00 4900.00 4900.00 4900.00 5121.43 5357.14 5950.00 5500.00 5300.00 5050.00 5085.71 5000.00 5071.43 5250.00 5357.14 % 98.67 98.06 99.42 99.25 99.61 99.91 99.88 99.76 99.76 98.58 99.85 99.80 99.80 99.80 97.73 96.68 98.13 99.74 95.84 98.59 98.35 93.76 99.76 97.57 99.29 98.64 181 Lampiran 6.1. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual Untuk Pasokan Beras 12000 10000 8000 6000 hasil uji aktual 4000 2000 0 51 54 57 60 63 66 69 72 75 53 56 59 62 65 68 71 74 Lampiran 6.2. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual Untuk Jenis Beras Muncul III 7000 6000 5000 4000 Hasil Uji 3000 Aktual 2000 1000 0 1 3 5 7 9 1113151719212325272931333537394143454749 182 Lampiran 6.3. Grafik Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Data Aktual Untuk Beras IR64/ III 6000 5000 4000 3000 2000 Pengujian 1000 0 Minggu ke-5 Minggu ke-6 Pola pengujian Pola 49 Pola 45 Pola 41 Pola 37 Pola 33 Pola 29 Pola 25 Pola 21 Pola 17 Pola 13 Pola 9 Pola 5 Aktual Pola 1 Harga beras IR64(Rp) 7000 183 Lampiran 7. Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu (Januari 2009 s.d. Juli 2010) Minggu 1 Jumlah Pasokan (ton) 7003 Rata-rata Harga Muncul/ III (Rp) 5100.00 Rata-rata Harga IR64/ III (Rp) 4900.00 Minggu 2 9096 5100.00 4900.00 Minggu 3 8264 5100.00 4900.00 Minggu 4 6923 5100.00 4900.00 Minggu 5 6757 5100.00 4900.00 Minggu 6 6482 5228.57 5000.00 Minggu 7 5921 5271.43 4985.71 Minggu 8 7696 5200.00 4950.00 Minggu 9 8734 5200.00 4921.43 Minggu 10 8769 5200.00 4850.00 Minggu 11 8971 5200.00 4850.00 Minggu 12 9517 5200.00 4850.00 Minggu 13 8101 5200.00 4850.00 Minggu 14 10410 5142.86 4835.71 Minggu 15 6339 5000.00 4800.00 Minggu 16 11838 5000.00 4800.00 Minggu 17 8978 5000.00 4800.00 Minggu 18 8833 5000.00 4800.00 Minggu 19 7056 5000.00 4800.00 Minggu 20 8172 5000.00 4800.00 Minggu 21 8223 5000.00 4800.00 Minggu 22 8961 5000.00 4800.00 Minggu 23 8201 5000.00 4814.29 Minggu 24 10268 5000.00 4850.00 Minggu 25 10444 5000.00 4850.00 Minggu 26 10260 5000.00 4850.00 184 Lampiran 7. Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu (Januari 2009 s.d. Juli 2010) (lanjutan) Minggu 27 Jumlah Pasokan (ton) 7704 Rata-rata Harga Muncul/ III (Rp) 5000.00 Rata-rata Harga IR64/ III (Rp) 4850.00 Minggu 28 10537 5000.00 4850.00 Minggu 29 8830 5000.00 4850.00 Minggu 30 10785 5000.00 4850.00 Minggu 31 10067 5000.00 4850.00 Minggu 32 9068 5000.00 4850.00 Minggu 33 6804 5000.00 4857.14 Minggu 34 10300 5042.86 4914.29 Minggu 35 11018 5107.14 4935.71 Minggu 36 11964 4914.29 4900.00 Minggu 37 10088 4900.00 4900.00 Minggu 38 423 4900.00 4900.00 Minggu 39 5398 4900.00 4900.00 Minggu 40 10579 4900.00 4900.00 Minggu 41 10360 4900.00 4900.00 Minggu 42 10319 5000.00 4900.00 Minggu 43 9932 5000.00 4900.00 Minggu 44 10296 5000.00 4900.00 Minggu 45 9853 5000.00 4900.00 Minggu 46 8408 5000.00 4900.00 Minggu 47 8758 5000.00 4900.00 Minggu 48 7023 5071.43 4992.86 Minggu 49 9902 5142.86 5092.86 Minggu 50 10554 5192.86 5121.43 Minggu 51 8540 5250.00 5150.00 Minggu 52 7990 5314.29 5214.29 Minggu 53 7525 5457.14 5357.14 Minggu 54 10014 5657.14 5585.71 185 Lampiran 7. Jumlah Pasokan dan Rata-rata Harga Beras per Minggu (Januari 2009 s.d. Juli 2010) (lanjutan) Jumlah Rata-rata Harga Rata-rata Harga Pasokan (ton) Muncul/ III (Rp) IR64/ III (Rp) Minggu 55 9118 5885.71 5864.29 Minggu 56 9009 6057.14 5950.00 Minggu 57 9080 6200.00 5500.00 Minggu 58 8943 6200.00 5500.00 Minggu 59 8829 6228.57 5500.00 Minggu 60 7486 6300.00 5500.00 Minggu 61 7047 6214.29 5357.14 Minggu 62 9045 6014.29 5300.00 Minggu 63 7856 6000.00 5214.29 Minggu 64 9194 5957.14 5135.71 Minggu 65 9156 5728.57 5050.00 Minggu 66 8725 5257.14 5050.00 Minggu 67 9642 5300.00 5050.00 Minggu 68 9956 5300.00 5085.71 Minggu 69 10158 5300.00 5135.71 Minggu 70 10435 5528.57 5092.86 Minggu 71 9186 5500.00 5000.00 Minggu 72 9021 5328.57 5000.00 Minggu 73 9592 5300.00 5000.00 Minggu 74 9027 5242.86 5071.43 Minggu 75 9524 5385.71 5150.00 Minggu 76 9479 5421.43 5192.86 Minggu 77 9457 5492.86 5250.00 Minggu 78 9856 5550.00 5271.43 Minggu 79 9012 5550.00 5321.43 Minggu 80 8830 5557.14 5357.14 Minggu 81 9697 5642.86 5485.71 186 186 Lampiran 8.1. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Utara Dari/ Ke (km) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P1 0 14,9 29,8 15,3 13,3 11,6 22,5 14,9 18,3 14,3 12,9 15,8 15,3 13,8 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 14,9 0 29 3.5 2.4 3.5 14 0.07 16.9 10.8 1 3.4 4.8 2 29,8 29 0 28 25.9 32.4 15.2 28.7 10.4 19.7 31 28.4 25.8 29.4 15,3 3.5 28 0 1.5 4.8 13.1 3.7 16 9.8 3.7 3.5 3.2 4.1 13,3 2.4 25.9 1.5 0 6.4 11.9 2.8 14.8 8.6 3.8 2.4 2.7 2.9 11,6 3.5 32.4 4.8 6.4 0 16.9 3.5 19.9 13.7 2.5 6.8 8.3 4 22,5 14 15.2 13.1 11.9 16.9 0 14.8 4.2 5.4 18 13.6 11 14.6 14,9 0.07 28.7 3.7 2.8 3.5 14.8 0 16.9 10.7 1 3.3 4.8 2 18,3 16.9 10.4 16 14.8 19.9 4.2 16.9 0 8.3 20.3 15.9 13.4 17 14,3 10.8 19.7 9.8 8.6 13.7 5.4 10.7 8.3 0 11.8 9.5 7 10.5 12,9 1 31 3.7 3.8 2.5 18 1 20.3 11.8 0 4.6 5.8 1.8 15,8 3.4 28.4 3.5 2.4 6.8 13.6 3.3 15.9 9.5 4.6 0 3.6 3.2 15,3 4.8 25.8 3.2 2.7 8.3 11 4.8 13.4 7 5.8 3.6 0 4.7 13,8 2 29.4 4.1 2.9 4 14.6 2 17 10.5 1.8 3.2 4.7 0 Keterangan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. Kode P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 Nama Pasar Cipinang Lontar Kali Baru Sindang Rawabadak Sukapura Ikan Luar batang Muncang Teluk Gong Pademangan Timur Koja Baru Eks Kantor Cabang Anyar Bahari Waru Lokasi Jl. Pisangan Lama Jl. Manggar Jl.. Kosambi timur II Jl. Raya Sindang Jl. Anggrek I, koja Jl. Tipar Cakung Jl. Pasar Ikan Jl. Manggar Jl. Raya Teluk Gong Jl. Pademangan III Jl. Bhayangkara Jl. Dusun No. 43 Jl. Tenggiri raya Jl. Raya Cilincing Lampiran 8.2. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat Dari /Ke (km) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P1 19.7 9.7 8.2 11.1 11.6 9.6 9.3 8.6 12.9 17.3 12.5 8.3 12.4 11.2 8.1 12.2 7.7 14.9 11 12.7 8.3 7.7 10.6 20.1 9.4 14.2 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 19.7 9.7 8.2 8.2 4.6 4 11.1 7.2 4.5 6.6 11.6 2.4 10.8 7.3 9.1 9.6 2.2 7.6 3.8 6.6 3.4 9.3 5.5 4.7 4.4 7.6 9.2 6.4 8.6 4.3 3.8 1.7 5.1 5.7 2.7 4.9 12.9 8.8 6.6 8.3 2.8 10.4 8.9 9.4 8 17.3 3.6 12.4 8.4 8.5 3.6 5.9 12.4 8.5 7 12.5 5 7.5 6.7 3.6 6.1 6.5 9.1 5.7 4.1 5.7 8.3 5.1 3.3 1.4 5 7.2 3.5 3.6 2.2 6.3 8.5 7.4 12.4 4 10.6 16.3 9.9 17.5 18.2 15.5 17.2 21.2 18.3 25 14.9 11.2 9 5.1 6.7 1.7 10.3 8.7 7.8 5.9 2.4 9.7 5 6.6 20.8 8.1 3.7 5.4 2.3 7.2 5.6 2.1 4.8 2.4 8.4 6.2 6.7 3.5 17.8 7.5 12.2 4.9 7.2 6.4 3.3 6 6.1 8.8 5.4 4 5.5 1.1 7.6 24 4.7 6.5 7.7 6.8 2.6 4.4 4 7.4 5.1 4.2 2.3 5.2 9.8 5.9 3.1 17.3 4.3 3.1 5.5 8.2 4.6 7.2 2.4 2.2 5.5 4.3 8.8 3.6 5 5.1 4 9 3.7 4.9 6.8 2.8 9.1 4.3 5.1 3.6 8.3 3.2 9.6 12.1 4 4.5 10.8 7.6 4.7 3.8 6.6 12.4 7.5 3.3 10.6 5.1 5.4 7.2 2.6 4.3 8.2 7.7 3.3 4 2.9 6.6 2.2 4.5 6.6 7.3 3.8 4.4 1.7 8.3 8.4 6.7 1.4 16.3 6.7 2.3 6.4 4.4 5.9 5.3 8.2 1.4 3.1 4.8 6.7 5.7 8.6 9.1 6.6 7.6 5.1 2.8 8.5 3.6 5 9.9 1.7 7.2 3.3 4 5.6 2.8 3.7 5 5.7 2 5 7.2 4.5 3.4 9.2 5.7 10.4 3.6 6.1 7.2 17.5 10.3 5.6 6 7.4 4.8 9 6.7 7.2 5.5 9.4 4.3 10 12.9 6.4 2.7 8.9 5.9 6.5 3.5 18.2 8.7 2.1 6.1 5.1 2.8 7.4 7.6 3.5 2.3 7.7 4.8 9.1 12.2 4.9 9.4 12.4 9.1 3.6 15.5 7.8 4.8 8.8 4.2 7.7 6.5 10.1 3.6 4.3 6.8 8.2 6.8 10.1 8 8.5 5.7 2.2 17.2 5.9 2.4 5.4 2.3 4.1 4.6 6.9 2.2 1 4.4 4.4 4.9 8.2 7 4.1 6.3 21.2 2.4 8.4 4 5.2 7.2 4.1 3.7 6.3 6.9 3.1 5.7 6.3 5 5.7 8.5 18.3 9.7 6.2 5.5 9.8 5.1 9.4 5.7 8.5 6.1 8.5 3.9 11.6 12.7 7.4 25 5 6.7 1.1 5.9 4 5.2 1.2 7.4 6.9 4.3 2.7 7.4 8.1 14.9 6.6 3.5 7.6 3.1 6.5 5 8.9 0.2 3.1 5.1 7 5.2 8.9 20.8 17.8 24 17.3 20.7 19.5 23.2 18.2 17.3 19.8 22.6 21.1 20.3 7.5 4.7 4.3 7.9 3.1 5.7 5.3 6 2.3 6.5 5.4 2 6.5 3.1 4.6 5.3 8 1.4 0.95 5.2 5.5 5.7 9 5.5 3.5 4.8 2.4 7 6.5 3.9 2.4 7 7.7 4.9 2.4 5.2 2.5 2.9 2.2 3.9 2.7 6 187 187 188 188 Lampiran 8.2. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat (lanjutan) Dari /Ke (km) P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 Dari /Ke (km) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P1 11.6 13.4 12.3 13.9 11.3 13 6.3 7 P2 2.4 4.6 6.1 8.2 8.5 3 9.9 6.9 P3 10.8 8.4 7.3 8 4.7 5.7 2.4 4.8 P4 7.3 8.5 7.4 8.1 6.4 4.8 6 4.2 P5 9.1 5.1 3.3 6.4 4.6 6.3 7.4 5.4 P6 1.1 5.7 7.2 4.2 9.4 4.2 11.1 9.3 P7 5.3 6.8 6.2 6.2 8.6 2.6 8 6.6 P8 10.4 10 8.9 8.2 7.9 8.4 3.8 2.6 P9 7.2 6.6 5.4 4.4 6 2.2 4.8 3.1 P10 9.8 5 4.1 5.6 1.1 7.2 8.7 6.9 P11 2.5 4.7 6.3 6.3 8.7 5.5 14.3 9.9 P12 8.1 0.9 0.9 2.7 4.5 4.9 9.7 8 P13 9.1 8.8 7.7 7 6.7 4.8 4.4 3 P14 18.2 23.5 25.1 22.6 21 21.3 19.9 16.8 P15 10.5 5.8 4.8 6.5 2.6 7.3 7.7 5.7 P16 5.5 7.7 6.5 5.5 2.8 6.8 6.7 3.9 P17 6.2 1.4 1.7 2.4 4.1 4.8 8.8 7.6 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 14.9 2.8 4.3 5.9 5.6 4.8 2.8 7.7 4.1 7.2 5.1 4 6.5 20.7 7.9 11 9.1 8.2 5.3 2.8 9 7.4 6.5 4.6 4.1 9.4 5.2 5 19.5 3.1 12.7 4.3 7.7 8.2 3.7 6.7 7.6 10.1 6.9 3.7 5.7 1.2 8.9 23.2 5.7 8.3 5.1 3.3 1.4 5 7.2 3.5 3.6 2.2 6.3 8.5 7.4 0.2 18.2 5.3 7.7 3.6 4 3.1 5.7 5.5 2.3 4.3 1 6.9 6.1 6.9 3.1 17.3 6 10.6 8.3 2.9 4.8 2 9.4 7.7 6.8 4.4 3.1 8.5 4.3 5.1 19.8 2.3 20.1 3.2 6.6 6.7 5 4.3 4.8 8.2 4.4 5.7 3.9 2.7 7 22.6 6.5 9.4 9.6 2.2 5.7 7.2 10 9.1 6.8 4.9 6.3 11.6 7.4 5.2 21.1 5.4 14.2 12.1 4.5 8.6 4.5 12.9 12.2 10.1 8.2 5 12.7 8.1 8.9 20.3 2 11.6 2.4 10.8 7.3 9.1 1.1 5.3 10.4 7.2 9.8 2.5 8.1 9.1 18.2 10.5 13.4 4.6 8.4 8.5 5.1 5.7 6.8 10 6.6 5 4.7 0.9 8.8 23.5 5.8 12.3 6.1 7.3 7.4 3.3 7.2 6.2 8.9 5.4 4.1 6.3 0.9 7.7 25.1 4.8 13.9 8.2 8 8.1 6.4 4.2 6.2 8.2 4.4 5.6 6.3 2.7 7 22.6 6.5 11.3 8.5 4.7 6.4 4.6 9.4 8.6 7.9 6 1.1 8.7 4.5 6.7 21 2.6 13 3 5.7 4.8 6.3 4.2 2.6 8.4 2.2 7.2 5.5 4.9 4.8 21.3 7.3 6.3 9.9 2.4 6 7.4 11.1 8 3.8 4.8 8.7 14.3 9.7 4.4 19.9 7.7 7 6.9 4.8 4.2 5.4 9.3 6.6 2.6 3.1 6.9 9.9 8 3 16.8 5.7 P18 8.1 5.6 4.8 3.9 4.2 3 4.5 3.6 189 Lampiran 8.2. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Pusat (lanjutan) Dari /Ke (km) P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P19 4.6 3.5 4.9 P20 5.3 4.8 2.4 6 6 P21 8 2.4 5.2 5.8 6.2 P22 1.4 7 2.5 5.4 4.4 P23 0.95 6.5 2.9 4.2 5.1 P24 5.2 3.9 2.2 6.6 2.9 P25 5.5 2.4 3.9 1.9 7.4 P26 5.7 7 2.7 9.2 2.4 P27 9 7.7 6 9.9 4.6 P28 5.5 6.2 8.1 3.5 11.5 P29 7.7 1.4 5.6 3.8 6.9 P30 6.5 1.7 4.8 4.4 5.8 P31 5.5 2.4 3.9 1.9 7.4 P32 2.8 4.1 4.2 6.7 3.7 P33 6.8 4.8 3 0.95 6.8 P34 6.7 8.8 4.5 10.6 4.4 P35 3.9 7.6 3.6 7.9 4.3 7.8 7.4 3.1 4.8 5.1 5.7 3.1 7 4.4 7.8 5.2 6 8 8.9 9.5 6.8 9.1 6.5 1.3 8.8 6.9 1.3 7.7 5.8 3.1 7 4.4 4.9 6.7 7.3 5.6 4.8 2.1 10.1 4.4 6.4 8.4 3 4.5 6.2 3.4 6 2.8 8.7 5.1 2.8 4.6 18.1 12.2 5.5 3.1 9.2 7.6 5.7 4.6 2.8 8 6.5 7.2 1.8 6.2 0.15 9.7 8.1 4.3 2.3 3.2 2 5.1 5.3 3 9.4 4.9 4.8 5.1 6.3 3.4 9.1 9.1 4.2 4.5 4.3 3.4 8.2 5.2 8.8 2.8 7.2 11.1 10.1 10.1 8.8 23.1 8.5 4.7 9.1 5.5 8.3 8.8 8.9 8.9 9.1 7.9 6.1 2.7 5.8 5.4 4.2 6.2 4.4 5.1 7.8 7.4 3.1 6.6 1.9 9.2 9.9 3.5 3.8 4.4 1.9 6.7 0.95 10.6 7.9 2.9 7.4 2.4 4.6 11.5 6.9 5.8 7.4 3.7 6.8 4.4 4.3 4.8 3.1 7.8 8 6.8 1.3 1.3 3.1 4.9 5.6 10.1 8.4 5.1 7 5.2 8.9 9.1 8.8 7.7 7 6.7 4.8 4.4 3 5.7 4.4 6 9.5 6.5 6.9 5.8 4.4 7.3 2.1 6.4 4.5 6.2 3.4 2.8 2.8 5.5 4.6 6.2 2 6.3 5.2 4.7 6 8.7 4.6 3.1 2.8 0.15 5.1 3.4 8.8 9.1 5.1 18.1 9.2 8 9.7 5.3 9.1 2.8 5.5 12.2 7.6 6.5 8.1 3 9.1 7.2 8.3 5.7 7.2 4.3 9.4 4.2 11.1 8.8 1.8 2.3 4.9 4.5 10.1 8.9 3.2 4.8 4.3 10.1 8.9 5.1 3.4 8.8 9.1 8.2 23.1 7.9 8.5 6.1 NO 25. 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Kode P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 2.7 Keterangan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kode P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 Nama Pasar Cipinang Regional Tanah Abang Senen Blok III Cikini Ampiun Pasar Baru dan Mini Baru Bendungan Hilir Blora Gondangdia Cikini hias Rias Karang Anyar Pal Merah Petojo Ilir NO 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Kode P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 Nama Pasar Paseban Kenari Jembatan merah Diponegoro Petojo Enclek Kwitang Dalam Gandaria Nangka Bungur Cideng Thomas Pramuka Pojok Jalan Surabaya Kombongan Nama Pasar Tanah Abang Bukit Tanah Tinggi Poncol Rajawali Pertokoan Kav.36.A Pertokoan Jalan Biak Kantor Cabang Kebon Jati Pertokoan Jemb.Merah Kebon Melati Cempaka Putih Eks. Kt. Camat Senen 189 190 190 Lampiran 8.3. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Barat Dari/Ke (km) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P1 14 21 14 15 13 18 12 15 10.1 22 16 12 15 33 24 13 22 15 16 20.8 P2 14 6.1 1.4 1.2 3.1 9 3.8 0.7 5.6 11 3.3 2.9 9.9 13 6 0.6 10 1.5 0.9 17 P3 21 6.1 5.1 6.4 5.6 3.8 6.5 5.6 4.6 1.1 7.5 6.1 5.3 13 3.7 5.4 7 4.9 4.6 12 P4 14 1.4 5.1 2.9 1.1 6.5 1.9 2 1.1 10 9.6 1.3 7.6 15 7.5 1 12 4.6 2.6 17 P5 15 1.2 6.4 2.9 3.9 7.9 4.7 2.2 2.3 9.6 4.1 3.1 9 12 5.2 3.8 9.6 1.1 0.6 16 P6 13 3.1 5.6 1.1 3.9 6.8 1.1 2.8 2.1 9.4 3.1 1.3 6.6 16 8.2 0.6 11 3.4 3.3 16 P7 18 9 3.8 6.5 7.9 6.8 7.4 6.2 5.3 3.2 8.1 6.6 3 8.1 4.6 6.1 7 5.4 5.7 11 P8 12 3.8 6.5 1.9 4.7 1.1 7.4 2.9 2.3 11 2 0.9 8.1 18 13 0.7 13 4.6 3.5 17 P9 15 0.7 5.6 2 2.2 2.8 6.2 2.9 1.1 9.7 3.6 2.5 9.1 13 5.2 6.4 9.6 1.1 0.5 16 P10 10.1 1.6 4.6 1.1 2.3 2.1 5.3 2.3 1.1 11 2.5 1.4 9.3 14 6.4 1.5 1.7 1.6 1.7 16 P11 22 11 5.7 10 9.6 9.4 3.2 11 9.7 11 12 10 4.5 12 6.4 9.5 6.4 9 9.2 11 P12 16 3.3 7.5 2.4 4.1 3.1 8.1 2 3.6 2.5 12 2 12 15 8 2.7 12 3.9 3.7 19 P13 12 2.9 6.1 1.3 3.7 1.3 6.6 0.9 2.5 1.4 10 2 8.5 15 7.7 0.8 12 3.6 2.5 17 P14 15 9.9 5.3 7.6 9 6.9 3 8.1 9.1 9.3 4.5 12 8.5 19 7.9 6.9 11 7.2 7.9 15 P15 33 13 13 15 12 16 13 18 13 14 12 15 15 19 12 18 11 14 14 6 P16 24 6 3.7 7.5 5.2 8.2 4.6 8.6 5.2 6.4 6.4 8 7.7 7.9 12 8 5.6 5 4.8 9.8 P17 13 3 5.4 1 3.8 0.6 6.1 0.7 2.6 1.5 9.5 2.7 0.8 6.9 18 8 12 3.1 2.8 16 P18 22 10 7.6 12 9.6 11 7 13 9.6 1.7 6.4 12 12 11 11 5.6 12 12 12 6 Keterangan NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kode P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 NAMA PASAR Cipinang Glodok Grogol H W I / Lindeteves Pagi Sawah Besar Tomang Barat Asem Reges Petak Sembilan Gang Kancil LOKASI Jl. Pisangan Lama Jl. Glodok Jl. Dr. Mawardi IV Jl. Hayam Wuruk Jl. Pasar Pagi Jl. Sawah Besar I Jl, Tanjung Duren Jl. Taman sari Raya Jl. Kemenangan I Jl. Keamanan NO 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Kode P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 NAMA PASAR Kampung Duri Pejagalan Pecah Kulit Slipi Cengkareng Duta Mas Mangga Besar Bojong Indah Jembatan Lima Perniagaan Perumahan Citra LOKASI Jl. Duri Raya Jl. Pejagalan Raya Jl. Mangga Besar IV Jl. Anggrek Garuda Jl. Raya Kemal JL Wijaya IV Jl. Kebon Jeruk IX Jl. Raya Pakis Jl. H.M.Mansyur Jl. Perniagaan Komp. Perum Citra I P19 15 1.5 4.9 2.2 1.1 3.4 5.4 4.6 1.1 1.6 9 3.9 3.6 7.2 14 5 3.1 12 0.7 16 P20 16 0.9 4.6 2.6 0.6 3.3 5.7 3.5 0.5 1.7 9.2 3.7 2.5 7.9 14 4.8 2.8 12 0.7 15 P21 20.8 17 12 17 16 16 11 17 16 16 11 19 17 15 6 9.8 16 6 16 15 191 Lampiran 8.4. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Timur Dari/Ke (km) P1 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 3.8 12 4.1 7.8 6.2 1.3 7.5 2.7 3.5 5.7 3.3 5.3 3.9 3.7 5.2 4 3.3 4.6 4.2 9.3 5.3 9.8 11 8.2 13 8.5 8.8 12 12 6.7 12 6.6 12 13 8.7 11 9.3 7.5 14 13 9.5 12 4.6 13 13 16 14 13 14 14 7.4 15 14 8.9 12 10 7.7 16 22 17 7.3 4.1 2.9 6.2 4.6 3 6.3 4.9 4.8 5.5 3.3 4.7 3.5 2.7 4.1 5.8 11 6.9 10 9.1 12 11 9.5 10 11 4 11 10 5.5 7.6 6.1 4.3 12 17 13 5.9 9.3 7.4 1.5 9.3 7.2 6.7 7.9 1.4 5 3 4.3 5.6 8.8 14 9.9 3.3 3.4 6.4 4.2 3.7 6.8 4.5 8.2 6.7 6.1 5.3 6.6 3.9 8 4 3.7 6.5 3.5 4.1 7.1 4.9 8.5 7.1 6.4 5.7 7 4.3 7.1 3.1 5 7.7 0.6 7.8 1.2 4.7 8.4 6.4 6.9 8.3 2.1 7.4 3.4 8.2 4.2 7.7 4.9 0.3 3.9 1.8 3.2 4.5 5.8 11 7.1 7.7 7.2 8.2 12 7.4 8.6 8.1 7.3 9.8 8.3 5.4 7.6 0.9 4.7 8.3 6.3 6.7 8.1 1.4 6.6 3.2 7.7 6.3 2.7 5.3 3.2 1.7 8.7 14 9.6 5.4 8.9 6.9 7.4 8.8 1.5 6.6 3.8 3.6 1.6 2.9 4.2 7.4 13 8.5 3.2 2.3 4.5 9.1 14 10 2.8 4.2 5.8 11 7 4.1 7.3 12 8.4 8.6 14 9.9 5.6 2.8 P2 3.8 P3 12 P4 4.1 11 12 P5 7.8 8.2 4.6 7.3 P6 6.2 13 13 4.1 10 P7 1.3 8.5 13 2.9 9.1 5.9 P8 7.5 8.8 16 6.2 12 9.3 3.3 9.8 P9 2.7 12 14 4.6 11 7.4 3.4 3.7 P10 3.5 12 13 3 9.5 1.5 6.4 6.5 5 P11 5.7 6.7 14 6.3 10 9.3 4.2 3.5 7.7 8.2 P12 3.3 12 14 4.9 11 7.2 3.7 4.1 0.6 4.2 7.7 P13 5.3 6.6 7.4 4.8 4 6.7 6.8 7.1 7.8 7.7 7.2 7.6 P14 3.9 12 15 5.5 11 7.9 4.5 4.9 1.2 4.9 8.2 0.9 7.7 P15 3.7 13 14 3.3 10 1.4 8.2 8.5 4.7 0.3 12 4.7 6.3 5.4 P16 5.2 8.7 8.9 4.7 5.5 5 6.7 7.1 8.4 3.9 7.4 8.3 2.7 8.9 3.6 P17 4 11 12 3.5 7.6 3 6.1 6.4 6.4 1.8 8.6 6.3 5.3 6.9 1.6 3.2 P18 3.3 9.3 10 2.7 6.1 4.3 5.3 5.7 6.9 3.2 8.1 6.7 3.2 7.4 2.9 2.3 2.8 P19 4.6 7.5 7.7 4.1 4.3 5.6 6.6 7 8.3 4.5 7.3 8.1 1.7 8.8 4.2 4.5 4.2 4.1 P20 4.2 14 16 5.8 12 8.8 3.9 4.3 2.1 5.8 9.8 1.4 8.7 1.5 7.4 9.1 5.8 7.3 8.6 P21 9.3 13 22 11 17 14 8 7.1 7.4 11 8.3 6.6 14 6.6 13 14 11 12 14 5.6 P22 5.3 9.5 17 6.9 13 9.9 4 3.1 3.4 7.1 5.4 3.2 9.6 3.8 8.5 10 7 8.4 9.9 2.8 4.1 4.1 191 192 192 Lampiran 8.4. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Timur (lanjutan) Keterangan NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. Kode P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 Nama Pasar Cipinang Jatinegara Unit Usaha Pasar Induk Kramat Jati Rawabening Kramat jati Pramuka, Burung, Matraman, Kebon Kosong Pool Truk Angkutan Klender Sunan Giri Pal Meriam Tanah Kosong Duren Sawit Rawamangun Cawang Kapling Ampera Kampung Ambon Sudi Mampir Kampung Melayu Lokomotif Pertokoan Waru Pal Sepuluh Kantor Cabang Cakung Pulo Gadung Lokasi Jl. Pisangan Lama Jl. Matraman Raya Jl. Raya Bogor Km 22 Jl. Bekasi Barat Jl. Raya Bogor Km. 13 Jl. Raya Pramuka Jl. Bekasi Timur Jl. Bekasi timur Jl. Sunan Giri Jl. Pal Meriam Jl. Kelurana I Jl. Cipinang Jl. Cawang Baru Jl. Pondasi Raya Jl. Matraman Raya Jl. Jatinegara Barat Jl. Bekasi Barat Jl. Jaginegara Barat Jl. Raya Otista Jl. Kayu Putih V/7 Jl. Bekasi Raya Jl. Raya Bekasi Km.18 193 Lampiran 8.5. Jarak Antar Lokasi Pasar di Wilayah Jakarta Selatan Dari/ Ke (km) P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P1 14.2 15.4 9.7 6.5 11 11 15.7 13.7 8 3.3 22.7 15.5 5.8 20.4 6.2 5.9 14.3 6.6 P2 14.2 3 3.7 8.9 1.3 3.7 3.2 10.9 6.5 8.9 9.6 3 7 7.1 7 9.1 2.6 9.7 P3 15.4 3 2.7 10.4 3.1 5 1.7 11.4 7.2 11.2 8.2 1.6 8.8 5.6 8.2 10.2 4.2 10.4 P4 9.7 3.7 2.7 9.7 4.1 6.7 2 13.7 9.6 11.2 10 3.7 9.8 7.5 11.5 9.6 3.7 7.6 P5 6.5 8.9 10.4 9.7 7.1 8.1 9.7 11.6 5 2.9 17.1 10.4 2.2 14.5 5 1.3 7 0.088 P6 11 1.3 3.1 4.1 7.1 5.2 4 10.6 6.2 8.6 10.5 3.9 6.7 8 6.7 8.8 2.3 8.7 P7 11 3.7 5 6.7 8.1 5.2 5.1 8.4 4.1 6.5 11.5 4.9 4.6 8.9 4.5 6.7 3.7 6.6 P8 15.7 3.2 1.7 2 9.7 4 5.1 13.5 9 11.6 9.2 2.9 10.6 7.5 9.5 10.8 5 11 P9 13.7 10.9 11.4 13.7 11.6 10.6 8.4 13.5 9 11.6 11.2 12.4 10.6 9.3 9.5 11.6 12.7 11.6 P10 8 6.5 7.2 9.6 5 6.2 4.1 9 9 3.8 17 9.7 3.2 14.7 0.55 0.55 4.3 4.4 P11 3.3 8.9 11.2 11.2 2.9 8.6 6.5 11.6 11.6 3.8 P12 22.7 9.6 8.2 10 17.1 10.5 11.5 9.2 11.2 17 17.4 P13 15.5 3 1.6 3.7 10.4 3.9 4.9 2.9 12.4 9.7 10.8 5.9 P14 5.8 7 8.8 9.8 2.2 6.7 4.6 10.6 10.6 3.2 2 16.1 10.5 17.4 10.8 2 14.8 2.9 1.7 9.6 3 5.9 16.1 2.8 15.1 16.6 10.7 16.8 Kode P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 Nama Pasar Bukit Duri Puteran Pondok Labu Cipete Menteng Pulo Mede Tebet Timur Manggis Tulodong Pertokoan Sultan Agung 10.5 4 10.5 12 5.9 12.2 15.3 4.1 2.7 8.6 2.4 P15 20.4 7.1 5.6 7.5 14.5 8 8.9 7.5 9.3 14.7 14.8 2.8 4 15.3 12.2 13.7 7.7 13.9 P16 6.2 7 8.2 11.5 5 6.7 4.5 9.5 9.5 0.55 2.9 15.1 10.5 4.1 12.2 4.3 8.5 4.5 P17 5.9 9.1 10.2 9.6 1.3 8.8 6.7 10.8 11.6 0.55 1.7 16.6 12 2.7 13.7 4.3 9.9 1.2 P18 14.3 2.6 4.2 3.7 7 2.3 3.7 5 12.7 4.3 9.6 10.7 5.9 8.6 7.7 8.5 9.9 P19 6.6 9.7 10.4 7.6 0.088 8.7 6.6 11 11.6 4.4 3 16.8 12.2 2.4 13.9 4.5 1.2 8.2 8.2 Keterangan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kode P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Nama pasar Cipinang Melawai Blok M Blok A Mayestik Rumput Santha Mampang Prapatan Kebayoran lama Minggu Tebet Barat Lokasi Jl. Pisangan Lama Jl. Melawai V Jl. Fatmawati Jl. Tebah Jl. Sultan Agung Jl. Cipaku Jl. Buncit Raya Jl. Raya Keb.Lama Jl. Raya Ragunan Jl. Tebet Barat Dalam No. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Lokasi Jl. Bukit Duri Dalam Jl. Pondok Labu Jl. Rs.Fatmawati Jl. Menteng Pulo Jl. Rs. Fatmawati Jl. Tebet Timur Dalam Jl. Guntur Jl. Tulodong Jl. Sultan Agus 193 194 194 Lampiran 9. Tiga Skenario Distribusi dan Transportasi Beras Dengan Simulated Annealing 9.1 Skenario Pertama - Terdapat Delapan Pesanan. Menggunakan Dua Grandmax 195 195 Hasil Skenario Pertama – Dua Grandmax No Rute Kendaraan 1 2 0-7-0 0-2-4-0 Grand Max 1 Grand Max 2 Muatan (kg) 2500 1250 3 0-5-0 Grand Max 1 2500 4 0-1-6-0 Grand Max 2 2500 Grand Max 1 Grand Max 2 2500 1000 12250 5 0-12-0 6 0-3-0 Total Total Jarak (km) 9.3 + 9.3 = 18.6 9.7 + 4.5 + 11.1 = 25.3 11.6 + 11.6 = 23.2 19.7 + 2.2 + 9.6 = 31.5 8.3 + 8.3 = 16.6 8.2 + 8.2 = 16.4 131.6 Total Waktu (menit) 9.3 + 20 + 9.3 = 38.6 9.7 + 20 + 4.5 + 20 + 11.1 = 65.3 11.6 + 20 + 11.6 = 43.2 19.7 + 20 + 2.2 + 20 + 9.6 = 71.5 8.3 + 20 + 8.3 = 36.6 8.2 + 20 + 8.2 = 36.4 291.6 Menggunakan Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna Hasil Skenario Pertama –Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna No Rute Kendaraan Total Jarak (km) Grand Max Muatan (kg) 1000 1 0-3-0 2 0-12-7-24-6-0 Toyota Dyna 6750 8.3 + 3.6 + 4.7 + 4.5 + 6.6 + 9.6 = 37.3 3 0-1-0 Grand Max 2000 19.7 + 19.7 = 39.4 4 0-5-0 Toyota Dyna 2500 11.6 + 11.6 = 23.2 12250 116.3 Total 8.2 + 8.2 = 16.4 Total Waktu (menit) 8.2 + 20 + 8.2 = 36.4 8.3 + 20 + 3.6 + 20 + 4.7 + 20 + 4.5 + 20 + 6.6 + 20 + 9.6 = 137.3 19.7 + 20 + 19.7 = 59.4 11.6 + 20 + 11.6 = 43.2 276.3 196 9.2 Skenario Ke Dua - Terdapat Sepuluh Pesanan. Menggunakan Dua Grandmax Hasil Skenario Ke Dua - Menggunakan Dua Grandmax No Rute Kendaraan 1 0-3-1-0 Grand Max 1 Muatan (kg) 1500 2 3 4 5 0-5-0 0-6-0 0-8-0 0-4-4-0 Grand Max 2 Grand Max 1 Grand Max 2 Grand Max 1 2500 500 2500 2750 6 7 0-2-0 0-2-7-0 Grand Max 2 Grand Max 1 2500 2500 Total 14750 Total Jarak (km) 8.2 + 4.6 + 19.7 = 32.5 11.6 + 11.6 = 23.2 9.6 + 9.6 = 19.2 8.6 + 8.6 = 17.2 11.1 + 0 + 11.1 = 22.2 9.7 + 9.7 = 19.4 9.7 + 4.7 + 9.3 = 23.7 157.4 Total Waktu (menit) 8.2 + 20 + 4.6 + 20 + 19.7 = 72.5 11.6 + 20 + 11.6 = 43.2 9.6 + 20 + 9.6 = 39.2 8.6 + 20 + 8.6 = 37.2 11.1 + 20 + 0 + 11.1 = 42.2 9.7 + 20 + 9.7 = 39.4 9.7 + 20 + 4.7 + 20 + 9.3 = 63.7 337.4 197 Menggunakan Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna Hasil Skenario Ke Dua - Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna No Rute Kendaraan 1 0-4-4-0 Grand Max Muatan (kg) 2750 2 0-2-2-71-0 Toyota Dyna 6000 3 0-5-0 Grand Max 2500 11.6 + 11.6 = 23.2 4 0-6-8-30 Toyota Dyna 3500 9.6 + 2.7 + 1.7 + 8.2 = 22.2 107.2 Total 14750 Total Jarak (km) 11.1 + 0 + 11.1 = 22.2 9.7 + 0 + 4.7 + 5.5 + 19.7 = 39.6 Total Waktu (menit) 11.1 + 20 + 0 + 11.1 = 42.2 9.7 + 20 + 0 + 4.7 + 20 + 5.5 + 20 + 19.7 = 99.6 11.6 + 20 + 11.6 = 43.2 9.6 + 20 + 2.7 + 20 + 1.7 + 20 + 8.2 = 82.2 267.2 198 9.2 Skenario Ke Tiga – Terdapat Dua Belas Pesanan Menggunakan Dua Grandmax 199 Hasil Skenario Ke Tiga - Menggunakan Dua Grandmax No 1 2 0-7-0 0-15-6-33-0 Grand Max 1 Grand Max 2 Muatan (kg) 2500 2750 3 0-2-16-0 Grand Max 1 1500 4 0-5-0 Grand Max 2 1500 9.7 + 7.2 + 12.2 = 29.1 11.6 + 11.6 = 23.2 5 0-1-0 Grand Max 1 1500 19.7 + 19.7 = 39.4 6 0-13-0 Grand Max 2 2500 12.4 + 12.4 = 24.8 7 0-13-4-0 Grand Max 1 1500 12.4 + 9.9 + 11.1 = 33.4 190.7 Total Rute Kendaraan 13750 Total Jarak (km) 9.3 + 9.3 = 18.6 8.1 + 2.1 + 3.8 + 0 + 8.2 = 22.2 Menggunakan Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna Total Waktu (menit) 9.3 + 20 + 9.3 = 38.6 8.1 + 20 + 2.1 + 20 + 3.8 + 20 + 0 + 8.2 = 82.2 9.7 + 20 + 7.2 + 20 + 12.2 = 69.1 11.6 + 20 + 11.6 = 43.2 19.7 + 20 + 19.7 = 59.4 12.4 + 20 + 12.4 = 44.8 12.4 + 20 + 9.9 + 20 + 11.1 = 73.4 410.7 200 Hasil Skenario Ke Tiga - Satu Grandmax dan Satu Toyota Dyna No Rute Kendaraan 1 0-3-3-0 Grand Max Muatan (kg) 1750 2 0-7-2-164-15-6-50 Toyota Dyna 7250 3 0-1-13-0 Grand Max 2250 4 0-13-0 Toyota Dyna 2500 Total 13750 Total Jarak (km) 8.2 + 0 + 8.2 = 16.4 9.3 + 4.7 + 7.2 + 3.3 + 7.2 + 2.1 + 3.4 + 11.6 = 48.8 19.7 + 4 + 12.4 = 36.1 12.4 + 12.4 = 24.8 126.1 Total Waktu (menit) 8.2 + 20 + 8.2 + 0 = 36.4 9.3 + 20 + 4.7 + 20 + 7.2 + 20 + 3.3 + 20 + 7.2 + 20 + 2.1 + 20 + 3.4 + 20 + 11.6 = 188.8 19.7 + 20 + 4 + 20 + 12.4 = 76.1 12.4 + 20 + 12.4 = 44.8 346.1 Hasil Keseluruhan Dua Grand Max Skenario Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Jarak (km) 131.6 157.4 190.7 Waktu (menit) 291.6 337.4 410.7 Satu Grand Max dan Satu Toyota Dyna Jarak Waktu (km) (menit) 116.3 276.3 107.2 267.2 126.1 346.1 Rataan Selisih Jarak (km) 15.3 50.2 64.6 43.367 Waktu (menit) 15.3 70.2 64.6 50.033 201 Lampiran 10. Kuesioner dan Jawaban Para Pakar Terhadap Kuesioner KUESIONER PENELITIAN Bapak/ Ibu/ Saudara responden yang terhormat, Saya Dadang Surjasa adalah mahasiswa S3 pada Program Teknologi Industri Pertanian IPB, mengucapkan terima kasih, jika Bapak/Ibu/Saudara berkenan meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini sebagai salah satu bahan pelengkap untuk penelitian yang saat ini sedang saya lakukan. Kuesioner ini disebar kepada semua pelaku baik akademisi maupun praktisi yang terkait dengan usaha perberasan dari tingkat produsen (pemasok pupuk, pemasok benih, pemasok alat dan mesin pertanian) dan petani penghasil padi/ beras, pedagang beras (besar, kecil), sampai dengan tingkat konsumen. Dengan demikian tujuan dari kuesioner ini adalah : 1. Untuk mendapatkan masukan, saran maupun kritik baik berupa nilai positip (nilai lebih) dan nilai negatip (nilai kurang) dari model-model yang dihasilkan. 2. Untuk mendapatkan penilaian tingkat manfaat dari model-model yang dihasilkan dengan usaha perberasan. terkait PERTANYAAN 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ? No 1. 2. 3. MODEL MODEL PRAKIRAAN PASOKAN DAN PERSEDIAAN BERAS Nilai positip (nilai lebih) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… Nilai negatip (nilai kurang) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS Nilai positip (nilai lebih) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… Nilai negatip (nilai kurang) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS Nilai positip (nilai lebih) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… Nilai negatip (nilai kurang) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… 202 Lampiran 10. Kuesioner dan Jawaban Para Pakar Terhadap Kuesioner (Lanjutan) 4. 2. MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS Nilai positip (nilai lebih) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… Nilai negatip (nilai kurang) : a. ………………………………………………………………………… b. ………………………………………………………………………… Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1 1. 2. 3. 4. Nilai Manfaat 2 3 4 Prakiraan Pasokan dan Persediaan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras Keterangan : 1 : tidak bermanfaat 2 : kurang bermanfaat 3 : cukup bermanfaat 4 : bermanfaat 5 : sangat bermanfaat RESPONDEN KUESIONER NAMA JABATAN INSTITUSI HARI/ TANGGAL TANDA TANGAN : ………………………………………………… : ………………………………………………… : ………………………………………………… : ………………………………………………… : ………………………………………………… 5 203 Jawaban Suminta, SE. 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ? No 1. 2. 3. 4. 2. MODEL MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Membantu dalam stabilisasi stok dan harga. • Mengambil langkah preventif (operasi pasar) sebelum harga naik lebih tinggi. Nilai negatip (nilai kurang) : • Musim yang ekstrim mengakibatkan gagal panen • Pada saat harga tinggi pasokan melimpah sehingga pada satu titik tertentu persediaan beras dari daerah habis. MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Ada kepastian harga dari produsen sampai dengan konsumen. • Tidak ada spekulan yang memainkan harga. • Meminimalkan mata rantai perdagangan. • Adanya instrumen dari pemerintah mengenai perberasan. Nilai negatip (nilai kurang) : • Kurangnya informasi bagi konsumen • Harga tidak bisa diprediksi/ fluktuatif • Kontrak kerja antara pedagang pemasok dengan pedagang pengumpul tidak bisa berjalan/ rugi • Tidak adanya standar mutu MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Meningkatkan kepercayaan • Meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan • Kepastian barang yang dikirim ada yang menerima dan harga stabil/ langganan. Nilai negatip (nilai kurang) : • Pada saat kekurangan pasokan akan sulit mendapatkan beras • Harga yang didapat tidak stabil/ bukan langganan. • Pada saat pasokan melimpah, banyak yang dibawa pulang kembali ke daerah/ penawaran rendah. MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Mempercepat penyebaran kebutuhan beras ke wilayah-wilayah • Saling menguntungkan antara pedagang dengan pemilik perusahaan angkutan • Menentukan margin harga dari PIBC ke pedagang wilayah setelah ditambah ongkos transport. Nilai negatip (nilai kurang) : • Ongkos kirim tidak berdasarkan volume melainkan berdasarkan jarak. • Penataan jalan yang semrawut menjadi kendala termasuk faktor alam, banjir, hujan dan sebagainya Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1 1 2. 3. 4. Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras 2 Nilai Manfaat 3 4 5 x x x RESPONDEN KUESIONER NAMA : Suminta, SE./ Kepala Seksi Perdagangan INSTITUSI : PT. Food Station Tjipinang Jaya HARI/ TANGGAL : Jumat, 31.12. 2010 TANDA TANGAN : ……ttd……… (diterima melalui format kertas) x 204 Jawaban H. Nellys Sukidi, SE., MM 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ? No 1. 2. 3. 4. 2. MODEL MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Membantu dalam stabilisasi stok dan harga. • Mengambil langkah preventif (operasi pasar) sebelum harga naik lebih tinggi. Nilai negatip (nilai kurang) : • Masih banyak daerah produsen yang belum mempunyai stok tetap. • Belum merata budaya menyimpan gabah/ beras karena lebih banyak dihabiskan untuk konsumsi. MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk kebijakan para pengambil keputusan. • Sebagai barometer harga beras nasional. Nilai negatip (nilai kurang) : • Di lapangan masih ditemui spekulan beras. • Pada saat tertentu kenaikan harga tidak bisa dihindari MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Para pedagang besar bisa memilih siapa pemasok potensial. • Pemasok bisa dinilai dari beras yang dibawanya Nilai negatip (nilai kurang) : • Ada pemasok yang tidak rutin/ jarang masuk PIBC • Jumlah pemasok berubah setiap waktu MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Bisa mempersingkat waktu pendistribusian • Lebih banyak customer yang dikirim • Efisiensi bahan bakar dan waktu Nilai negatip (nilai kurang) : • Teknologi GPS belum familiar • Kendaraan tidak semua dalam kondisi prima/ ada yang sudah tua Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1 1 2. 3. 4. 2 Nilai Manfaat 3 4 Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras 5 x x x x Keterangan : 1: 2: 3: Tidak Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat 4: 5: Bermanfaat Sangat Bermanfaat RESPONDEN KUESIONER NAMA : H. Nellys Soekidi, SE., MM JABATAN : Direktur Utama INSTITUSI : PT. Pratama Global Agribiz HARI/ TANGGAL : Kamis, 16 Desember 2010 TANDA TANGAN (keterangan) : ………ttd………… (diterima melalui format kertas) 205 Jawaban Nurul Shantiwardhani, SE 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ? No 1. 2. 3. 4. 2. MODEL MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Bisa dijadikan pedoman oleh para pengambil keputusan apakah perlu dilakukan operasi pasar atau impor beras untuk CBP (cadangan beras pemerintah) Nilai negatip (nilai kurang) : • Walaupun tidak 100% benar, terkadang dengan diketahuinya stock di gudang, terutama jika jumlahnya sedikit, maka pedagang daerah atau siapapun bias menjadi spekulan di gudang/ tokonya. MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Sangat membantu dalam menentukan harga jual dan untuk pemerintah menentukan HPP (harga pembelian pemerintah) untuk GKG/ GKP Nilai negatip (nilai kurang) : • Masih belum bisa memprediksi harga lebih dari dua minggu ke depan. MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Bagi pembeli grosir akan lebih mudah mencari pemasok yang sesuai antara beras yang dibawa dan harga yang ditawarkan. Nilai negatip (nilai kurang) : • Masih kurangnya informasi pemasok dari daerah produsen yang bias diketahui oleh para pedagang grosir MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Dengan sendirinya bias menekan harga hingga di harga beli konsumen akhir Nilai negatip (nilai kurang) : • Masih belum ada keseragaman antara ongkos angkut dari jasa angkutan yang satu dan lainnya Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1 1 2. 3. 4. 2 Nilai Manfaat 3 4 Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras 5 x x x x Keterangan : 1: 2: 3: Tidak Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat 4: 5: Bermanfaat Sangat Bermanfaat RESPONDEN KUESIONER NAMA : Nurul Shantiwardhani, SE JABATAN : Sekretaris DPD Perpadi Provinsi DKI Jakarta INSTITUSI : Non Government Organization HARI/ TANGGAL : Jumat, 31 Januari 2011 TANDA TANGAN (keterangan) : ………ttd………… (diterima melalui format kertas) 206 Jawaban Dodiek Ary Setyono, MSc. 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ? No 1. 2. 3.. 4. 2. MODEL MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Mengetahui jumlah pasokan terhadap kebutuhan • Mengetahui inventory level yang optimal/efisien setiap minggu/periode • Bisa menentukan buffer/safety stock yang ideal sesuai lead time Nilai negatip (nilai kurang) : • Perlu menentukan waktu/periode tertentu sebagai peak demand • Menetapkan jumlah pasokan max kapasitas gudang dan inventory level MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Mengetahui pasaran harga beras (semua jenis) • Pengendalian harga dengan memperhitungan supply vs demand • Menghindari permainan harga beras terutama oleh spekulan Nilai negatip (nilai kurang) : • Belum mengetahui harga pokok beras berdasarkan pasokan(supply) • Perlu diketahui kurun waktu/periode antara panen raya dengan peak demand MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Mengetahui wilayah peyanggah beras DKI • Mengetahui kriteria pemilihan kondisi beras berikut bobot penilaiannya • Mengetahui daerah yang bias menjadi pemasok beras dengan tingkat keekonomian Nilai negatip (nilai kurang) : • Daerah penyanggah beras harus diperluas (mendapatkan tingkat kompetitif) • Tidak ada jaminan pasokan beras dari daerah penyanggah MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Mengetahui identitas pelanggan produk jarak quantity jenis kendaraan • Mengetahui waktu penanganan beras per kendaraan(ton) Nilai negatip (nilai kurang) : • Tidak teridentifikasi waktu tempuh per jarak • Perlu analisis jumlah kapasitas kendaraan setiap jarak Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1. 2. 3. 4. Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras Nilai Manfaat 1 2 3 4 5 V V V V RESPONDEN KUESIONER NAMA : Dodiek Ary Setyono, MSc. JABATAN : Karyawan (Praktisi) INSTITUSI : PT Cipta Mapan Logistik HARI/ TANGGAL : 27 Desember 2010 TANDA TANGAN (keterangan) : …………ttd………….. (diterima melalui email) 207 Jawaban Prof. Dr. Ir. Yuri M. Zagloel 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ? No 1. 2. 3. 4. 2. MODEL MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Efektif memonitor trend harga • Dapat di gunakan sebagai dasar forecasting Nilai negatip (nilai kurang) : • Trend sering kali diakibatkan oleh faktor-faktor yang tidak terprediksi • Trend sering kali di akibatkan oleh faktor yang tidak berulang MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Efektif memonitor trend harga • Dapat di gunakan sebagai dasar forecasting Nilai negatip (nilai kurang) : • Konsekuensinya jika ada variable penting yang tidak dimasukan, maka model tidak dapat mencerminkan keadaan sebenarnya MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Model dapat membantu memilih pemasok yang kompeten Nilai negatip (nilai kurang) : • Jika ada kriteria yang kurang pas atau tidak masuk maka model tidak menghasilkan output yang diharapkan MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Dapat biaya yang optimal untuk distribusi dan transportasi beras Nilai negatip (nilai kurang) : • Jika model optimalnya tidak pas, maka keluarannya tidak seperti yang diharapkan Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1 1 2. 3. 4. 2 Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras Nilai Manfaat 3 4 x x x x Keterangan : 1: 2: 3: Tidak Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat 5 4: 5: Bermanfaat Sangat Bermanfaat RESPONDEN KUESIONER NAMA : Prof. Dr. Ir. T. Yuri M. Zagloel JABATAN : Ketua Departemen Teknik Industri INSTITUSI : Universitas Indonesia HARI/ TANGGAL : Rabu 5 januari 2011 TANDA TANGAN (keterangan) : ………ttd………… (diterima melalui email) 208 Jawaban Dr. Ir. Tomy Perdana 1. 2. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai positip maupun nilai negatip dari model-model tersebut ditinjau dari bisnis perberasan ? No 1. MODEL Prakiraan Pasokan Beras Nilai Positip Memudahkan dalam pengambilan keputusan yang terstruktur 2. Prakiraan Harga Beras Memudahkan dalam pengambilan keputusan yang terstruktur Memudahkan pemantauan terhadap perilaku harga beras 3. Pemilihan Pemasok Beras 4. Distribusi dan Transportasi Beras Memudahkan dalam pengambilan keputusan yang terstruktur Memudahkan untuk pemilihan rute berdasarkan jarak Nilai Negatip Modelnya tidak mengakomodasi adanya feedback antar variabel seperti persediaan dengan harga beras Tidak membedakan jenis dan kualitas beras Tidak mengakomodasi perubahan iklim sebagai penentu pasokan dan harga Modelnya tidak mengakomodasi adanya feedback antar variabel seperti persediaan dengan harga beras Tidak membedakan jenis dan kualitas beras Tidak mengakomodasi perubahan iklim sebagai penentu pasokan dan harga Tidak mengakomodasi sumber pasokan setiap daerah memiliki spesifikasi jenis dan kualitas beras yang berbeda Belum mengakomodasi kepadatan lalulintas yang dapat menyebabkan inefisiensi transportasi Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1. 2. 3. 4. Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras Nilai Manfaat 1 2 3 X X 4 X X Keterangan : 1: 2: 3: Tidak Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat 5 4: 5: Bermanfaat Sangat Bermanfaat RESPONDEN KUESIONER NAMA : Dr. Ir. Tomy Perdana JABATAN : Lektor Kepala dan Ketua Program Studi INSTITUSI : Program Studi Agribisnis Faperta Universitas Padjadjaran HARI/ TANGGAL : Rabu/ 5 Januari 2011 TANDA TANGAN (keterangan) : ……………ttd………………. (diterima melalui email) 209 Jawaban Dr. Ir. Rika Ampuh, MT. 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai positip (nilai lebih) maupun nilai negatip (nilai kurang) dari model-model tersebut ditinjau dari usaha/ rantai pasok perberasan ? No 1. 2. 3. 4. 2. No MODEL MODEL PRAKIRAAN PASOKAN BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Time batch per minggu • Early warning signal Nilai negatip (nilai kurang) : • Variabel masukan untuk forecasting apa saja? • Level optimal stock beras belum terlihat MODEL PRAKIRAAN HARGA BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Time batch minggu • Early warning signal Nilai negatip (nilai kurang) : • Variabel forecasting tidak terlihat pada kuisioner MODEL PEMILIHAN PEMASOK BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Seluruh supplier sudah terlibat • Kriteria pemilihan lengkap Nilai negatip (nilai kurang) : • Aktor belum dilibatkan MODEL DISTRIBUSI DAN TRANSPORTASI BERAS Nilai positip (nilai lebih) : • Lokasi dan rute lengkap • Fungsi obyektif realistis Nilai negatip (nilai kurang) : • Tidak teridentifikasi waktu tempuh per jarak • Perlu analisis jumlah kapasitas kendaraan setiap jarak Bagaimana menurut Bapak/ Ibu/ Saudara, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu/ Saudara terkait dengan model yang dihasilkan MODEL 1. Prakiraan Pasokan Beras 2. Prakiraan Harga Beras 3. Pemilihan Pemasok Beras 4. Distribusi dan Transportasi Beras Keterangan : 1: Tidak Bermanfaat 2: Kurang Bermanfaat 3: Cukup Bermanfaat Nilai Manfaat 1 2 3 4 5 V V V V 4: 5: Bermanfaat Sangat Bermanfaat RESPONDEN KUESIONER NAMA : Dr. Ir. Rika Ampuh Hadiguna, MT JABATAN : Dosen INSTITUSI : Fakultas Teknik Universitas Andalas HARI/ TANGGAL : Kamis, 25 November 2010 TANDA TANGAN (keterangan) : …………….ttd…………….. (diterima melalui email) 210 Jawaban Setijadi, ST., MT 1. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai positip maupun nilai negatip dari model-model tersebut ditinjau dari bisnis perberasan ? No 1. 2. 3. 4. 2. MODEL Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras • • • • • • • • Nilai Positip ………………………… ………………………… ………………………… ………………………… ………………………… ………………………… ………………………… ………………………… Nilai Negatip • Tampilan tidak menunjukkan model, tetapi output model. • Tampilan tidak menunjukkan model, tetapi output model. • Tampilan tidak menunjukkan model, tetapi output model. • Tampilan tidak menunjukkan model, tetapi output model. Bagaimana menurut Bapak/ Ibu, nilai manfaat dari model-model yang dihasilkan terkait dengan usaha perberasan? beri tanda silang pada kotak tersedia dengan nilai yang sesuai menurut Bapak/ Ibu terkait dengan model yang dihasilkan No MODEL 1. 2. 3. 4. Prakiraan Pasokan Beras Prakiraan Harga Beras Pemilihan Pemasok Beras Distribusi dan Transportasi Beras Nilai Manfaat 1 2 3 4 X X X X Keterangan : 1: 2: 3: Tidak Bermanfaat Kurang Bermanfaat Cukup Bermanfaat 4: 5: Bermanfaat Sangat Bermanfaat RESPONDEN KUESIONER NAMA : Setijadi, ST., MT. JABATAN : Kepala Logistics & Supply Chain Center INSTITUSI : Universitas Widyatama TANDA TANGAN (keterangan) : ……….ttd…………… (diterima melalui email) 5 211 Lampiran 11.1. Proses Verifikasi Untuk Jaringan Syaraf Tiruan Pada Harga Beras Varietas Beras Muncul/ III Pola yang digunakan dalam verifikasi adalah pola no 3 harga beras Muncu/III yaitu sebagai berikut Nilai 5100.000 5100.000 5100.000 5228.571 5271.429 5200.000 Minggu ke-1 Minggu ke-2 Minggu ke-3 Minggu ke-4 Minggu ke-5 Minggu ke-6 Keterangan Input Target Harga max: 6300; Harga min: 4900 Normalisasi X_norm = 0.8 + 0.1 Maka: x1 x2 x3 x4 y1 y2 Nilai 0.214 0.214 0.214 0.288 0.312 0.271 Keterangan Input Target Arsitektur JST Untuk Beras Muncul/ III Spesifikasi sebagai berikut: Jumlah neuron input Jumlah neuron output Jumlah neuron hidden Fungsi aktivasi dari input ke hidden Fungsi aktivasi dari hidden ke output Epoch Goal Laju pembelajaran 4 2 8 Logsig Logsig 5000 0.001 0.2 Arsitektur backpropagation dengan 1 hidden layer yang terdiri dari dari 8 unit tampak pada gambar A. 212 Gambar A. Mula-mula bobot diberi nilai acak yang kecil. Misal didapat bobot seperti Tabel A (bobot dari input layer ke hidden layer = v ji ) dan Tabel B (bobot hidden layer ke output layer = w kj ) Tabel A. Bobot dari input layer ke hidden layer = v ji x1 x2 x3 x4 1 z1 0.5 1 0.6 0.5 0.7 z2 1 -0.3 0.9 -0.3 0.2 z3 0.2 0.3 1 -0.8 1 z4 -0.1 0.4 0.5 -0.3 0.5 z5 0.4 0.5 -0.3 0.6 -0.9 z6 0.9 -1 -1 1 1 Tabel B. Bobot hidden layer ke output layer = w kj z1 z2 z3 z4 z5 z6 z7 z8 1 y1 -1 0.3 1 0.2 -1 -0.5 0.2 0.7 -1 y2 0.6 0.2 0.8 -1 1 0.4 -1 0.8 0.2 z7 -0.3 0.8 0.5 0.2 -0.3 z8 0.4 0.5 0.4 1 0.4 213 Fase I : Propagasi Maju Hitung keluaran unit tersembunyi (zj) z_net j = + z_net 1 = 0.7 + 0.214(0.5) + 0.214 (1) + 0.214 (0.6) + 0.288 (0.5) = 1.293 z_net 2 = 0.2 + 0.214 (1) + 0.214 (-0.3) + 0.214 (0.9) + 0.288 (-0.3) = 0.456 z_net 3 = 1 + 0.214(0.2) + 0.214 (0.3) + 0.214 (1) + 0.288 (-0.8) = 1.091 z_net 4 = 0.5 + 0.214 (-0.1) + 0.214 (0.4) + 0.214 (0.5) + 0.288 (-0.3) = 0.585 z_net 5 = -0.9 + 0.214 (0.4) + 0.214 (0.5) + 0.214 (-0.3) + 0.288 (0.6) = -0.599 z_net 6 = 1 + 0.214 (0.9) + 0.214 (-1) + 0.214 (-1) + 0.288 (1) = 1.053 z_net 7 = -0.3 + 0.214 (-0.3) + 0.214 (0.8) + 0.214 (0.5) + 0.288 (0.2) = -0.028 z_net 8 = 0.4 + 0.214 (0.4) + 0.214 (0.5) + 0.214 (0.4) + 0.288(1) = 0.966 z j = f(z_net j ) = z 1 = f(z_net 1 ) = = 0.784 z 2 = f(z_net 2 ) = = 0.612 z 3 = f(z_net 3 ) = = 0.749 z 4 = f(z_net 4 ) = = 0.642 z 5 = f(z_net 5 ) = z 6 = f(z_net 6 ) = z 7 = f(z_net 7 ) = z 8 = f(z_net 8 ) = = 0.355 = 0.741 = 0.493 = 0.724 Hitung keluaran unit yk y_net k = w ko + y_net 1 = -1 + 1.293(-1) + 0.456(0.3) + 1.091(1) + 0.585(0.2) + (-0.599)(-1) + 1.053(-0.5) + (-0.028)(0.2) + 0.966(0.7) = -0.205 y_net 2 = 0.2 + 1.293(0.6) + 0.456(0.2) + 1.091(0.8) + 0.585(-1) + (-0.599)(1) + 1.053(0.4) + (-0.028)(-1) + 0.966(0.8) = 1.978 y1 = f(y_net 1 ) = y2 = f(y_net 2 ) = = 0.449 = 0.878 Lanjut ke tahap selanjutnya sampai keluaran sama dengan target. Fase II : Propagasi mundur Hitung faktor δ di unit keluaran yk δ k = (t k – yk )f’(y_net k ) = (t k – yk )y k (1 – y k ) δ 1 = (0.312 – 0.449) 0.449 (1 – 0.449) = -0.034 δ 2 = (0.271 – 0.878) 0.878 (1 – 0.878) = -0.065 214 Suku perubahan bobot w kj (dengan α = 0.2): Δw kj = α δ k z j Δw 10 = 0.2 (-0.034) (1) = -0.0068 Δw 11 = 0.2 (-0.034) (0.784) = -0.00533 Δw 12 = 0.2 (-0.034) (0.612) = -0.00416 Δw 13 = 0.2 (-0.034) (0.749) = -0.00509 Δw 20 Δw 21 Δw 22 Δw 23 = 0.2 (-0.065) (1) = -0.013 = 0.2 (-0.065) (0.784) = -0.0102 = 0.2 (-0.065) (0.612) = -0.00796 = 0.2 (-0.065) (0.749) = -0.00974 Δw 14 Δw 15 Δw 16 Δw 17 Δw 18 Δw 24 Δw 25 Δw 26 Δw 27 Δw 28 = 0.2 (-0.065) (0.642) = -0.00835 = 0.2 (-0.065) (0.355) = -0.00461 = 0.2 (-0.065) (0.741) = -0.0096 = 0.2 (-0.065) (0.493) = -0.00641 = 0.2 (-0.065) (0.724) = -0.009412 = 0.2 (-0.034) (0.642) = -0.00436 = 0.2 (-0.034) (0.355) = -0.00241 = 0.2 (-0.034) (0.741) = -0.00504 = 0.2 (-0.034) (0.493) = -0.00335 = 0.2 (-0.034) (0.724) = -0.00504 Hitung penjumlahan kesalahan dari unit tersembunyi (=δ) δ_net j = δ_net 1 = (-0.034) (-1) + (-0.065) (-0.6) = 0.073 δ_net 2 = (-0.034) (0.3) + (-0.065) (0.2) = -0.0232 δ_net 3 = (-0.034) (1) + (-0.065) (0.8) = -0.086 δ_net 4 = (-0.034) (0.2) + (-0.065) (-1) = 0.0582 δ_net 5 = (-0.034) (-1) + (-0.065) (1) = -0.031 δ_net 6 = (-0.034) (-0.5) + (-0.065) (0.4) = -0.009 δ_net 7 = (-0.034) (0.2) + (-0.065) (-1) = -0.0718 δ_net 8 = (-0.034) (0.7) + (-0.065) (0.8) = -0.0758 Faktor kesalahan δ di unit tersembunyi: δ j = δ_net j f‘(z_ net j ) = δ_net j z j (1-z j ) δ 1 = 0.073 (0.784) (1-0.784) = 0.0124 δ 2 = -0.0232 (0.612) (1-0.612) = -0.0067 δ 3 = -0.086 (0.749) (1-0.749) = -0.016 δ 4 = 0.0582 (0.642) (1-0.642) = 0.0134 δ 5 = -0.031 (0.355) (1-0.355) = -0.0071 δ 6 = -0.009 (0.741) (1-0.741) = -0.00173 δ 7 = -0.0718 (0.493) (1-0.493) = -0.0179 δ 8 = -0.0758 (0.724) (1-0.724) = -0.0145 215 Suku perubahan bobot ke unit tersembunyi Δv ji = α δ j x i z1 z2 z3 z4 x1 v 11 = (0.2)(0.0124 )(0.214) = 5.3 x 10-4 v 21 = (0.2)(0.0067)(0.214 ) = -2.8 x 10-4 v 31 = (0.2)(0.016)(0.214) = -6.8 x 10-4 v 41 = (0.2)(0.013 4)(0.214) = 5.7 x 10-4 x2 v 12 = (0.2)(0.0124 )(0.214) = 5.3 x 10-4 v 22 = (0.2)(0.0067)(0.214 ) = -2.8 x 10-4 v 32 = (0.2)(0.016)(0.214) = -6.8 x 10-4 v 42 = (0.2)(0.013 4)(0.214) = 5.7 x 10-4 x3 v 13 = (0.2)(0.0124 )(0.214) = 5.3 x 10-4 v 23 = (0.2)(0.0067)(0.214 ) = -2.8 x 10-4 v 33 = (0.2)(0.016)(0.214) = -6.8 x 10-4 v 43 = (0.2)(0.013 4)(0.214) = 5.7 x 10-4 x4 v 14 = (0.2)(0.0124 )( 0.288) = 7.1 x 10-4 v 24 = (0.2)(0.0067)( 0.288) = -3.8 x 10-4 v 34 = (0.2)(0.016)( 0.288) = -9.2 x 10-4 v 44 = (0.2)(0.013 4)( 0.288) = 7.7 x 10-4 1 v 10 = (0.2)(0.0124 )(1) = 2.5 x 10-3 v 20 = (0.2)(0.0067)(1) = 1.3 x 10-3 v 30 = (0.2)(0.016)(1) = 3.2 x 10-3 v 40 = (0.2)(0.013 4)( 1) = 2.68 x 10-3 z5 v 51 = (0.2)(0.0071)(0.2 14) = -3.04 x 10-4 v 52 = (0.2)(0.0071)(0.2 14) = -3.04 x 10-4 v 53 = (0.2)(0.0071)(0.2 14) = -3.04 x 10-4 v 54 = (0.2)(0.0071)( 0.288) = 4.09 x 10-4 v 50 = (0.2)(0.0071)( 1) = -1.42 x 10-4 z6 v 61 = (0.2)(0.00173)(0. 214) = -7.4 x 10-5 v 62 = (0.2)(0.00173)(0. 214) = -7.4 x 10-5 v 63 = (0.2)(0.00173)(0. 214) = -7.4 x 10-5 v 64 = (0.2)(0.00173)( 0.288) = 9.96 x 10-5 v 60 = (0.2)(0.00173)( 1) = -3.46 x 10-5 z7 v 71 = (0.2)( 0.0179)(0.2 14) = -7.6 x 10-4 v 72 = (0.2)( 0.0179)(0.2 14) = -7.6 x 10-4 v 73 = (0.2)( 0.0179)(0.2 14) = -7.6 x 10-4 v 74 = (0.2)( 0.0179)( 0.288) = 1.03 x 10-3 v 70 = (0.2)( 0.0179)( 1) = -3.58 x 10-3 z8 v 81 = (0.2)( 0.0145)(0.2 14) = -6.2 x 10-4 v 82 = (0.2)( 0.0145)(0.2 14) = -6.2 x 10-4 v 83 = (0.2)( 0.0145)(0.2 14) = -6.2 x 10-4 v 84 = (0.2)( 0.0145)( 0.288) = 8.35 x 10-4 v 80 = (0.2)( 0.0145)( 1) = -2.9 x 10- Fase III : Hitung semua perubahan bobot Perubahan bobot unit keluaran: w kj (baru) = w kj (lama) + Δw kj (k=1; j=0,1,…,3) w 11 (baru) = -1 -0.0068 = -1.0068 w 21 (baru) = 0.6-0.0102 = 0.5898 w 12 (baru) = 0.3-0.0068 = 0.2932 w 22 (baru) = 0.2-0.00796 = 0.19204 w 23 (baru) = 0.8-0.00974 = 0.79026 w 13 (baru) = 1-0.00533 = 0.99467 w 14 (baru) = 0.2-0.00416 = 0.19584 w 24 (baru) = -1-0.00835 = -1.00835 w 15 (baru) = -1-0.00241 = -1.00241 w 25 (baru) = 0.4-0.00461 = 0.39539 w 16 (baru) = -0.5-0.00504 = -0.50504 w 26 (baru) = -1-0.0096 = -1.0096 w 17 (baru) = 0.2-0.00335 = 0.19665 w 27 (baru) = 0.8-0.00641 = 0.79359 w 18 (baru) = 0.7-0.00504 = 0.69496 w 28 (baru) = 0.2-0.009412 = 0.190588 w 10 (baru) = -1-0.0068 = -1.068 w 20 (baru) = 0.2-0.013 = 0.187 3 216 Perubahan bobot unit tersembunyi: v ji (baru) = v ji (lama) + Δv ji (j=1,2,…,8; i=0,1,…,3) v ji (baru) = v ji (lama) + Δv ji z1 x1 x2 x3 x4 1 v 11 (baru) = 0.5 + 5.3 x 10-4 = 0.50053 v 12 (baru) = 1 + 5.3 x 10-4 =1.00053 v 13 (baru) = 0.6 5.3 x 10-4 = 0.60053 v 14 (baru) = 0.5 + 7.1 x 10-4 = 0.50071 v 10 (baru) = 0.7 + 2.5 x 10-3 = 0.70250 z2 v 21 (baru) = 1 - 2.8 x 10-4 = 0.99972 v 22 (baru) = 0.3 - 2.8 x 10-4 = 0.30028 v 23 (baru) = 0.9 - 2.8 x 10-4 = 0.89972 z3 z4 z5 z6 z7 z8 v 31 (baru) = 0.2 - 6.8 x 10-4 =0.19932 v 32 (baru) = 0.3 - 6.8 x 10-4 =0.29932 v 41 (baru) = -0.1 + 5.7 x 10-4 =0.09943 v 42 (baru) = 0.4 + 5.7 x 10-4 = 0.40057 v 43 (baru) = 0.5 + 5.7 x 10-4 = 0.50057 v 44 (baru) = -0.3 + 7.7 x 10-4 = 0.29923 v 40 (baru) = 0.5 + 2.68 x 10-3 = 0.50268 v 51 (baru) = 0.4 - 3.04 x 10-4 = 0.39970 v 52 (baru) = 0.5 - 3.04 x 10-4 = 0.49970 v 53 (baru) = -0.3 - 3.04 x 10-4 = 0.30030 v 54 (baru) = 0.6 - 4.09 x 10-4 = 0.59959 v 50 (baru) = -0.9 - 1.42 x 10-4 = 0.90014 v 61 (baru) = 0.9 - 7.4 x 10-5 = 0.89993 v 71 (baru) = -0.3 - 7.6 x 10-4 = 0.30076 v 72 (baru) = 0.8 - 7.6 x 10-4 = 0.79924 v 73 (baru) = 0.5 - 7.6 x 10-4 = 0.49924 v 74 (baru) = 0.2 - 1.03 x 10-3 = 0.19897 v 70 (baru) = -0.3 - 3.58 x 10-3 = 0.30358 v 81 (baru) = 0.4 - 6.2 x 10-4 = 0.39938 v 82 (baru) = 0.5 - 6.2 x 10-4 = 0.49938 v 83 (baru) = 0.4 - 6.2 x 10-4 = 0.39938 v 84 (baru) = 1 - 8.35 x 10-4 = 0.99917 v 80 (baru) = 0.4 - 2.9 x 10-3 = 0.39710 v 33 (baru) = 1 - 6.8 x 10-4 = 0.99932 v 24 (baru) = 0.3 -3.8 x 104 = -0.30038 v 34 (baru) = 0.8 -9.2 x 104 = -0.80092 v 20 (baru) = 0.2 - 1.3 x 10-3 = 0.19870 v 30 (baru) = 1 - 3.2 x 10-3 = 0.99680 v 62 (baru) = 1 - 7.4 x 10-5 =-1.00007 v 63 (baru) = 1 - 7.4 x 10-5 = -1.00007 v 64 (baru) = 1 - 9.96 x 10-5 = 0.99990 v 60 (baru) = 1 - 3.46 x 10-5 = 0.99997 Fase 1 s.d. fase 3 sama dengan 1 iterasi atau 1 epoch, iterasi dilakukan sampai keluaran jaringan sama dengan target. Iterasi selanjutnya dilakukan dengan menggunakan program Matlab. Melalui proses perhitungan manual dan telah diperlihatkan bahwa dengan menggunakan program aplikasi MatLab bahwa hasil iterasi menunjukkan terjadinya penurunan nilai error menuju error yang ditentukan atau nilai hasil perhitungan JST menuju kepada nilai target yang diharapkan. Dengan demikian maka model JST pada subsistem prakiraan harga beras tersebut dapat disebut model yang terverifikasi. 217 Lampiran 11.2. Proses Verifikasi Untuk Aturan Peringatan Dini Pada Prakiraan Harga Beras Varietas Beras Muncul/ III Input Output Harga sesungguhnya : Harga pada Minggu 50, 51, 52, 53 : Minggu 54, 55 : 5657.14 dan 5885.71 Aturan Dengan variabel-variabel sebagai berikut: Input harga untuk minggu ke 1, harga untuk minggu ke 2, harga untuk minggu ke 3, harga untuk minggu ke 4, Output harga untuk minggu ke 5, harga untuk minggu ke 6, Harga rata-rata untuk input adalah dengan 218 Harga rata-rata untuk output adalah dengan Aturannya adalah sebagai berikut : maka early warning-nya adalah "harga aman" 1. Jika 2. Jika maka early warning-nya adalah "harga harus diwaspadai" 3. Jika maka early warning-nya adalah "harga rawan" Perhitungan Input Output Karena maka early warning-nya adalah "harga harus diwaspadai" DAFTAR PUSTAKA Abubakar, M. 2007. Dalam http://www.postel.depkominfo.go.id/? mod= CLDEPTKMF_BRT01&view=1&id=BRT071212092501&mn=BRT0100|C LDEPTKMF_BRT01. Harga Beras Domestik Belum Kompetitif. 11 Desember 2007. (Diakses 29 Mei 2008). Adiratma, E. R. 2004. Stop Tanam Padi? Memikirkan Kondisi Petani Padi Indonesia dan Upaya Meningkatkan Kesejahteraannya. Penebar Swadaya. Jakarta. Alimoeso, S. 2011. Dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/bisnis/2011/02/21/ brk,20110221-314868,id.html. Impor Beras Tak Bisa Langsung Turunkan Harga. (Diakses Tanggal 15 Mei 2011). Alisadono, S., S. Hardjosoenarto, A. Mardjuki, T. Notohadiprawiro, B. Radjagukguk. 2006. Kebijakan Transmigrasi Melalui Pendekatan Sistem. Ilmu Tanah. Tim Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Allen, P.G., R. Fildes. 2001. Econometric Forecasting. Principles of Forecasting: A Handbookfor Researchers and Practitioners, J. Scott Armstrong (ed.): Norwell, MA: Kluwer Academic Publishers. Amol, G., C.W. Zobel, E.C. Jones. 2005. A Multi-agent System for Supporting The Electronic Contracting of Food Grains. Computers & Electronics in Agriculture. Vol. 48 Issue 2. Arifin, B. 2007. Ekonomi Beras : Kebijakan Harga Hanya Satu Instrumen. Agrimedia, Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember Vol.12 – No.2. Arifin, B. 2010. Impor Beras Hanya Puncak Gunung Es. Bisnis Indonesia, Senin 13 Desember 2010. Dalam http://barifin.multiply.com/journal/item/83/ Impor_Beras_ Hanya_Puncak_ Gunung_Es_Bisnis_Indonesia _Senin_13_ Desember_2010 (Diakses 22 Juli 2011) Armstrong, J.S., R. J. Brodie, S. H. McIntyre. 1987. Forecasting Methods for Marketing. International J. of Forecasting, 3 : 335-376, North Holland. Badan Pusat Statistik. 2009. Laporan Hasil Survei Pola Distribusi Perdagangan 16 Komoditi di 15 Provinsi. Balitbang Deptan. 2005 a). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan Lima Komoditas 2005-2010. 148 Balitbang Deptan. 2005b). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis : Rangkuman Kebutuhan Investasi. Basuki, A. 2005. Implementasi Simulated Annealing Untuk Menyelesaikan Traveling Salesman Problem (TSP). Politeknik Elektronika Negeri Surabaya PENS-ITS Surabaya. Betker, A.L., T. Szturm, Z. Moussavi. 2003. Application of Feedforward Backpropagation Neural Network to Center of Mass Estimation for Use in a Clinical Environment. 0-7803-7789-3/03. IEEE 2714 EMBC. Bhadeshia, H. K. D. H. 2009. Neural Networks and Information in Materials Science. Statistical Analysis and Data Mining, Vol. 1. Bjarnadóttir, A.S. 2004. Solving the Vehicle Routing Problem with Genetic Algorithms. Thesis for Degree Master of Science in Engineering. Informatics and Mathematical Modelling. Technical University of Denmark. Blanchard, B. S. 1998. Logistics Engineering and Management. Fifth Edition. Prentice Hall International Series, Inc. Blengini, G. A., M. Busto. 2009. The Life Cycle of Rice : LCA of Alternative Agri-food Chain Management Systems in Vercelli Italy. Journal of Environmental Management. Vol. 90 Issue 3, p1512-1522. Bolstorff, P. 2003. Supply Chain Excellence. New York: AMACOM. Booz, Allen, Hamilton. 2011. Earned Value Management Tutorial Module 6: Metrics, Performance Measurements and Forecasting. Dalam management.energy.gov/documents/EVMModule6.pdf (Diakses 22 Juli 2011). Boran, F. E., G. Serkan, K. Mustafa, Akay, Diyar. 2009. A Multi-criteria Intuitionistic Fuzzy Group Decision Making for Supplier Selection with TOPSISMethod. Expert Systems with Applications. Vol. 36 Issue 8, p.11363-11368. Borland. 2011. Borland Delphi 7. Dalam http://www.brothersoft.com/downloads/borland-delphi-7.html (Diakses 23 Agustus 2011). BPS Jakarta. 2011. Penduduk Menurut Kabupaten/ Kota Administrasi dan Jenis Kelamin, Seks Rasio Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010. Dalam http://jakarta.bps.go.id/abstract/index.html. (Diakses 16.06. 2011). Bullock, R. K. 2006. Theory of Effectiveness Measurement. Dissertation Presented to The Faculty Graduate School of Engineering and Management 149 Air Force Institute of Technology Air University Air Education and Training Command. Caplice C. 2007. Supply Chain Management Overview I, MIT Center for Transportation & Logistics. Chakladar N.D., S. Chakraborty. 2008. A Combined TOPSIS-AHP Method Based Approach for Non Traditional Machining Processes Selection. Proc. IMechE Vol. 222, Journal Engineering Manufacture. Chan, C.C.H., C.B. Cheng, S.W. Huang. 2006. Formulating Ordering Policies in A Supply Chain By Genetic Algorithm. International Journal of Modelling and Simulation, Vol. 26, No. 2. Chapman, C. R., D. D. Durda, R. E. Gold. 2001. The Comet/ Asteroid Impact Hazard: A Systems Approach. Dalam www.boulder.swri.edu/ clark/neowp.html (Diakses 27 Juli 2011). Christopher, M. 2005. Logistics and Supply Chain Management: Creating ValueAdding Networks. London: Prentice-Hall, Inc. Cohen, S., J. Roussel. 2005. Strategic Supply Chain Management. The Five Disciplines for Top Performance. Mc Graw-Hill. Coiffier, J., P. Chen. 2008. Severe Weather Forecasting Demonstration Project Regional Subproject in Ra I – Southeast Africa. CBS-DPFS/RA I/RSMTSWFDP. Conwell, C. L., R. Enright, M. A. Stutzman. 2000. Capability Maturity Models Support of Modeling and Simulation Verification, Validation, and Accreditation. Proceedings of the 2000 Winter Simulation Conference J. A. Joines, R. R. Barton, K. Kang, and P. A. Fishwick, eds. Croxton, K. L., S. J. G. Dastugue, D. M. Lambert. 2001. The Supply Chain Management Processes. The International Journal of Logistics Management, Volume 12, Number 2. CSCMP. 2011. CSCMP’s Definition of Logistics Management. Dalam http://cscmp.org/aboutcscmp/definitions.asp (Diakses 22 Juli 2011). Daihani, D. U. 2001. Komputerisasi Pengambilan Keputusan. Jakarta: Gramedia. Damrongwongsiri, M. 2003. Modeling Strategic Resource Allocation in Probabilistic Global Supply Chain System with Genetic Algorithm. PhD Thesis. Florida Atlantic University. Dell'Orco, M., M. Ottomanelli, P. Pace, G. Pascoschi. 2011. Intelligent Decision Support Tools for Optimal Planning of Rail Track Maintenance Dalam http://poliba.academia.edu/ MauroDellOrco/Papers/553327/Intelligent_ Decision_Support_Tools_for_Optimal_Planning_of_Rail_Track_Maintenan ce (Diakses 22 Juli 2011). 150 Departemen Perdagangan RI. 2006. Laporan Akhir : Kajian Sistem Distribusi yang Efisien Dan Efektif Secara Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan RI. Jakarta. Departemen Pertanian. 2005. Data Base Pemasaran Internasional Beras. Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan – Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian. 2011a). Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi di Indonesia 2007 – 2011. Dalam http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/ARAM-I-2011/padinasional.htm (Diakses 28 Juni 2011). Departemen Pertanian. 2011b). Produksi Padi Menurut Provinsi di Indonesia 2007 – 2011. Dalam http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/tan/ARAM-I2011/prod-padi.htm (Diakses 28 Juni 2011) Derby, N. 2009. Time Series Forecasting Methods. Statis Pro Data Analytics Seattle, WA, USA Calgary SAS Users Group. Dharmapriya, U.S.S., S.B. Siyambalapitiya, A.K. Kulatunga. 2010. Simulated Annealing and Tabu Search Based Hybrid Algorithm for Multi Depot Vehicle Routing Problem with Time Windows and Split Delivery. Proceedings of the International Conference on Industrial Engineering and Operations Management. Dhaka, Bangladesh. Diaz, B. D. 2011. What is VRP. Dalam http://neo.lcc.uma.es/radi-aeb/WebVRP/ (Diakses 22 Juli 2011). Diaz, B. D. 2011. Vehicle Routing Problem's Formulation. Dalam http://neo.lcc. uma.es/radi-aeb/WebVRP/ (Diakses 22 Juli 2011). Diaz, B. D. 2011. Solutions Technique for VRP. Dalam http://neo.lcc.uma.es/radiaeb/WebVRP (Diakses 22 Juli 2011). Ditjen PPHP. 2008. Laporan Survei Susut Panen dan Pasca Panen Gabah/Beras. Dalam http://agribisnis.deptan.go.id/disp_informasi/1/2/0/73/laporan_survei _susut_panen_dan.html (Diakses 25 Mei 2011). Dong, X., G. Wen. 2006. An Improved Neural Networks Prediction Model and Its Application in Supply Chain. Nature and Science, 4(3). Druzdzel, M. J., R. Flynn. 2002. Decision Support Systems. Encyclopedia of Library and Information Science. Second Edition, Allen Kent (ed.). New York : Marcel Dekker, Inc. Dudwick, N., K. Kuehnast, V. N. Jones, M. Woolcock. 2006. Analyzing Social Capital in Context : A Guide to Using Qualitative Methods and Data . The International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank 1818 H Street, N.W. Washington, D.C. 20433, U.S.A. 151 Duque, W. A. O. 2008. On The Development of Decision-Making Systems Based on Fuzzy Models to Assess Water Quality in Rivers. PhD Thesis PhD Programme : Graduate Studies in Chemical and Process Engineering Department of Chemical Engineering, Universitat Rovira Virgili Tarragona. Elmahi, I, C. Thirion, A. Hamzaoui, J.I. Sculfort. 2002. A Method for Modelling and Evaluating Supply Chain Performance Using Fuzzy Sets. Proceeding 14th European Simulation Symposium. A. Verbraek, W. Krug, eds. © SCS Europe BVBA. Enchanted. 2011. Brain Cells. Dalam http://www.enchantedlearning.com/ subjects/ anatomy/ brain/neuron.shtml. (Diakses 22 Juli 2011) Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. Jilid Satu. IPB Press. Faucett, L. 1994. Fundamentals of Neural Networks. Architecture, Algorithms and Applications. Prentice Hall. Foster, D., C. McGregor, S. El-Masri. 2011. A Survey of Agent-Based Intelligent Decision Support System to Support Clinical Management and Research. Dalam http:// www. diee. unica. it/ biomed05/ pdf/ W22-102. pdf (Diakses 22 Juli 2011). Fukuyama, F. 2001. Social Capital, Civil Society and Development. Third World Quarterly, Vol 22, No 1, pp 7– 20. Garda. 2011. The Art and Science Cash Logistics Technology. Listening, Learning And Delivering the Right Solutions. Dalam http://www.gardacashlogistics.com/media /newsletter/Smart_Info_Letter__2009-10-01.pdf (Diakses 22 Juli 2011) Glenardi, G. 2004 Pembiayaan Bisnis Perberasan di Indonesia. Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor. Goel. V., S. Bhaskaran. 2007. Marketing Practices and Distribution System of Rice in Punjab, India. Journal of International Food & Agribusiness Marketing, Vol. 19 (1). Gulsen, A.K.,I. Sevinc, O. Coskun. 2010. The Fuzzy ART Algorithm: A Categorization Method for Supplier Evaluation and Selection. Expert Systems with Applications. Vol. 37 Issue 2, p1235-1240, 6p. Gumbira-Sa'id, E. dan G. C. Dewi. 2004. Infrastruktur Bisnis Sentra Agribisnis Perberasan : Suatu Gagasan Berbasis Patok Duga. Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. FTechnopark Fateta-IPB, Bogor. 152 Gumbira-Sa'id, E., T. Bantacut, R. Hasbullah. 2007. Manajemen Rantai Pasok Beras dan Fitur Terminal Agribisnis Biji-Bijian. Agrimedia, Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember Vol.12 – No.2. Gunasekaran, A. C. Patel, R. E. McGaughey. 2004. A framework for Supply Chain Performance Measurement. International Journal Production Economics 87 (2004) 333–347 Gilliland, M. 2003. Fundamental Issues in Business Forecasting. Journal of Business Forecasting. Hadi, P.U, B. Wiryono. 2005. Dampak Kebijakan Proteksi Terhadap Ekonomi Beras di Indonesia. Jurnal Agroekonomi Vol. 23 No 2. Hadi, S., Budiarti, T. 2004. Industri Benih Padi Indonesia Saat Ini dan Masa Depan. Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor. Hafirudin, I., D. Surjasa, S. Adisuwiryo. 2006. Peningkatan Efisiensi dan Efektifitas Sistem Transportasi PT. EA Menggunakan Vehicle Routing Problem Dengan Metode Simulated Annealing. Jurnal Teknik Industri – Usakti. Juni, Volume 2 Nomor 2. Halim, S., A. M. Wibisono. 2000. Penerapan Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Peramalan. Jurnal Teknik Industri Vol. 2, no. 2. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Kristen Petra. Hanaa, S.E., H. A. Gabbar, S. Miyazaki. 2009. A Hybrid Statistical GeneticBased Demand Forecasting Expert System. Expert Systems With Applications. Vol. 36 Issue 9. Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman Jilid 2 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Hasan, F. 2008. Dalam http://www.indef.or.id/news.asp?NewsID=29. Tekan Biaya Produksi Periksa Data Stok Riil Beras Yang Ada di Lapangan. Kompas, Kamis 17 April 2008. (Diakses 16 Mei 2008). Hasbullah, R. 2007. Gerakan Nasional Penurunan Susut Pascapanen. Agrimedia, Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember Vol.12 – No.2. Haykin, S.1994. Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Jaringan_saraf_tiruan. Neural Networks: A Comprehensive Foundation 2nd. New York : Macmillian Publishing Company. (Diakses 23 Oktober 2007). Heerink, N., F. Qu, M. Kuiper, X. Shi, S. Tan. 2007. Policy Reforms, Rice Production and Sustainable Land Use in China : A Macro–micro Analysis. Agricultural Systems 94. 784–800. 153 Hsu, B. M., Chiang, C.Y., Shu, M.H. 2010. Supplier Selection Using Fuzzy Quality Data and Their Applications to Touch Screen. Expert Systems with Applications. Vol. 37 Issue 9, p 6192-6200. Iklar, G.I., E. Alptekin, G. Buyukozkan. 2007. Application of a Hybrid Intelligent Decision Support Model in Logistics Outsourcing. Computers & Operations Research. New York: Dec 2007. Vol. 34, Iss. 12. Irawan. 2005. Analisis Ketersediaan Beras Nasional : Suatu Kajian Simulasi Pendekatan Sistem Dinamis. Prosiding Multifungsi Pertanian. Jadidi, O., T. S. Hong, F. Firouzi, R. M. Yusuff. 2008. An Optimal Grey Based Approach Based on TOPSIS Concepts for Supplier Selection Problem. International Journal of Management Science and Engineering Management Vol. 4, No. 2, pp. 104-117. Jahanshahloo, G.R., F.H. Lot fi, M. Izadikhah. 2006. Extension of the TOPSIS Method for Decision-making Problems with Fuzzy Data. Applied Mathematics and Computation 181. p. 1544–1551 Jain, L. C., N.M. Martin. 1998. Fusion of Neural Networks, Fuzzy Systems and Genetic Algorithms: Industrial Applications. CRC Press. Johnson, J. C. 1996. Contemporary Logistics. 6th edition. Prentice Hall. Johnston, S. F., J. P. Gostelow, W. J. King. 2000. Engineering and Society. Prentice Hall, Inc. Jones, E.R. 2005. Forecasting The Easy Way. Visual Numerics, Inc. Corporate Headquarters 12657 Alcosta Blvd., Suite 450. San Ramon, CA 94583. Juang, Y. S., S. S. Lin, H. P. Kao. 2007. Design and Implementation of a Fuzzy Inference System for Supporting Customer Requirements. Expert Systems with Applications 32, 868–878. Kahforoushan, E. , M. Zarif, E. B. Mashahir. 2010. Prediction of Added Value of Agricultural Subsectionsusing Artificial Neural Networks: Box-Jenkins and Holt-Winters Methods. Journal of Development and Agricultural Economics Vol. 2(4), pp. 115-121. Kannan, G.,S. Pokharel, P. S. Kumar. 2009. A Hybrid Approach Using ISM and Fuzzy TOPSIS for the Selection of Reverse Logistics Provider. Resources, Conservation and Recycling 54, 28–36. Karimi, M. S., Z. Yusop, S. H. Law. 2009. Location Decision for Foreign Direct Investment in ASEAN Countries (A TOPSIS Approach) at http://mpra.ub.uni-muenchen.de/15000/ MPRA Paper No. 15000. (Diakses 3 May 2009). 154 Karoo, R. 2011. Military Logistics: A Brief History. Dalam http://www.rickard.karoo.net/articles/concepts_logistics.html. (Diakses 22 Juli 2011). Kelvin, A. 2011. Performance Measurement. Dalam http://www. businessballs.com/dtiresources/performance_measurement_management.pdf (Diakses 4 Juni 2011). Khudori. 2008. Dalam http://www.republika.co.id/koran_detail.asp? id=333435&kat_id =16&kat_id1=&kat_id2=. HPP dan Kesejahteraan Petani, Sabtu, 10 Mei 2008. (Diakses 29 Mei 2008). Kleinau, P., U. W. Thonemann. 2004. Deriving Inventory Control Policies With Genetic Programming. OR Spectrum (2004) 26 : 521 – 546 Springer-Verlag. Knorringa, P., I. V. Staveren. 2006. Social Capital for Industrial Development : Operationalizing The Concept. United Nations Industrial Development Organization. Institute of Social Studies, the Netherlands. Krishnamurti, B. 2008. Dalam http://www.indef.or.id/news.asp?NewsID=32. Ketahanan PanganTinggalkan Pendekatan Komoditas, Kamis, 24 April 2008. (Diakses 16 Mei 2008). Krose, B., P.V. Der Smagt. 1996. An Introduction to Neural Networks. 8th Edition. University of Amsterdam. Kumar PC., E. Walia. 2006. Cash Forecasting: An Application of Artificial Neural Networks in Finance. International Journal of Computer Science & Applications. Vol. III, No. I, pp. 61 – 77. Kusumadewi, S. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Graha Ilmu. La Londe, B. 1994. Evolution of the Integrated Logistics Concept. Dalam Robeson, J. F. The Logistics Handbook. The Free Press. Lapide, L. 2011. What About Measuring Supply Chain Performance? Dalam http://ftp.gunadarma.ac.id/idkf/idkf-wireless/aplikasi/e-commerce/lapide.pdf (Diakses 25 Agustus 2011) Latif, M.A., M.Y. Ali, M.R. Islam, M.A. Badshah, M.S. Hasan. 2009. Evaluation of Management Principles and Performance of The System of Rice Intensification (SRI) in Bangladesh. Field Crops Research 114. 255–262. Lau, H.C.W., W. K. Pang, C. W.Y. Wong. 2002. Methodology for Monitoring Supply Chain Performance : a Fuzzy Logic Approach. Logistics Information Management, Vol. 15 Iss: 4, pp.271 - 280 Leun, Y. , Y. Lee. 2000. Intelligent Decision Support System for Environmental Management – System and Applications in the South China Region. The 155 12th Annual Colloquium of the Spatial Information Research Centre University of Otago, Dunedin, New Zealand. Levi, D. S., P. Kaminsky, E. S. Levi. 2003. Designing and Managing the Supply Chain: Concepts, Strategies, and Case Studies. Singapore: Irwin McGrawHill. Lim, M.H., Y.L. Xu. 2005. Applicaton Of Evolutionary Algorithm in Supply Chain Management. International Journal of Computers, Systems and Signals, Vol. 6, No. 1. Lin, S.W., V. F. Yu, S.Y. Chou. 2009. Solving the Truck and Trailer Routing Problem Based On a Simulated Annealing Heuristic. Computers & Operations Research 36 : 1683 – 1692. Liu, K.F.R., S.C. Huang, H.H. Liang. 2007. A Qualitative Decision Support for Environmental Impact Assessment Using Fuzzy Logic . International Society for Environmental Information Sciences. Environmental Informatics Archives , Volume 5, 469-479. Lotfi, F. H., T. Allahviranloo, M. A. Jondabeh, N. A. Kiani. 2007. A New Method for Complex Decision Making Based on TOPSIS for Complex Decision Making Problems with Fuzzy Data. Applied Mathematical Sciences, Vol. 1, no. 60, 2981 – 2987. Macal, C.M. 2005. Model Verification and Validation, Workshop on Threat Anticipation : Social Science Methods and Models. Center for Complex Adaptive Agent Systems Simulation (CAS2) Decision & Information Sciences Division. The University of Chicago and Argonne. National Laboratory. April 7-9. Mahmoodzadeh, S, J. Shahrabi, M. Pariazar, M. S. Zaeri. 2007. Project Selection by Using Fuzzy AHP and TOPSIS Technique. World Academy of Science, Engineering and Technology 30. Makridakis, S., S.C. Wheelwright, R.J. Hyndman. 1998. Forecasting, Methods and Applications. 3rd Edition, John Wiley and Sons, Inc. Malian, A.H., S. Mardianto, M. Ariani. 2204. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi, Konsumsi dan Harga Beras Serta Inflasi Bahan Makanan. Jurnal Agro Ekonomi. Volume 22 No.2. Mardianto, S., M. Ariani. 2004. Kebijakan Proteksi dan Promosi Komoditas Beras di Asia dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 2 No. 4. Marimin. 2005. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Grasindo. Jakarta 156 Marks, D. 2010. Unity or Diversity? On The Integration and ficiency Ef of Rice Markets in Indonesia 1920–2006. Explorations in Economic History 47. 310–324. Martin, S.L. 2010. Analysis of Prospective Airline Mergers Using a Simulated Annealing Model.Journal of Air Transport Management . doi:10.1016. Mateou, N.H., A.S. Andreou. 2008. A Framework for Developing Intelligent Decision Support Systems Using Evolutionary Fuzzy Cognitive Maps. Journal of Intelligent & Fuzzy Systems 19, p. 151–170. Mathworks. 2011. Fuzzy Inference System. Dalam http://www.mathworks.com/ help/toolbox/ fuzzy/fp351dup8.html (Diakses 22 Juli 2011). McGourty, J., C. Sebastian, W. Swart. 2011. Performance Measurement and Continuous Improvement of Undergraduate Engineering Education Systems. Dalam www.gatewaycoalition. org/files/FIE1183_v95.doc (Diakses 22 Juli 2011). McGrath, R. Jr., W. L. Sparks. 2005. The Importance Of Building Social Capital. Quality Progress. February. Michalewicz, Z., M. Schmidt, M. Michalewicz, C. Chiriac. 2005. Case Study: An Intelligent Decision-Support System. Vol. 20, No. 4 July/August. 15411672/05. IEEE Intelligent Systems. IEEE Computer Society. Microsoft. 2011. Visual Basic 6. Dalam http://www.brothersoft.com/downloads/borland-delphi-7.html (Diakses 25 Agustus 2011) Mouli, K., J. Srinivas, K.V. Subbaiah. 2006. Optimisation and Output Forecasting Using Taguchi-Neural Network Approach. IE(I) Journal−PR. Vol 86. Moengin, P., Wiryanto. 2009. Laporan Pengembangan Pengukuran Ketahanan Nasional. Tim Pengembangan Laboratorium Pengukuran Ketahanan Nasional Tahap IV. Lemhannas RI. Moore, A. W. 2011. Iterative Improvement Search Hill Climbing, Simulated Annealing, WALKSAT and Genetic Algorithms. School of Computer Science Carnegie Mellon University. Dalam http://www.autonlab.org/ tutorials/hillclimb.html (Diakses 27 Juli 2011). Moustier, P., P.T.G. Tam, D.T. Anh, V.T. Binh, N.T.T. Loc. 2010. The Role of Farmer Organizations in Supplying Supermarkets with Quality Food in Vietnam. Food Policy. Vol. 35 Issue 1, p. 69-78. Munakata, T. 2008. Fundamentals of the New Artificial Intelligence : Neural, Evolutionary, Fuzzy and More. Second Edition. Springer-Verlag, London. 157 Nainggolan, K. 2007. Perberasan Sebagai Bagian Dari Ketahanan Pangan Nasional. Agrimedia, Majalah Agribisnis, Manajemen dan Teknologi. Desember Vol.12 – No.2. Nazeran, H., A. Almas, K. Behbehani, J. Burk, E. Lucas. 2001. A Fuzzy Inference System for Detection of Obstructive Sleep Apnea. Proceeding 23rd Annual Conference IEEE/ EMBS, October 25 – 28, Istambul, Turkey. Negnevitsky, M. 2002. Application of An Expert System for Assessment of The Short Time. Pearson Education. Neuro AI. 2011. Supervised Learning. Dalam http://www. learnartificialneuralnetworks. com/#Intro (Diakses 25 Juli 2011). NFES. 2006. National Forum on Education Statistics - Forum Guide to Decision Support Systems: A Resource for Educators (NFES 2006–807). U.S. Department of Education. Washington, DC: National Center for Education Statistics. Nirupam, J., S. Rajagopalan, Karimi. 2002. Agent-based Supply Chain Management. Computers & Chemical Engineering. Vol. 26 Issue 12. Nurmalina, R. 2008. Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Ketersediaan Beras di Beberapa Wilayah Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi, Volume 26 No. 1. Nofrisel. 2009. Keterkaitan Strategik Antara Pendekatan Network-Based Management Terhadap Kualitas Pelayanan dan Kinerja (Sebuah Studi Membangun Daya Saing Sektor Logistik di Indonesia). Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Indonesia. Oktavina, D., A.A. Mattjik, B. Waryanto. 2002. Modifikasi Model Peramalan Produksi Padi Nasional. Forum Statistika dan Komputasi. Vol 7 No. 2. Olugu, E. U., K. Y. Wong. 2009. Supply Chain Performance Evaluation : Trends and Challenges. American Journal of Engineering and Applied Sciences 2 (1) : 202-211. ISSN 1941-7020. Osman, I. H. 1993. Metastrategy Simulated Annealing and Tabu Search Algorithm for Vehicle Routing Problem. Annals of Operation Research 41 : 421 – 451. Patiwiri, A. W. 2004. Kondisi dan Permasalahan Pengolahan Padi di Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor. Patiwiri, A. W. 2006. Kemitraan Dalam Upaya Peningkatan Kuantitas dan Kualitas Produksi Padi. Prosiding Lokakarya Nasional. Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas. Fateta-IPB, Bogor. 158 Patuelli, R., A. Reggiani, P. Nijkamp, U. Blien. 2006. New Neural Network Methods for Forecasting Regional Employment. The Tinbergen Institute, The Institute for Economic Research of The Erasmus Universiteit Rotterdam, Universiteit van Amsterdam, and Vrije Universiteit Amsterdam. Perdana, T.,T. W. Avianto. 2008. Analisis Kebijakan Pengembangan Sistem Rantai Pasokan Industri Perberasan dengan Pendekatan System Dynamics. Proceedings of Joint Seminar Japan – Indonesia, Seminar on Technology Transfer (JITT) & National Seminar on Industrial System Planning 2008 (SNPSI 2008). 301-313. Institut Teknologi Bandung. Piramuthu, S. 2005. Machine Learning for Dynamic Multi-product Supply Chain Formation. Expert Systems with Applications. Vol. 29 Issue 4. Pongpaibool, P., P. Tangamchit, K. Noodwong. 2007. Evaluation of Road Traffic Congestion Using Fuzzy Techniques. International Technical Conference. TENCON 2007 – IEEE Region 10 Conference. Prakash, K. 2010. A Systems Approach for Dealing with Resistance to Change: With Reference to Library and Information Professionals Working in Academic and Research Sector Libraries in India. Journal of Emerging Trends in Computing and Information Sciences . Vol. 1, No. 2, October. ISSN 2218-6301. Rahman , S. A. 2010. Application of Artificial Neural Network in Fault Detection Study of Batch Esterification Process. International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Vol: 10 No: 03 Rangkuti. P.A. 2009. Strategi Komunikasi Membangun Kemandirian Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 28(2). Razmi, J., M. Songhori, M. Khakbaz. 2009. An Integrated Fuzzy Group Decision Making/Fuzzy Linear Programming (FGDMLP) Framework for Supplier Evaluation and Order Allocation. International Journal of Advanced Manufacturing Technology. Vol. 43 Issue 5/6, p 590-607. Regensburg. 2011. Figure of Backpropagation Neural Network. Dalam http://fbim.fh-regensburg.de/~saj39122/jfroehl/diplom/fig/bpn.gif (Diakses 25 Juli 2011). Romaniello, V., P. Renna, V. Cinque. 2011. A Continuous Improvement and Monitoring Performance System: Monitor - Analysis - Action – Review (MAAR) Charts. IBIMA Publishing IBIMA Business Review . Article ID 917557, 15 pages DOI: 10.5171/2011.917557. Rounds , S. A. 2002. Development of A Neural Network Model for Dissolved Oxygen in The Tualatin River, Oregon. Proceedings of the Second Federal Interagency Hydrologic Modeling Conference, Las Vegas, Nevada, July 29 159 – August 1 : Subcommittee on Hydrology of the Interagency Advisory Committee on Water Information. Rurkhamet, B. 1998. Comparative Study of Artificial Neural Network and Regression Analysis for Forecasting New Issued Banknotes. Thammasat International Journal Science Technology, Vol.3, No.2. Rusastra, I.W., B. Rachman, Sumedi, T. Sudaryanto. 2004. Struktur Pasar dan Pemasaran Gabah Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Dalam http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/pros-09_2004.pdf (Diakses 28.10.10). Rutner, S. M. 2007. Principles of Transportation - LOGT 3231 – Business Logistics Additional Chapter. Saaty, T. L. 2008. Decision Making With The Analytic Hierarchy Process. International Journal Services Sciences, Vol. 1, No. 1. Sachdeva, A., D. Kumar , P. Kumar . 2009. Multi-factor Failure Mode Critically Analysis Using TOPSIS . Journal of Industrial Engineering International, January, Vol. 5, No. 8, 1-9 . Salim, N., N.A. Husin. 2008. A Comparative for Back Propagation Neural Network and Nonlinear Regression Models for Predicting Dengue Outbreak. Jurnal Teknologi Maklumat, 20 (4). pp. 97-112. ISSN 0128-3790 Sarangi, A, M. Singh, A.K. Bhattacharya, A.K. Singh. 2006. Subsurface Drainage Performance Study Using SALTMOD and ANN Models. Agricultural Water Management 84, 240–248. Sawit, M.H. 2005. Melindungi Industri Padi/ Beras : Menerapkan Tarif Kuota dan Memerankan State Trading Enterprise (STE) . Analisis Kebijakan Pertanian Vol. 3 No. 4. Sawit, M.H. 2009. Praktek Subsidi Ekspor Beras di Negara Lain : Mungkinkah Diterapkan Di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol 7 No. 3. Sawit, M.H. 2010. Reformasi Kebijakan Harga Produsen dan Dampaknya Terhadap Daya Saing Beras. Artikel JER - No. 108/7 - 2010-07-10. Dalam http://www.ekonomirakyat. org/_artikel. php?id=7 (Diakses 22 Juli 2011) Scheffert, D. R., J. Horntvedt, S. Chazdon. 2009. Social Capital and Our Community. University of Minnesota, Extension Center for Community Vitality. Segura, D.A.G., L.D. Anghel. 2011. An Exploratory Study of The Effect of Social Capital On Supply Chain Relationships: The Case of Romania. Marketing and Management. Dalam www. managementmarketing.ro /pdf /articole /89. pdf (Diakses 27 Juli 2011). 160 Seminar, K. B., Marimin dan N. Andarwulan. 2010. Sistem Deteksi Dini untuk Manajemen Krisis Pangan dengan Simulasi Model Dinamik dan Komputasi Cerdas. Manajemen Krisis. ISBN: 978-979-493-246-5. IPB Press. Bogor. Shannon, J. T. 2011. The Systems Approach. Lord Fairfax Community College, Warrenton VA Campus. Silvia, E. 2007. Disain Jaringan Syaraf Tiruan Untuk Prediksi Kualitas Gula Kristal Putih di Indonesia. Tesis Magister Sains, Program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Sivarao, P. Brevern, N.S.M. El-Tayeb, V.C.Vengkatesh. 2009. Mamdani Fuzzy Inference System Modeling to Predict Surface Roughness in Laser Machining. International Journal of Intelligent Information Technology Application, 2(1):12-18. Smith, S. W. 1999. Dalam http://www.dspguide.com/ch26/2.htm. The Scientist and Engineer's Guide to Digital Signal Processing. Second Edition. California Technical PublishingSan Diego, California. (Diakses 15 Desember 2008). Sonar, R. M. 2009. Business Intelligence for N=1 Analytics using Hybrid Intelligent System Approach. International Journal of Business, Economics, Finance and Management Sciences 1:2. Stock, J. R., D. M. Lambert. 2001. Strategic Logistics Management. 4th edition. The Mc Graw-Hill Book Co, Singapore. Suhardi, B., Sutrisno. 2009. Dalam http://litbang.patikab.go.id/index.php? option=com_content&view=article&id=64:dilematis-kebijakan-harga-berasdi-tingkat-petani&catid=71:dilematis-kebijakan-harga-beras-di-tingkatpetani&Itemid=109. Dilematis Kebijakan Harga Beras di tingkat Petani. (Diakses 27 November 2009). Sukardi. 2009. Masalah Kebaruan Dalam Penelitian Teknologi Industri Pertanian. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. Asosiasi Agroindustri Indonesia – Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB. Sukidi, N. 2010. Peluang dan Tantangan Perdagangan Komoditas Pangan di Pasar Induk Cipinang. Workshop Pengembangan Distribusi Pangan Melalui Penguatan Kapasitas Kelembagaan Pangan Badan Ketahahan Pangan Provinsi Jawa Timur Surabaya. Sumarno. 2006. Pentingnya Setiap Propinsi Ber-swasembada Beras. Sinar Tani : Edisi 1-7 Maret. No. 3139. Suparmin. 2005. Analisis Ekonomi Perberasan Nasional : Peran BULOG Dalam Stabilisasi Harga Beras di Pasar Domestik. Disertasi Doktor Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 161 Suswono. 2010. RI Usulkan Beras APTERR untuk Atasi Masalah Harga. Dalam http://bataviase.co.id/node/666141. Diakses 2 Juni 2011. Tay, K. M., C.P. Lim . Enhancing the Failure Mode and Effect Analysis Methodology with Fuzzy Inference Techniques. 2010. Journal of Intelligent & Fuzzy Systems 21, 135–146. Tkacz, G., S. Hu. 1999. Forecasting GDP Growth Using Artificial Neural Networks. Department of Monetary and Financial Analysis Bank of Canada Ottawa, Ontario, Canada K1A 0G9. Toth, P. D. Vigo. 2001. The Vehicle Routing Problem. Society for Industrial and Applied Mathematics. Philadelphia. Tran, C., A. Abraham, L. Jain. 2004. Decision Support Systems Using Hybrid Neurocomputing. Neurocomputing 61.85 – 97. Traudes, M.K., S. Scheider, S. Rüping, H. Meßner. 2008. Spatial Data Mining for Retail Sales Forecasting. 11th AGILE International Conference on Geographic Information Science. University of Girona, Spain. Turban, E., J.E. Aronson dan T.P. Liang. 2005. Decision Support and Intelligent Systems, Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall. USDA. 2008. Dalam http://www.ers.usda.gov/Briefing/Rice/ 2008baseline. htm. Grain: World Markets and Trade. Foreign Agricultural Service Circular Series FG 07-08 July. (Diakses 13 Agustus 2008). Wang, C. E. 2006. Supply Chain Inventory Strategies Using Fuzzy Neural Network. JCIS Proceedings, Advances in Intelligent Systems Research Welirang, F. 2008. Dalam http://www.indef.or.id/news.asp?NewsID=32. Ketahanan Pangan Tinggalkan Pendekatan Komoditas, Kamis, 24 April 2008. (Diakses 16 Mei 2008). Wellstead, P. E. 2000. Introduction to Physical System Modelling. Control Systems Principles Laser Words, Chennai India. Widyadana, I. G. A., A. Pamungkas. 2002. Perbandingan Kinerja Algoritma Genetika dan Simulated Annealing Untuk Masalah Multiple Objective Pada Penjadwalan Flowshop. Jurnal T. Industri Vol. 4, no. 1, Juni : 26 – 35. Winarno, F. G. 2004. GMP Dalam Industri Penggilingan Padi. Prosiding Lokakarya Nasional Upaya Peningkatan Nilai Tambah Pengolahan Padi. Jakarta, 20 – 21 Juli. F-Technopark Fateta-IPB, Bogor. Wirdianto, E., Jonrinaldi, B. Surya. 2007. Penerapan Algoritma Simulated Annealing Pada Penjadwalan Distribusi Produk. Optimasi Sistem Industri, Vol. 7 No. 1, Oktober 10 : 7 – 20. 162 Woolcock, M., D. Narayan. 2000. Social Capital : Implications for Development Theory, Research, and Policy. The World Bank Research Observer, Vol. 15(2). Wu, M. 2007. Topsis-AHP Simulation Model and Its Application to Supply Chain Management. World Journal of Modelling and Simulation. Vol 3 No 3 pp 196 – 201. Yam, R.C.M. 2001. Intelligent Predictive Decision Support System for ConditionBased Maintenance. International Jounal Advanced Manufacturing Technology 17:383–391. Springer-Verlag London Limited. Yang, J., M. Xu, Z. Gao. 2009. Sensitivity Analysis of Simulated Annealing for Continuous Network Design Problems . Journal of Transportation Systems Engineering and Information Technology Volume 9, Issue 3, June. Yeun, L. C., W. R. Ismail, K. Omar, M. Zirour. 2008. Vehicle Routing Problem : Models and Solutions. Journal of Quality Measurement and Analysis, JQMA 4(1) : 205-218 Yong, D. 2006. Plant Location Selection Based on Fuzzy TOPSIS. International Journal Advance Manufacturing Technology. Vol 28: 839–844. Zhang, Z., J. Lei, N. Cao, K. To, N. Kenpo. 2008. Dalam http://www.pbsrg.com/overview/downloads/Zhiming%20Zhang_Evolution %20of%20Supplier%20Selection%20Criteria%20and%20Methods.pdf. (Diakses 6 November 2008). Xi, Zi., J. Liu, X. Zhang. 2005. Railway Empty Wagon Distribution in China. Proceedings of the Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 5, pp. 272 – 284.