Pembangunan Infrastruktur Butuh Dukungan Pendanaan Perbankan Pembangunan infrastruktur Pekerjaan Umum (PU) dan Permukiman sepanjang 2010-2014 membutuhkan biaya sebesar Rp 689 triliun atau setara dengan 1,8 – 2,2 persen dari PDB, dari seluruh kebutuhan biaya tersebut, pemerintah hanya mampu menyediakan anggaran sebesar Rp 332 triliun atau 48 persen dari kebutuhan. “Dengan demikian dari sisi pembiayaan akan terjadi gap yang cukup besar, sehingga untuk menutup kebutuhan pedanaan tersebut diharapkan dapat dibiayai dari APBD, BUMN, dan dunia usaha dan kita yang juga mengharapkan pendanaan berasal dari perbankan,― tutur Wakil Menteri PU Hermanto Dardak dalam Indonesia Infrastruvture Outlook 2013. Secara nasional dalam APBN tahun 2013, komitmen membenahi kualitas infrastruktur direfleksikan melalui alokasi belanja modal yang mencapai Rp 203,7 triliun atau 12,28 persen dari anggaran belanja negara sebesar Rp 1.657,9 triliun. Angka ini meningkat 14,9% dari alokasi belanja modal dalam APBN-P tahun 2012. Hermanto menjelaskan dengan kebutuhan dana dari pihak swasta dan BUMN yang demikian besar dalam pembangunan infrastruktur, sudah tidak bisa dielakkan lagi akan memerlukan peran serta dari lembaga keuangan bank atau non-bank. ―Untuk memberikan dukungan investasi tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan dengan menciptakan sistem pendanaan yang dapat meminimalkan resiko pihak swasta melalui skema land-fund, infrastructure fund, guarantee fund, subsidi pinjaman khususnya untuk PDAM, dan viagility gap fund,― tambah Hermanto. Dengan dukungan tersebut, saat ini sekitar delapan bank terkemuka nasional telah pula secara aktif memberikan dukungan pendanaan untuk pembangunan infrastructur, khususnya untuk jalan tol dan air bersih melalui Perjanjian Kerjasama Pendanaan (PKP). Sementara itu Menko Perekonomian Hatta Radjasa saat membuka acara tersebut mengatakan bahwa selama ini, pembangunan infrastruktur di tanah air memang menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sejak 2010 lalu, anggaran untuk pembangunan infrastruktur dari APBN ini terus meningkat. Rinciannya Rp 90 triliun (2010), Rp 128 triliun (2011), Rp 174 triliun (2012) dan Rp 203 triliun (2013). page 1 / 2 “Sejak dulu, memang dana untuk pembangunan infrastruktur berasal dari APBN. Tapi sejak 2005 dan sejak undang-undangnya dirubah, maka dana untuk pembangunan infrastruktur bisa diperoleh dari cara lain. Misalnya pinjaman perbankan, penerbitan obligasi atau menciptakan Kredit Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KEK EBA) atau reksadana penyertaan terbatas dengan jaminan ( underlying) proyek infrastruktur tersebut,― tutur Hatta. Hatta mengharapkan adanya skema pembiayaan yang lebih inobatif, selain mengandalkan dana pemerintah, untuk membangun infrastruktur dengan anggaran besar yang bermanfaat untuk menekan biaya logistic tinggi. Selain itu, Hatta juga meminta sektor perbankan untuk masuk dalam pembiayaan infrastruktur melalui sindikasi seperti yang telah dilakukan pada proyek jalan tol Cikampek – Palimanan atau penerbitan reksadana penyertaan terbatas. “Banyak pilihan kreatif yang dapat kita lakukn untuk mengerjakan infrastruktur, sehingga tidak menunggu dana tambahan melalui mekanisme Saldo Anggaran Lebih (SAL) dan Sisa Lebih Pembiyaan Anggaran (SILPA),― tegas Hatta.(nrm) Pusat komunikasi Publik 181212 page 2 / 2 Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)