BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Di negara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Di negara-negara yang sedang berkembang, penyakit jantung, kanker
dan
stroke
menggantikan penyakit menular dan malnutrisi sebagai
penyebab kematian dan disabilitas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007 yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi penyebab
kematian tertinggi adalah penyakit kardiovaskular (31,9%) termasuk
hipertensi (6,8%) dan stroke (15,4%). Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang
dewasa menderita hipertensi (Rahajeng, 2009).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika
Serikat setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke diperkirakan menjadi 1
dari 16 penyebab kematian di Amerika Serikat pada tahun 2004. Setiap
tahun sekitar 700.000 orang mengalami serangan stroke baru maupun
berulang. Kira-kira 500.000 merupakan serangan pertama dan 200.000
merupakan serangan berulang. Dan dari seluruh kasus stroke, sekitar 87%
merupakan stroke iskemik dan sisanya merupakan perdarahan. (Hacke dkk,
2003; Rosamond dkk, 2007)
Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh
survei ASNA (ASEAN Neurological Association) di 28 rumah sakit di seluruh
Indonesia, pada penderita stroke akut yang dirawat di rumah sakit, dan
dilakukan survei mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan, mortalitas
dan morbiditasnya. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil
Universitas Sumatera Utara
usia di bawah 45 tahun cukup banyak yaitu 11,8%, usia 45-64 tahun
berjumlah 54,7% dan di atas usia 65 tahun 33,5%. (Misbach, 2007)
Amarah
(anger)
merupakan
emosi
yang
dapat
memberikan
konsekuensi besar dalam hal kesehatan berdasarkan kompleksitas sirkuit
neuron. Beberapa penelitian yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an yang
mencari hubungan antara derajat amarah dengan hipertensi menemukan
bahwa pengaruh amarah khususnya terlihat sebagai tekanan darah yang
labil. Dibandingkan dengan individu yang jarang marah, orang yang dengan
tingkat amarah yang tinggi menunjukkan tekanan darah sistolik dan diastolik
yang lebih tinggi. Bahkan pada anak-anak, analisis multivariat menunjukkan
tingkat amarah berkorelasi positif dengan tekanan darah (Paulus dkk, 2004).
Individu yang mengeluarkan ekspresi amarahnya menunjukkan
tekanan darah diastolik yang tinggi, berbeda dengan individu yang menahan
rasa amarahnya (p<0,04) (Suchday and Larkin, 2001). Penelitian oleh Ohira,
dkk pada tahun 2000 di Jepang menunjukkan adanya hubungan terbalik
yang signifikan antara anger-out dengan tekanan darah sistolik pada pekerja
pria. Sebagai kesimpulan, penelitian tersebut menyatakan pekerja pria di
Jepang yang tidak mengekspresikan amarahnya memiliki kemungkinan yang
lebih tinggi untuk mengalami hipertensi (Ohira dkk, 2000).
Pada satu studi meta-analisis yang meneliti tekanan darah, ekspresi
amarah berhubungan positif dengan tekanan darah sistolik
(Schum dkk,
2003), dan pengamatan belakangan ini menunjukkan adanya hubungan
antara ekspresi amarah dengan terjadinya hipertensi esensial (Jorgensen
dkk, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Everson dkk pada tahun 1998 melakukan penelitian yang mencari
hubungan antara ekspresi amarah dengan kejadian hipertensi, didapatkan
bahwa pria yang sering mengeluarkan ekspresi amarahnya memiliki lebih
dari 2,5 kali resiko lebih tinggi untuk mengalami hipertensi (OR = 2.61, 95%
CI 1.38-4.97; p<0,003) bila dibandingkan dengan pria yang tidak
menunjukkan ekspresi amarahnya setelah dilakukan penyesuaian terhadap
usia dan faktor resiko lainnya.
Everson dkk (1998) meneliti hubungan antara jenis ekspresi amarah
dan insiden hipertensi pada populasi berjumlah 537 pria dengan keadaan
normotensi
pada
awalnya.
Ekspresi
amarah
diukur
menggunakan
Spielberger’s Anger-out and Anger-in scales. Hasil dari empat tahun
pengamatan dan menggunakan analisis regresi dengan penyesuaian
terhadap usia, menunjukkan bahwa peningkatan satu poin pada skor angerout akan meningkatkan 12% besar resiko terjadinya hipertensi. Selain itu,
peningkatan satu poin pada skor anger-in juga berkaitan dengan 12%
peningkatan resiko terjadinya hipertensi. Hasil tersebut membuktikan adanya
hubungan antara jenis ekspresi amarah dengan resiko terjadinya hipertensi
sehingga menunjukkan bahwa skor anger-in dan anger-out yang tinggi dapat
menjadi faktor resiko terjadinya hipertensi (Everson dkk, 1998).
Namun demikian, beberapa penelitian menunjukkan hasil yang
berbeda. Dimana ekspresi amarah yang rendah berhubungan dengan
peningkatan resiko penyakit kardiovaskular
(Suls and Wan, 1993), dan
menekan ekspresi amarah (anger-in) berkaitan dengan tingginya tekanan
Universitas Sumatera Utara
darah dan terjadinya aterosklerosis (Everson dkk, 1998; Matthews dkk,
1998).
Amarah dapat memberikan efek negatif terhadap kesehatan fisik,
sebagian besar merupakan penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular
atau stroke. Walaupun data epidemiologi dan penelitian klinis menunjukkan
adanya
hubungan
yang
positif
antara
amarah
dengan
penyakit
kardiovaskular, sedikit data yang ada menjelaskan kaitannya dengan stroke
(Williams dkk, 2002).
Adler dkk pada suatu penelitian retrospektif, melaporkan bahwa pada
subjek penelitiannya, stroke sebagian besar didahului oleh keadaan yang
cenderung negatif, terutama keputusasaan dan amarah. Sama halnya
dengan Gianturco dkk, melaporkan bahwa bila dibandingkan dengan subjek
kontrol yang diopname, sebagian besar penderita stroke baru saja
mengekspresikan amarahnya keluar sesaat sebelum mendapatkan serangan
stroke. Walaupun laporan penuh dari Framingham Heart Study tidak didapat,
dari abstrak disimpulkan bahwa insiden stroke dalam 10 tahun penelitian
berhubungan signifikan dengan amarah pada wanita dan secara garis besar
berkaitan dengan amarah pada pria, namun hubungan ini secara statistik
tidak signifikan setelah penyesuaian terhadap faktor resiko. (Williams dkk,
2002)
Beberapa penelitian saat ini menunjukkan hubungan yang sangat
signifikan antara amarah dengan kejadian stroke. Contohnya adalah orang
yang mengekspresikan amarahnya bila dibandingkan dengan orang yang
menahan rasa amarahnya memiliki resiko dua kali lebih besar untuk
Universitas Sumatera Utara
mengalami stroke (RH 2,03; 95% CI, 1,05-3,94) setelah menyesuaikan
terhadap beberapa faktor seperti usia, merokok, kadar profil lipid, riwayat
diabetes dan hipertensi. Analisis tambahan menunjukkan bahwa hubungan
ini terutama terdapat pada orang yang memiliki riwayat penyakit jantung
iskemik. Pada individu tersebut, amarah yang diekspresikan keluar dapat
memprediksi lebih dari enam kali peningkatan resiko terjadinya stroke (RH
6,87; 95% CI, 1,50-31,4) setelah penyesuaian terhadap beberapa faktor
resiko. Pada penelitian lain, orang dengan usia kurang dari 60 tahun dengan
karakter yang mudah marah berkaitan dengan tiga kali peningkatan resiko
terjadinya stroke hemoragik dan iskemik bila dibandingkan dengan orang
dengan karakter yang tidak mudah marah. Selain itu, amarah juga dapat
menjadi konsekuensi dari stroke. Khususnya, ketidakmampuan untuk
mengontrol amarah atau agresi sangat berkaitan dengan lesi pada daerah
frontal-lentikulokapsular-pontin. (Everson dkk, 1999; Kim JS, 2002; Paulus
dkk, 2004). Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Angerer dkk
pada tahun 2000, didapatkan bahwa orang dengan ekspresi amarah angerout beresiko tiga kali lebih tinggi mengalami stroke dibandingkan dengan
orang yang jarang menunjukkan amarahnya dengan nilai OR 3,19 (95% CI
2,5-16,6) (Angerer dkk, 2000).
Eng dkk (2003) yang meneliti tentang hubungan skor anger-out
dengan resiko kejadian stroke melaporkan bahwa dari hasil penelitian kohort
selama 2 tahun (1996-1998) pada subjek pria sehat dengan usia 50-85 tahun
tanpa riwayat penyakit kardiovaskular, didapatkan bahwa
subjek dengan
skor anger-out yang tinggi pada Spielberger anger-out scale hanya
Universitas Sumatera Utara
setengahnya mengalami stroke (RR 0,56; 95% CI 0,32-0,97) dalam 2 tahun
pengamatan bila dibandingkan dengan subjek yang skor anger-out nya lebih
rendah setelah disesuaikan terhadap faktor resiko yang ada. Disimpulkan
bahwa ekspresi amarah berhubungan terbalik dengan besar resiko terjadinya
stroke.
Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Everson dkk (1999)
didapatkan bahwa anger-in dan anger-control tidak berhubungan dengan
resiko terjadinya stroke.
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian-penelitian terdahulu seperti
yang telah dirumuskan di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah
besar
resiko
kejadian
hipertensi
dan
stroke
berdasarkan perbedaan ekspresi amarah (anger-in, anger-out, atau angercontrol) ?
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan :
I.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui besar kejadian hipertensi dan stroke berdasarkan
perbedaan ekspresi amarah (anger-in, anger-out, atau anger-control).
I.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui besar resiko kejadian hipertensi pada individu dengan
ekspresi amarah anger-in.
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui besar resiko kejadian hipertensi pada individu dengan
ekspresi amarah anger-out.
3. Untuk mengetahui besar resiko kejadian hipertensi pada individu dengan
ekspresi amarah anger-control.
4. Untuk mengetahui besar resiko kejadian stroke (dengan atau tanpa
hipertensi) pada individu dengan ekspresi amarah anger-in.
5. Untuk mengetahui besar resiko kejadian stroke (dengan atau tanpa
hipertensi) pada individu dengan ekspresi amarah anger-out .
6. Untuk mengetahui besar resiko kejadian stroke (dengan atau tanpa
hipertensi) pada individu dengan ekspresi amarah anger-control.
7. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita hipertensi dan
stroke.
8. Untuk
mengetahui
karakteristik
demografi
penderita
hipertensi
berdasarkan ekspresi amarah.
9. Untuk mengetahui karakteristik demografi penderita stroke berdasarkan
ekspresi amarah.
I.4. HIPOTESIS
Ada hubungan antara ekspresi amarah (anger-in, anger-out, dan
anger-control) dengan besar resiko kejadian hipertensi dan stroke.
Universitas Sumatera Utara
I.5. MANFAAT PENELITIAN
I.5.1. Manfaat Penelitian untuk Peneliti
Manfaat
penelitian
untuk
peneliti
adalah
sebagai
tugas
dan
persyaratan dalam pendidikan dokter spesialis ilmu penyakit saraf.
I.5.2. Manfaat Penelitian untuk Ilmu Pengetahuan
Dengan mengetahui adanya hubungan antara ekspresi amarah
(anger-in, anger-out, dan anger-control) dengan kejadian hipertensi dan
stroke, maka diketahui bahwa ekspresi amarah tertentu dapat meningkatkan
resiko kejadian hipertensi dan stroke.
I.5.3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat
Dengan mengetahui adanya hubungan antara ekspresi amarah
(anger-in, anger-out, dan anger-control) dengan kejadian hipertensi dan
stroke, maka diharapkan kepada masyarakat agar dapat mengendalikan diri
dalam hal ekspresi amarah dengan cara yang bijaksana, sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya hipertensi dan stroke.
Universitas Sumatera Utara
Download